Karakteristik Habitat Joja (Presbytis potenziani Chasen & Kloss, 1928) di Areal IUPHHK-HA PT Salaki Summa Sejahtera, Sumatera Barat

KARAKTERISTIK HABITAT JOJA (Presbytis potenziani Chasen
& Kloss, 1928) DI AREAL IUPHHK-HA PT SALAKI SUMMA
SEJAHTERA, SUMATERA BARAT

UTOMO PRANOTO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Habitat
Joja (Presbytis potenziani Chasen & Kloss, 1928) di Areal IUPHHK-HA PT
Salaki Summa Sejahtera, Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Utomo Pranoto
NIM E34090082

ABSTRAK
UTOMO PRANOTO. Karakteristik Habitat Joja (Presbytis potenziani
Chasen & Kloss, 1928) di Areal IUPHHK-HA PT Salaki Summa Sejahtera,
Sumatera Barat. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO dan LILIK
BUDI PRASETYO.
Aktivitas penebangan pohon dalam kegiatan IUPHHK (Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu) mengakibatkan habitat joja (Presbytis
potenziani) terganggu. Joja merupakan salah satu jenis primata endemik di
Kepulauan Mentawai. Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi
karakteristik habitat joja di hutan bekas tebangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa habitat joja adalah areal-areal yang memiliki kerapatan
pohon sebesar 408.34 ind/ha dan nilai leaf area index (LAI) berkisar antara
2.7–3.2. Areal tersebut berada di ketinggian 50–100 mdpl, dengan

kemiringan lahan berkisar antara 15–25%, berjarak 200–300 meter dari
jalan sarad atau jalan utama dan berjarak 300–400 meter dari sungai.
Kata kunci: IUPHHK, joja, karakteristik habitat, Mentawai

ABSTRACT
UTOMO PRANOTO. Habitat Characteristic of Joja (Presbytis potenziani
Chasen and Kloss, 1928) on the Area of PT Salaki Summa Sejahtera, West
Sumatera. Supervised by AGUS PRIYONO KARTONO and LILIK BUDI
PRASETYO.
Logging activity in IUPHHK (License for Natural Forest Timber
Consesion) activity disturb habitat of joja (Presbytis potenziani). Joja is one
of endemic primates in Mentawai Island. This research aimed to analize joja
habitat characteristics on logged over forests. The result showed that joja
habitat were areas that had trees density of 408.34 ind/ha with leaf area index
(LAI) values ranges from 2.7–3.2. The area located at altitude of 50–100
meters above sea level, on at slope between 15–25%, Joja was found within
200–300 meters from the main road or skid trail, and within 300–400 meters
from the river.
Keywords: characteristic habitat, IUPHHK, joja, Mentawai


KARAKTERISTIK HABITAT JOJA (Presbytis potenziani Chasen
& Kloss, 1928) DI AREAL IUPHHK-HA PT SALAKI SUMMA
SEJAHTERA, SUMATERA BARAT

UTOMO PRANOTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakteristik Habitat Joja (Presbytis potenziani Chasen &
Kloss, 1928) di Areal IUPHHK-HA PT Salaki Summa

Sejahtera, Sumatera Barat
Nama
: Utomo Pranoto
NIM
: E34090082

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi
Pembimbing I

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Judul yang diambil penulis untuk tulisan ini adalah Karakteristik Habitat
Joja (Presbytis potenziani Chasen & Kloss, 1928) di Areal IUPHHK-HA PT
Salaki Summa Sejahtera, Sumatera Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Agus Priyono Kartono
MSi dan Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo MSc selaku pembimbing. Selain itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf PT Salaki Summa
Sejahtera, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan juga untuk keluarga besar Himakova, keluarga
besar Anggrek Hitam, Desi Ratnasari, Romy Prasetyo, Dedy Setyawan,
Widiantoro Cahyo Setyawan, Hafiyyan Sastranegara, Deddy Irawan, Intan
Purnamasari dan semua sahabat, atas suka duka dan dukungannya selama
ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Mama, adikadikku dan seluruh keluarga tercinta, atas segala dukungan, doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014

Utomo Pranoto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Bahan


2

Alat

2

Metode Pengumpulan Data

3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum Lokasi Penelitian


7

Komponen Biotik Habitat Joja

8

Komponen Fisik Habitat Joja

10

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran


15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

DAFTAR TABEL
1 Jumlah individu joja yang ditemukan berdasarkan kerapatan
vegetasi dan LAI
2 Jumlah individu joja yang ditemukan berdasarkan ketinggian
tempat
3 Jumlah individu joja yang ditemukan berdasarkan kemiringan
lahan
4 Jumlah individu joja yang ditemukan berdasarkan jarak dari
sungai

5 Jumlah individu joja yang ditemukan berdasarkan jarak dari jalan

8
10
11
12
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Peta lokasi penelitian
Desain inventarisasi vegetasi
Proses pembuatan peta kelas leaf area index (LAI)
Proses pembuatan peta kelas ketinggian tempat dari permukaan
laut dan kemiringan lahan
Proses pembuatan peta kelas jarak dari sungai
Proses pembuatan peta kelas jarak dari jalan
Peta kelas LAI
Peta kelas ketinggian tempat dari permukaan laut
Peta kelas kemiringan lahan
Peta kelas jarak dari sungai
Peta kelas jarak dari jalan
Joja yang berada pada pohon Aphanamixis grandifolia
Joja yang sedang istirahat

2
3
6
6
7
7
9
11
12
13
14
22
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Sebaran vegetasi di lokasi penelitian
2 Daftar jenis pohon pakan joja
3 Hasil dokumentasi joja

17
21
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktivitas penebangan pohon dalam kegiatan IUPHHK (Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu) mengakibatkan habitat dan populasi satwa
di areal tersebut menjadi terganggu khususnya primata. Bismark (2007)
menyatakan bahwa tingkat pemanfaatan hutan melalui kegiatan HPH (Hak
Pengusahaaan Hutan) secara intensif dapat menurunkan populasi primata.
Dampak dari kegiatan IUPHHK adalah terjadinya fragmentasi habitat.
Fragmentasi habitat terjadi karena adanya pembuatan jalan utama dan jalanjalan sarad sebagai akses pengangkutan kayu hasil tebangan dari dalam
kawasan ke tempat pengumpulan. Hal ini dapat mengakibatkan beberapa
primata yang memanfaatkan tajuk pohon untuk melakukan aktivitas menjadi
terganggu. Whitten et al. (1984) diacu dalam Handayani (2008) menyatakan
bahwa pengaruh gangguan hutan akibat penebangan terutama pada bagian
tajuk hutan akan merubah komposisi pakan dan pola perjalanan yang
selanjutnya akan berpengaruh terhadap perilaku sosial dan populasi satwa.
Joja (Presbytis potenziani Chasen & Kloss, 1928) merupakan salah
satu jenis primata endemik di Kepulauan Mentawai. Primata ini bersifat
arboreal sehingga sangat membutuhkan tajuk-tajuk pohon yang relatif
bertautan untuk melakukan aktivitas perpindahan dan mencari pakan.
Sumber pakan utama bagi joja adalah daun, tetapi joja juga memakan buah
dan biji. Fuentes (1996) menyatakan bahwa joja memakan buah dan biji
sebanyak 32%. Hilangnya tajuk pohon yang bertautan dapat mengakibatkan
timbulnya kesulitan bagi joja untuk mendapatkan pakan. Pakan joja
sebagian besar berada di tajuk pohon. Rahayuni (2007) menyatakan bahwa
buah dan biji lebih mudah diperoleh di bagian tajuk dibandingkan bagian
pohon lainnya.
Pelestarian habitat joja perlu dilakukan agar populasinya tetap terjaga.
Penelitian mengenai karakteristik habitat joja di areal bekas tebangan sangat
diperlukan sebagai langkah awal upaya pelestarian habitat joja.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik habitat joja di
areal hutan bekas tebangan IUPHHK-HA PT Salaki Summa Sejahtera.

Manfaat Penelitian
Data dan informasi mengenai karakteristik habitat joja di areal
IUPHHK-HA PT Salaki Summa Sejahtera dapat digunakan sebagai dasar
dalam pelestarian dan pengelolaan habitat joja.

2

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengumpulan data di lapang dilaksanakan pada 26 Juli-23 September
2013 di areal IUPHHK-HA PT Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,
Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian
dilakukan di areal kebun benih (100 ha), Logged Over Area (LOA) umur 1
tahun (1 193.73 ha) dan Logged Over Area (LOA) umur 6 tahun (1 000 ha).
Pengolahan
dan analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis
Lingkungan dan Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta Advanced
Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer Global Digital
Elevation Model (ASTER GDEM), peta Citra Landsat Enhanced Thematic
Mapper Plus (ETM+7) bulan Mei 2013 path/row 128/61, peta batas areal
kerja, peta jaringan sungai dan peta jalan areal kerja PT Salaki Summa
Sejahtera.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah binokuler, kamera
Digital Single Lens Reflex (DSLR) Canon D1000, tripod, lensa fish eye,

3
Global Positioning System (GPS), tali rafia, tambang, meteran, kompas,
software Hemiview 2.1, Minitab 14, SPSS v 20, ArcGIS 10.1 dan ERDAS
IMAGINE 9.1.
Metode Pengumpulan Data
Pengamatan joja
Pengamatan joja dilakukan dengan menggunakan metode perjumpaan
langsung (direct encounter). Lama pengamatan yang dilakukan adalah 2
hari di kebun benih, 10 hari di LOA 1 tahun dan 10 hari di LOA 6 tahun.
Pengamatan dilakukan pada pagi (07.00–11.00) dan sore (15.30–18.30)
dengan cara mengeksplorasi areal penelitian. Data yang dikumpulkan adalah
posisi kehadiran joja yang ditandai menggunakan GPS, aktivitas yang
dilakukan dan jumlah individu yang teramati.
Komponen Biotik Habitat
Pengumpulan data kondisi biotik habitat joja dilakukan melalui
analisis vegetasi dan pengambilan foto Leaf Area Index (LAI) menggunakan
teknik hemispherical photography. Analisis vegetasi bertujuan memperoleh
data kerapatan dan frekuensi setiap jenis vegetasi yang terdapat di lokasi
perjumpaan joja. Inventarisasi vegetasi dilakukan dengan menggunakan
metode petak tunggal. Setiap petak tunggal berukuran 20 m x 20 m,
selanjutnya dibuat sub petak berukuran 2 m x 2 m untuk pengamatan tingkat
semai, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang, 10 m x 10 m untuk tingkat tiang
dan 20 m x 20 m untuk tingkat pohon. Titik pusat petak pengamatan
vegetasi ditempatkan pada lokasi ditemukan joja. Pada setiap titik
perjumpaan joja dibuat tiga petak tunggal dengan jarak 20 m antara satu
petak dengan petak yang lain (Gambar 2). Data yang dikumpulkan meliputi
jenis pohon dan jumlah individu setiap jenis.
D

A
20 meter

B

A

A

C
20 meter

B

B

C

C

D

D

Gambar 2 Desain inventarisasi vegetasi
Keterangan : A = petak pengamatan untuk tingkat pohon, B = petak pengamatan untuk tingkat
tiang, C = petak pengamatan untuk tingkat pancang, D = petak pengamatan
untuk tingkat semai.

Hemispherical photography adalah teknik fotografi untuk tumbuhan
yang memiliki karakteristik berupa kanopi yang diambil menggunakan
kamera DSLR beserta lensa fish eye. Foto yang dihasilkan merupakan
gambaran geometri dari bukaan tajuk. Hasil tersebut dapat mengindikasikan
tipe tutupan lahan melalui LAI dan penyebaran sudut daun (Anderson 1964
diacu dalam Rich 1990). LAI pertama kali didefinisikan oleh Chen & Black
tahun 1992, yakni LAI merupakan luas tajuk per satuan luas permukaan

4
tanah (Chen et al. 1997), yang berarti bahwa m2 area tajuk per m2 area tanah
(Allen et al. 1990).
Foto yang diperoleh diolah dengan menggunakan software Hemiview
2.1 untuk memperoleh nilai LAI. Nilai LAI selanjutnya dilakukan analisis
regresi linier sederhana dengan nilai Normalized Different Vegetation Index
(NDVI) menggunakan software Minitab 14 sehingga diperoleh persamaan
hubungan LAI dengan NDVI. Persamaan tersebut kemudian diolah
menggunakan software ERDAS Imagine 9.1 untuk menghasilkan peta LAI.
Komponen Fisik Habitat
Data komponen fisik habitat yang digunakan merupakan data
sekunder yang diperoleh dari hasil analisis spasial peta ASTER GDEM, peta
Citra Landsat ETM+ 7. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan
software ArcGis 10.1 dan ERDAS Imagine 9.1. Hasil yang diperoleh
selanjutnya disusun kedalam 4 layer yang meliputi layer ketinggian tempat
diatas permukaan laut, kemiringan lahan, jarak posisi ditemukannya joja
dari sungai serta jarak posisi ditemukannya joja dari jalan sarad atau jalan
utama.
Analisis Data
Komponen Biotik Habitat
Jumlah individu joja yang ditemukan diregresikan dengan variabel
biotik (kerapatan pohon, kerapatan pohon pakan dan LAI) dan variabel fisik
(ketinggian tempat, kemiringan lahan, jarak ditemukannya joja dari sungai
dan jarak ditemukannya joja dari jalan) untuk melihat hubungannya. Hasil
dari analisis vegetasi diolah menggunakan persamaan untuk menduga nilai
kerapatan setiap jenis. Persamaan yang digunakan adalah :
Kerapatan suatu jenis (K) = ∑Individu suatu jenis/Luas plot pengamatan
(ind/ha)
Peta NDVI diperoleh dengan mengolah citra landsat menggunakan
software ERDAS 9.1 dengan persamaan :
I

and
and

and
and

Hasil analisis regresi linier antara nilai LAI dan nilai NDVI digunakan
untuk membuat Peta LAI. Proses pembuatan peta LAI disajikan pada
Gambar 3.
Komponen Fisik Habitat
Peta ASTER GDEM merupakan peta ketinggian. Peta tersebut
kemudian diolah menggunakan perangkat lunak ArcGis 10.1 untuk peta
ketinggian tempat dari permukaan laut dan peta kemiringan lahan. Alur
proses pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lahan disajikan pada
Gambar 4. Peta jarak posisi ditemukannya dari sungai dibuat dengan
memanfaatkan peta jaringan sungai (vektor) yang dianalisis menggunakan

5
software ArcGIS 10.1. Alur proses pembuatannya disajikan pada Gambar 5.
Peta jarak posisi ditemukannya joja dari jalan sarad atau jalan utama dibuat
menggunakan peta jaringan jalan (vektor) yang diolah dengan software
ArcGIS 10.1. Alur proses pembuatannya disajikan pada Gambar 6.
Hubungan antara komponen biotik habitat joja (kerapatan vegetasi,
kerapatan pohon pakan dan LAI) dan komponen fisik habitat joja
(ketinggian tempat, kemiringan lahan, jarak ditemukannya joja dari sungai
dan jarak ditemukannya joja dari jalan) dengan jumlah individu joja yang
ditemukan dilakukan dengan analisis regresi linier berganda menggunakan
metode stepwise. Persamaan yang digunakan adalah :
Y = a0 + a1X1 + a2X2 + ... + a10X10
Keterangan :
Y
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
an
a0

= Jumlah individu joja ditemukan
= Kerapatan vegetasi tingkat semai
= Kerapatan vegetasi tingkat pancang
= Kerapatan vegetasi tingkat tiang
= Kerapatan vegetasi tingkat pohon
= Kerapatan pohon pakan
= Leaf Area Index (LAI)
= Ketinggian tempat dari permukaan laut
= Kemiringan lahan
= Jarak ditemukannya joja dari sungai
= Jarak ditemukannya joja dari jalan
= Koefisien regresi
= Nilai intersep

Analisis sidik ragam dengan menggunakan uji F pada tingkat
kepercayaan 5% dilakuan untuk melihat keeratan hubungan antar variabel.
Hipotesa yang digunakan adalah :
H0 = Variabel X tidak berhubungan dengan variabel Y
H1 = Minimal ada 1 variabel X yang berhubungan dengan variabel Y
Jika F-hitung ≤ F0.05;db, maka terima H0 dan jika F-hitung > F0.05;db, maka
tolak H0.
Uji t dilakukan untuk mengetahui masing-masing variabel bebas
yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Hipotesa yang digunakan
adalah :
H0 = Variabel bebas (X) tidak berhubungan nyata dengan variabel terikat
(Y)
H1 = Variabel bebas (X) berhubungan nyata dengan variabel terikat (Y)
Jika t-hitung ≤ t0.05;db, maka terima H0 dan jika t-hitung > t0.05;db, maka tolak
H0.

6

Citra Landsat
Hemispherical Photograph
Pemotongan Citra
Koreksi Geometri

Foto

Model Maker

Koordinat

Peta NDVI

Nilai NDVI

Calculate

Nilai LAI

Analisis Regresi
Model Maker

Pengkelasan LAI
Peta Kelas LAI

Gambar 3 Proses pembuatan peta kelas leaf area index (LAI)

ASTER GDEM

Peta Kelas Ketinggian

Surface

Slope

Pengkelasan Kemiringan Lahan

Peta Kelas Kemiringan Lahan

Gambar 4 Proses pembuatan peta kelas ketinggian tempat dari permukaan laut
dan kelas kemiringan lahan

7
Peta Sungai

Spatial analyst
Distance
Euclidean Distance
Pengkelasan jarak
Peta jarak sungai

Gambar 5 Proses pembuatan peta kelas jarak dari sungai
Peta Jalan

Spatial analyst
Distance
Euclidean Distance
Pengkelasan jarak
Peta jarak jalan

Gambar 6 Proses pembuatan peta kelas jarak dari jalan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kepulauan Mentawai terletak 85 sampai 135 km dari pesisir pantai
Sumatera Barat (Whittaker 2006) dan secara administratif termasuk ke
dalam Provinsi Sumatera Barat. Kepulauan Mentawai terdiri atas beberapa
pulau, antara lain Sipora, Pagai Utara, Pagai Selatan dan Siberut. Pulau
Siberut memiliki tujuh tipe ekosistem hutan, yaitu hutan primer
Dipterocarpaceae,
hutan
primer
campuran,
hutan
sekunder
Dipterocarpaceae, hutan rawa air tawar, hutan mangrove, hutan rawa sagu
dan hutan pantai (BTNS 2003). Dipterocarpaceae merupakan salah satu

8
jenis pohon yang bernilai ekonomi tinggi sehingga banyak dimanfaatkan
oleh perusahaan IUPHHK, seperti PT Salaki Summa Sejahtera (PT SSS).
Areal PT SSS merupakan areal bekas PT Tjirebon Agung yang telah
berhenti beroperasi pada tahun 1993. PT SSS memiliki areal kerja seluas 47
605 ha yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI
Nomor-SK.654/Menhut-II/2010, tanggal 22 November 2010. PT SSS
memiliki kelas tutupan lahan sebanyak 3 kelas, yaitu kelas hutan primer,
kelas hutan bekas tebangan dan kelas bukan hutan. Luas areal hutan bekas
tebangan lebih banyak dari areal lainnya, yaitu 42 457 ha atau sekitar
89.19%. Luas hutan primer dan areal bukan hutan masing-masing adalah
455 ha dan 4 693 ha. Sungai yang berada di areal PT SSS merupakan tipe
sungai efluent dan influent (ICS 2012).
Komponen Biotik Habitat Joja
Hutan primer merupakan habitat utama bagi joja. Fuentes (1996)
menyatakan bahwa Presbytis potenziani menggunakan hutan primer sebagai
habitatnya dengan persentasi sebesar 72.1%, hutan sekunder 19.1% dan
kebun atau habitat yang terganggu sebesar 8.8%. Selain hutan primer, hutan
sekunder atau areal bekas tebangan juga dapat menjadi habitat bagi joja.
Bismark (1984) menyatakan bahwa Presbytis spp. mampu menyesuaikan
diri dengan bentuk hutan sekunder. Kerapatan merupakan gambaran
mengenai jumlah vegetasi dalam suatu luasan areal tertentu. Lokasi
perjumpaan, jumlah individu, nilai kerapatan vegetasi dan nilai LAI di
lokasi ditemukannya joja disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah individu joja yang ditemukan berdasarkan kerapatan vegetasi
dan LAI
Lokasi
perjumpaan
Kebun
beniha
LOA 1
tahunb
LOA 6
tahunb
a

Kerapatan (N/ha)

Jumlah
individu

Semai

Pancang

Tiang

Pohon

Pohon
pakan

1

11 666.67

1 466.67

66.67

25

0

7

36 666.66

9 066.66

433.34

408.34

233.33

6

17 500

4 000

366.66

291.66

166.66

= Kelas LAI 1.7-2.2, b = 2.7-3.2

Lokasi yang memiliki nilai regenerasi hutan yang baik adalah LOA 1
tahun. Hal ini terlihat dari nilai kerapatan untuk tingkat semai dan pancang
di LOA 1 tahun memiliki nilai lebih besar daripada LOA 6 tahun. Selain itu,
frekuensi dan kerapatan untuk tingkat tiang dan pohon di LOA 1 tahun
memiliki nilai yang cukup tinggi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa
proses penebangan di LOA 1 tahun lebih baik daripada di LOA 6 tahun.
Joja lebih banyak ditemukan di lokasi yang memiliki nilai kerapatan
tiang dan pohon yang tinggi. Kondisi ini dapat dilihat dari jumlah individu
yang ditemukan di lokasi perjumpaan yang memiliki nilai kerapatan tiang
dan pohon paling tinggi, yaitu di LOA 1 tahun. Joja yang ditemukan di

9
lokasi ini lebih banyak daripada lokasi lain, yaitu 7 individu. Hal ini
dikarenakan joja membutuhkan pohon untuk mendukung aktivitasnya,
khususnya pada bagian tajuk pohon. Rahayuni (2007) menyatakan bahwa
joja lebih sering melakukan aktivitas di pohon yang memiliki tinggi total
berkisar antara 21–25 m, sebesar 34% dari total aktivitasnya. Hadi et al.
(2012) juga menyatakan bahwa joja lebih banyak memanfaatkan tajuk yang
berada pada pohon yang memiliki tinggi total berkisar antara 16–25 m.
Selain itu, LOA 1 tahun juga memiliki nilai LAI yang cukup tinggi,
yaitu berkisar antara 2.7–3.2. Hal ini mengindikasikan bahwa joja sangat
membutuhkan habitat yang memiliki nilai LAI tinggi. Fuentes (1994)
menyatakan bahwa sebanyak 75% dari total perjumpaan Presbytis
potenziani berada di pohon yang memiliki ketinggian >20 meter. Rahayuni
(2007) juga menyatakan bahwa joja lebih sering memanfaatkan tajuk tengah
dibandingkan dengan bagian lain dari pohon, yaitu sebesar 97%.
Pemanfaatan tajuk oleh joja dikarenakan kebutuhan untuk melakukan
aktivitas mobilisasi, aktivitas istirahat dan aktivitas makan. Rahayuni (2007)
menyatakan bahwa sumber pakan joja banyak dijumpai di bagian tajuk luar
pohon.
Nilai determinan yang diperoleh dari hasil regresi linier antara nilai
LAI dengan nilai NDVI sebesar 44.5%. Hal ini berarti nilai NDVI hanya
mampu menjelaskan 44.5% dari nilai LAI. Kondisi ini dikarenakan peta
citra landsat pada areal penelitian banyak tertutup oleh awan. Persamaan
untuk membuat peta LAI yang diperoleh dari hasil regresi antara nilai LAI
dan NDVI adalah LAI = 1.66 + 3.45*(NDVI). Sebaran joja pada masingmasing kelas LAI di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Peta kelas LAI
Faktor keberadaan pohon pakan juga dapat mempengaruhi keberadaan
joja. Hal ini dapat dilihat dari jumlah joja yang banyak di lokasi yang

10
memiliki nilai kerapatan pohon pakan tinggi. Kamaliasari (2011)
menyatakan bahwa joja memilih pohon tidur yang dekat dengan sumber
pakan. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa joja lebih memilih habitat
yang memiliki sumber pakan yang cukup.
Jenis vegetasi yang berhasil diidentifikasi sebanyak 81 jenis dari 35
famili, sedangkan jenis yang tidak teridentifikasi ada 6 jenis (Lampiran 1).
Famili Euphorbiaceae memiliki jumlah jenis paling banyak, yaitu 16 jenis.
Rahayuni (2007) menyatakan bahwa jenis pakan joja sebagian besar berasal
dari famili Rubiaceae, Euphorbiaceae, dan Moraceae. Berdasarkan daftar
jenis pakan joja pada Fuentes (1994), Hadi et al. (2012) dan pengamatan
langsung diketahui 17 jenis pakan dari 8 famili yang berada di lokasi
perjumpaan joja (Lampiran 2). Famili Dipterocarpaceae (5 jenis) dan
Euphorbiaceae (4 jenis) merupakan famili yang paling banyak memiliki
jenis vegetasi yang dimanfaatkan joja sebagai pakan. Fuentes (1994) juga
menyatakan bahwa beberapa jenis vegetasi yang dimanfaatkan joja sebagai
pakan, antara lain Arenga obtusifolia, Artocarpus sp., Baringtonia sp.,
Baccaurea sp., Calamus sp., Daemonorops sp., Diospyros sp.,
Dipterocarpus sp., Durio sp., Ficus sp., Gnetum sp., Myrmecoidea tuberosa,
Manioc sp., Musa sp., Pometia pinnata, Shorea sp., Vatica sp. dan beberapa
tumbuhan yang tidak teridentifikasi.
Komponen Fisik Habitat Joja
Areal kerja PT SSS berada pada ketinggian 50–340 mdpl (ICS 2012).
Data mengenai ketinggian tempat ditemukannya joja disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah individu joja yang ditemukan berdasarkan ketinggian
tempat di atas permukaan laut
Ketinggian
Jumlah joja
tempat
Aktivitas
Lokasi ditemukan
ditemukan (ind)
(mdpl)
0–50
Kebun benih, LOA
istirahat, makan,
50–100
10
1 tahun, LOA 6
sosial, lokomosi
tahun
100–150
150–200
4
makan
LOA 6 tahun
>200
Areal dengan ketinggian tempat 50–100 mdpl di PT SSS merupakan
areal yang sering dimanfaatkan joja. Joja juga ditemukan di areal dengan
ketinggian 150–200 mdpl. Fuentes (1996) menyatakan bahwa joja
ditemukan di hutan primer, hutan sekunder, hutan rawa, hutan Baringtonia
dan kebun. Hal ini mengindikasikan bahwa joja dapat ditemukan hampir di
semua kelas ketinggian. Peta sebaran joja pada masing-masing kelas
ketinggian ditunjukkan Gambar 8.

11
Areal PT SSS memiliki topografi datar hingga curam. Akan tetapi
areal kerja PT SSS didominasi oleh kelas kemiringan lahan agak curam (15–
25%) (ICS 2012). Perjumpaan joja berdasarkan kemiringan lahan di areal
PT SSS disajikan pada Tabel 3
Tabel 3 Jumlah individu joja yang ditemukan berdasarkan kelas kemiringan
lahan
Kelas
kemiringan
lahan (%)
0–8
8–15

Jumlah
joja (ind)
1

15–25

10

25–40

3

>40

-

Aktivitas

Lokasi ditemukan

-

-

istirahat
istirahat, makan,
lokomosi, sosial
istirahat, makan,
lokomosi
-

LOA 1 tahun
LOA 1 tahun, LOA 6 tahun
Kebun benih, LOA 1 tahun
-

Gambar 8 Peta kelas ketinggian tempat dari permukaan laut
Areal yang memiliki kemiringan lahan agak curam (15–25%)
merupakan areal yang sering dimanfaatkan joja. Keberadaan sumber pakan
di areal tersebut menjadi salah satu alasan joja lebih memanfaatkan areal
dengan kemiringan lahan 15–25%. Whitten (1982) menyatakan bahwa
Dipterocarpaceae, Euphorbiaceae dan Myristicaceae merupakan famili yang
dapat ditemukan di setiap kemiringan lahan, namun Myristicaceae
merupakan famili yang mendominasi daerah yang datar dan
Dipterocarpaceae merupakan famili yang mendominasi perbukitan.
Pemilihan habitat oleh joja sama dengan yang dilakukan oleh Presbytis

12
rubicunda. Bismark (1984) menyatakan bahwa Presbytis rubicunda
cenderung memilih daerah puncak dan lereng-lereng bukit sebagai
habitatnya, dikarenakan penyebaran buah sebagai pakan dan penyebaran
pohon tidur. Selain itu kondisi vegetasi yang berada di daerah puncak dan
lereng bukit membuat komunikasi antar kelompok menjadi lebih mudah.
Hal ini merupakan salah satu cara untuk menghindari predator. Peta sebaran
joja pada masing-masing kelas kemiringan lahan disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Peta kelas kemiringan lahan
Sungai dimanfaatkan sebagai salah satu sumber air bagi mahluk hidup
di hutan. Joja merupakan satwa yang memanfaatkan sungai secara tidak
langsung. Kamaliasari (2011) menyatakan bahwa joja jarang turun ke lantai
hutan dan mendekati sumber air untuk minum. Seperti halnya joja, simpai
juga tidak pernah ditemukan turun ke lantai hutan untuk melakukan
aktivitas minum langsung dari sumber air (Sabarno 1998). Jumlah joja yang
ditemukan berdasarkan jarak dari sungai disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah joja yang ditemukan berdasarkan jarak dari sungai
Jumlah
Aktivitas
Lokasi
Jarak dari sungai (meter)
joja
LOA 1 tahun,
0–100
5
makan, istirahat
LOA 6 tahun
100–200
2
makan
LOA 6 tahun
200–300
1
istirahat
Kebun benih
sosial, lokomosi,
300–400
6
LOA 1 tahun
makan
>400
-

13
Lokasi yang memiliki jarak 300–400 m dari sungai merupakan lokasi
yang paling sering dimanfaatkan joja. Hal ini terlihat dari jumlah joja yang
ditemukan pada jarak tersebut lebih banyak dikarenakan adanya pohon
pakan di lokasi tersebut, seperti pohon dari jenis Dipterocarpaceae. Selain
itu, joja juga ditemukan di lokasi yang berjarak 0–100 m dari sungai.
Keberadaan joja di sekitar sungai karena kebutuhannya terhadap sumber
pakan yang ada disekitar sungai, yakni buah. Pemilihan buah sebagai pakan
bertujuan memenuhi kebutuhan nutrisi dan air bagi joja. Kamaliasari (2011)
menyatakan bahwa kebutuhan air joja diperkirakan telah dipenuhi dari
sumber pakan yang banyak mengandung air. Rahayuni (2007) juga
menyatakan bahwa buah dapat memberikan joja nutrisi lebih baik daripada
daun. Kebutuhan joja terhadap pakan mengakibatkan joja juga ditemukan di
lokasi yang memiliki jarak 0–400 m dari sungai. Peta sebaran joja
berdasarkan jarak dari sungai disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta kelas jarak dari sungai
Joja merupakan satwa yang sangat jarang turun ke tanah. Fuentes
(1996) menyatakan hanya 5% dari total keberadaan joja secara vertikal
dalam pengamatannya berada di pohon yang memiliki ketinggian 400

1
-

istirahat
-

Kebun benih, LOA
1 tahun
LOA 6 tahun
LOA 6 tahun, LOA
1 tahun
LOA 1 tahun
-

Lokasi yang berjarak 200–300 m dari jalan merupakan lokasi yang
paling banyak dimanfaatkan oleh joja. Joja merupakan satwa yang sensitif
sehingga lebih memilih habitat yang jauh dari jalan. Hal ini merupakan
salah satu cara bagi joja untuk menghindari predator. Manusia dan Python
sp. merupakan predator bagi primata di Mentawai (Tenaza & Tilson 1985).
Joja merupakan salah satu satwa yang menjadi buruan masyarakat lokal
Mentawai sebagai bahan makanan. Fuentes (2002) menyatakan bahwa dua
jenis Colobine di Kepulauan Mentawai dianggap sebagai makanan yang
baik bagi mayoritas penghuni pulau. Hal ini yang menyebabkan joja banyak
ditemukan di lokasi yang memiliki jarak 200–300 m dari jalan sarad atau
jalan utama.

Gambar 11 Peta kelas jarak dari jalan
Berdasarkan hasil regresi linear antara jumlah individu joja dengan
komponen biotik habitat (kerapatan semai, kerapatan pancang, kerapatan
tiang, kerapatan pohon, kerapatan pohon pakan dan LAI) dan komponen

15
fisik habitat (ketinggian tempat, kemiringan lahan, jarak ditemukannya joja
dari sungai dan jarak ditemukannya joja dari jalan), hanya variabel
kerapatan tiang yang memiliki nilai signifikansi

Dokumen yang terkait

Studi Ko-Habitasi Antara Simakoru (Simias concolor) dan Joja (Presbytis potenziani) di Area Siberut Conservation Program (SCP), Pulau Siberut-Kepulauan Mentawai Sumatera Barat

1 9 90

Keragaman Spora FMA Hasil Isolasi dari Bawah Tegakan Dipterocarpaceae (di Areal IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Barat)

0 6 61

Penyusunan model penduga volume pohon jenis Keruing (Dipterocarpus sp.) di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Sumatera Barat

0 4 129

Kehilangan Cadangan Karbon pada Pemanenan Secara Mekanis (Studi Kasus Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut Provinsi Sumatera Barat)

1 5 113

Emisi Karbon Potensial Akibat Pemanenan Kayu Secara Mekanis di Hutan Alam Tropis (Kasus Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Provinsi Sumatera Barat)

1 15 171

Pola Sebaran Jenis Keruing (Dipterocarpus spp.) di Areal Konsesi Hutan PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Sumatera Barat

0 3 27

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30

Karakteristik Habitat Bokkoi di Areal IUPHHK-HA PT Salaki Summa Sejahtera Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat

0 2 39

Pemulihan Vegetasi di Areal Hutan yang Dikelola dengan Sistem TPTJ (Studi Kasus di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

0 2 36

Karakteristik Habitat Bekantan (Nasalis Larvatus, Wurmb 1787) Di Iuphhk-Ha Pt Indexim Utama, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah

0 6 32