Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Memilih Norma Penghitungan Di Kantor Pelayanan Pajak (Kpp) Pratama Medan Polonia

(1)

TUGAS AKHIR

PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MEMILIH NORMA

PENGHITUNGAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN PETISAH

O L E H

Nama : Rizki Mardiana Nim : 082600080

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat, hidayah, dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini yang berjudul “PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MEMILIH NORMA PENGHITUNGAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN POLONIA”. Laporan Akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan dari semua pihak yang telah membantu selama proses penulisan Laporan Tugas Akhir ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Jurusan Program Studi Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Bastari, M. SP, BKP, selaku Dosen Pembimbing atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing penulis dan memberikan masukan dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.


(3)

4. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Administrasi Perpajakan lainnya Kak Corby, Pak Indra, Bang Faisal, dan juga Bang Ijal atas segala curahan ilmu pengetahuan selama masa studi.

5. Supervisor Lapangan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah yang telah nengizinkan penulis dalam pengambilan data serta informasi yang dibutuhkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Teristimewa rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada orang yang paling di sayangi penulis Ayahnda Sumardi dan Ibunda Yetti yang selalu memberikan pencerahan dan membimbing, serta memotivasi penulis sehingga penulis selalu bersemangat dalam mengerjakan Tugas Akhir ini .

7. Kepada keluargaku Andri, Diah, Rahma dan nenekku.

8. Terima kasih kepada kekasihku Rizky Pratama yang selalu memberikan motivasi dan selalu menemani penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

9. Kepada sahabat-sahabatku Fitrah dan Cibro yang telah dengan setia dan ikhlas menemani, memotivasi dan membantuku dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.

10.Kepada teman-teman seangkatan dan seperjuangan Stambuk’08 yang telah menemani penulis hingga selesai pekuliahan.

11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(4)

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Dan ini semua tidak terlepas dari keterbatasan waktu, bahan, pengalaman, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun demi mencapai hasil yang maksimal untuk Tugas Akhir ini. Sehingga dapat memberikan manfaat bagi penulis, mahasiswa dan masyarakat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang perpajakan.

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Kiranya Allah SWT memberikan hidayah-nya kepada kita semua sehingga sukses dalam mencapai cita-cita yang diinginkan. Amin…Amin Yarobbal Alamin…!

Hormat Saya, Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……… i

Daftar Isi ……….. iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PKLM………... 1

B. Tujuan dan Manfaat PKLM……….. 3

C. Uraian Teoritis………. 5

D. Ruang Lingkup PKLM………... 7

E. Metode PKLM……… 7

F. Metode Pengumpulan Data………... 8

G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM………. 9

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM A. Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Petisah……… 13

B. Visi dan Misi KPP Pratama Medan Petisah………. 15

C. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah………16


(6)

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK A. Ketentuan Umum

1. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)………. 22 2. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak (PKP)……… 24 3. Fungsi Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak……….27 B. Jangka Waktu Dan Tempat Pelaporan Kegiatan Usaha

1. Jangka Waktu Pelaporan Kegiatan Usaha……….. 29 2. Tempat Pelaporan Kegiatan Usaha……….. 32

C. Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 1. Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pada

Kantor Pelayanan Pajak (KPP)……….. 35 2. Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Secara

Jabatan……… 38

3. Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Dengan Sistem E-Registration………. .42 D.Mekanisme Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

(NPPKP)

BAB IV ANALISIS DATA DAN EVALUASI A. Analisa Masalah

1. Statistik Kuantitas Pendaftaran Dan Pencabutan Pengukuhan Nomor Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)……….. 48


(7)

2. Pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)……… 50

3. Kendala Yang Dihadapi Dalam Pendaftaran Dan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak……… 52

4. Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Untuk Mengatasi Kendala Yang Dihadapi Dalam Pendaftaran Dan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak………. 54

B. Evaluasi Masalah

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……… 56 B. Saran……….. 56 DAFTAR PUSTAKA


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dewasa ini bangsa di dunia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan menuju kemakmuran, begitu juga halnya dengan bangsa Indonesia. Pembangunan dilaksanakan di segala bidang, meliputi pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang adil makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk dapat melaksanakan pembangunan tersebut, diperlukan adanya beberapa faktor pendukung seperti stabilitas yang mantap dan terjamin. Hal ini merupakan faktor pendukung yang sangat penting menuju keberhasilan pembangunan., selain itu pembangunan juga membutuhkan dana yang cukup, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dengan adanya faktor-faktor tersebut diharapkan pembangunan yang direncanakan dan akan dilaksanakan berjalan dengan lancar dan mencapai sasaran yang telah ditentukan.

Dalam membiayai pembangunan, pemerintah memiliki sumber-sumber penerimaan yang berasal dari dalam dan luar negeri. Salah satu jalan yang ditempuh oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari dalam negeri terutama penerimaan dari sektor pajak, karena dari tahun ke tahun sumbangan yang diperoleh dari sektor pajak yang semakin meningkat sedangkan penerimaan negara yang berasal dari migas semakin


(9)

sedikit. Hal ini disebabkan karena harga minyak dan gas bumi tidak menentu di pasaran dan persediaannya sudah semakin menipis.

Untuk lebih jelasnya disini penulis mencoba untuk menjelaskan tentang pajak secara singkat. Pengertian pajak secara umum adalah peralihan keuangan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung sebagai alat pendorong, penghambat, atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar keuangan Negara (Mursyidi, 1996:1).

Menurut golongannya pajak dibagi menjadi dua, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. Contoh dari pajak langsung adalah pajak penghasilan, sedangkan contoh dari pajak tidak langsung adalah pajak pertambahan Nilai.

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dipungut oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan barang dan atau jasa. Pajak Pertambahan Nilai tergolong juga pajak objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objek yang dikenakan pajak dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari subjeknya. Pada pajak objektif dimulai dengan objeknya seperti keadaan, peristiwa perbuatan dan lain-lain, baru kemudian dicari orang yang harus membayar pajaknya yaitu subjeknya. Untuk dapat meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, maka diperlukan berbagai faktor pendukung seperti aparatur pajak yang baik dan siap


(10)

melayani, juga Wajib Pajak sebagai Subjek Pajak itu sendiri. Peran serta dalam meningkatkan penerimaan pajak adalah sangat penting artinya.

Subjek pajak adalah pengusaha dan pengusaha kena pajak, serta pengusaha kecil. Pengusaha adalah orang atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan aktivitas sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN 1984. (Sukardi, 2010:63)

Subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Pengusaha Kena Pajak

Termasuk dalam kelompok ini adalah pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a yaitu menyerahkan BKP, Pasal 4 ayat (1) huruf c yaitu menyerahkan JKP, dan Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPN 1984 yaitu mengekspor BKP, serta bentuk kerjasama operasi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) PeraturanPemerintah Nomor 143 Tahun 2000. (Sukardi, 2010:64)

Apabila sampai dengan suatu Masa Pajak dala satu tahun buku jumlah peredaran bruto lebih dari Rp600.000.000,00, maka pengusaha ini memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak sehingga wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya.


(11)

Pengusaha bukan PKP yang menjadi subjek PPN meliputi pengusaha yang melakukan kegiatan dimaksud Pasal 4 ayat (1) huruf b, huruf d, dan huruf f serta Pasal 16C UU PPN 1984. (Sukardi, 2010:66)

Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang menyerahkan BKP dan atau JKP dalam satu tahun buku memperoleh jumlah peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Sukardi, 2010:67)

Pengusaha Kecil (Ps. 3A ayat (2) UU PPN 1984) dapat memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP. Jika pengusaha kecil memilih dikukuhkan menjadi PKP, maka wajib melaksanakan seluruh kewajiban PKP. Mulai 1 Juni 2002, pengenaan PPN atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 553/KMK.04/2000 tanggal 6 Desember 2000 diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002. Dalam keputusan yang terakhir ini, pengreditan Pajak Masukannya ditetapkan sebagai berikut.

1. Untuk penyerahan BKP yang dilakukan oleh PKP PE, sebesar 80% dari Pajak Keluaran;

2. Untuk penyerahan BKP yang dilakukan oleh selain Pedagang Eceran, sebesar 70% dari Pajak Keluaran;


(12)

Atas dasar pemikiran tersebut penulis menyajikan proposal tugas akhir ini dengan judul :

“PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MEMILIH NORMA PENGHITUNGAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN PETISAH.”

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Sebagai tujuan dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah :

a. Untuk mengetahui tata cara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi Pengusaha Kena Pajak yang menghitung PPh-nya menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah dalam pelaksanaan pengawasan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berdasarkan Norma Penghitungan.

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah Bagi Mahasiswa

a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

b. Dapat membandingkan serta menerapka konsep teori-teori yang diperoleh di bangku perkuliahan dengan kenyataan di lapangan.


(13)

c. Menigkatkan potensi personal, sosial dan profesionalitas sumber daya yang dimiliki mahasaiswa.

Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara a. Meningkatkan hubungan kerja sama antara Kantor Pelayanan Pajak

(KPP) Pratama dan universitas khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

b. Mendapat masukan dari laporan praktik kerja yang dilakukan mahasiswa tentang penerapan konsep-konsep komunikasi yang ada di perusahaan.

Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah a. Sebagai bahan masukan bagi pimpinan untuk meningkatkan sumber

daya manusia melalui pembangunan di bidang perpajakan.

b. Mendapat masukan dan saran dalam hal Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Memilih Norma Penghitungan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah.

c. Mempromosikan image Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah kepada Wajib Pajak.


(14)

C. Uraian Teoritis 1. Fungsi Pajak

Dalam suatu penelitian diperlukan adanya suatu teori-teori yang mendukung objek kajian yang akan didalami dalam pelaksanaan PKLM. Oleh karena itu perlu disusun suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir sudut mana masalah itu disoroti.

Untuk lebih mengenal pajak disini penulis mencoba menjelaskan apa sebenarnya pajak tersebut.

a. Pajak adalah merupakan pungutan, tetapi dengan sifat khusus yaitu tanpa adanya jasa timbal balik secara langsung (Lesmana, 1994:4).

b. Pajak adalah peralihan keuangan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung sebagai alat pendorong, penghambat, atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar keuangan (Mursyidi, 1996:1).

2. Fungsi Pajak

Fungsi pajak dalam masyarakat suatu negara terbagi dalam dua jenis fungsi (Resmi, 2008:5) yaitu :

a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun


(15)

pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun identifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan, dan lain-lain.

b. Fungsi Regularend (Pengatur)

Artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutannya (Resmi, 2008:7).

Menurut Golongan

Pajak dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Pajak Langsung

Pajak yang harus ditanggung atau dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.


(16)

2. Pajak Tidak langsung

Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

3. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak di wilayah Pabean, Impor Barang Kena Pajak dan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak tidak langsung karena dipungut secara insidentil yang artinya pajak hanya dipungut jika terjadi tatsbestand saja dan pembayarannya bisa dilimpahkan kepada pihak lain.

Sebagai pajak tidak langsung, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Secara Ekonomis

Berarti pajak dapat dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak.


(17)

b. Secara Yuridis

Tanggung jawab pembayar pajak kepada kas negara tidak berada di tangan pihak yang memikul beban pajak.

Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri, sebenarnya tujuan akhir Pajak Pertambahan Nilai adalah mengenakan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi baik yang dilakukan oleh perorangan maupun oleh badan pemerintah. Pajak Pertambahan Nilai dapat dipungut beberapa kali pada berbagai mata rantai jalur perusahaan. Kendatipun dipungut beberapa kali, tetapi karena pengenaannya barang/jasa pada jalur perusahaan berikutnya, maka beban pajak ini pada akhirnya tidaklah lebih berat.

4. Dasar Hukum

Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah antara lain dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

5. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia menggunakan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Pajak Masuka adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada


(18)

waktu pembelian Barang Kena Pajak/ penerimaan Jasa Kena Pajak atau impor barang. Sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak.

Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang, maka pada setiap penyerahan Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan diwajibkan membuat faktur pajak sebagai bukti pemungutan pajak. Faktur pajak tersebut menjadi Pajak Keluaran bagi Pengusaha Kena Pajak, dilain pihak faktur pajak itu bagi pembeli berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak penjual yang digunakan sebagai dasar melakukan pengkreditan.

6. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai antara lain ; a. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung b. Pajak Objektif

c. Multi Stage tax

d. Mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menggunakan Faktur Pajak

e. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri

f. Pajak Pertambahan Nilai bersifat netral


(19)

7. Mekanisme PPN Dengan Menggunakan Pedoman Pajak Masukan Bagi PKP Untuk Menghitung PPh-nya Dengan Norma Penghitungan Penghasilan Netto

a. Dasar Hukum

1. Pasal 9 ayat (7) UU PPN 1984

2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 553 / KMK.04 / 2000, 22 Desember 2000.

3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252 / KMK.03 / 2002 tanggal 31 Mei 2002.

b. Mekanisme Pengreditan Pajak Masukan

1. Pengusaha yang memilih menggunakan Pedoman Pengreditan Pajak Masukan wajib memberitahukan secara tertulis kepada KPP dengan cara membubuhkan catatan pada kolom tersedia dalam SPT Masa PPN.

2. Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 553 / KMK.04 / 2000 tanggal 22 Desember 2000 ditetapkan bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dihitung berdasarkan persentase sebagai berikut :

a. 70% dari Pajak Keluran, dalam hal PKP menyerahkan BKP b. 40% dari Pajak Keluran, dalam hal PKP menyerahkan JKP 3. PKP wajib menyelenggarakan catatan jumlah peredaran bruto

yang menjadi DPP.

4. Apabila dalam satu Masa Pajak, PKP tidak memenuhi syarat untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, maka mulai permulaan Tahun Buku berikutnya, PKP tersebut tidak diperbolehkan menggunakan Pedoman Pengreditan.


(20)

c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 553 / KMK.04 / 2000 mulai 1 Juni 2002 diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252 / KMK.03 / 2002 tangal 31 Mei 2002. Dalam Keputusan Menteri Keuangan yang baru ini norma penghitungan pengreditan Pajak Masukan bagi PKP yang PPh-nya dihitung menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu :

1. PKP Pedagang Eceran yang menyerahkan Barang Kena Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah 80% dari Pajak Keluaran;

2. PKP selain PKP Pedagang Eceran yang menyerahkan Barang Kena Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah 70% dari Pajak Keluaran;

3. PKP yang menyerahkan Jasa Kena Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditakan adalah 40% dari Pajak Keluaran.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam penulisan proposal Praktik Kerja Lapangan Mandiri di sini penulis hanya membahas mengenai PPN terutama PPN dengan menggunakan Pedoman Pajak Masukan bagi PKP untuk menghitung PPh-nya dengan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) penulis akan menggunakan metode sebagai berikut :


(21)

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan dimulai dari penentuan tempat di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah, mencari bahan untuk pembuatan proposal, hingga konsultasi dengan pihak dosen.

2. Studi Literatur

Penulis mencari berbagai sumber-sumber bacaan seperti buku-buku, Undang-undang, dan literatur yang berhubungan dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap data yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

4. Pengumpulan Data

Yaitu dengan mencari serta mengumpulkan data mengenai topik yang akan dibahas yang tersedia di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah. Dalam pengumpulan data terdapat data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku atau literatur.

5. Analisa dan Evaluasi Data

Setelah seluruh data dikumpulkan maka dilaksanakan analisa dan evaluasi data. Teknik analisis data yang digunakan dengan menghitung dan


(22)

menganalisa data yang diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah.

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

Dalam mengumpulkan data-data yang disajikan penulis menggunakan 3 (tiga) alat pengumpulan data, yaitu :

1. Daftar Observasi

Yaitu mengamati langsung bukti-bukti dan prosedur yang ada pada KPP yang dilakukan pada saat riset di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Petisah.

2. Daftar Wawancara

Yaitu mewawancarai para pimpinan atau kasubsi PPN dan para pegawai yang dianggap berhubungan olangsung dengan permasalahan.

3. Daftar Dokumentasi

Yaitu dengan mengumpulkan teori-teori, data-data mengenai pemeriksaan yang ad pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Didalam penulisan ini, penulis akan membagi dalam 5 (lima) bab, dan masing-masing bab terdiri dari atas beberapa sub bab. Adapun


(23)

sistematika dari penulisan ini masing-masing bab tersebut adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Di dalam bab ini penulis mengemukakan latar belakang PKLM, tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoristis, ruang lingkup PKLM, metode PKLM, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan laporan PKLM.

Bab II : Gambaran Umum Objek / Lokasi PKLM

Bab ini merupakan gambaran umum tentang sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah, dan uraian umum tentang seksi Pajak Pertambahan Nilai.

Bab III : Gambaran Data PKLM

Didalam bab ini akan diterangkan data-data yang akan disajikan mengenai tentang Pajak Pertambahan Nilai.

Bab IV : Analisis dan Evaluasi Data

Dalam bab ini penulis menyajikan data-data yang menyangkut tentang penggunaan Norma Penghitungan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam hal pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.


(24)

Bab ini merupakan penutup dari bab-bab sebelumnya yang berisikan kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat meningkatkan ilmu perpajakan bagi aparatur pajak maupun bagi masyarakat banyak.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

Sebelum tahun 1967, Kantor Pelayanan Pajak bernama Kantor Inspeksi Pajak Medan dan oleh pemerintah dipecah menjadi dua bagian, yaitu:

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No.17 A

2. Kantor Inspeksi Pajak Selatan yang berlokasi di Jl. Dipenogoro No. 30 A

Pada tahun 1978, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu hanya ada dua Kantor Pelayanan Pajak yaitu Kantor Inspeksi Medan Pajak Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran.

Pada tanggal 1 April 1979 Kantor Inspeksi Pajak diseluruh Indonesia diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Untuk wilayah Medan, Kantor Pelayanan Pajak dibagi menjadi dua bagian,yaitu:

1. Kantor Pelayan Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No. 17 A

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Dipenogoro No. 30 A


(26)

Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 443/KMK01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang organisasi dan tata kerja kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.

Namun seiring dengan perubahan kinerja di lingkungan DJP untuk menuju yang lebih baik, maka dilakukan reorganisasi di lingkungan DJP melalui sistem modernisasi, sehingga terbagi menjadi :

1. KPP Madya Medan

2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Petisah 4. KPP Pratam Binjai

5. KPP Pratama Medan Belawan 6. KPP Pratama Medan Kota 7. KPP Pratama Medan Timur 8. KPP Pratama Medan Polonia 9. KPP Pratama Lubuk Pakam

KPP Medan Petisah didirikan pada tanggal 26 Mei 2008 yang terletak di Jl. Asrama No.7 A Medan, dengan membawahi tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Helvetia, dan Kecamatan Medan Sunggal.


(27)

KPP Pratama Medan Petisah mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugasnya, KPP Pratama Medan Petisah menyelenggarakan fungsi:

1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan

2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan

3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya

4. Penyuluhan perpajakan

5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak 6. Pelaksanaan ekstensifikasi

7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak 8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak

9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak 10.Pelaksanaan konsultasi perpajakan


(28)

12.Pembetulan ketetapan pajak

13.Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

14.Pelaksanaan administrasi kantor

Logo dan makna logo

Dalam menentukan logo, tentu saja instansi yang bersangkutan memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus, apalagi instansi kepemerintahan seperti KPP Pratama Medan Petisah yang berada di bawah naungan Departemen Keuangan (DepKeu) Republik Indonesia. Setiap logo tentunya memiliki makna-makna tersendiri begitu juga dengan DepKeu Republik Indonesia.

Keterangan :

1. Tulisan yang berbunyi “Nagara Dana Rakca” artinya penghimpunan negara.

2. Bentuk padi melambangkan kemakmuran.


(29)

4. Bentuk sayap merupakan hakekat dari struktur yang kuat dan tangguh serta terkoordinir.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa lambang Menteri Keuangan memiliki makna, yaitu: “Menteri Keuangan yang bertugas sebagai penghimpun dana negara yang bersih demi kemakmuran rakyat Indonesia”.

B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan tugas–tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing – masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur tersebut juga untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan secara maksimal.

KPP Pratama Medan Petisah dikepalai oleh seorang Kepala Kantor yang secara operasional bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak.

KPP Pratama Medan Petisah terdiri dari sepuluh seksi yang masing – masing seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi. Struktur organisasi yang ada di KPP Pratama Medan Petisah dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Seksi Pengolahan Data dan Informasi; 2. Seksi Pelayanan;

3. Seksi Penagihan; 4. Seksi Pemeriksaan;


(30)

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I; 7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II; 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III; 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV; 10.Kelompok Jabatan Fungsional.

Untuk lebih jelas mengenai struktur organisasi pada KPP Pratama dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Bagan I Struktur Organisasi


(31)

C. Deskripsi Tugas 1. Sub Bagian Umum

Tugas dan fungsi :

a. Melakukan urusan tata usaha b. Melakukan urusan kepegawaian c. Melakukan urusan keuangan

d. Melakukan urusan dan perlengkapan rumah tangga 2. Seksi Pelayanan

Tugas dan fungsi :

a. Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan

c. Menerima, meneliti, dan merekam surat permohonan dari Wajib Pajak dan surat-surat lainnya

d. Melakukan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak dan surat lainnya

e. Melakukan Penyuluhan Perpajakan

f. Melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan data, dan pencabutan identitas Wajib Pajak

g. Melakukan urusan kearsipan Wajib Pajak h. Melakukan Kerjasama Perpajakan

3. Seksi Pengawasan dan Konsultasi Tugas dan fungsi :


(32)

a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak b. Membimbing/menghimbau kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis

perpajakan

c. Melakukan penyusunan profil Wajib Pajak d. Menganalisiskinerja Wajib Pajak

e. Memberikan konsultasi kepada wajib pajak tentang Ketentuan Peraturan Perundang – undangan Perpajakan

f. Melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi

g. Memberikan usulan pembetulan ketetapan pajak, pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

h. Melakukan evaluasi hasil banding 4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Tugas dan fungsi :

a. Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan

b. Perekaman dokumen perpajakan

c. Merekam SSP lembar 3

d. Merekam SPT Masa PPN 1107, 1107A dan 1107B


(33)

f. Merekam PPh Pasal 23/26

g. Merekam PPh Final Pasal 4 ayat (2)

h. Melakukan urusan tata usaha penerimaan perpajakan

i. Melakukan pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

j. Memberikan pelayanan dukungan teknis komputer

k. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing l. Penyiapan laporan kinerja

5. Seksi Penagihan Tugas dan fungsi :

a. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak b. Penundaan dan angsuran tunggakan pajak c. Penagihan aktif

d. Memberikan usulan penghapusan piutang pajak e. Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan 6. Seksi Ekstensifikasi

Tugas dan fungsi :

a. Melakukan pengamatan potensi perpajakan b. Pendataan objek dan subjek pajak

c. Pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi


(34)

d. Pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG 7. Seksi Pemeriksaan

Tugas dan fungsi :

a. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan

c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya


(35)

BAB III

GAMBARAN DATA PRAKTIK A. KETENTUAN UMUM

1. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Kewajiban mendaftarkan diri diawali dari dasar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang menyatakan bahwa “Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat berkedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Kewajiban pelaporan terkait pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan disamping kewajiban mendaftarkan diri, terdapat pula kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) bagi yang memenuhi ketentuan sebagai PKP.

Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam daerah pabean dan/atau melakukan ekspor JKPdan/atau BKP tidak berwujud


(36)

diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, memungut pajak yang terutang, serta penghitungan pajak.

Pengusaha dapat berbentuk usaha perseorangan atau badan yang dapat berupa Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan, lembaga, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan bentuk usaha lainnya (termasuk bentuk usaha kerja koperasi).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan “Setiap Wajib Pajak atau Pengusaha wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak atau Pengusaha terdaftar atau dikukuhkan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir Surat Pemberitahuan, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah


(37)

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

a) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran

b) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak (PKP)

a) Memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).

Untuk tahun 2001 dan seterusnya pada setiap pengukuhan sebagai PKP tidak perlu lagi diberikan NPPKP tersendiri.

b) Memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.

c) Menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan PPnBM yang terutang.

d) Melaporkan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.

3. Fungsi Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

a) Mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya. b) Pelaksana hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPnBM.


(38)

c) Pengawasan administrasi perpajakan.

B.JANGKA WAKTU DAN TEMPAT PELAPORAN KEGIATAN USAHA 1. Jangka Waktu Pelaporan Kegiatan Usaha

Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dibeberapa tempat, juga wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.

Batas waktu pelaporan usaha untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak adalah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai di jalankan. Namun demikian, pengusaha dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebelum saat usaha mulai dijalankan yaitu saat pendirian atau saat usaha nyata-nyata mulai dilakukan.

Setiap orang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat merugikan pendapatan Negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dan paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak mau atau kurang bayar.

Wajib Pajak yang tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak akan diterbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara Jabatan.


(39)

2. Tempat Pelaporan Kegiatan Usaha

a) Tempat pelaporan kegiatan usaha pengusaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan/atau kegiatan usaha Wajib Pajak.

b) Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha di luar tempat tinggal atau tempat kedudukannya, setiap tempat tersebut merupakan tempat terutangnya pajak dan Pengusaha Kena Pajak dimaksud wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

c) Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran orang pribadi yang tempat tinggalnya tidak sama dengan tempat kegiatan usaha dilakukan dan Pengusaha Kena Pajak tersebut tidak melakukan kegiatan usaha apapun di tempat tinggalnya, maka tempat terutangnya pajak adalah hanya di tempat kegiatan usaha dilakukan. Dengan demikian, secara administratif terhadap Pengusaha Kena Pajak dimaksud hanya dikukuhkan di tempat kegiatan usaha dilakukan.

d) Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha tertentu, yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang elektronik yang mempunyai toko dibeberapa pusat perbelanjaan, disamping wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga diwajibkan mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal


(40)

Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan.

e) Apabila perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, baik sebagai pusat maupun cabang perusahaan, maka pemindahan Barang Kena Pajak antartempat tersebut (dari pusat atau sebaliknya atau penyerahan barang kena pajak antar cabang), termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tempat-tempat kegiatan usaha wajib pajak.

C. MEKANISME PENDAFTARAN PENGUKUHAN PENGUSAHA

KENA PAJAK (PKP)

1. Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Pengusaha melakukan :

a. Pengusaha harus mengisi formulir permohonan pendaftaran Pengukuhan PKP secara lengkap dan jelas.

Dalam hal pengusaha membutuhkan bantuan dalam mengisi formulir tersebut dapat menanyakan kepada petugas pendaftaran Wajib Pajak.

b. Pengusaha menyerahkan formulir permohonan pendaftaran Nomor Pengukuhan PKP yang telah diisi secara lengkap dan jelas serta


(41)

ditandatangani wajib pajak atau kuasanya kepada petugas pendaftaran wajib pajak.

Petugas Pendaftaran mempunyai tugas :

a) Menerima formulir permohonan pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang telah ditandatangani oleh pengusaha atau kuasanya yang sah.

b) Memeriksa kelengkapan pengisian formulir permohonan pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam hal formulir belum sepenuhnya diisi oleh pemohon, petugas mengembalikan formulir kepada pemohon untuk dilengkapi pengisiannya.

c) Merekam dan mencetak Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) serta menyerahkan Bukti Penerimaan Surat (BPS) kepada pemohon setelah ditandatangani petugas pendaftaran Pengukuhan PKP.

d) Mengisi kolom-kolom pada formulir permohonan perubahan data dan wajib pajak pindah dan/atau formulir permohonan pendaftaran pengusaha yang telah diberi keterangan “Diisi oleh petugas”.

e) Melakukan penelitian administrasi untuk mengetahui apakah pemohon telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tata usaha Kantor Pelayanan Pajak atau belum.

f) Apabila berdasarkan hasil penelitian administrasi ternyata :

1. Pemohon telah dikukuhkan sebagai PKP, kepadanya tidak diberikan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP).


(42)

g) Merekam data permohonan sesuai dengan isian pada formulir permohonan pengukuhan PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan.

h) Merekam kewajiban perpajakan pengusaha pada menu aplikasi pendaftaran pengukuhan PKP.

i) Dalam hal pemohon mendaftarkan diri untuk memperoleh pengukuhan PKP, petugas pendaftaran wajib pajak.

1. Mencetak Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan SPPKP paling lama 3 hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

2. Meneruskan SKT dan SPPKP kepada kepala Seksi Pelayanan/Tata Usaha Perpajakan untuk ditandatangani.

j) Mencantumkan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) yang diberikan pada formulir pendaftaran.

k) Mengadministrasikan SKT dan SPPKP yang diterbitkan.

2. Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Secara Jabatan

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Secara Jabatan adalah pemberian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) yang dilakukan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang telah memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan atau melaporkan usahanya berdasarkan data-data yang diperoleh dan dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak.


(43)

1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan, paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Dan memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).

2. Pengusaha Kecil yang tidak memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha Kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lama akhir masa pajak berikutnya.

Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Secara Jabatan :

I. Petugas pendaftaran pada Kantor Pelayanan Pajak mempunyai tugas :

a) Menerima data Pengusaha Kena Pajak yang telah memenuhi syarat untuk dikukuhkan secara jabatan dari petugas yang melaksanakan kegiatan ekstensifikasi, maupun dari Kantor Penyuluhan Pajak.

b) Meneliti administrasi Kantor Pelayanan Pajak untuk mengetahui apakah wajib pajak sudah terdaftar atau belum.

c) Mengisi formulir permohonan pendaftaran perubahan data wajib pajak (KP.PDIP.4.1-00) dari data yang diterima.


(44)

d) Menandatangani formulir permohonan pendaftaran perubahan data wajib pajak (KP.PDIP.4.1-00) pada kolom diisi oleh petugas pajak dalam hal pengukuhan PKP secara jabatan.

e) Merekam data wajib pajak dari formulir permohonan pendaftaran dan perubahan data wajib pajak (KP.PDIP.4.1-00) sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan, mencetak Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) untuk di gabungkan dengan formulir permohonan perubahan data wajib pajak (KP.PDIP.4.1-00).

f) Dalam hal pengukuhan PKP petugas mengisi dan merekam Berita Acara Hasil Pembuktian Alamat (KP.PDIP.4.1.7-00) dari data yang diterima.

g) Mencetak Surat keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00) dan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.3-00) dan kemudian diteruskan kepada Kepala Seksi Tata Usaha Perpajakan untuk ditandatangani.

h) Menyampaikan Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00) dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.3-00) kepada wajib pajak melalui kantor pos tercatat paling lama pada hari berikutnya.

i) Mencantumkan Surat Pengukuhan PKP dan perubahan data pajak (KP.PDIP.4.1-00), selanjutnya membuat berkas sementara yang berisi dokumen pendaftaran pengukuhan PKP dan surat lainnya untuk diteruskan ke Sub Seksi Ketetapan dan Arsip (Tapsip).


(45)

II. Bentuk dan Jenis Formulir yang Digunakan :

a) (KP.PDIP.4.1-00) (Formulir permohonan pendaftaran perubahan data wajib pajak)

b) (KP.PDIP.4.2-00) (Surat Keterangan Terdaftar) c) (KP.PDIP.4.3-00) (Surat pengukuhan PKP)

d) (KP.PDIP.4.4-00) (Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak) e) (KP.PDIP.4.7-00) (Berita Acara Hasil Pembuktian Alamat)

3. Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Dengan Sistem E-Registration

Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak untuk mendaftarkan diri/melaporkan kegiatan usahanya melalui jaringan sistem informasi yang terhubung secara online dengan Direktorat Jenderal Pajak, ditetapkan peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2009 tentang Tata Cara Pendaftaran NPWP dan/atau Pengusaha Kena Pajak dan Perubahan Data Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dengan Sistem e-Registration.

Mekanisme Pendaftaran Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Dengan Sistem e-Registration.

1)Pengusaha Kena Pajak

a. Membuka situs Direktorat Jendral Pajak dengan alamat http ://www.pajak.go.id.


(46)

c. Membuat account dengan melakukan login pada sistem e-Registration. d. Login ke sistem e-Registration dengan mengisi username dan password

yang telah dibuat.

e. Memilih jenis Wajib Pajak yang sesuai (Orang Pribadi, Badan atau Bendahara).

f. Mengisi formulir permohanan pada layar komputer dengan lengkap dan benar.

g. Memilih tombol “daftar” untuk mengirim formulir permohonan pendaftaran pengukuhan PKP.

h. Mencetak formulir permohonan yang sudah diisi secara lengkap dan Surat Keterangan Terdaftar Sementara (SKTS) melalui aplikasi e-Registration. i. Menerima Surat Keterangan Terdaftar (SKT), Surat Pengukuhan

Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) dari KPP dimana wajib pajak terdaftar. 2)Petugas Pendaftaran Wajib Pajak pada KPP tempat Wajib Pajak seharusnya

terdaftar :

a. Memantau informasi permohonan wajib pajak pada sistem e-Registration setiap hari kerja.

b. Menerima, memproses dan melakukan filtering atau isian formulir permohonan pendaftaran pengukuhan PKP yang disampaikan melalui sistem e-Registration.

c. Menerbitkan SKT dan SPPKP paling lama 1 (satu) hari kerja sejak informasi pendaftaran pengukuhan melalui sistem e-Registration diterima


(47)

KPP, sepanjang permohonan pendaftaran pengukuhan PKP diisi secara lengkap.

d. Menyampaikan SKT dan SPPKP kepada Wajib Pajak.

e. Setelah menerbitkan SKT dan SPPKP, Kepala Kantor dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun menugaskan petugas konfirmasi lapangan untuk melakukan konfirmasi lapangan dengan prioritas sesuai tingkat resiko Wajib Pajak dalam rangka membuktikan kebenaran pengisian formulir permohonan yang disampaikan wajib pajak.

f. Kategori Wajib Pajak sebagai wajib pajak berisiko antara lain :

1. Wajib Pajak yang dikirimi surat tetapi “kembali dari pos (kempos) dengan dibubuhi catatan dari kantor pos berupa :

a. Nama tidak dikenal b. Alamat tidak ditemukan

c. Rumah atau gedung tidak dihuni 2. Tidak menyampaikan SPT

3. Wajib Pajak yang sering berpindah KPP tempat terdaftar

4. Wajib Pajak yang sering berpindah alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha

5. Wajib Pajak yang melaporkan adanya kegiatan ekspor

6. Wajib Pajak yang melakukan kegiatan impor (terlihat dari adanya pembayaran pajak dalam rangka impor) tetapi tidak berstatus sebagai PKP


(48)

8. Wajib Pajak yang tidak berstatus sebagai PKP tetapi menyampaikan SPT Masa PPN

9. Wajib Pajak baru berdiri langsung melakukan penyerahan dalam jumlah besar tetapi jumlah kurang bayarnya relatif kecil

10.Wajib Pajak badan yang akte pendiriannya dibuat dihadapan notaris yang sama tanggal dan pendiriannya pada waktu yang bersamaan atau berdekatan

11.Wajib pajak yang memiliki nama yang aneh

12.Wajib Pajak lain yang menurut pertimbangan Kepala KPP termasuk Wajib Pajak berisiko.

g. Dalam hal konfirmasi lapangan menunjukkan bahwa data yang disampaikan oleh PKP terdaftar tidak benar, KPP menerbitkan Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat pencabutan SPPKP secara jabatan untuk disampaikan kepada PKP.

D. MEKANISME PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah tindakan mencabut Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dari Tata Usaha Kantor Pelayanan Pajak, tanpa menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukannya.

Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dicabut :

1. Bila Wajib Pajak pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain, bubar, atau tidak memenuhi syarat sebagai PKP lagi, maka terhadap


(49)

wajib pajak tersebut dilakukan pencabutan pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak.

2. Pencabutan Pengusaha Kena Pajak dilakukan dengan cara mengisi formulir pemukhtahiran data wajib pajak yang pengisiannya data wajib pajak yang pengisiannya dilakukan oleh :

a. Wajib Pajak atau kuasanya yang sah dengan melampirkan Surat Kuasa. b. Petugas Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan dalam hal :

1) Wajib Pajak meninggal dunia tanpa meninggalkan warisan, berdasarkan Surat Keterangan Kematian, atau fotocopi laporan kematian wajib pajak.

2) Warisan Pajak Bentuk Usaha Tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai Bentuk Usaha Tetap dan wajib pajak orang pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai wajib pajak berdasarkan hasil pemeriksaan Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan.

3) Bila wajib pajak pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain atau berubahnya status perusahaan yang mengakibatkan Kantor Pelayanan Pajak yang mengelolanya berubah, Penghapusan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan sebagai berikut:

a. Wajib Pajak mengajukan SPT pindah ke Kantor Pelayanan Pajak lama atau langsung ke Kantor Pelayanan Pajak baru tanpa diisyaratkan harus mengisi formulir pemukhtahiran data pajak.


(50)

b. SPT pindah sebagaimana dimaksud pada butir 3a harus memuat data sekurang-kurangnya mengenai nama, NPWP, nomor register dan alamat baru wajib pajak di tempat yang dituju, yang diperlukan oleh Kantor Pelayanan Pajak lama untuk menerbitkan surat perpindahan wajib pajak dan/atau surat pencabutan nomor pengukuhan PKP untuk dikirimkan ke Kantor Pelayanan Pajak baru.

c. Berdasarkan surat perpindahan wajib pajak dan/atau surat pencabutan nomor pengukuhan pengusaha kena pajak, Kantor Pelayanan Pajak baru akan menerbitkan kartu pendaftaran, kartu NPWP, surat pengukuhan pengusaha kena pajak dan surat pemberitahuan telah terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak baru.

Mekanisme pencabutan nomor pengukuhan pengusaha kena pajak

1. Petugas pendaftaran wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak mempunyai tugas :

a. Menerima dan meneliti formulir permohonan pendaftaran dan perubahan data wajib pajak (KP.PDIP.4.1-00) dari wajib pajak atau dari kantor penyuluhan pajak.

b. Memeriksa kelengkapan formulir permohonan pendaftaran dan perubahan data wajib pajak (KP.PDIP.4.1-00) dan lampiran yang diisyaratkan oleh Direktorat Jendral Pajak.


(51)

Arus Dokumen (LPAD) dan menyampaikan Bukti Penerimaan Surat (BPS) kepada wajib pajak setelah ditandatangani oleh petugas.

d. Menyampaikan formulir permohonan pendaftaran dan perubahan data pajak (KP.PDIP.4.1-00) beserta lampiran yang diisyaratkan ke sub Seksi ketetapan dan Arsip (Tapsip), selanjutnya diteruskan ke unit pemeriksa.

e. Menerima dan merekam hasil pemeriksaan, mencetak Surat Penghapusan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.12-00), dan selanjutnya diteruskan kepada Kepala Seksi TUP untuk ditandatangani.

f. Menyampaikan Surat Penghapusan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.12-00) kepada yang mengajukan permohonan. 2. Bentuk dan Jenis Formulir Yang Digunakan :

a) (KP.PDIP.4.1-00) (Formulir permohonan pendaftaran perubahan data wajib pajak)

b) (KP.PDIP.4.2-00) (Surat Keterangan Terdaftar) c) (KP.PDIP.4.3-00) (Surat Pengukuhan PKP)

d) (KP.PDIP.4.4-00) (Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak) e) (KP.PDIP.4.7-00) (Berita Acara Hasil Pembuktian Alamat) f) (KP.PDIP.4.8-00) (Surat Penolakan Pendaftaran Wajib Pajak

dan Pelaporan Pengusaha Kena Pajak) g) (KP.PDIP.4.10-00) (Surat Pindah)


(52)

h) (KP.PDIP.4.11-00) (Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak)

i) (KP.PDIP.4.12-00) (Surat pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak)

j) (KP.PDIP.4.13-00) (Surat Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak)

k) (KP.PDIP.4.14-00) (Surat Pemberitahuan Pernyataan Pindah) l) (KP.PDIP.4.21-00) (Buku Pengawasan Pendaftaran Data Wajib

Pajak)

Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP apabila jumlah peredaran brutonya dalam suatu tahun buku penuh ternyata tidak melebihi nilai batas penyerahan yang ditetapkan sebagai pengusaha kecil. Apabia PKP tidak mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP, maka pengusaha tersebut dianggap telah memilih menjadi PKP.

Direktorat Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas Direktorat Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka pencabutan pengukuhan dianggap diterima.


(53)

BAB IV

ANALISA DATA DAN EVALUASI

A. Analisa Masalah

1. Statistik Kuantitas Pendaftaran Dan Pencabutan Pengukuhan Nomor Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)

Berikut ini jumlah pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Pratama Lubuk Pakam Pada Tahun 2008, 2009, 2010, dan 2011.

Tabel 4.1

Jumlah Pengukuhan PKP

PKP 20008 2009 2010 2011

Orang Pribadi 6 8 7 9

Badan 95 172 180 108

Jumlah 101 180 187 117

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah (Seksi Pelayanan)

a. ORANG PRIBADI

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat pada tahun 2008 ada sebanyak 6 orang PKP yang dikukuhkan, dan selanjutnya pada periode 2009 terdapat sebanyak 8 orang PKP yang dikukuhkan sehingga terlihat bahwa telah terjadi peningkatan PKP sebanyak 2 orang atau sebesar 33.3% (2/6 x 100%). Lalu pada


(54)

periode 2010 menjadi 7 sehingga terjadi penurunan PKP sebanyak 1 orang atau sebesar 12.5% (1/8 x 100%). Kemudian pada periode 2011 menjadi 9 orang dimana telah terjadi lagi peningkatan PKP sebanyak 2 orang atau sebesar 28.5% (2/7 x 100%).

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa setiap tahun jumlah PKP Orang Pribadi yang dikukuhkan pada KPP Pratama Lubuk Pakam mengalami peningkatan dan penurunan. Terjadi peningkatan PKP berarti kesadaran para PKP untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP semakin bertambah. Dan terjadi penuranan PKP dimungkinkan karena kurangnya kesadaran para PKP untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP juga dikarenakan karena banyaknya PKP yang pindah tempat tinggal/tempat kedudukan usahanya ke wilayah kerja KPP lain.

b. BADAN

Berdasarkan tabel diatas terlihat pada periode 2008 terdapat 95 orang PKP yang dikukuhkan dan pada periode 2009 jumlah PKP yang dikukuhkan menjadi 172 orang sehingga terjadi peningkatan sebanyak 77 orang atau sebesar 81.05% (77/95 x 100%). Kemudian pada periode 2010 menjadi 180 orang dimana terjadi lagi peningkatan PKP sebayak 8 oarang atau sebesar 4.65% (8/172 x 100%). Lalu pada periode 2011 jumlah PKP yang dikukuhkan menjadi 108 orang sehingga terjadi penurunan PKP sebanyak 72 orang atau sebesar 40% (72/180 x 100%).

Berdasarkan data diatas juga disimpulkan bahwa setiap tahun jumlah PKP Badan yang dikukuhkan di KPP Pratama Medan Petisah mengalami peningkatan


(55)

dan penurunan. Hal ini dimungkinkan karena perusahaan-perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk dikukuhkan sebagai PKP Badan. Namun, tidak semua pengusaha yang melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dapat dikukuhkan sebagai PKP. Pihak KPP dapat menolak jika ternyata pengusaha tersebut tidak memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP ataupun dalam hal alamat PKP terbukti tidak benar.

2. Pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)

Berdasarkan data yang diperoleh, pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dilakukan karena :

1. Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang lain.

2. Pengusaha Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan Ketentuan Peraturan perUndang-Undangan perpajakan yang berlaku.

3. Tidak memenuhi syarat lagi sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Adapun hasil pendataan di Kantor Pelayanan Pratama Lubuk Pakam sejak tahun 2008 sampai tahun 2011 belum ada Pengusaha Kena Pajak yang memohon agar fiskus mencabut Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) yang telah diterbitkan sebelumnya.

Melihat data di atas, dapat disimpulkan bahwa hal ini merupakan keadaan yang baik karena jumlah pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak


(56)

(NPPKP) tersebut tidak mempengaruhi jumlah Pengusaha Kena Pajak yang telah dikukuhkan.

Dalam hal tersebut tidak mempengaruhi penerimaan pajak sehingga pemerintah tidak terlalu dirugikan karena berkurangnya penerimaan pajak.

3. Kendala Yang Dihadapi Dalam Pendaftaran Dan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak

1. Rendahnya Tingkat Pengetahuan PKP tentang Perpajakan

Rendahnya tingkat pengetahuan PKP tentang perpajakan merupakan suatu kendala tersendiri yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus. Hal ini, secara tidak sadar sudah melakukan suatu perlawanan dalam perpajakan dalam bentuk tidak membayar pajak yang disebut dengan perlawanan Pasif, yaitu perlawanan yang disebabkan oleh faktor ketidaksengajaan.

Bentuk perlawanan pasif ini tidak terlihat adanya unsur kesengajaan dari pengusaha untuk menghindari pembayaran pajak apalagi menghambatnya. Pengusaha Kena Pajak hanya tidak mengetahui tentang untuk apa, bagaimana, kapan, dan pada siapa pajak harus dibayarkan. Jika dilihat dari sanksi yang diberikan terhadap perlawanan pasif merupakan perlawanan yang paling sulit untuk dikenai sanksi karena mereka memang betul-betul tidak sengaja dalam melakukan pelanggaran.

Sehingga dapat dikatakan apapun betuk perlawanan yang telah dilakukan tetap saja merugikan Negara dan menghambat proses perpajakan.


(57)

2. Rendahnya Kerja Sama Antara PKP dengan Fiskus

Dalam hal komunikasi dan informasi antara PKP dan fiskus menyebabkan terhambatnya pengurusan administrasi perpajakan, ini terlihat apabila PKP melakukan pengurusan-pengurusan dalam hal administrasi perpajakan selalu saja memiliki kendala-kendala PKP tidak melengkapi surat-surat sebagai syarat yang harus dipenuhi dalam administrasi perpajakan, Pengusaha menggunakan perantara yang ditunjuk secara sah oleh hukum atau dengan kata lain tidak dilengkapi dengan surat kuasa dari PKP yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan terhambatnya kelancaran tugas-tugas aparat pajak.

4. Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Untuk Mengatasi Kendala Yang Dihadapi Dalam Pendaftaran Dan Pencabutan Pengusaha Kena Pajak : a. Dalam hal melaksanakan tugasnya merancang Undang-Undang Pajak,

pemerintah harus membuat peraturan yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Jika peraturan yang dibuat sulit untuk dimengerti oleh masyarakat awam, maka secara otomatis akan timbul suatu bentuk perlawanan pajak baik perlawanan aktif maupun pasif, yang cara dan bentuknya berbeda-beda.

b. Jika ditinjau dari pungutan pajak, sebenarnya petugas pajak dapat menyebarkan informasi pajak yang seluas-luasnya dengan biaya yang terjangkau. Karena tujuan utama dari penyebaran informasi pajak adalah untuk memberikan pengertian kepada masyarakat luas sehingga pada akhirnya masyarakat sadar dan ikut berpartisipasi dalam pembayran pajak.


(58)

c. Kebijakan lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam menyebarkan informasi perpajakan adalah mengadakan sosialisai dan memperbanyak buku-buku panduan perpajakan. Cara ini sebenarnya dapat dikatakan cara yang termurah dan efisien, karena sebagian buku-buku ini diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah.

B. Evaluasi Masalah

Berdasarkan uraian pada bab-bab yang sebelumnya dijelaskan bahwa setiap Wajib Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Tetapi dalam kenyataannya masih banyak Wajib Pajak yang tidak mau mendaftarkan diri sebagai PKP karena wajib pajak tersebut beranggapan bahwa mekanisme pendaftaran diri terlalu sulit dan terlalu membuang-buang waktu karena memerlukan waktu yang lama. Bahkan diantara wajib pajak ada yang beranggapan jika mereka mendaftarkan diri sebagai wajib pajak mereka merasa dirugikan.

Sebenarnya dalam hal pelaporan pengukuhan PKP tidaklah sulit jika wajib pajak dalam pelaporannya sesuai dengan mekanisme yang sudah ada. Dan jika wajib pajak masih mengalami kesulitan dalam pengisian formulir permohonan pengukuhan PKP dapat ditanyakan langsung kepada petugas pajak. Untuk itu,


(59)

setiap KPP mempunyai seksi pelayanan pajak yang berguna untuk membantu wajib pajak untuk menyelesaikan masalah pekerjaannya.

Untuk itu penulis mencoba menjelaskan Mekanisme Pendaftaran dan Pencabutan Nomor Pengukuhan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga apabila seorang wajib pajak yang ingin melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dapat mengetahui dengan jelas syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Dan untuk masalah teknisnya diharapkan petugas pendaftaran pada Kantor Pelayanan Pajak terkait, dapat bertindak cepat, tegas, dan lugas dalam menjalankan tugas perpajakannya. Sehingga wajib pajak lebih mudah dan mengerti dalam melaporkan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar.


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan antara lain :

a. Kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak diawali berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa “Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

b. Pengusaha dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila telah memenuhi syarat dibawah ini :

1. Pengusaha tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP berdasarkan kemauannya sendiri.

2. Pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP.

3. Pengusaha Kecil yang tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai pada suatu tahun buku seluruh peredaran brutonya telah melampaui batasan


(61)

c. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

1. Pengusaha Kena Pajak dapat langsung datang ke Kantor Pelayanan Pajak. 2. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara Jabatan adalah pemberian

Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) yang dilakukan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang telah memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan atau melaporkan usahanya berdasarkan data-data yang diperoleh dan dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak.

3. Dengan sistem e-Registration, yaitu melalui jaringan sistem informasi yang terhubung secara online dengan Direktorat Jenderal Pajak.

d. Pencabutan Pengukuhan PKP adalah tindakan mencabut Pengukuhan PKP dari Tata Usaha Kantor Pelayanan Pajak yang dilakukan dalam hal :

1. Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan yang lain.

2. Pengusaha Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan Ketentuan Peraturan perUndang-Undangan perpajakan yang berlaku.

3. Tidak memenuhi syarat lagi sebagai Pengusaha Kena Pajak.

e. Kendala-kendala yang dihadapi Pengusaha Kena Pajak yang ingin mendaftarkan dirinya dalam hal perpajakan :


(62)

1. Rendahnya Tingkat Pengetahuan Pengusaha Kena Pajak tentang perpajakan.

2. Rendahnya Kerja sama antar Pengusaha kena Pajak dengan Fiskus.

f. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh Pengusaha Kena Pajak:

1. Pemerintah membuat peraturan yang mudah dimengerti oleh masyarakat.

2. Menyebarkan informasi pajak yang seluas-luasnya dengan biaya yang terjangkau.

3. Mengadakan sosialisasi dan memperbanyak buku-buku panduan perpajakan.

B. SARAN

a. Mengupayakan peningkatan Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak dengan cara intensifikasi, yaitu perbaikan di dalam organisasi tersebut yakni Kantor Pelayanan Pajak itu sendiri dan diimbangi dengan ekstensifikasi, yaitu penambahan Wajib Pajak atau memperluas objek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Agar Wajib Pajak dapat mengetahui hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakannya, hendaknya Direktorat Jenderal Pajak memperbanyak buku-buku panduan perpajakan bagi masyarakat yang mudah, terjangkau dan mudah dimengerti oleh para pembacanya.


(63)

b. Untuk mengatasi kurangnya kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak perlu dilakukan sosialisasi kepada seluruh wajib pajak dan mengadakan penyuluhan perpajakan, seminar-seminar serta mengefektifkan pojok pajak.

c. Untuk dapat meningkatkan pelayanan pajak dibutuhkan petugas pemerintah yang benar-benar menguasai bidangnya, memiliki keterampilan yang memadai dan sikap moral terpuji dan professional dalam pelayanan sehingga menimbulkan kepercayaan dan rasa puas terhadap pelayanan yang diberikan.

d. Hendaknya pelajaran tentang perpajakan sudah diberi tahu dan diajarkan mulai dari sekolah. Sehingga siswa-siswi mengerti tentang pentingnya pajak untuk masa depan negara.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Wirawan, 2007, tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Rusjdi, Muhammad, 2007, KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), Edisi Keempat, PT. Indeks, Jakarta.

Sihaloho, Cyrus, 2002, Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukardji, Untung, 2001, tentang Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Keempat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Waluyo, 2007, tentang Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007, tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 06 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Departemen Keuangan, KEP-24/PJ/2009, tentang Tata Cara Pendaftaran NPWP dan atau Pengukuhan PKP dan Perubahan Data WP dan/ atau PKP dengan sistem E-Registration.

Republik Indonesia, Departemen Keuangan, SE-65/PJ/2008, tentang Tata Cara Konfirmasi Lapangan dan Pengumuman WP dan atau PKP yang di hapuskan NPWP nya dan di Cabut SKT dan/ atau SPPKP-nya.


(1)

setiap KPP mempunyai seksi pelayanan pajak yang berguna untuk membantu wajib pajak untuk menyelesaikan masalah pekerjaannya.

Untuk itu penulis mencoba menjelaskan Mekanisme Pendaftaran dan Pencabutan Nomor Pengukuhan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga apabila seorang wajib pajak yang ingin melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dapat mengetahui dengan jelas syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Dan untuk masalah teknisnya diharapkan petugas pendaftaran pada Kantor Pelayanan Pajak terkait, dapat bertindak cepat, tegas, dan lugas dalam menjalankan tugas perpajakannya. Sehingga wajib pajak lebih mudah dan mengerti dalam melaporkan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan antara lain :

a. Kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak diawali berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa “Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

b. Pengusaha dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila telah memenuhi syarat dibawah ini :

1. Pengusaha tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP berdasarkan kemauannya sendiri.

2. Pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP.

3. Pengusaha Kecil yang tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai pada suatu tahun buku seluruh peredaran brutonya telah melampaui batasan sebagai Pengusaha Kecil.


(3)

c. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

1. Pengusaha Kena Pajak dapat langsung datang ke Kantor Pelayanan Pajak. 2. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara Jabatan adalah pemberian

Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) yang dilakukan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang telah memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan atau melaporkan usahanya berdasarkan data-data yang diperoleh dan dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak.

3. Dengan sistem e-Registration, yaitu melalui jaringan sistem informasi yang terhubung secara online dengan Direktorat Jenderal Pajak.

d. Pencabutan Pengukuhan PKP adalah tindakan mencabut Pengukuhan PKP dari Tata Usaha Kantor Pelayanan Pajak yang dilakukan dalam hal :

1. Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan yang lain.

2. Pengusaha Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan Ketentuan Peraturan perUndang-Undangan perpajakan yang berlaku. 3. Tidak memenuhi syarat lagi sebagai Pengusaha Kena Pajak.

e. Kendala-kendala yang dihadapi Pengusaha Kena Pajak yang ingin mendaftarkan dirinya dalam hal perpajakan :


(4)

1. Rendahnya Tingkat Pengetahuan Pengusaha Kena Pajak tentang perpajakan.

2. Rendahnya Kerja sama antar Pengusaha kena Pajak dengan Fiskus.

f. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh Pengusaha Kena Pajak:

1. Pemerintah membuat peraturan yang mudah dimengerti oleh masyarakat. 2. Menyebarkan informasi pajak yang seluas-luasnya dengan biaya yang

terjangkau.

3. Mengadakan sosialisasi dan memperbanyak buku-buku panduan perpajakan.

B. SARAN

a. Mengupayakan peningkatan Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak dengan cara intensifikasi, yaitu perbaikan di dalam organisasi tersebut yakni Kantor Pelayanan Pajak itu sendiri dan diimbangi dengan ekstensifikasi, yaitu penambahan Wajib Pajak atau memperluas objek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Agar Wajib Pajak dapat mengetahui hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakannya, hendaknya Direktorat Jenderal Pajak memperbanyak buku-buku panduan perpajakan bagi masyarakat yang mudah, terjangkau dan mudah dimengerti oleh para pembacanya.


(5)

b. Untuk mengatasi kurangnya kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak perlu dilakukan sosialisasi kepada seluruh wajib pajak dan mengadakan penyuluhan perpajakan, seminar-seminar serta mengefektifkan pojok pajak.

c. Untuk dapat meningkatkan pelayanan pajak dibutuhkan petugas pemerintah yang benar-benar menguasai bidangnya, memiliki keterampilan yang memadai dan sikap moral terpuji dan professional dalam pelayanan sehingga menimbulkan kepercayaan dan rasa puas terhadap pelayanan yang diberikan.

d. Hendaknya pelajaran tentang perpajakan sudah diberi tahu dan diajarkan mulai dari sekolah. Sehingga siswa-siswi mengerti tentang pentingnya pajak untuk masa depan negara.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Wirawan, 2007, tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Rusjdi, Muhammad, 2007, KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), Edisi Keempat, PT. Indeks, Jakarta.

Sihaloho, Cyrus, 2002, Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukardji, Untung, 2001, tentang Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Keempat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Waluyo, 2007, tentang Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000, tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007, tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 06 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Departemen Keuangan, KEP-24/PJ/2009, tentang Tata Cara Pendaftaran NPWP dan atau Pengukuhan PKP dan Perubahan Data WP dan/ atau PKP dengan sistem E-Registration.

Republik Indonesia, Departemen Keuangan, SE-65/PJ/2008, tentang Tata Cara Konfirmasi Lapangan dan Pengumuman WP dan atau PKP yang di hapuskan NPWP nya dan di Cabut SKT dan/ atau SPPKP-nya.