Pembuatan Phenol Dari Cumene Hidroperoksida Dengan Katalis Asam Sulfat Dengan Kapasitas 10.000 Ton/Tahun

(1)

PRA RANCANGAN PABRIK

PEMBUATAN PHENOL DARI CUMENE HIDROPEROKSIDA

DENGAN KATALIS ASAM SULFAT

DENGAN KAPASITAS 10.000 TON/TAHUN

TUGAS AKHIR

OLEH :

MELI GUSTINA

NIM. 030405031

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PRA RANCANGAN PABRIK

PEMBUATAN PHENOL DARI CUMENE HIDROPEROKSIDA

DENGAN KATALIS ASAM SULFAT

DENGAN KAPASITAS 10.000 TON/TAHUN

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Teknik Kimia

Oleh :

MELI GUSTINA

NIM : 030405031

Diketahui, Telah Diperiksa/Disetujui,

Koordinator Tugas Akhir Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

( Dr.Ir. Irvan, Msi ) (Dr. Ir. Salmah, MSc) (Ir. M. Yusuf Ritonga, MT) NIP : 132 126 842 NIP : 131 945 810 NIP : 131 836 667

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

INTI SARI

Pembuatan phenol secara umum dikenal dengan menggunakan katalis asam sulfat. Pra rancangan pabrik phenol ini direncanakan akan berproduksi dengan kapasitas 10.000 ton/tahun dan beropersi selama 330 hari dalam setahun.

Lokasi pabrik yang direncanakan adalah di daerah Dumai, Riau dengan luas tanah yang dibutuhkan sebesar 12.774 m2.

Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pabrik sebanyak 174 orang. Bentuk badan usaha yang direncanakan adalah Perseroan Terbatas (PT) dan bentuk organisasinya adalah organisasi sistem garis.

Hasil analisa terhadap aspek ekonomi pabrik phenol, adalah : Modal Investasi : Rp 113.665.531.184,-

Biaya Produksi per tahun : Rp 280.663.030.376,- Hasil Jual Produk per tahun : Rp 323.686.489.968,- Laba Bersih per tahun : Rp 29.983.339.606,-

Profit Margin : 13.22 %

Break Event Point : 49.85 %

Return of Investment : 13.74 %

Pay Out Time : 7,28 tahun

Return on Network : 22,91 %

Internal Rate of Return : 10,02 %

Dari hasil analisa aspek ekonomi dapat disimpulkan bahwa pabrik pembuatan


(4)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul Pra-Rancangan Pabrik Pembuatan Phenol dari Cumene Hidroperoksida dengan katalis Asam Sulfat dengan Kapasitas 10.000 Ton/Tahun. Tugas Akhir ini dikerjakan sebagai syarat untuk kelulusan dalam sidang sarjana.

Selama mengerjakan Tugas akhir ini penulis begitu banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Salmah, MSc sebagai Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan masukan selama menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Ir. M.Yusuf Ritonga, MT sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Ibu Ir. Renita Manurung, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Kimia FT USU.

4. Bapak Dr. Ir. Irvan, MSi sebagai Koordinator Tugas Akhir Departemen Teknik Kimia FT USU.

5. Dan yang paling istimewa Orang tua penulis yaitu Ibunda dan Ayahanda yang tidak pernah lupa memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

6. Kak Uli, Adik Yuyud Dan Adik Vanny tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.

7. Ibu dan Bapak nya Nur, Kak Devi, Kak Erni, Abang Rizal, Adik Faisyal dan keponakkan Azis yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.

8. Bang Fanny, Bang Muchlis,Bang Owen,Bang Heri dan Adik Zahra.

9. Teman seperjuangan Arifin Ferdinand dan Nur Ardiyanty sebagai partner penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.


(5)

10. Sahabat ku Vivi,Gian dan Beta yang tidak pernah lupa memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

11. Teman-teman stambuk ‘03 tanpa terkecuali. Thanks buat kebersamaan dan semangatnya.

12. Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan pada penulisan berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 3 Maret 2009

Penulis

Meli Gustina 0304050231


(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Intisari ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar... xi BAB I PENDAHULUAN ... I-1

1.1 Latar Belakang ... I-1 1.2 Rumusan Masalah ... I-2 1.3 Tujuan Pra Rancangan Pabrik... I-2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... II-1

2.1 Phenol... II-1 2.2 Sifat-sifat Reaktan dan Produk ... II-2

2.2.1 Cumene ... II-2 2.2.2 Air ... II-2

2.2.3 Cumene Hydroperoxide ... II-2

2.2.4 Asam Sulfat... II-3 2.2.5 Phenol... II-3 2.2.6 Aseton ... II-4

2.2.7 Amonium Hidroksida... II-4 2.2.7 Amonium Hidrogen Sulfat... II-4 2.3 Deskripsi Proses ... II-5 2.3.1 Proses Pembuatan Phenol ... II-5

2.3.2 Proses Pemurnian ... II-5 2.3.2.1 Tahap Penetralan Katalis... II-5

2.3.2.2 Tahap Pemurnian Produk... II-5 BAB III NERACA MASSA ... III-1 BAB IV NERACA ENERGI ... IV-1 4.1 Heater I (E-101)... IV-1 4.2 Reaktor (R-101) ... IV-1


(7)

4.3 Reaktor Netralizer (R-201) ... IV-2 4.4 Vaporizer (VP-201)... IV-2 4.5 Kondensor (CD-201)... IV-2 4.6 Cooler (E-201) ... IV-3 4.7 Heater (E-202) ... IV-3 4.8 Kolom Destilasi (D-201)... IV-3 BAB V SPESIFIKASI PERALATAN ... V-1

BAB VI INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA ... VI-1 6.1 Instrumentasi ... VI-1

6.2 Keselamatan Kerja ... VI-6 6.3 Keselamatan Kerja pada Pabrik Pembuatan Phenol ... VI-7 6.3.1 Pencegahan terhadap Kebakaran dan Peledakan ... VI-7 6.3.2 Peralatan Perlindungan Diri ... VI-8 6.3.3 Keselamatan Kerja terhadap Listrik... VI-9 6.3.4 Pencegahan terhadap Gangguan Kesehatan... VI-9 6.3.5 Pencegahan terhadap Bahaya Mekanis ... VI-10

BAB VII UTILITAS ... VII-1 7.1 Kebutuhan Uap (steam) ... VII-1 7.2 Kebutuhan Air... VII-2 7.2.1 Screening... VII-5

7.2.2 Koagulasi dan Flokulasi... VII-6 7.2.3 Filtrasi ... VII-7 7.2.4 Demineralisasi... VII-8 7.2.5 Deaerator ... VII-12

7.3 Kebutuhan Listrik ... VII-12 7.4 Unit Pengolahan Limbah ... VII-12 7.4.1 Bak Penampungan... VII-14 7.4.2 Bak Pengendapan Awal ... VII-14 7.4.3 Bak Netralisasi ... VII-15 7.4.4 Pengolahan Limbah dengan Sistem


(8)

7.4.5 Tangki Sedimentasi... VII-19 BAB VIII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK... VIII-1

8.1 Landasan Teori... VIII-1

8.2 Lokasi pabrik... VIII-1 8.3 Tata Letak Pabrik ... VIII-4 8.4 Perincian Luas Tanah... VIII-6 BAB IX ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERUSAHAAN ... IX-1

9.1 Organisasi dan Manajemen ... IX-1 9.2 Bentuk Badan Usaha ... IX-1 9.3 Struktur Organisasi ... IX-2

9.4 Uraian Tugas, Wewenang Dan Tanggung Jawab ... IX-7 9.4.1 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ... IX-7 9.4.2 Dewan Komisaris ... IX-7 9.4.3 Direktur ... IX-7

9.4.4 Staf Ahli ... IX-8 9.4.5 Sekretaris... IX-8 9.4.6 Manajer ... IX-8

9.4.7 Kepala Bagian ... IX-9 9.5 Sistem Kerja ... IX-11 9.5.1 Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... IX-11 9.5.2 Jumlah dan Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja ... IX-11 9.3.5 Pengaturan Jam Kerja ... IX-12 9.7 Sistem Penggajian ... IX-13 9.8 Kesejahteraan Tenaga Kerja ... IX-15 BAB X ANALISA EKONOMI ... X-1 10.1 Modal Investasi ... X-1

10.1.1 Modal Investasi Tetap/ Fixed Capital Investmen (FCI)... X-1 10.1.2 Modal Kerja/ Working Capital (WC) ... X-3 10.1.3 Biaya Tetap (BPT)/ Fixed Cost (TC) ... X-4 10.1.4 Biaya Variable (BV)/ Variable Cost (VC)... X-4 10.2 Total Penjualan (Total sales)... X-5


(9)

10.3 Perkiraan Rugi/ Laba Usaha ... X-5 10.4 Analisa Aspek Ekonomi... X-5 10.4.1 Profit Margin (PM) ... X-5 10.4.2 Break Evan Point (BEP) ... X-6 10.4.3 Retrun On Investmen (ROI)... X-6 10.4.4 Pay Out Time (POT) ... X-7 10.4.5 Return On Network (RON)... X-7 10.4.6 Internal Rate Of Return (IRR) ... X-7 BAB XI KESIMPULAN ... XI-1 DAFTAR PUSTAKA ... xii

LAMPIRAN A PERHITUNGAN NERACA MASSA ... LA-1 LAMPIRAN B PERHITUNGAN NERACA PANAS ... LB-1

LAMPIRAN C PERHITUNGAN SPESIFIKASI PERALATAN... LC-1 LAMPIRAN D PERHITUNGAN SPESIFIKASI ALAT UTILITAS ... LD-1 LAMPIRAN E PERHITUNGAN ASPEK EKONOMI ... LE-1


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Impor Phenol di Indonesia ... I-2 Tabel 3.1 Reaktor (R-101) ... III-2 Tabel 3.2 Neraca massa Reaktor Netralizer (R-201) ... III-2 Tabel 3.3 Neraca massa Vaporizer (VP-201) ... III-3 Tabel 3.4 Neraca massa Decanter (DC-201)... III-3 Tabel 3.5 Neraca massa Destilasi (D-201)... III-4 Tabel 3.6 Neraca massa Kondensor (CD-202) ... III-4 Tabel 3.7 Neraca massa Reboiler (RB-201) ... III-4 Tabel 4.1 Neraca Energi pada Heater I (E-101) ... IV-1 Tabel 4.2 Neraca Energi pada Reaktor (R-101)... IV-1 Tabel 4.3 Neraca Energi pada Reaktor Netralizer (R-201)... IV-2 Tabel 4.4 Neraca Energi pada Vaporizer (VP-201) ... IV-2 Tabel 4.5 Neraca Energi pada Kondensor (CD-201) ... IV-2 Tabel 4.6 Neraca Energi pada Cooler (CD-201) ... IV-3 Tabel 4.7 Neraca Energi pada Heater II (E-202)... IV-3 Tabel 4.8 Neraca Energi pada Kolom Destilasi (D-201) ... IV-3 Tabel 6.1 Daftar Instrumentasi pada Pra-Rancangan

Pabrik Pembuatan Phenol... VI-4 Tabel 7.1 Kebutuhan Uap pada Alat ... VII-1 Tabel 7.2 Kebutuhan Air Pendingin pada Alat ... VII-2 Tabel 7.3 Pemakaian Air Untuk Berbagai Kebutuhan... VII-4 Tabel 7.4 Kualitas Air Sungai Rokan,Riau... VII-4 Tabel 7.5 Perincian Kebutuhan Listrik ... VII-12 Tabel 8.1 Perincian Luas Areal Pabrik ... VIII-6 Tabel 9.1 Jumlah Tenaga Kerja Dan Kualifikasinya ... IX-11 Tabel 9.2 Pengaturan Tugas Shift... IX-13 Tabel 9.3 Gaji Karyawan ... IX-14 Tabel LB.1 Nilai konstanta a,b,c,d dan e untuk Cp gas...LB-1 Tabel LB.2 Nilai konstanta a,b,c,d dan e untuk Cp cair...LB-1


(11)

Tabel LB.3 Kontribusi unsur untuk estimasi Cp... LB-2 Tabel LB.4 Kontribusi unsur untuk estimasi Cp... LB-3 Tabel LB.5 Estimasi Cp Cumene... LB-4 Tabel LB.6 Estimasi Cp Cumene Hidroperoksida... LB-4 Tabel LB.7 Nilai Panas laten ... LB-4 Tabel LB.8 Nilai Panas pembentukkan... LB-5 Tabel LB. 9 Neraca panas masuk Heater (E-101) ... LB-5 Tabel LB. 10 Neraca panas keluar Heater (E-101)... LB-6 Tabel LB. 11 Neraca panas masuk alur 3 (R-101)... LB-7 Tabel LB. 12 Neraca panas keluar reaktor (R-101) ... LB-7 Tabel LB. 13 Neraca panas masuk alur 5 (R-201)... LB-9 Tabel LB. 14 Neraca panas keluar reaktor netralizer (R-201) ... LB-10 Tabel LB. 15 Neraca panas alur 7... LB-12 Tabel LB. 16 Neraca panas alur 9... LB-13 Tabel LB. 17 Neraca panas alur 8... LB-14 Tabel LB. 18 Neraca panas alur 10... LB-16 Tabel LB. 19 Neraca panas masuk heater (E-202) ... LB-17 Tabel LB.20 Neraca panas keluar heater (E-202)... LB-18 Tabel LB.21 Titik didih umpan masuk destilasi ... LB-20 Tabel LB. 22 Dew point destilasi... LB-20 Tabel LB. 23 Panas kondensor ... LB-21 Tabel LB. 24 Panas kondensor ... LB-21 Tabel LB. 25 Panas keluar kondensor (D) ... LB-22 Tabel LB.26 Boiling point reboiler... LB-23 Tabel LB. 27 Panas Masuk Reboiler (L*) ... LB-24 Tabel LB. 28 Panas Keluar Reboiler (V*) ... LB-24 Tabel LB. 29 Panas Keluar Reboiler (B*) ... LB-24 Tabel LD.1 Perhitungan Entalpi dalam Penentuan

Tinggi Menara Pendingin ... LD-32

Tabel LE.1 Perincian Harga Bangunan, dan Sarana Lainnya... LE 1    Tabel LE.2 Harga Indeks Marshall dan Swift... LE-3


(12)

Table LE.3 Estimasi Harga Peralatan Proses Impor ... LE-7 Tabel LE.4 Estimasi Harga Peralatan Proses Non-Impor... LE-8 Tabel LE.5 Estimisi Harga Peralatan Utilitas dan

Pengolahan Limbah Impor ... LE-8 Tabel LE.6 Estimisi Harga Peralatan Utilitas dan

Pengolahan Limbah Non-Impor ... LE-9 Tabel LE.7 Biaya Sarana Transportasi... LE-11 Tabel LE.8 Perincian Gaji Pegawai ... LE-15 Tabel LE.9 Perincian Biaya Kas ... LE-17 Tabel LE.10 Perincian Modal Kerja ... LE-18 Tabel LE.11 Aturan Depresi Sesuai UU Republik Indonesia No. 17

Tahun 2000 ... LE-19 Tabel LE.12 Perhitungan Biaya Depresiasi Sesuai UURI No. 17

Tahun 2000 ... LE-20 Tabel LE.13 Data Perhitungan BEP ... LE-28 Tabel LE.14 Data Perhitungan IRR ... LE-30


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Phenol... II-1 Gambar 6.1 Instrumentasi Alat-alat Proses pada Pra Rancangan

Pabrik Pembuatan Phenol... VI-6 Gambar 9.1 Struktur Organisasi Pabrik Pembuatan Phenol... IX-6 Gambar LD. 1 Sketsa sebagian bar screen, satuan mm (dilihat ari atas) ... LD-2 Gambar LD. 2 Grafik Entalpi dan Temperatur

Cairan pada Cooling Tower (CT)LD-31 ... LD-31 Gambar LD.3 Kurva Hy terhadap 1/(Hy*-Hy)... LD-32 Gambar LE.1 Harga peralatan untuk Tangki Penyimpangan (storage)

dan Tangki Pelarutan... LE-5 Gambar LE.2 Harga Peralatan untuk Kolam Destilasi. Harga Tidak

Termasuk Trays, Packing atau Sambungan ... LE-6 Gambar LE.3 Harga Tiap Tray dalam Kolom Distilasi. Harga

Termasuk Tanggul, Permukaan Saluran Limpah,

Saluran Uap dan Bagian Struktur Saluran ... LE-7 Gambar LE.4 Grafik BEP ... LE-29


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara berkembang, Indonesia melaksanakan pembangunan dan pengembangan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor industri. Dengan kemajuan dalam sektor industri diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam pembangunanya, sektor industri ini dikembangkan dalam beberapa tahap dan secara terpadu melalui peningkatan hubungan antara sektor industri dengan sektor lainnya.

Industri kimia merupakan salah satu contoh sektor industri yang sedang dikembangkan di Indonesia, dan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan negara. Dalam mengembangkan dan meningkatkan industri ini diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu Indonesia harus mampu memanfaatkan potensi yang ada, karena industri kimia membutuhkan perangkat-perangkat yang memang dibutuhkan dan juga membutuhkan sumber daya alam seefisien mungkin. Disamping itu perlu juga penguasaan teknologi baik yang sederhana maupun yang canggih, sehingga bangsa Indonesia dapat meningkatkan eksistensinya dan kredibilitasnya sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju.

Dengan kebutuhan industri-industri kimia saat ini, maka kebutuhan akan bahan baku industri kimia tersebut pun semakin meningkat. Bahan baku industri ada yang berasal dari dalam negeri dan ada juga yang masih di impor. Salah satu bahan baku yang masih di impor adalah phenol.

Phenol pertama kali dikenal pada tahun 1834 melalui eksperimen pembuatan

phenol yang dilakukan oleh F. Ronge, yang diperoleh dari tar batubara. Tar batubara merupakan satu-satunya bahan baku pembuatan phenol sampai pada Perang Dunia I. Penggunaan awal dari phenol dibatasi pada penggunaannya sebagai bahan pengawet kayu, dan sebagai fumigator atau desinfektan (pembunuh kuman).

Phenol sintetik pertama kali diproduksi dengan cara sulfonasi benzen dan hidrolisa sulfonat. Setelah itu, metode lain telah dikembangkan untuk sintesa phenol, antara lain klorinasi benzen pada fase liquid diikuti hidrolisa fase uap pada temperatur tinggi. Namun, tak satupun yang sangat menarik karena semuanya


(15)

melibatkan bahan baku kimia yang mahal, resiko korosi dan secara umum tidak ekonomis untuk industri skala besar.

Secara komersial, produksi phenol sintetik ditemukan di Jerman oleh Dr. Heinrich Hock dan koleganya Shon Lang pada tahun 1949 dan dipublikasikan di sebuah koran yang membuat tentang auto oksidasi senyawa organik. Dari laporan tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi-kondisi yang telah ditetapkan cumene akan teroksidasi menjadi cumene peroksida, yang selanjutnya akan terdekomposisi menjadi phenol dan aseton.

Berdasarkan data impor statistik tahun 2001-2003, kebutuhan phenol di Indonesia adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1 Data Impor Phenol di Indonesia Tahun Jumlah Impor (Ton)

2001 44.640 2002 49.060

2003 53.640

Sumber : Biro Pusat Statistik Tahun (2001 – 2003)

Untuk memproduksi phenol ini digunakan bahan baku cumene dan udara yang terdapat di sekitar lokasi pabrik. Dengan memperhatikan kebutuhan dalam negeri dan kegunaannya yang banyak menguntungkan maka pabrik pembuatan

phenol ini sangat potensial untuk didirikan di Indonesia

1.2 Rumusan Masalah

Kebutuhan phenol di Indonesia sangatlah besar dan pemenuhan terhadap kebutuhan phenol tersebut dilakukan dengan cara mengimpor. Untuk memenuhi kebutuhan phenol dalam negeri dilakukan pra rancangan pabrik kimia phenol di Indonesia dengan menggunakan proses Cumene Hidroperoksida(proses CHP)

1.3 Tujuan Pra Rancangan Pabrik

Pra rancangan pabrik pembuatan phenol ini bertujuan untuk menerapkan disiplin ilmu Teknik Kimia, khususnya pada mata kuliah Perancangan Pabrik Kimia, Perancangan Proses Teknik Kimia, Teknik Reaktor dan Operasi Teknik Kimia


(16)

sehingga akan memberikan gambaran kelayakan pra rancangan pabrik pembuatan

phenol.

Tujuan lain dari pra rancangan pabrik pembuatan phenol ini adalah untuk memenuhi kebutuhan phenol dalam negeri yang selama ini masih diimpor dari negara lain dan selanjutnya dikembangkan untuk tujuan ekspor. Selain itu, diharapkan dengan berdirinya pabrik ini akan memberi lapangan pekerjaan dan memicu peningkatan produktivitas rakyat yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Phenol

Phenol, juga dikenal dengan nama lamanya asam karboksilat, merupakan padatan kristal bening yang beracun dengan bau yang khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan memiliki struktur grup hidroksil (-OH) yang terikat dengan sebuah cincin phenyl; yang juga merupakan senyawa aromatis.

Phenol dapat dibuat dari oksidasi parsial benzen atau asam benzoat, dengan proses cumene, atau dengan proses Raschig. Dapat juga ditemukan sebagai produk dari oksidasi batu.

Phenol memiliki sifat antiseptik, dan digunakan oleh Sir Joseph Lister (1827-1912) pada teknik pembedahan antiseptiknya. Phenol juga merupakan bahan aktif anastesi oral seperti Chloraseptic spray. Phenol juga merupakan bahan utama dari

Carbolic Smoke Ball, sebuah alat yang dipasarkan di London pada abad ke 19 sebagai pengaman pengguna terhadap influenza dan penyakit lainnya.

Gambar 2.1 Struktur Phenol

(http://en. wikipedia.org/wiki/Phenol, 2008)

Phenol juga digunakan dalam proses produksi obat obatan (merupakan bahan awal pada produksi aspirin), herbisida, dan resin sintetis (Bakelite, salah satu resin sintetis awal yang diproduksi, merupakan sebuah polimer dari phenol dengan formaldehid).


(18)

2.2 Sifat-sifat Reaktan dan Produk

Pada pra rancangan pabrik pembuatan phenol bahan-bahan yang digunakan adalah cumene, cumene hydroperoxyde, air, aseton, asam sulfat, amonium hidroksida, sedangkan produk yang dihasilkan adalah phenol. Sifat-sifat fisika dan kimia bahan-bahan tersebut diuraikan sebagai berikut :

2.2.1 Cumene

1. Rumus molekul : C9H12

2. Berat molekul : 120,19 g/mol

3. Wujud : Cair

4. Warna : Bening

5. Titik didih : 152 oC 6. Titik beku : - 96,9 oC 7. Densitas (20 oC) : 0,862 kg/m3 8. Viskositas (20 oC) : 0,791 9. Tidak larut dalam air

10. Merupakan senyawa hidrokarbon aromatis yang mudah terbakar (Perry, 1999 & Kirk Othmer, 1969)

2.2.2 Air

1. Rumus molekul : H2O

2. Berat molekul : 18 gr/mol

3. Wujud : Cair

4. Warna : Bening

5. Titik didih : 100 oC 6. Titik leleh : 0 oC

7. Densitas : 999 kg/m3

8. Specific Gravity (60 oF) : 1 (Perry, 1999 & Kirk Othmer, 1969)

2.2.3 Cumene Hydroperoxide

1. Rumus molekul : C9H12OO 2. Berat molekul : 152,193 g/mol


(19)

3. Wujud : Cair

4. Warna : Bening

5. Titik didih : 153 oC 6. Titik leleh : -10 oC

7. Densitas : 653 kg/m3

8. Specific Gravity (60 oF) : 1,055524 (http://en. wikipedia.org/wiki/Phenol, 2008)

2.2.4 Asam Sulfat

1. Rumus molekul : H2SO4 2. Berat molekul : 98,079 g/mol

3. Wujud : Cair

4. Warna : Bening

5. Titik didih : 340 oC 6. Titik leleh : 10,49 oC 7. Densitas : 1,9224 gr/cm3 8. Specific Gravity (60 oF) : 1,824

9. Merupakan senyawa asam kuat yang higroskopis dan sangat stabil (Perry, 1999 & Kirk Othmer, 1969)

2.2.5 Phenol

1. Rumus molekul : C6H5OH 2. Berat molekul : 94,113 gr/mol

3. Wujud : Cair

4. Warna : Tak berwarna

5. Densitas : 1.07 gr/cm³

6. Titik didih : 182 oC 7. Titik leleh : 41 oC 8. Kelarutan dalam air (20 oC) : 8,3 g/100 ml 9. Bersifat korosif


(20)

2.2.6 Aseton

1. Rumus molekul : C3H6O 2. Berat molekul : 58,08 gr/mol

3. Wujud : Cair

4. Warna : Bening

5. Titik didih : 56 oC 6. Titik leleh : -94,6 oC 7. Densitas : 790 kg/m3 (http://en. wikipedia.org/wiki/Phenol, 2008)

2.2.7 Amonium Hidroksida

1. Rumus molekul : NH4OH 2. Berat molekul : 35,046 gr/mol

3. Wujud : Cair

4. Densitas : 1024,6 kg/m3 5. Specific Gravity (20 oC) : 0,89 6. Mudah larut dalam air

7. Tidak mudah terbakar 8. Bersifat korosif (Perry, 1999)

2.2.8 Amonium Hidrogen Sulfat

1. Rumus molekul : NH4HSO4 2. Berat molekul : 115,11 gr/mol

3. Specific Gravity : 1,78

4. Wujud : Cair

5. Titik didih : 490 oC 6. Titik leleh : 40 oC 7. Larut dalam air

8. pH < 7,0


(21)

10. Sangat berbahaya (beracun, dapat mengakibatkan kematian) 11. Bersifat korosif

(Perry, 1999)

2.3 Deskripsi Proses

Proses pembuatan phenol ini terdiri dari dua tahap, yaitu proses pembuatan

phenol dan proses pemurnian.

2.3.1 Proses Pembuatan Phenol

Pada proses pembuatan phenol, larutan Cumene Hydroperoxide dari tangki (R – 101) ditambahkan dengan larutan H2SO4 (98%) dari tangki (T – 02) sebagai katalis untuk mempercepat dekomposisi. Reaksi dekomposisi ini berlangsung pada suhu 50 oC pada tekanan 1 atm dengan reaksi sebagai berikut :

C6H5C(CH3)2OOH C6H5OH + (CH3)2CO

2.3.2 Proses Pemurnian

2.3.2.1 Tahap Penetralan Katalis

Proses selanjutnya adalah proses penetralan katalis H2SO4, yaitu dengan menambahkan larutan NH4OH. Reaksi ini berlangsung pada suhu 50 oC dan tekanan 1 atm dengan reaksi sebagai berikut :

H2SO4 + NH4OH NH4HSO4 + H2O

2.3.2.2 Tahap Pemurnian Produk

Dari Reaktor – 201 (R – 201) selanjutnya produk dan reaktan yang tidak bereaksi dialirkan ke Vaporizer (VP – 201) untuk memisahkan antara produk phenol

dan produk aseton. Keluar dari Vaporizer (VP – 201) larutan yang masih mengandung NH4OH dan NH4HSO4 dialirkan ke Decanter (DC – 201) untuk memisahkan campuran NH4OH, NH4HSO4, dan produk utama Phenol. Setelah dari

Decanter (DC – 201) liquid produk dikirim ke unit Destilasi (KD – 201) guna mendapatkan kemurnian produk utama Phenol 99,9%.


(22)

BAB III

NERACA MASSA

Prarancangan pabrik pembuatan Phenol dari Cumene Hidroperoksida (CHP) dilaksanakan untuk kapasitas produksi sebesar 10.000 ton/tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:

1 tahun operasi = 330 hari kerja 1 hari kerja = 24 jam

Basis = 1 jam operasi

Maka kapasitas produksi Phenol tiap jam adalah:

=

jam 24

hari 1 x hari 330

tahun 1 x ton 1

kg 1.000 x tahun 1

ton 10000

= 1262,6263 kg/jam

Pada proses pembuatan Phenol dari Cumene Hidroperoksida (CHP) perubahan massa untuk setiap komponen terjadi pada alat-alat:

− Tangki pencampur (M-101)

− Reaktor (R-101)

− Reaktor Netralizer (R-201)

− Vaporizer (VP-201)

− Decanter (DC-201)

− Destilasi (D-201)


(23)

Neraca massa setiap komponen ditampilkan dalam Tabel 3.1 sampai dengan Tabel 3.7 Tabel 3.1 Reaktor (R-101)

Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam) No Komponen

Alur 2 Alur 3 Alur 4

1. CHP 2172,1594 - 130,3296

2. Cumene 543,0399 - 543,0399

3. Asam Sulfat - 0,8689 0,8689

4. Air - 0,0177 0,0177

5. Phenol - - 1262,6263

6. Aseton - - 779,2071

Total (kg/jam) 2716,0859 2716,0895

Tabel 3.2 Neraca massa Reaktor Netralizer (R-201)

Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam) No Komponen

Alur 4 Alur 5 Alur 6

1. CHP 130,3296 - 130,3296

2. Cumene 543,0399 - 543,0399

3. Phenol 1262,6263 - 1262,6263

4. Aseton 779,2071 - 779,2071

5. Asam Sulfat 0,8689 - -

6. Air 0,0177 - 0,1782

7. Amonium Hidroksida - 1,3034 0,9918

8. Amonium Hidrogen Sulfat - - 1,0245


(24)

Tabel 3.3 Neraca massa Vaporizer (VP-201)

Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam) No Komponen

Alur 6 Alur 7 Alur 9

1. CHP 130,3296 2,5112 127,8184

2. Cumene 543,0399 20,4203 522,6196

3. Phenol 1262,6263 10,3807 1252,2456

4. Aseton 779,2071 623,3668 155,8403

5. Air 0,1782 0,0396 0,1386

6. NH4OH 0,9918 - 0,9918

7. NH4HSO4 1,0245 - 1,0245

Total (kg/jam) 2717,3974 2717,3974

Tabel 3.4 Neraca massa Decanter (DC-201)

Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam) No Komponen

Alur 10 Alur 11 Alur 12

1. CHP 127,8184 - 127,8184

2. Cumene 522,6196 - 522,6196

3. Phenol 1252,2456 - 1252,2456

4. Aseton 155,8403 - 155,8403

5. Air 0,1386 0,1380 0,0006

6. NH4OH 0,9918 0,9918 -

7. NH4HSO4 1,0245 1,0245 -


(25)

Tabel 3.5 Neraca massa Destilasi (D-201)

Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam) No Komponen

Alur 13 Top Bottom

1. CHP 127,8184 127,6138 0,1979

2. Cumene 522,6196 522,6222 -

3. Phenol 1252,2156 1,2517 1250,9971

4. Aseton 155,8403 155,8403 -

5. Air 0,0006 0,0000 -

Total (kg/jam) 2058,5245 2058,5230

Tabel 3.6 Neraca massa Kodensor (E-202)

Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam) No Komponen

Feed (V) Destilat (D) Refluks (L)

1. CHP 127,6595 127,6138 0,0029

2. Cumene 522,6462 522,6222 0,0119

3. Phenol 1,2611 1,2517 0,0000

4. Aseton 155,8577 155,8403 0,0035

5. Air 0,0000 0,0000 0,0000

Total (kg/jam) 807,4245 807,3463

Tabel 3.7 Neraca massa Reboiler (E-203)

Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam) No Komponen

Feed (L*) Destilat (V*) Refluks (B*)

1. CHP 0,3196 0,1218 0,2023

2. Cumene - - -

3. Phenol 1992,8616 741,8645 1250,9943

4. Aseton - - -

5. Air - - -


(26)

BAB IV

NERACA ENERGI

Basis perhitungan : 1 jam operasi Satuan operasi : kJ/jam Temperatur basis : 25oC

4.1 Heater 1 (E-101)

Tabel 4.1 Neraca Energi pada Heater I (E-101) No Komponen Panas Masuk

(kJ/jam)

Panas Keluar (Kj/jam)

1. Umpan 10.532,5550

2. Produk 52.662,6531

3. Steam 42.130,1225

Total 52.662,6531 52.662,6531

4.2 Reaktor (R-101)

Tabel 4.2 Neraca Energi pada ReaktorI (R-101) No Komponen Panas Masuk

(kJ/jam)

Panas Keluar (kJ/jam)

1. Umpan 58.913,7378

2. Produk 140.286,4195

3. ∆ Hr 52.865,8418

4. steam 134.238,5232


(27)

4.3 Reaktor Netralizer (R-201)

Tabel 4.3 Neraca Energi pada Reaktor Netralizer I (R-201) No Komponen Panas Masuk

(kJ/jam)

Panas Keluar (kJ/jam)

1. Umpan 140.315,2294

2. Produk 108.794,7995

3. ∆ Hr -33.670,0416

4. Air pendingin -65.190,4715

Total 75.124,7579 75.124,7579

4.4 Vaporizer (VP-201)

Tabel 4.4 Neraca Energi pada VaporizerI (VP-201) No Komponen Panas Masuk

(kJ/jam)

Panas Keluar (Kj/jam)

1. Umpan 108.794,7995

2. Produk 931.565,4708

3. Steam 822.770,6713

Total 931.565,4708 931.565,4708

4.5 Kondensor (CD-201)

Tabel 4.5 Neraca Energi pada Kondensor (CD-201) No Komponen Panas Masuk

(kJ/jam)

Panas Keluar (Kj/jam)

1. Umpan 682.895,8808

2. Produk 6.875,6782

3. Air Pendingin - 676.020,2026


(28)

4.6 Cooler (E-201)

Tabel 4.6 Neraca Energi pada Cooler (E-201) No Komponen Panas Masuk

(kJ/jam)

Panas Keluar (Kj/jam)

1. Umpan 248.669,5900

2. Produk 23.475,1837

3. Air Pendingin -225.194,4063

Total 23.475,1837 23.475,1837

4.7 Heater II (E-202)

Tabel 4.7 Neraca Energi pada Heater II (E-202) No Komponen Panas Masuk

(kJ/jam)

Panas Keluar (Kj/jam)

1. Umpan 23.450,5600

2. Produk 475.584,9794

3. Steam 452.134,4194

Total 475.584,9794 475.584,9794

4.8 Kolom Destilasi (D-201)

Tabel 4.8 Neraca Energi pada Kolom Destilasi (D-201) No Komponen Panas Masuk

(kJ/jam)

Panas Keluar (kJ/jam)

1. FHF 475.611,7608

2. qR 60.169,1865

3. DHD 1.986,6731

4. BHB 396.321,3059

5. qC 137.472,9682


(29)

BAB V

SPESIFIKASI PERALATAN

1. Tangki Penyimpanan Cumene (TK-101)

Fungsi : Untuk menyimpan larutan Cumene untuk kebutuhan 10 hari Bentuk : silinder vertikal dengan tutup dan alas datar

Bahan : Stainless steel, SA – 240 Tipe 304, 18 Cr – 8 Ni Jumlah : 1 unit

Lama Penyimpanan : 10 hari Kondisi Operasi :

- Temperatur (T) = 25 oC - Tekanan ( P) = 1 atm Kondisi fisik :

Silinder

- Diameter : 9,5506 m - Tinggi : 15,9176 m - Tebal : 1 in

2. Tangki Penyimpanan Asam Sulfat (TK-102)

Fungsi : Untuk menyimpan larutan Asam sulfat untuk kebutuhan 60 hari Bentuk : silinder vertikal dengan tutup dan alas datar

Bahan : Stainless steel, SA – 240 tipe 304,18 Cr-8Ni Jumlah : 1 unit

Lama Penyimpanan : 60 hari Kondisi Operasi :

- Temperatur (T) = 25 oC - Tekanan ( P) = 1 atm Kondisi fisik :

Silinder

- Diameter : 0,8689 m - Tinggi : 1,4482 m - Tebal : ½ in


(30)

3. Tangki Penyimpanan Amonium Hidroksida (TK-201)

Fungsi : Untuk menyimpan larutan Amonium Hidroksida untuk kebutuhan 30 hari

Bentuk : silinder vertikal dengan tutup dan alas datar Bahan : Carbon steel, SA – 285 grade C

Jumlah : 1 unit

Lama Penyimpanan : 30 hari Kondisi Operasi :

- Temperatur (T) = 25 oC - Tekanan ( P) = 1 atm Kondisi fisik :

Silinder

- Diameter : 0,9436 m - Tinggi : 1,5727 m - Tebal : ½ in

4. Tangki Penyimpanan Aseton (TK-202)

Fungsi : Untuk menyimpan larutan Aseton untuk kebutuhan 30 hari Bentuk : silinder vertikal dengan tutup dan alas datar

Bahan : Carbon steel, SA – 285 Grade. C Jumlah : 1 unit

Lama Penyimpanan : 30 hari Kondisi Operasi :

- Temperatur (T) = 25 oC - Tekanan ( P) = 1 atm Kondisi fisik :

Silinder

- Diameter : 8,1729 m - Tinggi : 13,6241 m - Tebal : 1 in


(31)

5. Tangki Penyimpanan Sementara Keluaran Atas Destilasi (TK-203)

Fungsi : Untuk menyimpan larutan yang keluar dari atas kolom destilasi untuk 30 hari

Bentuk : silinder vertikal dengan tutup dan alas datar Bahan : Stainless steel, SA – 240 tipe 304,18 Cr – 8 Ni Jumlah : 1 unit

Lama Penyimpanan : 30 hari Kondisi Operasi :

- Temperatur (T) = 25 oC - Tekanan ( P) = 1 atm Kondisi fisik :

Silinder

- Diameter : 8,7104 m - Tinggi : 14,5173 m - Tebal : 1 in

6. Tangki Penyimpanan Phenol (TK-204)

Fungsi : Untuk menyimpan larutan Phenol untuk kebutuhan 30 hari Bentuk : silinder vertikal dengan tutup dan alas datar

Bahan : Carbon steel, SA – 285 grade C Jumlah : 1 unit

Lama Penyimpanan : 30 hari Kondisi Operasi :

- Temperatur (T) = 25 oC - Tekanan ( P) = 1 atm Kondisi fisik :

Silinder

- Diameter : 9,2072 m - Tinggi : 15,34 m - Tebal : 1 ¼ in


(32)

7. Pompa 1 (J-101)

Fungsi : Memompa CHP dan cumene dari tangki (TK-101) ke heater

1 (E-101)

Jenis : Pompa sentrifugal Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi : P = 1 bar T = 30 oC

Kapasitas : 1.7205,9586 gpm Daya motor : ¼ hp

8. Pompa 2 (J-102)

Fungsi : Memompa H2SO4 dari tangki H2SO4 (TK-102) ke reaktor 1 (R-101)

Jenis : Pompa Sentrifugal Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi : P = 1 bar T = 30 oC

Kapasitas : 2,1709 gpm Daya motor : 1/8 hp

9. Pompa 3 (J-103)

Fungsi : Memompa campuran dari reaktor 1 (R-101) ke reaktor 2 (R-201)

Jenis : Pompa Sentrifugal Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi : P = 1 bar T = 50 oC

Kapasitas : 12.953,4396 gpm Daya motor : ¼ hp


(33)

10. Pompa 4 (J-201)

Fungsi : Memompa NH4OH dari tangki (TK-201) ke reaktor 2 (R-201)

Jenis : Pompa Sentrifugal Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi : P = 1 bar T = 30 oC

Kapasitas : 5,6009 gpm Daya motor : 1/8 hp

11. Pompa 5 (J-202)

Fungsi : Memompa campuran dari reaktor 2 (R-201) ke vaporizer (VP-201).

Jenis : Pompa Sentrifugal Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi : P = 1 bar T = 50 oC

Kapasitas : 12.957,1201 gpm Daya motor : 1/8 hp

12. Pompa 6 (J-203)

Fungsi : Memompa campuran bahan dari condensor (CD-201) ke tangki penyimpanan (TK-202)

Jenis : Pompa Sentrifugal

Jumlah : 1 unit Kondisi operasi : P = 1 bar T = 83,55 oC

Kapasitas : 3.632,5733 gpm Daya motor : 1/8 hp


(34)

13. Pompa 7 (J-204)

Fungsi : Memompa campuran bahan dari vaporizer (VP-201) ke cooler (E-201)

Jenis : Pompa Sentrifugal

Jumlah : 1 unit Kondisi operasi : P = 1 bar T = 83,55 oC

Kapasitas : 9.426,6978 gpm Daya motor : 1/8 hp

14. Pompa 8 (J-205)

Fungsi : Memompa campuran bahan dari decanter (DC-201) ke cooler 2 (E-202)

Jenis : Pompa Sentrifugal

Jumlah : 1 unit Kondisi operasi : P = 1 bar T = 30 oC

Kapasitas : 9.407,6514 gpm Daya motor : 1/8 hp

15. Pompa 9 (J-206)

Fungsi : Memompa campuran bahan dari condensor (CD-202) ke tangki penyimpanan (TK-203)

Jenis : Pompa Sentrifugal

Jumlah : 1 unit Kondisi operasi : P = 1 bar T = 137,34 o


(35)

Kapasitas : 4.359,4544 gpm Daya motor : 1/8 hp

16. Pompa 10 (J-207)

Fungsi : Memompa campuran bahan dari reboiler (RB-201) ke tangki penyimpanan (TK-204)

Jenis : Pompa Sentrifugal

Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi : P = 1 bar T = 181,8 o

C

Kapasitas : 5.202,2772 gpm Daya motor : 1/8 hp

17. Cooler (E-201)

Fungsi : Menurunkan temperatur produk bawah Vaporizer yang akan dimasukkan ke decanter

Jenis : 1-2 shell and tube exchanger

Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 2060,6788 kg/jam Diameter tube : 3/4 in

Jenis tube : 10 BWG Panjang tube : 15 ft

Pitch (PT) : 1 in Square pitch

Jumlah tube : 158 Diameter shell : 17 ¼ in

18. Kondensor (CD-201)

Fungsi : Mengubah fasa uap campuran aseton dengan senyawa yang lainnya menjadi fasa cair


(36)

Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 656,7186 kg/jam Diameter tube : 3/4 in

Jenis tube : 10 BWG Panjang tube : 12 ft

Pitch (PT) : 1 5/16 in triangular pitch

Jumlah tube : 98 Diameter shell : 12 in

19. Kondensor (CD-202)

Fungsi : Mengubah fasa uap keluaran atas kolom destilasi menjadi fasa cair

Jenis : 1-2 shell and tube exchanger

Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 807,3468 kg/jam Diameter tube : 3/4 in

Jenis tube : 10 BWG Panjang tube : 12 ft

Pitch (PT) : 1 in Square pitch

Jumlah tube : 26 Diameter shell : 8 in

20. Rebolier (RB-201)

Fungsi : Menaikkan temperatur campuran Phenol dan CHP sebelum dimasukkan ke kolom destilasi

Jenis : 2-4 shell and tube exchanger

Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 30,4072 kg/jam Diameter tube : 1 in

Jenis tube : 10 BWG Panjang tube : 20 ft


(37)

Jumlah tube : 14 Diameter shell : 8 in

21. Heater 1 (E-101)

Fungsi : Menaikkan temperatur CHP sebelum dimasukkan ke reaktor (R-101)

Jenis : DPHE

Dipakai : pipa 1/4 x 1/8 in IPS, 12 ft hairpin Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 21,2910 kg/jam Panjang pipa : 9,2117ft Jumlah hairpin : 1

22. Heater 2 (E-202)

Fungsi : Menaikkan temperatur CHP sebelum dimasukkan ke reaktor (R-101)

Jenis : DPHE

Dipakai : pipa 2 x 1 in IPS, 12 ft hairpin Jumlah : 1 unit

Kapasitas : 228,5050 kg/jam Panjang pipa : 87,5408ft

Jumlah hairpin : 4

23. Vaporizer

Fungsi : Memekatkan larutan phenol Jenis : 2-4 shell and tube exchanger

Kapasitas : 415,7969 kg/jam Diameter tube : 1 in

Jenis tube : 10 BWG Panjang tube : 12 ft

Pitch (PT) : 1 1/4 in Square pitch


(38)

Diameter shell : 10 in

24. Dekanter (DC-201)

Fungsi : Memisahkan amonium hidroksida dan amonium sulfat dari campurannya berdasarkan perbedaan densitas komponennya Bentuk : horizontal silinder

Bahan : Carbon steel, SA – 285, Gr.C Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi : - Temperatur(T) : 30 oC

- Tekanan (P) : 1 atm = 14,696 psia Laju alir massa (F) = 2.060,6788 kg/jam Volume decanter : = 0,4216 m3 Diameter decanter : 0,4653 m Tebal decanter : ½ in

25. Reaktor (R-101)

Fungsi : Tempat berlangsungnya reaksi dekomposisi

Jenis : Reaktor berpengaduk marine propeller tiga daun dengan tutup ellipsoidal, serta dilengkapi dengan jacket pemanas.

Bentuk : Silinder tegak dengan alas datar dan tutup ellipsoidal

Bahan : Stainless steel, SA – 240 Tipe 316, 16 Cr – 10 Ni Waktu Tinggal : 0,25 jam

Kondisi operasi:

- Temperatur (T) = 50 oC - Tekanan (P) = 1 atm

Jumlah : 1 unit

Volume reaktor 1,1871 m3 Diameter dalam reaktor : 0,8278 m Tebal dinding : ¼ in


(39)

26. Reaktor Netralizer (R-201)

Fungsi : Tempat berlangsungnya reaksi dekomposisi

Jenis : Reaktor berpengaduk marine propeller tiga daun dengan tutup ellipsoidal, serta dilengkapi dengan jacket pemanas.

Bentuk : Silinder tegak dengan alas datar dan tutup ellipsoidal

Bahan : Stainless steel, SA – 240 Tipe 304, 18 Cr – 8 Ni Waktu Tinggal : 0,25 jam

Kondisi operasi:

- Temperatur (T) = 50 oC - Tekanan (P) = 1 atm

Volume reaktor : 25,6593 m3 Diameter dalam reaktor : 2,7432 m Tebal dinding : ¾ in

27. Kolom Distilasi (D-201)

Fungsi : memisahkan Phenol

Jenis : sieve – tray

Bentuk : silinder vertikal dengan alas dan tutup ellipsoidal Bahan konstruksi : carbon steel SA-283 grade C

Jumlah : 1 unit

Tray spacing (t) = 0,4 m

Hole diameter (do) = 4,5 mm

Space between hole center (p’)= 12 mm

Weir height (hw) = 5 cm

Pitch = triangular ¾in

Column Diameter (T) = 0,9763 m

Weir length (W) = 0,6834 m

Downsput area (Ad) = 0,0658 m2

Active area (Aa) = 0,6165 m2

Weir crest (h1) = 0,025 m

Spesifikasi kolom destilasi


(40)

Tinggi tutup = 0,2441 m

Tinggi total = 8,0881 m

Tekanan operasi = 101,325 kPa Tebal silinder = ½ in


(41)

BAB VI

INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA

6.1 Instrumentasi

Instrumentasi adalah peralatan yang dipakai di dalam suatu proses kendali untuk mengatur jalannya suatu proses agar diperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Alat-alat instrumentasi dipasang pada setiap peralatan proses dengan tujuan agar para engineer dapat memantau dan mengendalikan kondisi di lapangan. Dengan adanya instrumentasi ini pula, para engineer dapat segera melakukan tindakan apabila terjadi kejanggalan dalam proses. Namun pada dasarnya, tujuan pengendalian tersebut adalah agar kondisi proses di pabrik mencapai tingkat kesalahan (error) yang paling minimum sehingga produk dapat dihasilkan secara optimal (Considine, 1985).

Fungsi instrumentasi adalah sebagai pengendali, penunjuk, pencatat, dan pemberi tanda bahaya. Peralatan instrumentasi biasanya bekerja dengan tenaga mekanik atau tenaga listrik dan pengontrolannya dapat dilakukan secara manual atau otomatis. Penggunaan instrumen pada suatu peralatan proses tergantung pada pertimbangan ekonomi dan sistem peralatan itu sendiri. Pada pemakaian alat-alat instrumen juga harus ditentukan apakah alat-alat tersebut dipasang diatas papan instrumen dekat peralatan proses dan dikendalikan secara manual atau disatukan dalam suatu ruang pengendali yang dikendalikan secara otomatis (Perry dan Green,1999).

Variabel-variabel proses yang biasanya dikontrol/diukur oleh instrumen adalah (Considine,1985) :

1. Variabel utama, seperti temperatur, tekanan, laju alir, dan level cairan.

2. Variabel tambahan, seperti densitas, viskositas, panas spesifik, konduktivitas, pH, kelembapan, titik embun, komposisi kimia, dan variabel lainnya.


(42)

Pada dasarnya sistem pengendalian terdiri dari (Considine,1985): 1. Sensing Element / Elemen Perasa(Primary Element)

Elemen yang merasakan (menunjukkan) adanya perubahan dari harga variabel yang diukur

2. Elemen pengukur (measuring element)

Elemen pengukur adalah suatu elemen yang sensitif terhadap adanya perubahan temperatur, tekanan, laju aliran, maupun tinggi fluida. Perubahan ini merupakan sinyal dari proses dan disampaikan oleh elemen pengukur ke elemen pengendali. 3. Elemen pengendali (controlling element)

Elemen pengontrol yang menerima sinyal kemudian akan segera mengatur perubahan-perubahan proses tersebut sama dengan nilai set point (nilai yang diinginkan). Dengan demikian elemen ini dapat segera memperkecil ataupun meniadakan penyimpangan yang terjadi.

4. Elemen pengendali akhir (final control element)

Elemen ini merupakan elemen yang akan mengubah masukan yang keluar dari elemen pengendali ke dalam proses sehingga variabel yang diukur tetap berada dalam batas yang diinginkan dan merupakan hasil yang dikehendaki.

Pengendalian peralatan instrumentasi dapat dilakukan secara otomatis dan semi otomatis. Pengendalian secara otomatis adalah pengendalian yang dilakukan dengan mengatur instrumen pada kondisi tertentu, bila terjadi penyimpangan variabel yang dikendalikan maka instrumen akan bekerja sendiri untuk mengembalikan variabel pada kondisi semula, instrumen ini bekerja sebagai

controller. Pengendalian secara semi otomatis adalah pengendalian yang mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel yang dikendalikan. Untuk mengubah variabel-variabel ke nilai yang diinginkan dilakukan usaha secara manual, instrumen ini bekerja sebagai pencatat (indicatorer).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam instrumen-instrumen adalah (Peters dan Timmerhaus, 2004):

1. Range yang diperlukan untuk pengukuran 2. Level instrumentasi


(43)

5. Pengaruh pemasangan instrumentasi pada kondisi proses

Instrumentasi yang umum digunakan dalam pabrik adalah (Considine,1985):

1. Untuk variabel temperatur:

Temperature Controller (TC) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati temperatur suatu alat dan bila terjadi perubahan dapat melakukan pengendalian

Temperature Indicator Controller (TI) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati temperatur dari suatu alat

2. Untuk variabel tinggi permukaan cairan

Level Controller (LC) adalah instumentasi yang digunakan untuk

mengamati ketinggian cairan dalam suatu alat dan bila terjadi perubahan dapat melakukan pengendalian.

Level Indicator Contoller (LI) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati ketinggian cairan dalam suatu alat.

3. Untuk variabel tekanan

Pressure Controller (PC) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati tekanan operasi suatu alat dan bila terjadi perubahan dapat melakukan pengendalian.

Pressure Indicator Controller (PI) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati tekanan operasi suatu alat.

4. Untuk variabel aliran cairan

Flow Controller (FC) adalah instrumentasi yang digunakan untuk

mengamati laju alir larutan atau cairan yang melalui suatu alat dan bila terjadi perubahan dapat melakukan pengendalian.

Flow Indicator Controller (FI) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati laju aliran atau cairan suatu alat.


(44)

Instrumentasi yang digunakan pada alat-alat proses dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut:

Tabel 6.1 Daftar Instrumentasi pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Phenol No. N a m a A l a t Jenis Instrumen

1. Tangki Penyimpanan Level Indicator (LI)

2. Mixer Temperature Indicator (TI)

Level Controller (LC)

3. Reaktor

Temperature Controller (TC)

Pressure Controller (PC)

Level Controller (LC)

4. Pompa Flow Controller (FC)

5. Kondensor Temperature Controller (TC)

Pressure Indicator (PI)

6. Heater Temperature Controller (TC)

Pressure Indicator (LC)

7. Kolom Distilasi

Temperature Controller (TC)

Pressure Indicator (PI)

Level Controller (LC)

Pressure Controller (PC)

8. Vaporizer

Pressure Indicator (PI)

Level Controller (LC)

Temperature Controller (TC)

TI

LC


(45)

Produk keluar

Kondensat Produk

Masuk

TC

PI

Steam

Kondensor Heater

FC

PI

Blower Pompa

PC

LC

LC FC

PI

FC TC

Reaktor Kolom Distilasi


(46)

VP - 201

TC PI

LIC

Vaporizer

Gambar 6.1 Instrumentasi Alat-alat Proses pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan

Phenol

6.2 Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan bagian dari kelangsungan produksi pabrik, oleh karena itu aspek ini harus diperhatikan secara serius dan terpadu. Untuk maksud tersebut perlu diperhatikan cara pengendalian keselamatan kerja dan keamanan pabrik pada saat perancangan dan saat pabrik beroperasi.

Salah satu faktor yang penting sebagai usaha menjamin keselamatan kerja adalah dengan menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran karyawan akan pentingnya usaha untuk menjamin keselamatan kerja. Usaha-usaha yang dapat dilakukan antara lain (Peters dan Timmerhaus, 2004):

1. Meningkatkan spesialisasi ketrampilan karyawan dalam menggunakan peralatan secara benar sesuai tugas dan wewenangnya serta mengetahui cara-cara mengatasi kecelakaan kerja.

2. Melakukan pelatihan secara berkala bagi karyawan. Pelatihan yang dimaksud dapat meliputi :

̇ Pelatihan untuk menciptakan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang tinggi dan bertanggung-jawab, misalnya melalui pelatihan kepemimpinan dan pelatihan pembinaan kepribadian.

̇ Studi banding (workshop) antar bidang kerja, sehingga karyawan diharapkan memiliki rasa kepedulian terhadap sesama karyawan.


(47)

3. Membuat peraturan tata cara dengan pengawasan yang baik dan memberi sanksi bagi karyawan yang tidak disiplin

Sebagai pedoman pokok dalam usaha penanggulangan masalah kerja, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Keselamatan Kerja pada tanggal 12 Januari 1970. Semakin tinggi tingkat keselamatan kerja dari suatu pabrik maka makin meningkat pula aktivitas kerja para karyawan. Hal ini disebabkan oleh keselamatan kerja yang sudah terjamin dan suasana kerja yang menyenangkan.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan pabrik untuk menjamin adanya keselamatan kerja adalah sebagai berikut (Peters dan Timmerhaus, 2004) :

1. Penanganan dan pengangkutan bahan menggunakan manusia harus seminimal mungkin.

2. Adanya penerangan yang cukup dan sistem pertukaran udara yang baik. 3. Jarak antar mesin-mesin dan peralatan lain cukup luas.

4. Setiap ruang gerak harus aman, bersih dan tidak licin .

5. Setiap mesin dan peralatan lainnya harus dilengkapi alat pencegah kebakaran. 6. Tanda-tanda pengaman harus dipasang pada setiap tempat yang berbahaya. 7. Penyediaan fasilitas pengungsian bila terjadi kebakaran.

6.3 Keselamatan Kerja pada Pabrik Pembuatan Phenol

Dalam rancangan pabrik pembuatan Phenol, usaha-usaha pencegahan terhadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi dilakukan sebagai berikut :

6.3.1 Pencegahan terhadap Kebakaran dan Peledakan

Proses produksi Phenol, menggunakan reaktor yang beroperasi pada suhu 80-85°C dengan menggunakan bahan bakar minyak. Bahaya yang kemungkinan timbul adalah kebakaran atau peledakan yang berasal dari reaktor. Selain itu unit penghasil uap (boiler) juga dapat menciptakan hal yang serupa apabila pengendalian tidak berjalan optimal.

Dari uraian di atas maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan terhadap kebakaran dan ledakan sebagai berikut :


(48)

tempat yang strategis dan penting seperti laboratorium dan ruang proses.

2. Pada peralatan pabrik yang berupa tangki dibuat main hole dan hand hole yang cukup untuk pemeriksaan.

3. Sistem perlengkapan energi seperti pipa bahan bakar, saluran udara, saluran

steam, dan air dibedakan warnanya dan letaknya tidak menggangu gerakan karyawan.

4. Mobil pemadam kebakaran yang ditempatkan di fire station setiap saat dalam keadaan siaga.

5. Penyediaan racun api yang selalu siap dengan pompa hydran untuk jarak tertentu.

Sesuai dengan peraturan yang tertulis dalam Peraturan Tenaga Kerja No. Per/02/Men/1983 tentang instalasi alarm kebakaran otomatis, yaitu :

1. Detektor kebakaran, merupakan alat yang berfungsi untuk mendeteksi secara dini adanya suatu kebakaran awal. Alat ini terbagi atas:

a. Smoke detector adalah detector yang bekerja berdasarkan terjadinya akumulasi asap dalam jumlah tertentu.

b. Gas detector adalah detector yang bekerja berdasarkan kenaikan konsentrasi gas yang timbul akibat kebakaran ataupun gas-gas lain yang mudah terbakar.

c. Alarm kebakaran, merupakan komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang memberikan isyarat adanya suatu kebakaran. Alarm ini berupa:

̇ Alarm kebakaran yang memberi tanda atau isyarat berupa bunyi khusus (audible alarm).

̇ Alarm kebakaran yang memberi tanda atau isyarat yang tertangkap oleh pandangan mata secara jelas (visible alarm).

2. Panel indikator kebakaran

Panel indikator kebakaran adalah suatu komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang berfungsi mengendalikan kerja sistem dan terletak di ruang operator.


(49)

dengan menyediakan fasilitas sesuai bidang kerjanya. Fasilitas yang diberikan adalah melengkapi karyawan dengan peralatan perlindungan diri sebagai berikut:

1. Helm

2. Pakaian dan perlengkapan pelindung 3. Sepatu pengaman

4. Pelindung mata 5. Masker udara 6. Sarung tangan

7. Earplug (pelindung telinga)

6.3.3 Keselamatan Kerja terhadap Listrik

Upaya peningkatan keselamatan kerja terhadap listrik adalah sebagai berikut : 1. Setiap instalasi dan alat-alat listrik harus diamankan dengan pemakaian sekring

atau pemutus arus listrik otomatis lainnya.

2. Sistem perkabelan listrik harus dirancang secara terpadu dengan tata letak pabrik untuk menjaga keselamatan dan kemudahan jika harus dilakukan perbaikan.

3. Penempatan dan pemasangan motor-motor listrik tidak boleh mengganggu lalu lintas pekerja.

4. Memasang papan tanda larangan yang jelas pada daerah sumber tegangan tinggi. 5. Isolasi kawat hantaran listrik harus disesuaikan dengan keperluan.

6. Setiap peralatan yang menjulang tinggi harus dilengkapi dengan alat penangkal petir yang dibumikan.

7. Kabel-kabel listrik yang letaknya berdekatan dengan alat-alat yang bekerja pada suhu tinggi harus diisolasi secara khusus.

6.3.4 Pencegahan terhadap Gangguan Kesehatan

Upaya penjagaan kesehatan karyawan dalam lapangan kerja adalah :

1. Setiap karyawan diwajibkan untuk memakai pakaian kerja selama berada di dalam lokasi pabrik.

2. Dalam menangani bahan-bahan kimia yang berbahaya seperti asam sulfat, cumene, cumene hidroperoksida, ammonium hidroksida, aseton, dan ammonium hidrogen sulfat, karyawan diharuskan memakai sarung tangan karet serta penutup hidung dan mulut.


(50)

3. Bahan-bahan kimia yang selama pembuatan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan penggunaannya dapat menimbulkan ledakan, kebakaran, korosi, maupun gangguan terhadap kesehatan harus ditangani secara cermat.

4. Poliklinik yang memadai disediakan di lokasi pabrik.

6.3.5 Pencegahan terhadap Bahaya Mekanis

Upaya pencegahan kecelakaan terhadap bahaya mekanis adalah :

1. Alat-alat dipasang dengan penahan yang cukup berat untuk mencegah kemungkinan terguling atau terjatuh seperti reaktor, kolom distilasi, dan kolom ekstraktor.

2. Sistem ruang gerak karyawan dibuat cukup lebar dan tidak menghambat kegiatan karyawan.

3. Jalur perpipaan sebaiknya berada di atas permukaan tanah atau diletakkan pada atap lantai pertama kalau di dalam gedung atau setinggi 4,5 meter bila diluar gedung agar tidak menghalangi kendaraan yang lewat.

4. Letak alat diatur sedemikian rupa sehingga para operator dapat bekerja dengan tenang dan tidak akan menyulitkan apabila ada perbaikan atau pembongkaran. 5. Pada alat-alat yang bergerak atau berputar harus diberikan tutup pelindung untuk

menghindari terjadinya kecelakaan kerja seperti mixer.

Untuk mencapai keselamatan kerja yang tinggi, maka ditambahkan nilai-nilai disiplin bagi para karyawan yaitu (Peters dan Timmerhaus, 2004):

1. Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman-pedoman yang diberikan. 2. Setiap peraturan dan ketentuan yang ada harus dipatuhi.

3. Setiap karyawan dibekali keterampilan untuk mengatasi kecelakaan dengan menggunakan peralatan yang ada.

4. Setiap kecelakaan atau kejadian yang merugikan harus segera dilaporkan pada atasan.

5. Setiap karyawan harus saling mengingatkan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya.

6. Melakukan pemeriksaan terhadap setiap pengendali secara priodik oleh petugas


(51)

BAB VII

UTILITAS

Utilitas merupakan unit penunjang utama dalam memperlancar jalannya suatu proses produksi. Dalam suatu pabrik, utilitas memegang peranan yang penting. Karena suatu proses produksi dalam suatu pabrik tidak akan berjalan dengan baik jika utilitas tidak ada. Oleh sebab itu, segala sarana dan prasarananya harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menjamin kelangsungan operasi suatu pabrik.

Berdasarkan kebutuhannya, utilitas pada pabrik Phenol adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan uap (steam) 2. Kebutuhan air

3. Kebutuhan tenaga listrik

7.1 Kebutuhan uap (steam)

Uap digunakan dalam pabrik sebagai media pemanas. Kebutuhan uap pada pabrik pembuatan Phenol dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 7.1 Kebutuhan Uap pada Alat

Nama Alat

Jumlah Uap Kg/Jam

Heater 1 21,2910

Reaktor 1 67,8390

Vaporizer 415,7969

Heater 2 228,5050

Reboiler 30,4072


(52)

Steam yang digunakan adalah saturated steam dengan temperatur 190 0C dan tekanan 1254,4 kPa. Jumlah total steam yang dibutuhkan adalah 763,8392 kg/jam.Tambahan untuk faktor keamanan diambil sebesar 10 % dan faktor kebocoran sebesar 3 %. (perry, 1999) maka :

Jadi total steam yang dibutuhkan = 1,3 × 763,8392 kg/jam = 992,9909 kg/jam.

Diperkirakan 80 % dari kondensat dapat digunakan kembali. Kondensat yang digunakan kembali adalah:

80 % x 992,9909 = 794,3928 kg/jam Kebutuhan air tambahan untuk ketel:

20 % x 992,9909 = 198,5982 kg/jam

7.2 Kebutuhan Air

Dalam proses produksi, air memegang peranan penting, baik untuk kebutuhan proses maupun kebutuhan domestik. Adapun kebutuhan air pada pabrik pembuatan Phenol ini adalah sebagai berikut:

• Air untuk umpan ketel = 198,5982 kg/jam

• Air Pendingin :

Tabel 7.2 Kebutuhan Air Pendingin pada Alat

Nama Alat

Jumlah Air Kg/Jam Netralizer 1.040,8244 Condenser 10.793,2702

Cooler 1 3.595,4311

Kondensor 2 2.194,8795

Total 17.624,4052

Air pendingin bekas digunakan kembali setelah didinginkan dalam menara pendingin air. Dengan menganggap terjadi kehilangan air selama proses sirkulasi, maka air tambahan yang diperlukan adalah jumlah air yang hilang karena penguapan,


(53)

Air yang hilang karena penguapan dapat dihitung dengan persamaan:

We = 0,00085 Wc (T2 – T1) (Perry, 1997)

Di mana:

Wc = jumlah air masuk menara = 17.624,4052 kg/jam

T1 = temperatur air masuk = 30 °C = 86 °F

T2 = temperatur air keluar = 45 °C = 113 °F Maka,

We = 0,00085 × 17.624,4052 × (113-86) = 404,4801 kg/jam

Air yang hilang karena drift loss biasanya 0,1 – 0,2 % dari air pendingin yang masuk ke menara air (Perry, 1997). Ditetapkan drift loss 0,2 %, maka:

Wd = 0,002 × 17.624,4052 = 35,2488 kg/jam

Air yang hilang karena blowdown bergantung pada jumlah siklus sirkulasi air pendingin, biasanya antara 3 – 5 siklus (Perry, 1997).

Ditetapkan 5 siklus, maka:

Wb = 1

S

We

=

1 5

404,4801

− = 101,1200 kg/jam (Perry, 1997)

Sehingga air tambahan yang diperlukan = We + Wd + Wb

= 404,4801 + 35,2488 + 101,1200

= 540,8489 kg/jam

• Air untuk berbagai kebutuhan Kebutuhan air domestik

Kebutuhan air domestik untuk tiap orang/shift adalah 40 – 100 ltr/hari …... (Met Calf.et.all, 1984)

Diambil 100 ltr/hari x

jam hari

24 1

= 4.1667 ≈ 4 liter/jam air = 1000 kg/m3 = 1 kg/liter

Jumlah karyawan = 174 orang

Maka total air domestik = 4 x 174 = 696 ltr/jam x 1 kg/liter = 696 kg/jam Pemakaian air untuk kebutuhan lainnya dapat dilihat pada tabel 7.4 berikut:


(54)

Tabel 7.4 Pemakaian air untuk berbagai kebutuhan

Kebutuhan Jumlah air (kg/jam) Domestik dan kantor

696 Laboratorium

175 Kantin dan tempat ibadah

180 Poliklinik

125 Total

1.176

Sehingga total kebutuhan air yang memerlukan pengolahan awal adalah = 198,5982 + 540,8489 + 1.176

= 1.915,4471 kg/jam

Sumber air untuk pabrik pembuatan phenol adalah dari Sungai Rokan, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Dimana sungai Rokan dengan panjang 150 km memiliki potensi debit pada musim kemarau 60 m3/detik dan pada musim hujan 100 m3/detik. Adapun kualitas air Sungai Rokan, Riau dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7.5 Kualitas Air Sungai Rokan, Riau

No Analisa Satuan Hasil

1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. I. FISIKA Bau Kekeruhan Rasa Warna Suhu II. KIMIA

Total kesadahan dalam CaCO3 Chloride

NO3-N

Zat organik dalam KMnO4 (COD) SO4

-Sulfida Posfat (PO4) Cr+2

NO3*) NO2*)

Hardness (CaCO3) pH Fe2+ NTU TCU 0 C mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l Tidak berbau 5,16 Tidak berasa 150 25 150 1,3 0,2 65 16 - 0,245 - - - 95 6,6 10


(55)

14. 15. 16. 17. 18. 19. Mn2+ Zn2+ Ca2+ Mg2+ CO2 bebas Cu2+ mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 0,016 0,0012 63 87 132 0,0032 *

) Analisa tidak bisa dilakukan, alat dan bahan kimia tidak tersedia Sumber : Laboratorium PERTAMINA UP – II DUMAI 10 Februari 2005

Unit Pengolahan Air

Kebutuhan air untuk pabrik pembuatan phenol diperoleh dari sungai Rokan, yang terletak di kawasan pabrik. Untuk menjamin kelangsungan penyediaan air, maka di lokasi pengambilan air dibangun fasilitas penampungan air (water reservoar) yang juga merupakan tempat pengolahan awal air sungai. Pengolahan ini meliputi penyaringan sampah dan kotoran yang terbawa bersama air. Selanjutnya air dipompakan ke lokasi pabrik untuk diolah dan digunakan sesuai dengan keperluannya. Pengolahan air di pabrik terdiri dari beberapa tahap, yaitu (Degremont, 1991) :

1. Screening

2. Koagulasi dan flokulasi 3. Filtrasi

4. Demineralisasi 5. Deaerasi

7.2.1 Screening

Tahap screening merupakan tahap awal dari pengolahan air. Adapun tujuan screening adalah (Degremont, 1991):

− Menjaga struktur alur dalam utilitas terhadap objek besar yang mungkin merusak fasilitas unit utilitas.

− Memudahkan pemisahan dan menyingkirkan partikel-partikel padat yang besar yang terbawa dalam air sungai.


(56)

Pada tahap ini, partikel yang besar akan tersaring tanpa bantuan bahan kimia. Sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil akan terikut bersama air menuju unit pengolahan selanjutnya.

7.2.2 Koagulasi dan Flokulasi

Koagulasi dan flokulasi merupakan proses penghilangan kekeruhan di dalam air dengan cara mencampurkannya dengan larutan Al2(SO4)3 dan Na2CO3 (soda abu). Larutan Al2(SO4)3 berfungsi sebagai koagulan utama dan larutan Na2CO3 sebagai bahan koagulan tambahan yaitu berfungsi sebagai bahan pambantu untuk mempercepat pengendapan dan penetralan pH. Pada bak clarifier, akan terjadi proses koagulasi dan flokulasi. Tahap ini bertujuan menyingkirkan Suspended Solid (SS) dan koloid (Degremont, 1991) :

Koagulan yang biasa dipakai adalah koagulan trivalent. Reaksi hidrolisis akan terjadi menurut reaksi :

M3+ + 3H2O M(OH)3 + 3 H+

Dalam hal ini, pH menjadi faktor yang penting dalam penyingkiran koloid. Kondisi pH yang optimum penting untuk terjadinya koagulasi dan terbentuknya flok-flok (flokulasi). Koagulan yang biasa dipakai adalah larutan alum Al2(SO4)3. Sedangkan pengatur pH dipakai larutan soda abu Na2CO3 yang berfungsi sebagai bahan pembantu untuk mempercepat pengendapan dan penetralan pH. Dua jenis reaksi yang akan terjadi adalah (Degremont, 1991) :

Al2(SO4)3 + 6 Na2CO3 + 6H2O 2Al(OH)3 + 12Na+ + 6HCO3- + 3SO43- 2Al2(SO4)3 + 6 Na2CO3 + 6H2O 4Al(OH)3 + 12Na+ + 6CO2 + 6SO4 3-Reaksi koagulasi yang terjadi :

Al2(SO4)3 + 3H2O + 3Na2CO3 2Al(OH)3 + 3Na2SO4 + 3CO2 Selain penetralan pH, soda abu juga digunakan untuk menyingkirkan kesadahan permanent menurut proses soda dingin menurut reaksi (Degremont, 1991):

CaSO4 + Na2CO3 Na2SO4 + CaCO3 CaCl2 + Na2CO3 2NaCl + CaCO3


(57)

Selanjutnya flok-flok yang akan mengendap ke dasar clarifier karena gaya gravitasi, sedangkan air jernih akan keluar melimpah (overflow) yang selanjutnya akan masuk ke penyaring pasir (sand filter) untuk penyaringan.

Pemakaian larutan alum umumnya hingga 50 ppm terhadap jumlah air yang akan diolah, sedangkan perbandingan pemakaian alum dan abu soda = 1 : 0,54 (Crities, 2004).

Perhitungan alum dan abu soda yang diperlukan :

Total kebutuhan air = 1.915,4471 kg/jam Pemakaian larutan alum = 50 ppm

Pemakaian larutan soda abu = 0,54 × 50 = 27 ppm

Larutan alum Al2(SO4)3 yang dibutuhkan = 50.10-6 × 1.915,4471 = 0,0958 kg/jam Larutan abu soda Na2CO3 yang dibutuhkan = 27.10-6 × 1.915,4471 = 0,0517 kg/jam

7.2.3 Filtrasi

Filtrasi dalam pemurnian air merupakan operasi yang sangat umum dengan tujuan menyingkirkan Suspended Solid (SS), termasuk partikulat BOD dalam air (Metcalf, 1984).

Material yang digunakan dalam medium filtrasi dapat bermacam-macam : pasir, antrasit (crushed anthracite coal), karbon aktif granular (Granular Carbon Active atauGAC), karbon aktif serbuk (Powdered Carbon Active atau PAC) dan batu garnet. Penggunaan yang paling umum dipakai di Afrika dan Asia adalah pasir dan gravel sebagai bahan filter utama, menimbang tipe lain cukup mahal (Kawamura, 1991).

Unit filtrasi dalam pabrik pembuatan metil ester menggunakan media filtrasi granular (Granular Medium Filtration) sebagai berikut :

1. Lapisan atas terdiri dari pasir hijau (green sand). Lapisan ini bertujuan memisahkan flok dan koagulan yang masih terikut bersama air. Lapisan yang digunakan setinggi 24 in (60,96 cm).

2. Untuk menghasilkan penyaringan yang efektif, perlu digunakan medium berpori misalnya atrasit atau marmer. Untuk beberapa pengolahan dua tahap atau tiga tahap pada pengolahan effluent pabrik, perlu menggunakan bahan dengan luar


(58)

permukaan pori yang besar dan daya adsorpsi yang lebih besar, seperti Biolite, pozzuolana ataupun Granular Active Carbon/GAC) (Degremont, 1991). Pada

pabrik ini, digunakan antrasit setinggi 12,5 in (31,75 cm).

3. Lapisan bawah menggunakan batu kerikil/gravel setinggi 7 in (17,78 cm) (Metcalf & Eddy, 1991).

Bagian bawah alat penyaring dilengkapi dengan strainer sebagai penahan. Selama pemakaian, daya saring sand filter akan menurun. Untuk itu diperlukan regenerasi secara berkala dengan cara pencucian balik (back washing). Dari sand filter, air dipompakan ke menara air sebelum didistribusikan untuk berbagai kebutuhan.

Untuk air domestik, laboratorium, kantin, dan tempat ibadah, serta poliklinik, dilakukan proses klorinasi, yaitu mereaksikan air dengan klor untuk membunuh kuman-kuman di dalam air. Klor yang digunakan biasanya berupa kaporit, Ca(ClO)2.

Perhitungan kebutuhan kaporit, Ca(ClO)2 :

Total kebutuhan air yang memerlukan proses klorinasi = 1.176 kg/jam Kaporit yang digunakan direncanakan mengandung klorin 70 %

Kebutuhan klorin = 2 ppm dari berat air

Total kebutuhan kaporit = (2.10-6 × 1.176)/0,7 = 0,0034 kg/jam

7.2.4 Demineralisasi

Air untuk umpan ketel dan proses harus murni dan bebas dari garam-garam terlarut. Untuk itu perlu dilakukan proses demineralisasi, dimana alat demineralisasi dibagi atas :

a. Penukar kation

Berfungsi untuk mengikat logam – logam alkali dan mengurangi kesadahan air yang digunakan. Proses yang terjadi adalah pertukaran antara kation Ca, Mg, dan Mn yang larut dalam air dengan kation hidrogen dan resin. Resin yang digunakan bertipe gel dengan merek IR–22 (Lorch, 1981).

Reaksi yang terjadi :


(59)

2H+R + Mg2+ Mg2+R + 2H+ 2H+R + Mn2+ Mn2+R + 2H+ Untuk regenerasi dipakai H2SO4 dengan reaksi : Ca2+R + H2SO4 CaSO4 + 2H+R Mg2+R + H2SO4 MgSO4 + 2H+R Mn2+R + H2SO4 MnSO4 + 2H+R

Perhitungan Kation :

Air Sungai Rokan, Riau mengandung kation Fe2+, Pb+2, Mn2+, Ca2+, dan Mg2+, masing-masing 0,016 ppm, 63 ppm, 0,0012 ppm, 87 ppm, 132 ppm (Tabel 7.3) 1 gr/gal = 17,1 ppm

Total kesadahan kation = 0,016 + 63 + 0,0012 + 87 + 132 ppm = 282,0172 ppm

= 282,0172 ppm / 17,1 = 16,4922 gr/gal

Jumlah air yang diolah = 3

3 264,17gal/m

kg/m 996,24

kg/jam 198,5982

×

= 52,6617 gal/jam

Kesadahan air = 16,4922 gr/gal × 52,6617 gal/jam × 24 jam/hari = 20.844,1715 gr/hari = 20,8442 kg/hari

Perhitungan ukuran Cation Exchanger :

Jumlah air yang diolah = 52,6617 gal/jam = 0,8777 gal/menit

Dari Tabel 12.4, Nalco Water Treatment, 1988 diperoleh data – data sebagai berikut :

- Diameter penukar kation = 3 ft - Luas penampang penukar kation = 9,62 ft2 - Jumlah penukar kation = 1 unit

Volume Resin yang Diperlukan

Total kesadahan air = 20,8442 kg/hari Dari Tabel 12.2, Nalco, 1988 diperoleh :


(60)

- Kapasitas resin = 20 kg/ft3

- Kebutuhan regenerant = 6 lb H2SO4/ft3 resin Jadi,

Kebutuhan resin = 3 kg/ft 0 2 kg/hari 20,8442

= 1,0422 ft3/hari

Tinggi resin = 62 , 9

1,0422

= 0,1083 ft

Tinggi minimum resin adalah 30 in = 2,5 ft (Tabel 12.4, Nalco, 1988)

Sehingga volume resin yang dibutuhkan = 2,5 ft × 9,62 ft2 = 24,05 ft3 Waktu regenerasi =

kg/hari 20,8442 kg/ft 20 ft 05 , 4

2 3× 3

= 23,0760 hari

Kebutuhan regenerant H2SO4 = 20,8442 kg/hari × 3

3

kg/ft 20

lb/ft 6

= 6,2533 lb/hari = 2,8390 kg/hari = 0,1183 kg/jam

b. Penukar anion

Penukar anion berfungsi untuk menukar anion negatif yang terdapat dalam air dengan ion hidroksida dari resin. Resin yang digunakan bermerek IRA–410.

Resin ini merupakan kopolimer stirena DVB (Lorch,1981). Reaksi yang terjadi: 2ROH + SO42- R2SO4 + 2OH

ROH + Cl- RCl + OH-

Untuk regenerasi dipakai larutan NaOH dengan reaksi: R2SO4 + 2NaOH Na2SO4 + 2ROH RCl + NaOH NaCl + ROH

Perhitungan Anion :

Air Sungai Rokan, Riau mengandung Anion Cl-, SO4-, NO32-, PO42- dan CO3 2-sebanyak 1,3 ppm, 16 ppm, 95 ppm, 0,245 ppm, dan 0,2 ppm (Tabel 7.3) 1 gr/gal = 17,1 ppm


(61)

= 112,745 ppm / 17,1 = 6,5933 gr/gal Jumlah air yang diolah = 52,6617 gal/jam

Kesadahan air = 6,5933 gr/gal × 52,6617 gal/jam × 24 jam/hari = 8.333,1439 gr/hari = 8,3331 kg/hari

Perhitungan Ukuran Anion Exchanger :

Jumlah air yang diolah = gal/jam = 52,6617 gal/menit Dari Tabel 12.3 , Nalco, 1988, diperoleh :

- Diameter penukar anion = 3 ft - Luas penampang penukar anion = 9,62 ft2 - Jumlah penukar anion = 1 unit

Volume resin yang diperlukan : Total kesadahan air = 8,3331 kg/hari Dari Tabel 12.7, Nalco, 1988, diperoleh : - Kapasitas resin = 12 kg/ft3

- Kebutuhan regenerant = 5 lb NaOH/ft3 resin Jadi,

Kebutuhan resin = 3 kg/ft 12

kg/hari

8,3331

= 0,6944 ft3/hari

Tinggi resin = 62 , 9 0,6944

= 0,0722 ft

Tinggi minimum resin adalah 30 in = 2,5 ft (Tabel 12.4, The Nalco Water Handbook) Volume resin = 2,5 ft x 9,62 ft2 = 24,05 ft3

Waktu regenerasi =

kg/hari 8,3331 kgr/ft 12 x ft

24,05 3 3

= 34,6328 hari

Kebutuhan regenerant NaOH = 8,3331kg/hari × 3

3

kg/ft 12

lb/ft 5

= 3,4721 lb/hari

= 1,5764 kg/hari = 0,0657 kg/jam


(62)

7.2.5 Deaerator

Deaerator berfungsi untuk memanaskan air yang keluar dari alat penukar ion (ion exchanger) dan kondensat bekas sebelum dikirim sebagai air umpan ketel. Pada deaerator ini, air dipanaskan hingga 90°C supaya gas-gas yang terlarut dalam air, seperti O2 dan CO2 dapat dihilangkan, sebab gas-gas tersebut dapat menyebabkan korosi. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan koil pemanas di dalam deaerator.

7.3 Kebutuhan Listrik

Tabel 7.6 Perincian Kebutuhan Listrik

No. Pemakaian Jumlah (hP)

1. Unit proses

125 2. Unit utilitas

35 3. Ruang kontrol dan Laboratorium

40 4. Bengkel

50 5. Penerangan Kantor

125 6. Mess

100 Total

475

Total kebutuhan listrik = 125 + 35 + 40 + 50 + 125 + 100 = 475 hp × 0,7457 kW/hp

= 354,2075 kW

Kebutuhan listrik untuk cadangan 20%, sehingga: = 1,2 x 475

= 570 hp = 425,0490 kW Efisiensi generator 80 %, maka :

Daya output generator = 425,0490/0,8 = 531,3113 kW

7.4 Unit Pengolahan Limbah

Limbah dari suatu pabrik harus diolah sebelum dibuang ke badan air atau atmosfer, karena limbah tersebut mengandung bermacam-macam zat yang dapat


(63)

membahayakan alam sekitar maupun manusia itu sendiri. Demi kelestarian lingkungan hidup, maka setiap pabrik harus mempunyai unit pengolahan limbah.

Sumber-sumber limbah cair pabrik pembuatan methyl ester ini meliputi: 1. Limbah proses akibat zat-zat yang terbuang, bocor atau tumpah.

2. Limbah cair hasil pencucian peralatan pabrik. Limbah ini diperkirakan mengandung kerak dan kotoran-kotoran yang melekat pada peralatan pabrik. 3. Limbah domestik

Limbah ini mengandung bahan organik sisa pencernaan yang berasal dari kamar mandi di lokasi pabrik, serta limbah dari kantin berupa limbah padat dan limbah cair.

4. Limbah laboratorium

Limbah yang berasal dari laboratorium ini mengandung bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menganalisa mutu bahan baku yang dipergunakan dan mutu produk yang dihasilkan, serta yang dipergunakan untuk penelitian dan pengembangan proses.

Pengolahan limbah cair pabrik ini dilakukan dengan menggunakan activated sludge (sistem lumpur aktif), mengingat cara ini dapat menghasilkan effluent dengan BOD yang lebih rendah (20 – 30 mg/l) (Perry, 1999).

Perhitungan untuk Sistem Pengolahan Limbah Diperkirakan jumlah air buangan pabrik :

1. Limbah proses yang berasal dari keluaran dekanter dan destilasi yang berupa NH4OH, NH4HSO4, Air, CHP, Cumene,Aseton dan Phenol sebesar 991,6510 L/jam.

2. Limbah akibat zat-zat yang terbuang, bocor atau tumpah diperkirakan 225 liter/jam.

3. Pencucian peralatan pabrik dan limbah proses diperkirakan 100 liter/jam 4. Limbah domestik dan kantor diperkirakan 355,2500 L/jam

5. Laboratorium = 20 liter/jam

Total air buangan = 991,6510 + 225 + 100 + 355,2500 + 20 = 1.740,9010 liter/jam = 1,7409 m3/jam


(64)

7.4.1 Bak Penampungan

Fungsi : tempat menampung air buangan sementara Laju volumetrik air buangan = 1,7409 m3/jam Waktu penampungan air buangan = 10 hari

Volume air buangan = 1,7409 x 10 x 24 = 417,8162 m3

Bak terisi 90 % maka volume bak = 464,2403m3

9 , 0 417,8162

=

Jika digunakan 2 bak penampungan maka : Volume 1 bak = 1/2 . 464,2403 m3

= 232,1201 m3

Direncanakan ukuran bak sebagai berikut: - panjang bak (p) = 1,5 x lebar bak (l) - tinggi bak (t) = lebar bak (l) Maka : Volume bak = p x l x t

232,1201 m3 = 1,5 l x l x l l = 5,3688 m Jadi, panjang bak = 8,0531 m Lebar bak = 5,3688 m

Tinggi bak = 5,3688 m Luas bak = 43,2353 m2

7.4.2 Bak Pengendapan Awal

Fungsi : menghilangkan padatan dengan cara pengendapan

Laju volumetrik air buangan = 1,7409 m3/jam = 41,7816 m3/hari

Waktu tinggal air = 2 jam = 0,083 hari (Perry, 1997) Volume bak (V) = 41,7816 m3/hari x 0,083 hari = 3,4818 m3

Bak terisi 90 % maka volume bak = 9 , 0 3,4818

= 3,8687 m3

Direncanakan ukuran bak sebagai berikut: - panjang bak (p) = 2 x lebar bak (l) - tinggi bak (t) = lebar bak (l) Maka: Volume bak = p x l x t


(65)

3,8687 m3 = 2l x l x l l = 1,2460 m Jadi, panjang bak = 2,4920 m

Lebar bak = 1,2460 m Tinggi bak = 1,2460 m Luas bak = 3,1049 m2

7.4.3 Bak Netralisasi

Fungsi : tempat menetralkan pH limbah Laju volumetrik air buangan = 1,7409 m3/jam

Direncanakan waktu penampungan air buangan selama 1 hari.

Volume air buangan = 1,7409 m3/ jam x 1 hari x 24 jam/1 hari = 41,7816 m3 Direncanakan menggunakan 1 buah bak penetralan.

Bak yang digunakan direncanakan terisi 90 % bagian.

Volume bak = 9 , 0 41,7816

= 46,4240 m3

Direncanakan ukuran bak sebagai berikut: - panjang bak, p = 2 × lebar bak, l

- tinggi bak, t = lebar bak

maka;

Volume bak = p×l×t

46,4240 m3 = 2l×l×l

l = 2,8526 m

Jadi, panjang bak = 5,7052 m

Lebar bak = 2,8526 m Tinggi bak = 2,8526 m Luas bak = 16,2744 m2

Air buangan pabrik yang mengandung bahan organik mempunyai pH = 5 (Hammer 1998). Limbah pabrik yang terdiri dari bahan-bahan organik harus


(1)

4. Perkiraan Laba/Rugi Perusahaan 4.1. Laba Sebelum Pajak (Bruto)

Laba atas penjualan = total penjualan – total biaya produksi

= Rp 323.686.489.968,- – Rp 280.663.030.376,- = Rp 43.023.459.592,-

Bonus perusahaan untuk karyawan 0,5 % dari keuntungan perusahaan = 0,005 x Rp 43.023.459.592,-

= Rp 215117.298,-

Pengurangan bonus atas penghasilan bruto sesuai dengan UU RI No. 17/00 Pasal 6 ayat 1 sehingga :

Laba sebelum pajak (bruto) = Rp. 42.808.342.294,-

4.2. Pajak Penghasilan

Berdasarkan UURI Nomor 17 ayat 1 Tahun 2000, Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan adalah (Rusjdi, 2004):

̇ Penghasilan sampai dengan Rp 50.000.000,- dikenakan pajak sebesar 10 %. ̇ Penghasilan Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 100.000.000,- dikenakan

pajak sebesar 15 %.

̇ Penghasilan di atas Rp 100.000.000,- dikenakan pajak sebesar 30 %.

Maka pajak penghasilan yang harus dibayar adalah:

- 10 %× Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000,- - 15 %× (Rp100.000.000- Rp 50.000.000) = Rp 7.500.000,- - 30 %× (Rp. 42.808.342.294 – Rp 100.000.000) = Rp 12.812.502.688- Total PPh = Rp 12.825.002.688,-

Meli Gustina : Pembuatan Phenol Dari Cumene Hidroperoksida Dengan Katalis Asam Sulfat Dengan Kapasitas 10.000 Ton/Tahun, 2009


(2)

4.3. Laba setelah pajak

Laba setelah pajak = laba sebelum pajak – PPh

= Rp. 42.808.342.294,- – Rp 12.825.002.688,- = Rp 29.983.339.606,-

5. Analisa Aspek Ekonomi 5.1. Profit Margin (PM)

PM =

penjualan total

pajak sebelum Laba

× 100 %

PM = Rp 323.686.489.968,- Rp. 42.808.342.294,- x 100% = 13,225 %

5.2. Break Even Point (BEP)

BEP =

Variabel Biaya

Penjualan Total

Tetap Biaya

− × 100 %

BEP = x 100%

= 49,85%

Rp 323.686.489.968,- - 237.890.137.557,- Rp 42.772.892.819,-

Kapasitas produksi pada titik BEP = 49,85 % x 10.000 ton/tahun

= 4.985,3976 ton/tahun

Nilai penjualan pada titik BEP = 49,85 % x Rp 323.686.489.968,- = Rp 161.370.584.569,-

5.3. Return on Investment (ROI)

ROI =

investasi modal

Total

pajak setelah Laba

× 100 % ROI = x 100%

= 13,74 %

Rp. 218.153.793.679 Rp 29.983.339.606

Meli Gustina : Pembuatan Phenol Dari Cumene Hidroperoksida Dengan Katalis Asam Sulfat Dengan Kapasitas 10.000 Ton/Tahun, 2009


(3)

Meli Gustina : Pembuatan Phenol Dari Cumene Hidroperoksida Dengan Katalis Asam Sulfat Dengan Kapasitas 10.000 Ton/Tahun, 2009

USU Repository © 2008

5.4 Pay Out Time (POT) 5.4 Pay Out Time (POT)

POT = x 1 tahun POT = 0,1374 1 x 1 tahun POT = 7,28 tahun POT = 7,28 tahun

5.5. Return on Network (RON) 5.5. Return on Network (RON)

RON = RON =

sendiri Modal

pajak setelah L

× 100 % aba

.207 .606

RON = Rp 130.892.276Rp 29.983.339 x 100% RON = 22,91 %

5.6. Internal Rate of Return (IRR)

Untuk menentukan nilai IRR harus digambarkan jumlah pendapatan dan pengeluaran dari tahun ke tahun yang disebut “Cash Flow”. Untuk memperoleh cash flow diambil ketentuan sebagai berikut:

- Laba kotor diasumsikan mengalami kenaikan 10 % tiap tahun - Masa pembangunan disebut tahun ke nol

- Jangka waktu cash flow dipilih 10 tahun

- Perhitungan dilakukan dengan menggunakan nilai pada tahun ke – 10 - Cash flow adalah laba sesudah pajak ditambah penyusutan.


(4)

Tabel LE.13 Data perhitungan BEP

Kapasitas Produksi

(%) Biaya Tetap (Rp) Biaya Variabel (Rp) Biaya Produksi (Rp) Total Penjualan (Rp)

0 Rp 42,772,892,819 Rp - Rp 42,772,892,819 Rp - 10 Rp 42,772,892,819 Rp 23,789,013,756 Rp 66,561,906,575 Rp 32,368,648,997 20 Rp 42,772,892,819 Rp 47,578,027,511 Rp 90,350,920,331 Rp 64,737,297,994 30 Rp 42,772,892,819 Rp 71,367,041,267 Rp 114,139,934,086 Rp 97,105,946,990 40 Rp 42,772,892,819 Rp 95,156,055,023 Rp 137,928,947,842 Rp 129,474,595,987 50 Rp 42,772,892,819 Rp 118,945,068,779 Rp 161,717,961,598 Rp 161,843,244,984 60 Rp 42,772,892,819 Rp 142,734,082,534 Rp 185,506,975,354 Rp 194,211,893,981 70 Rp 42,772,892,819 Rp 166,523,096,290 Rp 209,295,989,109 Rp 226,580,542,978 80 Rp 42,772,892,819 Rp 190,312,110,046 Rp 233,085,002,865 Rp 258,949,191,975 90 Rp 42,772,892,819 Rp 214,101,123,801 Rp 256,874,016,621 Rp 291,317,840,971 100 Rp 42,772,892,819 Rp 237,890,137,557 Rp 280,663,030,376 Rp 323,686,489,968

Meli Gustina : Pembuatan Phenol Dari Cumene Hidroperoksida Dengan Katalis Asam Sulfat Dengan Kapasitas 10.000 Ton/Tahun, 2009 USU Repository © 2008


(5)

Gambar LE. 4 Grafik BEP

Meli Gustina : Pembuatan Phenol Dari Cumene Hidroperoksida Dengan Katalis Asam Sulfat Dengan Kapasitas 10.000 Ton/Tahun, 2009 USU Repository © 2008


(6)

Meli Gustina : Pembuatan Phenol Dari Cumene Hidroperoksida Dengan Katalis Asam Sulfat Dengan Kapasitas 10.000 Ton/Tahun, 2009 USU Repository © 2008

Tabel LE 14. Data Perhitungan IRR

Thn Laba sebelum

pajak Pajak

Laba Sesudah

pajak Depresiasi Net Cash Flow

P/F pada i

= 10%

PV pada i = 10%

P/F pada i

= 11%

PV pada i = 11%

0 - - - -

-218,153,793,679 1

-218,153,793,679 1 -218,153,793,679 1 43,023,459,592 12,889,537,878

30,133,921,714 14,705,033,486 44,838,955,201 0.9091 40,762,686,546 0.9009 40,395,455,136 2 47,325,805,551 14,180,241,665

33,145,563,886 14,705,033,486 47,850,597,372 0.8264 39,545,948,241 0.8116 38,836,618,271 3 52,058,386,106 15,600,015,832

36,458,370,274 14,705,033,486 51,163,403,761 0.7513 38,439,822,510 0.7312 37,410,239,868 4 57,264,224,717 17,161,767,415

40,102,457,302 14,705,033,486 54,807,490,788 0.6830 37,434,253,663 0.6587 36,103,391,797 5 62,990,647,188 18,879,694,157

44,110,953,032 14,705,033,486 58,815,986,518 0.6209 36,520,100,166 0.5935 34,904,425,310 6 69,289,711,907 20,769,413,572

48,520,298,335 14,705,033,486 63,225,331,821 0.5645 35,689,051,532 0.5346 33,802,844,267 7 76,218,683,098 22,848,104,929

53,370,578,169 14,705,033,486 68,075,611,655 0.5132 34,933,552,774 0.4817 32,789,190,930 8 83,840,551,408 25,134,665,422

58,705,885,985 14,705,033,486 73,410,919,472 0.4665 34,246,735,722 0.4339 31,854,943,076 9 92,224,606,549 27,649,881,965

64,574,724,584 14,705,033,486 79,279,758,070 0.4241 33,622,356,583 0.3909 30,992,421,303 10 101,447,067,203 30,416,620,161

71,030,447,042 14,705,033,486 85,735,480,529 0.3855 33,054,739,184 0.3522 30,194,705,523

146,095,453,243 129,130,441,803

IRR = 10 + 146.095.453.243 x (11 – 10) = 10,02 % 146.095.453.243 – 129.130.441.803