PERANAN MIGRASI SIRKULER DALAM PEMBANGU

“PERANAN MIGRASI SIRKULER
DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI JALANAN”
MAKALAH
TUGAS UAS EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN
DR.Eny Haryati, M.Si
Oleh :
PUTRI AYU UDAYANI
2010020029
(KELAS PAGI)
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS DR. SOETOMO SURABAYA
SEMESTER GANJIL 2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesenjangan antara kota dan desa merupakan penyebab
utama mengapa penduduk pedesaan melakukan migrasi
ke kota-kota besar, baik untuk menetap maupun hanya
sirkuler. Ketimpangan upah, daya tarik kota menjadi
pilihan utama bagi mereka yang ingin menyelamatkan

diri dari tekanan kemiskinan di desa. Berbagai data
tentang kemiskinan sudah sering dikemukakan oleh
banyak
ahli
ekonomi.
Misalnya,
seperti
yang
dikemukakan oleh Prof. Sumitro Djojohadikusumo pada
kongres ISEI di Sumatera Barat tahun 1990 yang lalu,
dimana masih ada sekitar 30 juta penduduk yang hidup
dibawah garis kemiskinan.
Akibat dari proses migrasi selama bertahun-tahun
adalah sebuah pemandangan yang sangat dramatis dari
kehidupan ekonomi informal, yang juga lazim disebut
ekonomi bawah tanah (under ground economy) atau

ekonomi bayangan. Di indonesia ekonomi informal
memainkan hampir 70 persen, paling tidak dilihat dari
segi penyerapan tenaga kerjanya. Sementara itu pada

sisi outputnya terlihat masih belum memadai karena
produktivitas sektor informal masih rendah.
Sejumlah besar massa dari lapisan bawah perkotaan
terjaring dalam organisasi ekonomi informal yang
sangat beragam. Contohnya adalah sistem pondok yang
mengorganisir kehidupan para pedagang dorongan dari
beragam makanan jadi, yang pada umumnya adalah
para migran sirkuler. Ribuan pondok tersebar dipelosok
jakarta, yang lahir sebagai lembaga informal di lapisan
bawah yang begitu unik.
Goldscheider (1985) menggambarkan adanya variasi
tipe-tipe migrasi yang kompleks dalam struktur sosial
suatu masyarakat. Oleh karena itu, perubahan struktur
sosial masyarakat tidak hanya mengubah pola-pola
migrasi, tetapi perubahan migrasi secara perlahan-lahan
bisa mengubah struktur sosial masyarakat di suatu
komunitas
atau
kelompok-kelompok
sosial

yang
berbeda.
Menurut Todaro(2004), migrasi adalah suatu proses
perpindahan sumber daya manusia dari tempat-tempat
yang produk marjinal sosialnya nol ke lokasi lain yang
produk marjin sosialnya bukan hanya positif, tetapi juga
akan terus meningkat sehubungan dengan adanya
akumulasi modal dan kemajuan te Terkait dengan ulasan
di
atas
migrasi
dapat
menyebabkan
adanya
transformasi
sosial-ekonomi.
Transformasi
sosialekonomi dapat didefinisikan sebagai “proses perubahan
susunan hubungan-hubungan sosial-ekonomi (sebagai
akibat pembangunan). Lee (1966) dalam teorinya “

Dorong – Tarik” (Push-Pull Theory) berpendapat bahwa
migrasi dari desa ke kota disebabkan oleh faktor
pendorong di desa dan penarik di kota. Teori tersebut
menerangkan tentang proses pengambilan keputusan
untuk bermigrasi yang dipengaruhi oleh empat faktor,
yaitu: faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, faktor-

faktor yang terdapat di daerah tujuan, faktor-faktor
rintangan, dan faktor-faktor pribadi. Faktor-faktor yang
terdapat didaerah asal dan tujuan dibedakan menjadi
tiga, yaitu: faktor-faktor daya dorong (push factor),
faktor-faktor daya tarik (pull factor), dan faktor-faktor
yang bersifat netral (neutral).
Pelaku migrasi sirkuler sebagian besar terdiri dari:
buruh tani, penduduk pedesaan yang bukan petani
(pedaganng, tukang dengan keterampilan tertentu,
buruh serabutan), dan penganggur (tanpa pendidikan
dan/atau dengan sedikit bekal pendidikan). Di samping
itu, diantara mereka terdapat pula petani kecil/ gurem
dan/atau petani yang tidak bertanah (punya tanah dan

punya modal) yang turut ambil bagian dalam kegiatan
migrasi sirkuler ini.
Faktor-faktor yang bersifat netral pada dasarnya tidak
berpengaruh terhadap pengembilan keputusan untuk
bermigrasi.
Todaro
(2004)
menjelaskan
bahwa
pertumbuhan migrasi dari desa ke kota yang terus
menerus meningkat merupakan penyebab utama
semakin banyaknya pemukiman-pemukiman kumuh di
perkotaan, namun sebagian lagi disebabkan lagi oleh
pemerintah di masing-masing negar paling miskin.
Sadar atau tidak mereka juga turut menciptakan
pemukiman kumuh tersebut. Maka dari itu, kebanyakan
warga desa memilih untuk melakukan migrasi sirkuler.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih dalam faktor dan
dampak migrasi sirkuler di desa dan pengaruhnya
terhadap pembangunan ekonomi secara nasional.

Berdasarkan pemikiran akan pentingnya pembangunan
ekonomi dalam program migrasi bagi kalangan
masyarakat desa terutama bagi masyarakat miskin dan
tidak mampu, maka penelitian ini penulis menetapkan
judul makalah :
“Peranan
Migrasi
Sirkuler
Dalam
Mewujudkan
Pembangunan Ekonomi Jalanan”.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
Peranan
Migrasi
Sirkuler

Dalam
Mewujudkan Pembangunan Ekonomi Jalanan ?.
2. Mengapa migrasi sirkuler menjadi faktor penting bagi
peningkatan ekonomi desa?.
3. Apa dampak yang dihasilkan dari migrasi sirkuler
terhadap peningkatan ekonomi desa?.
4. Sejauh mana peningkatan ekonomi desa bisa
meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia?.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini yakni, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peran penting migrasi sirkuler
dalam mewujudkan pembangunan ekonomi jalanan.
2. Untuk mengetahui alasan migrasi sirkuler merupakan
faktor penting bagi peningkatan ekonomi desa.
3. untuk mengetahui dampak dari migrasi sirkuler
terhadap peningkatan ekonomi desa.
4. Untuk menjadikan migrasi sirkuler sebagai salah satu
solusi bagi pembangunan ekonomi nasional berbasis
kemajuan ekonomi desa
1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Relevansi yang diharapkan dari makalah ini untuk
Program Studi Ilmu Administrasi Negara adalah
mengenai Ekonomi Politik Pembangunan.
2. Bagi Penulis.
Untuk
menambah
ilmu
pengetahuan
sekaligus
menambah wawasan secara nyata sehingga dapat
dijadikan bahan referensi yang berharga bagi penulis.
3. Bagi UNITOMO
Manfaat makalah ini diharapkan dapat menambah
perbendaharaan penelitian untuk digunakan sebagai
bahan tambahan dalam penelitian berikutnya.
1.5 Sistematika Pembahasan

Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang isi secara keseluruhan Makalah, maka penyusun

membagi dalam 3 bab secara singkat sistematika
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Di dalam bab ini penyusun menguraikan secara teoritis
mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Di dalam bab II ini penulis menguraikan tentang definisi
migrasi,
definisi
migrasi
sirkuler,
pembangunan
ekonomi, manfaat pembangunan ekonomi, dampak
positif
pembangunan
ekonomi,
dampak
negatif
pembangunan

ekonomi,
teori-teori
pembangunan
ekonomi.
BAB III PEMBAHASAN
Dalam bab III penulis menguraikan tentang peranan
penting
migrasi
sirkuler
dalam
mewujudkan
pembangunan ekonomi jalanan, pentingnya peningkatan
perekonomian, pentingnya migrasi sirkuler sebagai
faktor peningkatan ekonomi desa, dampak migrasi
sirkuler terhadap peningkatan ekonomi desa.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab IV penulis menguraikan tentang kesimpulan
dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II

TINJAUN PUSTAKA
2.1 Definisi Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan
untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain
melewati batas administratif (migrasi internal) atau
batas politik/negara (migrasi internasional). Dengan
kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang
relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah

(negara) lain. Arus migrasi ini berlangsung sebagai
tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan
antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang
dimaksud bukanlah pendapatan aktual, melainkan
penghasilah yang diharapkan (expected income).
Kerangka Skematik ini merupakan aplikasi dari model
dekskripsi Todaro mengenai migrasi. Premis dasar yang
dianut dalam model ini adalah bahwa para migran
mempertimbangkan dan membandingkan pasar-pasar
tenaga kerja yang tersedia bagi mereka disektor
pedesaan dan perkotaan, serta memilih salah satunya
yang
dapat
memaksimumkan
keuntungan
yang
diharapkan. Besar kecilnya keuntungan yang mereka
harapkan diukur berdasarkan besar kecilnya selisih
antara pendapatan riil dari pekerjaan dikota dan didesa,
angka tersebut merupakan implementasinya terhadap
peluang migran untuk mendapatkan pekerjaan dikota.
[1] (www.wikipedia.com)
2.1.1 Definisi Migrasi Sirkuler
Migrasi yang terjadi jika seseorang berpindah tempat
tetapi tidak bermaksud menetap di tempat tujuan.
2.2 Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan
pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan
memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan
disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur
ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi
penduduk suatu Negara.
Pembangunan ekonomi dilakukan oleh semua negara,
baik oleh negara-negara yang relatif sudah maju
maupun yang belum maju. Negara-negara yang relatif
sudah maju disebut juga negara yang berkembang,
disamping mengusahakan dirinya untuk terus dapat
berkembang, juga sedikit banyak menaruh perhatian
terhadap perkembangan negara-negara relatif masih
belum berkembang atau sudah berkembang. Adapun
alasan-alasan mengapa negara maju memperhatikan
pembangunan di negara sedang berkembang adalah :

a. Bersifat politis, yaitu untuk mencegah masuknya
pengaruh dari blok lain.
b.
Bersifat
ekonomis,
yaitu
untuk
memperluas
perdagangan internasionalnya.
c. Bersifat perikemanusiaan.
Todaro mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai
suatu
proses
multidimensional
yang
mencakup
perubahan struktur, sikap hidup dan kelembagaan,
selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi,
penganguran ketidakmerataan distribusi pendapatan
dan pemberantasan kemiskinan. (Michael P. Todaro,
Economics for a Developing World, Longman (1981),
hal.96-97)
2.2.1 Manfaat Pembangunan Ekonomi
Adapun manfaat pembangunan ekonomi yakni
sebagai berikut :
a. Dengan adanya pembangunan ekonomi maka output
atau kekayaan suatu masyarakat atau perekonomian
akan bertambah.
b. Kebahagiaan penduduk akan bertambah pula karena
pembangunan ekonomi tersebut menambah kesempatan
untuk mengadakan pilihan yang luas.
c. Pembangunan ekonomi memberikan kemampuan dan
kesempatan kepada mereka untuk mengatasi masalahmasalah.
d. Pembangunan ekonomi juga memberikan suatu
kebebasan untuk memilih kesenangan yang lebih luas.
e. Dengan pembangunan ekonomi akan tersedia lebih
banyak barang-barang pemuas kebutuhan dan juga
lebih banyak kesempatan untuk hidup bersenangsenang.
2.2.2 Dampak Positif Pembangunan Ekonomi
• Melalui pembangunan ekonomi, pelaksanaan kegiatan
perekonomian akan berjalan lebih lancar dan mampu
mempercepat proses pertumbuhan ekonomi.

Adanya
pembangunan
ekonomi
dimungkinkan
terciptanya lapangan pekerjaan yang dibutuhkan oleh

masyarakat,
dengan
demikian
akan
mengurangi
pengangguran.
• Terciptanya lapangan pekerjaan akibat adanya
pembangunan
ekonomi
secara
langsung
bisa
memperbaiki tingkat pendapatan nasional.
• Melalui pembangunan ekonomi dimungkinkan adanya
perubahan struktur perekonomian dari struktur ekonomi
agraris menjadi struktur ekonomi industri, sehingga
kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh negara akan
semakin beragam dan dinamis.

Pembangunan
ekonomi
menuntut
peningkatan
kualitas SDM sehingga dalam hal ini, dimungkinkan ilmu
pengetahuan dan teknologi akan berkembang dengan
pesat. Dengan demikian, akan makin meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
2.2.3 Dampak Negatif Pembangunan Ekonomi
• Adanya pembangunan ekonomi yang tidak terencana
dengan
baik
mengakibatkan
adanya
kerusakan
lingkungan hidup.
• Industrialisasi mengakibatkan berkurangnya lahan
pertanian.
• hilangnya habitat alam baik hayati atau hewan
2.3 Teori-Teori Pembangunan Ekonomi
Dalam garis besarnya teori-teori pembangunan
ekonomi dapat digolongkan menjadi 5 besar yaitu :
1. Aliran Klasik
Aliran klasik muncul pada akhir abad ke-18 dan
permulaan abad ke-19 merupakan awal bagi adanya
perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi liberal
itu disebabkan oleh adanya pacuan antara kemajuan
teknologi
dan
perkembangan
jumlah
penduduk.
Beberapa penganut aliran klasik, diantaranya Adam
Smith, David Ricardo, dan Thomas Robert Malthus.
2. Teori Karl Mark (Pertumbuhan dan Kehancuran)
Karl Mark mengemukakan teorinya berdasar atas
sejarah
perkembangan
masyarakat
di
mana
perkembangan itu melalui 5 tahap :
a. Masyarakat komunal primitif

b. Masyarakat perbudakan
c. Masyarakat feodal
d. Masyarakat sosialis
3. Aliran Neo-Klasik
Mempelajari tentang tingkat bunga, yaitu harga modal
yang menghubungkan nilai pada saat ini dan saat yang
akan
datang.
Pendapat
Neo-Klasik
mengenai
perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai
berikut.
a. Adanya akumlasi kapital merupakan faktor penting
dalam perkembangan ekonomi.
b. Perkembangan itu merupakan proses yang gradual.
c. Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan
kumulatif.
d.
Aliran
Neo-Klasik
merasa
optimis
terhadap
perkembangan.
e. Adanya aspek internasional dalam perkembangan
tersebut.
4. Teori Schumpeter
Menurut Schumpeter perkembang ekonomi bukan
merupakan proses yang harmonis ataupun gradual,
tetapi merupakan perubahan yang spontan dan
terputus-putus
(discontinuous),
yaitu
merupakan
gangguan-ganguan terhadap keseimbangan yang telah
ada.
5. Analisa Post Keynesian
Ialah mereka yang mencoba untuk merumuskan
perluasan teori keynes. Teori keynes itu terbatas pada
analisa jangka pendek. Untuk analisanya keynes
menggunakan
anggapan-anggapan
berdasar
atas
keadaan waktu sekarang.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1
Peranan
Penting
Migrasi
Sirkuler
Dalam
Mewujudkan Pembangunan Ekonomi Jalanan
Sebagai kaum migran sirkuler, mereka datang ke
jakarta atau surabaya hanya untuk mencari pekerjaan
karena peluang bekerja didesa sudah demikian sempit
atau untuk memanfaatkan waktu luang menunggu
panen padi. Kaum golongan migran ini adalah produk
dari proses diferensiasi dan polarisasi sosial ekonomi
yang terjadi di desa, sejalan dengan revolusi hijau yang
memberi manfaat jauh lebih besar bagi para petani
kaya, tetapi sangat sedikit bagi kalangan bawah
dipedesaan. Dalam berbagai hal, ketimpangan antara
desa dengan kota sangat berpengaruh pada massa
lapisan bawah, dipedesaan mencari pekerjaan dikota
betapapun kasarnya ternyata lebih mudah dan
menghasilkan
uang
yang
relatif
lebih
banyak
dibandingkan dengan bekerja didesa. Faktor ini
merupakan sisi lain yang mendorong mengapa kota
menjadi sasaran sejumlah besar kaum informal ini.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh TIM LP3ES
diperlihatkan sebagai temuan yang menarik. Misalnya
saja kehidupan ojek sepeda, yang dianggap sebagai
bidang
pekerjaan
yang
menarik.
Misalnya
saja
kehidupan ojek sepeda, yang dianggap sebagai bidang
pekerjaan
paling
marjinal
dan
paling
informal
diperkotaan, ternyata memberikan penghidupan yang
relatif lebih baik dibandingkan dengan kehidupan
didesanya, paling tidak jika dilihat dari jumlah
pendapatan yang diperolehnya. Mereka yang mengojek
sepeda mempunyai peluang untuk mengirim sejumlah
uang antara 500 ribu sampai satu juta rupiah setiap
tahun. Ini berarti setiap bulannya mereka dapat
membawa pulang sejumlah 50-90 ribu rupiah. Kasus
tukang becak disurabaya merupakan contoh yang lebih
baik lagi. Dari beberapa key informant, para migran
sirkuler yang berprofesi sebagai tukang becak malah
membawa pulang sebanyak 25-35 ribu rupiah per

sepuluh hari, atau antara 75 sampai 105 ribu rupiah
perbulannya.
Dengan melakukan pola migrasi sirkuler seperti ini,
maka kehidupan keluarga mereka bisa tertolong.
Penghasilan dari tanah sejengkal di desanya, sudah
pasti tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya
sehari-hari, paling tidak untuk kebutuhan pangan dan
sandangannya. Dengan bekerja di bidang ekonomi
informal di perkotaan sangat mengifisienkan tingkat
penghasilan mereka. Artinya terdampar dikota dengan
pekerjaan paling marjinal pun berarti terhindar dari
bahaya kelaparan mengancam mereka dari waktu.
Bahkan kesempatan kerja dirasakan lebih bervariasi
dibandingkan dengan hanya bertani saja, dengan
tingkat
pendapatan
yang
relatif
lebih
baik.
Kecenderungan migrasi sirkuler terjadi karena mereka
hanya berminat untuk mencari pekerjaan dikota yang
amat tidak mudah diperoleh di desanya. Mereka tinggal
dikota dalam periode tertentu (biasanya setiap minggu,
bulan, atau bahkan triwulan) kemudian untuk beberapa
saat menikmati hasil pendapatannya bersama sanak
keluarganya di desa. Sementara itu keputusan untuk
tetap tinggal di desa harus diambil karena keterpaksaan
dan
ketidakmungkinan
menetap
dikota
dengan
pendapatan apa adanya dari bekerja di sektor informal.
Para migran tersebut tidak sepenuhnya dapat menjalani
kehidupan dikota apalagi jika ditambah dengan
keluarganya. Secara ekstrim kehidupan sirkuler yang
mereka jalani adalah sebuah pilihan yang sangat
optimal dan paling efisien untuk dirinya sendiri yang
tertekan oleh keadaan yang mengepungnya. Dinamika
ekonomi yang melemah didesa kemudian digeser oleh
penduduknya ke kota, secara relatif memberi arti yang
lebih besar bagi penghidupan kaum migran.
 Budaya Migrasi Dalam Pembangunan Ekonomi Jalanan
Dalam sejarah demografi indonesia, khususnya jawa,
dua pola migrasi memainkan peranan penting dalam
penyebaran penduduk, pola mata pencaharian mereka

dan ekonomi jalanan. Dua pola tersebut yaitu pindah
dan merantau, membentuk kota-kota yang kita kenal
selama
ini
sebagai
jakarta,
surabaya
bandung,
semarang dan sebagainya. Pola yang pertama, yang
lebih dikenal sebagai migrasi sirkuler yang unik,
merupakan gambaran dari ketidakmampuan desa dan
sistem ekonominya untuk memenuhi kebutuhan hidup
penduduknya karena carrying capacity yang sudah
diluar batas. Migrasi pun proses sebagai gerak dinamik
penduduk desa dalam mewujudkan pembangunan
ekonomi jalanan.
Adapun tabel migrasi dalam ekonomi jalanan sebagai
berikut :
Tabel 1 Nilai Asset Perdagangan 2 (dua) Orang Penjual
Jamu Gendongan pada ekonomi jalanan
Item Nilai (Rupiah)
Kasus I (total nilai asset : Rp. 14.750)
Botol (8) a Rp. 150 1200,Gelas (4) a Rp. 100 400,Ember (Bucket) (1) 300,Penumbuk 3000,Keranjang datar (nyiru) 100,Kompor 3700,Alu 2000,Keranjang 1000,Kain Gendongan 2000,Corong Plastik 50,Penyaring
Kasus II (Total Nilai: Rp. 15.050
Botol (8) a Rp. 150 1200,Gelas (4) a Rp. 100 300,Ember (Bucket) (1) 200,Penumbuk 3500,Keranjang datar (nyiru) 100,Kompor 3500,Alu 1500,Keranjang 1000,Kain Gendongan 2000,-

Corong Plastik 50,Penyaring 200,Kendi 1500,SUMBER : Carol B Hetler, The Impret Of Circular
Migration on a Village Economy, BIES 25 (1) April 1989
Tabel 2 Nilai Asset Penjual Bakso pada Ekonomi Jalanan
Item Nilai (Rupiah)
Total Nilai : Rp. 74.500,Sepeda 50.000,Kotak Pembawa 5.000,Kompor 4.000,Sendok Penyerok 2.000,Mangkok (15) a Rp.750,- 11.750,Sendok (15) a Rp.150,- 2.250
Sumber : Carol B Hetler
Tabel 3 : Biaya Operasi Harian Penjual Bakso
Item Nilai (Rupiah)
Total Biaya : Rp. 16.300,Tepung Cassanava 300,Cabe 200,Mie Kuning 1800,Mie Putih 1000,Bawang Merah 300,Sayuran 700,Vetsin 2000,Daging 7000,Sasa 400,Kecap 300,Tahu 500,Minyak Tanah 1000,Minyak Goreng 250,Ongkos Gilling Daging 250,Biaya Angkut 300,SUMBER : Carol B. Hetler

Dari wilayah yang kering ekonomi (desa) menuju wilayah
yang mudah memperoleh pendapatan (kota). Dengan
modal yang sangat minimal, bahkan tanpa modal sama
sekali, peluang untuk bekerja dapat dilakukan di kota.
Dua
bidang
kegiatan
ekonomi
informal
dalam
pembangunan
ekonomi
jalanan,
seperti
yang
digambarkan pada tabel-tabel di halaman dalam studi
Hetler, menunjukkan bahwa tukang jamu, walaupun
dengan modal yang hanya sekitar 15ribu rupiah namum
dapat melakukan bisnis secara kecil-kecilan yang bisa
menghidupi dirinya sendiri.
3.2 Pentingnya Peningkatan Perekonomian Desa
Masyarakat
desa
sebagai
dasar
awal
dalam
pembangunan di Indonesia, sampai saat ini masih sering
terlupakan. Masyarakat desa pada umumnya sebagian
besar
dikategorikan
sebagai
masyarakat
miskin.
Pemenuhan akan kebutuhan mereka pun rasanya masih
sulit untuk terpenuhi. Sehingga tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa pembangunan ekonomi suatu negara
tidak
lepas
dari
pembangunan
bagian
kecilnya
sekalipun, yaitu desa. Kemajuan perekonomian desadesa dan semua wilayah atau dengan kata lain
pemerataan kemajuan ekonomi merupakan target
penting dalam pembangunan ekonomi negara.
Kondisi desa saat ini pun masih cukup memprihatinkan,
sekitar 45% desa di Indonesia masih masuk dalam
kategori tertinggal (yusuf, 2006). Oleh karena itu,
kemajuan perekonomian desa memiliki andil yang cukup
besar, dan salah satu solusi yang kami tawarkan untuk
memajukan
perekonomian
desa
untuk
mencapai
keseimbangan kesempatan ekonomi antara desa dan
kota
adalah
dengan
migrasi
sirkuler.
Karena
peningkatan ekonomi desa yang dilakukan dengan
kesadaran penuh tiap individu yang berada di dalamnya
akan membangun sistem perekonomian yang lebih maju
dan kuat, dimana ini bisa terbentuk dengan adanya
migrasi sirkuler yang terencana.

3.3 Pentingnya Migrasi Sirkuler sebagai Faktor
Peningkatan Ekonomi Desa
Menurut Kartomo (Wirosuhadjo, 1981:116) definisi
migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan
untuk menetap dari satu tempat ke tempat lain
melampaui batas politik/ Negara ataupun batas
administratif/
batas
bagian
Negara.
Selanjutnya
Kartomo mengatakan bahwa apabila seseorang tidak
bermaksud menetap di daerah yang didatangi dan telah
tinggal di daerah itu kurang dari tiga bulan, maka orang
tersebut dapat digolongkan dalam migrasi sirkuler.
Sementara
Hadi
Supadmo(1991:2)
mendefinisikan
mobilitas sirkuler adalah penduduk yang bekerja di luar
wilayah desanya dan pulang kembali setelah minimal
dua hari dan maximal enam bulan baik secara teratur
maupun tidak. Batas waktu minimal dua hari untuk
membedakan dengan mobilitas ulang-alik dan batas
waktu maximal enam bulan untuk membedakan dengan
migran menetap. Mantra (1988), menyatakan bahwa
batasan tempat dan waktu tersebut lebih banyak
ditentukan berdasarkan kesepakatan.
Mobilitas atau perpindahan penduduk merupakan
bagian integral dari proses pembangunan secara
keseluruhan. Mobilitas telah menjadi penyebab dan
penerima dampak dari perubahan dalam struktur
ekonomi dan sosial suatu daerah. Oleh sebab itu, tidak
terlalu tepat untuk hanya menilai semata-mata aspek
positif maupun negatif dari mobilitas penduduk
terhadap
pembangunan
yang
ada,
tanpa
memperhitungkan pengaruh kebaikannya. Tidak akan
terjadi proses pembangunan tanpa adanya mobilitas
penduduk. Tetapi juga tidak akan terjadi pengarahan
penyebaran penduduk yang berarti tanpa adanya
kegiatan pembangunan itu sendiri.
Lee (1966) dalam teorinya “ Dorong – Tarik” (Push-Pull
Theory) berpendapat bahwa migrasi dari desa ke kota
disebabkan oleh faktor pendorong di desa dan penarik
di kota. Teori tersebut menerangkan tentang proses

pengambilan
keputusan
untuk
bermigrasi
yang
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: faktor-faktor yang
terdapat di daerah asal, faktor-faktor yang terdapat di
daerah tujuan, faktor-faktor rintangan, dan faktor-faktor
pribadi. Faktor-faktor yang terdapat didaerah asal dan
tujuan dibedakan menjadi tiga, yaitu: faktor-faktor daya
dorong (push factor), faktor-faktor daya tarik (pull
factor), dan faktor-faktor yang bersifat netral (neutral).
Faktor-faktor yang bersifat netral pada dasarnya tidak
berpengaruh terhadap pengembilan keputusan untuk
bermigrasi.
Desa sangat erat hubungannya dengan kemiskinan,
karena perekonomian di desa dipandang sangat
tertinggal dibandingkan dengan di kota. Tidak hanya
itu, sumber daya yang ada di desa baik sumber daya
alam maupun sumber daya manusia dianggap tidak
memiliki prospek yang bagus untuk kemajuan desa.
Sektor
pertanian
biasanya
merupakan
mata
pencahariaan utama di desa, namun pada kenyataannya
kini
sektor
pertanian
sudah
tidak
dapat
menyejahterakan warga desa lagi.
Mantra (1981), juga menyebutkan adanya kekuatan
yang mendorong penduduk untuk pergi ke daerah lain
(kekuatan
sentrifugal),
yaitu
;
ketidakpuasan
pendapatan di bidang pertanian, kurangnya kesempatan
kerja
dan
keterbatasan
fasilitas.
Rusli
(1982),
menambahkan bahwa tingkat upah yang rendah dari
pekerjaan-pekerjaan pertanian mendorong penduduk
desa untuk cenderung mencari pekerjaan-pekerjaan non
pertanian seperti pekerjaan di bidang industri. Intinya
adalah ketidakpuasaan terhadap upah atau pendapatan
yang diperoleh di tempat asal mendorong seseorang
pergi ke kota dan berharap akan mendapatkan upah
yang lebih baik.
Setelah sebagian besar warga desa melakukan migrasi
ke kota, ternyata mereka tidak tahan berlama-lama
hidup di kota. Hal ini bisa jadi karena desa memiliki
penahan yang kuat sebagai tempat tinggal, hal tersebut

disebabkan adanya ikatan keluarga, biaya hidup murah,
dan dapat bercocok tanam. Sementara Mantra (1981)
dalam penelitiannya di Daerah Istimewa Yogyakarta,
meyebutkan adanya kekuatan yang menahan penduduk
untuk tetap tinggal di desa (kekuatan sentripetal) yaitu;
1. Ikatan kekeluargaan dan persaudaraan yang erat,
yang tercermin dari semboyan “Mangan ora mangan
waton kumpul”, 2. Sistem gotong royong yang kuat,
yakni tiap warga desa merasa mempunyai tugas moral
untuk saling membantu warga desa yang lain, 3.
Pemilikan tanah pertanian memberikan status yang
tinggi, karena itu enggan meninggalkan desa untuk
menetap di daerah lain, 4. Ikatan batin dengan leluhur
mereka, dilakukan dengan mengunjungi makam leluhur
setiap bulanruwah (sya’ban) dan lebaran (syawal), dan
5. Ongkos transportasi yang tinggi bila dibandingkan
dengan pendapatan mereka. Lebih lanjut Mantra (1981)
menyebutkan bahwa untuk mengatasi kedua kekuatan
ini maka penduduk desa memilih jalan tengah yaitu
dengan migrasi sirkuler.
Dari berbagai macam penjelasan tentang keterkaitan
antara migrasi sirkuler dan peningkatan ekonomi di
desa, dapat dikatakan bahwa migrasi sirkuler menjadi
pilihan yang efektif bagi peningkatan ekonomi desa. Hal
ini dapat terlihat dari peningkatan pendapatan dari para
pelaku migrasi sirkuler yang setiap bulannya selalu
dikirimkan kepada keluarga mereka di desa. Dari uang
kiriman
para
imigran
tersebut
terlihat
adanya
peningkatan GDP desa dan peningkatan taraf hidup
masyarakat desa. Sebagian besar uang kiriman tersebut
digunakan untuk memperbaiki kebutuhan dasar mereka,
seperti ; pangan, sandang, dan papan. Selebihnya uang
tersebut digunakan untuk memperbaiki infrastruktur
desa.
3.4 Dampak Migrasi Sirkuler terhadap Peningkatan
Ekonomi Desa
Migrasi sirkuler muncul untuk meningkatkan taraf
ekonomi masyarakat desa. Adanya migrasi dapat

menyebabkan adanya transformasi sosial-ekonomi.
Transformasi sosial-ekonomi dapat didefinisikan sebagai
“proses perubahan susunan hubungan-hubungan sosialekonomi (sebagai akibat pembangunan). Desa dirasa
perlu memiliki sebuah lembaga keuangan yang
berfungsi untuk mengelola keuangan para migran guna
membantu peningkatan pembangunan desa agar proses
pembangunan terkontrol dengan baik.
Pada dasarnya masyarakat pedesaan (khususnya di
Jawa) sebenarnya merasa enggan untuk pergi untuk
meninggalkan desanya. Akan tetapi karena mekanisme
bekerjanya
faktor-faktor
di
luar
kemauan
dan
kemampuan merekalah maka sebagian dari mereka
terpaksa pergi meninggalkan desanya. Oleh karena itu,
kepergian mereka dari desa, sebagian besar hanya
bersifat sementara.
Perpindahan atau migrasi yang didasarkan pada motif
ekonomi merupakan migrasi yang direncanakan oleh
individu sendiri secara sukarela (voluntary planned
migraton). Para penduduk yang akan berpindah, atau
migran, telah memperhitungkan berbagai kerugian dan
keuntungan yang akan di dapatnya sebelum yang
bersangkutan memutuskan untuk berpindah atau
menetap ditempat asalnya. Dalam hubungan ini tidak
ada unsur paksaan untuk melakukan migrasi. Tetapi
semenjak dasawarsa 1970-an banyak dijumpai pula
mobilitas penduduk
yang bersifat paksaan atau
“dukalara” atau terdesak (impelled) (Peterson,W:1969).
Mobilitas penduduk akibat kerusuhan politik atau
bencana alam seperti yang terjadi di Sakel ataupun
Horn, Afrika merupakan salah satu contoh. Adanya
berbagai tekanan dari segi politik, sosial, ataupun
budaya
menyababkan
individu
tidak
memiliki
kesempatan
dan
kemampuan
untuk
melakukan
perhitungan manfaat ataupun kerugian dari aktivitas
migrasi tersebut. Mereka berpindah ke daerah baru
dalam kategori sebagai pengungsi[1](refugees). Para
pengungsi ini memperoleh perlakuan yang berbeda di

daerah tujuan dengan migran yang berpindah sematamata karena motif ekonomi (Beyer, Gunther;1981;
Adelman: 1988).
Terdapat dampak positif dan negatif yang diakibatkan
oleh migrasi. Dampak positifnya adalah peningkatan
penghasilan para imigran yang berdampak pada
peningkatan ;
1. Kebutuhan dasar,
Sekarang mereka dapat membeli bahan-bahan makanan
yang bergizi dalam jumlah yang lebih banyak, mereka
juga dapat memperbaiki rumah-rumah mereka yang
biasanya
menggunakan
bilik
sekarang
sudah
menggunakan tembok, baju yang mereka gunakan lebih
modern daripada dulu, seperti penggunaan kebaya yang
sudah ditinggalkan dan kini mereka mulai menggunakan
kaos dan celana jeans, sudah mulai dibangun beberapa
lembaga kesehatan seperti puskesmas dan posyandu di
desa guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya menjaga kesehatan dan juga untuk
memperbaiki
gizi
masyarakat.
Kesehatan
dan
pendidikan adalah investasi yang dibuat dalam individu
yang sama.
Modal kesehatan yang lebih baik dapat meningkatkan
pengembalian atas investasi dalam pendidikan karena:
a. Kesehatan adalah faktor penting atas kehadiran di
sekolah.
b. Anak-anak yang sehat lebih berprestasi di sekolah/
dapat belajar secara lebih efisien.
c. Kematian yang tragis pada anak-anak usia sekolah
juga meningkatkan biaya pendidikan per tenaga kerja,
sementara harapan hidup yang lebih lama akan
meningkatkan pengembalian atas investasi dalam
pendidikan.
d. Individu yang sehat lebih mampu menggunakan
pendidikan secara produktif di setiap waktu dalam
kehidupannya.
Modal pendidikan yang lebih baik dapat meningkatkan
pengembalian atas investasi kesehatan karena:

a. Banyak program kesehatan bergantung pada
berbagai keterampilan yang dipelajari di sekolah
(termasuk melek huruf dan angka).
b. Sekolah mengajarkan pokok-pokok kesehatan pribadi
dan sanitasi.
c. Dibutuhkan pendidikan untuk membentuk dan melatih
petugas pelayanan kesehatan.
Setelah adanya peningkatan pendapatan para imigran,
perbaikan efisiensi produktif dari investasi dalam
pendidikan dapat meningkatkan pengembalian atas
investasi dalam kesehatan yang meningkatkan harapan
hidup.
2. Infrastruktur
Lembaga pengelolaan penghasilan imigran dapat
membantu untuk memperbaiki infrastruktur di desa.
Pendanaan pembangunan tersebut diperoleh dari iuran
yang dikumpulkan secara kolektif oleh lembaga tersebut
untuk memperbaiki beberapa sarana dan prasarana di
desa, seperti; jalanan, masjid, gedung sekolah, kantor
kepala desa, dan saluran irigasi.
Seperti kasus di Desa Ciasihan, kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor. Kondisi infrastuktur yang ada di desa
pada awalnya sangat buruk, akan tetapi seiring dengan
berkembangnya
informasi
dan
semakin
luasnya
pandangan masyarakat tentang pentingnya sarana dan
prasarana. Maka dengan uang yang mereka kumpulkan
di Lembaga Keuangan Desa, mereka dapat memperbaiki
sedikit demi sedikit prasarana yang ada, seperti,
pembuatan WC Umum dan adanya penyaluran air bersih
dari gunung melalui selang-selang yang dipasang
hingga tempat-tempat penampungan air yang tersedia.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh migrasi sirkuler
terhadap
pembangunan ekonomi di desa adalah
memburuknya keseimbangan struktural antara desa dan
kota secara langsung dalam dua hal. Pertama di sisi
penawaran, migrasi internal secara berlebihan akan
meningkatkan jumlah pencari kerja di perkotaan yang
melampaui
tingkat
atau
batasan
pertumbuhan

penduduk, yang sedianya masih dapat didukung oleh
segenap kegiatan ekonomi dan jasa-jasa pelayanan yang
ada di daerah perkotaan. Lonjakan yang setinggi itu
belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah, dan
semakin lama semakin sulit diakomodasikan, apalagi
proporsi migran berusia muda yang memiliki pendidikan
dan keterampilan memadai semakin besar. Kehadiran
para pendatang tersebut cenderung melipatgandakan
tingkat
penawaran
tenaga
kerja
di
perkotaan,
sementara persediaan tenaga kerja yang sangat bernilai
di pedesaan semakin tipis. Kedua, di sisi permintaan,
penciptaan kesempatan kerja di daerah perlotaan lebih
sulit dan jauh lebih mahal daripada penciptaan lapangan
kerja di pedesaan, karena kebanyakan jenis pekerjaan
sektor-sektor industri di perkotaan membutuhkan aneka
input-input komplementer yang sangat banyak jumlah
maupun jenisnya. Di samping itu, tekanan kenaikan
upah di perkotaan dan tuntutan karyawan untuk
mendapatkan aneka tunjangan kesejahteraan, serta
tidak tersedianya aneka teknologi produksi “tepat
guna” yang lebih padat karya juga membuat para
produsen enggan menambah karyawan karena sekarang
peningkatan output sektor modern tidak harus dicapai
melalui peningkatan produktivitas atau jumlah pekerja.
Di samping itu juga adanya penurunan jumlah sumber
daya manusia untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
yang bersifat sosial atau kegiatan gotong royong guna
membangun desa. Bila hal ini berlangsung terusmenerus dikhawatirkan bahwa kehidupan sosial dan
gotong royong yang ada di desa saat ini makin lama
akan menjadi sirna.
Hal-hal yang diuraikan di atas terutama tampak
dominan untuk daerah-daerah yang jarak antara kota
dan desa dapat dikatakan sedang atau jauh (jauh dan
sedang dalam arti waktu dan/ atau kemudahan fasilitas
transportasi)
lain
halnya
dengan
daerah-daerah
pedesaan yang dalam arti waktu dan kemudahan
fasilitas transportasi tersebut relatif dekat dengan kota.

Menurut Todaro (2004), ada beberapa dampak yang
dihasilkan dari migrasi sirkuler yaitu penciptaan
keseimbangan
ekonomi
antara
kota
dan
desa.
Keseimbangan kesempatan ekonomi yang lebih layak
antara desa dan kota merupakan suatu unsur penting
yang
tidak
dapat
dipisahkan
dalam
strategi
menanggulangi masalah-masalah pengangguran di
desa-desa maupun kota-kota di berbagai Negara-negara
berkembang serta untuk mengurangi migrasi desa ke
kota; Perluasan industri kecil yang padat karya.
Komposisi atau bauran output sangat mempengaruhi
jangkauan (dan dalam banyak hal, termasuk juga lokasi)
kesempatan kerja karena beberapa produk (terutama
barang-barang konsumsi pokok) membutuhkan lebih
banyak tenaga kerja bagi setiap unit output dan setiap
unit modal daripada produk atau barang-barang lainnya;
Pengurangan laju pertumbuhan penduduk melalui upaya
pengentasan kemiskinan absolute dan perbaikan
distribusi pendapatan, terutama bagi kaum wanita yang
disertai
dengan
menggalakkan
program-program
keluarga
berencana
dan
penyediaan
pelayanan
kesehatan di daerah-daerah pedesaan.
3.5 Peningkatan Ekonomi Desa dalam Peningkatkan
Pembangunan Ekonomi Indonesia
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa jumlah desa di
Indonesia menacapai lebih dari 70 ribu, dan 45 %
diantaranya masuk ke dalam kategori desa tertinggal.
Sehingga untuk peningkatan pembangunan ekonomi
Indonesia, tentunya tak dapat lepas dari pembangunan
ekonomi di desa-desa yang ada di negara ini.
Desa atau perdesaan merupakan bagian penting dari
perencanaan da pembangunan. Hampir sebagian besar
masyarakat Indonesia tinggal di perdesaan, namun
ironisnya hal ini berbanding lurus dengan kondisi
kemiskinannya, dimana kantong-kantong kemiskinan
juga berada di perdesaan. Masyarakat perdesaan yang
sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani,
sangat sulit untuk keluar dari jerat kemiskinan.

Ketahanan suatu bangsa sebaiknya dibangun dari
daerah-daerah, yaitu desa. Sehingga jika sebelumnya
telah diketahui dampak migrasi sirkuler terhadap
pertumbuhan ekonomi desa, maka dengan adanya
peningkatan ekonomi desa inilah akan membuat
semaikn kuatnya perekonomian dan pembangunan
nasional.
Dengan adanya migrasi yang terkondisikan dengan baik,
maka kemudian akan membuat suatu keseimbangan
perekonomian antara desa dan kota, dimana hal ini
sangat berpengaruh penting dalam pembangunan
nasional. Kesempatan ekonomi yang setara antara desa
dan kota akan menimbulkan suatu kesempatan kerja
yang setara antara desa dan kota sehingga kemudian
tingkat migrasi bisa ditekan kembali, sehingga
keseimbangan perekonomian desa dan kota bisa terus
terjaga. Sehingga adanya peningkatan ekonomi desa
melalui migrasi ini bisa dijadikan suatu solusi bagi
pembangunan ekonomi di Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Kota mempunyai arti yang sangat penting bagi kaum
migran lapisan bawah asal pedesaan, meskipun tidak
semua peluang bisa dijangkau. Potensi dinamika kota
memang tidak banyak berarti dibandingkan dengan apa
yang didapat oleh para migran, yang terbatas hanya
untuk mencukupi kebutuhan dasarnya. Apa yang
diperoleh kaum migran untuk lepas dari batas garis
kemiskinan. Bagi kaum migran sirkuler, hidup dikota
merupakan
satu
cara
untuk
menghindari
dari
keterjepitan,
sekaligus
sebuah
kreativitas
dalam
menciptakan peluang kecil sekalipun. Migrasi adalah
suatu proses perpindahan penduduk dari satu lokasi

yang produk marjinal sosialnya nol ke lokasi lain yang
produk marjin sosialnya bukan hanya positif, tetapi juga
akan terus meningkat sehubungan dengan adanya
peningkatan modal dan kemajuan teknologi. Migrasi
sirkuler merupakan salah satu faktor penting untuk
membangun ekonomi desa dan jalanan. Walaupun
demikian, migrasi sirkuler dapat menimbulkan dampak
positif dan negatif. Dampak yang ditimbulkan tidak
hanya dalam segi ekonomi, akan tetapi juga dari segi
sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan
infrastuktur desa. Maka dari itu, perlu adanya
pensinergian antara pembangunan di desa dan di kota
agar tidak adanya ketimpangan jumlah penduduk dari
proses migrasi sirkuler.
Dampak yang diharapkan dari migrasi sirkuler yaitu
penciptaan keseimbangan ekonomi antara kota dan
desa, sebagai strategi dalam perluasan lapangan kerja
tidak hanya di kota namun juga di desa sehingga
kemudian akan mengurangi angka migrasi dengan
sendirinya. Sehingga pembangunan ekonomi Indonesia
secara merata akan tercapai, baik di desa maupun di
kota dalam pembangunan ekonomi jalanan.
4.2 SARAN
Perlu adanya campur tangan pemerintah daerah dalam
mengelola ekonomi suatu desa dan kota agar dapat
mengontrol jumlah penduduk desa yang melakukan
migrasi sirkuler. Kesadaran masyarakat desa untuk
membangun perekonomian di desanya juga sangat
diperlukan agar mereka mau berpartisipasi aktif
membangun perekonomian di desa mereka.
Peranan pemerintah menjadi sangat penting dalam soal
krusial seperti ini sehingga massa lapisan bawah
perkotaan juga mendapatkan peluang untuk melakukan
partisipasi ekonominya secara leluasa. Peluang dan
kesempatan yang lebih besar bagi kehidupan informal
harus kita pikirkan untuk memberikan arti bagi luasnya
tingkat partisipasi ekonomi massa dilapisan bawah.