1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sektor keuangan memegang peranan yang relatif signifikan dalam memicu pertumbuhan  ekonomi  suatu  negara.  Sektor  keuangan  berfungsi  untuk
memobilisasi  tabungan,  mengelola  risiko,  memperoleh  informasi  terkait investasi,  memonitor  manajer  dan  mengerahkan  kontrol  bagi  perusahaan,
memperlancar  transaksi,  dan  memfasilitasi  pertukaran  barang  dan  jasa. Pertumbuhan  ekonomi  suatu  negara  akan  optimal  apabila  stabilitas  sistem
keuangan negara tersebut dapat terpelihara dengan baik. Di  Indonesia,  sektor  keuangan  masih  didominasi  oleh  perbankan.  Dari
total  aset  industri  keuangan,  sebanyak  82,1  atau  Rp  3.653  triliun  merupakan aset  perbankan.  Sedangkan  aset  sekuritas  sebesar  Rp  51  triliun,    multifinance
sebesar  Rp 293 triliun, dan aset asuransi sebesar Rp 444 triliun.
1
Hal ini terjadi karena adanya perkembangan di dunia perbankan, ditambah dengan munculnya
perbankan syariah di Indonesia. Bank  Syariah  dalam  sistem  perbankan  Indonesia  secara  formal  telah
dikembangkan  sejak  Pemerintah  menerbitkan  Undang-Undang  No.  7  Tahun 1992. Namun, landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah
1
Artikel  „OJK:  Perbankan  Dominasi  Aset  Industri  Keuangan‟  diterbitkan  pada  Senin,  6  Mei 2013
diakses pada
Senin, 4
Mei 2015
pukul 10.28
wib dari
http:www.ugm.ac.ididpostpage?id=5519.
2
dalam  Undang- Undang  ini  hanya  dikategorikan  sebagai  “bank  dengan  sistem
bagi hasil”; tidak terdapat rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.
2
Hingga  akhirnya  pemberlakuan  Undang-undang  No.  10  Tahun  1998 tentang  Perbankan,  yang  merupakan  perubahan  dari  Undang-Undang  No.  7
Tahun  1992,  telah  memberi  landasan  hukum  yang  lebih  kuat  dan  kesempatan yang  lebih  luas  lagi  bagi  perkembangan  bank  syariah  di  Indonesia.  Dengan
adanya  Undang-Undang  ini,  Bank  Umum  maupun  Bank  Pembiayaan  Rakyat dapat  beroperasi  berdasarkan  prinsip  Islam  dan  bank  umum  konvensional,
melalui  suatu  mekanisme  perizinan  tertentu  dari  Bank  Indonesia  dan  Otoritas Jasa  Keuangan,  dapat  melakukan  kegiatan  usaha  perbankan  Islam  dengan
membuka Unit Usaha Syariah UUS. Hal  tersebut  mendorong  hadirnya  lembaga-lembaga  keuangan  syariah
yang beroperasi berdampingan dengan lembaga keuangan konvensional. Bahkan hingga  akhir  2014,  terdapat  12  Bank  Umum  Syariah,  22  Unit  Usaha  Syariah
UUS, dan 163 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah beroperasi di Indonesia. Perkembangan  bank  syariah  di  Indonesia  juga  dapat  dilihat  dari
perkembangan total aset bank syariah. Hal ini dikarenakan total aset merupakan salah  satu  indikator  perkembangan  perbankan  syariah  yang  menentukan
kontribusi  industri  perbankan  syariah  terhadap  perbankan  nasional.  Selain  itu,
2
Muhammad  Syafi‟i  Antonio,  Bank  Syariah:  Dari  Teori  ke  Praktik  Jakarta:  Gema  Insani, 2001, h. 26.
3
total aset juga merupakan indikator ukuran bank, dimana kecilnya total aset akan berdampak  pada  tingkat  economic  of  scale  yang  dapat  dilakukan  oleh  bank
syariah.
Tabel 1.1 Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah
dalam miliar rupiah
Indikator 2010
2011 2012
2013 2014
BUS
Total Aset
79.186 116.930
147.581 180.360
204.961
Growth
32,28 20,77
18,17 12,01
UUS
Total Aset
18.333 28.536
47.437 61.916
67.383
Growth
35,75 39,84
23,38 8,83
BPRS
Total Aset
2.739 3.520
4.699 5.833
6.573
Growth
22,19 25,09
19,44 11,26
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Publikasi OJK Desember 2014 data diolah Walaupun  jumlah  total  aset  bank  syariah  meningkat  setiap  tahun,  namun
pertumbuhan  aset  perbankan  syariah  mengalami  penurunan.  Aset  perbankan syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah BUS, Unit Usaha Syariah UUS
dan  Bank  Pembiayaan  Rakyat  Syariah  BPRS  tercatat  sebesar  Rp248,1  triliun pada  tahun  2013  atau  tumbuh  24,2,  lebih  rendah  dibandingkan  pertumbuhan
tahun  sebelumnya  34,0.
3
Perlambatan  pertumbuhan  aset  bank  syariah kembali  terjadi  pada  kuartal  I2014.  Otoritas  Jasa  Keuangan  OJK  mencatat
3
Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Tahun 2013, Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, h. 2
4
pertumbuhan aset bank syariah pada kuartal I2014 hanya sebesar 14,9. Angka tersebut  menurun  dibandingkan  pertumbuhan  aset  bank  syariah  pada  kuartal
terakhir  di  tahun  2013  yang  tercatat  sebesar  24,2.  Padahal  apabila  melihat fakta  bahwa  mayoritas  penduduk  Indonesia  adalah  muslim,  sewajarnya
pertumbuhan aset meningkat pula seiring meningkatnya kebutuhan terhadap jasa perbankan.
Perkembangan perbankan syariah tidak serta merta menjadikan perbankan syariah menjadi semakin kokoh dan kuat serta mampu memimpin pangsa pasar
industri  perbankan  nasional.  Agar  perbankan  syariah  mampu  meningkatkan pangsa  pasarnya,  maka  perlu  didukung  dengan  pertumbuhan  aset  yang  cukup
signifikan sehingga dapat diperoleh manfaat dari perbankan syariah secara lebih luas.  Kepercayaan  dari  masyarakat  merupakan  salah  satu  hal  yang  diperlukan
untuk  mendukung  perkembangan  perbankan  syariah.  Jika  masyarakat  percaya terhadap  bank  syariah,  maka  tak  menutup  kemungkinan  akan  semakin  banyak
pihak  yang  menempatkan  dananya  dan  mengajukan  pembiayaan.  Adanya peningkatan dari dua indikator keuangan syariah yaitu Dana Pihak Ketiga DPK
dan pembiayaan diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan total aset Bank Syariah, karena Dana Pihak Ketiga DPK dan pembiayaan menunjukkan kinerja
perbankan  syariah  sebagai  lembaga  intermediasi,  sedangkan  total  aset menunjukkan ukuran bank. Namun, penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan
tidak akan terlepas dari kemungkinan adanya pembiayaan bermasalah.
5
Dengan  melihat  rasio  Non  Performing  Financing  NPF,  maka  dapat diketahui  seberapa  besar  pembiayaan  bermasalah  dibandingkan  seluruh
pembiayaan  yang  diberikan  oleh  bank  syariah.  Jika  rasio  Non  Performing Financing NPF meningkat, pertumbuhan aset bank syariah dapat menurun. Hal
tersebut  dibuktikan  oleh  Nurhasanah  2012,  yang  menyimpulkan  bahwa  Non Performing  Financing  NPF  berpengaruh  secara  negatif  terhadap  aset  karena
semakin  kecil  nilai  Non  Performing  Financing  NPF  maka  penyaluran  dana kepada  nasabah  dapat  kembali  ke  pihak  bank  sehingga  ketika  mendapatkan
margin  bagi  hasil  tersebut,  pihak  bank  meningkatkan  aset  bank  syariah.  Selain itu, apabila Non Performing Financing NPF atau Non Performing Loan NPL
dalam  bank  konvensional  semakin  besar,  maka  bank  harus  menyediakan Penyisihan  Penghapusan  Aktiva  Produktif  PPAP  yang  lebih  besar  yang  pada
gilirannya  memperberat  posisi  keuangan  bank.
4
Namun  berbanding  terbalik dengan  teori  tersebut,  hasil  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Hidayah  2008
membuktikan  bahwa  rasio  Non  Performing  Financing  NPF  tidak  signifikan mempengaruhi pertumbuhan aset perbankan syariah.
Dalam  menjalankan  perannya  sebagai  lembaga  perantara  intermediary antara unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana surplus unit dengan
unit-unit yang lain yang mengalami kekurangan dana deficit unit, Bank syariah dapat  menggunakan  Financing  to  Deposit  Ratio  FDR  sebagai  tolak  ukur
4
Muhammad, Bank Syariah: Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2005, h. 23.
6
kinerja.  Financing  to  Deposit  Ratio  FDR  digunakan  untuk  mengetahui  porsi Dana Pihak Ketiga DPK yang disalurkan untuk pembiayaan. Tinggi rendahnya
rasio ini  menunjukkan likuiditas bank tersebut, sehingga semakin tinggi tingkat Financing to Deposit Ratio FDR suatu bank, maka bank tersebut kurang likuid
dibandingkan dengan bank yang mempunyai rasio lebih kecil.
5
Risiko likuiditas yang  terjadi  pada  bank  syariah  dapat  menurunkan  aset  bank  syariah  karena
adanya beban biaya tambahan untuk mengatasi risiko likuiditas tersebut. Untuk  mengetahui  tingkat  efisiensi  pengelolaan  aset  yang  dilakukan  oleh
bank syariah, dapat dilihat dari angka Return on Assets ROA. Return on Assets ROA  merupakan  rasio  yang  digunakan  untuk  mengukur  kemampuan
manajemen  menghasilkan  income  dari  pengelolaan  aset.  Semakin  besar  Return on  Assets  ROA  suatu  bank,  semakin  besar  pula  tingkat  keuntungan  yang
dicapai bank tersebut sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan asetnya. Berdasarkan  latar  belakang  permasalahan  di  atas,  peneliti  menganggap
penting  untuk  melakukan  penelitian  dengan  judul:
“PENGARUH  NON PERFORMING  FINANCING,  FINANCING  TO  DEPOSIT  RATIO,  DAN
RETURN  ON  ASSETS  TERHADAP  PERTUMBUHAN  ASET  BANK SYARIAH.
”
5
Muhammad, Bank Syariah: Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, h. 55.
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah