Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

i

PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN
PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIARUTEUN
ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR

SARA ENDARWATI

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH
MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA

PETANI DI DESA CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG
KABUPATEN BOGOR adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Sara Endarwati
NIM I34100155

iv

v

ABSTRAK


SARA ENDARWATI. Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan
Rumahtangga Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI.
Modal sosial merupakan hal penting yang ada di masyarakat. Modal sosial
digunakan untuk saling membantu ketika berada dalam kesulitan, termasuk
kesulitan untuk mempertahankan keadaan pangan rumahtangga. Modal sosial
terdiri dari kepercayaan, jaringan, dan norma sosial. Ketahanan pangan
merupakan keadaan pangan dalam rumahtangga yang tercukupi dari segi
ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap
ketahanan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan survey terhadap 60
rumahtangga petani sayuran. Ketahanan pangan rumahtangga petani di desa ini
juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani yang diukur
dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga.
Rumahtangga petani memanfaatkan modal sosial untuk mendapatkan pekerjaan
sehingga dapat membantu menjaga ketahanan pangan rumahtangga.
Kata kunci: modal sosial, ketahanan pangan, petani sayur

ABSTRACT

SARA ENDARWATI. The Impact of Social Capital on Horticultural Farmer
Household Food Security in Ciaruteun Ilir Village Cibungbulang sub-district
Bogor Regency. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI.
Social capital is an important component in a community. Social capital is used
to help each other when in need, such as the need to secure food sufficiency in a
household. Social capital consists of trust, networks, and social norms. Household
food security is defined as a condition of food suffiency in one household in terms
of availability, accesibility and consumability. This study aims to analyze the roles
of social capital in household food security in Ciaruteun Ilir village,
Cibungbulang subdistrict at Bogor Regency. The data collection was conducted
by using a survey on 60 horticultural farmer houselds. The farmer’s household
food security is determined by socio economic level, spending level and the
number of household members. Farmers use the capital social to get employed to
generate income to buy food.
Keywords: social capital, food security, horticultural farmer

vi

vii


PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN
PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIARUTEUN
ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR

SARA ENDARWATI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

viii

ix


Judul Skripsi : PENGARUH
MODAL
SOSIAL
TERHADAP
KETAHANAN PANGAN PETANI DI DESA CIARUTEUN
ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN
BOGOR
Nama
: Sara Endarwati
NIM
: I34100155

Disetujui oleh

Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus : ___________________

Judul Skripsi

Nama
NIM

PENGARUH
MODAL
SOSIAL
TERHADAP
KETAHANAN PANGAN PETANI DI DESA CIARUTEUN
ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPA TEN
BOGOR
Sara Endarwati
134100155


Disetujui oleh

ni MS
Pembimbing

Tanggal Lulus:

2 1 JAN 2Gi4

x

xi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul
“Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di
Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor” dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar
sarjana komunikasi dan pengembangan masyarakat pada Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor. Skripsi ini juga disusun untuk mengembangkan wawasan
penulis mengenai modal sosial dan ketahanan pangan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepad Ibu Dr Ir Ekawati Sri
Wahyuni, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran, masukan,
dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi dari awal sampai akhir
penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih
kepada ayah dan ibu tercinta, Sudarsono dan Endang Juwarni, serta adik tercinta
Fahjri Dwi Utami yang selalu mendoakan, mengingatkan, memberi semangat,
dukungan, dan kasih sayang yang tak terhingga. Penulis juga tidak lupa berterima
kasih kepada sahabat-sahabat saya di departemen KPM Lathiffida Noor Jaswandi,
Fika Fatia Qandhi, Idah Faujiati Rosidah, Annisa Maghfirah, Dinna Amalia
Rahmah, Wulandari, Sari Lestari, Anjas Rafsan P, Nazar Kusumawijaya, dan
teman satu bimbingan Meziriati Hendri serta teman-teman KPM 47 yang telah
memberikan semangat dan dukungan dari awal sampai akhir. Terima kasih juga
kepada sahabat sekaligus saudara-saudara saya Sari Wasmana, Novi Luthfiana
Putri, Maya Ramadhayanti, Wening Rizkiana, Lisa Adiyanti, dan Mastha Tarida
Sitinjak serta teman-teman di Kost Windy yang telah memberikan semangat dan
keceriaan serta dukungannya. Terima kasih kepada pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor,

Januari 2014

Sara Endarwati

xii

xiii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xv
xv
xvi


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian

1
1
3
3
4

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Modal Sosial
Bentuk-Bentuk Modal Sosial
Pemanfaatan Modal Sosial
Konsep Ketahanan Pangan
Konsep Kedaulatan Pangan
Komponen Ketahanan Pangan

Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Definisi Operasional

5
5
5
6
10
11
12
15
17
18
18

PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu
Teknik Sampling
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data

21
21
21
22
22
23

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis Desa Ciaruteun Ilir
Potensi Sumberdaya Manusia di Desa Ciaruteun Ilir
Kondisi Sarana dan Prasarana di Desa Ciaruteun Ilir
Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciaruteun Ilir

27
27
28
29
30

ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI
DESA CIARUTEUN ILIR
Tingkat Pendapatan
Tingkat Pengeluaran
Jumlah Anggota Rumahtangga

33
33
37
43

ANALISIS PEMANFAATAN MODAL SOSIAL RUMAHTANGGA
PETANI DESA CIARUTEUN ILIR

47

xiv

ANALISIS STATUS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA
PETANI DESA CIARUTEUN ILIR

51

PENGARUH KONDISI SOSIAL EKONOMI TERHADAP STATUS
KETAHANAN
PANGAN
RUMAHTANGGA
PETANI
DESA
CIARUTEUN ILIR

57

PENGARUH PEMANFAATAN MODAL SOSIAL TERHADAP STATUS
KETAHANAN
PANGAN
RUMAHTANGGA
PETANI
DESA
CIARUTEUN ILIR
Pengaruh Kepercayaan Terhadap Status Ketahanan Pangan
Pengaruh Jaringan Terhadap Status Ketahanan Pangan
Pengaruh Norma Terhadap Ketahanan Pangan

63
63
66
68

PENUTUP
Kesimpulan
Saran

71
71
71

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

73
77
93

xv

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

15
16

17

Perbandingan indikator ketahanan pangan dan kedaulatan pangan
Luas dan persentase lahan di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2010
Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan jenis
kelamin tahun 2012
Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan kelompok
umur Tahun 2012
Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan kelompok
umur tahun 2012
Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan tahun
2012
Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat
pendapatan rumahtangga
Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat
pengeluaran pangan rumahtangga
Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat
pengeluaran nonpangan rumahtangga
Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat
pengeluaran total rumahtangga
Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan jumlah
anggota rumahtangga
Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan asal
mendapatkan pekerjaan
Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan status
ketahanan pangan
Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir
menurut tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran pangan, tingkat
pengeluaran nonpangan, jumlah anggota rumahtangga, dan status
ketahanan pangan
Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh kondisi
sosial ekonomi rumahtangga terhadap status ketahanan pangan
Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir
menurut asal mendapatkan pekerjaan usahatani dan status ketahanan
pangan
Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir
menurut asal mendapatkan pekerjaan nonusahatani dan status
ketahanan pangan

13
27
28
28
29
31
34
38
39
41
44
47
52

58
58

64

65

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kerangka sistem ketahanan pangan
Kerangka pemikiran
Histogram tingkat pendapatan rumahtangga petani

12
17
34

xvi

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Tingkat pengeluaran pangan rumahtangga petani
Tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga petani
Tingkat pengeluaran rumahtangga petani
Jumlah anggota rumahtangga petani
Status ketahanan pangan rumahtangga petani
Strategi menjaga ketahanan rumahtangga petani
Jaringan pemasaran hasil panen petani
Jumlah tengkulak pada jaringan pemasaran sayuran rumahtangga
petani
Lahan sayuran petani
Desa Ciaruteun Ilir
Responden penelitian
Responden penelitian
Kuli pengikat sayuran
Mobil pengangkut sayuran

38
40
41
44
52
54
66
67
85
85
85
85
85
85

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Peta lokasi penelitian Desa Ciaruteun Ilir
Tabel pelaksanaan penelitian
Daftar rumahtangga petani penelitian
Pengolahan data (uji statistik)
Dokumentasi penelitian
Kuesioner penelitian

79
79
81
83
85
87

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai mata
pencaharian utama khususnya di pedesaan. Sektor pertanian saat ini tidak lagi
menjamin pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan masyarakat di
pedesaan. Kebutuhan yang terus meningkat tidak diikuti oleh pendapatan untuk
memenuhi ketiga kebutuhan sandang, pangan, dan papan mengakibatkan
kemiskinan terus terjadi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan
September 2012 terdapat 28,59 juta atau 11,66 persen jumlah penduduk miskin di
Indonesia. Jumlah penduduk miskin ini lebih banyak terjadi di pedesaan. BPS
menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di pedesaan sampai dengan bulan
September 2012 sebanyak 18.08 juta orang atau 14,70 persen sedangkan di
perkotaan jumlah penduduk miskin sebanyak 10,51 juta jiwa atau 8,60 persen.
Penduduk miskin di pedesaan tersebut kebanyakan petani gurem dan buruh tani.
Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan di pedesaan adalah masalah
pangan. Pangan menjadi bahasan pokok untuk menyelesaikan kemiskinan karena
terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Pangan merupakan hal penting
yang harus dipenuhi oleh manusia demi kelangsungan hidupnya. Masalah pangan
ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di berbagai dunia.
Organisasi Pangan Dunia (FAO) belum lama ini melaporkan indeks harga pangan
dunia naik pada September 2012 menjadi 215,8 poin dibanding 212,8 poin pada
Agustus 2012 (Santosa 2013). FAO menyatakan bahwa meskipun terjadi kenaikan
harga karena kurangnya pasokan, namun bukan berarti akan terjadi krisis pangan
dalam waktu dekat. Apabila masalah pangan tersebut tidak ditangani dengan baik
maka dalam jangka panjang masalah pangan ini dapat menjadi masalah yang berat
untuk ditangani.
Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia merupakan langkah untuk
menyelesaikan masalah pangan. Ketahanan pangan merupakan kondisi
ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap
individu yang tidak memiliki akses untuk memperolehnya baik secara fisik
maupun ekonomi (Soetrisno 1998 dalam Mustofa 2012). Lebih lanjut lagi,
Mustofa menjelaskan bahwa fokus ketahanan pangan tidak hanya pada
penyediaan pangan tingkat wilayah tetapi juga penyediaan dan konsumsi pangan
tingkat daerah dan rumahtangga bahkan individu dalam memenuhi kebutuhan
gizinya.
Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan. Menurut Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1996, usaha untuk mewujudkan ketahanan pangan merupakan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut diwujudkan melalui
pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan
pangan yang cukup baik jumlah atau mutunya, aman, bergizi, beragam, merata,
dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Santosa (2013) menjelaskan bahwa
tantangan untuk menciptakan ketahanan pangan yang mengarah kepada
kedaulatan pangan pada masa-masa mendatang akan terasa berat, kalau pangan di
Indonesia tidak ditangani secara serius. Kondisi ketahanan pangan dapat dicapai

2

melalui empat komponen, diantaranya kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas
ketersediaan pangan tanpa fluktuasi, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap
pangan, dan kualitas atau keamanan pangan.
Ketahanan pangan dapat diciptakan melalui modal sosial, yaitu berupa
usaha mandiri dan solidaritas kolektif dalam menghadapi problem kemiskinan dan
lemahnya ketahanan pangan yang dihadapi masyarakat (Sinaga dan Rudiyanto
2012). Lebih lanjut lagi Sinaga dan Rudiyanto (2012) menjelaskan bahwa modal
sosial menekankan pada jaringan hubungan sosial (network) yang diikat antara
lain oleh kepemilikan informasi, rasa percaya, saling memahami, dan kesamaan
nilai serta saling mendukung. Modal sosial juga menekankan pada karakteristik
(traits) yang melekat (embedded) pada diri individu yang terlibat dalam interaksi
sosial sebagai kemampuan orang untuk bekerja bersama untuk satu tujuan
bersama di dalam grup dan organisasi. Kerjasama yang dibangun terkait dengan
faktor rasa saling percaya, norma dan Jaringan yang merupakan kunci dari modal
sosial yang dilakukan oleh individu (Mustofa 2012). Lebih lanjut lagi, Mustofa
menjelaskan bahwa rasa saling percaya tercermin dari bagaimana satu individu
dan lainnya mempunyai sebuah kesepakatan untuk percaya kepada orang lain.
Kepercayaan tersebut tidak datang dengan sendirinya namun terdapat faktor
norma atau nilai yang eksis di antara individu tersebut untuk bisa saling
mempercayai. Faktor yang terkait dengan norma ini bisa saja berasal dari ikatan
budaya, agama dan institusi dan sebagainya. Modal sosial dapat meningkatkan
kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan untuk
kepentingan masyarakat (Inayah 2012). Saat ini, modal sosial diperlukan untuk
mewujudkan ketahanan pangan.
Pemanfaatan modal sosial dilakukan melalui pemanfaatan kepercayaan,
jaringan, dan norma sosial untuk menjaga komponen ketahanan pangan. Melalui
kepercayaan, jaringan, dan norma sosial masyarakat pedesaan khususnya petani
dapat memanfaatkan hal tersebut untuk pemenuhan kebutuhan pangan.
Pemanfaatan modal sosial yang baik dapat mewujudkan ketahanan pangan dengan
melihat komponen kecukupan ketersediaan pangan, aksesibilitas atau
keterjangkauan terhadap pangan, dan kualitas atau keamanan pangan dalam
konsumsi pangan. Ketika pencapaian ketahanan pangan sudah baik dan maksimal
maka pemanfaatan modal sosial oleh masyarakat petani secara optimal digunakan
semua.
Desa Ciaruteun Ilir merupakan desa yang terletak di Kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor. Desa Ciaruteun Ilir merupakan desa yang
memiliki bentang lahan pertanian 200 hektar dan masyarakatnya hidup dari
pertanian. Di desa Ciaruteun Ilir, desa yang berbatasan dengan Kecamatan
Ciampea mengalami perubahan komoditas utama (Nasution 2012). Lahan sawah
yang memiliki potensi untuk menghasilkan banyak beras berubah menjadi
penghasil sayuran. Akibatnya pada tahun 2012 Desa Ciaruteun Ilir menjadi salah
satu desa yang mendapatkan distribusi beras miskin (raskin) dari pemerintah.
Nasution (2012) pernah melakukan penelitian di Desa Ciaruteun Ilir mengenai
status ketahanan pangan rumahtangga dan peran kemimpinan dalam mewujudkan
ketahanan pangan. Penelitian tersebut menganalisis kepemimpinan dalam
mewujudkan ketahanan pangan rumahtangga yang mengalami perubahan
komoditas utama. Perubahan komoditas utama dari beras ke sayur menyebabkan
produksi pangan lokal berkurang dan berpengaruh pada tingkat ketahanan pangan

3

rumahtangga. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir salah
satunya dipengaruhi oleh modal sosial. Namun, analisis modal sosial terhadap
ketahanan pangan belum dibahas secara penuh sehingga perlu penelitian lebih
lanjut tentang pengaruh modal sosial terhadap ketahanan pangan rumahtangga.

Masalah Penelitian
Rumahtangga memiliki cara-cara untuk mempertahankan keadaan pangan
mereka melalui modal sosial yang dimiliki oleh setiap rumahtangga. Pemanfaatan
modal sosial yang dapat digunakan oleh rumahtangga antara lain kepercayaan,
jaringan, dan norma sosial. Oleh karena itu, bagaimana pemanfaatan modal
sosial rumahtangga dalam hal kepercayaan, jaringan, dan norma sosial di
Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang?
Ketahanan pangan rumahtangga juga dipengaruhi oleh keadaan sosial
ekonomi rumahtangga Desa Ciaruteun Ilir. Keadaan sosial ekonomi rumahtangga
terdiri dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota
rumahtangga. ketahanan pangan rumahtangga akan semakin baik ketika mereka
memiliki pendapatan, pengeluaran, dan besaran rumahtangga yang baik. Oleh
karena itu, bagaimana pengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap status
ketahanan pangan rumahtangga Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan
Cibungbulang?
Berkurangnya produksi pangan lokal Desa Ciaruteun Ilir menyebabkan
rumahtangga memiliki cara-cara sendiri untuk mempertahankan kondisi
ketahanan pangannya. Modal sosial diperlukan oleh rumahtangga Desa Ciaruteun
Ilir untuk mempertahankan kondisi pangan masing-masing rumahtangga. Modal
sosial yang berupa kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial perlu
dimanfaatkan dengan baik untuk mempertahankan ketersediaan pangan, akses
terhadap pangan, dan konsumsi pangan rumahtangga. Oleh karena itu,
bagaimana pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap ketahanan pangan
rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap
ketahanan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir. Secara khusus, tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi pemanfaatan modal sosial rumahtangga di Desa Ciaruteun
Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis pengaruh kondisi sosial ekonomi rumahtangga terhadap status
ketahanan pangan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap status ketahanan
rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten
Bogor.

4

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi akademisi,
pembuat kebijakan dan masyarakat pada umumya mengenai kajian modal sosial
dan ketahanan pangan. Secara spesifik dan terperinci manfaat yang didapatkan
oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut :
1. Bagi akademisi.
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
penelitian mengenai pemanfaatan modal sosial dan ketahanan pangan
rumahtangga petani. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi literatur bagi
akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai modal sosial dan
ketahanan pangan rumahtangga petani.
2. Bagi pembuat kebijakan.
Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan
dalam menganalisis pemanfaatan modal sosial dan ketahanan pangan
rumahtangga petani untuk membuat kebijakan terkait ketahanan pangan
nasional.
3. Bagi masyarakat.
Bagi masyarakat khusunya pembaca, penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan mengenai modal sosial dan ketahanan pangan
rumahtangga petani.

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka
Modal Sosial
Modal sosial merupakan hal penting yang dimiliki oleh masyarakat dalam
mencapai tujuan hidupnya. Modal sosial menjadi konsep penting dalam
pembangunan manusia karena masyarakat menjadi penentu arah pembangunan.
Modal sosial sebagai salah satu komponen dalam menggerakkan kebersamaan,
ide, rasa saling kepercayaan dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan
bersama. Coleman (1990) menjelaskan bahwa modal sosial didefinisikan sebagai
kemampuan masyarakat untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama di
dalam kelompok dan organisasi. Fungsi yang dapat diidentifikasi dari modal
sosial adalah nilai dari aspek struktural untuk memanfaatkan sumberdaya agar
dapat mencapai tujuan anggota kelompok. Fukuyama (1995) mendefinisikan
modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang
dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan
terjalinnya kerjasama diantara mereka. Putnam dalam Lawang (2005)
menjelaskan modal sosial sebagai kepercayaan (trust), jaringan (network), dan
norma (norm).
Dalam tulisan Alfiasari et al. (2009) dijelaskan bahwa modal sosial
merupakan modal yang dimiliki oleh masyarakat sebagai hasil dari hubungan
sosial yang terjalin di antara sesama anggota masyarakat. Konsep ini mengacu
pada konsep modal sosial yang dikemukakan oleh Bordieau. Bordieau
mendefinisikan modal sosial sebagai keseluruhan sumber daya baik aktual
maupun potensial yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil dari jaringan
hubungan secara kelembagaan yang terpelihara dengan baik. Modal sosial tidak
terbentuk secara alami melainkan melalui investasi strategi individu dan
kelompok untuk menghasilkan hubungan sosial secara langsung. Hubungan sosial
yang terjalin dalam penelitian yang telah dilakukan adalah basis pertetanggaan
dan kekerabatan. Hubungan kekerabatan dijelaskan dari suami, istri, atau
keduanya berasal dari lingkungan dimana saat ini mereka tinggal. Basis
pertetanggaan dan kekerabatan memudahkan rumahtangga menghadapi kesulitan
karena mereka merasa memiliki investasi yang dapat digunakan ketika
mendapatkan kesulitan. Mekanisme modal sosial bekerja dalam hubungan antar
rumahtangga melalui nilai harapan dan kewajiban sebagai hasil dari hubungan
kekerabatan dan pertetanggan.
Mustofa (2012) dalam penelitiannya menjelaskan konsep modal sosial yang
menekankan pada kerjasama yang dilakukan antar masyarakat. Kerjasama yang
dibangun terkait dengan faktor rasa saling percaya, norma, dan jaringan. Ketiga
hal tersebut merupakan kunci dari modal sosial yang dilakukan oleh individu.
Rasa saling percaya tercermin dari bagaimana satu individu dan lainnya
mempunyai sebuah kesepakatan untuk percaya kepada orang lain. Kepercayaan
tersebut tidak datang dengan sendirinya namun terdapat faktor norma atau nilai
yang eksis diantara individu tersebut untuk bisa saling mempercayai. Faktor yang
terkait dengan norma ini bisa saja berasal dari ikatan budaya, agama, institusi, dan
sebagainya. Modal sosial yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup dari

6

pendapatan yang tidak mencukupi adalah dengan meminjam, meminta kepada
saudara atau anak, menjual atau menggadaikan barang yang dimiliki.
Penelitian Humaira (2011) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan
kemampuan masyarakat untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama.
Konsep kerjasama yang dikemukakan oleh peneliti sama dengan konsep yang
digunakan oleh Mustofa (2012). Kemampuan bekerjasama muncul dari
kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian paling kecil dalam
masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam
kelompok yang paling kecil ataupun kelompok masyarakat yang paling besar
seperti negara. Modal sosial juga merupakan sumberdaya yang dapat memberi
kontribusi terhadap kesejahteraan individu dan masyarakat seperti halnya
sumberdaya lain (alam, ekonomi, dan sumberdaya manusia). Kerjasama yang
dilandasi kepercayaan akan terjadi apabila dilandasi dengan kejujuran, keadilan,
keterbukaan, saling peduli, saling menghargai, saling menolong di antara anggota
kelompok warga masyarakat. Pihak luar komunitas akan memberikan dukungan,
bantuan, dan kerjasama kepada kelompok apabila kelompok tersebut bisa
dipercaya, artinya kepercayaan merupakan modal yang sangat penting untuk
membangun jaringan kemitraan dengan pihak luar.
Konsep modal yang dimukakan oleh Alfiasari et al. (2009) berbeda dengan
konsep modal sosial yang dikemukakan oleh Mustofa (2012) dan Humaira (2011).
Alfiasari et al. lebih menekankan pada hubungan sosial yang terjalin sesuai
dengan konsep Bodeau. Mustofa (2012) dan Humaira (2011) lebih menekankan
modal sosial sebagai kerja sama yang dilandasi rasa percaya antar individu dan
adanya aturan masyarakat. Namun ketiga peneliti menjelaskan bahwa modal
sosial yang ada dibangun oleh masyarakat bukan timbul secara alami yang dapat
langsung digunakan. Dari ketiga penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
modal sosial merupakan modal yang berasal dari manusia yang berupa kerjasama
berlandaskan rasa saling percaya dan aturan untuk membentuk suatu hubungan
sosial.
Bentuk-Bentuk Modal Sosial
a. Kepercayaan (Trust)
Menurut Lawang (2005) kepercayaan didefinisikan sebagai hubungan antara
dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu
pihak atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial. Kepercayaan yang
dimaksud adalah orang lain memberikan kepercayaan kepada kita untuk
membantu menyelesaikan masalah mereka dan mereka membutuhkan kita untuk
terlibat didalamnya. Hal ini sangat dibutuhkan untuk melangsungkan
kehidupannya. Torsvik dalam Lawang (2005) menjelaskan bahwa dalam
kepercayaan terkandung kecenderungan perilaku tertentu yang dapat mengurangi
resiko yang muncul dari perilaku. Lawang (2005) menjelaskan kepercayaan
dengan menekankan pada hubungan yang saling memberikan harapan melalui
interaksi yang terjadi. Berbeda dengan pengertian yang dijelaskan Lawang (2005),
penelitian Alfiasari et al. (2009) menjelaskan bahwa kepercayaan diperlukan
dalam menjalin kerja sama tanpa adanya rasa saling curiga dan dapat menjaga
hubungan dengan lingkungan. Kepercayaan yang dijelaskan lebih menekankan
pada kerjasama yang berlandaskan tanpa rasa curiga untuk saling membantu.

7

Dalam penelitian Humaira (2011) dijelaskan bahwa kepercayaan (trust)
merupakan hubungan sosial yang dibangun atas dasar rasa percaya dan rasa
memiliki bersama. Rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan
untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh
perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan
dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung.
Kepercayaan ada pada masyarakat karena masih memegang teguh nilai
kebersamaan yang termanifestasi dalam nilai kejujuran. Kejujuran sebagai nilai
universal menjadi aspek yang membentuk kepercayaan diantara warga dalam
melakukan hubungan sosial. Rasa curiga dan keterbukaan merupakan sikap yang
menjelaskan kepercayaan masyarakat. Tingginya kepercayaan antar masyarakat
membuat rasa saling curiga rendah bahkan tidak ada dan mereka saling terbuka.
Penelitian Sunandang (2012) menjelaskan bahwa bentuk kepercayaan sosial
yang dilakukan dalam pembangunan jalan pedesaan berupa tanggung jawab,
kepercayaan dalam kerja sama, dan keadilan. Tanggung jawab diberikan oleh
kepala desa atau pemerintah kepada masyarakatnya sehingga masyarakat merasa
memiliki tanggung jawab yang harus dilakukan untuk pembangunan jalan
pedesaan. Kepercayaan dalam bekerja sama dilakukan oleh masyarakat baik
sesama masyarakat ataupun kepada pemerintah (Ketua RT, RW) saat
pembangunan jalan dilakukan tanpa ada rasa saling curiga. Keadilan yang
dilakukan berupa ketika salah seorang warga tidak terlibat secara fisik dalam
pembangunan maka bantuan finansial maupun fisik datang untuk membantu
melancarkan pembangunan. Sunandang (2012) menambahkan keadilan sebagai
komponen yang ada dalam kepercayaan. Konsep tersebut berbeda dengan konsep
yang dikemukakan oleh Humaira (2011) sebelumnya yang lebih menekankan
kepada nilai kejujuran dalam menggunakan kepercayaan.
Menurut Lawang (2005), Alfiasari et al. (2009), Humaira (2011) dan
Sunandang (2012) kepercayaan timbul dalam masyarakat melalui suatu hubungan
sosial yang terjalin. Hubungan tersebut membentuk suatu kepercayaan tanpa ada
rasa curiga, adanya kejujuran, dan keadilan melalui interaksi sosial yang terjadi.
Hubungan sosial yang jujur, adil, dan tanpa ada rasa curiga diperlukan untuk
membantu memenuhi kebutuhan pangan dan memudahkan rumahtangga
mengakses pangan. Kepercayaan ini berfungsi membantu masyarakat mencapai
stabilitas pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. Apabila
kepercayaan digunakan untuk membantu memenuhi pangan maka stabilitas
pangan rumahtangga akan semakin baik. Begitu pula dengan aksesibilitas pangan,
rumahtangga memiliki akses yang cukup untuk memenuhi pangan serta konsumsi
pangan rumahtangga menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kepercayaan yang dapat
digunakan untuk membantu rumahtangga memenuhi kebutuhan pangan dan
memudahkan mengakses pangan adalah kepercayaan yang berlandaskan
kejujuran, keadilan, dan tanpa ada rasa curiga.
b. Jaringan (Network)
Jaringan sosial merupakan sumber pengetahuan yang menjadi dasar utama
dalam pembentukan kepercayaan (Lawang 2005). Lawang selanjutnya
menjelaskan bahwa jaringan sosial dapat terbentuk melalui jaringan orang saling
tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan, saling bantu dalam
melaksanakan atau mengatasi suatu masalah. Jaringan sosial terjadi karena ada

8

keterkaitan antara individu dan kelompoknya, yang dalam hal ini adalah
masyarakat. Jaringan sosial yang terjadi antara individu dalam modal sosial
memberikan manfaat berupa pengelolaan sumberdaya yang mempermudah
koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan timbal balik. Jaringan juga dapat
memfasilitasi adanya komunikasi dan interaksi yang menumbuhkan kepercayaan
dan memperkuat kerjasama.
Penelitian Alfiasari et al. (2009) menjelaskan bahwa modal sosial dapat
dipandang sebagai sumberdaya baik yang potensial maupun aktual yang timbul
dari adanya hubungan sosial, berupa hubungan ketetanggaan, kekerabatan karena
jarak tempat tinggal yang dekat. Jaringan sosial yang dimiliki rumahtangga yang
berupa sistem ketetanggaan dan kekerabatan yang hangat dan kuat memberikan
kontribusi terhadap ketahanan pangan rumahtangga. Basis pertetanggaan
memegang peranan penting dalam hubungan sosial antar rumahtangga, dengan
menjaga hubungan baik dengan tetangga merupakan investasi sosial bagi suatu
rumahtangga di masa depan. Rumahtangga akan saling membantu melalui
hubungan sosial agar tetap tahan pangan meskipun keadaan finansial yang kurang.
Sumarti (2012) menjelaskan peranan modal sosial dalam rumahtangga dapat
dilihat dari keikutsertaan rumahtangga pada organisasi. Organisasi-organisasi asli
yang tumbuh dari masyarakat cenderung lebih mampu dalam mendukung
rumahtangga untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pangan rumahtangga.
Organisasi tersebut adalah arisan dan pengajian. Melalui arisan dan pengajian,
banyak rumahtangga yang mencukupi kebutuhan pangan dengan dibantu oleh
organisasi tersebut. Organisasi yang bukan asli tumbuh dari masyarakat kurang
memberikan manfaat kepada rumahtangga. Keterlibatan rumahtangga dalam
jaringan organisasi yang lebih luas di luar desa merupakan peluang besar untuk
dapat mendukung kondisi ketahanan pangan rumahtangga melalui kerja sama
dengan organisasi luar desa. Jaringan sosial yang dibentuk menurut Sumarti
(2012) lebih menekankan kepada keikutsertaan rumahtangga dalam organisasi di
lingkungan tempat tinggal.
Suandi dan Napitupulu (2012) menjelaskan jaringan sosial rumahtangga
dapat dilihat dalam banyaknya asosiasi lokal yang diikuti oleh rumahtangga.
Ketika banyak asosiasi lokal yang diikuti oleh rumahtangga akan membuka
kesempatan menambah jaringan sosial. Asosiasi lokal bermanfaat bagi
rumahtangga untuk dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh
rumahtangga. Namun hal tersebut harus diikuti dengan keaktifan rumahtangga
dalam mengikuti kegiatan asosiasi lokal masyarakat. Penelitian Humaira (2011)
juga menjelaskan bahwa kemampuan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
sejumlah asosiasi membangun jaringan melalui berbagai hubungan akan sangat
berpengaruh dalam menentukan kuat atau tidaknya modal sosial yang terbentuk.
Konsep jaringan sosial yang dijelaskan oleh Sunandang (2011) adalah
jaringan sosial dalam masyarakat ditunjukkan melalui hubungan kekerabatan
masyarakat mulai dari saling mengenal satu sama lain dari pekerjaan, keluarga
sampai pada kegiatan sehari-hari yang sering dilakukan, interaksi yang sering
dilakukan. Komunikasi yang sering dilakukan oleh masyarakat menjadi modal
utama untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat lain.
Komunikasi yang sering dilakukan diantara masyarakat membuat hubungan
semakin erat, baik hubungan pertetanggaan, pertemanan, kekeluargaan, dan
hubungan kepada pemerintah desa. Sunandang (2012) lebih menjelaskan

9

hubungan kekerabatan dari interaksi yang sering dilakukan dapat membentuk
jaringan sosial masyarakat, sama dengan konsep yang dijelaskan oleh Alfiasari et
al. (2009).
Dari beberapa konsep jaringan sosial yang dikemukakan oleh para peneliti
sebelumnya, jaringan sosial dibentuk dari hubungan sosial melalui hubungan
pertetanggaan, kekerabatan, dan keikutsertaan rumahtangga dalam suatu
kelompok atau organisasi. Jaringan sosial berfungsi untuk membantu
rumahtangga dalam pemenuhan kebutuhan pangan agar ketahanan pangan dapat
terwujud. Aksesibilitas pangan sangat berkaitan erat dengan jaringan sosial.
Melalui hubungan pertetanggaan atau kekerabatan dan asosiasi yang dibentuk
oleh masyarakat maka hubungan-hubungan sosial baru banyak terbentuk. Apabila
hubungan sosial semakin banyak akan membentuk jaringan-jaringan baru yang
berguna membantu rumahtangga memenuhi kebutuhan pangan. Akses
rumahtangga menjadi semakin mudah dalam memenuhi kebutuhan pangan karena
banyak jaringan sosial yang dapat dimanfaatkan. Akses rumahtangga yang
semakin mudah dalam memenuhi kebutuhan pangan akan membantu mewujudkan
ketahanan pangan.
c. Norma (Norm)
Norma merupakan aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat baik formal
maupun informal. Keberadaan norma dapat mengatur bagaimana masyarakat
bersikap dan berperilaku. Norma sosial tidak dapat terpisah dari kepercayaan dan
jaringan sosial. Norma sosial dapat berupa aturan-aturan tidak tertulis dalam
hubungan antar rumahtangga di dalam komunitas, nilai-nilai tradisional yang
sudah ada turun temurun, dan nilai-nilai agama yang diyakini dalam menjalin
hubungan sosial (Alfiasari et al. 2009). Agar dapat tercipta kerjasama, maka harus
ada norma-norma yang mengatur. Norma-norma yang ada dapat terbentuk secara
sengaja maupun secara tidak sengaja. Norma-norma yang ada di dalam
masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda.
Dalam penelitian Sunandang (2012) dijelaskan bahwa hubungan
kekerabatan yang erat dan kepercayaan yang terjalin cukup baik akan
memunculkan kontrol pada diri sendiri sehingga terpelihara nilai-nilai seperti
kebersamaan, gotong royong, dan kerja sama yang dibentuk oleh masyarakat. Ada
aturan-aturan yang mengikat pada masyarakat yang tidak dibentuk oleh aturan
formal. Kebersamaan, gotong royong, dan kerja sama memiliki aturan-aturan
masing-masing yang dipegah teguh oleh masyarakat dalam berperilaku. Berbeda
dengan konsep yang dikemukakan Sunandang (2012), Alfiasari et al. (2009)
dalam penelitiannya menjelaskan bahwa norma-norma yang ada pada masyarakat
tidak tertulis (aturan tidak tertulis) ketika saling membantu dalam pemenuhan
kebutuhan pangan rumahtangga. Norma tersebut berupa kesadaran untuk saling
membantu antar tetangga karena masih saudara atau kerabat yang harus tolongmenolong dalam memenuhi kebutuhan pangan. Ketika rumahtangga tidak
memiliki sumberdaya pangan maka dengan sukarela rumahtangga lain akan
membantu memenuhi sumberdaya pangan tersebut.
Alfiasari et al. (2009) dan Sunandang (2012) menekankan adanya aturan
tidak tertulis dan tidak formal yang berlaku dengan baik di dalam masyarakat.
Tolong-menolong, gotong royong adalah salah satu norma yang sering dipatuhi
masyarakat dalam memnuhi kebutuhan pangan rumahtangga. Kepercayaan yang

10

telah diberikan antar rumahtangga dan jaringan yang telah dibangun memerlukan
aturan tertulis ataupun tidak tertulis untuk membatasi perilaku rumahtangga dalam
memenuhi kebutuhan pangan. Stabilitas pangan tercukupi dengan tindakan
rumahtangga yang sesuai dengan aturan sosial yang berlaku. Aksesibilitas pangan
rumahtangga semakin mudah dengan batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh
rumahtangga. Konsumsi pangan rumahtangga juga harus menggunakan normanorma sosial sebagai batasan-batasan dalam berperilaku memenuhi konsumsi
pangan.
Pemanfaatan Modal Sosial
Pemanfaatan modal sosial merupakan cara-cara rumahtangga memanfaatkan
kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial dalam menjalankan kehidupannya.
terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan nonpangan. Seperti pada
penelitian Alfiasari et al. (2009) yang menjelaskan bahwa pemanfaatan modal
sosial dapat dilihat dari hubungan ketetanggaan dan kekerabatan karena jarak
tempat tinggal yang dekat untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Selain itu,
pemanfaatan modal sosial dalam ketahanan pangan rumahtangga dapat dilihat dari
keikutsertaan rumahtangga pada organisasi. Organisasi-organisasi asli yang
tumbuh dari masyarakat cenderung lebih mampu dalam mendukung rumahtangga
untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pangan rumahtangga. Keterlibatan
rumahtangga dalam jaringan organisasi yang lebih luas di luar desa merupakan
peluang besar untuk dapat mendukung kondisi ketahanan pangan rumahtangga
melalui kerja sama dengan organisasi luar desa (Sumarti 2012). Kedua peneliti
saling menjelaskan pemanfaatan modal sosial dalam memenuhi kebutuhan pangan
dengan menggunakan kepercayaan dan organisasi sosial untuk membangun
jaringan sosial antar rumahtangga.
Dalam penelitian Mustofa (2012), pemanfaatan modal sosial untuk
mencukupi kebutuhan adalah dengan strategi mencari tambahan penghasilan,
pinjam, minta saudara/anak, menjual/menggadaikan barang yang dimiliki. Strategi
yang dilakukan memanfaatkan jaringan sosial yang telah dibentuk sebelumnya.
Konsep yang dikemukakan Mustofa (2012) lebih menekankan pada pemanfaatan
jaringan sosial untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Tingkat kepercayaan, tingkat
kerjasama, dan kekuatan jaringan yang merupakan bagian dari pemanfaatan
modal sosial, sesuai dengan pernyataan Rendanikusuma (2012). Lebih lanjut
Rendanikusuma menjelaskan bahwa bentuk kekuatan jaringan adalah banyaknya
orang yang dikenal oleh masyarakat, kemudahan dalam mendapatkan informasi
sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak untuk
memenuhi kebutuhan.
Manfaat asosiasi dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh
rumahtangga (Suandi dan Napitupulu 2012). Asosiasi tersebut didukung oleh
karakter masyarakat yang berperan aktif dalam kegiatan asosiasi untuk mengatasi
masalah rumag tangga. Humaira (2011) dalam penelitiannya menambahkan
kepercayaan yang digunakan berkaitan dengan nilai kejujuran dalam
menggunakan kepercayaan tersebut. Orang lain percaya kepada kita dengan
menguji kejujuran dalam memanfaatkan kepercayaan yang telah diberikan.
Dari penjelasan beberapa peneliti mengenai pemanfaatan modal sosial,
dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan modal sosial merupakan cara rumahtangga
menggunakan modal sosial untuk membantu menangani masalah kebutuhan

11

pangan. Pemanfaatan modal sosial berupa kepercayaan yang ada dalam asosiasi
atau organisasi yang telah dibentuk sehingga menciptakan suatu hubungan sosial
yang erat dan ada norma yang mengikat. Stabilitas pangan rumahtangga terpenuhi
apabila kepercayaan timbul dan digunakan untuk saling membantu antar
rumahtangga. Jaringan sosial semakin kuat apabila rumahtangga
menggunakannya untuk memudahkan rumahtangga dalam akses terhadap pangan.
Apabil norma sosial dipatuhi dengan baik maka konsumsi pangan rumahtangga
juga akan semakin baik.
Konsep Ketahanan Pangan
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, ketahanan pangan
merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata,
dan terjangkau. Undang-undang tersebut juga telah menyatakan bahwa
pengembangan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani merupakan kewajiban
bersama antara pemerintah dan masyarakat. Ketahanan pangan bertujuan untuk
mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumahtangga, dalam jumlah yang
cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh
setiap individu.
Suryana (2003) menjelaskan bahwa GBHN 1999-2004 telah mengarahkan
bahwa ketahanan pangan dikembangkan dengan bertumpu pada keragaman
sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal/domestik, distribusi
ketersediaan pangan mencapai seluruh wilayah dan peningkatan pendapatan
masyarakat agar mampu mengakses pangan secara berkelanjutan. World Bank
mendefinisikan ketahanan pangan sebagai akses semua orang pada setiap saat
terhadap pangan yang mencukupi untuk menjamin kehidupan yang aktif dan sehat
(Indaryanti 2003 dalam Fathonah dan Prasodjo 2011). World Conference on
Human Right tahun 1993 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi
terpenuhinya kebutuhan gizi setiap individu baik dalam jumlah maupun mutu agar
dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan sesuai dengan budaya
setempat (Saliem 2005 dalam Fathonah dan Prasodjo 2011).
Penelitian Fathonah dan Prasodjo (2011) menjelaskan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah tingkat pendidikan pengelola
rumahtangga, tingkat pendapatan rumahtangga, dan struktur rumahtangga.
Nasution (2012) juga menjelaskan bahwa ketahanan pangan rumahtangga
dipengaruhi oleh pendapatan yang merupakan nilai ekonomi yang berpengaruh
secara signifikan, jumlah anggota rumahtangga, dan pengeluaran rumahtangga.
Pendapatan yang semakin tinggi akan meningkatkan daya beli rumahtangga
sehingga kebutuhan pangan dapat terpenuhi. Pendapatan rumahtangga diperoleh
melalui pekerjaan pergi keluar negeri sebagai TKI. Penguasaan lahan juga
menjadi faktor yang menentukan ketahanan pangan rumahtangga. Dalam
penelitian Fathonah dan Prasodjo (2011), Mustofa (2012), Suandi dan Napitupulu
(2012) dijelaskan bahwa ketahanan pangan rumahtangga dilihat dari ketersediaan
pangan bagi rumahtangga, aksesibilitas pangan dilihat dari distribusi pangan,
konsumsi pangan rumahtangga.
Kerangka sistem ketahanan pangan menurut Suryana (2003) dijelaskan pada
Gambar 1.

12

Input
Prasarana
dan
kelembag
aan
produksi,
pasca
panen,
pengolaha
n,
penyimpa
nan,
distribusi

Ketersediaan
Mencakup
kestabilan dan
kesinambunga
n penyediaan
pangan yang
berasal
dari
produksi
dalam negeri,
ekspor-impor,
dan cadangan
pangan

Distribusi
Mencakup
kestabilan
harga
pangan
dan
aksesibilit
as pangan
antar
waktu dan
antar
wilayah

Konsumsi
Mencakup
kecukupan
konsumsi
dalam
jumlah,
keragaman
,
mutu
gizi/
nutrisi,
keamanan

Output
Pemenuhan hak
asazi
atas
pangan
mencakup
ketahanan
pangan,
ketahanan
ekonomi,
pemenuhan hak
atas
pangan,
pengembanagan
SDM
berkualitas

Kebijakan dan Fasilitas
Fasilitasi pemerintah bagi kecukupan pangan, harga
yang wajar, terjangkau masyarakat. pengaturan,
pengawasan menuju iklim usaha yang jujur,
bertanggung jawab, pangan yang aman dan bergizi
cukup. Fasilitasi bagi pemberdayaan dan kemandirian
masyarakat.

SISTEM PERDAGANGAN DOMESTIK DAN GLOBAL
Gambar 1 Kerangka sistem ketahanan pangan
Ketahanan pangan dapat diwujudkan dengan memanfaatkan modal sosial
yang tersedia dalam masyarakat. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan melalui
modal sosial seperti kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial dapat
membantu rumahtangga menyelesaikan masalah pangan rumahtangga. Suandi dan
Napitupulu (2012) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan sumberdaya
terpenting dalam kehidupan masyarakat karena modal ini merupakan jaringan atau
hubungan keluarga terhadap dunia luar baik bersifat formal maupun informal
untuk memecahkan berbagai persoalan yang ada di masyarakat termasuk masalah
pangan rumahtangga. Dengan kata lain, modal sosial merupakan bentuk jaringan
kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang terjadi antara individu dan kelompok
yang bermanfaat dan menguntungkan.
Konsep Kedaulatan Pangan
Kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak setiap orang, masyarakat, dan
negara untuk menentukan kebijakan pangannya sendiri dengan memprioritaskan
produk pangan lokal untuk kebutuhan sendiri serta melarang praktik perdagangan
pangan secara dumping (Pramono 2005 dalam Nasution 2012). Serikat Petani
Indonesia (SPI) juga menjelaskan konsep kedaulatan pangan sebagai hak setiap

13

bangsa secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan,
dan perikanan, tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional. Ada
tujuh prasyarat utama untuk menegakkan kedaulatan pangan, antara lain 1)
pembaruan agraria, 2) adanya hak akses rakyat terhadap pangan, 3) penggunaan
sumberdaya alam secara berkelanjutan, 4) pangan untuk pangan dan tidak sekedar
komoditas untuk diperdagangkan, 5) pembatasan penguasaan pangan oleh
korporasi, 6) melarang penggunaan pangan sebagai senjata, 7) pemberian akses ke
petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.
Konsep kedaulatan pangan berbeda dengan ketahanan pangan.
Perbandingan indikator kedaulatan pangan dan ketahanan pangan yang
dikemukakan oleh Hariyadi (2012) tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan indikator ketahanan pangan dan kedaulatan pangan
Perbandingan
Definisi

Indikator
Ketersediaan Pangan

Indikator
keterjangkauan
Pangan

Indikator Konsumsi

Ketahanan Pangan
Ketahanan
pangan
merupakan
kondisi
terpenuhinya pangan bagi
rumahtangga
yang
tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik
dalam jumlah maupun
mutunya, aman, merata,
dan
terjangkau
(UU
Pangan No 7 Tahun 1996)

Kecukupan
jumlah
(kuantitas)
Kecukupan mutu
Kecukupan gizi
Keamanan
Keterjangkauan fisik,
ekonomi, dan sosial
Kesesuaian
dengan
preferensi

Kecukupan

asupan

Kedaulatan Pangan
Kedaulatan
pangan
merupakan hak negara
dan bangsa yang secara
mandiri
dapat
menentukan
kebijakan
pangannya,
yang
menjamin
hak
atas
pangan bagi rakyatnya,
serta memberikan hak
bagi masyarakatnya untuk
menentukan
sistem
pertanian pangan yang
sesuai dengan potensi
sumberdaya lokal (UU
Perlindungan
Lahan
Pertanian Pangan No 41
Tahun 2009)
Kecukupan jumlah
(kuantitas)
Kecukupan mutu
Kecukupan gizi
Keamanan
Keterjangkauan fisik,
ekonomi, dan sosial
Kesesuaian dengan
preferensi
Kesesuaian
kebiasaan,
dan
budaya
Kesesuaian dengan
kepercayaan
Kecukupan asupan

14

Pangan

(intake)
Kualitas pengolahan
pangan
Kualitas sanitasi dan
higiene
Kualitas air
Kualitas pengasuhan
anak

Indikator
Kemandirian

-

Indikator Kedaulatan

-

(intake)
Kualitas pengolahan
pangan
Kualitas sanitasi dan
higiene
Kualitas air
Kualitas pengasuhan
anak
Tingkat
ketergantungan
impor pangan
Tingkat
ketergantungan
impor
sarana
produksi
pangan
(benih,
pupuk,
ingredient,
pengemas,
mesin,
dan lain-lain).
Tingkat
keanekaragaman
sumberdaya pangan
lokal
Tingkat partisipasi
masyarakat
dalam
sistem pangan
Tingkat
degradasi
mutu lingkungan
Tingkat
kesejahteraan
masyarakat petani,
nelayan,
dan
peternak.

Sumber : Hariyadi (2012)

Analisis modal sosial dengan menggunakan pendekatan ketahanan pangan
lebih cocok untuk dilakukan karena ketahanan pangan berkaitan dengan lingkup
rumahtangga pada masyarakat. Modal sosial dianalisis dengan melihat
kemampuan individu dalam rumahtangga dalam menggunakan kepercayaan,
jaringan, dan norma sosial untuk mencapai tujuan masing-masing rumahtangga,
salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Berdasarkan Tabel 1,
perbedaan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan berada pada indikator
kemandirian dan kedaulatan. Ketahanan pangan belum melihat adanya faktor
kemandirian dan kedaulatan karena sesuai dengan UU pangan yang lebih melihat
kepada kemampuan rumahtangga untuk mendapatkan pangan namun belum
secara mandiri dan berdaulat.

15

Komponen Ketahanan Pangan
a. Ketersediaan Pangan
Ketersediaan pangan mencakup kestabilan dan kesinambungan penyediaan
pangan yang berasal dari produksi dalam negeri, impor-ekspor, dan cadangan
pangan. Ketersediaan pangan juga berarti bahwa bagaimana pangan dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat terutama rumahtangga untuk mempertahankan
kehidupannya. Pada tingkat rumahtangga, ketersediaan pangan dapat dipenuhi
dari produksi pangan sendiri dan membeli pangan yang tersedia di pasar (Braun et
al. 1992 dalam Fathonah dan Prasodjo 2011).
Ketersediaan pangan juga berarti terpenuhinya pangan yang cukup bukan
hanya beras tetapi mencakup pengan yang berasal dari tanaman, ternak, ikan
untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral
yang bermanfaat (Suryana 2001 dalam Nasution 2012). Ketersediaan pangan
harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat
musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia
bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari
waktu ke waktu (Maleha dan Sutanto 2011).
Mustofa (2012) dalam penelitiannya juga menjelaskan ketersediaan