Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pada Pemerintahan Kota Banda Aceh

(1)

PENERAPAN PERMENDAGRI NOMOR 13 TAHUN 2006

PADA PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH

TESIS

OLEH

AZHAR

037017011/AK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN

PENERAPAN PERMENDAGRI NOMOR 13 TAHUN 2006

PADA PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (MSi)

Dalam Program Ilmu Akuntansi

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

AZHAR

037017011/AK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(3)

(4)

JUDUL TESIS : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENERAPAN PERMENDAGRI NOMOR 13 TAHUN 2006 PADA PEMERINTAH KOTA BANDA ACEH

NAMA MAHASISWA : AZHAR NOMOR POKOK : 037017011 PROGRAM : Ilmu Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Erlina., SE, MSi, Ph.D, Ak Ketua

Drs. Idhar Yahya., MBA, Ak Anggota

Ketua Program Ilmu Akuntansi

Prof. Dr. Ade Fatma Lubis., MAFIS, MBA, Ak

Direktur Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc


(5)

(6)

Tanggal

:

17

Desember 2007

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Erlina., SE, MSi, Ph.D, Ak ANGGOTA : 1. Drs. Idhar Yahya., MBA. Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis., MAFIS, MBA, Ak 3. Dra. Narumondang B. Srg., MM, Ak


(7)

(8)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pada Pemerintah Kota Banda Aceh.

Adalah benar hasil karya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya.

Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 17 Desember 2007 Yang membuat pernyataan


(9)

rahmat dan hidayah-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul” Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 pada Pemerintah Kota Banda Aceh” yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains (MSi) dalam Program Ilmu Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan yang berbahagia ini dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang tertinggi kepada yang terhormat :

1. Prof. Chairuddin P. Lubis., DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis., MAFIS, MBA, Ak selaku Ketua Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

4. Dra. Tapi Anda Sari Lubis., M.Si, Ak selaku Sekretaris Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;


(10)

pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyusun tesis ini;

6. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis., MAFIS, MBA, Ak, Dra. Tapi Anda Sari Lubis., MSi, Ak dan Drs. Rasdianto., MA, Ak selaku dosen pembanding yang telah menyumbangkan saran pemikiran untuk penyempurnaan tesis ini;

7. Seluruh dosen dan staff pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara; 8. Isteri dan anak-anakku tercinta, Rizka Amalya, Shafira Maulidya dan Naufal

Habib untuk semua pengertian dan kasih sayang selama ini.

Sebagai manusia yang tak luput dari kekurangan dan kesilapan, penulis sadar bahwa masih diperlukan masukan dan saran perbaikan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya terhadap perkembangan ilmu akuntansi keuangan sektor publik di masa sekarang dan masa mendatang.

Medan, 17 Desember 2007 Hormat saya selaku penulis

A z h a r


(11)

This research made to analyze factors that effect the succesful application of ministry of internal affairs regulation number 13 the year of 2006.

Researcher using the factor of regulation, commitment, human resources and supporting devices that assumed will influence the succesful application of ministry of internal affairs regulation number 13 the year of 2006 on Banda Aceh Government. The population of this research is the head of a regional working unit (SKPD), the supervisors of SKPD financial report and staf. Questioner which given to 30 SKPD is 90 questioner and returned about 72 questioner. Sampling tehnic using the simple random sampling. This research used double regression analysis. Data collected by

questioner, researched variables measured with likert Scale, that measured attitude by choosing the agree or disagree on questions asked with scale, score 5 for very agree, 4 for agreeing, 3 for do not know, 2 for disagree, and 1 for very disagree. Result of this research conclude that, commitment, human resources, and supporting devices all by together, have a significant on the the succesful application of ministry of internal affairs regulation number 13 the year of 2006, while regulation do not affect any significant influence.

Key Word : Ministry of Internal Affairs Regulation Number 13 the year of 2006 that provide the Guidance of Local State’s Financial Management. Regulation, commitment, human resources, and supporting devices.


(12)

Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006.

Peneliti menggunakan faktor regulasi, komitmen, SDM dan perangkat pendukung yang diduga akan mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 pada Pemerintah Kota Banda Aceh. Populasi penelitian adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD dan Staf. Total kuestioner yang disebarkan ke 30 SKPD sebanyak 90 kuestioner, jumlah yang kembali sebanyak 72 kuestioner. Teknik pengambilan sample adalah simple random sampling. Alat analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah analisis regresi berganda. Cara pengumpulan data adalah melalui kuestioner, variabel yang diteliti diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 sangat setuju, 4 setuju, 3 tidak tau, 2 tidak setuju, 1 sangat tidak setuju.

Hasil penelitian yang didapatkan pada Pemerintah Kota Banda Aceh menyimpulkan bahwa, komitmen, SDM, dan perangkat pendukung secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006, sedangkan regulasi tidak mempengaruhi secara signifikan.

Kata kunci : Permendagri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Regulasi, komitmen, SDM dan perangkat pendukung.


(13)

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iii

PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRACT... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS . 7 2.1 Tinjauan Pustaka... 7

2.2 Kerangka Penelitian... 25

2.3 Perumusan Hipotesis ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian... 28

3.2 Pengukuran Variabel ... 28

3.3 Uji Reliabilitas dan Validitas... 33


(14)

3.6 Pengujian Hipotesis ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data ... 37

4.2 Pengujian Asumsi Klasik... 38

4.3 Pengujian Hipotesis ... 41

4.4 Pembahasan ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 50

5.1 Kesimpulan... 50

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.


(15)

Tabel Keterangan Halaman

1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 30

2 Ringkasan Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 37

3 Ringkasan Uji Korelasi... 40


(16)

Gambar Keterangan Halaman 1 Pengujian Normalitas Data ... 39 2 Pengujian Heterokedastisitas... 41


(17)

Lampiran Keterangan Halaman

I. a Uji Validitas dan Reliabilitas X-1... 1

I. b Uji Validitas dan Reliabilitas X-2... 3

I. c Uji Validitas dan Reliabilitas X-3... 6

I. d Uji Validitas dan Reliabilitas X-4... 8

I. e Uji Validitas dan Reliabilitas Y... 10

II Uji Normalitas Data... 13

III Uji Multikolinearitas... 14

IV Uji Hipotesis... 15


(18)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seluruh lapisan masyarakat telah memperjuangkan suatu reformasi, sehingga reformasi tersebut membawa perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di daerah. Satu diantara agenda reformasi tersebut adalah adanya desentralisasi keuangan dan otonomi daerah. Berdasarkan ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, pemerintah telah mengeluarkan suatu paket kebijakan tentang otonomi daerah nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan keterlibatan segenap unsur dan lapisan masyarakat, serta memberikan kekuasaan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah sehingga peran pemerintah adalah sebagai katalisator dan fasilitator karena pihak pemerintahlah yang lebih mengetahui sasaran dan tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai katalisator dan fasilitator tentunya membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung dalam rangka terlaksananya pembangunan secara berkesinambungan.

Anggaran belanja operasi untuk kegiatan rutin merupakan salah satu alternatif yang dapat merangsang kesinambungan serta konsistensi pembangunan di daerah


(19)

secara keseluruhan menuju tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, kegiatan rutin yang akan dilaksanakan merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pembangunan di daerah.

Bertitik tolak dari hasil pembangunan yang akan dicapai dengan tetap memperhatikan fasilitas keterbatasan sumber daya yang ada maka dalam rangka untuk memenuhi tujuan pembangunan baik secara nasional atau regional perlu mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna dengan disertai pengawasan dan pengendalian yang ketat baik yang dilakukan oleh aparat tingkat atas maupun tingkat daerah serta jajarannya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) merupakan kebijaksanaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disusun berdasarkan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai pertimbangan lainnya dengan maksud agar penyusunan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi APBD mudah dilakukan. Pada sisi yang lain APBD dapat pula menjadi sarana bagi pihak tertentu untuk melihat atau mengetahui kemampuan daerah baik dari sisi pendapatan maupun sisi belanja.

Dalam rangka implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, yang selanjutnya disebut dengan Permendagri 13, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka setiap pemerintah daerah harus dapat


(20)

mempersiapkan diri untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan tersebut.

Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Penatausahaan keuangan daerah yang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah memegang peranan penting dalam proses pengelolaan keuangan daerah secara keseluruhan. Sedangkan keuangan daerah adalah hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah.

Dalam rangka keberhasilan pelaksanaan Permendagri 13, maka setiap pemerintah daerah diharuskan untuk melakukan pembenahan diri baik dalam hal Sumber Daya manusia (SDM) maupun dalam hal lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tersebut.

Dalam Tahun Anggaran 2007, pemerintah daerah telah diwajibkan untuk membuat APBD sesuai dengan Permendagri 13 begitu juga dalam penatausahaan, pelaksanaan dan pelaporan. Berdasarkan data-data yang ada, belum ada daerah yang dapat menyelesaikan APBD sesuai dengan kalender anggaran. Rata-rata APBD baru dapat disyahkan oleh DPRD di bulan April Tahun 2007 yang seharusnya disyahkan pada akhir Tahun 2006. Begitu juga dalam hal penatausahaan, sebahagian besar daerah di Nanggroe Aceh Darussalam belum memiliki Sistem dan Prosedur (Sisdur) untuk penatausahaan sebagai acuan dalam melaksanakan APBD. Permendagri 13


(21)

Tahun 2006 juga mengharuskan setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di pemerintah daerah membuat laporan keuangan untuk masing-masing SKPD. Kalau peraturan yang lama dalam hal pelaporan masih bersifat sentralisasi sedangkan Permendagri 13 telah mengharuskan desentralisasi dalam hal pelaporan keuangan. Berdasarkan kebutuhan tersebut, diharapkan agar setiap pemerintah daerah memiliki SDM yang mampu menghasilkan laporan keuangan untuk masing-masing SKPD. Karena adanya perubahan metode pencatatan dari single entry menjadi double entry maka kemungkinan terjadi keterbatasan SDM yang mampu mengikuti perubahan metode tersebut.

Untuk itu dalam rangka pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2007, perlu disusun Pedoman Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD yang mencakup kebijakan akuntansi, pelaporan, pengawasan dan pengendalian serta pertanggungjawaban keuangan daerah.

Khusus dalam penyusunan laporan keuangan daerah, pemerintah daerah disamping harus memiliki kebijakan akuntansi sebagai dasar dalam menyusun laporan keuangan, pemerintah daerah juga harus memiliki SDM yang mampu menyusun laporan keuangan daerah yang sesuai dengan Permendagri 13 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Hal ini sesuai dengan tuntutan dari Permendagri 13 Tahun 2006 dimana setiap SKPD harus menyusun laporan keuangannya masing-masing.


(22)

Berdasarkan hasil penelitian awal, rata-rata pemerintah daerah belum dapat menerapkan Permendagri 13 Tahun 2006 sesuai dengan ketentuan. Disamping itu, ada indikasi rendahnya SDM yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengimplementasikan peraturan tersebut, serta masih rendahnya komitmen mereka untuk melaksanakan perubahan peraturan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 pada pemerintah daerah. Penelitian yang akan dilaksanakan dibatasi pada satu kota saja yaitu Kota Banda Aceh. Berdasarkan hasil penelitian awal, maka peneliti menggunakan faktor regulasi, komitmen, SDM, dan perangkat pendukung sebagai faktor-faktor yang diduga akan mendukung keberhasilan pemerintah daerah dalam menerapkan Permendagri 13 Tahun 2006.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan sebagai berikut: ”Apakah regulasi, komitmen, SDM, dan perangkat pendukung mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006” ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari


(23)

bukti empiris bahwa regulasi, komitmen, SDM, dan perangkat pendukung mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat bagi pemerintah daerah, Depdagri, peneliti dan lainnya. Manfaat penelitian dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pemerintah daerah agar menjadi acuan dalam membuat keputusan khususnya dalam membuat peraturan daerah yang berkaitan dengan Sisdur Penatausahaan. Disamping itu, pemerintah daerah dapat melakukan pembenahan terhadap SDM yang ada.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi Depdagri dalam membuat suatu peraturan.

c. Bagi peneliti lanjutan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dalam melakukan penelitian lanjutan.


(24)

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah

Sebelum menguraikan sistem pengelolaan keuangan daerah terlebih dahulu dikemukakan pendapat mengenai pengertian sistem itu sendiri. Adapun pengertian sistem Menurut Halim (1997 ; 16) sistem akuntansi didefinisikan dalam dua pengertian pokok yaitu : sistem dan prosedur. Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan dikembangkan sesuai dengan suatu kerangka yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan utama dalam perusahaan. Prosedur merupakan suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang di dalam satu atau lebih departemen, yang diterapkan untuk menjamin penanganan yang seragam dari transaksi perusahaan yang terjadi berulang.

Menurut Baridwan (1991; 3) prosedur adalah suatu urut-urutan pekerjaan kerani (clerical), biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi yang terjadi dalam suatu organisasi

Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka salah satu unsur yang paling penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah adalah sistem atau cara pengelolaan keuangan daerah secara berdayaguna dan berhasilguna.


(25)

Hal tersebut diharapkan agar sesuai dengan aspirasi pembangunan dan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang akhir-akhir ini.

Dilihat dari aspek masyarakat dengan adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik maka dapat meningkatnya tuntutan masyarakat akan pemerintah yang baik, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk bekerja secara lebih efisien dan efektif terutama dalam menyediakan layanan prima bagi seluruh masyarakat. Dilihat dari sisi pengelolaan keuangan daerah khususnya Penerimaan Daerah Sendiri (PDS) maka kontribusi terhadap APBD meningkat tiap tahun anggaran hal ini didukung pula dengan tingkat efektivitas dari penerimaan daerah secara keseluruhan sehingga adanya kemauan dari masyarakat untuk membayar kewajibannya kepada Pemerintah Kota Banda Aceh dalam bentuk pajak dan retribusi.

Aspek SDM adanya kemampuan aparat pengelola walaupun belum memadai dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan tiap satuan kerja daerah tetapi dalam pengelolaan keuangan daerah dapat memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi penerimaan daerah sendiri serta tingkat efektivitas dan efisiensi yang semakin meningkat tiap tahun anggaran namun demikian perlu ada pembenahan dalam arti daerah harus memanfaatkan kewenangan yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pasal 76 yaitu daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan dan kesejahteraan pegawai serta pendidikan dan pelatihan sesuai


(26)

dengan kebutuhan dan kemampuan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam ketentuan umumnya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Selanjutnya dalam pasal 4 dikatakan pula bahwa, pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung- jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Ada beberapa hal dalam proses pengelolaan keuangan daerah.

2.1.1.1 Tujuan pengelolaan keuangan daerah.

Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah menurut Devas, dkk (1987; 279-280) adalah sebagai berikut.

a. Tanggung jawab (accountability)

Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah, lembaga atau orang itu termasuk pemerintah pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur penting dalam tanggung jawab adalah mencakup keabsahan yaitu setiap transaksi keuangan harus berpangkal pada wewenang


(27)

hukum tertentu dan pengawasan yaitu tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan uang dan barang serta mencegah terjadinya penghamburan dan penyelewengan dan memastikan semua pendapatan yang sah benar-benar terpungut jelas sumbernya dan tepat penggunaannya.

b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan

Keuangan daerah harus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan. c. Kejujuran

Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang betul-betul jujur dan dapat dipercaya.

d. Hasil guna (efectiveness) dan daya guna (efficiency)

Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.

e. Pengendalian

Para aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.


(28)

2.1.1.2 Dasar hukum keuangan daerah.

Dalam pengelolaan keuangan daerah sebagai suatu perwujudan dari rencana kerja keuangan akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan selain berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum juga berlandaskan pada :

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah;

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom;

c Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah serta tata cara penyusunan APBD, Pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan APBD;

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan daerah;

e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tentang Perbendaharaan Negara;

f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;


(29)

h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

2.1.2 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Dengan berlandaskan pada dasar hukum di atas maka penyusunan APBD sebagai rencana kerja keuangan adalah sangat penting dalam rangka penyelenggaraan fungsi daerah otonom. Dari uraian tersebut boleh dikatakan bahwa APBD sebagai wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program, di mana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat umum. Oleh karena itu, DPRD dan pemerintah daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Suatu anggaran yang telah direncanakan dengan baik hendaknya disertai dengan pelaksanaan yang tertib dan disiplin sehingga tujuan atau sasarannya dapat dicapai secara berdayaguna dan berhasilguna.

Mardiasmo (1999;11) mengemukakan bahwa salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah atau APBD merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan


(30)

efektivitas pemerintah daerah. Anggaran daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang. Ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja. Penentuan besarnya pendapatan dan belanja daerah tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, pendapatan daerah dikelompokkan atas 3 (tiga) bagian, yaitu :

a. Pendapatan Asli Daerah yaitu hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;

b. Dana Perimbangan;

c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.

Selanjutnya juga menyebutkan bahwa, pendapatan daerah adalah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.

Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari: Pendapatan daerah, Belanja daerah dan Pembiyaan daerah, pengeluaran daerah terdiri dari 3 (tiga)


(31)

komponen yakni Belanja Operasi, Belanja Modal dan Belanja Tidak Terduga. Belanja Operasi merupakan belanja yang digunakan untuk membiayai pegawai, barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan, bunga, subsidi, hibah bantuan sosial dan belanja bantuan keuangan. Belanja Modal merupakan biaya yang digunakan dalam rangka pembelian atau pengadaan dan pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Sedangkan Belanja Tidak Terduga merupakan belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.

Sumber-sumber penerimaan daerah dan komponen-komponen pengeluaran daerah sebagaimana diuraikan terdahulu ditampung di dalam APBD dan Perubahan APBD, sebelum penyusunan APBD dilaksanakan harus memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan Anggaran Daerah dan proses penyusunan APBD yaitu sebagai berikut :

a. Prinsip-prinsip Penyusunan Anggaran Daerah.

1) Keadilan anggaran

Keadilan merupakan salah satu misi utama yang diemban pemerintah daerah dalam melakukan berbagai kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran daerah. Pelayanan umum akan meningkat dan kesempatan kerja juga akan makin bertambah apabila fungsi alokasi dan


(32)

distribusi dalam pengelolaan anggaran telah dilakukan dengan benar, baik melalui alokasi belanja maupun mekanisme perpajakan serta retribusi yang lebih adil dan transparan. Hal tersebut mengharuskan pemerintah daerah untuk merasionalkan pengeluaran atau belanja secara adil untuk dapat dinikmati hasilnya secara proporsional oleh para wajib pajak, retribusi maupun masyarakat luas. Penetapan besaran pajak daerah dan retribusi daerah harus mampu menggambarkan nilai-nilai rasional yang transparan dalam menentukan tingkat pelayanan bagi masyarakat daerah;

2) Efisiensi dan efektivitas anggaran

Hal yang perlu diperhatikan dalam prinsip ini adalah bagaimana memanfaatkan uang sebaik mungkin agar dapat menghasilkan perbaikan pelayanan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Secara umum, kelemahan yang sangat menonjol dari anggaran selama ini adalah keterbatasan Daerah untuk mengembangkan instrumen teknis perencanaan anggaran yang berorientasi pada kinerja, bukan pendekatan incremental yang sangat lemah landasan pertimbangannya. Oleh karenanya, dalam penyusunan anggaran harus memperhatikan tingkat efisiensi alokasi dan efektivitas kegiatan dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang jelas. Berkenaan dengan itu, maka penetapan standar kinerja proyek dan kegiatan serta harga satuannya akan merupakan faktor penentu dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran;


(33)

3) Anggaran Surplus dan defisit

Pada hakekatnya penerapan prinsip anggaran surplus dan defisit adalah untuk menghindari terjadinya hutang pengeluaran akibat rencana pengeluaran yang melampaui kapasitas penerimaannya. Apabila penerimaan yang telah ditetapkan dalam APBD tidak mampu membiayai keseluruhan pengeluaran, maka dapat dipenuhi melalui pinjaman daerah (pembiayaan) yang dilaksanakan secara taktis dan strategis sesuai dengan prinsip defisit anggaran. Penerapan prinsip ini agar alokasi belanja yang dianggarkan sesuai dengan kemampuan penerimaan daerah yang realistis, baik berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan keuangan, maupun pinjaman daerah. Di sisi lain, kelebihan target penerimaan tidak harus selalu dibelanjakan, tetapi dicantumkan dalam Sisa Lebih Pembiayan Anggaran (SILPA) pada tahun anggaran mendatang.

4) Disiplin anggaran

Struktur anggaran harus disusun dan dilaksanakan secara konsisten. APBD adalah rencana pendapatan dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk 1 (satu) tahun anggaran tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, sedangkan pencatatan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran daerah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia kredit anggarannya dalam APBD dan perubahan APBD. Bila terdapat kegiatan baru


(34)

yang harus dilaksanakan dan belum tersedia kredit anggarannya, maka perubahan APBD dapat disegerakan atau dipercepat, bila masih memungkinkan. Anggaran yang tersedia pada setiap kode rekening merupakan batas tertinggi pengeluaran, oleh karenanya tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan melampaui batas kredit anggaran yang telah ditetapkan. Pengalokasian anggaran harus didasarkan atas skala prioritas yang telah ditetapkan, terutama untuk program yang ditujukan pada upaya peningkatan pelayanan masyarakat. Dengan demikian, akan dapat dihindari pengalokasian anggaran pada proyek-proyek yang tidak efisien;

5) Transparansi dan akuntabilitas anggaran

Transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan, penetapan, perubahan dan perhitungan anggaran merupakan wujud pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada masyarakat, maka dalam proses pengembangan wacana publik di daerah sebagai salah satu instrumen kontrol pengelolaan anggaran daerah, perlu diberikan keleluasaan masyarakat untuk mengakses informasi tentang kinerja dan akuntabilitas anggaran. Oleh karena itu, anggaran daerah harus mampu memberikan informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu untuk kepentingan masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dalam format yang akomodatif dalam kaitannya dengan pengawasan dan pengendalian anggaran daerah. Sejalan dengan hal tersebut, maka perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan proyek dan kegiatan harus


(35)

dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara teknis maupun ekonomis kepada pihak legislatif, masyarakat maupun pihak-pihak yang bersifat independen yang memerlukan.

b. Proses penyusunan APBD.

Proses penyusunan APBD Kota Banda Aceh yang diawali dengan proses penentuan rencana plafond APBD sesuai siklus anggaran dimulai dari :

1) Proses penentuan penerimaan daerah. 2) Proses penentuan belanja daerah.

Selanjutnya hasil rencana anggaran yang telah disusun secara terpadu diajukan kepada Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan dan kemudian disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam bentuk Rancangan APBD guna dibahas dan disetujui DPRD, sehingga penetapannya dapat dituangkan di dalam peraturan daerah

Kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah khususnya di bidang pengelolaan keuangan daerah dapat dianalisis dari kinerja aparatur pemerintah daerah. Kinerja diartikan sebagai bentuk prestasi atau hasil dari perilaku pekerja tertentu yang merupakan fungsi dari kemampuan (ability) dukungan (support) dan usaha (effort), untuk mengukur seberapa besar kinerja aparatur pemerintah daerah yang dapat diukur dengan kriteria efektivitas, dan efisiensi.


(36)

2.1.3 Pelaksanaan dan Penatausahaan Penerimaan.

Semua penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD. Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan atau menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor kerekening kas umum daerah paling lama satu hari kerja. Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah yang ditunjuk dan kemudian bank mengirimkan nota kredit sebagai pemberitahuan atas setoran tersebut.

Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya. Selain hal tersebut bendahara penerimaan wajib mempertanggungjawabkan secara administratif atas pengelolaan uang dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada Pengguna Anggaran melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan secara fungsional menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

2.1.4 Pelaksanaan dan Penatausahaan Belanja.


(37)

Setelah APBD ditetapkan dalam Peraturan Daerah, PPKD bersama Kepala SKPD menyusun rancangan DPA-SKPD yang merinci sasaran yang hendak dicapai, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana serta pendapatan yang diperkirakan.

DPA-SKPD adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh Kepala SKPD sebagai pengguna anggaran setelah disahkan oleh PPKD.

b. Anggaran Kas.

Berdasarkan rancangan DPA-SKPD yang telah disusun, Kepala SKPD menyusun rancangan anggaran kas yang diserahkan kepada PPKD selaku BUD.

Penyusunan anggaran kas pemerintah daerah dilakukan guna mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA-SKPD yang telah di sahkan. Anggaran kas memuat perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar yang digunakan guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode. Anggaran kas merupakan dasar pembuatan Surat Penyediaan Dana (SPD).

c. Surat Penyediaan Dana (SPD).

SPD adalah Surat Penyediaan Dana yang dibuat oleh BUD dalam rangka manajemen kas daerah. Setelah APBD ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan DPA-SKPD telah disahkan oleh PPKD, bendahara masing-masing SKPD belum bisa melakukan permintaan dana, sebelum diterbitkan SPD. SPD digunakan untuk


(38)

menyediakan dana bagi tiap-tiap SKPD dalam periode waktu tertentu. Informasi dalam SPD menunjukan secara jelas alokasi tiap kegiatan tetapi tidak harus dibuat SPD untuk setiap kegiatan secara tersendiri.

d. Surat Permintaan Pembayaran (SPP).

SPP di ajukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran melalui PPK-SKPD berdasarkan SPD yang telah dikeluarkan. SPP merupakan dasar pembuatan Surat Perintah Membayar

e. Surat Perintah Membayar (SPM).

SPM diterbitkan oleh Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran setelah SPP dinyatakan lengkap dan sah. SPM yang telah ditandatangani kemudian diajukan kepada BUD sebagai otoritas yang akan melakukan pencairan dana. SPM merupakan dasar penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana.

f. Surat Perintah Pencairan Dana. (SP2D).

SP2D merupakan dokumen yang diterbitkan oleh kuasa BUD setelah Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran. Penelitian SPM sebelum penerbitan SP2D bertujuan agar pengeluaran yang dilakukan tidak melampaui pagu dan memenuhi persyaratan peraturan perundangan.

g. Surat Pertanggungjawaban (SPJ)

SPJ merupakan dokumen yang menjelaskan penggunaan dari dana-dana yang dikelola oleh bendahara pengeluaran.


(39)

Bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang persediaan atau ganti uang persediaan atau tambah uang persediaan kepada Kepala SKPD melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

2.1.5 Faktor-faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006.

Faktor-faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah:

a. Regulasi.

Regulasi adalah persepsi responden tentang perubahan peraturan, keputusan dan perundangan dalam waktu yang singkat, dan perubahan tersebut sangat berbeda dengan peraturan sebelumnya. Seringnya terjadi perubahan peraturan membuat para pegawai kesulitan dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

b. Komitmen.

Menurut Herris B. Simandjuntak ( 2005; 1) komitmen adalah kesanggupan untuk bertanggungjawab terhadap hal-hal yang dipercayakan kepada seseorang. Komitmen tidak ada hubungannya sama sekali dengan bakat, kepintaran atau talenta. Dengan komitmen yang kuat akan memungkinkan seseorang bisa mengeluarkan sumber daya fisik, mental, dan spritual tambahan yang bisa diperoleh, sebaliknya tanpa komitmen maka pekerjaan-pekerjaan besar akan sulit terlaksana


(40)

Ada dua pendekatan utama dalam melakukan studi komitmen yang diterangkan dalam riset komitmen (Savolaner, 1998) pertama pendekatan prilaku (behavioral approach) yang memfokuskan pada prilaku yang terkait dengan komitmen (dimanivestasikan dengan tindakan). Kedua pendekatan sikap (attitudinal approach) yang ditujukan pada identifikasi individu dengan organisasi dan sasarannya (dimanivestasikan dalam pendapat dan kepercayaan)

Secara subtansi, istilah komitmen sarat dengan nilai dan sasaran. Istilah tersebut mengandung makna sebuah proses bagaimana nilai dan sasaran tersebut tercapai atau dengan kata lain komitmen merupakan syarat sebuah keberhasilan. Dalam kaitan dengan penelitian ini, komitmen dipandang sebagai suatu keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap keberhasilan penerapan peraturan baru.

c. Sumber Daya Manusia.

Menurut R. Matindas (2002; 89) Sumber Daya Manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan-karyawan yang ada. Sebagai kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem dimana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Wiley (2002; 3) mendefinisikan bahwa ‘SDM merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut’. Sumber Daya Manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting. Karenanya harus dipastikan


(41)

sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.

SDM diukur berdasarkan latar belakang pendidikan yang diperoleh responden, pemahaman tentang tugasnya, kesiapan dalam melakukan perubahan dalam proses penyusunan laporan keuangan

d. Perangkat Pendukung.

Perangkat pendukung adalah alat untuk mendukung terlaksananya kegiatan atau pekerjaan seperti komputer, software dan lain lain.

Menurut Kenneth dan Jane (2005) “perangkat keras adalah perlengkapan fisik yang digunakan untuk aktifitas input, proses dan output dalam sebuah sistem akuntansi. Perangkat keras ini terdiri dari komputer yang memproses, perangkat penyimpanan dan perangkat untuk menghasilkan output serta media fisik untuk menghubungkan semua unit tersebut. Sedangkan perangkat lunak menurut Kenneth dan Jane adalah sekumpulan rincian instruksi praprogram yang mengendalikan dan mengkoordinasi perangkat keras komponen di dalam sebuah sistem informasi.

Perangkat pendukung ini diukur berdasarkan ketersediaan perangkat pendukung dan kemutakhirannya

2.2. Kerangka Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan masalah penelitian, maka penulis akan mengembangkan kerangka penelitian sebagai berikut:


(42)

Independent Variabel Dependent Variabel

Perangkat Pendukung SDM

Komitmen Regulasi

Keberhasilan Penerapan Permendagri No 13

Tahun 2006

2.3. Perumusan Hipotesis

Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerah selalu berubah-ubah. Awalnya pada Tahun 1980 dasar penyusunan APBD dan pengelolaan keuangan daerah menggunakan Manual Keuangan Daerah (Makuda), kemudian pada Tahun 2002 keluar Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29, tetapi keputusan yang baru tersebut belum begitu dipahami kemudian keluar Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006. Perubahan peraturan yang begitu cepat diduga akan mempengaruhi keberhasilan dalam penerapan peraturan tersebut. Dengan kata lain regulasi di bidang pengelolaan keuangan daerah akan mempengaruhi keberhasilan penerapan dari peraturan tersebut.


(43)

Perubahan peraturan yang begitu cepat menimbulkan keengganan dari anggota dari masing-masing SKPD untuk mempelajari dan memahami peraturan tersebut. Mereka beranggapan peraturan baru mungkin akan muncul lagi saat mereka mulai memahami penerapan peraturan yang lama. Hal ini timbul, karena Kepmendagri yang baru keluar Tahun 2002 dan baru mulai diterapkan dalam Tahun Anggaran 2005 sudah berubah lagi setelah muncul Permendagri 13 Tahun 2006. Banyak perubahan yang terjadi baik dalam klasifikasi biaya maupun dalam kode rekening serta perubahan dalam pelaksanaan, penatausahaan serta pelaporan. Berdasarkan hal ini, peneliti menduga bahwa keberhasilan penerapan Permendagri 13 juga dipengaruhi dengan regulasi yang terjadi dalam pemerintah daerah.

Sistem akuntansi pemerintahan adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintahan. Berdasarkan definisi tersebut, agar sistem akuntansi keuangan pemerintahan daerah berjalan secara efektif maka diperlukan perangkat pendukung baik perangkat keras maupun perangkat lunak.

SDM dan perangkat pendukung seperti tersedianya perangkat keras dan perangkat lunak yang akan mempercepat proses pengolahan data juga diduga mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. SDM yang ada tidak sesuai dengan bidang pekerjaannya, seperti PPK-SKPD yang diharapkan sebagai bahagian yang akan memproses data akuntansi tidak memiliki latar belakang akuntansi demikian juga staf PPK-SKPD tersebut.


(44)

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mencoba untuk merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:”Regulasi, Komitmen, SDM, dan Perangkat Pendukung Mempunyai Pengaruh terhadap Keberhasilan Penerapan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006”


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah Kepala SKPD, Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD dan Staf pada 30 SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Banda Aceh. Total kuesioner yang disebarkan ke 30 SKPD sebanyak 90 kuesioner. Jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 72.

3.2 Pengukuran Variabel

Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu (1) independent variabel, dan (2) dependent variabel. Idependent variabel dalam penelitian ini adalah variabel regulasi, komitmen, SDM, dan perangkat pendukung, dependent variabel adalah keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006

Pengukuran masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 1. Regulasi.

Regulasi diukur berdasarkan persepsi responden tentang perubahan peraturan dalam waktu yang singkat, dan perubahan tersebut sangat berbeda dengan peraturan sebelumnya. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan


(46)

yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S-setuju), (TT=tidak tahu), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).

2. Komitmen.

Komitmen diukur berdasarkan persepsi dari responden mengenai keinginan untuk melaksanakan tugas dalam hal pengelolaan keuangan daerah walaupun peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah sering berubah-ubah. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidak setujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).

3. SDM

SDM diukur berdasarkan latar belakang pendidikan yang diperoleh responden, pemahaman tentang tugasnya, kesiapan dalam melakukan perubahan dalam proses penyusunan laporan keuangan. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).

4. Perangkat Pendukung.

Perangkat pendukung ini diukur berdasarkan ketersediaan perangkat pendukung dan kemutakhirannya. Variabel ini diukur dengan skala likert


(47)

yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S-setuju), (TT=tidak tahu), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).

5. Penerapan Permendagri 13.

Penerapan Permendagri 13 diukur berdasarkan persepsi responden tentang penyelesaian Rencana Kerja Anggaran, Daftar Pengalokasian Anggaran dan Anggaran Kas, keterlambatan pengesahan APBD serta penyusunan Laporan Keuangan Semester I. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S-setuju), (TT=tidak tahu), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).

Ringkasan definisi operasional dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1

DEFINISI OPERASIONAL DAN PENGUKURAN VARIABEL

Variabel Penelitian Definisi Operasional Pengukuran Variabel Skala Penelitian Dependent Variable

Keberhasilan Penerapan Permendagri 13 Tahun 2006

Keberhasilan penera- pan Permendagri 13 adalah kemampuan dari masing-masing SKPD dalam melaksanakan peraturan tersebut. Hal ini dimulai dari proses penyu sunan RKA SKPD sampai penyusu-

Keberhasilan penerapan permendagri 13 diukur berdasarkan persepsi dari responden tentang keberha- silan mereka menerapkan peraturan yang baru, misal kan dalam hal menyusun RKA SKPD, DPA, penyu- sunan Anggaran kas hingga


(48)

nan laporan keuangan semester 1

penyusunan laporan semes- ter 1. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terha- dap pernyataan yang diaju- kannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju) Independent Variable

Regulasi Regulasi adalah peru- bahan peraturan, kepu tusan dan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah.

Regulasi diukur berdasar- kan persepsi mereka tentang kecepatan suatu peraturan, keputusan dan perundangan yang berkai- tan dengan pengelolaan keuangan daerah. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)

Interval

Komitmen Komitmen adalah

keinginan dari setiap anggota SKPD untuk melakukan perubahan sesuai dengan adanya perubahan peraturan perundangan.

Komitmen diukur berdasar kan persepsi dari respon- den tentang keinginan dan ketidak inginan mereka dalam melakukan peruba- han. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau


(49)

ketidaksetujuannya terha- dap pernyataan yang diajukannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)

SDM SDM adalah kemam-

puan dari anggota SKPD dalam melak- sanakan tugasnya.

SDM diukur berdasarkan persepsi mereka tentang kemampuannya dalam melaksana kan tugas yang diberikan. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)

Interval

Perangkat Pendukung Perangkat Pendukung adalah ketersediaan pe- rangkat pendukung yang akan membantu mereka dalam melak- sanakan tugas seperti tersedianya komputer dan software yang berkaitan dengan kebu- tuhan mereka

Perangkat pendukung diu- kur berdasarkan persepsi tentang kecukupan perang- kat pendukung tersebut dalam membantu tugas mereka. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya

terhadap pernyataan yang diajukannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)


(50)

3.3 Uji Reliabilitas dan Validitas

Untuk melihat reliabilitas masing-masing instrument yang digunakan, peneliti menggunakan koefisien cronbach alpha, suatu instrument dikatakan reliable jika memiliki nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,5 ( Nunnaliiy, 1967).

Uji validitas dilakukan dengan melihat nilai r hitung dibandingkan dengan nilai r table. Jika r hitung lebih besar dari r table, maka item pertanyaan tersebut dinyatakan valid.

3.4 Pegujian Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi, maka diperlukan pengujian asumsi klasik yang meliputi pengujian : (1) normalitas (2) multikolinearitas, (3) heterokedastisitas.

3.4.1 Uji Normalitas

Tujuan Uji Normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yaitu distribusi data dengan bentuk lonceng (bell Shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal.

Pedoman pengambilan keputusan dengan uji Kolmogorov-Smirnov tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi nomal dapat dilihat dari :


(51)

1. Nilai Sig. Atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal.

2. Nilai Sig. Atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka ditribusi data adalah normal.

Selain melihat nilai signifikansi dari uji Kolmogorov Smirnov, untuk melihat apakah suatu data mempunyai distribusi normal dapat dilihat dari nilai Zskewness

.

dan dengan melihat grafik. Pengujian normalitas data pada penelitian ini dilakukan dengan melihat grafik .

3.4.2 Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel independent antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel independent ini tidak ortogonal. Variabel-variabel independent yang bersifat ortogonal adalah variabel independent yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel independent, maka konsekuensinya adalah: (1) Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir. (2) Nilai

standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga. Pengujian ini bermaksud untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan


(52)

terdapat problem multikolinieritas. Ada dua cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinieritas, yaitu :

a. Mengeluarkan salah satu variabel, misalnya variabel independent A dan B saling berkolerasi dengan kuat, maka bisa dipilih A atau B yang dikeluarkan dari model regresi.

b. Menggunakan metode lanjut seperti Regresi Bayesian atau Regresi Ridge.

Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antara variabel bebas (independent variable). Jika nilai korelasi antara independent variabel tersebut lebih besar dari 0.7 (Nunnally, 1967), maka dapat dikatakan bahwa terjadi gejala multikolinearitas. Disamping dengan melakukan uji korelasi tersebut, pengujian ini juga dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari model penelitian, jika nilai VIF diatas 2 (Hair, 2003), maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi gejala multikolinearitas dalam model penelitian

3.4.3 Uji Heterokedastisitas

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah


(53)

tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heterokedastisitas dilakukan dengan melihat grafik.

3.5 Model Penelitian

Berdasarkan hipotesis yang diajukan, maka model penelitian dapat dibuat sebagai berikut:

Keberhasilan = 0+ 1 Regulasi + 2Komitmen + 3 SDM + 4Perangkat

Pendukung + e 3.6 Pengujian Hipotesis

Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan analisa regresi berganda. Pengujian hipotesis ditujukan untuk menguji ada tidaknya pengaruh dari varibel independent secara keseluruhan terhadap variabel dependent. Pengujian hipotesis dengan menggunakan Uji F atau yang biasa disebut dengan Analysis of Varian (ANOVA).

Pengujian ANOVA atau Uji F bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melihat tingkat signifikansi atau dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Pengujian dengan tingkat signifikansi dilakukan dengan ketentuan yaitu apabila hasil signifikansi pada tabel ANOVA < g 0,05, maka H0 ditolak (berpengaruh), sementara sebaliknya apabila tingkat signifikansi pada tabel ANOVA > g 0,05, maka H0 diterima (tidak berpengaruh).

Pengujian dengan membandingkan F hitung dengan F tabel dilakukan dengan ketentuan yaitu apabila F hitung > F tabel (g 0,05) maka H0 ditolak


(54)

(berpengaruh), sementara sebaliknya apabila F hitung < F tabel (g 0,05) maka H0 diterima (tidak berpengaruh). Adapun F tabel dicari dengan memperhatikan tingkat kepercayaan (g) dan derajat bebas (degree of freedom).


(55)

4.1. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data

Ringkasan hasil pengujian validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2

RINGKASAN HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

No Variabel Item

Pertanyan

r Keputusan Cronbach’s

Alpha

1 Regulasi 1 .501 Valid

(X1) 2 .356 Valid

3 -.454 Tidak Valid

4 .204 Valid

5 .544 Valid .740

2 Komitmen (X2) 1 .411 Valid

2 .679 Valid

3 .621 Valid

4 .655 Valid

5 .544 Valid .799

3 SDM 1 .598 Valid

(X3) 2 .758 Valid

3 .677 Valid

4 .648 Valid .833

4 Perangkat Pendukung (X4)

1 .487 Valid

2 .561 Valid

3 .556 Valid

4 .547 Valid .738

5 Keberhasilan 1 .602 Valid

(Y) 2 .508 Valid

3 -.297 Tidak Valid

4 .405 Valid .712


(56)

4.2. Pengujian Asumsi Klasik

Dalam analisis ini perlu dilihat terlebih dahulu apakah data tersebut bisa dilakukan ujian model regresi. Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk menentukan syarat persamaan yang pada model regresi dan dapat diterima secara ekonometrik. Pengujian asumsi klasik ini terdiri Pengujian Normalitas, multikolinearitas, heterokedastisitas, dan pengujian autokorelasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah cross-section dan time series. Oleh karena itu, pengujian autokorelasi tidak perlu dilakukan.

4.2.1. Pengujian Normalitas Data

Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan dengan melihat uji grafik, maka dapat disimpulkan bahwa data mempunyai distribusi normal. Hal ini dapat diketahui dengan melihat nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0.923 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.362. Jika signifikansi nilai Kolmogorov Smirnov lebih besar dari 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa data mempunyai distribusi normal. Hal ini juga didukung dengan grafik yang dapat dilihat dibawah ini.


(57)

Gambar 1

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

Observed Cum Prob 1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Expe

cte

d

Cum Prob

Dependent Variable: Y

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

4.2.2. Uji Multikolinearitas

Ringkasan hasil uji korelasi antara independent variabel untuk melihat apakah terjadi pelanggaran asumsi multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.


(58)

Tabel 3

RINGKASAN UJI KORELASI

Variabel X1 X2 X3 X4

X1 1 -.068 .132 .012

X2 -.068 1 .083 .016

X3 .132 .083 1 .110

X

4 .012 .016 .110 1

Berdasarkan tabel 3 tersebut dapat disimpulkan bahwa antara independent variabel tidak terjadi multikolinearitas, hal ini disimpulkan karena nilai korelasi diantara independent variabel tidak ada yang lebih besar dari 0.7. Hal ini juga di dukung dengan nilai VIF dari masing-masing variabel yang lebih kecil dari 2.

4.2.3. Pengujian Heterokedastisitas

Pengujian asumsi heterokedastisitas menyimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi heterokedastisitas. Dengan kata lain terjadi kesamaan varian dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Kesimpulan ini diperoleh dengan melihat penyebaran titik-titik yang menyebar secara acak pada gambar dibawah ini, baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y, dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas.


(59)

Gambar 2

4 2

0 -2

-4

Regression Standardized Predicted Value 4

2

0

-2

-4

Reg

re

ssio

n

Stud

en

tize

d Res

idu

al

Dependent Variable: Y Scatterplot

4.3. Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dan diperoleh kesimpulan bahwa model sudah dapat digunakan untuk melakukan pengujian analisa regresi berganda, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis.


(60)

Hipotesis yang akan diuji adalah pengaruh Regulasi, Komitmen, SDM, dan Perangkat Pendukung terhadap Keberhasilan Penerapan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006”.

Ringkasan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4

RINGKASAN PENGUJIAN HIPOTESIS Unstandardized

Coefficient

Standardized Coefficient Model

Std Error Beta

t Sig

Constant 1.725 .748 2.306 .024

X1 -.103 .138 -.077 -.743 .460

X2 .200 .092 .225 2.174 .033

X3 .242 .082 .309 2.943 .004

X4 .262 .084 .325 3.135 .003

R = 0,538 R2 = 0,289 Adjusted R2 = 0,247 F = 6.819 Sig. F = 0,000

Nilai R pada intinya untuk mengukur seberapa besar hubungan antara independent variabel dengan dependent variabel. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai R sebesar 0,538, hal ini menunjukkan bahwa variabel Regulasi


(61)

Komitmen, SDM dan Perangkat Pendukung mempunyai hubungan yang kuat dengan keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006

Sedangkan nilai R square (R2) atau nilai koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependent. Nilai R2 adalah diantara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independent dalam menjelaskan variasi variabel dependent sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel dependent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependent. Secara umum R2 untuk data silang (crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai koefisien determinasi yang tinggi. Kelemahan yang mendasar dengan penggunaan R2 adalah bias terhadap jumlah independent variabel yang dimasukkan dalam model. Setiap ada pertambahan satu independent variabel, maka R2 pasti meningkat, tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variabel. Oleh karena itu, beberapa peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi (Ghozali, 2003).

Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini menggunakan data Adjusted R2 . Nilai Adjusted R2 sebesar 0,247 mempunyai arti bahwa variabel dependent mampu dijelaskan oleh variabel independent sebesar 24,7%. Dengan kata lain 24,7 % perubahan dalam keberhasilan penerapan Permendagri 13 tahun 2006 mampu dijelaskan variabel Regulasi, Komitmen, SDM dan Perangkat Pendukung,


(62)

dan selebihnya sebesar 75,3% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.

Nilai F dapat digunakan untuk menilai goodness of fit suatu model penelitian. Dari uji ANOVA atau F test, didapat F hitung dengan tingkat signifikan 0,000. Karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hasil dari model regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh Regulasi, Komitmen, SDM dan Perangkat Pendukung terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. Dengan kata lain, model regresi layak dipakai untuk memprediksi tingkat keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 berdasarkan masukan variabel Regulasi, Komitmen, SDM dan Perangkat Pendukung.

Dari uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh Regulasi, Komitmen, SDM dan Perangkat Pendukung secara bersama-sama terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan maka model penelitiannya adalah sebagai berikut:

Y= 1.725 – 0.103 X1 + 0.200 X2 + 0.242 X3 + 0.262 X4 + e Dimana:

X1 = Regulasi X2 = Komitmen X3 = SDM

X4 = Perangkat Pendukung

Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel Regulasi menunjukkan angka negatip, berarti bahwa hubungan antara Regulasi dan


(63)

keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 negatip, yaitu semakin sering perubahan peraturan dilakukan oleh pemerintah maka akan menurunkan tingkat keberhasilan penerapannya dari peraturan tersebut dalam hal ini adalah Permendagri 13 Tahun 2006. Hal ini sesuai dengan logika yang ada dimana semakin sering perubahan dilakukan maka akan semakin kecil tingkat keberhasilan penerapannya. Tetapi hasil penelitian ini menunjukkan nilai yang tidak signifikan yang berarti hubungan antara regulasi dan keberhasilan yang negatip tersebut tidak dapat diterima Sedangkan koefisien dari variabel Komitmen, SDM dan Perangkat pendukung yang positip memberi makna bahwa semakin tinggi komitmen dan semakin banyak SDM yang berkualitas serta didukung dengan semakin banyak perangkat pendukung yang diperlukan untuk menerapkan peraturan tersebut, maka akan semakin besar tingkat keberhasilan dari penerapan peraturan Permendagri 13 Tahun 2006.

4.4. Pembahasan

Dalam rangka implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka setiap pemerintah daerah harus dapat mempersiapkan diri untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan tersebut.

Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Penatausahaan keuangan daerah yang merupakan


(64)

bagian dari pengelolaan keuangan daerah memegang peranan penting dalam proses pengelolaan keuangan daerah secara keseluruhan. Sedangkan keuangan daerah adalah hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah.

Dalam rangka keberhasilan pelaksanaan Permendagri 13, maka setiap pemerintah daerah diharuskan untuk melakukan pembenahan diri baik dalam hal SDM maupun dalam hal lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tersebut. Faktor yang diduga sangat mempengaruhi keberhasilan Permendagri 13 dibedakan atas faktor yang bisa dikendalikan oleh pemerintah daerah dan faktor yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah daerah. Faktor yang bisa dikendalikan adalah Komitmen, SDM dan Perangkat pendukung. Sedangkan faktor yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah daerah adalah Regulasi yaitu perubahan peraturan yang terjadi begitu cepat.

Adanya komitmen dari anggota organisasi untuk melakukan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 akan lebih mempercepat keberhasilan penerapan peraturan tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan, yaitu komitmen berpengaruh terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13. Jika diamati bahwa tingkat keberhasilan penerapan Permendagri 13 relatif rendah, hal ini terbukti bahwa penyelesaian proses penyusunan APBD selalu melewati kalender anggaran demikian juga dalam hal penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. hingga awal Agustus Laporan Keuangan Semester I belum selesai disusun. Jika


(65)

dilihat deri fenomena ini dan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa komitmen anggota organisasi dari pemerintah daerah masih rendah dalam hal melaksanakan Permendagri 13 Tahun 2006 ini. Ada beberapa faktor yang mereka kemukakan mengapa mereka tidak tertarik untuk mempelajari peraturan yang baru diantaranya adanya perubahan peraturan yang begitu cepat dan sangat berbeda dengan peraturan sebelumnya. Contohnya, klasifikasi pendapatan, belanja dan kode rekeningnya yang berbeda antara Permendagri 13 Tahun 2006 dengan peraturan sebelumnya, begitu juga dalam hal penatausahaan pengelolaan keuangan, mulai dari pembukuan, verifikasi dan pelaporan.

Berdasarkan alasan tersebut, seharusnya dapat disimpulkan bahwa regulasi juga sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006, tetapi hasil penelitian ini menyimpulkan berbeda. Ada dugaan bahwa regulasi bukan sebagai variabel independent yang secara bersama-sama mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan peraturan tersebut tetapi sebagai moderating variabel yang saling berinteraksi dengan variabel bebas lainnya dalam mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri 13 tersebut.

SDM merupakan elemen organisasi yang sangat penting, karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi, dapat disimpulkan bahwa SDM sangat berperan dalam mencapai keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. Hal ini mendukung hasil penelitian yang


(66)

dilakukan yaitu SDM secara signifikan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. Hasil uji t yaitu uji secara parsial terhadap variabel ini, mendapatkan bahwa nilai signifikansi dari t hitung adalah lebih kecil dari 0.05.

Berdasarkan hasil amatan terhadap objek penelitian, sebahagian besar SDM yang ditempatkan dalam usaha untuk menerapkan permendagri 13 memiliki jenjang pendidikan yang rendah dan tidak mempunyai latar belakang akuntansi, sehingga dalam melaksanakan fungsi pelaporan yaitu dalam hal menyusun laporan keuangan daerah masing-masing SKPD memiliki keterbatasan sumber daya. Menurut Permendagri 13, mulai Tahun 2007, setiap SKPD diharapkan menyusun laporan keuangan untuk masing-masing SKPD yang nantinya akan dikonsolidasi oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Laporan keuangan yang harus disiapkan masing-masing SKPD adalah:

1. Laporan Realisasi Anggaran 2. Neraca

3. Catatan atas Laporan Keuangan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan sebahagian kepala SKPD, faktor yang paling dominan yang menghambat keberhasilan penerapan Permendagri 13 adalah SDM yang ada di setiap SKPD. Dari segi kuantitas mereka tidak kekurangan SDM tetapi dari segi kualitas, mereka sangat kekurangan.


(67)

Mereka meyakini bahwa masalah SDM yang berkualitas rendah dalam hal penerapan permendagri 13 ini bukan hanya dihadapi oleh daerah mereka, tetapi juga dihadapi oleh sebahagian besar daerah-daerah lain yang ada di Indonesia.

Disamping SDM, tingkat keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 ini juga dipengaruhi oleh ketersediaan perangkat pendukung seperti komputer dan perangkat lainnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa perangkat pendukung secara signifikan mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. Hal ini dapat dilihat dari uji secara parsial dimana nilai signifikansi dari t hitung dari variabel ini lebih kecil dari 0.05.


(68)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya:

1. Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas, kuesioner penelitian dinyatakan valid dan reliabel, walau ada beberapa item pertanyaan yang tidak valid, tetapi setelah di buang dan dilakukan pengujian kembali, maka seluruh daftar pertanyaan sudah valid.

2. Berdasarkan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, multikolinearitas dan heterokedastisitas, maka disimpulkan bahwa model penelitian sudah layak untuk digunakan dalam melakukan pengujian hipotesis.

3. Hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa Regulasi, Komitmen, SDM dan Perangkat pendukung secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006.

4. Regulasi tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006.

5. Komitmen dari anggota organisasi untuk melakukan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 akan lebih mempercepat keberhasilan penerapan peraturan tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan, yaitu komitmen


(69)

berpengaruh terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13. Jika diamati bahwa tingkat keberhasilan penerapan Permendagri 13 relatif rendah, hal ini terbukti bahwa penyelesaian proses penyusunan APBD selalu melewati kalender anggaran demikian juga dalam hal penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. hingga awal Agustus 2007 Laporan Keuangan Semester I belum selesai disusun. Jika dilihat dari fenomena ini dan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa komitmen anggota organisasi dari pemerintah daerah masih rendah dalam hal melaksanakan Permendagri 13 Tahun 2006 ini.

6. SDM secara signifikan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. Hasil uji t yaitu uji secara parsial terhadap variabel ini, mendapatkan bahwa nilai signifikansi dari t hitung adalah lebih kecil dari 0.05. Perangkat pendukung yang terdiri dari perangkat lunak dan keras secara signifikan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006.

7. Pengaruh faktor Regulasi, Komitmen, SDM dan Perangkat pendukung terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 masih rendah.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka perlu dilakukan penyempurnaan terhadap penelitian yang dilakukan. Penyempurnaan yang disarankan penulis adalah sebagai berikut.


(70)

1. Melihat masih rendahnya pengaruh faktor Regulasi, Komitmen, SDM dan Perangkat pendukung terhadap keberhasilan penerapan permendagri 13 tahun 2006 ini, maka disarankan untuk memasukkan variabel lain yang diduga turut mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006.

2. Nilai koefisien diterminasi yang masih rendah dan variabel regulasi yang tidak signifikan dalam penelitian ini hendaknya dijadikan pertimbangan oleh peneliti berikutnya mengubah model penelitian. Karena berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, mereka mengatakan faktor perubahan peraturan (regulasi) merupakan faktor yang menghambat keberhasilan penerapan permendagri 13 Tahun 2006. Berdasarkan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa regulasi tidak mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006, maka disarankan memasukkan variabel regulasi sebagai moderating variabel.


(71)

Benyamin, H., 1995, “Peranan Administrator Pemerintah Daerah”, LP3ES Indonesia, Jakarta.

Halim, Abdul, 1997, “Bunga Rampai Sistem Informasi Akuntansi”, Edisi Pertama, BPFE , Yogyakarta.

Depdagri, 1997, Kepmendagri No. 690.900.327, 1996, “Pedoman Penilaian

dan Kinerja Keuangan”.

Devas, Nick, Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey and Roy Kelly, 1989, “Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia”, (terjemahan oleh Masri Maris), UI-Press, Jakarta.

Insukindro, Mardiasmo, Wahyu Widayat, Wihana Kirana Jaya, BM Purwanto, Abdul Halim, John Suprihanto, dan A Budi Purnomo, 1994,

Peranan dan Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Usaha Meningkatkan PAD, “Laporan Penelitian”, Kerja Sama Departemen

Keuangan RI dengan Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, (tidak dipublikasikan).

Jaya, Wihana Kirana, 1996, Program Penataran Manajemen Sektor Ekonomi

Strategis, “Modul Pelatihan”, Pusat Penelitian dan Pengkajian

Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Jaya, Wihana Kirana, 1999, “Analisis Potensi Keuangan Daerah Pendekatan

Makro”, PPPEB UGM-Yogyakarta.

Kuncoro, M., 1995, Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Dilema Otonomi dan

Ketergantungan, “Prisma”, No. 4, 3-17.

Mardiasmo, 1999, “Otonomi Daerah Yang Berorientasi Pada Kepentingan Publik National Seminar Promoting Good Governance 1999”.

Medi, Setianus, 1996, Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Propinsi Nusa

Tenggara Timur, “Tesis S2” Program Pasca Sarjana UGM,


(72)

Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia dan PAU-SE (UGM) tentang Pembekalan Teknis.

Miller, Stephen M. dan Frank S. Russek, 1997, Fiscal Structures and

Economic Growth at the State and Local Level, “Public Finance

Review”, Vol. 25, No. 2, 213-237.

Odedokun, MO., 1996, Financial Policy and Efficiency of Resource Utilization

in Developing Countries, “Growth and Change”, Vol. 27, 269-297.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

Sardjonopermono I., 1981, “Sekelumit Analisa Regresi dan Korelasi”, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah Dirjen PUOD Jakarta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Dirjen PUOD Jakarta.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman

pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah serta tata cara penyusunan APBD, Pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan APBD.

R. Matindas, 2002, “Manajemen SDM Lewat Konsep Ambisi, Kenyataan, dan

Usaha”, Edisi II Grafiti, Jakarta.

Herris B. Simandjuntak, 2005 “ Jiwasraya Magazine Edisi Nopember.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2005 tentang

Perbendaharaan Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntasi


(73)

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor SE.900/316/BAKD tahun 2007. tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan

Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.


(74)

Reliability

Warnings

The covariance matrix is calculated and used in the analysis.

Case Processing Summary

72 100.0 0 .0 72 100.0 Valid Excludeda Total Cases N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.740 .745 4

Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

Item Statistics

4.64 .564 72

4.29 .592 72

4.15 .664 72

4.58 .575 72

X1.1 X1.2 X1.4 X1.5

Mean Std. Deviation N

Inter-Item Correlation Matrix

1.000 .446 .224 .528

.446 1.000 .422 .486

.224 .422 1.000 .427

.528 .486 .427 1.000

X1.1 X1.2 X1.4 X1.5

X1.1 X1.2 X1.4 X1.5


(75)

.171 .165 .163 .331 X1.5

The covariance matrix is calculated and used in the analysis.

Item-Total Statistics

13.03 2.112 .493 .330 .703

13.38 1.928 .585 .343 .651

13.51 1.972 .443 .247 .739

13.08 1.908 .629 .410 .628

X1.1 X1.2 X1.4 X1.5

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item


(76)

Reliability

Warnings

The covariance matrix is calculated and used in the analysis.

Case Processing Summary

72 100.0 0 .0 72 100.0 Valid Excludeda Total Cases N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.799 .795 5

Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

Item Statistics

3.92 .801 72

3.40 .988 72

2.94 .977 72

3.08 .975 72

2.97 .839 72

X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5

Mean Std. Deviation N

Inter-Item Correlation Matrix

1.000 .417 .390 .280 .206

.417 1.000 .447 .623 .524

.390 .447 1.000 .567 .462

.280 .623 .567 1.000 .451

.206 .524 .462 .451 1.000

X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5

X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5


(77)

.218 .600 .540 .951 .369

.138 .434 .379 .369 .703

X2.4 X2.5

The covariance matrix is calculated and used in the analysis.

Item-Total Statistics

12.40 9.089 .411 .238 .807

12.92 7.148 .679 .515 .727

13.38 7.449 .621 .424 .748

13.24 7.310 .655 .498 .736

13.35 8.371 .544 .348 .772

X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Warnings

The covariance matrix is calculated and used in the analysis.

Case Processing Summary

72 100.0 0 .0 72 100.0 Valid Excludeda Total Cases N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.807 .808 4

Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized


(78)

3.40 .988 72

2.94 .977 72

3.08 .975 72

2.97 .839 72

X2.2 X2.3 X2.4 X2.5

Mean Std. Deviation N

Inter-Item Correlation Matrix

1.000 .447 .623 .524

.447 1.000 .567 .462

.623 .567 1.000 .451

.524 .462 .451 1.000

X2.2 X2.3 X2.4 X2.5

X2.2 X2.3 X2.4 X2.5

The covariance matrix is calculated and used in the analysis.

Inter-Item Covariance Matrix

.976 .431 .600 .434

.431 .955 .540 .379

.600 .540 .951 .369

.434 .379 .369 .703

X2.2 X2.3 X2.4 X2.5

X2.2 X2.3 X2.4 X2.5

The covariance matrix is calculated and used in the analysis.

Item-Total Statistics

9.00 5.183 .651 .463 .745

9.46 5.435 .593 .377 .774

9.32 5.122 .683 .494 .728

9.43 6.023 .574 .343 .782

X2.2 X2.3 X2.4 X2.5

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item


(79)

The covariance matrix is calculated and used in the analysis.

Case Processing Summary

72 100.0 0 .0 72 100.0 Valid Excludeda Total Cases N %

Listwise deletion based on all variables in the procedure. a.

Reliability Statistics

.833 .838 4

Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized

Items N of Items

Item Statistics

3.42 1.110 72

3.01 1.132 72

2.88 .855 72

2.88 1.138 72

X3.1 X3.2 X3.3 X3.4

Mean Std. Deviation N

Inter-Item Correlation Matrix

1.000 .645 .501 .399

.645 1.000 .569 .636

.501 .569 1.000 .636

.399 .636 .636 1.000

X3.1 X3.2 X3.3 X3.4

X3.1 X3.2 X3.3 X3.4


(80)

1.232 .811 .475 .504

.811 1.281 .551 .819

.475 .551 .731 .618

.504 .819 .618 1.294

X3.1 X3.2 X3.3 X3.4

X3.1 X3.2 X3.3 X3.4

The covariance matrix is calculated and used in the analysis.

Item-Total Statistics

8.76 7.281 .598 .452 .819

9.17 6.451 .758 .592 .743

9.31 8.074 .677 .483 .793

9.31 6.919 .648 .523 .797

X3.1 X3.2 X3.3 X3.4

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item


(1)

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

Observed Cum Prob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

E

xpect

ed Cum

P

rob

Dependent Variable: Y


(2)

4 2

0 -2

-4

Regression Standardized Predicted Value

4

2

0

-2

-4

Regressi

on St

udent

ized

Resid

ual

Dependent Variable: Y Scatterplot


(3)

DAFTAR PERTANYAAN

I. Identitas Responden

Nama :

(boleh tidak diisi)

Jabatan : (boleh tidak diisi)

Lama Menjabat :

II. Pertanyaan Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Penerapan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006.

Bapak/Ibu dimohon untuk memberikan tanggapan yang sesuai atas pernyataan-pernyataan berikut dengan memilih skor yang tersedia dengan cara disilang (X). Jika menurut Bapak/Ibu tidak ada jawaban yang tepat, maka jawaban dapat diberikan pada pilihan yang paling mendekati. Skor jawaban adalah sebagai berikut :

Skor 1 = Sangat tidak Setuju (STS) Skor 2 = Tidak Setuju (TS)

Skor 3 = Netral (N) Skor 4 = Setuju (S)

Skor 5 = Sangat Setuju (SS)

STS TS N S SS

I. REGULASI

1. Perubahan peraturan dalam yang relatif singkat sangat memacu saya untuk mempelajari dan memahaminya.

2. Perubahan peraturan yang relatif cepat, sangat membebani saya dalam melaksa-nakan tugas saya.

3. Permendagri 13 tahun 2006 dan PP 24 tahun 2005 memiliki perbedaan dalam menyusun laporan keuangan, hal ini sangat menyulitkan saya dalam membuat laporan.

4. Kode perkiraan yang begitu banyak dan berbeda dengan peraturan sebelumnya menyulitkan saya dalam menyusun RKA SKPD.


(4)

5. Saya kesulitan dalam menyusun indikator kinerja dalam menyusun RKA.

STS TS N S SS

II. KOMITMEN

1. Saya merasa bangga jika dapat

melakukan perubahan atau perbaikan demi terciptanya good governance

2. Saya peduli dengan perubahan yang harus dilakukan.

3. Saya enggan untuk mempelajari peraturan yang baru, karena saya yakin peraturan tersebut akan berubah lagi dalam waktu yang relatif singkat.

4. Saya akan bekerja dengan sungguh-sungguh walaupun saya harus belajar lebih giat untuk memahami peraturan yang selalu berubah.

5. Saya akan berusaha untuk melakukan perubahan dan melakukan yang terbaik agar tercipta pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

III. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

1. Penempatan pegawai tidak didukung oleh

latar belakang pendidikan yang sesuai. 2. Pegawai yang ditempatkan kurang mema-

hami pekerjaannya

3. Pegawai yang ada tidak siap untuk melakukan perubahan dalam proses penyusunan laporan keuangan.

4. SKPD tidak memiliki SDM yang mampu dalam laporan keuangan per SKPD.

IV.

PERANGKAT

PENDUKUNG

1. Perangkat pendukung kegiatan/pekerjaan seperti komputer cukup banyak.

2. Perangkat Pendukung kegiatan/pekerjaan seperti komputer tersebut sudah yang terbaru.

3. Software yang digunakan mendukung pekerjaan yang dilakukan


(5)

4. Software yang digunakan sangat

membantu penyelesaian pekerjaan tepat waktu

STS TS N S SS

V. PENERAPAN PERMENDAGRI 13

1. Dalam penyusunan APBD, RKA dapat

diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan.

2. Dalam penatausahaan, DPA dan anggaran Kas dapat dibuat sesuai dengan waktu 3. Keterlambatan APBD disyahkan

disebab-kan SKPD terlambat dalam menyerahdisebab-kan RKA SKPD.

4. Laporan keuangan semester 1 dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.


(6)