Peran Kelompoktani terhadap Efisiensi Produksi Kemangi di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor

PERAN KELOMPOKTANI TERHADAP EFISIENSI
PRODUKSI KEMANGI DI DESA CIARUTEUN ILIR,
KECAMATAN CIBUNGBULANG, BOGOR

PUTRI LARASATI WIDHIASIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Kelompoktani
terhadap Efisiensi Produksi Kemangi di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang, Bogor, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Putri Larasati Widhiasih
NIM H351130676

RINGKASAN
PUTRI LARASATI WIDHIASIH. Peran Kelompoktani terhadap Efisiensi
Produksi Kemangi di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor.
Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI dan NETTI TINAPRILLA.
Kemangi merupakan salah satu tanaman indigenous dan salah satu jenis
komoditas sayuran yang penting di Jawa Barat, termasuk di daerah Bogor.
Penyajian kemangi di hampir setiap rumah makan Sunda (khususnya yang
menyediakan lalapan) menyebabkan permintaan terhadap kemangi di daerah
Bogor dapat dikatakan cukup tinggi. Oleh karena itu, ketersediaan dan
kekontinuitasan kemangi di Bogor dan sekitarnya menjadi penting. Sebagai salah
satu sentra penanaman kemangi di daerah Bogor, Desa Ciaruteun Ilir memegang
peranan yang penting dalam menjaga kekontinuitasan persediaan kemangi di
daerah Bogor dan sekitarnya.
Keberadaan kelompoktani diharapkan mampu mengatasi berbagai
permasalahan usahatani, terutama terkait produksi. Secara teoritis, kelompoktani

berperan sebagai wahana belajar-mengajar, tempat untuk memperkuat kerjasama
diantara sesama petani dalam kelompok maupun antara kelompok dengan pihak
lain, serta sebagai kesatuan unit produksi usahatani. Pada akhirnya, dengan
mengikuti kelompoktani diharapkan usahatani kemangi dapat berlangsung secara
efisien, baik secara teknis maupun ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk:
1).menganalisis peran kelompoktani terhadap pengembangan usahatani kemangi
di Ciaruteun Ilir, dan 2) menganalisis efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis,
serta sumber-sumber inefisiensi teknis produksi kemangi di Desa Ciaruteun Ilir.
Secara garis besar, terdapat tiga peran utama kelompoktani: sebagai wahana
belajar-mengajar, wahana bekerjasama, serta kesatuan unit produksi. Jika ketiga
peran tersebut dapat dijalankan dengan baik oleh kelompoktani, maka diharapkan
usahatani kemangi akan semakin efisien. Namun, dari hasil pengamatan di lapang,
kelompoktani di Desa Ciaruteun Ilir belum mampu menjalankan perannya dengan
baik. Sebagai hasilnya, usahatani anggota tidak lebih efisien dibandingkan dengan
usahatani non-anggota.
Analisis efisiensi dilakukan dengan pendekatan stochastic frontier dan
metode estimasi Maximum Likelihood. Dari hasil analisis, didapat hasil bahwa
usahatani kemangi di Ciaruteun Ilir telah efisien secara teknis, namun belum
efisien secara alokatif maupun ekonomis. Sementara itu, sumber-sumber
inefisiensi yang berpengaruh secara nyata terhadap inefisiensi teknis adalah umur

petani dan tingkat pendidikan formal, sedangkan keikutsertaan dalam
kelompoktani tidak berpengaruh secara nyata terhadap efisiensi produksi.

Kata kunci:

efisiensi ekonomis, indigenous, kelompoktani, kemangi, stochastic
frontier

SUMMARY
PUTRI LARASATI WIDHIASIH. The Role of Farmer Group to Production
Efficiency of Kemangi in Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor. Supervised by
ANNA FARIYANTI and NETTI TINAPRILLA.
Indigenous plants, also known as native plants, have been used not only as
traditional medicine, but also as food, in many cultures for thousands years.
Kemangi (Ocimum canum L.) is one of them, which is widely popular especially
in West Java; therefore the continuation of supply in its market is important.
Ciaruteun Ilir is a village which is well-known as a central of kemangi plantation
in Bogor region, thus it holds an important role to keep the supply always
available.
The farmer groups were established by governance to overcome the farming

problems, especially in production. Theoretically, farmer groups acted as a place
where farmers could gather to learn, to co-operate, and to unite as a production
unit. In the end, it was expected that farmers who joined farmer group could
manage their production to be more efficient than others who didn‟t. Therefore,
the objective of this study was to analyse the role of farmer group to the kemangi
production in Ciaruteun Ilir, to analyse the technical efficiency along with its
inefficiency sources, and to analyse the economic and alocative efficiency.
Using stochastic production frontier analysis, the results implied that seed,
fertiliser Urea, labour, and land size were significantly affected kemangi
production. Whilst the result showed that the production was technically efficient,
it was also showed that the production was not alocatively efficient; thus, it was
only natural if the production was not economically efficient. Also, it was
revealed in this study that age and education significantly affected the technical
efficiency. Other findings showed that Farmer Group Mekar Tani in Ciaruteun Ilir
hadn‟t kept its roles well, whether it was for learning place, co-operating, or
uniting member‟s production; therefore participation in farmer group did not
significantly affect the efficiency.
Keywords: economic efficiency, farmer group, indigenous, kemangi, stochastic
frontier


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERAN KELOMPOKTANI TERHADAP EFISIENSI
PRODUKSI KEMANGI DI DESA CIARUTEUN ILIR,
KECAMATAN CIBUNGBULANG, BOGOR

PUTRI LARASATI WIDHIASIH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Tesis : Peran Kelompoktani terhadap Efisiensi Produksi Kemangi di Desa
Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor
Nama
: Putri Larasati Widhiasih
NIM
: H351130676

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Ketua


Dr Ir Netti Tinaprilla, MM
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Magister Sains Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 09 September 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah sayuran
indigenous, dengan judul Peran Kelompoktani terhadap Efisiensi Produksi
Kemangi di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Anna Fariyanti, MSi dan
Dr..Ir...Netti Tinaprilla, MM selaku Komisi Pembimbing atas bimbingan,
kesabaran, waktu, serta perhatian yang dicurahkan bagi penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir.Nunung Kusnadi, MS dan Dr Ir Suharno,
M.Adev selaku Penguji Luar Komisi dan Penguji Akademik atas masukanmasukan yang berharga. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih atas
dukungan serta dorongan moral dari Prof..Dr..Ir..Rita Nurmalina, MS, selaku
Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi melalui program sinergi S1-S2.
Penghargaan dan rasa terima kasih yang mendalam penulis sampaikan
kepada Bapak Hari dan staf Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan,
dan Kehutanan (BP4K) Kecamatan Cibungbulang, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Tak lupa, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada stafstaf Departemen Agribisnis, Magister Sains Agribisnis, dan Dekanat Fakultas
Ekonomi dan Manajemen atas bantuan serta kemudahan administrasi selama
penyusunan tesis ini.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Biro Perencanaan dan
Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

yang telah memberi beasiswa selama menempuh program magister. Terakhir,
ungkapan terima kasih dan rasa sayang disampaikan kepada Ayah, Ibu, Adik,
serta seluruh keluarga dan para sahabat atas segala doa, dukungan, dan kasih
sayangnya.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Putri Larasati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN


xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
7
7
7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kajian terhadap Peran Kelembagaan Kelompoktani di Indonesia
Kajian Analisis Efisiensi dengan Model Stochastic Frontier pada
Beberapa Komoditas Hortikultura

Pengaruh Keikutsertaan Petani dalam Kelompoktani Terhadap
Inefisiensi Teknis Beberapa Komoditas Hortikultura di Indonesia

8
8
12
17

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional

20
20
46

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel
Metode Pengolahan dan Analisis Data

49
49
49
50

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Karakteristik Wilayah Penelitian
Karakteristik Responden
Gambaran Umum Usahatani Kemangi di Desa Ciaruteun Ilir

59
59
61
65

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Kelompoktani di Desa Ciaruteun Ilir
Usahatani Kemangi di Ciaruteun Ilir
Faktor Produksi Kemangi di Desa Ciaruteun Ilir
Efisiensi Produksi Kemangi

70
70
75
83
90

7 SIMPULAN DAN SARAN

101

DAFTAR PUSTAKA

102

LAMPIRAN

109

RIWAYAT HIDUP

131

DAFTAR TABEL
1 Pertumbuhan produksi 90 jenis hortikultura pada tahun 2011-2013
1
2 Penelitian-penelitian efisiensi ekonomi dengan metode stochastic
frontier pada beberapa komoditas hortikultura di Indonesia
13
3 Sumber-sumber inefisiensi teknis usahatani beberapa komoditas
hortikultura di Indonesia
16
4 Pengaruh keikutsertaan dalam kelompoktani terhadap efisiensi teknis
pada beberapa komoditas hortikultura di Indonesia
18
5 Beberapa jenis fungsi yang umum digunakan dan bentuk aljabarnya
(Coelli 2005)
29
6 Sarana dan prasarana Desa Ciaruteun Ilir tahun 2012
61
7 Produktivitas, harga rata-rata, dan penerimaan tunai petani kemangi
responden di Desa Ciaruteun Ilir pada tahun 2012-2013
76
8 Komponen biaya usahatani kemangi petani anggota kelompoktani di
Desa Ciaruteun Ilir selama satu musim tanam tahun 2012-2013
77
9 Komponen biaya usahatani kemangi petani non-anggota kelompoktani
di Desa Ciaruteun Ilir selama satu musim tanam tahun 2012-2013
78
10 Analisis pendapatan dan R/C ratio usahatani kemangi petani anggota
kelompoktani di Desa Ciaruteun Ilir per musim tanam per ha, pada
tahun 2012-2013
81
11 Analisis pendapatan dan R/C ratio usahatani kemangi petani nonanggota kelompoktani di Desa Ciaruteun Ilir per musim tanam per ha,
pada tahun 2012-2013
82
12 Hasil dugaan fungsi produksi stochastic frontier dengan metode MLE
85
13 Sebaran petani responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis usahatani
kemangi di Desa Ciaruteun Ilir
90
14 Hasil dugaan fungsi inefisiensi teknis usahatani kemangi di Desa
Ciaruteun Ilir dengan model stochastic frontier
91
15 Nilai rata-rata tingkat efisiensi teknis petani responden berdasarkan
sebaran umur di Desa Ciaruteun Ilir
92
16 Nilai rata-rata tingkat efisiensi teknis petani responden berdasarkan
sebaran tingkat pendidikan di Desa Ciaruteun Ilir
93
17 Nilai rata-rata tingkat efisiensi teknis petani responden berdasarkan
sebaran lama pengalaman berusahatani di Desa Ciaruteun Ilir
94
18 Nilai rata-rata tingkat efisiensi teknis petani responden berdasarkan
keikutsertaan dalam kelompoktani di Desa Ciaruteun Ilir
95
19 Nilai rata-rata tingkat efisiensi teknis petani responden berdasarkan
status kepemilikan lahan di Desa Ciaruteun Ilir
96
20 Harga rata-rata input yang berlaku di Desa Ciaruteun Ilir (2012-2013)
97
21 Sebaran petani responden berdasarkan tingkat efisiensi alokatif dan
ekonomis usahatani kemangi di Desa Ciaruteun Ilir
98
22 Sebaran petani responden berdasarkan tingkat efisiensi teknis, efisiensi
alokatif, dan efisiensi ekonomis usahatani kemangi di Desa Ciaruteun
Ilir setelah penurunan penggunaan herbisida Bravoxone
100

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

20
21
22
23

Pergeseran fungsi produksi akibat perubahan teknologi
Kurva biaya rata-rata dalam jangka panjang
Peran kelompoktani terhadap produksi dan harga
Fungsi produksi neoklasik
MPP, APP, dan elastisitas produksi pada fungsi produksi neoklasik
Produktivitas, efisiensi teknis, dan skala ekonomis
Efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis dari sisi input
Efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis dari sisi output
Produksi frontier dan efisiensi teknis
Kerangka pemikiran operasional
Pemanfaatan lahan di Desa Ciaruteun Ilir (2012)
Distribusi penduduk berdasarkan kelompok usia (2012)
Struktur kependudukan Desa Ciaruteun Ilir berdasarkan profesi
Sebaran petani kemangi responden berdasarkan usia di Desa Ciaruteun
Ilir (2013)
Sebaran petani kemangi responden berdasarkan tingkat pendidikan di
Desa Ciaruteun Ilir (2013)
Sebaran petani kemangi responden berdasarkan pengalaman bertani di
Desa Ciaruteun Ilir (2013)
Sebaran petani kemangi responden berdasarkanstatus kepemilikan
lahan di Desa Ciaruteun Ilir (2013)
Sebaran petani kemangi responden berdasarkan luas lahan total di Desa
Ciaruteun Ilir (2013)
Sebaran petani responden berdasarkan presentase luas lahan yang
ditanami kemangi dibandingkan dengan luas lahan total di Desa
Ciaruteun Ilir (2013)
Lahan yang telah selesai diolah dan telah dibuat bedengan di Desa
Ciaruteun Ilir (April 2013)
Tanaman kemangi yang berusia sekitar dua minggu di Desa Ciaruteun
Ilir (April 2013)
Tanaman kemangi yang sudah tua dan hendak diambil bijinya di Desa
Ciaruteun Ilir (April 2013)
Sebaran efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis petani responden
dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier di Desa
Ciaruteun Ilir Produksi yang efisien secara teknis dan inefisien secara
alokatif

24
26
27
31
32
33
35
36
38
48
59
60
60
62
62
63
63
64

65
66
68
69

99

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12

Perbedaan produktivitas kemangi pada petani responden di Desa
Ciaruteun Ilir musim tanam 2012-2013
Hasil Uji T biaya input pada petani responden dengan menggunakan
SPSS 16
a. Penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan pada usahatani
kemangi petani anggota kelompoktani di Desa Ciaruteun Ilir tahun
2012-2013
b. Penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan pada usahatani
kemangi petani non-anggota kelompoktani di Desa Ciaruteun Ilir
tahun 2012-2013
Hasil dugaan fungsi produksi stochastic frontier dengan metode
Ordinary Least Square
Output program FRONTIER 4.1
Hasil analisis regresi model dugaan dengan program SPSS 16
Hasil Uji T pemakaian input pada petani responden dengan
menggunakan SPSS 16
Sebaran efisiensi teknis petani kemangi di Desa Ciaruteun Ilir
berdasarkan umur
Sebaran efisiensi teknis petani kemangi di Desa Ciaruteun Ilir
berdasarkan tingkat pendidikan
Sebaran efisiensi teknis petani kemangi di Desa Ciaruteun Ilir
berdasarkan lama pengalaman berusahatani
Sebaran efisiensi teknis petani kemangi di Desa Ciaruteun Ilir
berdasarkan keikutsertaan dalam kelompoktani
Sebaran efisiensi teknis petani kemangi di Desa Ciaruteun Ilir
berdasarkan kepemilikan lahan

110
111

113

113
114
115
121
126
128
128
129
129
130

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi kedua pada Produk
Domestik Bruto tahun 2013 setelah sektor minyak dan gas, dengan jumlah sebesar
Rp1.311.037.30 miliar atau 14% dari total Produk Domestrik Bruto sebesar
Rp9.083.972.20 miliar. Sektor pertanian terbagi menjadi lima subsektor, yaitu
tanaman pangan, hortikultura, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Pada tahun
2013, subsektor hortikultura menyumbang 13% atau sekitar Rp175.248.40 miliar
dari total pendapatan negara pada sektor pertanian (BPS 2014). Subsektor
hortikultura memberi sumbangsih yang lebih besar pada pendapatan negara
dibandingkan dengan subsektor peternakan beserta hasil-hasilnya (Rp165.162.90
miliar) dan subsektor kehutanan (Rp56.994.20 miliar). Dengan demikian,
subsektor hortikultura merupakan salah satu roda penggerak perekonomian negara,
dan dikarenakan sifatnya yang padat karya, maka memiliki andil yang besar bagi
penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Secara garis besar, berdasarkan jenis komoditasnya subsektor hortikultura
terbagi menjadi empat kelompok, yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan
biofarmaka. Sementara itu, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
Republik Indonesia No. 511/Kpts/PD.310/9/2006, Direktorat Jenderal
Hortikultura memiliki 374 komoditas binaan, yang terdiri dari 60 jenis komoditas
buah-buahan, 117 komoditas florikultura, 117 tanaman obat, dan 80 jenis sayursayuran. Komoditas-komoditas binaan Direktorat Jenderal Hortikultura tersebut
tidak hanya terdiri dari komoditas „primadona pasar‟, tetapi ada juga komoditas
asli lokal (indigenous), meskipun tidak semua data produksi mengenai jenis
komoditas tersebut telah tercatat dan dimasukkan ke dalam perhitungan total
produksi hortikultura. Dari 374 komoditas binaan Ditjen Hortikultura, hanya 90
komoditas yang produksinya telah tercatat, di antaranya 26 jenis buah-buahan, 24
jenis florikultura, 15 jenis tanaman obat, serta 25 jenis sayur-sayuran. Data hasil
produksi yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal Hortikultura pada tahun 2011
hingga 2013 berdasarkan dari kesembilan puluh komoditas tersebut dapat
diringkas pada Tabel 1.
Tabel 1
No
1
2
3
4

Pertumbuhan produksi 90 jenis hortikultura pada tahun 2011-2013
Komoditas

2011
Buah-buahan (ton)
18.313.507
Sayuran (ton)
10.871.224
Florikultura (tangkai) 486.851.880
Biofarmaka (ton)
398.481

Produksi
Pertumbuhan
2011-2013 (%)
2012
2013*
18.089.952 18.246.774
(0.36)
10.939.752 11.415.623
5.01
581.317.792 697.865.570
43.34
414.535
429.286
7.73

Sumber
: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2014 (data diolah)
Keterangan : *) Angka prognosa

Sementara itu, jenis tanaman indigenous yang tercatat dari ke-374 data
tersebut hanya 19 jenis atau sekitar 5%, dengan rincian empat jenis dari kelompok

2
sayur-sayuran, lima jenis dari kelompok buah-buahan, sembilan jenis dari
kelompok biofarmaka, dan satu jenis dari kelompok florikultura. Hal ini
menunjukkan bahwa perhatian terhadap tanaman indigenous di Indonesia masih
kurang, padahal jenis tanaman ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya
untuk bahan pangan dan obat-obatan tradisional.
Tanaman indigenous merupakan tanaman asli suatu daerah yang tumbuh
secara alami dalam suatu area spesifik, atau telah tumbuh pada area tersebut
dalam jangka waktu lama sehingga dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi
lokal seperti iklim, topografi area, dan keadaan tanah (Purnell 2001). Pemanfaatan
tanaman indigenous sebagai pengobatan maupun pangan tradisional telah terjadi
pada berbagai kebudayaan di dunia selama ribuan tahun. Menurut data yang
dihimpun oleh World Health Organization, sebanyak 80% dari populasi penduduk
dunia bergantung pada pengobatan tradisional. Sebagian besar negara di Asia,
Afrika, dan Amerika Latin menggunakan pengobatan tradisional untuk pemakaian
sehari-hari, dan bahkan trend pengobatan tradisional mulai menjalar ke negaranegara industri sebagai pengobatan alternatif (WHO 2000). Keuntungan ekonomis
yang didapat dari pengobatan tradisional dengan tanaman indigenous antara lain
adalah mudah didapatkan dan murah, sehingga rakyat kecil, khususnya yang di
daerah pedesaan dan masih terjerat kemiskinan, menggunakannya untuk
pengobatan sehari-hari (Muthu 2006).
Selain digunakan dalam pengobatan tradisional, tanaman indigenous dapat
digunakan sebagai pangan. Pemanfaatan sayuran indigenous dan nilai
ekonomisnya pada setiap daerah dapat berbeda, akibat dipengaruhi oleh
permintaan pasar dan kondisi geografis masyarakat setempat (Novasari 2011).
Sayuran indigenous dapat menjadi alternatif yang baik bagi upaya peningkatan
gizi masyarakat, karena selain harganya yang murah, sayuran indigenous dapat
tumbuh dengan memanfaatkan lahan pekarangan dan secara tradisional dapat
berfungsi sebagai obat bagi penyakit tertentu. Meskipun demikian, upaya
peningkatan pemanfaatan sayuran indigenous, bagaimana mengangkat potensi
manfaat sayuran indigenous agar dapat sejajar atau bersaing dengan sayuransayuran „mayor‟ yang telah berkembang terlebih dahulu, merupakan tantangan
tersendiri (Soetiarso 2010). Atas dasar hal itulah Balai Penelitian Tanaman
Sayuran melakukan penggalian potensi ekonomis pemanfaatan sayuran
indigenous, misalnya melalui promosi agar sayuran indigenous dapat lebih
dikenal oleh konsumen. Salah satu contoh sayuran indigenous yang pemanfaatan
dan nilai ekonomisnya paling tinggi di daerah Jawa Barat, namun masih
termarjinalkan, adalah kemangi.
Kemangi (Ocimum canum L.) merupakan salah satu jenis tanaman
indigenous Indonesia yang termasuk ke dalam kelompok tanaman obat (Direktorat
Jenderal Hortikultura 2006). Tanaman berbunga yang termasuk ke dalam genus
selasih ini umum ditemui di daerah-daerah tropis di seluruh Asia dan telah
dibudidayakan selama berabad-abad untuk berbagai keperluan. Pemanfaatan
kemangi di Indonesia terlazim adalah dalam bentuk mentah, yaitu sebagai lalapan.
Pemanfaatan kemangi dalam bentuk olahan dalam skala komersial masih minimal,
padahal minyak atsiri kemangi merupakan salah satu bahan baku industri
aromatika dan biofarmaka yang penting. Di negara-negara Uni Eropa, minyak
atsiri kemangi merupakan bahan baku pembuatan parfum, kosmetika, dan obatobatan. Studi terkait kemangi sendiri, khususnya dari segi klinis, telah banyak

3
dilakukan di India (Gupta 2002). Di India, salah satu aksesi kemangi, Ocimum
basilicum, seringkali digunakan untuk upacara keagamaan, bahan bakar minyak
atsiri, dan bahan baku obat-obatan (Kumar 2009), sementara Ocimum gratissimum
dan Ocimum sanctum digunakan untuk mengobati batuk, flu, dan sakit kepala
(Muthu 2006). Di Thailand dan negara-negara Asia Tenggara, beragam aksesi
kemangi umum digunakan sebagai rempah-rempah, bahkan telah dibudidayakan
sebagai komoditas ekspor.
Salah satu sentra penanaman kemangi di wilayah Bogor dan sekitarnya
adalah di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang. Sebagai sentra
penanaman kemangi di kota Bogor, kemangi merupakan salah satu tanaman yang
lazim diusahakan oleh petani sayur di Desa Ciaruteun Ilir. Tanaman kemangi di
desa ini diusahakan pada lahan pertanian yang dimiliki petani setempat dengan
sistem monokultur dan ditanam sebagai tanaman utama, bukan hanya tanaman
sampingan dan ditanam di pekarangan, seperti yang biasa terjadi pada lazimnya
pengusahaan tanaman indigenous di daerah lain. Luas tanam masing-masing
petani untuk tanaman kemangi beraneka ragam, dan berkisar antara 250 m2
hingga 5000 m2. Dengan luasan lahan berkisar antara 0.05 ha hingga 1 ha, ini
berarti rata-rata petani di Desa Ciaruteun Ilir menggunakan lebih dari sepertiga
lahannya untuk menanam kemangi.
Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) Mirasa Tani merupakan kelembagaan
agribisnis yang mendukung usahatani di Desa Ciaruteun Ilir. Gapoktan ini terdiri
dari lima kelompoktani, yaitu Mekar Tani, Tani Jaya, Tani Raharja, Setia Tani,
dan Sarana Tani, namun dari lima kelompoktani tersebut, hanya kelompoktani
Tani Jaya dan Mekar Tani yang khusus membudidayakan sayuran (khususnya
sayuran berdaun). Gapoktan Mirasa Tani telah memiliki pasar yang stabil,
pelanggan tetap, dan dapat menanam komoditas sesuai permintaan pasar. Menurut
Ketua Gapoktan Mirasa Tani, salah satu komoditas yang harus selalu tersedia di
pasar adalah kemangi. Oleh karena itu, untuk menjaga kontinuitas produksi
kemangi, Gapoktan Mirasa Tani melakukan penjadwalan tanam per anggota. Hal
ini juga berfungsi untuk mengatur kestabilan harga, sehingga ketika musim panen
tiba, harga kemangi tidak jatuh akibat over-supply. Kemangi hasil produksi telah
dipasarkan di berbagai tempat di kota Bogor, seperti Pasar TU Kemang, Pasar
Merdeka, Pasar Ciampea, Pasar Gunung Batu, dan Pasar Bogor.
Dalam pendekatan ekonomi kelembagaan, terdapat dua cara untuk meraih
efisiensi ekonomi, yaitu pendekatan statis dan pendekatan dinamis (Yustika 2010).
Pendekatan statis mengasumsikan efisiensi ekonomi dapat tercapai melalui
spesialisasi tenaga kerja (division of labour), sementara pendekatan dinamis
mengasumsikan efisiensi ekonomi dapat diperoleh dengan cara meningkatkan
kapasitas dan inovasi teknologi sehingga produktivitas meningkat. Di lain pihak,
menurut Coelli (2005), terdapat tiga macam cara untuk meningkatkan
produktivitas, yaitu melalui peningkatan efisiensi, perubahan teknologi,
eksploitasi skala ekonomis, atau kombinasi dari ketiganya. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat kaitan yang erat antara efisiensi ekonomi dan produktivitas, dan
keduanya saling mempengaruhi.
Yustika (2010) mengutarakan, pendekatan untuk meraih efisiensi ekonomi
melalui spesialisasi tenaga kerja (pendekatan statis) adalah pendekatan yang
paling umum digunakan di negara-negara berkembang, sementara pendekatan
dinamis lebih banyak diadopsi oleh negara-negara maju. Hal ini sejalan dengan

4
pendapat Tinaprilla (2012), bahwa dalam kondisi teknologi yang tetap,
peningkatan efisiensi adalah upaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas.
Bahkan menurut Kebede (2001), peningkatan produktivitas melalui peningkatan
teknologi di negara-negara berkembang seringkali mengalami kegagalan dan
menyebabkan inefisiensi. Hal ini dikarenakan petani di negara berkembang
mengalami kesulitan dalam memahami dan menerapkan teknologi-teknologi baru,
disebabkan oleh keterbatasan modal, pendidikan, keterampilan, jasa penyuluhan,
kredit pertanian, hingga infrastruktur. Oleh sebab itulah, faktor-faktor penyebab
terjadinya inefisiensi menjadi penting untuk dikaji.
Salah satu cara penyaluran teknologi dan informasi ke tingkat petani adalah
melalui lembaga penunjang pedesaan. Lembaga penunjang didirikan baik secara
formal maupun informal untuk mendukung agar sistem agribisnis dapat berfungsi
dengan baik. Lembaga penunjang informal yang berada di pedesaan dan berfungsi
untuk membantu petani, mulai dari pengadaan input seperti permodalan dan
penyedia sarana produksi pertanian, membantu dalam usahatani, dan pemasaran
serta distribusi, adalah kelompoktani.
Kelompoktani adalah kumpulan petani yang terikat secara informal atas
dasar keserasian, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya),
keakraban, kepentingan bersama dan saling mempercayai, serta mempunyai
pimpinan untuk mencapai tujuan bersama (Roza 2005). Telah banyak literatur
mengenai peran kelompoktani terhadap pengembangan usahatani di pedesaan.
Ramdhani (2002) menjelaskan, secara garis besar terdapat dua peranan
kelompoktani bagi petani, yaitu: 1) sebagai wahana belajar-mengajar bagi anggota
kelompok, dan 2) sebagai wahana kerjasama bagi anggota kelompoktani,
termasuk di dalamnya perencanaan usahatani berkelompok, kerjasama anggota
dalam pemecahan masalah bersama, pemenuhan kebutuhan usahatani, serta
manfaat yang dirasakan anggota. Tak hanya itu, menurut Balai Penyuluh
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kecamatan Cipeucang, kelompoktani juga
berperan sebagai unit produksi, yang artinya usahatani yang dilakukan oleh
masing-masing anggota kelompoktani, secara keseluruhan harus dipandang
sebagai suatu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala
ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas, maupun kontinuitas. 1
Bertolak dari latar belakang tersebut, penelitian ini mengkaji mengenai
peranan kelompoktani bagi efisiensi produksi kemangi di Desa Ciaruteun Ilir.
Kelompoktani di Desa Ciaruteun Ilir berfungsi untuk mendukung usahatani
kemangi dan sayur-sayuran, baik dari sisi pengadaan input, teknis budidaya,
hingga pemasaran dan distribusi, sehingga dengan demikian diduga berperan bagi
pengembangan usahatani kemangi di Desa Ciaruteun Ilir, dan dapat membuat
produksi efisien secara ekonomis. Selain itu, kelompoktani adalah tempat berbagi
ilmu serta penyampaian informasi bagi petani. Oleh karena itu, pengkajian peran
kelembagaan kelompoktani terhadap usahatani kemangi penting untuk dilakukan.

1

BP3K Kecamatan Cipeucang. 2013. Peran dan Fungsi Kelompoktani [internet]. (diunduh
2014 Maret 28). Terdapat pada:
http://bp3kkecamatancipeucang.blogspot.com/2013/07/peran-dan-fungsi-kelompoktani.html

5
Perumusan Masalah
Kemangi merupakan salah satu jenis komoditas sayuran yang penting di
daerah Jawa Barat, termasuk di daerah Bogor. Penyajian kemangi di hampir setiap
rumah makan Sunda (khususnya yang menyediakan lalapan) menyebabkan
permintaan terhadap kemangi di daerah Bogor dapat dikatakan cukup tinggi. Oleh
karena itu, ketersediaan dan kekontinuitasan kemangi di Bogor dan sekitarnya
menjadi penting.
Di sisi lain, tingkat produktivitas antar petani kemangi di Desa Ciaruteun
Ilir tidaklah sama antara satu dengan lainnya. Hal ini diakibatkan tidak adanya
standart operational procedure yang berlaku bagi penanaman kemangi, sehingga
petani cenderung menggantungkan pemakaian input produksinya pada intuisi dan
pengalamannya saja. Ketiadaan standar prosedur penanaman kemangi juga
menyulitkan petani untuk mengetahui produktivitas potensialnya dan
menyebabkan pengambilan keputusan manajerial menjadi lebih rumit. Meskipun
demikian, tidak semua petani dengan sumberdaya yang sama dapat menghasilkan
produksi yang maksimal. Peran teknik budidaya, atau faktor manajemen,
merupakan faktor lain yang harus diperhatikan agar produksi lebih efisien.
Widhiasih (2013) melakukan penelitian terhadap 31 responden petani
kemangi di Desa Ciaruteun Ilir untuk mengetahui tingkat produktivitas petani
kemangi di Desa Ciaruteun Ilir. Dari hasil analisis tersebut, didapat hasil bahwa
tingkat produktivitas rata-rata petani adalah 70.83 ton/ha per musim tanam.
Meskipun demikian, jumlah petani yang produktivitasnya lebih dari rata-rata
hanya 13 orang (42%), sementara jumlah petani yang produktivitasnya kurang
dari rata-rata 18 orang (58%). Perbedaan produktivitas kemangi petani responden
di Desa Ciaruteun Ilir pada musim tanam 2012-2013 dapat diringkas pada
Lampiran 1.
Berdasarkan pengamatan di lapang, terdapat tujuh jenis faktor produksi
kemangi yang digunakan oleh lazimnya petani di Ciaruteun Ilir, antara lain benih,
pupuk kandang, pupuk urea, pupuk NPK Phonska, herbisida Bravoxone, tenaga
kerja, dan lahan. Di lain pihak, sama halnya dengan tanaman indigenous lainnya,
kemangi merupakan tanaman yang memiliki tingkat persistensi yang tinggi serta
tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Purnell 2001), sehingga
perawatannya tidak memerlukan penanganan khusus. Menurut Gupta (2002),
daun kemangi memiliki zat aktif antimicrobacterial dan insecticidal, sehingga
kemangi telah memiliki pertahanan alamiah terhadap hama dan penyakit. Bahkan,
menurut Greater Taree City Council‟s Strategic Planning Department (β010) dan
North Park Native Plants2, tanaman indigenous tidak membutuhkan pemupukan
yang intensif. Oleh karena itu, tingginya jumlah petani yang produktivitasnya
kurang dari rata-rata diduga terjadi akibat belum efisiennya penggunaan faktorfaktor produksi yang digunakan dalam berusahatani.
Efisiensi usahatani dipengaruhi oleh faktor internal atau perilaku manajerial
yang dimiliki oleh petani. Salah satu indikator produksi yang efisien secara
ekonomis adalah bila penggunaan faktor produksi yang lebih sedikit akan
menghasilkan sejumlah output tertentu, sehingga dapat meminimumkan biaya
2

North Park Native Plants. No fertilizer is necessary for local native plants [internet].
(diakses pada 2014 Maret 29). Tersedia pada:
http://www.northparknativeplants.com/html/3nofert.html

6
produksi tanpa mengurangi jumlah output yang dihasilkan. Indikator lain dari
produksi yang efisien secara ekonomis adalah bila dengan penggunaan input yang
sama, dapat menghasilkan output yang lebih tinggi sehingga dapat
memaksimumkan penerimaan. Oleh karena itu, proporsi penggunaan input yang
optimum berperan penting dalam memaksimumkan profit yang dapat diterima
petani.
Kemampuan manajerial petani harus bersifat dinamis, yang artinya petani
mampu dan secara sadar mengambil keputusan yang tepat sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan tantangan yang ada, serta memanfaatkan peluang yang
tersedia. Salah satu upaya untuk menumbuhkan kemampuan petani tersebut
adalah melalui proses pertukaran ilmu dan informasi, yang bisa didapatkan
dengan mengikuti kelompoktani. Melalui peran kelompoktani, yaitu sebagai
wahana pembelajaran dan wahana kerjasama, diharapkan proses transfer teknologi
menjadi lebih lancar, sehingga dapat menyelaraskan berbagai permasalahan
produksi di tingkat petani, seperti ketidakseragaman produktivitas.
Di samping itu, petani yang bergabung dalam kelompoktani memiliki
keunggulan dalam skala ekonomis, yang artinya petani-petani yang bergabung
dalam kelompoktani dapat memproduksi lebih banyak output dengan biaya ratarata lebih rendah, sehingga dapat menekan biaya produksi. Biaya per unit yang
lebih rendah pada akhirnya akan membuat produksi lebih efisien secara ekonomis.
Hal ini dapat terjadi jika kelompoktani dapat menjalankan peranannya sebagai
kesatuan unit produksi dengan baik.
Sebagai salah satu sentra penanaman kemangi di daerah Bogor, Desa
Ciaruteun Ilir memegang peranan yang penting dalam menjaga kekontinuitasan
persediaan kemangi. Untuk menjaga kekontinuitasan produksi, petani-petani
kemangi yang tergabung dalam Kelompoktani Mekar Tani di Desa Ciaruteun Ilir
melakukan penjadwalan tanam dan panen. Dengan adanya penjadwalan ini, maka
petani-petani yang tergabung dalam Kelompoktani Mekar Tani dapat menekan
risiko turunnya harga akibat over-supply, serta menjamin pasokan untuk pasar
kemangi agar selalu tersedia. Sistem penjadwalan ini juga mengatur jenis dan
kuantitas komoditas lain yang harus ditanam sesuai dengan permintaan pasar,
sehingga risiko kerugian akibat harga dan pemasaran dapat ditekan, serta dapat
menangkap peluang pasar baru. Adanya kelompoktani di desa ini juga
memudahkan proses transfer teknologi dari penyuluh serta kalangan akademisi ke
petani, sehingga dengan demikian peningkatan produktivitas dapat tercapai
melalui peningkatan efisiensi.
Di sisi lain, pada kenyataannya di lapangan, tidak semua petani kemangi di
Desa Ciaruteun Ilir mengikuti kelompoktani. Dari hasil pengamatan terhadap 31
responden yang merupakan petani kemangi, sekitar 58% atau 18 orang petani
merupakan anggota kelompoktani, sementara sisanya (yaitu 42% atau 13 orang)
tidak mengikuti kelompoktani. Adanya petani yang tidak bergabung dengan
kelompoktani rata-rata karena menganggap mengikuti kelompoktani hanya akan
membuang-buang waktu, dan akan lebih baik jika mereka menggunakan waktu
dengan bekerja di ladang. Selain itu, beberapa petani yang tidak mengikuti
kelompoktani beranggapan bahwa mereka dapat memasarkan hasilnya sendiri,
tanpa perlu bantuan dari kelompoktani. Selain itu, dengan mengikuti
kelompoktani tidak lantas dapat meningkatkan penerimaan melalui harga output.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di lapang, harga rata-rata yang

7
diterima petani anggota kelompoktani adalah Rp765.80 per kg kemangi,
sementara petani yang tidak tergabung dalam kelompoktani mendapat harga ratarata Rp988.19 per kg. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya: a) petani
yang tergabung dalam kelompoktani tidak berkewajiban untuk menjual hasil
panennya secara kolektif melalui kelompoktani, b) petani yang tidak tergabung
dalam kelompoktani dapat menjual secara kolektif tanpa mengikuti kelompoktani,
c) kemampuan menangkap peluang pasar sehingga mendapatkan harga yang lebih
tinggi. Penjabaran-penjabaran di atas kemudian menimbulkan pertanyaan,
benarkah dengan mengikuti kelompoktani, usahatani kemangi akan lebih efisien
secara ekonomis? Apakah terdapat perbedaan produktivitas yang nyata antara
petani anggota dan petani non-anggota kelompoktani?
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka permasalahan yang akan dibahas
pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah peran kelompoktani terhadap pengembangan usahatani
kemangi di Desa Ciaruteun Ilir?
2. Apakah usahatani kemangi di Desa Ciaruteun Ilir sudah efisien secara
teknis? Jika belum, faktor-faktor apakah yang menyebabkan produksi
kemangi di Desa Ciaruteun Ilir belum efisien secara teknis? Apakah
keikutsertaan dalam kelompoktani berpengaruh secara signifikan
terhadap efisiensi teknis kemangi? Bagaimanakah efisiensi alokatif dan
efisiensi ekonomis usahatani kemangi di Ciaruteun Ilir?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis peran kelompoktani terhadap pengembangan usahatani
kemangi di Desa Ciaruteun Ilir.
2. Menganalisis efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis, serta sumbersumber inefisiensi teknis produksi kemangi di Desa Ciaruteun Ilir.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi petani untuk membantu meningkatkan
efisiensi produksi kemangi di Ciaruteun Ilir.
2. Sebagai informasi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian
pada bidang yang sama.
3. Sebagai tambahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lebih lanjut dari penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya 3 . Penelitian ini difokuskan pada Desa Ciaruteun Ilir,
Kecamatan Cibungbulang, Bogor, Jawa Barat. Analisis peran kelompoktani pada
penelitian ini terbatas pada analisis ekonomi (mengkaitkan antara peran
3

Widhiasih PL. 2013. Analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor produksi kemangi
di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

8
kelompoktani dengan analisis efisiensi), sementara analisis peran kelompoktani
dari sisi sosial tidak dianalisis secara mendalam. Sementara itu, definisi
„kelembagaan‟ pada penelitian ini dibatasi pada „kelembagaan dalam pengertian
organisasi‟, yaitu kelompoktani. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis
efisiensi produksi adalah stochastic production frontier, dengan model fungsi
produksi Cobb-Douglas. Metode estimasi yang digunakan adalah Maximum
Likelihood.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kajian terhadap Peran Kelembagaan Kelompoktani di Indonesia
Sebagai sebuah sistem, agar dapat berkembang agribisnis memerlukan
penguatan kelembagaan, baik kelembagaan di tingkat petani maupun
kelembagaan usaha dengan pemerintah berfungsi sesuai dengan perannya masingmasing. Pemberdayaan kelompoktani berada dalam konteks pemantapan
kelembagaan tersebut. Kelembagaan petani perlu dibina dan dikembangkan
berdasarkan kepentingan masyarakat dan harus tumbuh dan berkembang dari
masyarakat itu sendiri (Warsana 2009).
Selain kelembagaan yang sudah tumbuh secara alamiah dan telah mengakar
pada masyarakat, pengorganisasian petani dilakukan dengan membentuk
kelompoktani. Pembentukan kelompoktani ini merupakan salah satu wujud peran
pembinaan terhadap petani yang dilakukan pemerintah. Pemberdayaan
kelompoktani hortikultura bertujuan untuk memudahkan dalam pembinaan dan
penyuluhan terutama transfer teknologi, mengorganisasikan kekuatan petani
sehingga memiliki posisi tawar yang kuat ketika berhadapan dengan pelaku yang
lain (khususnya pedagang), serta memudahkan pelaksanaan program
pembangunan pertanian (Saptana et.al. 2006).
Di sisi lain, pada kenyataannya pemberdayaan petani melalui kelompoktanikelompoktani belum tentu efektif. Hal ini dikarenakan kelompoktani atau
Gapoktan merupakan lembaga baru, bentukan pemerintah daerah setempat, dan
merupakan kelembagaan eksternal yang diupayakan oleh pemerintah demi suatu
tujuan. Misalnya pada Kelompoktani Mekar Sauyunan, Desa Cibodas, Kecamatan
Majalengka, pemerintah daerah setempat belum dapat menggantikan kelembagaan
yang telah ada sebelumnya. Kelompoktani bawang merah di Desa Cibodas baru
berperan dalam hal pembinaan teknis budidaya, penyaluran kredit, dan pengadaan
bibit secara bersama, namun pemasaran secara bersama belum dilakukan. Hal ini
dikarenakan peran pedagang pengumpul yang lebih besar dibandingkan
kelompoktani (Saptana et.al. 2006).
Studi terhadap kelompoktani sayuran lainnya di Majalengka, yaitu
Kelompoktani Karya Nyata di Desa Sunia Baru, Kecamatan Banjar, memberikan
hasil yang serupa. Pada awal terbentuknya, Kelompoktani Karya Nyata memiliki
tiga peranan, yaitu: 1) Sebagai media belajar bersama para anggota, 2) Sebagai
media transfer teknologi dan pembinaan dalam aspek pembibitan, budidaya,
panen, dan pascapanen, dan 3) Penampung dan pemasar hasil hortikultura.
Meskipun demikian, menurut Saptana et.al. (2006), kelompoktani yang memiliki

9
komoditas unggulan berupa cabai merah ini belum dapat berperan secara optimal.
Peran kelompoktani dalam pengadaan sarana produksi dan pembinaan anggota
dinilai telah baik, namun masih kurang pada hal-hal lain, khususnya pada bidang
pemasaran cabai merah.
Sebuah studi lain mengenai kelompoktani komoditas manggis di
Tasikmalaya menemukan bahwa awal terbentuknya kelompoktani ditujukan untuk
mengurangi ketergantungan finansial petani yang besar kepada tengkulak/bandar.
Dari lima kelompoktani di Tasikmalaya, yaitu Kelompoktani Sari Puspa,
Kelompoktani Sinar Mustika, Kelompoktani Marga Rahayu, Kelompoktani
Harapan Jaya, dan Kelompoktani Kencana Mekar, hanya Kelompoktani Sinar
Mustika yang telah berhasil menjalin kerjasama pemasaran dengan pihak eksportir.
Menurut Saptana et.al. (2006), kendala utama dalam pengembangan kelompoktani
di Tasikmalaya adalah: 1) Sumberdaya manusia yang terbatas, dimana ada
pengurus yang merangkap menjadi tengkulak, dan 2) Modal kelompoktani/
Gapoktan yang terbatas, dan kalah dari modal yang dimiliki bandar/tengkulak.
Kedua hal tersebut menyebabkan petani lebih memilih menggunakan jasa
lembaga lain, sehingga posisi tawar petani tidak lebih baik. Selain itu, menurut
studi tersebut, kelemahan dari kelompoktani-kelompoktani komoditas manggis di
Tasikmalaya adalah dalam hal manajemen, komunikasi, dan koordinasi
antaranggota. Hal ini terjadi akibat kesibukan masing-masing anggota untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga, sehingga peluang yang ada kerap
tidak tertangkap dengan baik.
Septian (2010) meneliti mengenai peran kelompoktani terhadap produksi
dan pendapatan petani komoditas ganyong di Desa Sindanglaya, Kecamatan
Sukamantri, Ciamis. Kelompoktani yang diteliti merupakan Kelompoktani
Harapan Mulya, yang telah memiliki sistem pengolahan ganyong menjadi tepung.
Dari hasil pengamatan tersebut, Kelompoktani Harapan Mulya dinilai telah dapat
menjalankan perannya dengan baik. Hal ini terlihat dari indikator sebagai berikut:
1) Kelompoktani tersebut rutin mengadakan bimbingan dan pelatihan, sehingga
telah memenuhi perannya sebagai wahana belajar-mengajar dan media transfer
teknologi, 2) Sebagai satu-satunya kelembagaan tani di desa tersebut,
Kelompoktani Harapan Mulya berperan sebagai penyedia sarana produksi,
penampung, serta pengolah hasil. Sebagai hasilnya, menurut hasil analisis dengan
menggunakan R/C ratio, pendapatan petani anggota lebih tinggi dibandingkan
dengan petani non-anggota. Bahkan, menurut Septian (2010), produktivitas petani
anggota lebih tinggi dibandingkan dengan petani non-anggota, sebagai akibat dari
adanya bimbingan dan penyuluhan dari kelompoktani. Meskipun demikian,
kendala utama yang dihadapi oleh kelompoktani adalah dalam hal permodalan
serta ketiadaan sarana angkutan hasil panen.
Studi terkait peranan kelompoktani terhadap upaya peningkatan kemampuan
petani lada dalam pengambilan keputusan usahatani di Kecamatan Loa Janan,
Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur, memberikan hasil bahwa tingkat
kemampuan petani dalam pengambilan keputusan adopsi terhadap inovasi dalam
usahatani lada masih rendah (Ramdhani 2002). Pada penelitian tersebut, indikatorindikator yang dijadikan sebagai tolak ukur bagi peran kelompoktani sebagai
wahana belajar mengajar antara lain: 1) keaktifan anggota kelompok, 2)
kesesuaian materi dengan kebutuhan belajar, 3) keragaman informasi sebagai
materi belajar, dan 4) tingkat interaksi anggota (diskusi) dalam belajar-mengajar.

10
Sementara itu, terdapat empat indikator sebagai tolak ukur bagi peran
kelompoktani sebagai wadah kerjasama, yaitu: 1) perencanaan usahatani secara
kelompok, 2) kerjasama anggota dalam pemecahan masalah bersama, 3)
pemenuhan kebutuhan sarana-prasarana usahatani, 4) manfaat kelompoktani bagi
anggota. Rendahnya peran kelompoktani terhadap upaya peningkatan kemampuan
petani lada dalam pengambilan keputusan usahatani di Kecamatan Loa Janan,
menurut Ramdhani (2002), dikarenakan kelompoktani belum mampu
menjalankan perannya sebagai wahana belajar-mengajar dan wahana kerjasama
dengan baik. Hal ini terbukti dengan nilai skor yang rendah. Selain itu, dukungan
faktor eksternal, seperti ketersediaan informasi dan keterjangkauan petani
terhadap sarana produksi, juga turut berpengaruh terhadap kemampuan petani lada
dalam pengambilan keputusan adopsi terhadap inovasi.
Dari studi-studi yang telah dilakukan terhadap berbagai jenis komoditas
hortikultura dan tanaman perkebunan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peranan
kelompoktani atau gapoktan pada usahatani yang dijalankan oleh petani anggota
masih terkendala. Kendala yang paling umum ditemui adalah: 1) Kurangnya
modal, 2) Terbatasnya sumberdaya manusia, khususnya dalam hal pengalaman
dan pengetahuan, dan 3) Tujuan individu dan kelompok yang tidak selalu sejalan
(Saptana et.al. 2006). Kelompoktani masih harus meningkatkan peranannya
sebagai wahana belajar-mengajar dan kerjasama, serta meningkatkan pelayanan di
bidang pemasaran.

Gambaran Usahatani Sayuran Indigenous
Secara umum, terdapat tiga golongan tanaman berdasarkan biogeografisnya,
yaitu indigenous (native) plants, alien plants, dan invader plants (Collins 2001).
Tanaman indigenous merupakan tanaman asli dari suatu daerah, atau tanaman
introduksi yang telah beradaptasi dengan sangat baik pada daerah tersebut
sehingga memiliki ciri khas lokal yang tidak terdapat pada daerah lain. Beberapa
jenis tanaman indigenous telah dibudidayakan oleh masyarakat lokal sejak zaman
dahulu, dari generasi ke generasi, baik sebagai tanaman obat maupun bahan
pangan (sayur-sayuran).
Sayuran indigenous merupakan bagian dari tanaman asli daerah yang telah
banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu atau sayuran introduksi
yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu.
Sayuran jenis ini biasa ditanam di pekarangan rumah tangga atau di pinggir kebun
sebagai tanaman sampingan, meskipun ada juga yang menanamnya untuk tujuan
komersial. Suryadi (2004) membagi sayuran indigenous ke dalam tiga kategori,
yaitu: sayuran daun (seperti kemangi, katuk, dan kenikir), sayuran buah (seperti
paria, gambas, leunca, dan labu siam), dan sayuran polong (seperti kecipir dan
koro roay).
Pengusahaan sayuran indigenous dalam skala komersial belum umum
diterapkan di Indonesia, diduga akibat sifatnya yang erat dengan budaya dan
kebiasaan masyarakat serta kondisi geografis tempat asal sayur-sayuran tersebut
tumbuh. Tidak semua jenis sayuran indigenous dapat ditemukan dengan mudah di
daerah lain, meskipun masih berada dalam cakupan wilayah yang sama. Selain itu,
sifat biologis sayuran indigenous yang adaptif menyebabkan sayuran ini memiliki

11
keragaman morfologi yang tinggi, sehingga memiliki aksesi yang juga sangat
banyak dan beragam. Tentu saja, pengusahaan jenis sayuran ini secara komersial
akan sangat tergantung pada kebutuhan dan keinginan pasar, sehingga aksesi yang
dapat ditemui di setiap daerah bisa saja berbeda.
Sifat sayuran indigenous yang „kedaerahan‟ tersebut menyebabkan tidak
semua kalangan masyarakat dari berbagai kultur menyukai dan secara rutin
mengkonsumsi jenis sayuran tersebut. Oleh karena itu, pengusahaan sayuran
indigenous dengan tujuan komersial biasanya masih terbatas pada skala mikro
atau rumahtangga. Hal tersebut berbeda dengan sayuran-sayuran introduksi (nonindigenous) yang menjadi primadona (seperti kentang, kubis, dan wortel), yang
relatif lebih mudah ditemui di setiap wilayah di Indonesia. Dampaknya, jika
ditinjau secara agregat, „pamor‟ sayuran indigenous masih kalah dibandingkan
dengan sayuran-sayuran mayor tersebut. Padahal, secara teknis pengusahaan
sayuran indigenous memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan sayuran nonindigenous.
Purnell (2001) mengungkapkan, beberapa keunggulan pengusahaan sayuran
indigenous dibandingkan dengan pengusahaan sayuran non-indigenous adalah: 1)
sayuran indigenous telah beradaptasi dengan sangat baik, sesuai dengan topografi
dan keadaan tanah suatu wilayah, 2) memiliki variasi genetik lokal yang masingmasing bersifat unik, 3) sebagai identitas lokal dari suatu wilayah, 4) menjaga
keseimbangan ekologis, 5) sebagai habitat dari beberapa spesies hewan yang
membutuhkan tempat berlindung maupun sumber makanan, 6) dapat berkembang
biak secara natural, tanpa bantuan manusia, 7) persisten, 8) lebih tahan terhadap
hama dan penyakit, serta 9) dapat mengontrol gulma. Lebih jauh, Purnell (2001)
berpendapat, nilai-nilai dari sayuran indigenous tersebut terkadang masih kurang
dianggap penting oleh masyarakat, dan salah satu cara untuk meningkatkan
manfaatnya adalah dengan mengintegrasikan nilai-nilai tersebut ke dalam
sustainable land management. Sayuran-sayuran lokal ini harus dilindungi, tidak
hanya sebagai sumber plasma nutfah yang menyimpan kearifan lokal, tetapi juga
sebagai dasar bagi lingkungan yang lebih sehat dan sustain.
Menurut Soetiarso (2010), yang menjadi kendala dalam usahatani sayuran
indigenous di Indonesia diantaranya adalah: 1) kurangnya benih yang dibutuhkan,
terutama benih yang telah bersertifika