Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia sebagai negara mega biodiversitas memiliki beragam ekosistem. Salah satu tipe ekosistem tersebut adalah hutan mangrove. Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi pada tahun 2006 oleh Ditjen Rehabilitasi Lahan Perhutanan Sosial (RLPS), luas total hutan mangrove di Indonesia diperkirakan 7.7 juta hektar (Santoso 2011). Luasan tersebut tersebar di pulau-pulau Indonesia. Secara umum, hutan mangrove didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove tidak hanya memiliki manfaat pada aspek ekologi, tetapi juga pada aspek ekonomi, dan sosial.

Berkaitan dengan hal tersebut, di Indonesia terdapat beberapa permasalahan hutan mangrove, diantaranya konversi hutan serta pemanfaatan mangrove yang tidak terkontrol. Di samping itu, saat ini juga terdapat permasalahan lingkungan yang dihadapi di berbagai belahan dunia, yakni pemanasan global (global warming). Salah satu dampak dari pemanasan global adalah naiknya permukaan air laut. Hal ini tentunya akan berpengaruh pula terhadap kondisi hutan mangrove, terutama mengenai kemampuan adapatasi jenis-jenis mangrove akan dampak tersebut.

Berdasarkan pernyataan sebelumnya mengenai luasan hutan mangrove, manfaatnya serta permasalahannya di Indonesia, terciptalah suatu peluang untuk pengembangan pembudidayaan jenis mangrove dengan perlakuan yang tepat. Jenis tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) dipilih sebagai objek penelitian dikarenakan jenis tersebut termasuk dalam flora mangrove sejati. Artinya, jenis B. gymnorrhiza memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove dan termasuk kedalam kelompok flora yang mampu membentuk tegakan murni (Kusmana et al. 2005).


(2)

2

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji respon pertumbuhan B. gymnorrhiza terhadap tingkat penggenangan pada kondisi naungan dan tanpa naungan.

2. Menentukan tingkat penggenangan dengan kondisi naungan atau tanpa naungan yang berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan optimal dari jenis B. gymnorrhiza.

1.3Manfaat Penelitian

Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah terdapatnya informasi mengenai respon toleransi pertumbuhan semai B. gymnorrhiza terhadap penggenangan dan naungan.


(3)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove

Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No. 60/Kpts/DJ/1/1978, yang dimaksud dengan hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang dan bebas dari gangguan pada waktu surut. Selanjutnya, Kusmana (1995) menyatakan bahwa tipe ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem yang unik karena berada di daerah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan. Kondisi ini mengakibatkan jenis-jenis flora dan fauna yang hidup di habitat mangrove pun terdiri atas flora dan fauna darat juga laut. Dari segi fauna, banyak penelitian membuktikan bahwa fauna yang mendominasi ekosistem mangrove adalah fauna laut.

Tipe hutan mangrove disamping mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting sebagai interface antara ekosistem daratan dan lautan, juga mempunyai fungsi ekonomis melalui hasil kayu dan hasil hutan ikutan. Dengan demikian, di dalam ekosistem mangrove paling sedikit terdapat lima unsur ekosistem yang saling kait mengait, yaitu flora, fauna, perairan, daratan, dan manusia (penduduk lokal) yang hidupnya bergantung pada ekosistem hutan mangrove (Kusmana 1995). Menurut Santoso 2011, beberapa peran penting hutan mangrove, yaitu menjaga keseimbangan wilayah pesisir dan laut, sebagai sumber nutrisi biota laut, sebagai habitat sumber daya ikan dan biota laut, berperan dalam pengurai polutan, sebagai buffer zone wilayah pesisir dari berbagai ancaman dan bencana alam, dan juga penghasil kayu dan bahan-bahan lainnya (pewarna, penyamak kulit).

2.2 Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) 2.2.1 Taksonomi

Supriatna dan Safari (2009) mengemukakan beberapa nama daerah dari

Bruguiera gymnorrhiza, yakni taheup, tenggel (Aceh); kandeka, tinjang merah

(Jakarta); putut, tumu (Riau); lindur, tanjang merah (Bali); bangko (NTT); salak-salak, totongkek (NTB); tancang (Jawa Barat); tancang, tumu (Jawa Tengah);


(4)

4

tancang, putut (Jawa Timur); lindur (Madura); tokke-tokke, sala-sala, tancang, tokke (Sulawesi Selatan); dan mulut besar (Kalimantan Timur).

Berdasarkan taksonominya, klasifikasi tancang adalah sebagai berikut (Kartesz 2011) :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) Sub kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales Famili : Rhizophoracea Genus : Bruguiera

Species : Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

2.2.2 Deskripsi Botani

Menurut Noor et al. (2006), B. gymnorrhiza merupakan pohon yang selalu hijau dengan tinggi kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut.

Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak memiliki bercak). Letaknya sederhana dan berlawanan dengan bentuk elips hingga elips-lanset. Ujung daun meruncing dan ukuran daun sebesar 4.5–7 cm x 8.5–22 cm.

Bunga B. gymnorrhiza bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9–25 mm. Bunga terletak di ketiak daun, menggantung. Formasinya adalah soliter. Daun mahkota sebanyak 10–14, berwarna putih dan coklat tua. Jika daun mahkota tua, ukuran panjangnya adalah 13–16 mm. Kelopak bunga sejumlah 10– 14, berwarna merah muda hingga merah.


(5)

5

Buah dari jenis B. gymnorrhiza melingkar spiral dan bundar melintang. Panjang buah 2–2.5 cm. Hipokotilnya tumpul dan berwarna hijau tua keunguan. Ukuran panjang hipokotil adalah 12–30 cm dan diameter 1.5–2 cm.

2.2.3 Persyaratan Tempat Tumbuh dan Persebaran Alami

B. gymnorrhiza merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang

tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta tahap awal dalam transformasi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di areal dengan salinitas rendah dan kering serta tanah yang memiliki aerasi yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah yang terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove, sepanjang tambak serta surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substratnya terdiri dari lumpur, pasir, dan kadang-kadang tanah gambut hitam. Jenis ini terkadang juga ditemukan di pinggir sungai yang kurang terpengaruh air laut. Hal tersebut mungkin disebabkan karena terbawanya buah B. gymnorrhiza oleh arus air atau gelombang pasang. Regenerasinya sering kali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga relatif besar, memiliki kelopak bunga berwarna kemerahan, menggantung, dan mengundang burung untuk melakukan penyerbukan.

Wilayah penyebaran jenis ini, yakni dari Afrika Timur dan Madagaskar hingga Sri Lanka, Malaysia, dan Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat dan Australia Tropis. Kelimpahannya umum dan tersebar luas (Noor et al. 2006).

2.2.4 Pemanfaatan

Manfaat dari tancang, bagian dalam hipokotilnya dapat dijadikan bahan makanan (manisan kandeka), dicampur dengan gula. Kayunya yang berwarna merah juga digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang (Noor et al. 2006). Selain itu, menurut Supriatna dan Safari (2009), tanaman ini kayunya dapat digunakan sebagai bahan kontruksi, tiang telepon, bantalan kereta api, furniture, lantai, arang, dan kayu bakar. Adapun bagian kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai obat mata, diare, dan malaria.


(6)

6

2.3 Biomassa

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, batang utama, dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area (Brown 1997).

Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Lebih jauh dikatakan biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan unsur organik per unit luas pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produksi, umur tegakan hutan dan distribusi organik (Kusmana 1993).

Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui besarnya biomassa tanaman. Menurut Chapman (1976), secara garis besar metode pendugaan biomassa di atas permukaan tanah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Metode Pemanenan

a. Metode pemanenan individu tanaman b. Metode pemanenan kuadrat

c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata.

2. Metode Pendugaan Tidak Langsung a. Metode persamaan allometrik


(7)

7

III.

BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan mulai dari Juni hingga September 2011. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo KM 22–23, Jakarta Utara.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bambu (15 buluh bambu dengan panjang masing-masing 5 m), lumpur dalam polybag (ukuran polybag 30 x 30 cm), dan semai B. gymnorrhiza. Jenis tancang tersebut adalah tancang berumur 6 bulan (terhitung Juni 2011) yang berasal dari Elang Laut yang berjarak ± 500 m dari lokasi penelitian. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu buku catatan, mistar, meteran jahit, kaliper, cuter, spidol permanen, termometer dry wet, refraktometer, lux meter, kamera digital, oven, dan timbangan dengan ketelitian 10-3.

3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Persiapan Percobaan

Persiapan percobaan terdiri dari beberapa tahap kegiatan, diantaranya yaitu : A. Pembuatan Sandaran Semai

Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian adalah perlakuan penggenangan yang dikelompokkan pada kondisi naungan dan tanpa naungan. Dalam perlakuan tersebut dibutuhkan suatu sandaran bertingkat sebagai tempat peletakkan semai di lokasi pengamatan.

Langkah-langkah persiapan dalam pembuatan sandaran semai tersebut meliputi:

a. Lokasi peletakan sandaran ditentukan, yaitu di area terbuka (tanpa naungan) dengan intensitas cahaya matahari 368.67 FC (blok 1) dan area di bawah naungan pohon dengan intensitas cahaya matahari


(8)

8

sebesar 66.27 FC atau 18% dari intensitas total blok tanpa naungan (blok 2). Sandaran diletakkan diantara guludan yang dapat dilihat pada Gambar 1 dan Lampiran 1.

Gambar 1 Sandaran semai di area terbuka (A) dan sandaran semai di bawah naungan (B)

b. Kedalaman air diukur di lokasi peletakan sandaran yang telah dipilih. c. Perkiraan panjang dan lebar maksimal sandaran diukur sehingga

mampu menopang 21 semai tiap bloknya (7 bibit x 3 perlakuan per blok).

d. Pembuatan sandaran, yakni dengan bambu yang diangkut ke lokasi peletakan sandaran, kemudian bambu-bambu yang telah dipotong sesuai perkiraan ukuran disatukan dengan paku dan tali rafia sehingga berbentuk seperti rak. Sandaran tersebut dapat diatur ketinggiannya

A


(9)

9

secara manual sesuai perlakuan tingkat penggenangan yang telah ditentukan dan kondisi ketinggian permukaan air di lokasi pengamatan.

B. Pemilihan dan Pengangkutan Semai

Pada mulanya, semai B. gymnorrhiza yang digunakan sebagai bahan penelitian berada di daerah Elang Laut (±500 m dari Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo). Di Elang Laut dilakukan seleksi semai B.

gymnorrhiza sebanyak 42 semai. Semai yang dipilih adalah semai yang

memiliki kenampakan fenotipe yang sehat dan memiliki tinggi rata-rata yang sama. Semai yang telah dipilih kemudian diangkut ke lokasi penelitian (Kawasan Mangrove) dengan menggunakan mobil pick up.

C. Persiapan Semai

Tahapan kegiatan yang dilaksanakan saat persiapan semai, yaitu : 1. Persiapan media tanam.

Media tanam yang digunakan adalah lumpur. Sumber lumpur tersebut adalah lumpur di sekitar guludan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo. Lumpur kemudian dimasukkan ke dalam

polybag berukuran 30 x 30 cm.

2. Semai B. gymnorrhiza dipindahkan ke media tanam dalam polybag.

3. Semai diangkut dan diletakkan pada sandaran yang telah tersedia. 4. Semai diikat ke sandaran dengan tali rafia agar semai tidak hanyut

terbawa arus.

3.3.2 Pengamatan dan Pengukuran

Pengamatan dan pengukuran pada B. gymnorrhiza dilakukan untuk mengkaji ada tidaknya perubahan pada kondisi semai akibat pengaruh dari perlakuan perbedaan tingkat penggenangan dan naungan. Kegiatan ini dilakukan secara rutin, yakni satu kali pengamatan setiap minggunya selama tiga bulan.


(10)

10

Adapun variabel yang diamati dan diukur pada penelitian adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan tinggi semai

Tinggi batang B. gymnorrhiza diukur mulai dari batas antara propagul dan batang hingga ujung buku paling atas. Pengukuran ini dilakukan dengan alat bantu mistar seperti yang terlihat pada Lampiran 3.

2. Pertumbuhan diameter batang

Diameter B. gymnorrhiza diukur pada batas antara propagul dan batang dengan menggunakan kaliper (Lampiran 3). Agar pengukuran diameter ini konsisten, maka diberi tanda berupa goresan spidol permanen pada bagian tempat pengukuran diameter batang.

3. Panjang buku

Panjang buku adalah panjang antar batas buku yang diukur dengan mistar atau meteran jahit. Variabel panjang buku ini hanya diukur pada semai pertama dan kedua dari masing-masing taraf perlakuan.

4. Jumlah buku

Jumlah buku pada masing-masing semai diamati, dihitung, dan dicatat pada tally sheet.

5. Jumlah daun

Pada keseluruhan semai, dilakukan penghitungan jumlah daun. Selain itu, diamati pula kondisi daunnya, seperti warna daun, ada atau tidaknya serangan hama atau penyakit seperti yang ditunjukkan pada lampiran 4.

6. Jumlah cabang

Jumlah cabang pada masing-masing semai dihitung dan dicatat. Percabangan terletak pada salah satu buku batang dan biasanya berada di bagian pucuk bibit.

7. Biomassa

Pengukuran biomassa dilakukan di akhir penelitian atau pada minggu ke-13. Pelaksanaannya adalah dengan cara memanen tiga sampel semai yang dianggap mewakili dari setiap perlakuan untuk kemudian dihitung biomassanya. Jenis sampel yang dipilih adalah sampel yang memiliki nilai diameter tertinggi, rata-rata, dan terendah untuk setiap tingkat penggenangan. Jadi, total sampel yang diambil adalah sebanyak 18 individu anakan (3 semai


(11)

11

dari 7 semai B. gymnorrhiza di setiap penggenangan untuk masing-masing blok naungan dan blok terbuka). Kemudian setiap sampel yang telah diambil dipisahkan ke dalam beberapa komponen, yakni daun, batang, cabang, dan akar. Sampel biomassa tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tahap selanjutnya ialah analisis laboratorium. Pada tahap ini, diperoleh pula hasil mengenai beberapa variabel lainnya, yaitu:

a. Berat basah akar dan pucuk

Berat basah diperoleh dengan menimbang bagian akar semai setelah dipanen, sedangkan berat basah pucuk terdiri dari batang, cabang, dan daun yang ditimbang setelah selesai dipanen.

b. Berat basah total

Berat basah total didapatkan dengan menjumlahkan berat basah akar dengan berat basah pucuk.

c. Berat kering akar dan pucuk

Berat kering diukur setelah komponen atau bagian tanaman dikeringkan di dalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam hingga mencapai berat konstan. Masing-masing bagian tanaman selanjutnya ditimbang dengan bantuan timbangan dengan ketelitian 10-3.

d. Berat kering total

Berat kering total merupakan penjumlahan berat kering pucuk dan berat kering akar. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut :

e. Nisbah pucuk akar

Nisbah pucuk akar didapatkan dengan membagi nilai berat kering pucuk dengan berat kering akar atau dengan rumusan sebagai berikut :

f. Prosentase tumbuh tanaman

Jumlah semai yang hidup dan mati di kedua blok percobaan dihitung setiap minggu pengamatan dan kemudian direkapitulasi.

Nisbah pucuk akar (NPA) = berat kering pucuk (BKP) berat kering akar (BKA)


(12)

12

8. Kondisi lingkungan

Beberapa kondisi umum lingkungan diperoleh melalui penelusuran data sekunder dan pengukuran langsung di lapang. Pengamatan suhu dan kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan alat bantu termometer wet dry. Pengukuran intensitas cahaya matahari dengan menggunakan alat lux meter dan alat refraktometer untuk pengukuran salinitas air.

3.4 Metode Analisis Data 3.4.1 Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) atau Randomize Complete Block

Design. Model rancangan ini digunakan dengan pertimbangan adanya kondisi

heterogen pada unit percobaan yang berasal dari satu sumber keragaman. Selain itu, antara perlakuan dan blok tidak boleh terjadi interaksi. Perlakuan pada percobaan ini adalah perlakuan tingkat penggenangan. Perlakuan tingkat penggenangan tersebut dibedakan menjadi tiga taraf, yaitu:

a. A0 = penggenangan sampai batas leher akar (kontrol)

b. A1 = penggenangan antara batas ¼ tinggi batang bebas daun (T) dan

nnnnn½tinggi batang bebas daun (¼ T < A1 ≤ ½ T)

c. A2 = penggenangan antara batas ½ tinggi batang bebas daun (T) dan

nnnn ¾tinggi batang bebas daun (½ T < A2 ≤ ¾ T).

Masing-masing taraf perlakuan memiliki tujuh kali ulangan dalam dua kelompok atau blok. Kelompok atau blok tersebut adalah blok naungan dan blok terbuka (tanpa naungan). Dengan demikian, unit percobaan yang dilibatkan sebanyak 7x3 = 21 unit pada setiap blok sehingga secara keseluruhan dibutuhkan 2x21 = 42 unit percobaan. Pengacakan perlakuan dilakukan pada masing-masing blok percobaan.

Model persamaan linier dari rancangan satu faktor dengan RAKL yang digunakan adalah (Mattjik & Sumertajaya 2006) :

Y

ij

= µ

+ τ

i

+ β

j

+ ε

ij

Dimana : i = 1, 2, …, 6 dan j = 1, 2, …, r


(13)

13

µ = Rataan umum

τ = Pengaruh perlakuan ke-i

βi = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j 3.4.2 Analisis Data

Data hasil pengukuran dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan bila terdapat pengaruh yang signifikan pada variabel percobaan, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

Microsoft Office Excel dan software SAS (Statistical Analysis System) 9.1.3


(14)

14

IV.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Lokasi penelitian berada di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo DKI Jakarta atau lebih tepatnya di sebelah kiri arah Tol Sedyatmo KM 22 sampai KM 23, Tol Bandara Soekarno-Hatta menuju kota Jakarta. Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo sering disebut sebagai Mangrove Educational Centre atau jalur hijau Tol Sedyatmo yang merupakan kawasan rehabilitasi mangrove yang dikelola langsung oleh Dinas Kelautan dan Pertanian (DKP) Pemerintah DKI Jakarta.

Kawasan di sepanjang Tol Sedyatmo memiliki hutan mangrove dengan luas mencapai 95.5 hektar. Wilayah tersebut termasuk ke dalam wilayah Kelurahn Pluit, Kecamatan Panjaringan, dan Kotamadya Jakarta Utara. Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian


(15)

15

Batas-batas wilayah dari Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo adalah sebagai berikut :

Sebelah Selatan : Pantai Indah Kapuk Sebelah Utara : Jalan Tol Soekarno-Hatta Sebelah Barat : Pantai Kapur Timur Sebelah Timur : Jalan Pluit Barat

4.2 Kondisi Fisik

Secara geografis, Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo terletak pada 06o05’24”–06o05’35” Lintang Selatan dan 106o46’06”–106o46’30” Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 0–1 meter di atas permukaan laut. Kawasan Delta Muara Angke berada diantara 2 anak sungai, yaitu Kali Angke di sebelah Timur dan Kali Adem di sebelah Barat.

4.2.1 Geologi dan Topografi

Geomorfologi Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo dipengaruhi oleh hasil endapan sungai yang mengalir di wilayah tersebut. Endapan sungai membentuk endapan alluvial pantai dengan permukaan tanah datar dan subur karena dipengaruhi oleh endapan sungai yang mengandung sedimen bahan organik dengan tekstur tanah lunak (tidak solid). Ini menyebabkan daya dukung tanah rendah dan proses intrusi air laut tinggi.

Topografi pada Kawasan Muara Angke memiliki kontur permukaan tanah yang datar. Ketinggian dari permukaan laut adalah 0–1 meter dengan kondisi air permukaan berupa payau, kolam tambak, dan rawa-rawa.

4.2.2 Hidrologi

Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo merupakan delta yang diapit oleh dua anak sungai, yaitu Kali Adem dan Kali Angke. Saat curah hujan tinggi, terjadi peningkatan ketinggian pasang air yang mencapai 0.3 m/hari. Namun, saat musim kemarau panjang, air akan surut hingga ± 0.5 m/hari. Kedalaman kawasan yang berupa kolam atau tambak ini bervariasi, yakni antara 0.82 sampai 1.5 meter.


(16)

16

4.2.3 Klimatologi

Secara umum, kondisi iklim kota Jakarta termasuk Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo memiliki iklim tropis dengan curah hujan sepanjang tahun 2000–1913.8 mm/tahun. Suhu udara di Muara Angke cukup tinggi. Suhu udara maksimum berkisar 31.4oC pada siang hari dan berkisar 25.4oC pada malam hari. Kelembaban udara rata-rata adalah 77% dan kecepatan angin rata-rata sebesar 7 knots/jam dengan arah angin yang selalu berubah-ubah sesuai musim pada tiap tahunnya (Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan DKI Jakarta 2001).

4.3 Kondisi Biotik

Flora di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo DKI Jakarta didominasi oleh jenis bakau (Rhizophora mucronata), sedangkan jenis tumbuhan mangrove yang tumbuh alami di pematang-pematang tambak adalah jenis api-api (Avicennia

marina), tancang (Bruguiera sp.), pedada (Sonneratia alba), dan Nypa fruticans.

Di samping itu, ditemukan pula jenis fauna di kawasan tersebut, antara lain burung air/ pecuk padi (Phalacrocorax niger), cangak laut (Ardea sumatrana), bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus), raja udang meninting (Alcedo

meninting), ikan gabus (Channa striata), ikan mas (Cyprinus carpio), lele(Clarias

batrachus), dan reptil, yaitu kadal (Mabuya multifasciata), katak (Polypedates


(17)

17

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter batang, panjang buku, jumlah buku, jumlah daun, jumlah cabang, berat kering total, nisbah pucuk akar, dan prosentase tumbuh tanaman. Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan dan blok terhadap variabel pertumbuhan semai

Variabel Perlakuan Blok/ kelompok

Pertumbuhan tinggi semai * tn

Pertumbuhan diameter batang Panjang buku Jumlah buku Jumlah daun Jumlah cabang * tn tn * tn tn tn tn tn *

Berat kering total (BKT) * tn

Nisbah pucuk akar (NPA) * tn

Prosentase tumbuh tanaman * tn

* : berpengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%, tn : tidak nyata.

Dari tabel di atas diperoleh hasil bahwa perlakuan menyebabkan respon yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, berat kering total (BKT), nisbah pucuk akar (NPA), dan prosentase tumbuh tanaman. Adapun semua respon pertumbuhan semai, kecuali variabel jumlah cabang, tidak menampakan perbedaan antara individu semai yang diletakkan di blok naungan dan tanpa naungan. Secara rinci, tabel hasil pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pertumbuhan Tinggi Semai

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa perlakuan tingkat penggenangan memberi pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi semai. Pengaruh tingkat penggenangan terhadap pertumbuhan tinggi disajikan pada Tabel 2.


(18)

18

Tabel 2 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap pertumbuhan tinggi semai

Tingkat penggenangan Rata-rata pertumbuhan tinggi (cm)

A1 0.33ab*

A0 0.17a

A2 0.15b

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Tabel tersebut menyatakan bahwa tingkat penggenangan yang menghasilkan rata-rata pertumbuhan tinggi semai paling baik adalah A1 dengan nilai 0.33 cm. Hasil ini diilustrasikan pada Gambar 3. Hasil uji lanjut Duncan tersebut juga menunjukkan bahwa perlakuan tingkat penggenangan A2 tidak memiliki pengaruh yang sama dengan A0 terhadap respon pertumbuhan tinggi semai.

Gambar 3 Pertumbuhan tinggi semai

Pertumbuhan Diameter Batang

Pada Tabel 3 yang diilustrasikan pada Gambar 4 dapat dilihat pengaruh tingkat pengggenangan terhadap pertumbuhan diameter batang semai.

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35

A1 A0 A2

0.33ab 0.17a 0.15b P er tum b uh an T in gg i (c m ) Tingkat Penggenangan

A1 A0 A2

Tinggi 0.33 0.17 0.15


(19)

19

Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap pertumbuhan diameter batang

Tingkat penggenangan Rata-rata pertumbuhan diameter (mm)

A0 0.02a*

A1 0.01b

A2 0.01b

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Pada Tabel 3 dapat diketahui pula bahwa perlakuan A0 menghasilkan pengaruh yang berbeda dengan perlakuan A1 dan A2. Namun, antara perlakuan A1 dan A2 tidak berbeda pengaruhnya.

Gambar 4 Pertumbuhan diameter batang semai

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) dapat dilihat bahwa perlakuan tingkat penggenangan berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter batang, sedangkan blok tidak memberikan pengaruh. Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 3) menunjukkan bahwa semai tancang yang memiliki nilai rata-rata diameter tertinggi adalah semai pada tingkat penggenangan batas leher akar (kontrol), yaitu sebesar 0.02 cm.

Pertumbuhan Panjang Buku

Menurut hasil sidik ragam pada Tabel 1, terlihat bahwa baik perlakuan tingkat penggenangan maupun blok atau kelompok tidak mempengaruhi respon pertumbuhan jumlah buku batang pada semai.

0 0.005 0.01 0.015 0.02

AO A1 A2

Diameter 0.02 0.01 0.01

0.01b 0.01b P er tum b uh an Di am et er B at an g (c m ) Tingkat Penggenangan Diameter 0.02a


(20)

20

Pertambahan Jumlah Buku

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) terlihat bahwa baik perlakuan tingkat penggenangan maupun blok atau kelompok tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah buku batang pada semai.

Perubahan Jumlah Daun

Pengaruh tingkat penggenangan terhadap jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap perubahan jumlah daun

Tingkat penggenangan Rata-rata perubahan jumlah daun

A0 0.23a*

A1 -0.05b

A2 -0.97c

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Dari hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) dapat diketahui bahwa perlakuan tingkat penggenangan memberikan pengaruh terhadap respon variabel jumlah daun pada tanaman, sedangkan blok atau kelompok tidak memberikan pengaruh. Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 4) menunjukkan bahwa jumlah daun meningkat sebesar 0.23 pada penggenangan batas leher akar (kontrol). Pada Gambar 5 dapat diketahui pula bahwa antar taraf perlakuan memiliki pengaruh yang berbeda terhadap variabel perubahan jumlah daun. Tanda negatif (-) pada penggenangan A1 dan A2 mengindikasikan jumlah daun yang berkurang dari jumlah awal.

Gambar 5 Perubahan jumlah daun semai

-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4

A0 A1 A2

0.23a -0.05b -0.97c P er ub ah an J um la h Da un Tingkat Penggenangan Daun


(21)

21

Pertambahan Jumlah Cabang

Pengaruh blok atau kelompok terhadap pertambahan jumlah cabang dapat dilihat pada Tabel 5 yang diilistrasikan pada Gambar 6.

Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh blok atau kelompok terhadap pertambahan jumlah cabang

Blok/ kelompok Rata-rata pertambahan jumlah cabang

Naungan 0.017a*

Terbuka (tanpa naungan) 0.000b

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Gambar 6 Pertambahan jumlah cabang semai

Pertambahan jumlah cabang memiliki hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) yang berbeda dari variabel pertumbuhan lainnya. Berdasarkan tabel tersebut, diperoleh hasil bahwa yang berpengaruh terhadap respon pertambahan jumlah cabang tanaman adalah pengaruh blok atau kelompok. Pertambahan jumlah cabang pada blok naungan memberikan pengaruh yang berbeda dengan blok tanpa naungan. Berdasarkan nilai rata-ratanya dapat diketahui bahwa perbedaan dari kedua blok tersebut tidak terlalu signifikan, yaitu hanya sebesar 0.017.

Berat Kering Total

Pengaruh tingkat penggenangan terhadap berat kering total atau biomassa disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap berat kering total

Tingkat penggenangan Rata-rata berat kering total (g)

A0 34.650a*

A1 22.392ab

A2 16.033b

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%.

0.017a 0.000b 0 0.005 0.01 0.015 0.02

Naungan Tanpa naungan

Blok atau Kelompok

Cabang P er tamba ha n Juml ah C aba ng


(22)

22

Berat kering total merupakan pertambahan dari berat kering pucuk dan berat kering akar. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan adanya respon pada biomassa terhadap perlakuan tingkat penggenangan. Namun, blok atau kelompok tidak memberikan pengaruh terhadap variabel biomassa tersebut.

Menurut hasil uji lanjut Duncan (Tabel 6 dan Gambar 7), rata-rata nilai berat kering total tertinggi pada semai adalah sebesar 34.65 gram. Pada Gambar 10 diketahui bahwa tingkat penggenangan A1 tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan penggenangan A0 dan A2 terhadap respon biomassa. Namun demikian, penggenangan A0 menghasilkan pengaruh yang berbeda dengan penggenangan A2.

Gambar 7 Berat kering total semai

Nisbah Pucuk Akar

Pengaruh tingkat penggenangan terhadap nisbah pucuk akar ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap nisbah pucuk akar

Tingkat penggenangan Rata-rata nisbah pucuk akar

A0 1.3418a*

A1 1.2636a

A2 0.6070b

* : Huruf beda di belakang angka menunjukan berpengaruh nyata pada taraf 5%. 0 5 10 15 20 25 30 35

A0 A1 A2

BKT 34.65 22.392 16.033

34.650a 22.392ab 16.033b B er at K er in g T o ta l (g) Tingkat Penggenangan BKT


(23)

23

Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara nilai biomassa pucuk dan biomassa akar tanaman. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukan bahwa tingkat penggenangan memberikan pengaruh terhadap respon variabel nisbah pucuk akar. Sebaliknya, variabel nisbah pucuk akar tidak menunjukkan perbedaan respon atas pengelompokkan ke dalam blok naungan dan tanpa naungan.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan di Tabel 7 dan Gambar 8 terlihat bahwa penggenangan pada batas leher akar (kontrol) memiliki nilai rata-rata nisbah pucuk akar tertinggi sebesar 1.3418. Di samping itu, dapat dilihat pula bahwa tingkat penggenangan A0 tidak memiliki respon yang berbeda dengan penggenangan A1. Namun, penggenangan A2 menghasilkan respon yang berbeda dengan penggenangan A0 dan A1.

Gambar 8 Nisbah pucuk akar semai Prosentase Tumbuh Tanaman

Prosentase tumbuh merupakan indikator untuk mengetahui tingkat ketahanan tanaman terhadap perlakuan tingkat penggenangan dan blok atau kelompok. Adapun nilai prosentase tumbuh tanaman tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

A0 A1 A2

NPA 1.3418 1.2636 0.607

1.3418a 1.2636a 0.6070b Ni sb ah P uc uk A ka r

Tingkat Penggenangan


(24)

24

Tabel 8 Prosentase tumbuh tanaman

Blok Penggenangan Jumlah Awal

Minggu pengamatan % tumbuh

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Naungan

A0 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00

A1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00

A2 7 7 7 7 7 4 4 4 4 4 4 3 3 42.86

Tanpa naungan

A0 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00

A1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 100.00

A2 7 7 7 7 7 7 6 5 5 4 4 3 3 42.86

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa semai dapat tumbuh baik pada tingkat penggenangan hingga batas leher akar (A0) dan penggenangan A1,baik dalam kondisi naungan maupun tanpa naungan. Namun, pada kedua blok terjadi penurunan prosentase tumbuh semai di tingkat penggenangan A2.

5.2 Pembahasan

Luas lahan hutan mangrove di Indonesia serta adanya berbagai permasalahan lingkungan terkait hutan mangrove menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu solusi dalam restorasi hutan mangrove secara tepat dengan menggunakan jenis yang adaptif terhadap tingkat penggenangan. Seperti yang diungkapkan Pulver dalam Setyawan et al. (2004), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam restorasi mangrove mencakup stabilitas tanah dan pola penggenangan.

Jenis mangrove yang digunakan dalam penelitian ini adalah B.

gymnorrhiza. Pertumbuhan B. gymnorrhiza diukur berdasarkan beberapa variabel.

Variabel tersebut antara lain, pertumbuhan tinggi, diameter, panjang buku, jumlah buku, jumlah daun, jumlah cabang, berat kering total (biomassa), nisbah pucuk akar serta prosentase tumbuh tanaman. Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 1, faktor tingkat penggenangan dan blok ada yang memberikan pengaruh dan ada yang tidak berpengaruh terhadap variabel-variabel pertumbuhan. Kedua faktor tersebut diharapkan dapat memberikan respon pertumbuhan semai B. gymnorrhiza yang memiliki daya tahan paling baik pada tempat tumbuh yang ekstrim. Hal ini terkait informasi yang menyebutkan bahwa B. gymnorrhiza merupakan jenis yang toleran, artinya toleran terhadap daerah yang terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung (Noor et al. 2006). Di samping itu, B. gymnorrhiza juga


(25)

25

termasuk jenis yang mampu tumbuh baik pada kondisi yang selalu tergenang (Kusmana et al. 2005).

Berdasarkan hasil penelitian melalui hasil sidik ragam (Tabel 1) diketahui bahwa faktor tingkat penggenangan menyebabkan respon yang berbeda terhadap variabel pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, BKT, NPA, dan prosentase tumbuh semai. Hal ini berarti bahwa tingkat penggenangan mempengaruhi semai untuk memberikan respon yang berbeda-beda pada variabel-variabel tersebut.

Blok atau kelompok percobaan ini terbagi dalam blok naungan dan tanpa naungan. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa blok memberikan pengaruh yang berbeda terhadap respon dari variabel-variabel pertumbuhan, kecuali variabel jumlah cabang. Pertambahan jumlah cabang pada blok naungan memberikan pengaruh berbeda dengan blok tanpa naungan. Akan tetapi berdasarkan nilai rata-ratanya, pertambahan jumlah cabang pada blok naungan lebih baik meskipun perbedaan nilainya tidak terlalu signifikan. Pengaruh blok naungan tersebut diduga akibat adanya enzim auksin yang aktif pada kondisi gelap. Oleh sebab itu, tunas cabang bertambah jumlahnya pada semai yang diletakkan pada blok naungan.

Hasil uji lanjut dari perlakuan penggenangan yang memberikan pengaruh respon berdasarkan hasil sidik ragam menjelaskan bahwa B. gymnorrhiza memberikan respon pertumbuhan dengan nilai rata-rata lebih tinggi pada tingkat penggenangan A0 (kontrol). Secara umum, pengaruh penggenangan A1 tidak berbeda dengan A0. Semai pada tingkat penggenangan A2 menunjukkan nilai rata-rata parameter pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan kedua tingkat penggenangan lainnya.

Perbedaan respon pertumbuhan semai tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, rendahnya ketersediaan oksigen untuk pertumbuhan semai. Media tumbuh semai yang berupa lumpur menyebabkan kondisi tanpa oksigen (anaerob) sehingga oksigen yang dibutuhkan tanaman untuk proses respirasi harus diperoleh dari atmosfer (Nybakken 1992). Rendahnya ketersediaan oksigen untuk pertumbuhan semai dikarenakan semai belum mempunyai akar lutut yang dapat membantu untuk penyerapan oksigen. Selain itu, lamanya penggenangan diduga akan semakin menyulitkan tanaman untuk memperoleh oksigen. Sumber


(26)

26

informasi lain menyatakan bahwa tinggi dan lamanya genangan akan berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen yang dibutuhkan tanaman untuk proses fotosintesis dan respirasi (Anonim dalam Halidah 2009). Oleh sebab itu, tingkat penggenangan yang cukup tinggi seperti pada taraf perlakuan A2 menyebabkan respon pertumbuhan B. gymnorrhiza yang kurang optimal serta prosentase hidup yang lebih rendah.

Indikator yang umum digunakan untuk mengetahui baik tidaknya pertumbuhan bibit adalah berat kering total (BKT) atau biomassa. Ini dikarenakan biomassa dapat menggambarkan efisiensi proses fisiologis di dalam tanaman. Nilai BKT sekaligus menunjukan nilai biomassa suatu tanaman dan berbanding lurus dengan nilai biomassa tersebut. Dengan demikian, semakin tinggi nilai biomassa, maka akan semakin baik pula pertumbuhan bibit. Hal ini disebabkan selama masa hidupnya atau selama waktu tertentu tanaman membentuk biomassa yang mengakibatkan pertambahan berat dan diikuti dengan pertambahan dimensi lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Sitompul dan Guritno 1995).

Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 1) untuk variabel biomassa dapat diketahui bahwa tingkat penggenangan menyebabkan terjadinya respon terhadap berat kering total tanaman. Hal ini berarti masing-masing taraf perlakuan penggenangan mengalami respon yang berbeda terhadap berat kering total tanaman. Nilai rata-rata biomassa atau BKT tertinggi pada penggenangan A0 menunjukkan terjadinya proses metabolisme yang baik pada semai. Semakin baik atau semakin efisien proses fisiologis tanaman, maka berat kering tanaman akan semakin besar. Ini berarti tanaman mampu menyerap unsur hara yang tersedia untuk digunakan dalam proses pertumbuhan (Salissburry dan Ross 1995). Harjadi (1991) mengungkapkan bahwa besarnya cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan tanaman mencerminkan bobot kering. Namun, berdasarkan Tabel 1 diketahui pula bahwa tidak terjadi perbedaan respon pada semai yang dikelompokkan ke dalam blok naungan dan tanpa naungan. Hal ini diduga karena B. gymnorrhiza merupakan jenis yang toleran terhadap naungan.

Selain biomassa, terdapat variabel yang juga merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan tanaman, yaitu nisbah pucuk akar (NPA). NPA


(27)

27

menggambarkan perbandingan antara kemampuan tanaman dalam menyerap air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman (Lewenussa 2009). Pertumbuhan tanaman yang baik dan normal ditunjukan dengan nilai rasio pucuk-akar yang seimbang. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian pucuk dan akar tanaman akan kokoh dan tidak mudah roboh karena sistem perakaran tanamam mampu menopang pertumbuhan pucuknya (Wibisono 2009).

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, nilai rata-rata NPA tertinggi adalah pada penggenangan kontrol (A0) sebesar 1.3418 dan tidak berbeda pengaruhnya dengan penggenangan A1. Hasil ini menandakan bahwa bagian pucuk tanaman berkembang lebih baik dibandingkan bagian akar tanaman. Nilai tersebut menunjukkan pula bahwa pertumbuhan tanaman pada kedua penggenangan tersebut cukup seimbang. Artinya, pertumbuhan pada bagian pucuk yang baik didukung pula oleh perakaran yang baik. Ini sesuai dengan informasi dari Duryea dan Brown (1984) dalam Ramadani (2008) yang menyebutkan bahwa bibit dikatakan baik jika interval nisbah pucuk akar antara 1–3 dengan nilai bibit terbaik.

Lain halnya dengan penggenangan A2, penggenangan A2 ini memiliki nilai rata-rata NPA semai yang paling rendah. Nilai NPA pada penggenangan tersebut mengindikasikan pertumbuhan bagian akar lebih baik dibandingkan pertumbuhan pucuknya. Hal ini terjadi terkait jumlah daun yang berkurang dari jumlah daun awal akibat terciptanya kondisi stres pada semai oleh perlakuan penggenangan. Berdasarkan hasil pengamatan yang ditunjukkan pula pada Lampiran 2, jumlah daun pada semai berkurang disebabkan gugur daun atau rontok seperti yang terilustrasikan pada Tabel 4. Bahkan ada semai yang tidak terdapat daun sama sekali pada saat pemanenan untuk pengukuran biomassa. Inilah yang menyebabkan berat kering pucuk yang merupakan hasil penjumlahan dari berat kering batang, cabang, dan daun menjadi berkurang. Oleh karena itulah nilai nisbah pucuk akarnya pun menjadi lebih rendah.


(28)

28

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perlakuan tingkat penggenangan berpengaruh signifikan terhadap respon pertumbuhan semai B. gymnorrhiza, kecuali terhadap panjang buku, jumlah buku, dan jumlah cabang. Selain itu, semua semai baik pada kondisi naungan maupun tanpa naungan tidak menampakkan perbedaan, kecuali dalam hal jumlah cabang.

2. Berdasarkan parameter pengujian, tingkat penggenangan batas leher akar pada kondisi naungan maupun tanpa naungan memberikan pengaruh paling baik terhadap pertumbuhan optimal B. gymnorrhiza. Selain itu, jenis ini juga mampu beradaptasi dan tumbuh dengan baik hingga penggenangan batas setengah tinggi batang bebas daun.

6.2 Saran

Saran yang dianjurkan berdasarkan hasil penelitian ini adalah penanaman semai B. gymnorrhiza sebaiknya dilakukan pada penggenangan hingga batas leher akar. Ini terkait adanya pertumbuhan optimal semai B. gymnorrhiza pada penggenangan hingga batas leher akar.


(29)

ii

RESPON PERTUMBUHAN SEMAI TANCANG

(

Bruguiera gymnorrhiza

(L.) Lamk.) TERHADAP TINGKAT

PENGGENANGAN DI KAWASAN MANGROVE

JALAN TOL SEDYATMO, JAKARTA UTARA

INDAH PERMATASARI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(30)

29

DAFTAR PUSTAKA

Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest. A Primer. FAO Forestry paper No. 134. USA: FAO.

Chapman SB. 1976. Production Ecology and Nutrient Budgets (Method in Plant

Ecology SB Chapman, 2nd Ed. Oxford: Blackwell Scientific Publisher.

Direktorat Jenderal Kehutanan. 1978. Pedoman Silvikultur Hutan Payau. Surat

Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No. 60/kpts/DJ/1978. Jakarta:

Direktorat Jenderal Kehutanan.

Halidah. 2009. Pengaruh tinggi genangan dan jarak tanaman terhadap pertumbuhan anakan Rhizophora mucronata Lam. di Pantai Barat Sulawesi Selatan. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 7(1):25–34. Harjadi S. 1991. Pengantar Agronomi. Jakarta: PT. Gramedia.

Kartesz J. 2011. Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam.

http://B.%20gymnorrhiza/Google%20Terjemahan2.htm. [20 Oktober 2011]. Kusmana C. 1993. A study on mangrove forest management base on ecological

data in East Sumatera, Indonesia [desertasi]. Japan: Faculty Agricultural, Kyoto University.

_________. 1995. Manajemen Hutan Mangrove di Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kusmana C, Wilarso S, Hilwan I, Pamoengkas P, Wibowo C, Tiryana T, Triswanto A, Yunasfi, Hamzah. 2005. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Lewenussa A. 2009. Pengaruh mikoriza dan bio organik terhadap pertumbuhan bibit Cananga odorata (Lamk) Hook. Fet & Thoms [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press.

Noor YS, M. Khazali, I.N.N Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove

di Indonesia. Bogor: Ditjen PKA Departemen Kehutanan dan Wetlands

International Indonesia Programme.

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia.

Ramadani H. 2008. Formulasi inokulum fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan vermikompos dalam meningkatkan kualitas bibit jati Muna (Tectona

grandis Linn.F.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Bogor.

Salisbury FB dan Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga. Bandung: ITB Bandung.


(31)

30

Santoso H. 2011. Kebijakan Nasional Perencanaan Pengelolaan Mangrove. Jakarta: Kementrian PPN/ BAPPENAS.

Setyawan AD, Winarno K, Purnama PC. 2004. Review: Ekosistem Mangrove di Jawa: 2. Restorasi. Biodiversitas 5(2):105–118.

Sitompul SM dan Guritmo B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soerianegara I, Indrawan A. 1980. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Supriatna N, Safari A. 2009. Informasi Singkat Benih. http:// bpthbalinusra.net.htm. [27 Agustus 2011].

Wibisono HS. 2009. Pemanfaatan mychorrhizal helper bacteria (MHBs) dan fungi mikoriza arbuskula (FMA) untuk meningkatkan pertumbuhan semai gmelina (Gmelina arborea Roxb.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(32)

ii

RESPON PERTUMBUHAN SEMAI TANCANG

(

Bruguiera gymnorrhiza

(L.) Lamk.) TERHADAP TINGKAT

PENGGENANGAN DI KAWASAN MANGROVE

JALAN TOL SEDYATMO, JAKARTA UTARA

INDAH PERMATASARI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(33)

iii

RESPON PERTUMBUHAN SEMAI TANCANG

(

Bruguiera gymnorrhiza

(L.) Lamk.) TERHADAP TINGKAT

PENGGENANGAN DI KAWASAN MANGROVE

JALAN TOL SEDYATMO, JAKARTA UTARA

INDAH PERMATASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(34)

iiii

RINGKASAN

INDAH PERMATASARI. Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera

gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove

Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA.

Indonesia sebagai negara mega biodiversitas memiliki luas hutan mangrove sekitar 7.7 juta hektar. Hutan mangrove dengan berbagai manfaatnya pada aspek ekologi, ekonomi, dan sosial, tidak terlepas dari permasalahan, di antaranya konversi hutan dan pemanfaatan hutan secara berlebihan. Selain permasalahan di Indonesia, terdapat pula permasalahan lingkungan dunia. Permasalahan tersebut adalah global warming yang berpengaruh pula terhadap hutan mangrove di Indonesia atas dampak kenaikan permukaan air laut yang ditimbulkan. Terkait hal tersebut, diperlukan informasi mengenai jenis mangrove yang adaptif atas kenaikan permukaan air laut dan juga jenis yang mampu mendukung untuk rehabilitasi lahan mangrove. Oleh sebab itu, kebutuhan informasi tentang respon pertumbuhan jenis mangrove pada berbagai tingkat penggenangan juga naungan menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan. Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan perlakuan tingkat penggenangan yang diletakkan dalam dua blok atau kelompok, yaitu blok naungan dan tanpa naungan. Perlakuan tersebut terbagi menjadi tiga taraf perlakuan, yakni penggenangan hingga batas leher akar, penggenangan antara ¼ tinggi batang bebas daun (T) dan ½ T, serta penggenangan antara ½ T dan ¾ T. Jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) yang berumur 6 bulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat penggenangan yang berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan semai B. gymnorrhiza adalah penggenangan hingga batas leher akar. Namun, B. gymnorrhiza dapat beradaptasi dan tumbuh baik pada penggenangan hingga batas ½ tinggi batang bebas daun. Adapun pengaruh blok tidak memberikan pengaruh terhadap respon parameter pertumbuhan semai, kecuali dalam hal jumlah cabang.

Kata-kata kunci : Bruguiera gymnorrhiza, mangrove, naungan, penggenangan, pertumbuhan semai.


(35)

ivi

SUMMARY

INDAH PERMATASARI. The Growth Responses of Tancang (Bruguiera

gymnorrhiza (L.) Lamk.) Seedling on Inundation Level in Kawasan Mangrove

Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara. Under supervised of CECEP KUSMANA. Indonesia as a mega biodiversity country has mangrove forest amounted to 7.7 million hectares. Mangrove forest with whole benefits in ecology, economy, and social aspects, also have the problems, such as forest conversion and land overuse. Besides the problems in Indonesia, there is also world environment problem. That is global warming that take effect mangrove forest for rising of sea level effect. Related to that things, we need to know the information about species of mangroves that can be adaptived at increasing sea level and also species that can support for mangrove rehabilitation. Because of that, information needed about mangrove species growth responses at various inundation levels and shading caused this research important to do. This research used Randomized Complete Block Design with inundation level treatment that placed in two blocks, shading block and without shading block. The treatment is divided into three treatment stages, that are inundation until limit of the root neck, inundation between ¼ clear bole height and ½ clear bole height, and inundation between ½ clear bole height and ¾ clear bole height. Mangrove species that is used in this research is 6 months years old seedling of tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.). The research results showed that inundation level which gave the best influence to the growth of B. gymnorrhiza seedling is inundatoion until limit of neck of the root. However, B. gymnorrhiza can adapt and having good growth at inundation up to ½ clear bole height. In general, the influence of research block did not give effect to the growth parameter responses, except in branch of seedling.


(36)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

Indah Permatasari NRP E44070040


(37)

vii

Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera

gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat

Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara

Nama : Indah Permatasari

NRP : E44070040

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 19610212 198501 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB,

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP. 19601024 198403 1 009


(38)

viii

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Alllah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni-September 2011 adalah pertumbuhan semai tancang, dengan judul Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo , Jakarta Utara. Harapan penulis ialah semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kehutanan, khususnya silvikultur.

Bogor, Desember 2011 Penulis


(39)

viiii

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini dan juga pihak yang selama ini membimbing penulis, antara lain :

1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS yang telah mencurahkan segala kesabaran, perhatian, waktu, tenaga, serta pikiran beliau dalam memberikan arahan dan bimbingan.

2. Dr. Ir. Agus Priyono, Kartono, M.Si selaku dosen penguji siding komprehensif, Ir. Iwan Hilwan, MS sebagai ketua sidang, dan Dr. Ulfah Juniarti Siregar M.Agr. sebagai moderator seminar hasil penelitian.

3. Staf Tata Usaha : Ibu Aliyah, Pak Ismail, Pak Dedi, dan Mas Saiful, serta keluarga Laboratorium Ekologi : Bu Yani dan Bi Rah atas semua bantuan dan keramahannya selama penulis melakukan penelitian.

4. Keluarga besar baik dosen dan staf Departemen Silvikultur atas ilmu yang telah penulis peroleh serta suasana kekeluargaannya.

5. Ayah, Ibu dan seluruh keluarga besar tercinta atas segala motivasi, doa, dan kasih sayang yang telah diberikan.

6. Teman-teman satu bimbingan : Sariavi Putri, Yuda Purnama, Hireng Ambaraji atas semangat perjuangannya.

7. Teman-teman Silvikultur 44 dan se-Fakultas Kehutanan IPB: Sri Handayani, Rusdi Indra Safutra, Dyah Ayu Fitriasari, Anindita Kusumaningrum, Laswi Irmayanti, Eri Sugiarto, Hendra Prasetia, dan seluruh teman-teman atas segala bantuan, dukungan, motivasinya, semua kenangan yang telah kita lalui, dan kebersamaan ini semoga bisa tetap terjalin.

8. Teman dan sahabat yang sekaligus telah menjadi keluarga di Bogor: Winda Puspita Sari, Listika Minarti, Gabby Elfanda Mumpunie, Tika Sri Aminah, Tifanny Sukmawati, Nurul Inayah, Fatma Silviani, Eva, Asia, Fadlullah Abdurachman, Aditya Wahyu Tri Asmoro, Dede Saputra, dan Sukmaraharja Aulia Rachman Tarigan atas kebersamaan dan kenangan indah selama ini. 9. Semua pihak yang belum disebutkan, tanpa mengurangi rasa hormat.


(40)

ixi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 11 Februari 1989 sebagai anak ke-6 dari enam bersaudara pasangan Sumantha Mandhari S.E. (Alm.) dan Unisah. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bandar Lampung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan, yakni sebagai staf Public Relation Division International Forest

Student Association (IFSA) tahun 2009, staf Departemen Pengembangan Sumber

Daya Manusia (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB (BEM-E) tahun 2009, staf Project DivisionTree Grower Community (TGC) tahun 2010, staf Departemen PSDM Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM-KM) tahun 2010, dan staf Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)

Agric-Basketball IPB tahun 2008-2011. Selain itu, penulis juga aktif di kepanitiaan

kegiatan kemahasiswaan. Penulis juga melakukan beberapa kegiatan praktek lapang. Kegiatan praktek tersebut, yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran dan Gunung Sawal Jawa Barat, Prakek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi serta Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT. Batubara Lahat, Sumatera Selatan.

Penulis berhasil memperoleh beberapa penghargaan, di antaranya: (1) juara 2 Lomba Esai (Aquaculture Festival oleh Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan IPB, tahun 2010); (2) juara 2 Kompetisi Mahasiswa Berprestasi (Tingkat Departemen Silvikultur IPB, tahun 2010); dan (3) juara 2 Kompetisi Mahasiswa Berprestasi (Tingkat Fakultas Kehutanan IPB, tahun 2010).

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera

gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove

Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara, dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.


(41)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 1

1.2Tujuan Penelitian 2

1.3Manfaat Penelitian 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove 3

2.2 Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) 3

2.2.1 Taksonomi 3

2.2.2 Deskripsi Botani 4

2.2.3 Persyaratan Tempat Tumbuh dan Persebaran Alami 5

2.2.4 Pemanfaatan 5

2.3 Biomassa 6

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu 7

3.2 Bahan dan Alat 7

3.3 Metode Pengumpulan Data 7

3.3.1 Persiapan Percobaan 7 3.3.2 Pengamatan dan Pengukuran 9

3.4 Metode Analisis Data 12

3.4.1 Rancangan Percobaan 12

3.4.2 Analisis Data 13

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas 14

4.2 Kondisi Fisik 15

4.2.1 Geologi dan Topografi 15

4.2.2 Hidrologi 15


(42)

xii

4.3 Kondisi Biotik 16

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil 17

5.2 Pembahasan 24

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 28

6.2 Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29


(43)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan dan blok terhadap

variabel pertumbuhan semai 17

2 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap

pertumbuhan tinggi semai 18

3 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap

pertumbuhan diameter batang 19

4 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap

perubahan jumlah daun 20

5 Hasil uji Duncan pengaruh blok atau kelompok terhadap

pertambahan jumlah cabang 21

6 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap

berat kering total 21

7 Hasil uji Duncan pengaruh tingkat penggenangan terhadap

nisbah pucuk akar 22


(44)

xiiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Sandaran semai di area terbuka (A) dan sandaran semai di bawah

naungan (B) 8

2 Peta lokasi penelitian 14

3 Pertumbuhan tinggi semai 18

4 Pertumbuhan diameter batang semai 19

5 Perubahan jumlah daun semai 20

6 Pertambahan jumlah cabang semai 21

7 Berat kering total semai 22


(45)

xivi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Blok percobaan: A. tanpa naungan, B. dengan naungan 32 2 Sampel semai di blok percobaan: A–B. tanpa naungan, C–D.

dengan naungan 32

3 Pengukuran tinggi dan diameter semai 33 4 Sampel hama pada semai: A. telur keong, B. keong, C. serangga 33 5. Sampel hasil pemanenan untuk pengukuran biomassa:

A. seluruh sampel berat basah semai, B–C. sampel berat basah daun, D–E. sampel berat basah cabang, F–G. sampel berat basah batang,

H–I. sampel berat basah akar 33

6. Hasil pengolahan data pertumbuhan tinggi semai (hasil transformasi) 35 7. Hasil pengolahan data pertumbuhan diameter (hasil transformasi) 36 8. Hasil pengolahan data pertumbuhan panjang buku (hasil transformasi) 37 9. Hasil pengolahan data pertumbuhan jumlah buku (hasil transformasi) 39 10.Hasil pengolahan data perubahan jumlah daun 40 11.Hasil pengolahan data pertambahan jumlah cabang (hasil transformasi) 41 12.Hasil pengolahan data berat kering total 43 13.Hasil pengolahan data nisbah pucuk akar 45 14.Hasil pengolahan data prosentase tumbuh tanaman 46


(46)

(47)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia sebagai negara mega biodiversitas memiliki beragam ekosistem. Salah satu tipe ekosistem tersebut adalah hutan mangrove. Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi pada tahun 2006 oleh Ditjen Rehabilitasi Lahan Perhutanan Sosial (RLPS), luas total hutan mangrove di Indonesia diperkirakan 7.7 juta hektar (Santoso 2011). Luasan tersebut tersebar di pulau-pulau Indonesia. Secara umum, hutan mangrove didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove tidak hanya memiliki manfaat pada aspek ekologi, tetapi juga pada aspek ekonomi, dan sosial.

Berkaitan dengan hal tersebut, di Indonesia terdapat beberapa permasalahan hutan mangrove, diantaranya konversi hutan serta pemanfaatan mangrove yang tidak terkontrol. Di samping itu, saat ini juga terdapat permasalahan lingkungan yang dihadapi di berbagai belahan dunia, yakni pemanasan global (global warming). Salah satu dampak dari pemanasan global adalah naiknya permukaan air laut. Hal ini tentunya akan berpengaruh pula terhadap kondisi hutan mangrove, terutama mengenai kemampuan adapatasi jenis-jenis mangrove akan dampak tersebut.

Berdasarkan pernyataan sebelumnya mengenai luasan hutan mangrove, manfaatnya serta permasalahannya di Indonesia, terciptalah suatu peluang untuk pengembangan pembudidayaan jenis mangrove dengan perlakuan yang tepat. Jenis tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) dipilih sebagai objek penelitian dikarenakan jenis tersebut termasuk dalam flora mangrove sejati. Artinya, jenis B. gymnorrhiza memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove dan termasuk kedalam kelompok flora yang mampu membentuk tegakan murni (Kusmana et al. 2005).


(48)

2

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji respon pertumbuhan B. gymnorrhiza terhadap tingkat penggenangan pada kondisi naungan dan tanpa naungan.

2. Menentukan tingkat penggenangan dengan kondisi naungan atau tanpa naungan yang berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan optimal dari jenis B. gymnorrhiza.

1.3Manfaat Penelitian

Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah terdapatnya informasi mengenai respon toleransi pertumbuhan semai B. gymnorrhiza terhadap penggenangan dan naungan.


(49)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove

Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No. 60/Kpts/DJ/1/1978, yang dimaksud dengan hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang dan bebas dari gangguan pada waktu surut. Selanjutnya, Kusmana (1995) menyatakan bahwa tipe ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem yang unik karena berada di daerah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan. Kondisi ini mengakibatkan jenis-jenis flora dan fauna yang hidup di habitat mangrove pun terdiri atas flora dan fauna darat juga laut. Dari segi fauna, banyak penelitian membuktikan bahwa fauna yang mendominasi ekosistem mangrove adalah fauna laut.

Tipe hutan mangrove disamping mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting sebagai interface antara ekosistem daratan dan lautan, juga mempunyai fungsi ekonomis melalui hasil kayu dan hasil hutan ikutan. Dengan demikian, di dalam ekosistem mangrove paling sedikit terdapat lima unsur ekosistem yang saling kait mengait, yaitu flora, fauna, perairan, daratan, dan manusia (penduduk lokal) yang hidupnya bergantung pada ekosistem hutan mangrove (Kusmana 1995). Menurut Santoso 2011, beberapa peran penting hutan mangrove, yaitu menjaga keseimbangan wilayah pesisir dan laut, sebagai sumber nutrisi biota laut, sebagai habitat sumber daya ikan dan biota laut, berperan dalam pengurai polutan, sebagai buffer zone wilayah pesisir dari berbagai ancaman dan bencana alam, dan juga penghasil kayu dan bahan-bahan lainnya (pewarna, penyamak kulit).

2.2 Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) 2.2.1 Taksonomi

Supriatna dan Safari (2009) mengemukakan beberapa nama daerah dari

Bruguiera gymnorrhiza, yakni taheup, tenggel (Aceh); kandeka, tinjang merah

(Jakarta); putut, tumu (Riau); lindur, tanjang merah (Bali); bangko (NTT); salak-salak, totongkek (NTB); tancang (Jawa Barat); tancang, tumu (Jawa Tengah);


(50)

4

tancang, putut (Jawa Timur); lindur (Madura); tokke-tokke, sala-sala, tancang, tokke (Sulawesi Selatan); dan mulut besar (Kalimantan Timur).

Berdasarkan taksonominya, klasifikasi tancang adalah sebagai berikut (Kartesz 2011) :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) Sub kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales Famili : Rhizophoracea Genus : Bruguiera

Species : Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

2.2.2 Deskripsi Botani

Menurut Noor et al. (2006), B. gymnorrhiza merupakan pohon yang selalu hijau dengan tinggi kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut.

Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak memiliki bercak). Letaknya sederhana dan berlawanan dengan bentuk elips hingga elips-lanset. Ujung daun meruncing dan ukuran daun sebesar 4.5–7 cm x 8.5–22 cm.

Bunga B. gymnorrhiza bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9–25 mm. Bunga terletak di ketiak daun, menggantung. Formasinya adalah soliter. Daun mahkota sebanyak 10–14, berwarna putih dan coklat tua. Jika daun mahkota tua, ukuran panjangnya adalah 13–16 mm. Kelopak bunga sejumlah 10– 14, berwarna merah muda hingga merah.


(51)

5

Buah dari jenis B. gymnorrhiza melingkar spiral dan bundar melintang. Panjang buah 2–2.5 cm. Hipokotilnya tumpul dan berwarna hijau tua keunguan. Ukuran panjang hipokotil adalah 12–30 cm dan diameter 1.5–2 cm.

2.2.3 Persyaratan Tempat Tumbuh dan Persebaran Alami

B. gymnorrhiza merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang

tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta tahap awal dalam transformasi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di areal dengan salinitas rendah dan kering serta tanah yang memiliki aerasi yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah yang terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove, sepanjang tambak serta surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substratnya terdiri dari lumpur, pasir, dan kadang-kadang tanah gambut hitam. Jenis ini terkadang juga ditemukan di pinggir sungai yang kurang terpengaruh air laut. Hal tersebut mungkin disebabkan karena terbawanya buah B. gymnorrhiza oleh arus air atau gelombang pasang. Regenerasinya sering kali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga relatif besar, memiliki kelopak bunga berwarna kemerahan, menggantung, dan mengundang burung untuk melakukan penyerbukan.

Wilayah penyebaran jenis ini, yakni dari Afrika Timur dan Madagaskar hingga Sri Lanka, Malaysia, dan Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat dan Australia Tropis. Kelimpahannya umum dan tersebar luas (Noor et al. 2006).

2.2.4 Pemanfaatan

Manfaat dari tancang, bagian dalam hipokotilnya dapat dijadikan bahan makanan (manisan kandeka), dicampur dengan gula. Kayunya yang berwarna merah juga digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang (Noor et al. 2006). Selain itu, menurut Supriatna dan Safari (2009), tanaman ini kayunya dapat digunakan sebagai bahan kontruksi, tiang telepon, bantalan kereta api, furniture, lantai, arang, dan kayu bakar. Adapun bagian kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai obat mata, diare, dan malaria.


(52)

6

2.3 Biomassa

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, batang utama, dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area (Brown 1997).

Biomassa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Lebih jauh dikatakan biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan unsur organik per unit luas pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produksi, umur tegakan hutan dan distribusi organik (Kusmana 1993).

Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui besarnya biomassa tanaman. Menurut Chapman (1976), secara garis besar metode pendugaan biomassa di atas permukaan tanah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Metode Pemanenan

a. Metode pemanenan individu tanaman b. Metode pemanenan kuadrat

c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata.

2. Metode Pendugaan Tidak Langsung a. Metode persamaan allometrik


(53)

7

III.

BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan mulai dari Juni hingga September 2011. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo KM 22–23, Jakarta Utara.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bambu (15 buluh bambu dengan panjang masing-masing 5 m), lumpur dalam polybag (ukuran polybag 30 x 30 cm), dan semai B. gymnorrhiza. Jenis tancang tersebut adalah tancang berumur 6 bulan (terhitung Juni 2011) yang berasal dari Elang Laut yang berjarak ± 500 m dari lokasi penelitian. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu buku catatan, mistar, meteran jahit, kaliper, cuter, spidol permanen, termometer dry wet, refraktometer, lux meter, kamera digital, oven, dan timbangan dengan ketelitian 10-3.

3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Persiapan Percobaan

Persiapan percobaan terdiri dari beberapa tahap kegiatan, diantaranya yaitu : A. Pembuatan Sandaran Semai

Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian adalah perlakuan penggenangan yang dikelompokkan pada kondisi naungan dan tanpa naungan. Dalam perlakuan tersebut dibutuhkan suatu sandaran bertingkat sebagai tempat peletakkan semai di lokasi pengamatan.

Langkah-langkah persiapan dalam pembuatan sandaran semai tersebut meliputi:

a. Lokasi peletakan sandaran ditentukan, yaitu di area terbuka (tanpa naungan) dengan intensitas cahaya matahari 368.67 FC (blok 1) dan area di bawah naungan pohon dengan intensitas cahaya matahari


(54)

8

sebesar 66.27 FC atau 18% dari intensitas total blok tanpa naungan (blok 2). Sandaran diletakkan diantara guludan yang dapat dilihat pada Gambar 1 dan Lampiran 1.

Gambar 1 Sandaran semai di area terbuka (A) dan sandaran semai di bawah naungan (B)

b. Kedalaman air diukur di lokasi peletakan sandaran yang telah dipilih. c. Perkiraan panjang dan lebar maksimal sandaran diukur sehingga

mampu menopang 21 semai tiap bloknya (7 bibit x 3 perlakuan per blok).

d. Pembuatan sandaran, yakni dengan bambu yang diangkut ke lokasi peletakan sandaran, kemudian bambu-bambu yang telah dipotong sesuai perkiraan ukuran disatukan dengan paku dan tali rafia sehingga berbentuk seperti rak. Sandaran tersebut dapat diatur ketinggiannya

A


(55)

9

secara manual sesuai perlakuan tingkat penggenangan yang telah ditentukan dan kondisi ketinggian permukaan air di lokasi pengamatan.

B. Pemilihan dan Pengangkutan Semai

Pada mulanya, semai B. gymnorrhiza yang digunakan sebagai bahan penelitian berada di daerah Elang Laut (±500 m dari Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo). Di Elang Laut dilakukan seleksi semai B.

gymnorrhiza sebanyak 42 semai. Semai yang dipilih adalah semai yang

memiliki kenampakan fenotipe yang sehat dan memiliki tinggi rata-rata yang sama. Semai yang telah dipilih kemudian diangkut ke lokasi penelitian (Kawasan Mangrove) dengan menggunakan mobil pick up.

C. Persiapan Semai

Tahapan kegiatan yang dilaksanakan saat persiapan semai, yaitu : 1. Persiapan media tanam.

Media tanam yang digunakan adalah lumpur. Sumber lumpur tersebut adalah lumpur di sekitar guludan di Kawasan Mangrove Jalan Tol Sedyatmo. Lumpur kemudian dimasukkan ke dalam

polybag berukuran 30 x 30 cm.

2. Semai B. gymnorrhiza dipindahkan ke media tanam dalam polybag.

3. Semai diangkut dan diletakkan pada sandaran yang telah tersedia. 4. Semai diikat ke sandaran dengan tali rafia agar semai tidak hanyut

terbawa arus.

3.3.2 Pengamatan dan Pengukuran

Pengamatan dan pengukuran pada B. gymnorrhiza dilakukan untuk mengkaji ada tidaknya perubahan pada kondisi semai akibat pengaruh dari perlakuan perbedaan tingkat penggenangan dan naungan. Kegiatan ini dilakukan secara rutin, yakni satu kali pengamatan setiap minggunya selama tiga bulan.


(56)

10

Adapun variabel yang diamati dan diukur pada penelitian adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan tinggi semai

Tinggi batang B. gymnorrhiza diukur mulai dari batas antara propagul dan batang hingga ujung buku paling atas. Pengukuran ini dilakukan dengan alat bantu mistar seperti yang terlihat pada Lampiran 3.

2. Pertumbuhan diameter batang

Diameter B. gymnorrhiza diukur pada batas antara propagul dan batang dengan menggunakan kaliper (Lampiran 3). Agar pengukuran diameter ini konsisten, maka diberi tanda berupa goresan spidol permanen pada bagian tempat pengukuran diameter batang.

3. Panjang buku

Panjang buku adalah panjang antar batas buku yang diukur dengan mistar atau meteran jahit. Variabel panjang buku ini hanya diukur pada semai pertama dan kedua dari masing-masing taraf perlakuan.

4. Jumlah buku

Jumlah buku pada masing-masing semai diamati, dihitung, dan dicatat pada tally sheet.

5. Jumlah daun

Pada keseluruhan semai, dilakukan penghitungan jumlah daun. Selain itu, diamati pula kondisi daunnya, seperti warna daun, ada atau tidaknya serangan hama atau penyakit seperti yang ditunjukkan pada lampiran 4.

6. Jumlah cabang

Jumlah cabang pada masing-masing semai dihitung dan dicatat. Percabangan terletak pada salah satu buku batang dan biasanya berada di bagian pucuk bibit.

7. Biomassa

Pengukuran biomassa dilakukan di akhir penelitian atau pada minggu ke-13. Pelaksanaannya adalah dengan cara memanen tiga sampel semai yang dianggap mewakili dari setiap perlakuan untuk kemudian dihitung biomassanya. Jenis sampel yang dipilih adalah sampel yang memiliki nilai diameter tertinggi, rata-rata, dan terendah untuk setiap tingkat penggenangan. Jadi, total sampel yang diambil adalah sebanyak 18 individu anakan (3 semai


(1)

45

Lampiran 13 Hasil pengolahan data nisbah pucuk akar The GLM Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

Kode semai 3 Atas Bawah Tengah

R (ulangan) 3 1 2 3

Blok 2 Naungan Terbuka

Number of Observations Read 18

Number of Observations Used 18

Dependent Variable: respon7

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 2.04482474 0.68160825 3.46 0.0456

Error 14 2.75846711 0.19703336

Corrected Total 17 4.80329185

R-Square Coeff Var Root MSE respon7 Mean

0.425713 41.45328 0.443884 1.070806

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

kodesemai 2 1.95438344 0.97719172 4.96 0.0235

Blok 1 0.09044130 0.09044130 0.46 0.5091

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon7

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 14


(2)

46

Number of Means 2 3

Critical Range .5497 .5760

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Kode semai

A 1.3418 6 Atas

A 1.2636 6 Tengah

B 0.6070 6 Bawah

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 14

Error Mean Square 0.197033

Number of Means 2

Critical Range .4488

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Blok

A 1.1417 9 Terbuka

A 0.9999 9 Naungan

Lampiran 14 Hasil pengolahan data prosentase tumbuh tanaman The SAS System

The GLM Procedure Class Level Information

Class Levels Values

Blok 2 Naungan Terbuka

perlakuan 3 A0 A1 A2


(3)

47

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.487106 14.72787 0.938901 6.375000

Source D

F

Type I SS Mean Square F Value Pr > F Ket.

Perlakuan 2 56.25000000 28.12500000 31.90 <.0001 Signif. Blok 1 0.68055556 0.68055556 0.77 0.3827 Tdk.signif

Error 68 59.9444444 0.8815359

Total 71 116.8750000

Level of perlakuan

N Respon

Mean Std Dev

A0 24 7.00000000 0.00000000

A1 24 7.00000000 0.00000000

A2 24 5.12500000 1.62353613

The SAS System The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 68

Error Mean Square 0.881536

Number of Means 2 3


(4)

48

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 7.0000 24 A0

A 7.0000 24 A1

B 5.1250 24 A2

Level of blok

N respon

Mean Std Dev

Naungan 36 6.27777778 1.38586973

Tanpa 36 6.47222222 1.18288053

The SAS System The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 68

Error Mean Square 0.881536

Number of Means 2

Critical Range .4416

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Blok

A 6.4722 36 Tanpa


(5)

iiii

RINGKASAN

INDAH PERMATASARI. Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera

gymnorrhiza (L.) Lamk.) terhadap Tingkat Penggenangan di Kawasan Mangrove

Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA.

Indonesia sebagai negara mega biodiversitas memiliki luas hutan mangrove sekitar 7.7 juta hektar. Hutan mangrove dengan berbagai manfaatnya pada aspek ekologi, ekonomi, dan sosial, tidak terlepas dari permasalahan, di antaranya konversi hutan dan pemanfaatan hutan secara berlebihan. Selain permasalahan di Indonesia, terdapat pula permasalahan lingkungan dunia. Permasalahan tersebut adalah global warming yang berpengaruh pula terhadap hutan mangrove di Indonesia atas dampak kenaikan permukaan air laut yang ditimbulkan. Terkait hal tersebut, diperlukan informasi mengenai jenis mangrove yang adaptif atas kenaikan permukaan air laut dan juga jenis yang mampu mendukung untuk rehabilitasi lahan mangrove. Oleh sebab itu, kebutuhan informasi tentang respon pertumbuhan jenis mangrove pada berbagai tingkat penggenangan juga naungan menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan. Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan perlakuan tingkat penggenangan yang diletakkan dalam dua blok atau kelompok, yaitu blok naungan dan tanpa naungan. Perlakuan tersebut terbagi menjadi tiga taraf perlakuan, yakni penggenangan hingga batas leher akar, penggenangan antara ¼ tinggi batang bebas daun (T) dan ½ T, serta penggenangan antara ½ T dan ¾ T. Jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) yang berumur 6 bulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat penggenangan yang berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan semai B. gymnorrhiza adalah penggenangan hingga batas leher akar. Namun, B. gymnorrhiza dapat beradaptasi dan tumbuh baik pada penggenangan hingga batas ½ tinggi batang bebas daun. Adapun pengaruh blok tidak memberikan pengaruh terhadap respon parameter pertumbuhan semai, kecuali dalam hal jumlah cabang.

Kata-kata kunci : Bruguiera gymnorrhiza, mangrove, naungan, penggenangan, pertumbuhan semai.


(6)

ivi

SUMMARY

INDAH PERMATASARI. The Growth Responses of Tancang (Bruguiera

gymnorrhiza (L.) Lamk.) Seedling on Inundation Level in Kawasan Mangrove

Jalan Tol Sedyatmo, Jakarta Utara. Under supervised of CECEP KUSMANA. Indonesia as a mega biodiversity country has mangrove forest amounted to 7.7 million hectares. Mangrove forest with whole benefits in ecology, economy, and social aspects, also have the problems, such as forest conversion and land overuse. Besides the problems in Indonesia, there is also world environment problem. That is global warming that take effect mangrove forest for rising of sea level effect. Related to that things, we need to know the information about species of mangroves that can be adaptived at increasing sea level and also species that can support for mangrove rehabilitation. Because of that, information needed about mangrove species growth responses at various inundation levels and shading caused this research important to do. This research used Randomized Complete Block Design with inundation level treatment that placed in two blocks, shading block and without shading block. The treatment is divided into three treatment stages, that are inundation until limit of the root neck, inundation between ¼ clear bole height and ½ clear bole height, and inundation between ½ clear bole height and ¾ clear bole height. Mangrove species that is used in this research is 6 months years old seedling of tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.). The research results showed that inundation level which gave the best influence to the growth of B. gymnorrhiza seedling is inundatoion until limit of neck of the root. However, B. gymnorrhiza can adapt and having good growth at inundation up to ½ clear bole height. In general, the influence of research block did not give effect to the growth parameter responses, except in branch of seedling.