Pengaruh Migrasi Sirkuler Terhadap Kondisi Sosial Rumah Tangga Petani

PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP KONDISI
SOSIAL RUMAH TANGGA PETANI

MUHAMMAD INDRA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Migrasi
Sirkuler Terhadap Kondisi Sosial Rumah Tangga Petani adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Muhammad Indra
NIM I34100075

ii

iii

ABSTRAK
MUHAMMAD INDRA. Pengaruh Migrasi Sirkuler Terhadap Kondisi Sosial
Rumah Tangga Petani. Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor pendorong dan
penarik yang mempengaruhi keputusan rumah tangga petani melakukan migrasi
sirkuler, serta menganalisis pengaruh yang ditimbulkan dari migrasi sirkuler
terhadap perubahan tingkat pendidikan anak, peranan sosial, pola jam kerja petani,
dan pembagian kerja dalam rumah tangga petani. Penelitian dilakukan di Desa
Pamanukan Hilir, Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang. Penelitian

menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung data kualitatif dengan
metode penelitian survei. Dalam penelitian ditemukan bahwa migrasi sirkuler
berpengaruh terhadap kondisi sosial rumah tangga petani, di antaranya: 1) Faktor
utama petani melakukan migrasi sirkuler karena kurangnya kepememiliki lahan
yang mempengaruhi tingkat pendapatan (ekonomi); (2) Petani yang melakukan
migrasi sirkuler menyesuaikan pembagian kerja dalam rumah tangganya; (3)
Rumah tangga petani migran memiliki motivasi lebih untuk mencapai pendidikan
anak yang tinggi; (4) Petani menggunakan masa tenggang untuk bekerja di luar
sektor pertanian yang berpengaruh terhadap berkurangnya jam kerja dalam
bertani; dan (5) Sebagian peranan sosial suami digantikan oleh istri saat suami
sedang melakukan migrasi.
Kata kunci: migrasi sirkuler, tingkat pendidikan anak, perubahan jam kerja,
pembagian kerja, peranan sosial
ABSTRACT
MUHAMMAD INDRA. Effect of Circular Migration to Social Conditions of
Farmer Households. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI.
The objectives of this research was to identify the push and pull factors that
influence household decisions farmers circular migration, as well as analyzing the
effect arising from circular migration to changes in children's education, social
roles, patterns of farmers working hours, and the division of labor in farm

households. The research was conducted in the Desa Pamanukan Hilir,
Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang. The research uses a quantitative
approach to qualitative data supported by survey research methods. In the study it
was found that circular migration affects the social conditions of farming
households, among them: 1) The main factor farmers kepememiliki circular
migration due to lack of land that affect the level of income (economics); (2)
Farmers who migrated circularly adjust the division of labor in the household; (3)
Households of migrant farmers have more motivation to achieve higher education
of children; (4) Farmers use the grace period to work outside the agricultural
sector, which affects the reduction of working hours in farming; and (5) Most of
the social role of husband and wife when the husband is replaced doing migration.
Keywords: circular migration, the level of education of children, change in hours
of work, division of labor, social role

iv

v

PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP KONDISI
SOSIAL RUMAH TANGGA PETANI


MUHAMMAD INDRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi

vii
Judul Skripsi

Nama
NIM

: Pengaruh Migrasi Sirkuler Terhadap Kondisi Sosial Rumah
Tangga Petani
: Muhammad Indra
: I34100075

Disetujui oleh

Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ________________


viii

ix

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai Juli
2014 ini adalah urbanisasi, transmigrasi dan migrasi internal dengan judul
Pengaruh Migrasi Sirkuler Terhadap Kondisi Sosial Rumah Tangga Petani.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS
selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan
kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rina
Mardiana, MSi selaku dosen akademik yang telah membimbing saya dan memberi
masukan dalam hal akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Engkur Kurnadi Adiwijaya selaku Kepala Desa Pamanukan Hilir
dan Bapak Oman selaku perangkat desa yang setia menemani penulis dalam
proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Kakek dan Nenek yang juga telah banyak membantu penulis dalam memberikan

informasi-informasi berharga terkait penelitian dan responden serta memberikan
tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian di Desa Pamanukan Hilir.
Tak lupa penulis sampaikan juga terima kasih kepada Mama dan Papa serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya terhadap teman sebimbingan, yaitu Anjas,
Anggi, Baiq dan Astri. Penulis juga berterima kasih kepada Rezaninda, Saefihim,
Ardian serta teman-teman SKPM angkatan 47 yang telah memberikan semangat
dan nasihat yang berharga. Terakhir terima kasih diucapkan kepada para
responden di Desa Pamanukan Hilir yang telah bersedia diwawancarai.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan pembaca dalam memahami lebih jauh tentang pengaruh migrasi
sirkuler terhadap kondisi sosial rumah tangga petani.

Bogor, Oktober 2014
Muhammad Indra

x

xi


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Masalah Penelitian
3
Tujuan Penelitian
4
Kegunaan Penelitian
4
PENDEKATAN TEORITIS
5

Tinjauan Pustaka
5
Kerangka Pemikiran
14
Hipotesis Penelitian
15
Definisi Konseptual
15
Definisi Operasional
15
PENDEKATAN LAPANGAN
17
Lokasi dan Waktu Penelitian
17
Metode Penelitian
17
Teknik Penentuan Responden dan Informan
17
Teknik Pengumpulan Data
19

Teknik Pengolahan dan Analisis Data
19
PROFIL DESA PAMANUKAN HILIR
21
Kondisi Geografi
21
Sarana dan Prasarana
21
Struktur Kependudukan
23
Kondisi Ekonomi Desa Pamanukan Hilir
25
Kondisi Sosial Budaya Desa Pamanukan Hilir
28
Sejarah Migrasi Desa Pamanukan Hilir
29
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MIGRASI SIRKULER
31
Faktor Pendorong
32

Faktor Penarik
38
PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP POLA JAM KERJA PETANI
DAN TINGKAT PENDIDIKAN ANAK
43
Pola Jam Kerja Petani
43
Tingkat Pendidikan Anak
44
PENGARUH MIGRASI SIRKULER TERHADAP PERUBAHAN PERANAN
SOSIAL DAN PEMBAGIAN KERJA DALAM RUMAH TANGGA PETANI 48
Peranan Sosial
49
Pembagian Kerja
51

xii
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

57
57
58
59
62
67

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8

Tabel 9

Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13

Tabel 14

Tabel 15

Tabel 16

Tabel 17

Curahan kerja anggota keluarga per ART yang bekerja menurut
menurut status rumah tangga (petani vs buruh tani) di lima
Kabupaten (% jam kerja)
Jumlah dan presentase penduduk desa pamanukan hilir,
kecamatan pamanukan berdasarkan golongan umur
Jumlah dan presentase penduduk desa pamanukan hilir,
kecamatan pamanukan berdasarkan tingkat pendidikan
Rata-rata pendapatan petani menurut jenis pekerjaan, Desa
Pamanukan Hilir, 2014
Alasan kepala keluarga dalam rumah tangga petani melakukan
migrasi sirkuler, Desa Pamanukan Hilir, 2014
Rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler
menurut luas penguasaan lahan, Desa Pamanukan Hilir, 2014
Rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler
menurut tingkat pendapatan, Desa Pamanukan Hilir, 2014
Kepala keluarga pada rumah tangga petani migran sirkuler dan
non migran sirkuler menurut jenis pekerjaan, Desa Pamanukan
Hilir, 2014
Kepala keluarga pada rumah tangga petani migran sirkuler dan
non migran sirkuler menurut jenis sektor pekerjaan, Desa
Pamanukan Hilir, 2014
Alasan kepala keluarga dalam rumah tangga petani bermigrasi
sirkuler ke tempat tujuan, Desa Pamanukan Hilir, 2014
Responden migran sirkuler menurut cara memperoleh informasi
mengenai tempat tujuan, Desa Pamanukan Hilir, 2014
Responden migran sirkuler berdasarkan daerah tujuan migrasi,
Desa Pamanukan Hilir, 2014
Responden migran sirkuler berdasarkan pendapatan per bulan
sebelum dan sesudah melakukan migrasi, Desa Pamanukan Hilir,
2014
Rata-rata curahan jam kerja kepala keluarga (KK) dalam
kegiatan mencari nafkah di bidang pertanian dan non pertanian
menurut status KK pada rumah tangga petani migran dan non
migran
Perbedaan kemampuan mencapai tingkat pendidikan anak saat
ini antara rumah tangga petani migran dan non migran, Desa
Pamanukan Hilir, 2014
Perbedaan kemampuan mencapai tingkat pendidikan anak masa
mendatang antara rumah tangga petani migran dan non migran,
Desa Pamanukan Hilir, 2014
Perbandingan peranan sosial antara anggota rumah tangga petani
migran dan non migran di dalam masyarakat

13

23
24
26
32
33
34
37

37

39
39
40
42

43

46

46

49

xiv
Tabel 18
Tabel 19
Tabel 20
Tabel 21
Tabel 22

Independent Samples Test peranan sosial antara anggota rumah
tangga petani migran dan non migran di dalam masyarakat
Perbandingan pembagian kerja domestik antara anggota rumah
tangga petani migran dan non migran
Independent Samples Test pembagian kerja domestik anggota
rumah tangga antara rumah tangga petani migran dan non migran
Perbandingan pembagian kerja dalam usaha tani antara anggota
rumah tangga petani migran dan non migran
Independent Samples Test pembagian kerja dalam usaha tani
anggota rumah tangga antara rumah tangga petani migran dan
non migran

51
52
53
54
55

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4

Faktor-faktor yang terdapat pada daerah asal, daerah tujuan,
dan rintangn antara (Everett S Lee 1980)
Kerangka pemikiran
Kerangka penentuan responden dan kontrol
Peta Desa Pamanukan Hilir Kecamatan Pamanukan Kabupaten
Subang

7
14
19
63

xvi

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta Desa Pamanukan Hilir Kecamatan Pamanukan
Kabupaten Subang
Lampiran 2 Panduan pertanyaan mendalam
Lampiran 3 Kerangka sampling responden migran dan non migran

63
63
65

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini problematika kependudukan pada negara-negara sedang
berkembang terutama di Indonesia menjadi hal yang sangat kompleks bagi
pembangunan. Dinamika kependudukan akan selalu berkembang mengikuti
perkembangan angka kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk (migrasi)
serta terjadi perubahan dalam berbagai aspeknya, baik aspek jumlah, komposisi
menurut jenis kelamin dan umur, pertumbuhan dan persebarannya. Sejalan dengan
hal tersebut, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 penduduk Indonesia
terus bertambah dari waktu ke waktu. Ketika sensus pertama pada tahun 1961
dilakukan, jumlah penduduk Indonesia masih sekitar 97,1 juta jiwa, namun
setelah hampir setengah abad, jumlah populasi penduduk Indonesia meningkat
drastis dan telah mencapai 237,6 juta jiwa pada saat sensus 2010 dilakukan.
Peningkatan jumlah penduduk ternyata sejalan dengan meningkatnya angka
pertumbuhan angkatan kerja yang semakin lama semakin bertambah banyak
namun tidak sejalan dengan penciptaan lapangan kerja yang memadai. Dengan
demikian terdapat suatu ketimpangan antara lapangan pekerjaan yang tersedia
dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang ada. Mau tidak mau dengan kondisi
tersebut menyebabkan banyak calon tenaga kerja baru sulit mendapatkan
pekerjaan baik di sektor formal maupun di sektor informal karena persaingan yang
sangat banyak. Hal yang serupa terjadi di sektor pertanian, ketersediaan lahan
pertanian yang semakin menurun dan dilain sisi penduduk meningkat cukup pesat
mengakibatkan luas lahan garapan juga akan semakin sempit. Luas lahan garapan
yang sempit mengindikasikan pendapatan rumah tangga petani yang rendah,
selain itu juga menyebabkan berkurangnya hasil-hasil pertanian yang tidak
mampu menjamin kebutuhan penduduk yang hidupnya bergantung pada sektor
pertanian dan tidak jarang mereka banyak yang bekerja sebagai buruh tani di
desanya maupun di desa lain yang berdekatan demi keberlanjutan roda ekonomi
rumah tangga mereka.
Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia tidak cukup
mendapatkan akses pada tanah karena lahan-lahan pertanian telah dikuasai oleh
para pemilik lahan yang sejumlah 0,2% atau kurang lebih 460 ribu orang dari total
penduduk Indonesia pada tahun 2011 yang menguasai 56% aset nasional. Di
dalam konsentrasi 56% aset ini, tidak kurang dari 62–87% dalam bentuk tanah
(Winoto 2011). Hal-hal tersebut mendorong mereka untuk melakukan mobilisasi
di kalangan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain atau yang disebut dengan
gerak penduduk (Shryllock dan Siegel 1973 dalam Rusli 2012). Keterkaitan antara
migrasi dengan lahan pertanian adalah makin terbatasnya lahan pertanian dilihat
dari kepadatan penduduk petani yang tinggi di suatu daerah (proporsi petani
berlahan sempit) dan rendahnya kesempatan kerja di sektor pertanian telah
mendorong orang untuk meninggalkan daerah mereka dalam mencari pekerjaan
ke daerah lain (Alatas 1995).
Perbedaan tingkat pembangunan daerah akan mengakibatkan adanya
disparitas sosial ekonomi antar daerah, yang akan mengakibatkan terjadinya gerak
penduduk antar daerah (Wahyuni 1991). Migrasi sebagai salah satu bagian dari

2
gerak penduduk telah membentuk suatu pola perpindahan penduduk di Indonesia
yang akhir-akhir ini menurut banyak penelitian banyak terjadi migrasi desa-kota.
Fenomena migrasi desa-kota di negara sedang berkembang terutama di Indonesia
dicirikan oleh migrasi non permanen, dalam bentuk sirkuler dan komuter, karena
di kota terdapat fasilitas komunikasi dan transportasi yang lebih maju (Wahyuni
2000) serta kekuatan ekonomi masih terpusat di daerah perkotaan saja. Migrasi
desa-kota dengan cara sirkulasi memungkinkan penduduk desa khususnya petani
masih dapat mengerjakan pekerjaan pertanian sehingga pendapatan rumah tangga
akan lebih baik.
Faktor-faktor yang berperan untuk mempengaruhi orang dalam melakukan
migrasi sangat beragam dan kompleks karena migrasi merupakan proses yang
secara selektif mempengaruhi setiap individu dengan ciri-ciri ekonomi, sosial,
pendidikan dan demografi tertentu (Todaro 1998). Akibatnya mereka yang
melakukan migrasi pada umumnya adalah para tenaga kerja yang mempunyai
tingkat pendidikan tertentu dan berasal dari lokasi yang memiliki kelebihan tenaga
kerja juga berpenghasilan rendah menuju lokasi yang kekurangan tenaga kerja dan
atau yang mampu memberikan upah lebih tinggi dengan harapan dapat membuat
mereka hidup lebih layak dari daerah asalnya (Waridin 2002). Beberapa penelitian
sebelumnya mengenai migrasi menyebutkan bahwa alasan utama orang
melakukan migrasi karena alasan ekonomi. Pergeseran dalam strategi ekonomi
masyarakat pedesaan yang semula hanya mengandalkan pertanian subsisten
bergeser secara pasti menjadi ekonomi pasar yang selama ini dicirikan di
perkotaan (sektor informal) melalui remittances migran sirkuler. Tentunya dengan
tidak mengabaikan faktor sosial, budaya dan norma-norma masyarakat perdesaan
setempat.
Pengaruh migrasi terhadap pertanian dimulai saat adanya pergeseran
kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, seperti proporsi
jumah tenaga kerja dibidang pertanian yang semakin berkurang karena sudah
tidak ada minat bekerja di bidang pertanian atau semakin bertambah banyak
tenaga kerja di bidang pertanian akibat tidak tersedianya lahan pertanian yang
cukup untuk diolah. Pengalokasian waktu untuk kegiatan bertani juga semakin
berkurang karena lebih banyak digunakan saat bekerja di tempat tujuan migrasi,
sehingga banyak petani yang melakukan migrasi desa kota untuk mencukupi
kebutuhan rumah tangganya yang semakin lama semakin tidak dapat dipenuhi jika
hanya mengandalkan dari kegiatan bertani saja. Tidak hanya mempengaruhi
terhadap sektor pertanian saja, melainkan juga berdampak pada pelaku utama dari
pertanian tersebut yaitu petani. Kondisi sosial rumah tangga petani sedianya
banyak yang berubah akibat migrasi ini, sehingga ini menjadi menarik untuk
diteliti dalam mengidentifikasi perubahan yang terjadi terhadap kondisi sosial
terutama pada tingkat pendidikan anak, pola jam kerja petani, peranan sosial di
masyarakat dan pembagian kerja dalam rumah tangga petani. Salah satunya
daerah yang sesuai kondisi tersebut berada di Desa Pamanukan Hilir, Kecamatan
Pamanukan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

3
Masalah Penelitian
Adanya perbedaan yang berarti antara perkotaan dengan perdesaan dari
karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya akan menyebabkan mobilisasi
penduduk tertutama di sektor pertanian. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya
bahwa keputusan bermigrasi cenderung disebabkan faktor ekonomi, demikian
juga mobilitas sirkuler di banyak negara Asia, pada umumnya disebabkan
kemiskinan di daerah perdesaan merupakan faktor penting yang menjadi
pendorong para migran meninggalkan desanya menuju daerah-daerah yang
memiliki lebih banyak kesempatan ekonomi seperti perkotaan (Oberai 1985).
Selain faktor ekonomi yang menjadi alasan utama, terdapat faktor sosial yang ikut
berperan dalam fenomena migrasi. Faktor tersebut disebabkan oleh adanya
dorongan dari individu untuk memperbaiki kondisi sosial yang kurang
berkembang apabila tetap berada di desa asal. Faktor sosial dalam hal ini yaitu
ingin memperbaiki tingkat pendidikan anggota rumah tangga, memperbaiki
kualitas hidup, dan ingin memiliki fasilitas yang lebih baik yang akan didapat jika
berada di perkotaan. Faktor sosial ini juga termasuk keinginan para migran untuk
melepaskan dari kendala-kendala tradisional yang terkandung dalam organisasiorganisasi sosial yang sebelumnya mengekang mereka (Todaro 1998).
Menurut Mantra (1985) seorang migran mengambil keputusan melakukan
mobilias non permanen disebabkan oleh adanya dua kekuatan yang mengikat dan
mendorong seorang migran terhadap daerah asalnya. Seseorang akan tetap tinggal
di daerah asal, melakukan ulang alik atau bermigrasi ditentukan oleh bertemu atau
tidaknya antara kebutuhan individu dan kondisi suatu daerah (Mantra 1985).
Selain ditentukan oleh faktor-faktor pribadi, keputusan seseorang untuk
bermobilisasi juga ditentukan oleh kondisi suatu daerah asal dan tujuan (Lee
1980). Sesuai dengan teori dorong tarik atau Push Pull Theory yang dikemukakan
oleh Lee (1980) terdapat faktor–faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam
melakukan migrasi. Lebih lanjut Lee menguraikan teori tersebut menjadi faktor
pendorong yang terdapat di daerah asal dan faktor penarik yang terdapat di tempat
tujuan. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi apa saja faktor
pendorong dan penarik yang menyebabkan rumah tangga petani dalam
melakukan migrasi sirkuler?.
Pengaruh migrasi sirkuler pada rumah tangga di desa dapat memberikan
peningkatan pendapatan dan perbaikan pada rumah tangga migran. Pengeluaran
rumah tangga yang semakin bertambah dari tahun ke tahun membuat kebutuhan
rumah tangga semakin meningkat pula, sehingga banyak calon migran
memutuskan untuk bermigrasi dengan tujuan memperoleh pendapatan lebih.
Pendapatan yang meningkat selanjutnya akan mempengaruhi status sosial dan
mutu hidup rumah tangga (Refiani 2006). Status sosial dan mutu hidup rumah
tangga tersebut juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan anggota rumah tangga
khususnya pendidikan anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Herdiana
(1995) migrasi juga menimbulkan perubahan peranan dan tanggung jawab wanita,
terutama pada saat kepala keluarga pergi ke kota atau melakukan migrasi sirkuler.
Migrasi ini secara tidak langsung mempengaruhi kebiasaan dan pembagian kerja
dalam rumah tangga di daerah asal. Namun, dengan melakukan migrasi desa kota
dengan cara sirkulasi memungkinkan penduduk desa khususnya yang masih
menjadi petani dapat mengerjakan pekerjaan pertanian sehingga pendapatan

4
rumah tangga akan lebih baik (Hermawan 2002). Oleh karena itu, penting untuk
menganalisis sejauhmana pengaruh migrasi sirkuler terhadap perubahan
pendidikan anak, peranan sosial, pola jam kerja petani, dan pembagian
kerja dalam rumah tangga petani?.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh migrasi sirkuler terhadap kondisi
sosial rumah tangga petani. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi faktor pendorong dan penarik yang menyebabkan rumah
tangga petani melakukan migrasi sirkuler.
2. Menganalisis pengaruh yang ditimbulkan dari migrasi sirkuler terhadap
perubahan tingkat pendidikan anak, peranan sosial, pola jam kerja petani,
dan pembagian kerja dalam rumah tangga petani.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi akademisi,
pembuat kebijakan dan masyarakat pada umumya mengenai kajian migrasi bagi
sektor pertanian di suatu wilayah. Secara spesifik dan terperinci manfaat yang
didapatkan oleh berbagai pihak di antaranya sebagai berikut:
1. Bagi akademisi:
Bagi akademisi, penelitian ini menjadi proses pembelajaran dalam
memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, diharapkan hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dari perkembangan
fenomena sosial mengenai pengaruh migrasi sirkuler terhadap kondisi sosial
rumah tangga petani. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi literatur bagi
akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh.
2. Bagi pembuat kebijakan:
Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan
dalam menganalisis bagaimana seharusnya migrasi dijadikan suatu cara
untuk memajukan dan membangun daerah-daerah yang tertinggal dari
pembangunan.
3. Bagi masyarakat:
Bagi masyarakat khususnya pembaca, penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan mengenai migrasi sirkuler dan pengaruhnya bagi
masyarakat khususnya para petani.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Bab ini terdiri atas beberapa sub bab. Sub bab pertama membahas tinjauan
pustaka. Dalam sub bab tinjauan pustaka dijelaskan mengenai teori dan konsep
yang dipakai dalam penelitian. Pada sub bab selanjutnya adalah kerangka
pemikiran. Dilanjutkan dengan sub bab hipotesis, dan definisi operasional.
Tinjauan Pustaka
Definisi Migrasi
Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk atau gerak penduduk.
Migrasi juga merupakan salah satu bentuk dari tipologi gerak penduduk yang
cenderung bersifat permanen. Gerak penduduk mempunyai makna dalam ilmu
demografi yaitu perpindahan penduduk (population mobility) atau secara khusus
perpindahan wilayah (teritorial mobility) dari suatu tempat ke tempat lainnya
yang mengandung makna gerak spasial, fisik, dan geografis (Rusli 2012). Lebih
lanjut Rusli (2012) menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan melakukan
migrasi apabila ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen dan relatif
permanen (untuk jangka waktu minimal tertentu) dengan menempuh jarak
minimal tertentu atau pindah dari satu unit geografis ke unit geografis lainnya.
Unit geografis berarti unit administratif pemerintah baik berupa negara maupun
bagian-bagian dari negara. Menurut Mantra (1985) mobilitas penduduk horizontal
atau geografis meliputi semua gerakan penduduk yang melintasi batas wilayah
tertentu dalam periode waktu tertentu. Batas wilayah yang dimaksud lebih kepada
batas administrasi yang ditetapkan oleh negara. Menurut BPS (2012) menyatakan
bahwa migrasi sebagai proses berpindahnya penduduk dari suatu tempat ke
tempat lain melewati batas wilayah tertentu yang dilalui dalam perpindahan
tersebut. Sunarto (1985) mengemukakan migrasi juga mengandung pengertian
bahwa perpindahan seseorang melalui batas provinsi ke provinsi lain yang dalam
prosesnya memerlukan jangka waktu enam bulan atau lebih, tetapi seseorang
dikategorikan sebagai migran biarpun perpindahan kurang dari enam bulan atau
sebelumnya telah berniat menuju ke tempat tujuan. Berbeda dengan definisi lain,
Lee (1980) menyatakan perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi
permanen dapat terjadi jika tidak ada pembatasan dan sifat tindakan tersebut
dilakukan secara sukarela atau terpaksa.
Ketika membicarakan konsep perpindahan penduduk akan selalu terkait
dengan dimensi yang ditetapkan oleh Standing (1985), di antaranya dimensi ruang
dan dimensi waktu. Dimensi ruang, yaitu penetapan tempat berdasarkan ciri-ciri
wilayah yang menjadi tujuan migrasi. Dimensi ruang membagi migrasi menjadi 2
bentuk, migrasi internal dan migrasi internasional. Migrasi internal adalah
perpindahan penduduk yang terjadi pada unit-unit geografis suatu negara,
sedangkan migrasi internasional adalah perpindahan penduduk dari suatu negara
ke negara lain. Sementara dimensi waktu, yaitu periode atau selang waktu yang
digunakan seseorang untuk berdiam diri atau menetap di tempat tujuan
perpindahan. Dimensi waktu membagi migrasi menjadi 2 bentuk, migrasi
permanen dan migrasi non permanen, yang terdiri dari sirkulasi dan komutasi.
Bentuk gerak penduduk tersebut merujuk pada selang waktu yang digunakan

6
seseorang untuk berdiam diri atau menetap di tempat tujuan perpindahan (Rusli
2012). Mobilitas permanen dan non permanen pada dasarnya terletak pada ada
tidaknya niat bertempat tinggal untuk menetap di daerah tujuan (Mantra 1985).
Gould (1993) juga mengemukakan bahwa migrasi merupakan fenomena yang
bervariasi terdiri dari empat macam, yaitu migrasi desa ke desa, desa ke kota, kota
ke desa, dan kota ke kota. Orang atau pelaku yang melakukan migrasi disebut
sebagai migran. Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli dapat disimpulkan
bahwa migrasi adalah segala bentuk gerak penduduk yang terkait dengan
perpindahan tempat tinggal dari satu tempat ke tempat yang lain selama periode
waktu tertentu (permanen dan non permanen).
Orang atau pelaku yang melakukan migrasi disebut sebagai migran. Lebih
spesifik Rusli (2012) menjelaskan bahwa seseorang dapat disebut sebagai migran
jika telah melakukan migrasi lebih dari satu kali. Menurut Alatas (1995) secara
umum menyebutkan beberapa jenis migran, migran kembali, migran semasa hidup
(life time migran), migran total dan migran risen. Migran semasa hidup ialah
orang-orang yang pada saat pencacahan tidak bertempat tinggal di tanah atau
tempat kelahirannya. Migran kembali adalah orang yang kembali ketempat
kelahirannya setelah sebelumnya pernah berpindah ketempat lain atau dengan kata
lain bisa disebut dengan migran sirkuler. Migran total ialah orang yang pernah
bertempat tinggal ditempat lain (selain tempat kelahirannya), sehingga migran
total meliputi migran semasa hidup dan migran kembali. Jumlah migran total
dikurangi migran kembali merupakan migran semasa hidup. Migran risen atau
mutakhir adalah orang-orang yang akhir-akhir ini melakukan perpindahan, akhirakhir ini dapat diartikan dalam waktu satu tahun terakhir ini atau lima tahun
terakhir ini dan seterusnya. Dalam kemungkinan bila lima tahun terakhir, maka
migran risen adalah orang-orang yang pada saat pencacahan provinsi tempat
tinggal sekarang berbeda dengan provinsi tempat tinggal lima tahun yang lalu.
Migrasi Sirkuler
Migrasi sirkuler merupakan salah satu bentuk gerak penduduk non
permanen yang secara umum bercirikan jangka pendek, repetitif atau siklikal;
ketiga ciri tersebut mempunyai kesamaan dalam hal tidak nampaknya niat yang
jelas untuk mengubah tempat tinggal secara permanen (Zelinsky 1971). Menurut
(Zulham et al. 1992) gerak penduduk non permanen ini didasarkan pada
pemanfaatan waktu migran sirkuler dan komuter antara desa dan kota.
Berdasarkan konsep gerak penduduk yang diungkapkan Rusli (2012) gerak
penduduk non permanen dapat dibagi menjadi sirkulasi dan komutasi. Menurut
Rusli (2012) migrasi sirkuler didefinisikan sebagai gerak berselang antara tempat
tinggal dan tempat tujuan baik untuk bekerja maupun untuk lain-lain tujuan
seperti sekolah. Migrasi sirkuler menurut Mantra (1985) adalah gerak penduduk
dari suatu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di
daerah tujuan. Pengertian lain dari migrasi sirkuler menurut Alatas (1995) ialah
jenis mobilitas penduduk yang dipilih seseorang atau kelompok dengan maksud
untuk tidak menetap di daerah tujuan dan pada waktu tertentu tetap kembali ke
daerah asal.
Dalam sirkulasi, seorang migran tinggal di tempat tujuan untuk periode
waktu dengan pola yang kurang teratur, diselingi dengan kembali dan tinggal di
tempat asal untuk waktu-waktu tertentu juga. (Rusli 2012). Hal ini berbeda

7
dengan komutasi yang semata-mata merupakan gerak penduduk harian. Dengan
demikian dapat disimpulkan pengertian migrasi sirkuler adalah perpindahan
penduduk antara tempat asal dengan tempat tujuan yang bersifat non permanen
artinya migran tidak mempunyai maksud atau niatan untuk menetap selamanya.
Faktor-faktor Penyebab Migrasi
Pada dasarnya orang melakukan migrasi selalu di latar belakangi oleh
berbagai faktor baik dari individu itu sendiri maupun dari faktor lingkungan yang
mempengaruhinya. Faktor lingkungan ini berasal dari daerah asal dan daerah
tujuan. Menurut Lee (1980) Lee (1980) bila melukiskan daerah asal dan daerah
tujuan terdapat faktor-faktor positif dan negatif serta meliputi faktor netral. Faktor
positif adalah faktor yang memberi nilai yang menguntungkan kalau bertempat
tinggal di daerah tersebut, misalnya di daerah tersebut terdapat sekolah,
kesempatan kerja, dan iklim yang baik. Selanjutnya faktor negatif adalah faktor
yang memberi nilai negatif pada daerah yang bersangkutan sehingga seseorang
ingin pindah dari tempat tersebut. Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat
cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk. Selanjutnya Lee (1980)
menambahkan bahwa besar kecilnya arus migrasi juga dipengaruhi rintangan yang
tak terduga dan menurutnya terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan dalam
memahami penyebab para migran melakukan gerak penduduk, di antaranya: (1)
Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, (2) Faktor-faktor yang terdapat di
tempat tujuan, (3) Rintangan antara daerah asal dan daerah tujuan, (4) Faktor
pribadi.

Gambar 1 Faktor-faktor yang terdapat pada daerah asal, daerah tujuan,
dan rintangan antara (Everett S Lee 1980)
Setiap daerah terdapat faktor-faktor yang menarik seseorang untuk tidak
meninggalkan daerah tersebut (faktor positif) dan faktor-faktor yang tidak
menyenangkan sehingga menyebabkan seseorang terdorong untuk meninggalkan
daerah tersebut (faktor negatif). Di samping itu terdapat faktor-faktor yang pada
dasarnya tidak ada pengaruhnya terhadap daerah tersebut, faktor ini disebut
dengan nol (0). Diantara ke empat faktor tersebut, faktor individu merupakan
faktor yang sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk bermigrasi.
Penilaian positif atau negatif suatu daerah tergantung pada individu itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk melakukan migrasi sangat
banyak dan kompleks, karena migrasi itu adalah proses yang menyangkut

8
individual-individual dengan karakteristik ekonomi, sosial, pendidikan dan dan
demografi tertentu.
Munir (1981), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi
ada dua faktor, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Dilihat dari faktor
pendorong dan penariknya, yang tergolong menjadi faktor pendorong antara lain:
(1) Makin berkurang sumber-sumber alam; (2) Menyempitnya lahan pekerjaan di
tempat asal; (3) Adanya tekanan-tekanan dan diskriminasi politik, agama, dan
suku di daerah asal; (4) Tidak cocok lagi dengan budaya atau adaptasi daerah asal;
(5) Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak berkembangnya
karir pribadi; dan (6) Bencana alam. Sementara itu, yang tergolong menjadi faktor
pernarik antara lain: (1) Adanya rasa superior di tempat yang baru atau
kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok; (2) Kesempatan
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik; (3) Kesempatan mendapatkan pendidikan
lebih tinggi; (4) Keadaan lingkungan dan keadaaan hidup yang menyenangkan;
(5) Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung; dan (6)
Adanya aktivitas kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan. BPS
(2012) juga menyatakan bahwa banyaknya orang yang masuk ke suatu provinsi
dipengaruhi besarnya faktor penarik provinsi tersebut bagi pendatang berupa
industrialisasi, perdagangan, pendidikan, perumahan, dan lingkungan hidup.
Selain itu karena ada faktor pendorong seperti kesempatan kerja yang terbatas
jumlah dan jenisnya, sarana dan prasarana, pendidikan, fasilitas, dan kondisi
lingkungan.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa faktor pendorong dari daerah asal
identik dengan faktor negatif yang dimiliki daerah asal, sedangkan faktor yang
menarik dari daerah tujuan identik dengan faktor positif yang dimiliki daerah
tujuan. Akan tetapi tidak selamanya daerah asal identik dengan faktor negatif saja,
karena terdapat faktor positif yang membuat penduduk memilih tidak
meninggalkan daerah asalnya. Menurut Mantra (1985) faktor positif tersebut
berkaitan dengan: (1) Jalinan persaudaraan dan kekeluargaan diantara warga desa
sangat erat, (2) Sistem gotong royong yang erat pada masyarakat, (3) Penduduk
sangat terikat pada tanah pertanian, dan (4) Penduduk sangat terikat pada daerah
(desa) tempat mereka dilahirkan. Lee (1980) dalam teori migrasinya mengatakan
bahwa yang mendorong orang untuk pindah bukan hanya ditentukan oleh faktorfaktor nyata yang terdapat di daerah asal dan tujuan saja, tetapi lebih dari itu
terutama ditentukan oleh persepsi orang terhadap faktor-faktor tersebut. Setiap
orang memiliki pengetahuan, ketrampilan serta pengalaman dan latar belakang
pendidikan yang berbeda-beda. Faktor pribadi inilah yang juga ikut
mempengaruhi seseorang untuk memutuskan melakukan migrasi di luar faktorfaktor di daerah asal maupun di daerah tujuan.
Dampak Migrasi Terhadap Pertanian
Adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota menyebabkan terjadinya
kekurangan tenaga kerja di desa pada sektor pertanian. Hal ini dibuktikan melalui
data BPS tahun 2011 yang menyebutkan bahwa jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian turun secara teratur. Pada Februari 2011, tercatat jumlah tenaga kerja di
sektor pertanian sebanyak 42,48 juta jiwa. Jumlahnya menurun menjadi 41,20 juta
jiwa pada Februari 2012. Kemudian berkurang lagi pada Februari 2013 menjadi
39,96 juta jiwa. Jadi, dalam dua tahun, jumlah tenaga kerja meningkat sebanyak

9
2,74 juta jiwa, tetapi di sektor pertanian berkurang sebanyak 2,52 juta jiwa tenaga
kerja dalam dua tahun. Data ini jelas membuktikan terjadinya migrasi tenaga kerja
dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Gejala penurunan jumlah tenaga
kerja petani dari waktu ke waktu ini diduga karena rendahnya minat masyarakat
untuk menjadi petani terutama kaum muda. Hasil sensus pertanian tahun 2013
yang menunjukkan bahwa sekitar 60% petani negeri ini berumur di atas 45 tahun
dan sekitar sepertiganya bahkan telah berumur di atas 55 tahun. Hal yang
mempengaruhi keinginan para pemuda tidak mau terjun ke sektor pertanian
karena pendidikan mereka lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua mereka
yang bekerja di sawah dan pendapatan yang rendah dari hasil pertanian
dibandingkan di luar pertanian (Hermawan 2002).
Penyebab utama perubahan dalam sektor pertanian ialah pembangunan atau
globalisasi. Perubahan yang disebabkan globalisasi pada sektor pertanian, yaitu
ditinggalkannya sektor pertanian dan beralih ke sektor non pertanian. Di tempat
tujuan migrasi nantinya, sebagian dari mereka mempunyai kegiatan di sektor
informal, seperti dibidang perdagangan, industri, pengolahan, transportasi,
konstruksi, dan jasa (Suharso 1986). Menurut Herdiana (1995) pelaku mobilitas
menjadi penyebab lain berkurangnya kesempatan kerja di desa karena mereka
memperkenalkan teknologi baru pada bidang pertanian di desa. Keluarga petani
yang semula bekerja sama menumbuk pada berubah menjadi komersil, karena
harus mengatur biaya penumbukan padi secara modern. Menurut Zulham et al.
(1992) mobilitas penduduk yang tidak tergantung lagi pada sekor pertanian lebih
bersifat permanen. Migran ini pada umumnya melepas kegiatan di sektor
pertanian karena pendapatan di luar sektor pertanian lebih besar.
Kajian yang dilakukan oleh Sudaryanto dan Sumaryanto (1989) di Provinsi
Jawa Tengah bahwa pola migran ternyata dipengaruhi oleh permintaan tenaga
kerja dalam desa. Pada saat permintaan tenaga kerja di dalam desa cukup tinggi
seperti pada saat musim tanam dan panen maka arus migrasi ke luar desa lebih
kecil dibangdingkan masa lainnya. Pada saat musim paceklik, petani lebih
memilih bermigrasi keluar desa dengan menjadi buruh di kota-kota besar, seperti
Jakarta dan Bekasi (Rohmadiani 2011). Hal tersebut dikarenakan jumlah pemilik
lahan pertanian lebih kecil dibandingkan jumlah buruh tani yang ada sehingga
tenaga kerja buruh tani berlebih. Itu menyebabkan semakin banyak buruh tani
yang membutuhkan pekerjaan tambahan, namun tidak tersedianya lahan pertanian
yang cukup untuk diolah. Jika hal tersebut terus menerus terjadi, dikhawatirkan
akan merubah mata pencaharian petani yang didorong dengan meningkatnya
kesempatan kerja di sektor non pertanian. Pada akhirnya para petani lebih
memilih bekerja di sektor non pertanian dengan keahlian dan pendidikan yang
terbatas.
Mulyadi (2006) menyatakan bahwa migran selama ini didominasi oleh
mereka yang tidak mampu, tidak memiliki tanah, kurang terampil, dan peluang
kerjanya sebagian besar tidak ada. Tingkat pendidikan juga menentukan dalam
hasil yang diterima oleh para pelaku migran. Beberapa penelitian mengenai
migrasi menyatakan bahwa migrasi memiliki kaitan erat dengan ekonomi,
sedangkan ekonomi turut berpengaruh terhadap pendidikan. Rumah tangga petani
dihadapkan dengan masalah biaya pendidikan yang menyebabkan tingginya
proporsi anggota rumah tangga dengan tingkat pendidikan rendah. Hal tersebut
juga didukung dengan tidak menuntutnya suatu persyaratan tingkat pendidikan

10
tertentu untuk dapat bekerja di sektor pertanian. Hasil analisis Sensus Pertanian
tahun 2003 menunjukkan bahwa semakin meningkatnya tingkat pendidikan
pekerja pertanian dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Gambaran di tingkat
rumah tangga pertanian, menunjukkan bahwa pada tahun 2003 sebagian besar
anggota rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian hanya berpendidikan
sampai tingkat sekolah dasar 46,19%. Secara umum jumlah petani tidak
berpendidikan formal sama sekali 8,08%, tidak/belum lulus SD 13,39%, lulusan
SLTP 10,67%, lulusan SLTA 8,95%, dan Diploma/Perguruan tinggi 1,73%.
Peningkatan ini dapat terjadi karena meningkatnya akses pendidikan pada rumah
tangga petani. Meningkatnya akses terhadap pendidikan sejalan dengan
meningkatnya pendapatan yang didapat oleh para petani yang melakukan migrasi.
Dengan melakukan migrasi diharapkan dapat menggantikan kekurangan
yang dialami selama ada di desa. Kekurangan yang ada di desa, seperti: daya jual
pertanian yang rendah, rendahnya teknologi dan informasi di pedesaan serta
peluang pekerjaan yang sempit, sehingga seseorang melakukan migrasi di dorong
oleh kondisi kemiskinan di pedesaan. Kondisi kemiskinan tersebut amat
dipengaruhi oleh sempitnya kepemilikan tanah, tingginya modal produksi
pertanian, serta daya jual hasil pertanian yang rendah. Kemiskinan ini turut
memicu rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pedesaan. Selain itu,
masyarakat pedesaan juga mengutamakan prestise dan menghindari rasa sungkan
jika bekerja di sektor informal yang artinya mereka lebih memilih bekerja di luar
sektor pertanian.
Peranan Sosial Dalam Masyarakat
Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Menurut
Soekanto (1989) apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya
sesuai dengan status yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya.
Peranan yang dimiliki seseorang berfungsi sebagai pengatur perilaku dirinya dan
orang lain. Seseorang dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat
yang sama. Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan
posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat
(social-position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada
organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak merujuk pada fungsi, penyesuaian
diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam
masyarakat serta menjalankan suatu peranan yang ditetapkan oleh dirinya.
Menurut Hendropuspito (1989) bahwa peranan sosial dibagi menjadi dua,
yaitu peranan yang diharapkan (expected roles) dan peranan yang disesuaikan
(actual roles). Peranan yang diharapkan (expected roles) merupakan cara ideal
dalam pelaksanaan peranan menurut penilaian masyarakat; Masyarakat
menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan
peranan ini tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan.
Peranan yang disesuaikan (actual roles) merupakan cara bagaimana sebenarnya
peranan itu dijalankan; Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat disesuaikan
mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang muncul
dianggap wajar oleh masyarakat.

11
Pembagian Kerja Dalam Rumah Tangga Petani
Dalam studi sosiologis dan antropologis diasumsikan bahwa diferensiasi
peranan dalam keluarga berdasarkan jenis kelamin dan alokasi ekonomi mengarah
pada peranan yang lebih besar pada perempuan dalam pekerjaan domestik dan
peranan laki-laki pada pekerjaan produktif (Sajogyo 1985). Pembagian kerja
secara seksual tersebut merupakan lembaga kemasyarakatan yang paling tua dan
kuat, sehingga kaum perempuan sendiri menganggap hal tersebut secara alamiah,
bahkan menerima peran yang diberikan kepada mereka sebagai sesuatu yang
mulia (Budiman 1982).
Pembagian kerja berdasarkan gender merupakan pola pembagian peran
antara anggota keluarga (suami-istri) berdasarkan peran domestik yang disebut
peran reproduktif dan peran publik yang disebut peran produktif (Sajogyo 1985).
Pekerjaan reproduktif merupakan kegiatan yang tidak menghasilkan uang namun
tetap harus dilaksanakan karena untuk keberlangsungan kehidupan rumah tangga.
Pekerjaan reproduktif ini biasanya dilakukan oleh kaum perempuan. Pekerjaan
produktif merupakan kegiatan yang menghasilkan uang untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan produktif ini biasanya hanya dilakukan oleh
kaum laki-laki namun tidak menutup kemungkinan bahwa kaum perempuan juga
turut andil dalam pekerjaan produktif ini.
Pergeseran pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan membawa
perubahan pada peranan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan rumah
tangga. Menurut Sajogyo (1985) peranan perempuan dapat dianalisis dalam dua
cara, yaitu: Pertama, dalam status atau kedudukannya sebagai ibu rumah tangga,
perempuan melakukan pekerjaan rumah tangga sebagai bagian dari proses
reproduksi yaitu suatu pekerjaan yang tidak langsung menghasilkan pendapatan
tetapi memungkinkan anggota rumah tangga yang lain untuk melakukan pekerjaan
mencari nafkah. Kedua, pada posisi sebagai pencari nafkah (tambahan atau
pokok), perempuan melakukan pekerjaan produktif yang langsung menghasilkan
pendapatan. Pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mengasuh anak,
membersihkan rumah, dan mengambil air sebaiknya diperhitungkan sebagai
kegiatan “pekerja” dalam arti kata yang produktif. Pekerjaan ini, meski pun bukan
berarti “penghasilan”, tetapi mempunyai fungsi memberi dukungan bagi anggota
rumah tangga lain “pencari nafkah” untuk memanfaatkan peluang kerja.
Penjelasan tersebut memberikan dasar analisis untuk melihat perempuan
yang bekerja di sektor pertanian, bahwa peran yang mereka lakukan tidak hanya
dilihat sebagai peran domestik saja, tetapi juga peran publik yang berorientasi
pada peningkatan kesejahteraan keluarga. Hal tersebut dibuktikan dalam berbagai
penelitian, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Geertz dan Hildred
(1983) di pedesaan Jawa menemukan bahwa ternyata perempuan juga mempunyai
peranan dalam pekerjaan produktif, yaitu terutama dalam perdagangan kecil.
Lebih lanjut penelitian Widodo (2006) menunjukkan bahwa perempuan pada
usaha tani lahan kering memiliki peran dalam pekerjaan produktif dan reproduktif.
Ikut sertanya perempuan dalam kegiatan produktif sebatas pada kegiatan yang
ringan dan membutuhkan ketelatenan. Laki-laki sama sekali tidak terlibat dalam
kegiatan reproduktif. Akses perempuan dalam kegiatan koperasi dan Saprotan
sangat terbatas, sedangkan dalam akses kontrol, perempuan memiliki peran yang
besar terutama dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan keluarga.

12
Laki-laki dan perempuan juga memiliki peluang yang sama dalam menikmati
benefit usaha tani yang dijalankan oleh keluarga.
Pola Jam Kerja Petani
Sumaryanto (1988) mengemukakan bahwa curahan waktu kerja dari rumah
tangga petani dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan non ekonomi. Faktor-faktor
yang berpengaruh nyata dalam penawaran tenaga kerja ke usaha tani padi
dipengaruhi oleh luas lahan garapan, tingkat upah riil, pendapatan luar usaha tani,
status garapan, faktor kelembagaan hubungan kerja dan kondisi agroekosistem.
Menurut Guhardja et al. (1992) lahan pertanian merupakan salah satu faktor
produksi utama yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas, maka luas lahan
yang dikuasai dan digarap akan berpengaruh pada pendapatan yang diterima.
Sementara itu, curahan waktu kerja rumah tangga ke luar sektor pertanian
dipengaruhi oleh tingkat upah pada kegiatan non pertanian dan pendapatan bersih
dari pertanian. Menurut Supriyati (1990) ada indikasi pola penawaran tenaga kerja
yang berbeda antara rumah tangga buruh tani dan petani. Pada rumah tangga
buruh tani, sumber daya yang dikuasai adalah tenaga kerja maka curahan waktu
kerja merupakan salah satu alternatif sumber pendapatan. Sementara pada rumah
tangga petani, masih ada pilihan antara bekerja di lahan sendiri atau bekerja di
luar usaha tani.
Bekerja tidak penuh dalam usaha tani sulit dihindari walaupun lahan
pertanian cukup luas, hal ini dikarenakan usaha tani bersifat musiman dan selalu
ada waktu luang untuk menunggu pekerjaan berikutnya. Namun, dalam usaha tani
yang berlahan sempit, terjadinya bekerja tidak penuh bukan saja karena menunggu
pekerjaan yang diakibatkan oleh sifat musiman usaha tani saja, melainkan juga
karena pengaruh luas lahan yang digarap dan pekerjaan lain di luar bidang
pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang tidak bisa
diandalkan dari usaha tani berlahan sempit saja. Usaha tani dengan lahan sempit,
akan membatasi petani mencurahkan jam kerjanya dan memperoleh pendapatan.
Melihat pentingnya faktor luas lahan pertanian yang dikuasi oleh petani,
namun tidak sejalan dengan kondisi luas lahan pertanian yang semakin lama
semakin sempit, membuat terbatasnya kesempatan kerja dan pendapatan rumah
tangga petani di pedesaan. Menghadapi masalah kurangnya kesempatan kerja di
desa, umumnya upaya yang ditempuh oleh para petani mencari pekerjaaan di luar
desa dengan melakukan migrasi ke kota atau desa lain. Menurut Sajogyo (1985)
salah satu aspek dalam ketenagakerjaan di pedesaan adalah terdapatnya pola
nafkah ganda. Untuk mencukupi kebutuhannya, rumah tangga pedesaan
mencurahkan tenaga dan waktu dalam berbagai kegiatan nafkah. Rumah tangga
yang tidak memperoleh pendapatan yang cukup dari usaha tani, tentu memerlukan
sumber pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Sumber
pendapatan ini diperoleh dengan melibatkan diri pada berbagai kegiatan ekonomi
baik di dalam maupun di luar desa. Setiap anggota rumah tangga yang telah
dewasa diharapkan dapat memberi sumbangan bagi pendapatan rumah tangga,
terutama bagi istri yang sebagian besar mengikuti pekerjaan suaminya, karena itu
pada umumnya di daerah pertanian untuk wanita bekerja presentasinya adalah
tinggi (Sajogyo 1985).

13
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Supriyati et al. (2008) yang melihat
dinamika ketenagakerjaan dan penyerapan tenaga kerja di pedesaan Jawa,
mengemukakan bahwa secara umum curahan waktu kerja di sektor pertanian
masih dominan dibandingkan dengan curahan kerja non pertanian. Untuk lebih
jelas melihat perbandingan curahan waktu yang dialokasikan oleh anggota rumah
tangga (ART) petani di pedesaan Jawa dalam berbagai kegiatan ekonomi baik di
bidang pertanian maupun luar pertanian akan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Curahan kerja anggota keluarga per art yang bekerja menurut status
rumah tangga (petani dan buruh tani) di lima kabupaten (% jam kerja)
Indramayu
Buruh
Petani
tani

Majalengka
Buruh
Petani
tani

Klaten
Buruh
Petani
tani

Kediri
Buruh
Petani
tani

Ngawi
Buruh
Petani
tani

Rataan
Buruh
Petani
tani

Curahan Kerja Pertanian

85,07

68,18

67,85

51,33

83,65

61,08

76,07

58,09

78,98

74,28

78,32

62,63

Di lahan sawah milik sendiri

2,54

53,69

2,12

29,70

8,18

38,32

-

37,60

1,37

47,21

2,84

41,30

Di lahan non sawah milik
sendiri

3,59

3,32

7,69

11,54

15,42

14,47

5,82

12,51

8,26

9,02

8,16

10,17

Buruh tani sawah

69,78

10,97

46,87

10,29

59,91

7,62

35,68

4,87

64,53

17,89

55,35

10,33

Buruh tani non sawah

9,15

0,20

11,17

-

0,14

0,67

34,57

3,11

4,82

0,17

11,97

0,83

Curahan Kerja Non
Pertanian

14.93

31,82

32,15

48,87

16,35

38,92

23,94

41,91

21,02

25,72

21,68

37,37

Usaha

11,07

17,62

2,38

7,66

-

5,18

2,11

5,42

4,21

2,06

3,96

7,58

Buruh non pertanian

2,07

9,23

29,77

28,42

14,76

9,52

6,21

8,8