Nilai B = c and 16,711,680256256 = 10B491 and 16,711,680256256
= 100001011010010010001and111111110000000000000000 100000000100000000
= 100000000000000000000100000000100000000 = 1000000000000100000000
= 10000= 16 desimal Langkah di atas dilakukan sampai pixel 3,3 dan nilai RBG dimasukkan ke dalam
matriks RGB cover image seperti pada Tabel 2.2 berikut.
x,y 1
2 3
241,180,144 241,180,144
241,180,144 145, 180, 16
1 145,180,150
17,180,144 145,180,152
241,52,144
2 21,180,200
209,180,244 240,36,128
55,104,148
3 199,150,111
193,244,144 249,183,144
241,180,144 Tabel 2.2 Matriks RGB Cover Image
2.4.1 Pembacaan Embed Image
Sebelum dilakukan penyisipan, pada embed image dilakukan pembacaan nilai piksel untuk memperoleh tiga komponen warna RGB yang akan disisipkan ke dalam cover
image. Diberikan cuplikan embed image dengan nilai piksel dalam bilangan hexa seperti pada Gambar 2.5 dengan nilai pixel berada dibawah data bitmap yang terdiri
dari bilangan hexadecimal 0 sampai F. Selanjutnya nilai pixel tersebut diubah ke dalam bilangan biner dengan persamaan 2.1, 2.2 dan 2.3 yaitu:
Nilai R = c and 255,Nilai G = c and 65,280256 dan nilai
B = c and 16,711,680256256.
Gambar 2.4 Embed Image
Header data bitmap
40F4F1 90B4B1 14C4A1 33D491 9EB491 90B41142B491 4134F1
E3BD15A4B4D1 9024F0 3246837 21C4D1 90F4C1 47B7F9 64B4F1
Universitas Sumatera Utara
Sebagai contoh diambil cuplikan embed image pada Gambar 3.2 dengan nilai pixel: f 0,0 = FF
f 0,1 = FF f 0,2 = FF
f 0,3 = FF Dengan nilai biner pixel di atas adalah:
f 0,0 = FF = 111111111111111111111111 f 0,1 = FF =111111111111111111111111
f 0,2 = FF = 111111111111111111111111 f 0,3 = FF = 111111111111111111111111
Dari nilai piksel di atas dapat dihitung nilai komponen RGB embed imagesama dengan cover image dan diperoleh matrik embed image seperti pada Tabel 2.3.
x,y 1
2 3
255,255,255 255,255,255 255,255,255
255,255,255
1
255,255,255 255,255,255 255,255,255
255,255,255
2 255,255,255 255,255,255
255,255,255 255,255,255
3 255,255,255 255,255,255
255,255,255 255,255,255
Tabel 2.3 Matriks RGB Embed Image
2.5 Watermarking
Watermarking merupakan sebuah proses penambahan kode secara permanen ke dalam citra digital. Penyisipan kode ini harus memiliki ketahanan robustness yang cukup
baik dari berbagai manipulasi, seperti pengubahan, transformasi, kompresi, maupun enkripsi. Kode yang disisipkan juga tidak merusak citra digital sehingga citra digital
terlihat seperti aslinya. Watermarking dapat juga merupakan cara untuk menyisipkan watermark kedalam media yang ingin dilindungi hak ciptanya. Watermarking
merupakan proses penanaman watermark. Digital Watermarking merupakan cara yang digunakan untuk menyisipkan informasi atau watermark pada suatu dokumen
digital. Dari defenisi-definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa watermarking merupakan cara untuk menyisipkan watermark atau proses penambahan kode secara
permanen ke dalam citra digital yang ingin dilindungi hak ciptanya dengan tidak merusak citra aslinya dan tahan terhadap serangan Sugiono, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Watermark merupakan sebuah pola atau kode atau data tertentu yang membawa informasi tertentu sesuai dengan tujuannya dan sengaja ditanamkan secara
permanen kedalam data media induknya. Watermark dalam citra digital tersebut tidak dapat diketahui keberadaannya oleh pihak lain yang tidak mengetahui rahasia skema
penyisipan watermark. Watermark tersebut juga tidak dapat diidentifikasi dan dihilangkan. Penggunaan watermarking sangat diperlukan untuk melindungi karya
intelektual digital seperti gambar, teks, musik, video, dan termasuk perangkat lunak. Penggandaan atas produk digital yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab semakin merajalela tanpa ada ikatan hukum yang pasti sehingga merugikan pemegang hak cipta akan produk digital tersebut. Oleh karena itu,
penyisipan watermark memiliki peran yang cukup signifikan untuk mencegah terjadinya penggandaan terhadap produk digital.
Label watermark adalah sesuatu data atau informasi yang akan dimasukkan kedalam data digital yang ingin dilakukan proses watermarking. Ada 2 jenis label
watermark yang dapat digunakan:
1. Teks biasa
Label watermark dari teks biasanya menggunakan nilai-nilai ASCII dari masing- masing karakter dalam teks yang kemudian dipecahkan atas bit per bit. Kelemahan
dari label ini adalah kesalahan pada satu bit saja akan menghasilkan hasil yang berbeda dari teks sebenarnya.
2. Citra atau suara
Berbeda dengan teks, kesalahan pada beberapa bit masih dapat memberikan persepsi yang sama dengan aslinya, baik oleh pendengaran maupun penglihatan
kita. Oleh karena itu, penyisipan logo sebagai label watermark dirasakan lebih
efektif dibandingkan teks, citra, ataupun suara karena selain tidak sensitif terhadap kesalahan bit, ukuran file juga tidak terlalu besar. Logo yang dipakai berupa logo
biner atau hitam putih karena komputasi yang dibutuhkan tidak terlalu rumit namun tetap menjamin visualisasi yang cukup baik.
2.5.1 Digital Watermarking
Teknik watermarking video digital memiliki prinsip yang sama dengan watermarking
Universitas Sumatera Utara
pada media lainnya. Secara umum, watermarking terdiri dari dua tahapan, yaitu penyisipan watermark dan ekstraksiverifikasi atau pendeteksian watermark.
Pengekstraksian dan pendeteksian sebuah watermark sebenarnya tergantung pada algoritma yang digunakan untuk watermarking. Pada beberapa algoritma
watermarking, watermark dapat diekstraksi dalam bentuk yang eksak, sedangkan pada algoritma yang lain, hanya dapat dilakukan pendeteksian watermark pada media
digitalnya Halim, 2010. Secara umum proses watermarking pada file video ditunjukkan pada Gambar
2.5 dimana file video disisipi dengan watermark menggunakan kunci sebagai sarana kepemilikan untuk dapat membuka watermark yang disisipkan melalui encoder yang
berisi algoritma penyisipan watermark kedalam video digital seperti pada Gambar 2.5.
Key K
Original Watermarked Video I Video I
w
Watermark sequence W
Gambar 2.5. Penyisipan watermark Sugiono, 2008.
Video ber-watermark yang dihasilkan dari proses watermarking tidak berbeda jauh secara visual dengan aslinya. Hal ini disebabkan karena pengubahan dari video
digital asli ke video ber-watermark hanya berpengaruh sedikit terhadap perubahan warna dan suara. Proses watermarking perlu didukung dengan proses ekstraksi
watermark. Proses ekstraksi atau verifikasi ini bertujuan untuk mendapatkan kembali video digital asli dan watermark yang disisipkan dalam video digital tersebut.
Umumnya proses ekstraksi atau verifikasi melibatkan proses pembandingan video asli dengan video ber-watermark untuk mendapatkan watermark yang disisipkan, seperti
yang digambarkan pada Gambar 2.6. Embedding
E
mb
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Ekstraksi Watermark Sugiono, 2008.
Pengkategorian watermarking
berdasarkan proses
ekstraksiverifikasi watermark terbagi 2 jenis, yaitu Munir, 2007:
a. Blind Watermarking
Verifikasi watermark tanpa membutuhkan media yang asli. b.
Non-Blind Watermarking Verifikasi watermark dengan membutuhkan media asli.
Sebuah teknik watermarking yang bagus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Fidelity
Penyisipan suatu watermark pada media seharusnya tidak mempengaruhi nilai media tersebut. Watermark pada media idealnya tidak dapat dipersepsi oleh indera
dan tidak dapat dibedakan dengan media yang asli.
2. Robustness
Watermark dalam media digital harus memiliki ketahanan yang cukup terhadap pemrosesan digital yang umum.
3.
Security
Watermarking memiliki daya tahan terhadap usaha sengaja untuk memindahkan watermark dari suatu media ke media yang lain.
4.
Imperceptibility
Keberadaan watermark tidak dapat dipersepsi secara langsung oleh penglihatan manusia.
Key K
TestExtracted Video I
I
Watermark W
e
Original
VIDEO
Extraction D
tc
Detection
Original Watermark W
Universitas Sumatera Utara
5.
Key Uniqueness
Kunci yang digunakan pada proses dan penyisipan dan ekstraksi adalah sama dan tidak ada kunci lain yang bisa digunakan untuk membukanya. Perbedaan kunci
seharusnya menghasilkan watermark yang berbeda pula. 6.
Non-Invertibility
Proses untuk mendeteksi apakah media tersebut ber-watermark atau tidak akan sangat sulit jika hanya diketahui media ber-watermark saja.
7.
Image Dependency
Watermark yang berada pada suatu media bergantung pada isi dari media tersebut.
2.5.2 Aplikasi Watermark
Watermark telah diterapkan secara luas untuk mengatasi berbagai tindak kejahatan yang berkaitan dengan dokumen digital Munir, 2007. Fungsi penggunaan watermark
tersebut antara lain adalah sebagai: 1.
Identifikasi kepemilikan Sebagai identitas dari pemilik dokumen digital, identitas ini disisipkan dalam
dokumen digital dalam bentuk watermark. Biasanya identitas kepemilikan seperti ini diterapkan melalui visible watermarking. Contohnya url halaman web tempat
suatu gambar di-download. 2.
Bukti kepemilikan Watermark merupakan suatu bukti yang sah yang dapat dipergunakan di
pengadilan. Banyak kasus pemalsuan foto yang akhirnya terungkap karena penggunaan watermark ini.
3. Memeriksa keaslian isi karya digital
Watermark juga dapat digunakan sebagai teknik untuk mendeteksi keaslian dari suatu karya. Suatu image yang telah disisipi watermark dapat dideteksi perubahan
yang dilakukan terhadapnya dengan memeriksa apakah watermark yang disisipkan dalam image tersebut rusak atau tidak.
4. User authentication atau fingerprinting
Seperti halnya bukti kepemilikan, watermark juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan hak akses atau penanda sidik jari dari suatu media digital.
Universitas Sumatera Utara
5. Transaction tracking
Fungsi transaction tracking ini dapat dilakukan pada image yang mengandung watermark. Pengimplementasiannya dilakukan dengan memberikan watermark
yang berbeda pada sejumlah domain atau kelompok pengguna. Sehingga bila image tersebar diluar domain tersebut, dapat diketahui domain mana yang
menyebarkannya. 6.
Piracy protectioncopy Untuk dapat melakukan ini, perancang watermark harus bekerjasama tidak hanya
pada masalah software, tetapi juga dengan vendor yang membuat hardware. Sehingga sebelum dilakukan peng-copy-an, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
apakah image tersebut boleh di-copy atau tidak. 7.
Broadcast monitoring Dalam dunia broadcastingtelevision news channel, watermark biasanya disisipkan
sebagai logo dari perusahaan broadcasting yang bersangkutan. Hal ini dilakukan untuk menandai berita yang mereka siarkan. Sehingga bila pihak lain merekam
berita tersebut, maka watermark-nya akan otomatis terbawa.
2.5.3 Klasifikasi Watermarking
Klasifikasi terhadap watermarkingdapat dikelompokkan dalam beberapa kategori. Kategori yang pertama berdasarkan kenampakan dari watermark.
1. Visible Watermarking
Pada visible watermarking ini, watermark yang disisipkan pada suatu media terlihat dengan jelas. Watermark biasanya berbentuk logo atau teks baik
transparan atau tidak yang diletakkan tidak mengganggu atau menutupi media asal. Jenis watermarking ini biasanya diterapkan pada media yang memang
dimaksudkan untuk disebar secara umum bersama dengan identitas pemilik asal media tersebut.
2. Invisible Watermarking
Sesuai namanya, watermark pada invisible watermarking yang disisipkan pada media tidak lagi dapat dipersepsi dengan indera. Namun, keberadaannya tetap
dapat dideteksi. Penerapan teknik invisible watermarking ini lebih sulit dari pada teknik yang digunakan pada visible watermarking.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, watermark juga dikategorikan berdasarkan kekuatan watermark yang ada pada media. Berikut penjelasannya:
1. Fragile Image Watermarking
Fragile image watermarking merupakan jenis watermark yang ditujukan untuk menyisipkan label kepemilikan media digital. Pada fragile watermarking ini,
watermark mudah sekali berubah atau bahkan hilang jika dilakukan perubahan terhadap media digital. Dengan begitu, media digital sudah tidak lagi memiliki
watermark yang asli. Fragile image watermarking ini biasanya digunakan agar dapat diketahui apakah suatu image sudah berubah atau masih sesuai aslinya.
Jenis watermark inilah yang banyak diterapkan pada suatu media digital.
2. Robust Image Watermarking
Robust image watermarking adalah teknik penggunaan watermark yang ditujukan untuk menjaga integritas atau orisinalitas media digital. Watermark
yang disisipkan pada media akan sangat sulit sekali dihapuskan atau dibuang. Dengan Robust Image, proses penggandaan media digital yang tidak memiliki
izin dapat dihalangi. Kebanyakan aplikasi dari robust watermarking ini bukan pada sebuah media digital, melainkan pada sistem proteksi CD atau DVD
Aliwa, et al. 2009
2.6 Algoritma Watermarking DCT
Algoritma yang digunakan pada digital watermarking beragam tetapi secara umum teknik ini menggunakan redundant bits sebagai tempat menyembunyikan pesan pada
saat dilakukan kompresi data, dan kemudian menggunakan kelemahan indera manusia yang tidak sensitive sehingga pesan tersebut tidak ada perbedaan yang terlihat atau
yang terdengar. Algoritma DCT merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam watermark citra dengan menggunakan cara dengan menyisipkan data pada frekuensi
rendah dari piksel cover image. Teknik ini dapat digunakan untuk menyisipkan data yang ukurannya sesuai dengan kebutuhan. Ukuran file yang telah disisipkan data sama
dengan ukuran file sebelum disisipkan data ditambah denganukuran data yang disisipkan ke dalam file tersebut. Dalam teknik ini, data disisipkan pada akhir file
Universitas Sumatera Utara
dengan diberi tanda khusus sebagai pengenal start dari data tersebut dan pengenal akhir dari data tersebut Krisnawati, 2008.
Watermark pada citra dengan DCT dilakukan dengan cara terlebih dahulu melakukan transformasi terhadap citra yang akan disisipi watermark. Setelah
dilakukan transformasi, kemudian dilakukan modifikasi terhadap koefisien-koefisien DCT sesuai dengan bit watermark yang akan disisipkan. Setelah dilakukan
modifikasi, dilakukan inverse DCT untuk mengembalikan data citra ke domain spasial agar dapat direpresentasikan Winarso, 2007.
Misalkan data media cover seperti pada Tabel 2.4.
196 10 97
182 101
40 67
200 100
50 90
50 25
150 45
200 75
28 176
56 77
100 25
200 101
34 250
40 100
60 44
66 99
125 190
200
Tabel 2.4. Data Media Cover Sukrisno, 2007
2.6.1 Menghitung Koefisien DCT Citra
Koefisien DCT citra dihitung dengan menggunakan DCT satu dimensi didefenisikan pada persamaan berikut:
∑ [
] 2.4
untuk 0 Cu menyatakan koefisien ke-u dari himpunan hasil transformasi DCT.
menyatakan anggota ke- dari himpunan asal. menyatakan banyaknya suku
himpunan asal dan himpunan hasil transformasi. dinyatakan oleh persamaan
berikut: Untuk
√ 2.5
Universitas Sumatera Utara
√ 2.6
a. Menghitung Matriks Transform
∑ [ ]
dimana u =
√�
u=0 u = √
�
Karena u=0 maka digunakan rumus u =
√�
b. Menghitung Matriks Transpose
A’ matrikstranspose yaitu perubahan kolom menjadi baris dari matriks hasil transform.
2.6.2 Discrete Cosine TransformDCT
DCT adalah sebuah teknik untuk mengubah sebuah sinyal kedalam komponen frekuensi dasar. Sifat dari DCT adalah mengubah informasi citra yang signifikan
dikonsentrasikan hanya pada beberapa koefisien DCT dimana blok-blok citra di transformasikan dari domain spasial ke domain frekuensi spasial yang disebut dengan
koefisien DCT. Frekuensi koefisien DCT yang lebih rendah muncul pada kiri atas dari sebuah matriks DCT dan frekuensi koefisien DCT yang lebih tinggi berada pada
kanan bawah dari matriks DCT. DCT bekerja dengan memisahkan gambar ke bagian frekuensi yang berbeda. Proses penyisipan dilakukan pada bagian frekuensi yang
tinggi karena
penglihatan manusia tidak begitu sensitive dengan error-error yang ada pada frekuensi tinggi dibanding dengan yang ada pada frekuensi rendah Jiansheng, et al.
2009.
Langkah-langkah penyisipan DCT 1.
Perhitungan Matriks Transform 2.
Perhitungan Matriks Transpose 3.
Perhitungan Nilai Koefisien DCT
Universitas Sumatera Utara
Proses perhitungan koefisien DCT yaitu: 1.
Buat matriks transform yaitu matriks A. 2.
Buat matriks citra original yaitu matriks X. 3.
Perkalian matriks A dengan X Yaitu matriks A baris ke-nol kolom ke-nol di kalikan dengan matriks X
kekolom ke-nol pada matriks X. 4.
Lakukan penjumlahan antara A matriks transform terhadap matriks X matriks citra original dari matriks kolom ke-nol dan pada baris ke-nol,
sampai A baris ke N-1 dan X kolom ke N-1, di mana N adalah banyaknya pixel citra. Sehingga perkalian matriks A matriks transform terhadap X
matriks citra original di hasilkan nilai Y’ dari baris ke N-1 sampai M-1. Untuk lebih jelasnya langkah-langkah penyisipan citra dengan algoritma DCT dapat
dilihat seperti pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Flow Chart DCT Keterangan:
Matriks A = Matriks transform
Matriks X = Matriks citra asli
Matriks A’ = Matriks transpose
Start
Matriks A,X,A’
DCT=A X A’
Koefisien DCT
End
Universitas Sumatera Utara
Pada pembentukan matriks transform dapat dilihat seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Flow Chart Matriks Transform
Keterangan: Pada Gambar 2.8 dihasilkan matriks transform yang akan diubah menjadi matriks
transpose dengan merubah posisi baris menjadi kolom seperti pada Gambar 2.9.
Start
Input Matriks Citra
End
i = 0
T = Sqrt 1N
A = t cos
� �
Martiks Transform T = Sqrt 2N
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9. Flow Chart Matriks Transpose
Setelah pembentukan matriks transpose, maka dilakukan perkalian antara matriks transform dengan matriks citra asli seperti pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Flow Chart Pembentukan matriks DCT
Start
Matriks Transform A
Baris A Colum A’
Matriks Trans pose A’
End
Start
Matriks A, matriks X
Matriks A MatriksX
Matriks Y’
A
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Flow Chart Pembentukan matriks DCT Lanjutan
2.6.3 Perhitungan Matriks Transform
Untuk sebuah matriks citra n x m, 2-D DCT dapat dihitung dengan cara 1-D DCT diterapkan pada setiap baris dari colomdan kemudian hasilnya dihitung DCT untuk
setiap kolomnya.
2.7 √
√
√ A0,0 = 0.5
√ A0,1 = 0.5
√ A0,2 = 0.5
MatriksY’MatriksA’
Matriks DCT Y
End A
Universitas Sumatera Utara
√ A0,3 = 0.5
√ A1,0 = 0.653
√ A1,1 = 0.271
√ A1,2 = -0.271
√ A1,3 = -0.653
√ A2,0 = 0.5
√ A2,1 = -0.5
√ A2,2 = -0.5
√ A2,3 = 0.5
√ A3,0 = 0.271
Universitas Sumatera Utara
√ A3,1 = -0.653
√ A3,2 = -0.653
√ A3,3 = -0.271
Nilai koefisien DCT dari hasil perhitungan di atas dimasukkan ke dalam matriks transform seperti pada Gambar 2.12.
0.5 0.5
0.5 0.5
0.653 0.271 -0.271 -0.653
0.5 -0.5
-0.5 0.5
0.271 -0.653 0.653 -0.271 Gambar 2.12. Matriks Transform
2.6.3.1 Perhitungan Matriks Transpose A’
Matriks transpose yaitu perubahan kolom menjadi baris dan baris menjadi kolom dari matriks transform A seperti pada Gambar 2.13.
0.5 0.653
0.5 0.271
0.5 0.271
-0.5 -0.653
0.5 -0.271
-0.5 0.653
0.5 -0.653
0.5 -0.271
Gambar 2.13 Matriks Transpose
2.6.3.2 Perkalian Matriks Citra dengan Matriks Transform
Universitas Sumatera Utara
Untuk memperoleh koefisien DCT citra, maka dilakukan perkalian matriks Transform dengan matriks cover image
Y’=AX seperti pada Gambar 2.14.
0.5 0.5
0.5 0.5
10 10
10 30
0.653 0.271
-0.271 -0.653
X 30
40 200
200 0.5
-0.5 -0.5
0.5 40
40 10
30 0.271 -0.653
0.653 -0.271
10 200
30 10
Gambar 2.14 Perkalian Matriks Transform dengan matriks cover image Y’0,0 = 0.510 + 0.530 + 0.540 + 0.510
Y’0,0 = 45 Y’0,1 = 0.510 + 0.540 + 0.540 + 0.5200
Y’0,1 = 145 Y’0,2 = 0.510 + 0.5200 + 0.510 + 0.530
Y’0,2 = 125 Y’0,3 = 0.530 + 0.5200 + 0.530 + 0.510
Y’0,3 = 135 Y’1,0 = 0.65310 + 0.27130 + -0.27140 + -0.65310
Y’1,0 = -2.71 Y’1,1 = 0.65310 + 0.27140 + -0.27140 + -0.653200
Y’1,1 = -124.07 Y’1,2 = 0.65310 + 0.271200 + -0.27110 + -0.65330
Y’1,2 = 38.43 Y’1,3 = 0.65330 + 0.271200 + -0.27130 + -0.65310
Y’1,3 = 59.13 Y’2,0 = 0.510 + 0.530 + 0.540 + 0.510
Y’2,0 = 45 Y’2,1 = -0.510 + -0.540 + -0.540 + -0.5200
Y’2,1 = -145 Y’2,2 = -0.510 + -0.5200 + -0.510 + -0.530
Y’2,2 = -125 Y’2,3 = 0.530 + 0.5200 + 0.530 + 0.510
Universitas Sumatera Utara
Y’2,3 = 135 Y’3,0 = 0.27110 + -0.65330 + 0.65340 + -0.27110
Y’3,0 = 6.53 Y’3,1 = 0.27110 + -0.65340 + 0.65340 + -0.271200
Y’3,1 = -51.49 Y’3,2 = 0.27110 + -0.653200 + 0.65310 + -0.27130
Y’3,2 = -129.49 Y’3,3 = 0.27130 + -0.653200 + 0.65330 + -0.27110
Y’3,3 = -105.59
Hasil perhitungan di atas dimasukkan pada Matriks Y’ seperti pada Gambar 2.15. 45
145 125
135 -2.71
-124.07 38.43
59.13 45
-145 -125
135 6.53
-51.49 -129.49
-105.59 Gambar 2.15
Matriks Y’
Selanjutnya hitung matriks Y dengan cara perkalian matriks Y’ dengan matriks
Transpose Y=Y’A’ seperti pada Gambar 2.16. 45
145 125
135 0.5
0.653 0.5
0.271 -2.71
-124.07 38.43
59.13 X
0.5 0.271
-0.5 -0.653
45 -145
-125 135
0.5 -0.271
-0.5 0.653
6.53 -51.49
-129.49 -105.59
0.5 -0.653
0.5 -0.271
Gambar 2.16 Perkalian Matriks Y dengan Transpose
Y0,0 = 450.5 + 1450.5 + 1250.5 + 1350.5 Y0,0 = 225
Y0,1 = 450.653 + 1450.271 + 125-0.271 + 135-0.653 Y0,1 = -53.35
Y0,2 = 450.5 + 145-0.5 + 125-0.5 + 1350.5 Y0,2 = -45
Y0,3 = 450.271 + 145-0.653 + 1250.653 + 135-0.271 Y0,3 = -37.45
Universitas Sumatera Utara
Y1,0 = -2.710.5 + -124.070.5 + 38.430.5 + 59.130.5 Y1,0 = -14.61
Y1,1 = -2.710.653 + -124.070.271 + 38.43-0.271 + 59.13-0.653 Y1,1 = -84.41
Y1,2 = -2.710.5 + -124.07-0.5 + 38.43-0.5 + 59.130.5 Y1,2 = 71.03
Y1,3 = 2.710.271 + -124.07-0.653 + 38.430.653 + 59.13-0.271 Y1,3 = 90.82
Y2,0 = 450.5 + -1450.5 + -1250.5 + 1350.5 Y2,0 = -45
Y2,1 = 450.653 + -1450.271 + -125-0.271 + 135-0.653 Y2,1 = -64.19
Y2,2 = 450.5 + -145-0.5 + -125-0.5 + 1350.5 Y2,2 = 225
Y2,3 = 450.271 + -145-0.653 + -1250.653 + 135-0.271 Y2,3 = -11.33
Y3,0 = 6.530.5 + -51.490.5 + -129.490.5 + -105.590.5 Y3,0 = -140.02
Y3,1 = 6.530.653 + -51.490.271 + -129.49-0.271 + -105.59-0.653 Y3,1 = 94.35
Y3,2 = 6.530.5 + -51.49-0.5 + -129.49-0.5 + -105.590.5 Y3,2 = 40.96
Y3,3 = 6.530.271 + -51.49-0.653 + -129.490.653 + -105.59-0.271 Y3,3 = -20.54
Hasil perhitungan di atas dimasukkan pada Matriks Y seperti pada Gambar 2.17. 225
-53.35 -45
-37.45 -14.61
-84.41 71.03
90.82 -45
-64.19 225
-11.33 -140.02
94.35 40.96
-20.54 Gambar 2.17 Matriks Y
Frekuensi menengah
Frekuensi tinggi
Frekuensi rendah
Universitas Sumatera Utara
Sekarang matriks DCT cover image berisi koefisien-koefisien, dan untuk melakukan penyisipan pada piksel pada daerah frekuensi tinggi, juga jika hendak melakukan
ekstraksi dengan membaca piksel-piksel pada frekuensi tersebut seperti berikut.
1. Koefisien 94.35 dengan nilai piksel xx sebagai piksel embed 1
2. Koefisien 225 dengan nilai piksel xx sebagai piksel embed 2
3. Koefisien 90.82 dengan nilai piksel xx sebagai piksel embed 3
4. Koefisien 40.96 dengan nilai piksel xx sebagai piksel embed 4
5. Koefisien -11.33 dengan nilai piksel xx sebagai piksel embed 5
6. Koefisien -20.54 dengan nilai piksel xx sebagai piksel embed 6
2.6.3.3 Invers DCT IDCT
Invers DCT adalah proses mengembalikan cover image dari domain frekuensi menjadi domain spasialnya agar dapat direpresentasikan secara visual. Perhitungan IDCT
dilakukan dengan cara mengalikan matriks transpose A’ dengan matriks DCT Y.
X’=A’Y seperti pada Gambar 2.18.
0.5 0.653
0.5 0.271
225 -53.35
-45 -37.45
0.5 0.271
-0.5 -0.653
X -14.61
-84.41 71.03 40.82 0.5
-0.271 -0.5
0.653 -45
-64.19 175
-61.33 0.5
-0.653 0.5
-0.271 -140.02
44.35 -9.04 -70.54
Gambar 2.18 . Perkalian Matriks Transpose A’ dengan Matriks DCT Q50 Y’
X’0,0 = 0.5225 + 0.653-14.61 + 0.5-45 + 0.271-140.02 X’0,0 = 42.51
X’0,1 = 0.5-53.35 + 0.653-84.41 + 0.5-64.19 + 0.27144.35 X’0,1 = -101.87
X’0,2 = 0.5-45 + 0.65371.03 + 0.5175 + 0.271-9.04 X’0,2 = 108.93
X’0,3 = 0.5-37.45 + 0.65340.82 + 0.538.67 + 0.271-29.46 X’0,3 = 19.28
Universitas Sumatera Utara
X’1,0 = 0.5225 + 0.271-14.61 + -0.5-45 + -0.653-140.02 X’1,0 = 222.47
X’1,1 = 0.5-53.35 + 0.271-84.41 + -0.5-64.19 + -0.65344.35 X’1,1 = -46.41
X’1,2 = 0.5-45 + -0.27171.03 + -0.5175 + -0.653-9.04 X’1,2 = -123.34
X’1,3 = 0.5-35.45 + 0.27140.82 + -0.538.67 + -0.653-29.46 X’1,3 = -6.76
X’2,0 = 0.5225 + -0.271-14.61 + -0.5-45 + 0.653-140.02 X’2,0 = 222.47
X’2,1 = 0.5-53.35 + -0.271-84.41 + -0.5-64.19 + 0.65344.35 X’2,1 = 57.25
X’2,2 = 0.5-45 + -0.27171.03 + -0.5175 + 0.653-29.35= -148.41 X’2,3 = 0.5-35.45 + -0.27140.82+-0.538.67+0.653-29.46= -67.35
X’3,0 = 0.5225 + -0.653-14.61 + 0.5-45 + -0.271-140.02 X’3,0 = 137.48
X’3,1 = 0.5-53.35 + -0.653-84.41 + 0.5-64.19 + -0.27144.35 X’3,1 = -15.66
X’3,2 = 0.5-45 + -0.65371.03 + 0.5175 + -0.271-29.35 X’3,2 = 26.57
X’3,3 = 0.5-35.45 + -0.65340.82 + 0.538.67 + -0.271-29.46 X’3,3 = -17.06
Hasil perhitungan di atas dimasukkan pada matriks X’ seperti pada Gambar 2.19.
42.51 -101.87
103.42 20.28
222.47 -46.41
-71.58 -6.76
222.47 57.25
-148.41 -67.35
137.48 -15.66
26.57 -17.06
Gambar 2.19 Matriks X’
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya matriks X’ dikalikan dengan matriks A transform
X=X’A
seperti pada Gambar 2.20
42.51 -101.87
103.42 20.28 0.5
0.5 0.5
0.5 222.47
-46.41 -71.58
-6.76 X
0.653 0.271
-0.271 -0.653
222.47 57.25
-148.41 -67.35 0.5
-0.5 -0.5
0.5 137.48
-15.66 26.57
-17.06 0.271
-0.653 0.653
-0.271 Gambar 2.20
Perkalian Matriks X’ dengan Matriks Transform X’0,0 = 42.510.5 + -101.870.653 + 103.420.5 + 20.280.271
X’0,0 = 11.93 X’0,1 = 42.510.5 + -101.870.271 + 103.42-0.5 + 20.28-0.653
X’0,1 = -71.30 X’0,2 = 42.510.5 + -101.87-0.271 + 103.42-0.5 + 20.280.653
X’0,2 = 10.39 X’0,3 = 42.510.5 + -101.87-0.653 + 103.420.5 + 20.28-0.271
X’0,3 = 133.99 X’1,0 = 222.470.5 + -46.410.653 + -71.580.5 + -6.760.271
X’1,0 = 43.30 X’1,1 = 222.470.5 + -46.410.271 + -71.58-0.5 + -6.76-0.653
X’1,1 = 138.86 X’1,2 = 222.470.5 + -46.41-0.271 + -71.58-0.5 + -6.760.653
X’1,2 = 155.18 X’1,3 = 222.470.5 + -46.41-0.653 + -71.580.5 + -6.76-0.271
X’1,3 = 107.58 X’2,0 = 222.470.5 + 57.250.653 + -148.410.5 + -67.350.271
X’2,0 = 56.16 X’2,1 = 222.470.5 + 57.250.271 + -148.41-0.5 + -67.35-0.653
X’2,1 = 244.93 X’2,2 = 222.470.5 + 57.25-0.271 + -148.41-0.5 + -67.350.653
X’2,2 = 125.94 X’2,3 = 222.470.5 + 57.25-0.653 + -148.410.5 + -67.35-0.271
X’2,3 = 17.89
Universitas Sumatera Utara
X’3,0 = 137.480.5 + -15.660.653 + 26.570.5 + -17.060.271 X’3,0 = 67.17
X’3,1 = 137.480.5 + -15.660.271 + 26.57-0.5 + -17.060.653 X’3,1 = 40.07
X’3,2 = 137.480.5 + -15.66-0.271 + 26.57-0.5 + -17.06-0.653 = 70.83 X’3,3 = 137.480.5 + -15.66-0.653 + 26.570.5 + -17.06-0.271 = 96.87
Hasil perhitungan di atas dimasukkan pada matriks X sebagai citra hasil penyisipan seperti pada Gambar 2.21.
11.93 -71.30
10.39 133.99
43.30 138.86
155.18 107.58
56.16 244.93
125.94 17.89
67.17 40.07
70.83 96.87
Gambar 2.21 Matriks X
2.7 Pengukuran Fidelity