Analisis Efisiensi Usahatani Ubi Jalar Di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS EFISIENSI USAHATANI UBI JALAR

DI DESA CIARUTEUN UDIK, KECAMATAN

CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

ENTIN FEBRIANA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efisiensi Usahatani Ubi Jalar di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Entin Febriana NIM H44100066


(4)

(5)

ABSTRAK

ENTIN FEBRIANA. Analisis Efisiensi Usahatani Ubi Jalar di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Ubi jalar adalah salah komoditas yang dapat dipilih dalam upaya diversifikasi pangan karena memiliki berbagai keunggulan, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan produktivitasnya. Namun, di Desa Ciaruteun Udik sebagai sentra budidaya ubijalar, produktivitas ubi jalar terkendala pada kurangnya pengetahuan petani akan penggunaan input yang efisien membuat produksi yang dihasilkan sulit untuk ditingkatkan, sehingga perlunya dilakukan penelitian tentang penggunaan input yang efisien agar petani dapat meningkatkan hasil produksinya. Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi dianalisis dengan fungsi produksi Cobb-Douglas dan diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi ubi jalar secara nyata dan positif pada selang kepecayaan 95 persen adalah lahan, pupuk urea dan tenaga kerja. Skala usahatani ubi jalar di Desa Ciaruteun Udik berada pada daerah Constant Return to Scale. Hal ini ditunjukkan dari total nilai elastisitas produksi yang berada diantara 0-1. Penggunaan faktor produksi seperti lahan, pupuk urea dan tenaga kerja belum efisien secara ekonomi karena rasio NPM-BKM yang tidak sama dengan satu. Faktor produksi lahan dan pupuk urea memiliki rasio NPM-BKM lebih besar dari satu, artinya faktor-faktor produksi tersebut perlu ditambah jumlah penggunaannya agar efisien secara ekonomi. Sedangkan faktor produksi tenaga kerja mempunyai rasio NPM-BKM yang lebih kecil dari satu artinya penggunaan tenaga kerja perlu dikurangi karena penggunaannya sudah berlebih dan tidak efisien secara ekonomi.


(6)

ABSTRACT

ENTIN FEBRIANA. Production Efficiency Analysis of Sweet Potato Farm in the Village of Ciaruteun Udik, Cibungbulang Subdistrict, Bogor Regency. Supervised by ADI HADIANTO.

Sweet potato is one of the chosen comodity for food diversification program which has many superiority so its productivity needs to be increased, but in Ciaruteun Udik Village as a central of sweet potato production, the productivity meets the problem. It is lack of the knowledge of the efficient combinations of inputs utilization amoung farmers. This research is trying to know further about the efficient combinations of its inputs utilization. The production factor was analyzed by using Cobb-Douglas production function and was estimated by Ordinary Least Square (OLS) method. It is obtained that the significant and positive influencing factors are land, ureas, and labours. The scale of this sweet potato cultivation is on Constant Return to Scale area with the number of production elasticity is about 0-1. Both of the number of NPM-BKM ratio for land and ureas are more than one. It shows the number of its utilization needs to be increased. In contradiction, the number of NPM-BKM ratio for labours are less than one that indicates the use of those inputs need to be decreased.

Keywords: Cobb-Douglas production function, economic efficiency analysis, sweet potato


(7)

ANALISIS EFISIENSI USAHATANI UBI JALAR

DI DESA CIARUTEUN UDIK, KECAMATAN

CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

ENTIN FEBRIANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah Ekonomi Pertanian, dengan judul Analisis Efisiensi Usahatani Ubi Jalar di Desa Ciaruteun Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan dan saran kepada penulis selama penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua terkasih Bapak Jhonny Manullang dan Ibu Nursahada Tambunan serta Veronika kakak dari penulis, Rian dan Jefri Samuel adik-adik penulis atas segala doa, semangat, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Eros Kusniawati selaku Kepala Desa Ciaruteun Udik dan Bapak Asep selaku Sekretaris Desa Ciaruteun Udik beserta Staf Pegawai Kantor Desa Ciaruteun Udik atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang telah diberikan.

Selain itu, penulis menyampaikan terimakasih atas segala dukungan kerjasama dan semangatnya dari teman-teman satu bimbingan Fikri Annuriyyah, Rita Pajarwati, Esya Shadrina Rahmaputri, Atika Dewi, Ayu Amalia, Niki Nurul, Dwi Widya Saputra, Nurul Puspita dan Shiraz Fayeza Izzany, sahabat-sahabat terbaik Shara Santa Yolene Tobing, Titin Martina Carolina Marpaung, Emelia Brenda Elizabeth Sitorus, Frisca Angelia Simamora, Andreas Hasiholan Hutahaean, Anggriani Oktavia Sitanggang, dan Yenni Panjaitan serta rekan-rekan ESL 47 IPB, dan KPA PMK IPB khususnya angkatan 47.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014


(12)

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Karakteristik Ubi Jalar ... 10

2.2 Budidaya Ubi Jalar ... 10

2.3 Faktor-Faktor Produksi Usahatani ... 14

2.4 Fungsi Produksi... 15

2.5 Efisiensi Produksi ... 17

2.6 Penelitian Terdahulu ... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 24

3.1 Kerangka Teoritis ... 24

3.1.1 Konsep Fungsi Produksi ... 24

3.1.2 Elastisitas Poduksi ... 27

3.1.3 Konsep Efisiensi Ekonomi ... 28

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 29

IV. METODE PENELITIAN ... 31

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 31

4.3 Metode Pengambilan Sampel... 31

4.4 Metode Analisis Data ... 32

4.4.1 Analisis Fungsi Produksi ... 32


(14)

4.4.2.1 Uji Statistik ... 33

4.4.2.1.1 Koefisien Determinasi (R-squred) ... 33

4.4.2.1.2 Uji Statistik-F ... 33

4.4.2.1.3 Uji Statistik-t ... 34

4.4.2.2 Uji Ekonometrika ... 34

4.4.2.2.1 Uji Normalitas ... 34

4.4.2.2.2 Uji Multikolinearitas ... 35

4.4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 35

4.4.3 Analisis Efisiensi Ekonomi ... 35

4.4.4 Definisi Operasional ... 36

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 38

5.1 Keadaan Umum ... 38

5.2 Keadaan Demografi ... 39

5.3 Keadaan Ekonomi ... 40

5.4 Karakteristik Responden Petani ... 41

5.4.1 Karakteristik Umum Responden Petani Ubi Jalar ... 41

5.4.1.1 Umur Petani ... 41

5.4.1.2 Pendidikan Formal dan Non Formal Petani ... 42

5.4.1.3 Status Usahatani dan Status Kelompok Tani ... 43

5.4.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga Petani ... 44

5.4.1.5 Pengalaman Usahatani Ubi jalar ... 45

5.4.1.6 Status Kepemilikan dan Penguasaan Lahan ... 45

5.4.1.7 Luas Lahan ... 46

5.4.2 Karakteristik Usahatani Ubi Jalar ... 47

5.4.2.1 Gambaran Umum Usahatani Ubi Jalar ... 47

5.4.2.2 Penggunaan Sarana Produksi (Input) ... 48

5.4.2.3 Hasil Produksi Usahatani Ubi Jalar ... 50

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

6.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar ... 51

6.1.1 Analisis Skala Usaha ... 60

6.2 Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Ubi Jalar ... 61


(15)

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

7.1 Kesimpulan ... 68

7.2 Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 75


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Gizi dalam 100 Gram Beras, Jagung, dan Ubi Jalar ... 2

2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar di Indonesia Tahun 2009-2013 ... 3

3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar pada Sentra Produksi Tahun 2013* ... 4

4. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2013 ... 5

5. Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Provinsi di Kabupaten Bogor Tahun 2008-2012 ... 5

6. Produktivitas Ubi Jalar di Sentra Ubi Jalar Kabupaten Bogor Tahun 2008-2012 (Ton/Ha) ... 6

7. Konsumsi Ubi Jalar Perkapita di Kabupaten Bogor Tahun 2011-2013 ... 7

8. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya ... 18

9. Penelitian Terdahulu ... 20

10. Matriks Penelitian ... 32

11. Luas Wilayah Menurut Tata Guna Lahan Desa Ciaruteun Udik Tahun 2013 ... 39

12. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Desa Ciaruteun Udik Tahun 2013 ... 39

13. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Ciaruteun Udik Tahun 2013 ... 40

14. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Ciaruteun Udik Tahun 2013 ... 40

15. Sebaran Petani Ubi Jalar Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 41

16. Sebaran Petani Ubi Jalar Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal... 42

17. Sebaran Petani Ubi Jalar Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Non Formal ... 42

18. Sebaran Petani Ubi Jalar Responden Berdasarkan Status Usahatani Ubi Jalar... 43

19. Sebaran Petani Ubi Jalar Responden Berdasarkan Status dalam Kelompok Tani ... 44

20. Sebaran Petani Ubi Jalar Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga ... 44

21. Sebaran Petani Ubi Jalar Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Ubi Jalar... 45


(17)

22. Sebaran Petani Ubi Jalar Responden Berdasarkan Status Kepemilikan

Lahan dan Penguasaan Lahan ... 46

23. Sebaran Petani Ubi Jalar Responden Berdasarkan Luas Lahan ... 46

24. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Ubi Jalar ... 51

25. Rasio Nilai Produksi Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal dari Produksi Usahatani Ubi Jalar Desa Ciaruteun Udik ... 61

26. Perhitungan Jumlah Input Optimal dengan Jumlah Aktual Rata-rata Penggunaan Input Usahatani Ubi Jalar Desa Ciaruteun Udik ... 65

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi ... 27

2. Alur Pemikiran Operasional... 30

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar ... 75

2. Uji Normalitas Produksi Ubi Jalar ... 76

3. Uji Heteroskedastisitas Produksi Ubi Jalar ... 77

4. Grafik Analisis Regresi dalam Model Fungsi Produksi Ubi Jalar ... 78

5. Output Optimal ... 79

6. Perhitungan Rasio NPM dan BKM... 80

7. Produksi Usahatani Ubi Jalar di Desa Ciaruteun Udik ... 82

8. Produksi per Hektar Usahatani Ubi Jalar di Desa Ciaruteun Udik ... 83

9. Harga Input dan Output Usahatani Ubi Jalar di Desa Ciaruteun Udik ... 84


(18)

(19)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi untuk dapat bertahan hidup dan dalam pemenuhannya menjadi hak asasi setiap manusia (Hafsah, 2004). Dalam mencapai pemenuhan pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) mempunyai program prioritas pada tahun 2010-2014 yaitu: 1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, 2) peningkatan diversifikasi pangan, 3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, 4) peningkatan kesejahteraan petani (Kementan, 2010). Menurut data Badan Pusat Statistik (2012) pada tahun 2010, jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.6 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun selama periode tahun 2000-2010 sebesar 1.49 persen dan diperkirakan pada tahun 2014 ini penduduk Indonesia mencapai 240 juta jiwa. Adanya peningkatan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya, akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan pangan, sehingga pemenuhan kebutuhan pangan ini harus diperhatikan karena permintaannya yang akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang.

Pada umumnya, pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap sumber karbohidrat, sangat bergantung pada beras. Padahal untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat selain dari beras, dapat diperoleh dari jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Ubi jalar menjadi salah satu komoditas pangan dalam mewujudkan diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan bukan hanya utuk mengurangi ketergantungan pada beras, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan gizi lainnya agar terpenuhi dengan seimbang (Hafsah, 2004). Alasan dipilihnya ubi jalar dalam program diversifikasi pangan, selain untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat, ubi jalar juga memiliki berbagai kandungan nutrisi lainnya. Berbagai nutrisi yang terkandung dalam ubi jalar dibandingkan tanaman pangan lainnya, dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tabel, dapat dilihat bahwa dibandingkan dengan komoditas jagung, komoditas ubi jalar masih lebih baik untuk menggantikan beras, karena kandungan nutrisi yang dikandung oleh ubi jalar, masih lebih banyak jika dibandingkan dengan jagung. Selain itu, ubi jalar memiliki kandungan nutrisi yang juga dimiliki oleh beras, sehingga ubi jalar bisa menjadi komoditas substitusi dari komoditas beras.


(20)

Tabel 1. Kandungan Gizi dalam 100 Gram Beras, Jagung, dan Ubi Jalar

No Zat Makanan Beras Jagung Ubi Jalar

Putih

Ubi Jalar Oranye

1 Kalori (kal) 360.00 355.00 123.00 123.00

2 Protein (g) 6.80 9.20 1.80 1.80

3 Lemak (g) 0.70 3.90 0.70 0.70

4 Karbohidrat (g) 78.90 73.70 27.90 27.90

5 Zat Kapur (mgr) 6.00 10.00 - -

6 Phospor (mgr) 140.00 256.00 49.00 49.00

7 Zat Besi (mgr) 0.80 2.40 0.70 0.70

8 Vitamin-A (SI) 0.26 - 60.00 7 700.00

9 Vitamin-C (mgr) 0.12 - 22.00 22.00

10 Vitamin B1 (mgr) - - 0.90 0.90

11 Kalsium (gram) - - 30.00 30.00

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)

Komoditas ubi jalar sudah lama dikenal dan dibudidayakan secara turun-temurun oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun, dahulu ubi jalar dipandang rendah dan dianggap sebagai komoditas inferior oleh sebagian masyarakat yang mempunyai pendapatan tinggi, sehingga pengembangan budidaya jalar masih sering diabaikan. Tetapi belakangan ini pandangan bahwa ubi jalar merupakan produk inferior dan terabaikan, sedikit demi sedikit mulai berubah menjadi lebih terarah. Hal ini dikarenakan adanya permintaan ubi jalar yang semakin meningkat, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk yang besar, berkembangnya industri pengolahan bahan makanan berbahan baku ubi jalar dan berkembangnya industri pakan ternak, serta meningkatnya permintaan pasar, baik pasar domestik maupun pasar ekspor (Saleh et al. 2008). Permintaan akan ubi jalar dipastikan akan terus mengalami peningkatan sehingga ubi jalar dapat menjadi komoditas unggulan di masa depan.

Tidak hanya karena kandungan gizi dan peluang pemanfaatannya saja, ubi jalar merupakan tanaman pangan yang cocok dikembangkan di wilayah Indonesia dan hasilnya mudah disimpan, serta memiliki produktivitas yang tinggi, sehingga ubi jalar dapat dikembangkan lebih jauh lagi khususnya untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia (Hafsah, 2004).

Meskipun ubi jalar memiliki berbagai keunggulan, menurut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2011), upaya peningkatan produksi ubi jalar masih menghadapi berbagai kendala dan permasalahan yang


(21)

terkait dengan perubahan lingkungan, seperti: (a) perubahan iklim global, (b) semakin menyusutnya lahan pertanian subur, (c) meningkatnya harga bahan bakar minyak yang akan berdampak pada peningkatan harga sarana produksi, serta (d) globalisasi dan pasar bebas. Salah satu yang menjadi permasalahan dalam peningkatan produksi ubi jalar adalah terjadinya penurunan luas areal akibat alih fungsi lahan menjadi lahan pemukiman, lahan industri atau komoditas lain yang lebih prospektif (Widodo dan Rahayuningsih, 2009).

Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi tanaman ubi jalar di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Pada tahun 2009-2013, luas areal panen ubi jalar berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung mengalami penurunan. Adanya penurunan luas panen dan produksi disebabkan terjadinya alih fungsi lahan pada lahan-lahan yang subur, sehingga luas panen dan produksi ubi jalar berfluktuasi yang cenderung mengalami penurunan. Namun produktivitas ubi jalar setiap tahunnya mengalami peningkatan. Meskipun produktivitas ubi jalar mengalami peningkatan, namun produktivitas ubi jalar nasional periode tahun 2009-2013 masih rendah, hanya sekitar 12.60 ton per hektar (Badan Pusat Statistik, 2014a). Menurut Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (2005), dengan menggunakan varietas unggul dan teknologi budidaya yang maju, baik penanaman secara monokultur maupun tumpangsari dengan jagung atau tanaman kacang-kacangan, produktivitas ubi jalar dapat mencapai 25-40 ton per hektar.

Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar di Indonesia Tahun 2009- 2013

Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas

(Ton/Ha) Produksi (Ton)

Laju Produksi (%)

2009 183 874.00 11.19 2 057 913.00

2010 181 073.00 11.33 2 051 046.12 -0.33

2011 178 121.00 12.33 2 196 033.00 7.07

2012 178 295.00 13.93 2 483 460.00 13.09

2013* 166 332.00 14.23 2 366 410.00 -4.71

Rata-rata 177 539.00 12.60 2 230 972.42 3.78

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014b Keterangan : *angka sementara

Jika memang ubi jalar dapat menjadi salah satu komoditas yang dapat diandalkan dalam pemenuhan pangan di Indonesia, maka pengembangan budidaya ubi jalar baik dari segi kualitas maupun kuantitas perlu dilakukan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan budidaya ubi jalar.


(22)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alokasi sumberdaya dan kombinasi-kombinasi input dalam usahatani budidaya ubi jalar agar petani dapat meningkatkan hasil produksinya.

1.2 Perumusan Masalah

Keunggulan dan potensi dari ubi jalar seperti kandungan gizi, pilihan untuk program diversifikasi pangan, permintaan yang terus meningkat untuk konsumsi maupun kebutuhan industri pangan, dan kemampuan beradaptasi dengan baik saat musim hujan atau musim kemarau adalah alasan mengapa sebaiknya produksi ubi jalar ditingkatkan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas agar dapat memenuhi kebutuhan pangan.

Di Indonesia, sentra produksi ubi jalar terbesar nasional pada tahun 2013 adalah Jawa Barat yang memiliki kontribusi 19.92 persen, Jawa Timur berkontribusi sebesar 16.56 persen, Papua 14.83 berkontribusi sebesar persen, Jawa Tengah berkontribusi sebesar 7.84 persen dan Sumatera Utara berkontribusi sebesar 5.91 persen dari produksi nasional. Kontribusi total dari kelima sentra ubi jalar tersebut terhadap produksi nasional menyumbang sebesar 65.06 persen. Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki produksi tertinggi, namun produktivitas hanya sebesar 17.82 ton per hektar masih dibawah Jawa Timur dan Jawa Tengah yang besarnya masing-masing 21.07 ton per hektar dan 17.98 ton per hektar.

Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar pada Sentra Produksi Ubi Jalar Tahun 2013*

Provinsi Luas Panen (Ha)* Produktivitas (Ton/Ha)*

Produksi

(Ton)* Persentase (%)

Jawa Barat 26 443.00 17.82 471 344.00 19.92

Jawa Timur 18 596.00 21.07 391 807.00 16.56

Papua 30 178.00 11.63 351 028.00 14.83

Jawa Tengah 10 323.00 17.98 185 605.00 7.84

Sumatera Utara 11 154.00 12.54 139 890.00 5.91

Lain-lain 69 638.00 11.87 826 736.00 34.94

Total 166 332.00 92.92 2 366 410.00 100

Rata-rata 27 722.00 15.49 394 401.67 16.67

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014c Keterangan : *angka sementara


(23)

Pada Tabel 4, terlihat bahwa Jawa Barat sebagai salah satu sentra produksi ubi jalar mengalami penurunan luas areal panen ubi jalar selama periode tahun 2009-2013. Hal ini berdampak terhadap produksi ubi jalar yang mengalami trend penurunan meskipun produktivitasnya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata produktivitas ubi jalar di Jawa Barat pada tahun 2009-2013 mencapai 15.61 ton per hektar.

Tabel 4. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2013

Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas

(Ton/Ha) Produksi (Ton) Laju Produksi (%)

2009 33 387.00 14.07 469 646.00

2010 30 073.00 14.33 430 998.00 -8.23

2011 27 931.00 15.37 429 378.00 -0.38

2012 26 531.00 16.46 436 577.00 1.68

2013* 26 443.00 17.82 471 344.00 7.96

Total 144 365.00 78.05 2 237 943.00 1.04

Rata-Rata 28 873.00 15.61 447 588.60 0.26

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014d Keterangan : *angka sementara

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang menjadi penghasil ubi jalar di Jawa Barat. Daerah ini sangat berpotensi untuk mengembangkan budidaya ubi jalar yang didukung oleh keadaan wilayah, dan cuacanya. Dapat dilihat pada Tabel 5, luas tanam, luas panen dan produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor mengalami fluktuasi, sedangkan produktivitas ubi jalar terus meningkat. Hal ini disebabkan adanya budidaya ubi jalar yang semakin baik. Rata-rata produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor selama periode tahun 2008-2012 adalah sebesar 14.54 ton per hektar.

Tabel 5. Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar di Kabupaten Bogor Tahun 2008-2012

Tahun Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) Produksi (Ton) Laju Produksi (%)

2008 4 174.00 4 040.00 14.19 57 311.00

2009 3 924.00 3 868.00 14.27 55 195.00 -3.69

2010 3 702.00 3 961.00 14.56 57 677.00 4.50

2011 3 600.00 3 433.00 14.73 50 558.00 -12.34

2012 3 690.00 3 764.00 14.95 56 255.00 11.27

Rata-rata 3 818.00 3 813.20 14.54 55 399.20 -0.07


(24)

Kabupaten Bogor memiliki 40 wilayah kecamatan yang menghasilkan ubi jalar. Pada Tabel 6 terlihat bahwa 3 kecamatan yang menjadi sentra produksi dari Kabupaten Bogor selama periode tahun 2008-2012 adalah Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Ciampea, dan Kecamatan Tenjolaya. Namun dari 3 kecamatan tersebut, produksi tertinggi berasal dari Kecamatan Cibungbulang.

Tabel 6. Produksi Ubi Jalar di Sentra Ubi Jalar Kabupaten Bogor Tahun 2008-2012 (Ton)

No Kecamatan 2008 2009 2010 2011 2012

1 Cibungbulang 8 822.00 7 788.00 8 622.00 11 580.00 17 762.00 2 Ciampea 8 567.00 9 886.00 7 342.00 2 590.00 3 406.00 3 Tenjolaya 8 732.00 5 951.00 3 446.00 5 910.00 5 396.00 4 Lain-lain 31 190.00 31 570.00 38 267.00 30 478.00 29 691.00 Total 57 311.00 55 195.00 57 677.00 50 558.00 56 255.00 Rata-rata 14 327.75 13 798.75 14 419.25 12 639.50 14 063.75

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2013

Salah satu daerah penghasil ubi jalar di Kecamatan Cibungbulang yaitu Desa Ciaruteun Udik. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh Desa Ciaruteun Udik, membuat masyarakat menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, khususnya ubi jalar. Selain karena perawatannya yang cukup mudah, petani memilih untuk mengusahakan ubi jalar karena lebih cepat panen dibandingkan menanam ubi kayu. Namun dalam menjalankan usahatani ubi jalar, produksi yang dihasilkan masih sulit untuk ditingkatkan padahal usahatani ini didukung oleh luas areal dan kondisi alamnya. Hal ini terlihat dari panen yang dihasilkan relatif konstan bahkan cenderung mengalami penurunan produksi. Selain itu, ubi jalar adalah pilihan komoditas yang tepat dikembangkan di Desa Ciaruteun Udik karena meskipun banyaknya saluran irigasi yang rusak, ubi jalar memiliki sifat ketahanannya yang dapat beradaptasi dengan baik meskipun hanya mengandalkan air hujan. Selain itu, alasan petani membudidayakan ubi jalar adalah karena harganya lebih tinggi dan panennya lebih cepat dibandingkan dengan komoditas ubi kayu, serta adanya peningkatan permintaan konsumsi ubi jalar di Kabupaten Bogor.

Permintaan konsumsi ubi jalar di Kabupaten Bogor mengalami fluktuasi. Dapat dilihat pada Tabel 7, bahwa tingkat konsumsi ubi jalar per kapita pada tahun 2012 menurun 0.84 kg per tahun dari tahun 2011, yang disebabkan masih tingginya konsumsi beras dibandingkan konsumsi ubi jalar. Namun pada tahun


(25)

2013, konsumsi ubi jalar per kapita meningkat sebesar 2.21 kg per tahun dari tahun 2012. Hal ini disebabkan adanya program diversifikasi pangan yang mulai dilakukan dengan mengkonsumsi sumber karbohidrat yang lain seperti ubi jalar, serta adanya penganekaragaman produk olahan ubi jalar yang semakin menarik masyarakat untuk mengkonsumsi ubi jalar.

Tabel 7. Konsumsi Ubi Jalar Perkapita di Kabupaten Bogor Tahun 2011-2013

Tahun Konsumsi gram/kap/hari Konsumsi kg/kap/tahun

2011 6.38 2.33

2012 4.14 1.49

2013 10.1 3.7

Sumber : BKP5K Kabupaten Bogor, 2013

Upaya untuk memenuhi permintaan ubi jalar di Kabupaten Bogor, diperlukan adanya peningkatan produksi untuk menjaga ketersediaan suplai ubi jalar. Salah satu caranya adalah mendorong peningkatan produksi dalam budidaya ubi jalar di Kabupaten Bogor. Adanya peningkatan produksi ubi jalar sangat diharapkan terutama di wilayah yang menjadi sentra produksi di Kabupaten Bogor, yaitu salah satunya di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang. Namun dalam mewujudkan peningkatan produksi, kurangnya pengetahuan petani akan penggunaan input yang efisien, membuat produksi yang dihasilkan sulit untuk ditingkatkan, sehingga perlunya dilakukan penelitian tentang penggunaan input yang efisien agar petani dapat meningkatkan hasil produksinya, yang harapannya akan meningkatkan penerimaan petani sehingga usahatani budidaya ubi jalar dapat terus berkelanjutan, dan program diversifikasi pangan melalui komoditas ubi jalar, khususnya di Kabupaten Bogor dapat terwujud.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, supaya petani dapat mengoptimalkan penggunaan input, karena dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, maka dapat diketahui penggunaan input yang optimal agar tercapainya efisiensi penggunaan input. Kemudian dengan diketahuinya penggunaan kombinasi input yang tepat, maka dapat diketahui pula produksi yang optimal, sehingga petani dapat lebih mengembangkan usahatani ubi jalar.


(26)

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani ubi jalar di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana tingkat efisiensi produksi usahatani ubi jalar di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani ubi jalar

di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis efisiensi produksi usahatani ubi jalar di Desa Ciaruteun Udik,

Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Sebagai bahan informasi kepada petani ubi jalar sehingga dapat melakukan usaha-usaha perbaikan guna meningkatkan pendapatannya.

2. Sebagai tambahan informasi dan masukan bagi Pemerintah daerah, Dinas Pertanian dan penyuluh dalam upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian terutama menyangkut ubi jalar.

3. Sebagai bahan rujukan bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut pada bidang yang sama.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah batasan-batasan dalam penelitian. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Usahatani ubi jalar yang diteliti adalah usahatani ubi jalar di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

2. Komoditas ubi jalar yang diteliti dalam penelitian ini adalah ubi jalar secara umum bukan ubi jalar dengan jenis dan kualitas tertentu.


(27)

3. Penelitian yang dilaksanakan didasarkan pada data musim tanam terakhir tahun 2013.

4. Penelitian yang dilakukan hanya meliputi analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ubi jalar dan efisiensi secara ekonomis.

5. Harga yang digunakan sebagai acuan merupakan harga ubi jalar saat dilakukannya penelitian.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Ubi Jalar

Tanaman ubi jalar memiliki nama latin Ipomoea batatas L. Tanaman ini sejak tahun 1960-an sudah meluas ditanam di seluruh kepulauan Indonesia. Menurut ahli botani Rusia Nikolai Ivanovich Vavilov, tanaman ini berasal dari Amerika Tengah dan menyebar pada daerah-daerah tropis di dunia. Pertama kali tanaman ini tersebar ke Spanyol dan melalui perantara orang Spanyol ini ubi jalar menyebar ke kawasan Asia terutama Filipina, Jepang dan Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, ubi jalar digunakan sebagai pakan ternak, bahan baku industri maupun komoditas ekspor (Hafsah, 2004).

2.2 Budidaya Ubi Jalar

Menurut Hafsah (2004), untuk menghasilkan ubi jalar yang berkualitas baik, budidaya ubi jalar dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur seperti dibawah ini:

1. Persyaratan Iklim

Di daerah tropis, ubi jalar dapat ditanam pada berbagai ketinggian, mulai dari 0 m-3 000 m diatas permukaan laut (dpl). Pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2 000 m dpl, ubi jalar dipanen pada umur 6 bulan atau bahkan lebih. Tanaman ubi jalar membutuhkan curah hujan 750 mm-1 500 mm per tahun dengan temperatur antara 210C-270C. Cuaca yang kering sangat sesuai untuk pembentukan dan perkembangan ubi. Namun pada kondisi kekeringan yang panjang, ubi jalar tidak mampu bertahan. Kekeringan dapat memicu terjadinya serangan hama, sehingga apabila terjadi kemarau panjang, kerusakan pada ubi jalar akan semakin parah (Hafsah, 2004).

2. Penggunaan Varietas Unggul

Penggunaan varietas unggul sangat penting untuk meningkatkan produktivitas, produksi, dan kualitas hasil dari ubi jalar itu sendiri. Varietas unggul ubi jalar memiliki kriteria sebagai berikut:

a. Produktivitasnya tinggi, memiliki daya hasil diatas 25 ton per hektar b. Daya adaptasinya luas atau stabil pada berbagai tekanan lingkungan


(29)

c. Masa panen pendek, antara 4-5 bulan d. Memiliki rasa manis

e. Umbi memiliki kandungan serat kasar rendah f. Umbi memiliki kandungan gizi tinggi

g. Karakter tanaman sesuai dengan kebutuhan industri

Di Indonesia penciptaan varietas unggul baru, mengacu pada kebutuhan/preferensi konsumen sekaligus dapat mentolerir kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, baik dari segi abiotik maupun biotik. Varietas yang dibudidayakan berbeda untuk setiap daerah yang berbeda kondisi tanah dan iklimnya (Hafsah, 2004).

3. Pembibitan

Bibit/stek ubi jalar yang baik dapat diperoleh melalui perbanyakan, biasanya secara vegetatif berupa stek batang atau stek pucuk. Perbanyakan tanaman dari stek pucuk atau batang sebaiknya sampai 3-5 generasi. Setelah itu, perbanyakan diperbaharui dengan menanam atau menunaskan umbi untuk perbanyakan (Hafsah, 2004).

4. Pengolahan Tanah

Hampir semua jenis tanah pertanian cocok untuk budidaya ubi jalar. Jenis tanah yang baik adalah gembur, banyak mengandung bahan organik, dan mempunyai pH tanah 5.5-7.5. Tanah diolah dengan cangkul atau bajak hingga gembur. Tanah dibiarkan kering angin (terbuka) selama minimal satu minggu. Kemudian dibuat guludan-guludan dengan ukuran lebar bawah 60 cm, tinggi 35 cm. Jarak antar guludan 80 cm-100 cm, dan panjang guludan disesuaikan dengan keadaan lahan (Hafsah, 2004).

5. Penanaman

Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari untuk menghindari penguapan yang berlebihan. Jarak tanam dalam barisan berkisar 25-35 cm sedangkan jarak tanam antar barisan 100-150 cm. Jumlah bibit satu stek per lubang. Setelah bibit ditanam, tanah ditutupi dengan mulsa jerami khususnya di lahan sawah. Bibit ubi jalar dalam bentuk stek tunas, benih dalam bentuk ubi harus disemai selama satu bulan sebelum tanam. Sedangkan untuk bibit dalam


(30)

bentuk stek batang atau pucuk harus disemai 2 bulan sebelum tanam (Hafsah, 2004).

6. Pemeliharaan

a. Penyulaman dan Pengairan

Penyulaman dilakukan pada umur 3 minggu untuk mengganti tanaman yang mati, dengan mencabut bibit yang mati, kemudian diganti dengan bibit yang baru. Bibit yang digunakan berasal dari stek pucuk karena daya tumbuhnya lebih tinggi dan pertumbuhan awal lebih cepat, atau dapat juga menggunakan bibit yang sudah keluar akarnya. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari.

Ubi jalar toleran terhadap kekeringan, namun pertumbuhan akar akan menurun bila selama 60 hari pertama mengalami kekurangan air. Diperlukan pengairan tiap 10 hari selama pertumbuhan sampai 2 minggu sebelum panen untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil optimal. Hindari agar tanah tidak tergenang untuk menghindari kerusakan umbi. Ubi jalar tidak tahan pada tanah basah karena mudah terserang cendawan dan busuk. Waktu pengairan yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari (Hafsah, 2004).

b. Pemangkasan dan Pengendalian Gulma

Pemangkasan dilakukan pada tanaman yang pertumbuhannya terlalu subur dan rimbun, karena jika daun-daunnya terlalu banyak akan membuat hasil umbinya berkurang. Hasil pemangkasan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Pemberantasan gulma dilakukan 3 minggu setelah tanam vertikal kedua sisi guludan (dikepras) sehingga gulma yang tumbuh diantara guludan dapat tertimbun selama satu minggu, satu minggu kemudian tanah keprasan dikembalikan sekaligus untuk menutup pupuk. Pemberantasan gulma kedua dilakukan 8 minggu setelah tanam sekaligus melakukan pembubunan dan memutuskan akar yang tumbuh dipermukaan guludan dengan mengangkat batang utama dan cabang primer (Hafsah, 2004).


(31)

7. Pemupukan

Penanaman tanaman ubi jalar di tanah-tanah yang subur tidak memerlukan pemupukan, tetapi pada tanah yang kesuburannya kurang, untuk memperoleh hasil produksi yang tinggi pemupukan dengan pupuk baik pupuk organik maupun pupuk an-organik (buatan) sangat dianjurkan. Pupuk organik diberikan pada saat pengolahan tanah (dicampur dengan tanah) atau sekaligus sebagai mulsa dengan dosis 15-22 ton. Sedangkan penggunaan pupuk buatan harus dengan dosis pupuk yang tepat, berdasarkan hasil analisis tanah atau tanaman di daerah setempat. Dosis pupuk yang dianjurkan secara umum adalah pupuk urea 100-200 kg per hektar, pupuk KCL 100 kg per hektar dan pupuk TSP 50-70 kg per hektar (Hafsah, 2004).

8. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Pengendalian hama dan penyakit harus dilakukan secara terpadu, meliputi perbaikan kultur teknik budidaya, penggunaan bibit yang sehat, dan penggunaan pestisida yang selektif. Hama penting yang sering menyerang tanaman ubi jalar adalah penggerek batang, hama boleng atau lanas, dan tikus. Sedangkan penyakit penting yang sering menyerang tanaman ubi jalar adalah kudis atau scab, layu fusarium, virus, dan penyakit lain-lain, seperti bercak daun cercospora, busuk basah akar dan ubi serta klorosis daun (Hafsah, 2004). 9. Panen dan Pasca Panen

Menurut Wargiono dan Widodo (2003), ubi jalar dikatakan siap panen apabila daun-daun pada tajuk yang telah menutup semuanya mulai menguning. Sebaiknya ubi jalar dipanen pada sore hari atau pagi hari saat cuaca cerah atau tidak hujan. Pada umumnya waktu/umur panen tergantung pada varietas. Ubi jalar berumur pendek misal varietas Kalasan, dapat dipanen apabila telah berumur 2-3.5 bulan. Sementara varietas Daya, dapat dipanen pada umur 3.5-4 bulan. Ubi jalar berumur dalam misalnya varietas Daya, dapat dipanen pada umur 4-4.5 bulan. Panen sebaiknya tidak melebihi umurnya untuk menghindari serangan hama boleng.

Penanganan pasca panen ubi jalar biasanya ditujukan untuk mempertahankan daya simpan. Cara penyimpanan ubi jalar dapat dilakukan sebagai berikut: hasil ubi jalar yang baru dipanen disimpan di tempat gelap,


(32)

dan pada saat panen mengikut sertakan tangkai ubi yang agak panjang dan simpan tanpa membersihkan tanahnya yang melekat pada umbi terlebih dahulu. Biasanya setelah disimpan umbi akan bertunas, namun tidak mengurangi mutu umbinya, bahkan rasanya akan lebih manis dan lezat bila direbus. Umbi yang disimpan dengan cara ini akan bertahan bagus untuk dikonsumsi sampai jangka waktu kurang lebih 5 bulan. Hal yang penting diperhatikan dalam penyimpanan ubi jalar adalah melakukan pemilihan ubi yang baik, tidak ada yang rusak atau terluka dan tempat penyimpanan bersuhu rendah antara 270 C-300C dengan kelembaban udara antara 85-90 persen (Hafsah, 2004).

2.3 Faktor-Faktor Produksi Usahatani

Proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan yang dibutuhkan dapat dipenuhi. Faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu tanah, modal, tenaga kerja, dan skill atau manajemen (Soekartawi, 2003).

1. Lahan Pertanian

Tanah tidak hanya dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga dari aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah, dan dataran tinggi). Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, dan skala usaha juga akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Biasanya, semakin luas lahan yang digunakan, maka lahan tersebut semakin tidak efisien karena upaya untuk melakukan tindakan yang mengarah pada efisiensi akan berkurang. Sebaliknya pada lahan yang sempit, upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, dan penggunaan tenaga kerja cukup, sehingga usaha pertanian pada lahan yang sempit lebih efisien karena menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan produktivitas pada lahan yang lebih besar (Soekartawi, 2002). 2. Modal

Dalam kegiatan proses produksi, modal dibedakan menjadi dua, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variabel cost). Modal tetap adalah modal yang tidak habis dalam sekali proses produksi. Terdiri dari tanah, bangunan, mesin dan peralatan pertanian. Sedangkan modal tidak tetap adalah


(33)

modal yang habis dalam sekali proses produksi. Terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Besar-kecilnya modal dalam usaha pertanian dipengaruhi oleh skala usaha, macam komoditas dan tersedianya kredit (Soekartawi, 2003).

3. Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah tersedianya tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, tenaga kerja musiman, dan upah tenaga kerja. Besar-kecilnya upah tenaga kerja dipengaruhi oleh mekanisme pasar atau bekerjanya sistem pasar, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja, umur tenaga kerja, lama waktu bekerja, dan adanya tenaga kerja bukan manusia. Upah tenaga kerja dapat distandarisasi menjadi Hari Orang Kerja (HOK) atau Hari Kerja Setara Pria (HKSP) (Soekartawi,2003).

4. Manajemen

Peranan manajemen menjadi sangat penting dalam merencanakan, mengorganisasi dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi. Faktor manajemen banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha, besar-kecilnya kredit, dan macam komoditas. Semakin baik pengelolaan/manajemen suatu usaha pertanian, maka akan semakin tinggi produksi yang diperoleh serta usahatani menjadi efisien (Soekartawi, 2003).

2.4 Fungsi Produksi

Ada berbagai macam fungsi produksi yang dipergunakan oleh peneliti, seperti fungsi produksi linear, fungsi produksi kuadratik (fungsi produksi polinominal kuadratik), fungsi produksi polinominal akar pangkat dua, fungsi produksi eksponensial (fungsi Cobb-Douglas), fungsi produksi Constant Elasticity of Substitution (CES), fungsi produksi Transcendental, dan fungsi produksi Translog. Namun diantara fungsi produksi tersebut, yang umum dibahas dan paling banyak digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi, 2003).


(34)

Menurut Soekartawi (2002), fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel dependen atau Y dan varibel independen atau X). Hubungan antara Y dan X biasanya diselesaikan dengan cara regresi, yaitu variabel Y akan dipengaruhi variabel X. Ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti, yaitu:

a. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear.

b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.

c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to scale.

Sedangkan kesulitan yang umum ditemukan dalam penggunaan fungsi Cobb-Douglas adalah:

a. Spesifikasi variabel yang keliru

Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Spesifikasi yang keliru juga akan mendorong terjadinya multikolinearitas pada variabel independen yang dipakai.

b. Kesalahan pengukuran variabel

Kesalahan pengukuran variabel ini terletak pada validitas data. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah.

c. Bias terhadap variabel manajemen

Faktor manajemen merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi. Tetapi variabel ini terkadang sulit diukur dan sulit dipakai sebagai variabel independen dalam pendugaan fungsi Cobb-Douglas karena variabel ini erat hubungannya dengan penggunaan variabel independen lain. Variabel manajemen erat hubungannya dengan proses pengambilan keputusan dalam mengalokasikan variabel masukan-hasil, maka melupakan variabel ini dalam fungsi pendugaan akan menghasilkan hasil dugaan yang bias.


(35)

d. Multikolinearitas

Walaupun telah diusahakan agar besaran korelasi antara variabel independen diusahakan tidak terlalu tinggi, namun dalam praktek masalah kolinearitas ini sulit dihindarkan.

e. Data

Data tidak boleh ada yang bernilai nol atau negatif, karena logaritma dari bilangan yang bernilai nol atau negatif adalah tidak terhingga.

f. Asumsi

Bahwa teknologi dianggap netral, yang artinya intercept boleh berbeda, tetapi slope garis penduga Cobb-Douglas dianggap sama. Padahal belum tentu teknologi di daerah penelitian adalah sama. Lalu asumsi yang kedua, sampel dianggap price takers, padahal untuk sampel petani yang subsisten tidak selalu demikian.

2.5 Efisiensi Produksi

Menurut Soekartawi (2002), pengukuran efisiensi dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Efisiensi Teknis (Technical Efficiency)

Mengukur tingkat penggunaan input tertentu untuk memperoleh output yang maksimum. Suatu usahatani dikatakan lebih efisien secara teknis dari usahatani yang lain jika menggunakan input dengan jumlah yang lebih sedikit dari usahatani lain namun memperoleh output dengan jumlah yang sama besarnya atau menggunakan input dengan jumlah yang sama besarnya dengan usahatani yang lain namun memperoleh output dengan jumlah yang lebih besar, dengan asumsi input yang digunakan jenisnya sama.

2. Efisiensi Harga/Alokatif (Allocative Efficiency)

Tercapai saat petani memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya. Misalnya membeli faktor produksi pada harga yang murah, dan menjual hasil produksi saat harga relatif tinggi, dengan cara seperti itu petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga.


(36)

3. Efisiensi Ekonomi (Economic Efficiency)

Merupakan kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi harga. Tercapai saat penggunaan input sudah dapat menghasilkan keuntungan yang maksimum. Contohnya saat petani mampu meningkatkan produksinya dengan pemakaian input yang optimal dan dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan, tetapi menjual hasil produksinya dengan harga yang tinggi. Efisiensi ekonomi juga dapat dilihat saat nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input tersebut.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang dapat dijadikan referensi penelitian di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Amri (2011), Nugraha (2010), Ratih (2012), Defri (2011), Pramuji (2007), Khotimah (2010), Angelia (2011), Yuanita (2010), dan Setiani (2013). Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat dilihat pada Tabel 8. Sedangkan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Persamaan Perbedaan

1 Alfian Nur Amri (2011)

1. Tujuan: Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani.

2. Metode: Analisis fungsi produksi dengan model fungsi produksi Cobb-Douglas.

1. Komoditas. 2. Lokasi penelitian.

2 Hadi Nugraha (2010)

1. Tujuan: Menganalisis efisiensi produksi. 2. Metode: Analisis fungsi produksi dengan fungsi produksi Cobb-Douglas dan analisis efisiensi ekonomi.

1. Komoditas. 2. Lokasi penelitian.

3 Farah Ratih (2012)

1. Tujuan: Menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi produksi.

2. Komoditas.

1. Lokasi penelitian. 2. Metode: Fungsi

produksi Stochastic Frontier.

4 Karmizon Defri (2011)

1. Tujuan: Menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi produksi.

2. Metode: Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dan analisis efisiensi dengan NPM/BKM rasio.

3. Komoditas.

1. Lokasi penelitian.

5 Indra Pramuji (2007)

1. Komoditas. 1. Topik penelitian.

2. Tujuan penelitian. 3. Metode penelitian. 4. Lokasi penelitian.


(37)

Tabel 8. Lanjutan

No Peneliti Persamaan Perbedaan

6 Husnul Khotimah (2010)

1.Tujuan: Menganalisis fungsi produksi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2.Komoditas.

1.Metode: Fungsi produksi Stoshastic Frontier.

2.Tujuan penelitian: Efisiensi teknis dan pendapatan usahatani 3.Lokasi penelitian. 7 Stefani

Angelia (2011)

1.Tujuan: Menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi.

2.Metode: Analisis fungsi produksi dengan fungsi produksi Cobb-Douglas dan analisis efisiensi produksi.

1.Komoditas. 2.Lokasi penelitian.

8 Tasya Adela Yuanita (2010)

1.Tujuan: Menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi produksi.

2.Metode: Analisis fungsi produksi dengan fungsi produksi Cobb-Douglas.

1.Komoditas. 2.Lokasi penelitian.

9 Heti Setiani (2013)

1.Tujuan: Menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi produksi.

2.Metode: Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dan analisis efisiensi dengan NPM/BKM rasio.

1.Komoditas. 2.Lokasi penelitian.


(38)

Tabel 9. Penelitian Terdahulu

No Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

1 Alfian Nur Amri (2011)/ Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor)

a. Menganalisis pendapatan petani dalam usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja.

b. Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja.

1. Analisis pendapatan usahatani.

2. Analisis fungsi produksi dengan model fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan penduga motode

Ordinary Least Square

(OLS).

1. Usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja memberikan keuntungan secara ekonomi bagi petani. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total > 1.

2. Penggunaan input pada usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja belum optimal. Hal ini ditunjukkan oleh rasio NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu.

2 Hadi Nugraha (2010)/ Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Brokoli Di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat

1. Menganalisis efisiensi produksi brokoli di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang.

1. Analisis fungsi produksi dengan fungsi produksi Cobb-Douglas.

2. Analisis efisiensi ekonomi produksi.

3. Analisis R/C rasio.

1. Usahatani brokoli di Desa Cibodas belum efisien secara ekonomis. Hal ini ditunjukkan oleh rasio NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu pada masing-masing inputnya. Artinya, penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani brokoli belum optimal.

2. Analisis R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total untuk usahatani brokoli lebih besar dari satu. Artinya bahwa usahatani brokoli ini menguntungkan untuk diusahakan.

3 Farah Ratih (2012)/ Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Jalar, Di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

1. Menganalisis faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ubi jalar di Desa Cikarawang.

2. Menganalisis efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani ubi jalar di Desa Cikarawang.

1. Regresi Linier Berganda. 2. Analisis efisiensi dengan

fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb-Douglas.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar di daerah penelitian adalah luas lahan, tenaga kerja, penggunaan pupuk N, pupuk P, dan pestisida. 2. Petani dengan luas lahan > 0.5 hektar memiliki nilai efisiensi teknis lebih rendah dibandingkan dengan petani yang memiliki luas lahan < 0.5 hektar.


(39)

Tabel 9. Lanjutan

No Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

4 Karmizon Defri (2011)/ Analisis Pendapatan dan

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar (Studi Kasus Desa Purwasari,

kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor)

1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis faktor - faktor

produksi dan efisiensi alokatif usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

1. Analisis pendapatan dan R/C rasio.

2. Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas.

3. Analisis efisiensi dengan NPM dan BKM rasio.

1. Hasil analisis pendapatan usahatani ubi jalar menunjukkan bahwa pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari nol dan analisis R/C rasio atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih besar dari satu yang artinya usahatani ubi jalar menguntungkan untuk diusahakan.

2. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah variabel lahan, bibit, dan unsur K.

3. Usahatani ubi jalar di Desa Purwasari berada pada skala kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale). Hal ini ditunjukkan oleh elastisitas masing-masing faktor produksi tidak sama dengan satu.

5 Indra Pramuji (2007)/ Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Ubi Jalar (Studi Kasus Pada Agroindustri Unit Pengolahan Tepung Ubi Jalar di Desa Giri Mulya, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

1. Menganalisis kelayakan unit pengolahan tepung ubi jalar berdasarkan aspek-aspek kelayakan usaha.

2. Mengetahui tingkat pendapatan yang diterima oleh petani dalam usahatani ubi jalar.

1. Kelayakan usaha di analisis dengan menggunakan beberapa kriteria kalayakan investasi seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C Ratio (NBCR), dan Payback Period.

2. Analisis R/C rasio

1. Usaha unit pengolahan tepung ubi jalar tidak layak untuk dijalankan berdasarkan aspek-aspek kelayakan usaha.

2. Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total lebih besar dari satu. Artinya usahatani ubi jalar cukup menguntungkan untuk diusahakan oleh para petani.


(40)

Tabel 9. Lanjutan

No Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

6

7

Husnul Khotimah (2010)/ Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat: Pendekatan Stochastic Production Frontier

Stefani Angelia (2011)/ Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor)

3.Menganalisis fungsi produksi Stoshastic Frontier dan efisiensi teknis usahatani ubi jalar serta

faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

4.Menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar.

3. Analisis fungsi produksi Stoshastic Frontier. 4. Analisis pendapatan dan

analisis R/C rasio

1. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah variabel lahan, benih, tenaga kerja, pupuk P dan pupuk K.

2. Usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus telah cukup efisien.

3. Hasil analisis R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih besar dari satu. Artinya menguntungkan diusahakan.

1.Menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi padi pada usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur.

2.Menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani padi di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, menurut status petani.

1. Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas.

2. Analisis efisiensi produksi

1. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi adalah pupuk KCL, pestisida cair dan tenaga kerja.

2. Hasil analisis efisiensi ekonomi terhadap faktor-faktor produksi padi belum efisien karena rasio NPM/BKM tidak sama dengan satu.


(41)

Tabel 9. Lanjutan

No Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

8 Tasya Adela Yuanita

(2010)/ Analisis

Elastisitas Produksi dan Pendapatan Usaha Ternak Kambing Perah (Studi Kasus Peternakan Kambing Perah Prima Fit)

1.Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kambing perah di Peternakan Prima Fit.

2.Menganalisis elastisitas produksi kambing perah di Peternakan Prima Fit

1.Analisis fungsi produksi dengan model fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan penduga motode

Ordinary Least Square

(OLS).

1.Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kambing perah di Peternakan Prima Fit yaitu pakan penguat, pakan hijauan.

2.Jumlah elastistas produksi lebih besar dari satu, artinya skala usaha ternak kambing perah pada skala kenaikan hasil meningkat (increasing return to scale).

9 Heti Setiani (2013)/ Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Tumpangsari Wortel di Desa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur

1.Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produksi pada usahatani tumpangsari wortel di Desa Sukatani.

2.Mengestimasi tingkat efisiensi ekonomi pada usahatani tumpangsari wortel di Desa Sukatani.

1.Analisis fungsi produksi dengan fungsi produksi Cobb-Douglas.

2.Analisis efisiensi ekonomi produksi.

1.Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi tumpangsari wortel di Desa Sukatani yaitu benih, pupuk organik, dan pupuk urea.

2.Penggunaan faktor produksi benih, pupuk organik, dan pupuk urea pada usahatani tumpangsari wortel di Desa Sukatani belum efisien karena nilai rasio NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu.


(42)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis

Teori yang akan dijelaskan dalam kerangka teoritis terkait teori-teori yang berhubungan dengan penelitian, seperti teori fungsi produksi Cobb-Douglas dan teori efisiensi ekonomi.

3.1.1 Konsep Fungsi Produksi

Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Fungsi produksi dianggap penting, karena dengan fungsi produksi peneliti dapat mengetahui hubungan antara fakor produksi (input) dengan produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti. Selain itu fungsi produksi digunakan untuk mengetahui hubungan variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable) X, sekaligus untuk mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Y = f (X1, X2,… Xj,…Xn) ... (3.1)

Dimana:

Y = Hasil produksi (output) X1, X2,…, Xj,…Xn = Faktor produksi (input)

Fungsi Cobb-Douglas merupakan fungsi produksi yang umum dipakai oleh para peneliti yang aslinya terdiri dari dua variabel yaitu tenaga kerja dan modal dengan asumsi constant return to scale (Soekartawi, 2003). Secara matematis, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti persamaan:

Y = aX1z1X2z2…Xizj…Xnzneu ... (3.2) Dimana:

Y = Hasil produksi (output) X1X2…Xj…Xn = Faktor produksi (input)

z1, z2,…zj…zn = Elastisitas masing-masing input a = konstanta, intersep


(43)

u = kesalahan

logaritma natural dari persamaan diatas adalah:

ln Y = ln a + z1 ln X1 + z2 ln X2 + zn ln Xn + u ln e... (3.3) Fungsi Cobb-Douglas selau dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu: a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah

suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite);

b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan.

c. Tiap variabel X adalah perfect competition.

d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan.

Dalam menentukan model pendugaan yang baik, khususnya model pendugaan Cobb-Douglas, maka hal-hal yang perlu dipertimbangkan:

a. Identifikasi problem; artinya apakah model tersebut perlu diselesaikan dengan model fungsi produksi.

b. Review semua model fungsi produksi.

c. Selanjutnya untuk memilih model yang terbaik untuk menyelesaikan problem yang ada, maka perlu dipilih satu (atau lebih bila diperlukan) model terbaik. Tahap seperti ini disebut uji validitas model.

d. Bila saja justifikasi tersebut jatuh pada pilihan fungsi produksi Cobb-Douglas, maka diperlukan alasan-alasan mengapa fungsi tersebut dipilih.

e. Selanjutnya, tetapkan variabel mana yang diperlukan sebagai Y dan mana yang diperlukan sebagai X. Seleksi variabel menjadi tahapan penting dari analisis fungsi Cobb-Douglas.

Fungsi produksi dipengaruhi oleh ”Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang” (The Law of Diminishing Return). Hukum ini sangat penting dalam ekonomi produksi. Hukum ini menjelaskan bahwa bila satu macam input ditambah penggunaannya sedang input-input lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula meningkat, tetapi kemudian seterusnya menurun bila input terus ditambah (Tasman, 2006).


(44)

Tolak ukur dalam menggambarkan hubungan antara input dan output dalam fungsi produksi yaitu:

1. Marginal Physical Productivity (MPP)

MPP atau produksi marginal yaitu perubahan output yang dihasilkan akibat adanya peningkatan penggunaan satu satuan input (Debertin, 1986).

X ... (3.4) Dimana:

MPP = Marginal Physical Productivity dY = Perubahan hasil produksi (output) dX = Perubahan faktor produksi (input)

Menurut Doll dan Orazem (1984), hubungan output dan input dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu increasing return to scale, constant return to scale, dan decreasing return to scale. Increasing return to scale artinya penambahan satu satuan unit input akan meningkatkan output lebih besar dari satu satuan secara tidak proporsional. Constant return to scale artinya setiap penambahan satu-satuan unit input akan meningkatkan output sebesar satu satuan secara proporsional. Decreasing return to scale artinya penambahan satu satuan unit input akan meningkatkan output lebih kecil dari satu satuan secara tidak proporsional dan cenderung mengalami penurunan output.

2. Average Physical Product (APP)

APP atau produksi rata-rata yaitu produksi total per satuan input. Total Physical Product (TPP) atau produksi total yaitu seluruh output yang dihasilkan dalam proses produksi (Debertin, 1986).

X ... (3.5) Dimana:

APP = Average Phisical Product Y = Hasil produksi (output) X = Faktor produksi (input)


(45)

3.1.2 Elastisitas Produksi

Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat adanya persentase perubahan dari input (Soekartawi, 2003). Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

X X ... (3.6) Dimana :

Ep = Elastisitas produksi

∆Y = Perubahan hasil produksi (output) ∆X = Perubahan faktor produksi (input) Y = Hasil produksi (output)

Xi = Faktor produksi (input)

Menurut Doll dan Orazem (1984), fungsi produksi terbagi atas tiga daerah berdasarkan elastisitas produksi.

Sumber: Doll, JP, dan F. Orazem, 1984

Gambar 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi

Daerah I memiliki nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (Ep>1) yang berarti bahwa setiap kenaikan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan produksi lebih besar dari satu persen (Increasing Return to Scale). Kondisi ini terjadi ketika kurva Produk Marginal (MPP) lebih besar dari


(46)

kurva Produksi Rata-Rata (APP). Keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga sebagai daerah irrasional atau inefisien.

Daerah II memiliki nilai elastisitas produksi antara nol dan satu (1<Ep<0) yang berarti setiap kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Daerah ini akan mencapai nilai elastisitas produksi sama dengan satu, saat produksi rata-rata maksimum (PM=PR). Hal ini berarti setiap kenaikan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan produksi sebesar satu persen (Constant Return to Scale). Daerah ini menunjukan tingkat produksi memenuhi syarat keharusan tercapainya keuntungan maksimum. Hal ini menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien.

Daerah III memiliki nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep<0) yang berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan (Decreasing Return to Scale). Kondisi ini terjadi saat MPP bernilai negatif atau produksi total menurun. Penggunaan faktor produksi di daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional (irrational region atau irrational stage of production).

3.1.3 Konsep Efisiensi Ekonomi

Menurut Doll dan Orazem (1984) untuk mencapai efisiensi ekonomi harus memenuhi dua syarat, yaitu syarat keharusan (necessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan yaitu hubungan fisik antara faktor produksi dengan produksi harus diketahui untuk menentukan efisiensi dan tingkat produksi optimum. Dalam analisis fungsi produksi, jika produsen berproduksi pada daerah II yaitu pada saat elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (0<Ep<1), maka syarat keharusan telah dipenuhi. Sedangkan jika nilai produk marjinal (NPM) sama dengan biaya korbanan marginal (BKM), maka syarat kecukupan telah dipenuhi.


(47)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Permintaan akan ubi jalar terus meningkat. Banyaknya pemanfaatan akan ubi jalar mengharuskan adanya suplai dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang mengalami peningkatan akan permintaan ubi jalar, sehingga peningkatan produksi ubi jalar sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan di Kabupaten Bogor. Salah satu daerah penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor adalah di Desa Ciaruteun Udik Kecamatan Cibungbulang. Daerah ini menjadi salah satu daerah sentra yang terlihat dari luas wilayah dan jumlah produksi yang dihasilkan. Adanya peningkatan permintaan akan ubi jalar, mengharuskan adanya peningkatan produksi. Produksi yang meningkat berasal dari adanya usahatani yang efisien. Oleh karena itu, untuk memperoleh produksi yang optimal diperlukan adanya penelitian di desa ini mengenai analisis efisiensi produksi agar petani dapat menjalankan usahatani secara efisien.

Salah satu tujuan dalam usahatani adalah tercapainya efisiensi ekonomi dengan menghasilkan produksi yang maksimum dan penggunaan input yang minimum. Efisiensi ekonomi dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti jumlah input yang digunakan, harga input, jumlah output yang dihasilkan, dan harga output. Adanya efisien dari penggunaan input dan harga input maupun harga output serta output yang optimal, maka akan mewujudkan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi tercapai saat penggunaan input sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum, dengan demikian para petani dapat lebih mengembangkan usahatani ubi jalar di Desa Ciaruteun Udik, sehingga produksi ubi jalar dapat ditingkatkan dan program diversifikasi pangan melalui komoditas ubi jalar khususnya di Kabupaten Bogor dapat terwujud. Berdasarkan uraian diatas, maka gambaran dari kerangka operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(48)

Gambar 2. Alur Pemikiran Operasional Rekomendasi Peningkatan Produksi

Ubi Jalar dengan Usahatani yang Efisien Secara Ekonomi

Efisiensi Ekonomi Usahatani Ubi Jalar Penggunaan

Kombinasi Input Optimal

1. Harga Input 2. Harga

Output

Output Meningkat Adanya Peningkatan Konsumsi Ubi

Jalar di Kabupaten Bogor

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar dengan

Regresi Linear Berganda

Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Ubi Jalar dengan

Rasio NPM/BKM Perlunya Peningkatan

Produksi Ubi Jalar dari Daerah Sentra Penghasil Ubi

Jalar di Kabupaten Bogor

Desa Ciaruteun Udik sebagai salah satu Sentra Penghasil Ubi Jalar di Kabupaten Bogor


(49)

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pengambilan data primer pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung yang dilakukan dilapangan dan wawancara langsung terhadap petani dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, dan Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bogor. Selain itu, berbagai data penunjang serta literatur-literatur yang relevan dan memuat berbagai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku bacaan, jurnal ilmiah, skripsi, tesis, dan internet.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pemilihan responden petani ubi jalar dilakukan dengan teknik penarikan sampel tidak acak (non-probability sampling) yaitu secara purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik non-probability sampling dengan populasi yang sangat menyebar, peneliti tidak mempunyai informasi awal tentang populasi, dan tidak bisa memakai teknik penarikan sampel acak (Eriyanto, 2010). Metode purposive sampling dilakukan karena tidak tersedianya kerangka sampel. Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sebanyak 35 orang. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini berdasarkan Gujarati (2003) yang menetapkan pengambilan jumlah sampel untuk penelitian data primer sekurang-kurangnya berjumlah 30 orang.


(50)

4.4 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007, Minitab 14 dan EViews 6. Berikut merupakan matriks penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 10. Matriks Penelitian

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis

1 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usahatani ubi jalar di Desa Ciaruteun Udik Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

Data Primer dari petani ubi jalar

Regresi Linear Berganda dari fungsi produksi Cobb-Douglas

2 Menganalisis tingkat efisiensi produksi dalam usahatani ubi jalar di Desa Ciaruteun Udik Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

Data Primer dari petani ubi jalar

Analisis Efisiensi Produksi (uji Rasio NPM dan BKM)

4.4.1 Analisis Fungsi Produksi

Analisis fungsi produksi menggunakan model fungsi Cobb-Douglas dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Persamaan fungsi produksi usahatani ubi jalar adalah sebagai berikut:

Y = z0 X1i z1 X2i z2 X3i z3 X4i z4 eu ... (4.1)

Jika diubah kedalam bentuk linear, maka persamaan fungsi produksi usahatani ubi jalar menjadi:

Ln Y = Ln z0 + z1 LnX1i + z2 LnX2i + z3 LnX3i + z4 LnX4i + u... (4.2)

Dimana:

Y = Produksi ubi jalar (Kg) X1i = Lahan (Ha)

X2i = Pupuk Urea (Kg) X3i = Pupuk TSP (Kg) X4i = Tenaga Kerja (HOK)

u = Galat

z0 = Intersep

z1, z2,…, z4 = Koefisien parameter penduga i = Petani ubi jalar ke-i (1,2,...,35)


(51)

4.4.2 Metode Pengujian Hipotesis

Metode pengujian hipotesis terdiri dari uji statistik dan uji ekonometrika.

4.4.2.1 Uji Statistik

Menurut Juanda (2009), pengujian model secara statistik terdiri dari koefisien determinasi (R-squared), uji-F, dan uji-t.

4.4.2.1.1 Koefisien Determinasi (R-squared)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui keragaman variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model. Nilai R-squared berkisar antara 0 sampai dengan 1. Jika nilai R-squared semakin mendekati 1, maka model tersebut semakin baik karena semakin besar keragaman variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen dan semakin sedikit keragaman variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel lain diluar model (Gujarati, 2003). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

atau -

... (4.3)

4.4.2.1.2 Uji Statistik-F

Pengujian model secara keseluruhan (uji-F) dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependennya. Tahapan untuk uji-F adalah sebagai berikut (Juanda, 2009):

a. Hipotesis

H0 : b1 = b2...= bj = 0 ; artinya tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh nyata.

H1 : minimal ada satu bj ≠ 0 ; artinya minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata.

b. Rumus menentukan nilai Fhitung

⁄ ... (4.4) Ftabel = Fα k-1,n-k) ... (4.5)

Dimana:

dbr = derajat bebas regresi (k-1) dbe = derajat bebas residual (n-k) k = jumlah variabel termasuk intersep


(52)

n = jumlah pengamatan c. Kriteria Uji

P-value uji-F > α maka terima H0 ; Artinya model tidak berpengaruh nyata P-value uji-F < α maka tolak H0 ; Artinya model berpengaruh nyata 4.4.2.1.3 Uji Statistik-t

Pengujian masing-masing koefisien regresi (uji-t) dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependennya. Tahapan untuk uji-t adalah sebagai berikut (Juanda, 2009):

a. Hipotesis

H0 : bj = 0 ; artinya variabel bebas tidak memiliki pengaruh nyata. H1 : bj > 0 ; artinya variabel bebas memiliki pengaruh nyata. b. Rumus menentukan nilai thitung

-

... (4.6)

ttabel= t α, -k) ... (4.7)

Dimana:

bj = koefisien regresi ke-j yang diduga Sbj = standar deviasi regresi ke-j yang diduga c. Kriteria Uji

P-value uji-t > α maka terima H0 ; Artinya variabel bebas tidak nyata P-value uji-t < α maka tolak H0 ; Artinya variabel bebas nyata 4.4.2.2 Uji Ekonometrika

Menurut Juanda (2009), pengujian model secara ekonometrika terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Namun, pada penelitian ini tidak dilakukan uji autokorelasi karena data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data cross section. Penjelasan mengenai uji ekonometrika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.4.2.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah residual terdistribusi dengan normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan uji Jarque-Berra yang


(53)

membandingkan P-value dengan taraf α yang digunakan. Kriteria uji normalitas adalah sebagai berikut (Gujarati, 2003):

a. Jika P-value uji normalitas < α maka residual tidak terdistribusi normal b. Jika P-value uji normalitas > α maka residual terdistribusi normal 4.4.2.2.2 Uji Multikolinearitas

Kolinearitas ganda (multicollinearity) adalah hubungan linear sempurna antar variabel independen dalam model. Multikolinearitas terjadi jika dua atau lebih variabel independen berkorelasi tinggi antar variabel independen lainnya (Juanda, 2009). Akibat adanya multikolinearitas dalam persamaan regresi menyebabkan varian penduga koefisien regresi menjadi tidak signifikan. Cara mendeteksi adanya multikolinearitas dapat menggunakan pengujian Variance Inflation Factor (VIF). Kriteria uji multikolinearitas adalah sebagai berikut (Juanda, 2009).

a. Jika VIF < 10 maka tidak terdapat multikolinearitas b. Jika VIF > 10 maka terdapat multikolinearitas

4.4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi saat ragam sisaan atau galat tidak konstan untuk setiap pengamatan dalam model. Cara mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat menggunakan uji Glejser. Uji Glejser meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel independen. Kriteria uji heteroskedastisitas adalah sebagai berikut (Gujarati, 2003):

a. Jika P-value uji heteroskedastisitas < α maka terdapat heteroskedastisitas b. Jika P-value uji heteroskedastisitas > α maka tidak terdapat heteroskedastisitas 4.4.3 Analisis Efisiensi Ekonomi

Analisis efisiensi ekonomi bertujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian ekonomis usahatani, apakah faktor-faktor produksi digunakan dengan kombinasi optimal sehingga usahatani tersebut dapat mencapai keuntungan maksimum. Secara matematis keuntungan maksimum dari penggunaan faktor produksi ke-j dapat dinyatakan sebagai berikut:


(1)

Lampiran 7. Produksi Usahatani Ubi Jalar di Desa Ciaruteun Udik

Responden Produksi (Kg)

Lahan

(Ha) Bibit (Stek)

Pupuk Urea (Kg) Pupuk TSP (Kg) TK (HOK) 1 4 000.00 0.50 16 000.00 50.00 50.00 116.00 2 2 500.00 0.25 8 000.00 20.00 20.00 55.50

3 1 000.00 0.10 3 200.00 5.00 5.00 19.25

4 7 000.00 1.00 33 333.30 150.00 50.00 130.75 5 8 300.00 1.20 42 666.70 50.00 50.00 184.63 6 1 500.00 0.13 5 000.00 20.00 10.00 45.00 7 2 000.00 0.15 4 444.40 20.00 10.00 21.88

8 700.00 0.07 2 800.00 7.00 5.00 8.75

9 2 000.00 0.25 7 407.40 15.00 15.00 30.63 10 2 000.00 0.20 8 000.00 25.00 10.00 23.63 11 2 500.00 0.20 6 400.00 30.00 10.00 38.50 12 1 600.00 0.15 5 333.30 5.00 10.00 29.13 13 1 000.00 0.09 3 031.60 10.00 10.00 20.13

14 500.00 0.03 1 200.00 4.00 4.00 11.38

15 3 000.00 0.23 8 177.80 25.00 25.00 50.75 16 8 000.00 1.00 26 666.70 150.00 25.00 177.63 17 2 000.00 0.14 5 600.00 15.00 5.00 32.38 18 2 000.00 0.30 11 428.60 10.00 10.00 28.00 19 1 500.00 0.15 5 647.10 15.00 10.00 31.88 20 2 500.00 0.25 9 411.80 20.00 25.00 50.75 21 3 000.00 0.50 18 823.50 40.00 10.00 56.00 22 6 000.00 0.75 30 000.00 20.00 20.00 73.50 23 5 000.00 0.50 16 666.70 60.00 30.00 79.38 24 1 500.00 0.15 4 210.50 20.00 10.00 46.38 25 1 500.00 0.20 7 111.10 25.00 15.00 31.88 26 2 100.00 0.15 4 444.40 20.00 15.00 49.88 27 2 000.00 0.16 5 333.30 15.00 15.00 37.63 28 2 000.00 0.15 5 333.30 20.00 10.00 35.88 29 1 300.00 0.15 6 000.00 4.00 10.00 35.00 30 5 000.00 0.40 11 851.90 50.00 25.00 65.25 31 1 000.00 0.09 3 031.60 10.00 10.00 20.13

32 500.00 0.03 1 200.00 4.00 4.00 11.38

33 2 000.00 0.16 5 333.30 15.00 15.00 37.63 34 2 000.00 0.15 5 333.30 20.00 10.00 35.88 35 2 000.00 0.15 5 333.30 20.00 10.00 35.88 Total 92 500.00 10.08 343 754.90 989.00 568.00 1 758.13 Rata-rata 2 642.86 0.29 9 821.57 28.26 16.23 50.23


(2)

Lampiran 8. Produksi per Hektar Usahatani Ubi Jalar di Desa Ciaruteun

Udik

Responden Produksi (Kg) Bibit (Stek) Pupuk Urea (Kg) Pupuk TSP (Kg)

TK (HOK) 1 8 000.00 32 000.00 100.00 100.00 232.00

2 10 000.00 32 000.00 80.00 80.00 222.00

3 10 000.00 32 000.00 50.00 50.00 192.50

4 7 000.00 33 333.30 150.00 50.00 130.75

5 6 916.67 35 555.58 41.67 41.67 153.85

6 12 000.00 40 000.00 160.00 80.00 360.00 7 13 333.33 29 629.33 133.33 66.67 145.83 8 10 000.00 40 000.00 100.00 71.43 125.00

9 8 000.00 29 629.60 60.00 60.00 122.50

10 10 000.00 40 000.00 125.00 50.00 118.13 11 12 500.00 32 000.00 150.00 50.00 192.50

12 10 666.67 35 555.33 33.33 66.67 194.17

13 11 111.11 33 684.44 111.11 111.11 223.61 14 16 666.67 40 000.00 133.33 133.33 379.17 15 13 043.48 35 555.65 108.70 108.70 220.65

16 8 000.00 26 666.70 150.00 25.00 177.63

17 14 285.71 40 000.00 107.14 35.71 231.25

18 6 666.67 38 095.33 33.33 33.33 93.33

19 10 000.00 37 647.33 100.00 66.67 212.50 20 10 000.00 37 647.20 80.00 100.00 203.00

21 6 000.00 37 647.00 80.00 20.00 112.00

22 8 000.00 40 000.00 26.67 26.67 98.00

23 10 000.00 33 333.40 120.00 60.00 158.75 24 10 000.00 28 070.00 133.33 66.67 309.17

25 7 500.00 35 555.50 125.00 75.00 159.38

26 14 000.00 29 629.33 133.33 100.00 332.50

27 12 500.00 33 333.13 93.75 93.75 235.16

28 13 333.33 35 555.33 133.33 66.67 239.17

29 8 666.67 40 000.00 26.67 66.67 233.33

30 12 500.00 29 629.75 125.00 62.50 163.13 31 11 111.11 33 684.44 111.11 111.11 223.61 32 16 666.67 40 000.00 133.33 133.33 379.17

33 12 500.00 33 333.13 93.75 93.75 235.16

34 13 333.33 35 555.33 133.33 66.67 239.17 35 13 333.33 35 555.33 133.33 66.67 239.17 Total 377 634.75 1 221 881.49 3 608.89 2 489.73 7 287.21 Rata-rata 10 789.56 34 910.90 103.11 71.14 208.21


(3)

Lampiran 9. Harga Input dan Output Usahatani Ubi Jalar di Desa Ciaruteun

Udik

Responden Harga Pupuk Urea (Rp/kg)

Harga Pupuk TSP (Rp/kg)

Upah (Rp/HOK)

Harga Ubi Jalar (Rp/Kg)

1 2 000.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

2 1 900.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

3 2 200.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

4 1 800.00 2 300.00 35 000.00 1 200.00

5 2 200.00 2 300.00 35 000.00 1 200.00

6 1 900.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

7 2 500.00 2 400.00 35 000.00 900.00

8 2 000.00 2 500.00 35 000.00 900.00

9 2 200.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

10 2 000.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

11 2 400.00 2 300.00 35 000.00 1 000.00

12 2 500.00 2 500.00 30 000.00 1 200.00

13 2 000.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

14 2 500.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

15 1 900.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

16 1 700.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

17 2 000.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

18 2 500.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

19 2 500.00 2 500.00 30 000.00 1 200.00

20 2 000.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

21 2 500.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

22 1 900.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

23 2 000.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

24 2 500.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

25 1 900.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

26 1 900.00 2 500.00 35 000.00 1 400.00

27 2 000.00 2 500.00 30 000.00 1 200.00

28 1 900.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

29 2 000.00 2 500.00 35 000.00 900.00

30 1 800.00 2 500.00 30 000.00 1 000.00

31 2 500.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

32 1 900.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

33 2 000.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

34 2 000.00 2 500.00 35 000.00 1 000.00

35 2 500.00 2 500.00 35 000.00 1 200.00

Total 74 000.00 86 800.00 1 205 000.00 38 500.00 Rata-rata 2 114.29 2 480.00 34 428.57 1 100.00


(4)

Lampiran 10. Dokumentasi Usahatani Ubi Jalar di Desa Ciaruteun Udik

Pengolahan Lahan

Proses Penanaman

Tanaman umur 2 bulan

Tanaman umur 3 bulan


(5)

Lampiran 10. Lanjutan

Tanaman umur 3.5 bulan

Pasca Panen


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dumai pada tanggal 17 Februari 1992 dari Bapak

Jhonny Manullang dan Ibu Nursahada Tambunan. Penulis adalah putri kedua dari

4 bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 74 Jakarta pada tahun 2010. Pada

tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program mayor

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selain itu, penulis juga

melengkapi ilmu dengan mengambil program Minor Komunikasi dari

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi

Manusia, IPB.

Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis menerima beasiswa dari

Direktorat Kemahasiswaan IPB dari tahun pertama sampai menyelesaikan kuliah

di IPB. Penulis juga aktif mengikuti organisasi dan kepanitiaan kemahasiswaan di

IPB seperti anggota di Komisi Pelayanan Anak Persekutuan Mahasiswa Kristen

IPB pada tahun 2011-2014, anggota

IPB Green Living and Youth Creativity

tahun

2012, anggota

Trees for being Green Village (TFGV)

tahun 2012, ESL

day

tahun

2012, anggota IPB

Art Contest

tahun 2013 serta aktif di berbagai kepanitiaan dan

kegiatan lainya di IPB. Selain itu, pada tahun 2012, penulis magang di Sekretariat

Jenderal Kementrian Keuangan Republik Indonesia.