Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara

(1)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENGARUH NILAI RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN

NILAI DAN PENANAMAN MODAL (INVESTASI)

TERHADAP EKSPOR SEKTOR INDUSTRI

DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI Diajukan Oleh

Jefri Sibuea 030501076

Departemen Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

ABSTRACT

This study aims to explain the influence of several factors on the export value of industrial sector. Export value of industrial sectors that were examined in this study is the Value of Exports Industrial Sector of North Sumatra for fifteen years.

In this case there are several factors that investigated the Restitution Value Added Tax (VAT), Foreign Direct Investment (FDI), domestic investment. Then the influence of these variables were analyzed using analysis program tools Eviews 4.0 by the method of Ordinary Least Square (OLS).

From the results of this study note that the value of refund of Value Added Tax (VAT), Foreign Direct Investment (FDI), domestic inve stment positive impact of the Industrial Sector Export Value jointly these variables have a significant impact. However, partially, only to have a significant effect of Foreign Direct Investment. Therefore, the increase in FDI should be prioritized to produce Export Value in the Industrial Sector of North Sumatra.

Keywords: Export Value of Industrial Sector, Restitution Value Added Tax (VAT), Foreign Direct Investment (FDI), domestic investment.


(3)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasih karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.

Adapun judul skripsi ini adalah: Pengaruh Nilai Restitusi Pajak

Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara yang membahas faktor-faktor yang

mempengaruhi Nilai Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara.

Masih ada kekurangan dan kelemahan dari sisi penulisan maupun pembahasan dari skripsi ini, oleh karena itu saya mohon kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah banyak membantu dan berperan dalam penulisan skripsi ini:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. Selaku Ketua Departemen

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc, P.hD. Selaku Sekretaris Departemen

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution. Selaku Dosen Wali dan kepada

seluruh Dosen di Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mendidik dan memberikan pemahaman baru serta wawasan bagi penulis


(4)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

selama menjalani perkuliahan dan juga staf Administrasi di lingkungan Departemen Ekonomi Pembangunan maupun Fakultas Ekonomi.

5. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec. Selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulisan skripsi ini. 6. Bapak Drs. Arifin Siregar dan Ibu Raina Linda Sari, SE selaku dosen

pembanding yang telah banyak memberikan saran sehingga saya lebih memahami dan lebih mengerti akan pokok permasalahan dalam skripsi ini. 7. Dengan rasa hormat dan penghargaan yang tinggi kepada Ayahanda H.

Sibuea dan Ibunda tercinta S. Simanungkalit yang telah memberikan dukungan dan dorongan semangat yang tidak ternilai sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini dan juga kepada keluarga baik saudara dan keponakan saya.

8. Kepada teman-teman EP 03 yang tidak dapat saya sebukan satu

persatuyang telah memberi warna baru dan pengalaman yang baru selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih semoga Tuhan Yang Maha Esa selallu memberikan berkatNya kepada kita semua dan skripsi ini bermamfaat bagi setiap orang yang memerlukannya.

Medan, November 2009


(5)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

1.1.Perumusan Masalah ... 7

1.2.Hipotesa ... 7

1.3.Tujuan Penelitian ... 7

1.4.Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : TINJAUAN TEORI ... 9

2.1.PEMBANGUNAN EKONOMI ... 9

2.2. PERDAGANGAN INTERNASIONAL ... 13

2.2.1. Pengertian Perdagangan Internasional ... 13

2.2.2. Tujuan Perdagangan Internasional ... 17

2.2.3. Teori Perdagangan Internasional ... 19

2.3. EKSPOR ... 25

2.3.1. Pengertian Ekspor ... 25

2.3.2. Industrialisasi dan Peningkatan Ekspor .. 27

2.3.3. Investasi ... 31


(6)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

2.3.5. Pajak Ekspor ... 44

2.4. EKSPOR SEKTOR INDUSTRI ... 44

2.5. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ... 45

2.5.1. Subjek Pajak Pertambahan Nilai ... 47

2.5.2. Pengusaha Kena Pajak ... 48

2.5.3. Dasar Pengenaan PPN ... 48

2.5.4. Saat dan Tempat Pajak Terutang ... 50

2.5.5. Tarif dan Menghitung PPN ... 50

BAB III : METODE PENELITIAN ... 56

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 56

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 56

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 56

3.4. Pengolahan Data ... 56

3.5. Model Analisis Data ... 56

3.6. Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 57

3.6.1. R-Square (Koefisien Determinasi) ... 57

3.6.2. Uji t – statistic ... 57

3.6.3. Uji F-statistik ... 58

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 58

3.7.1. Uji Multikolinearitas ... 58

3.7.2. Uji Otokorelasi (autocorrelation) ... 58

3.8. Defenisi Operasional ... 60


(7)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

4.1. GAMBARAN UMUM PROPINSI SUMUT ... 61

4.1.1. Letak Geografis ... 61

4.1.2. Kondisi Iklim dan Topografi ... 63

4.1.3. Kondisi Demografi ... 64

4.1.4. Potensi Wilayah ... 64

4.1.5. Gambaran Perekonomian Sumut ... 66

4.2. KONDISI PEREKONOMIAN SUMUT ... 66

4.2.1. Perdagangan Luar Negeri Sumut ... 67

4.3. HASIL DAN ANALISIS ... 69

4.3.1. Uji Statistik ... 71

4.3.2. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 76

4.4. PEMBAHASAN ... 78

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

5.1. Kesimpulan ... 81

5.2. Saran-Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ...ix LAMPIRAN


(8)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.2.1. Keuntungan Absolut ... 22

2.2.2. Keuntungan Komperatif ... 23

2.3.3.a Perkembangan Persetujuan Penanaman Modal ... 33

2.3.3.b. Paket Kebijakan Investasi Indonesia ... 35

2.3.3.c. Problem Utama dalam Investasi (%) ... 42

4.1.1. Kondisi Geografis Kabupaten/ Kota Sumatera Utara ... 63

4.3.1. Hasil Estimasi ... 70


(9)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.2.1. Keuntungan Perdagangan Luar Negeri ... 16 4.3.1.a. Uji t-statistik pada variabel nilai restitusi PPN ... 72 4.3.1.b. Uji t-statistik pada variabel Penanaman Modal Asing ... 73 4.3.1.c. Uji t-statistik pada variabel Penanaman Modal Dalam Negeri 74 4.3.1.d. Uji F-statistik ... 75 4.3.2.b. Uji Otokorelasi ... 78


(10)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagi suatu negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi merupakan instrumen utama untuk mencapai cita-cita nasionalnya. Ada berbagai indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan ini diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Disetiap negara dan lembaga internasional seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), IMF dan UNDP, menggunakan PDB sebagai indikator untuk mengukur tingkat pembangunan ekonomi suatu negara. Secara teoritis, dapat dikatakan bahwa makin maju pembangunan ekonomi suatu negara makin besar PDB-nya (baik secara total maupun per kapita) sehingga kesejahteraan masyarakat semakin meningkat dengan asumsi pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Namun demikian indikator ini bukanlah alat ukur yang terbaik, karena kesejahteraan masyarakat juga ditentukan oleh persoalan distribusinya.

Melalui indikator pertumbuhan ekonomi ini, Indonesia dicatat oleh Bank Dunia dalam sebuah kajiannya yang diterbitkan dalam buku berjudul The East Asian Miracle, Economic, Growth and Public Policy, September 1993, sebagai kelompok negara yang memiliki keajaiban pertumbuhan, bahkan oleh IMF pada saat itu diramalkan akan menjadi negara industri baru di Asia Tenggara. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tercatat cukup menakjubkan sampai dengan tahun 1996. PDB riil yang dicapai selama tahun


(11)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

1969-1996, melesat dari Rp 49,445 miliar di tahun 1969 menjadi Rp 298,030 miliar di tahun 1996, sehingga terjadi pertumbuhan rata-rata 6,87% per tahun (Alkadri,1999). Selain pertumbuhan yang dinilai ajaib, perekonomian Indonesia juga diwarnai oleh transformasi struktur ekonomi dilihat dari konstribusi masing-masing sektor terhadap PDB dimana sektor industri manufaktur berperan lebih besar dari sektor pertanian. Transformasi ini membawa implikasi ke berbagi bidang kegiatan ekonomi lainnya seperti sumber daya manusia, upah tenaga kerja, ekspor dan impor, investasi asing dan penyedian infrastruktur serta tuntutan terhadap iklim ekonomi yang lebih baik. Peningkatan kontribusi sektor manufaktur ini konsisiten dengan perubahan perjalanan kontribusi ekspor Indonesia, dimana kontribusi ekspor sektor pertanian terhadap PDB menurun dari waktu ke waktu dan peran sektor industri pengolahan meningkat. Namun perubahan-perubahan ini belum mampu memberikan peluang yang cukup untuk meningkatkan peran tenaga kerja dalam sektor perekonomian yang dominan ini (manufaktur) sebagai penyedia kesempatan kerja. Di tahun 1996, dari 80.638.955 orang angkatan kerja usia 15 tahun keatas yang bekerja, kontribusi sektor manufaktur hanya menyerap sebesar 13% sedangkan sektor pertanian 42,31% (Latif Kharie, 1999).

Aktivitas ekspor-impor ini merupakan cermin dari perdagangan internasional. Selama dua puluh lima tahun pertama pembangunan Indonesia, perhatian dipusatkan kepada penciptaan swasembada di bidang sandang dan pangan hingga telah melewati substitusi impor, yang mengarah kepada praktek proteksi yang berlebihan terhadap kegiatan ekonomi dalam negeri. Sekarang harus memasuki pasar internasional untuk melanjutkan pertumbuhannya. Dalam


(12)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

konteks inilah perdagangan internasional yang mengarah pada liberalisasi perdagangan dengan lalu lintas produk, jasa dan investasi suatu negara menjadi tidak dapat dibatasi ruang geraknya. Hal ini membawa konsekuensi perlunya penataan sektor ekonomi untuk orientasi ekspor dalam situasi tingkat persaingan yang semakin ketat.

Salah satu model yang dikembangkan oleh Charles P. Kindleberger (1983) mengenai pertumbuhan ekonomi dan perdagangan internasional adalah bahwa perdagangan luar negeri merupakan sektor yang memimpin. Artinya pertumbuhan ekonomi meningkat karena perluasan perdagangan internasional. Robert Baldwin (1956) menganalisis pertumbuhan ekonomi yang dipimpin oleh sektor primer dan Bela Balassa (1971) menganalisis efek ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Dari sini dapat menggambarkan bahwa, disamping peran pemerintah melalui anggaran (APBN) sebagai penggerak utama perekonomian, peran ekspor tidak kecil artinya bagi kegiatan ekonomi nasional. Sejak adanya deregulasi perdagangan pada tahun 1985, yang berupa pemangkasan berbagai hambatan birokrasi/izin untuk pencapaian efisiensi perdagangan dan orientasi ekspor, telah memberikan dampak perubahan kinerja perekonomian Indonesia. Perubahan ini ditandai dengan bergairahnya komoditi non migas untuk diekspor yang ditandai dengan pergeseran struktur ekspor dari migas ke non migas mulai dari tahun 1987 dan perubahan struktur ekonomi dari dominasi peran sektor pertanian ke sektor industri manufaktur. Nilai ekspor non migas meningkat dari US$ 8.580 juta tahun 1987 menjadi US$ 23.296 juta pada tahun 1992, atau hampir tiga kali lipat dalam waktu lima tahun saja, dan menjadi US$ 34.954 juta di tahun 1995, atau hampir empat kali lipat dalam waktu delapan tahun


(13)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

(Hg.Suseno TW,1996-144). Namun peningkatan ini juga diiringi oleh kenaikan impor yang melebihi ekspor, hal ini dapat dilihat pada kurun waktu sebelum krisis ekonomi di Indonesia. Sejak tahun 1985-1996 ekspor Indonesia tumbuh lambat, rata-rata sebesar 10,14% dibandingkan dengan impornya, rata-rata sebesar 12,45% per tahun (Anang Muftiadi dkk, 1999). Dilihat dari klasifikasi barang ekonomi yang diimpor, komponen terbesar adalah bahan baku dan penolong yang digunakan sebagai bahan baku industri. Transaksi perdagangan internasional ini terekam dalam neraca pembayaran yang jika terjadi impor melebihi ekspor maka ada sejumlah aliran dana ke luar negeri. Artinya sumber-sumber pembiayaan dari luar negeri yang selama ini menutup kebutuhan investasi semakin berkurang.

Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, menurut Simon Kuznets, tidak saja ditandai oleh kemampuan meningkatkan produksi per orang tetapi sebagian besar akan dibarengi oleh perubahaban struktur pranata sosial. Perubahan struktur ekonomi berwujud pergeseran dari struktur agraris ke non agraris (industrialisasi). Disamping itu juga pergeseran kedudukan kelompok ekonomi, seperti status pekerjaan maupun tingkat pendapatan, demikian juga perubahan dalam distribusi barang dan jasa. Industrialisasi merupakan salah satu tahapan perkembangan ekonomi yang dianggap penting untuk mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi merupakan proses perubahan struktur ekonomi dari struktur ekonomi pertanian atau agraris ke struktur ekonomi industri.

Industri manufaktur Indonesia memainkan peranan penting sejak kita menyadari jika tidak bisa mengendalkan ekspor sector migas. Ekspor industri manufaktur menyumbang sekitar 85% ekspor nonmigas dan sekitar 67% total ekspor Indonesia selama 1994-2001. Bahkan kontribusi ekspor industri ini telah


(14)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

melampaui ekspor sektor pertanian dan migas sejak awal dasawarsa 1990-an. Dengan kata lain,industri manufaktur menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perkembangan ekspor nonmigas sepanjang tahun 2004 ekspor cenderung melonjak tajam. Apakah peningkatan di tahun-tahun berikutnya akan terus berlanjut di tengah daya saing Indonesia yang masih rendah.

Pada saat-saat sekarang ini, perbaikan ekspor yang ditempuh pemerintah bukan menghadapi tantangan tetapi ekspor Indonesia menghadapi persoalan rendahnya daya saing produk Indonesia di pasar internasional seperti yang dikemukakan Menteri Perdagangan Marie Pangestu (2005).

Sedangkan rendahnya daya saing dipengaruhi oleh lemahnya nilai tukar rupiah, ekonomi biaya tinggi, minimnya prasarana dan tidak adanya investasi baru. Bagaimana mencapai peningkatan ekspor sesuai yang ditargetkan tergantung pada masalah daya saing yang harus segera dihilangkan. Namun, daya saing bukan persoalan yang mudah dihapuskan begitu saja. Nilai tukar rupiah rentan terguncang.

Faktor-faktor eksternal di dalam negeri seperti politik, keamanan bisa dengan mudah melemahkan nilai tukar dalam sekejap, disamping pengaruh nilai mata uang dollar.

Namun yang sangat dianggap menjadi momok bagi dunia usaha adalah ekonomi biaya tinggi. Agar ekspor meningkat supaya pertumbuhan ekonomi meningkat adalah target objektif dari pemerintah. Akan tetapi tantangannya ekonomi biaya tinggi harus dihilangkan. Arus barang berjalan lancar, pajak dan urusan kepabeanan tidak membebani eksportir.


(15)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Di samping itu, para eksportir juga sangat mengharapkan iklim usaha yang kondusif dan masalah perpajakan bisa dibenahi. Restitusi PPN dipercepat dan keutuhan pengembaliannya bisa terjadi begitu juga pelayanan administrasi PPh. Dalam persoalan ekspor impor, masalah yang sangat perlu diperhatikan adalah masalah perpajakan terutama masalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai atau lebih tepatnya Pajak penjualan, yang dikenal dalam berbagai nama dengan maksud senada, apabila ditelusuri melalui jalur sejarahnya, sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu.

Secara meluas Pajak Penjualan diterapkan di Eropa pada pertengahan abad berikutnya, terutama di Spanyol diterapakan dengan nama “alcabala” dalam abad ke-14 dan kemudian diterapkan di beberapa negara lain yang berada di bawah pengaruhnya. Pemerintah Kerajaan Spanyol berusaha menerapkan Pajak Penjualan dengan tarif 10% (the“tenth penny”) di Belanda selaku salah satu propinsinya, yang berakibat membawa ke arah revolusi yang melahirkan kemerdekaan Belanda.

Restitusi diartikan sebagai pengembalian PPN (pajak pertambahan nilai) karena jumlah pajak masukan (pembelian) melebihi pajak keluaran (penjualan). Umumnya, perusahaan yang berorientasi ekspor yang akan memohon restitusi, sebab dalam upaya mengalakkan ekspor dan juga supaya barang Indonesia lebih kompetitif di luar negeri, pemerintah mengizinkan penjualan ekspor tidak perlu dilakukan pemungutan PPN.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis mencoba menelusuri dari masalah Pengaruh Nilai Restitusi PPN dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara..


(16)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

1.2.Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap nilai ekspor sektor industri di Sumatera Utara.

2. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap nilai

ekspor sektor industri di Sumatera Utara.

3. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap nilai ekspor sektor industri di Sumatera Utara.

1.3. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan di atas, maka hipotesa adalah sebagai berikut: 1. Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mempunyai pengaruh

positif terhadap nilai ekspor sektor industri di Sumatera Utara.

2. Penanaman Modal Asing (PMA) mempunyai pengaruh positif terhadap nilai ekspor sektor industri di Sumatera Utara.

3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mempunyai pengaruh positif terhadap nilai ekspor sektor industri di Sumatera Utara.

1.4. Tujuan Penelitian

Yang merupakan tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap nilai ekspor sektor di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA)

terhadap nilai ekspor sektor industri di Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap nilai ekspor industri di Sumatera Utara.


(17)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan di dapat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk melengkapi hasil-hasil penelitian yang telah ada, khususnya tentang ekspor impor di daerah Sumatera Utara.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan untuk kebijaksanaan perdagangan antar negara.

3. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan penulis dan pembaca yang kiranya dapat berguna di kemudian hari.


(18)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1.PEMBANGUNAN EKONOMI

Secara umum pembangunan ekonomi didefenisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi memiliki tiga sifat penting yaitu: suatu proses yang berarti terjadinya perubahan terus menerus, adanya usaha untuk menarik pendapatan perkapita masyarakat. Dan kenaikan pendapatan perkapita masyarakat yang terjadi dalam jangka panjang.

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung, menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi, bagi daerah, indikator ini lebih penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang.

Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat dinikmati masyarakat sampai di lapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah.

Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin,


(19)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

tertinggal tidak produktif akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategi ini dikenal dengan istilah “ Redistribution With Growth ”.

Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun tergambar melalui penyajian PDRB atas harga konsumen secara berkala, yaitu pertumbuhan yang positif untuk menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Pertumbuhan biasanya disertai dengan proses sumber daya dan dana negara.

Selain itu pertumbuhan ekonomi umumnya disertai dengan terjadinya pergeseran pekerjaan dari kegiatan yang relatif rendah produktifitasnya kegiatan yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi secara potensial cenderung meningkatkan produktifitas pekerja, dan meningkatkan skala unit usaha.

Simon Kuznets (1996) mendefenisikan pertumbuhan ekonomi sebagai “ Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan tehnologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan.

Analisis teori Pattern of Development fokus pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri, dan struktur institusi perekonomian Negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sector industri sebagai mesin utama pertumbuhan ekonominya(chenery dan Syrquin,1975). Penelitian Chenery(1979) tentang


(20)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

transformasi kapita, perekomonian suatu Negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sector pertaniana menuju sektor industri.

Chenery kemudian membuat pengelompokan Negara sesuai dengan proses perubahan struktur yang dialami berdasarkan tingkat pendapatan per kapita penduduknya. Negara dengan tingkat pendapatan perkapita kurang dari $600 dikelompokkan ke dalam Negara yang baru melakukan pembangunan atau sering disebut Negara sedang berkembang. Sementara itu, Negara dengan nilai pendapatan per kapita antara $600 hingga $3000 digolongkan sebagai Negara dalam fase transisi pembangunan. Penggolongan didasarkan pada harga-harga yang terjadi pada tahun tersebut. Perubahan waktu tentunya akan berdampak pula pada perubahan interval dan nilai batas pendapatan per kapita yang menjadi standar pengelompokan.

Peningkatan peran sektor industri perekonomian sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita yang akan terjadi di suatu Negara, berhubungan erat dengan akumulasi capital dan peningkatan sumber daya manusia (human capital).

Sejalan dengan proses pertumbuhan structural, pada suatu tingkat tertentu terjadi penurunan komsumsi terhadap bahan makanan, khususnya jika dilihat dari permintaan domestik. Penurunan permintaan terhadap bahan pangan ternyata akan dikompensasikan oleh peningkatan permintaan terhadap barang-barang nonkebutuhan pangan, peningkatan investasi, dan peningkatan anggaran belanja pemerintah, yang akan mengalami peningkatan dalam struktur GNP yang ada. Di sektor perdagangan internasional, terjadi pula dalam perubahan, yaitu peningkatan nilai ekspor dan impor. Sepanjang perubahan struktur berlangsung, terjadi


(21)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

peningkatan pangsa ekspor komoditas hasil produksi sektor industri dan penurunan pangsa sektor yang sama pada sisi impor.

Dari sisi tenaga kerja, akan terjadi proses seperti halnya yang dikemukakan oleh Lewis, yaitu akan terjadi perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian di desa menuju sektor sektor industri di perkotaan, meskipun pergeseran masih tertinggal(lag) dibandingkan proses perubahan strukturalnya. Dengan keberadaan lag inilah, sektor pertanian akan berperan penting dalam meningkatkan penyediaan tenaga kerja, baik pada awal maupun akhir proses transformasi sturktural. Produktivitas tenaga kerja di sektor pertaniaan yang rendah lambat laun akan mulai meningkatkan penyediaan tenaga kerja, baik pada awal maupun akhir proses trasformasi struktural. Produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian yang rendah lambat laun akan dimulai meningkatkan dan memiliki produktivitas yang sama dengan pekerja di sektor industri pada masa transisi. Dengan demikian, produktivitas tenaga kerja dalam perekonomian secara menyeluruh akan mengalami peningkatan.

Rata-rata pertumbuhan di sektor manufaktur untuk tahun1986-1992 sebesar 15% naik dari 11,5% pada tahun 1985 menjadi 16% pada tahun 1992. Rata-rata lebih besar dari dua kali nilai absolute dari US$7 miliar menjadi US$ 20 miliar pada harga konstan tahun 1989. Berbeda dengan tahun 1980-1985, proporsi pertumbuhan dihasilkan oleh aktivitas yang bersifat padat modal, menggantikan sektor yang bersifat padat modal, menggantikan sektor yang bersifat padat karya dan selama tujuh tahun sebelumnya memberi sumbangan terbesar bagi pertumbuhan yaitu tekstil, produk kayu, kertas dan pulp, serta logam dasar.


(22)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

2.2. PERDAGANGAN INTERNASIONAL 2.2.1. Pengertian Perdagangan Internasional

Pada mazhab klasik, analisa mengenai perkaitan diantara perdagangan luar negeri dan pembangunan mendapat perhatian yang besar dari para ahli ekonomi. Menurut beberapa ahli ekonomi seperti David Ricardo, Adam Smith, dan J.S. Mill menunjukkan bahwa perdagangan luar negeri dapat memberikan beberapa sumbangan yang pada akhirnya dapat mempelajari perkembangan ekonomi suatu Negara. Ada dua sumbangan yang diberikan oleh perdagangan luar negeri, yaitu: 1. Bila suatu negara telah mencapai tingkat kesempatan kerja penuh,

perdagangan luar negeri memungkinkan tercapainya tingkat komsumsi yang lebih tinggi dari pada yang dicapai tanpa adanya kegiatan

2. tersebut.

3. Memungkinkan suatu Negara memperluas pasar dari hasil

produksinya.

4. Memungkinkan suatu negara yang menerima masukan dapat

menggunakan teknologi yang telah dikembangkan di luar negeri, yang lebih baik keadaanya dari pada yang ada di dalam negeri.

Adam Smith merupakan ahli ekonomi yang pertama kali mengemukakan keuntungan dari perdagangan luar negeri yaitu:

1. Dengan adanya perdagangan luar negeri, suatu negara dapat

menaikkan produksi barang-barang yang tidak dapat dijual lagi di dalam negeri, tetapi dapat dijual di luar negeri.


(23)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

2. Dengan adanya ekspor, suatu negara dapat mengimpor barang-barang luar negeri bukan saja akan memperbesar tingkat produksi, tetapi juga akan menambah jumlah barang yang dapat dikomsumsi oleh penduduknya. Perluasan pasar ini akan mendorong sektor produktif untuk menggunakan teknik-teknik produksi yang lebih tinggi produktifitasnya.

Menurut John Stuart Mill, ada beberapa faktor yang menyebabkan perdagangan luar negeri dapat menciptakan kenaikan produktifitasnya, yaitu:

• Perluasan pasar yang diakibatkan oleh perdagangan luar negeri akan menciptakan dorongan untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam tehnologi yang akan digunakan dalam proses produksi.

• Perdagangan akan mempertinggi tingkat spesialisasi dan

mempertinggi efisiensi penggunaan mesin yang ada.

• Mendorong usaha-usaha untuk memperbaiki proses produksi

dengan mengadakan perubahan-perubahan.

Menurut kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya,


(24)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Berikut ini dapat dilihat melalui kurva bagaimana analisa suatu negara tanpa perdagangan, AS mungkin akan memilih memproduksi dengan kombinasi A (90G dan 60K) pada kurva kemungkinan produksi sementara Inggris mungkin akan memilih kombinasi A’ (40G dan 40K).

Dengan adanya perdangangan, AS akan melakukan spesialisasi dalam produksi Gandum (yaitu komoditi yang memiliki keunggulan komparatif) dan memproduksi titik B (180G dan 0K) pada batas kemungkinan produksinya. Sama halnya, Inggris akan melakukan spesialisasi dalam memproduksi kain dan memproduksi pada titik B’ (0G dan 120K). Jika AS kemudian menukar 70G untuk memperoleh 70K dari Inggris, maka AS akan mencapai tingkat komsumsi pada titik E (110G dan 70K), sementara Inggris pada titik E’ (70G dan 50K). Dengan demikian, AS memperoleh keuntungan sebesar 20G dan 10K dari perdagangan (perbandingan titik E dengan titik A dalam gambar). Sedangkan Inggris akan memperoleh keuntungan 30G dan 10K (perbandingan titik A’ dan E’).


(25)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Kain AS Kain 120 B’ Inggris 120

70 E

60 A 50 E’ 40 A’

B

0 90 110 180 0 40 60 70

Gandum Gandum

Gambar 2.2.1.

Keuntungan Perdagangan Luar Negeri

Dalam situasi perdagangan AS memproduksi dan mengkomsumsi pada titik A dan Inggris pada titik A’. Dengan perdangangan AS akan melakukan spesialisasi dalam memproduksi gandum dan memproduksi pada titik B, sementara Inggris akan melakukan spesialisasi dalam produksi kain dan memproduksi pada titik B’.

Dengan menukarkan 70G untuk memperoleh 70K dari Inggris, Amerika akan mencapai komsumsi pada titik E (dan memperoleh keuntungan sebesar 20G dan 10K). Sementara Inggris akan sampai pada tingkat komsumsi di titik E’ (dan memperoleh keuntungan 30G dan 10K).


(26)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Menurut Nopirin (1992), perdagangan luar negeri adalah transaksi pertukaran barang dan jasa antara suatu negara dengan negara lain. Setiap negara terlibat dalam perdagangan Internasional, karena dengan perdagangan ini suatu negera dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya, disamping itu dengan perdagangan ini, kemakmuran suatu negara dapat bertambah, perdagangan ini meliputi pengiriman dan penerimaan barang dari suatu negara ke negara lain.

2.2.2. Tujuan dan Manfaat Perdagangan Internasional

Menurut ahli ekonomi klasik dan modern, perdagangan Internasional luar negeri bertujuan untuk meningkatkan kegiatan perekonomian dunia yang dapat memenuhi kebutuhan manusia dengan mempergunakan teknologi canggih, sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Menurut beberapa ahli ekonomi klasik peranan perdagangan luar negeri terhadap pembangunan ekonomi adalah:

1. Perdagangan luar negeri memungkinkan tercapainya tingkat komsumsi yang lebih tinggi bila suatu negara sudah mencapai tingkat kesempatan kerja penuh.

2. Memperbesar pasar dengan menggunakan faktor-faktor produksi

seefisien mungkin, pemamfaatan sumber daya yang tersedia dan penggunaan manajemen yang tepat.

3. Penggunaan teknologi yang baik di dalam negeri dalam melaksanakan proses produksi dan mengimpor barang-barang modal baru sehingga nantinya dapat meningkatkan produktifitas.


(27)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Menurut Sadono Sukirno (1985), manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.

 Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

 Memperoleh keuntungan dari spesialisasi

Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.

 Memperluas pasar dan menambah keuntungan

Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.


(28)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

2.2.3. Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan Internasional adalah teori-teori yang mencoba memahami mengapa perkonomian suatu Negara melakukan kerjasama perdagangan dengan Negara-negara lain. Teori-teori perdagangan internasional dapat digolongkan kedalam dua kelompok, yakni teori-teori klasik dan teori modern.

Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran diantaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT dan WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi global dalam perdagangan internasional.

Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka terkadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya


(29)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.

Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.

Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan arif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.

Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA)


(30)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini.

Teori-teori klasik yang dikenal di antaranya teori keuntungan absolut (absolute advantages) yang dikembangkan oleh Adam Smith dan keuntungan Komparatif (comparative Advantages) yang dikembangkan oleh David Ricardo. Sedangkan teori faktor produksi atau dikenal dengan teori H-O termasuk diantara teori ekonomi modern.

a). Keunggulan Absolut(Absolute Adveantages)

Suatu ajaran yang dibangun oleh Adam Smith, yang menyatakan perdagangan akan meningkat apabila dilaksanakan makanisme perdagangan bebas, sehingga tercipta spesialisasi yang meningkatkan efisiensi. Sebaliknya spesialisasi dilakukan berdasarkan keunggulan absolute, yaitu keunggulan yang dilihat dari kemampuan memproduksi dengan biaya rendah.

Menurut Adam Smith, perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolute(absolute advantages). Jika sebuah negara lebih efisien atau memiliki keunggulan absolute terhadap negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namum kurang efisien disbanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan caranya masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keuntungan absolut, dan menukarnya dengan komoditi lain yang memiliki keuntungan absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dengan cara yang paling efisien. Output kedua komoditi


(31)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

yang diproduksi pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dari spesialisi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan.

Pada tabel memperlihatkan bahwa 1 jam kerja dapat menghasilkan 6 karung gandum di AS, namun hanya menghasilkan 1 karung gandum di Inggris. Di lain pihak 1 jam kerja dapat menghasilkan 5 meter kain di Inggris, dan hanya 4 meter kain di AS. Maka AS lebih efisien dari pada atau memiliki keunggulan absolut terhadap Inggris dalam memproduksi gandum sementara Inggris lebih efisien dari pada atau memiliki keuntungan absolut terhadap AS dalam memproduksi kain. Jika keduanya akan melakukan perdagangan AS akan berspesialisasi dalam memproduksi gandum dan menukar sebagian gandum dengan kain dari inggris, sementara itu inggris akan berspesialisasi dalam memproduksi kain.

Tabel 2.2.1. Keuntungan Absolut

Amerika Serikat Inggis

Gandum(karung/jam kerja) 6 1

Kain(meter/jam kerja) 4 5

Jika AS menukarkan 6 karung gandum (6G) untuk 6 meter kain (6K) Inggris, maka AS akan memperoleh keuntungan 2K atau menghemat ½ jam kerja atau 30 menit (karena AS hanya dapat menukarkan 6G untuk memperoleh 4K secara domestik). Sama halnya, 6G yang diterima Inggris dari AS adalah ekivalen dengan atau akan membutuhkan 6 jam kerja untuk memproduksi di Inggris. Keenam jam kerja yang sama ini dapat memproduksi 30K di Inggris (6 jam dikalikan 5 meter kain per jam kerja). Dengan dilakukannya pertukaran 6G dari


(32)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

AS, Inggris dapat memperoleh keuntungan 24K, atau dapat menghemat hampir 5 jam kerja.

b). Keuntungan Komperatif(Comparative Advantages)

Yaitu teori yang dibangun oleh Ricardo, yang menyatakan meskipun sebuah negara kurang efisien disbanding atau memiliki kerugian absolute terhadap negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namum masih terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komperatif.

Tabel 2.2.2.

Keuntungan Komperatif

AMERIKA SERIKAT INGGRIS

Gandum 6 1

Kain 4 2

Pada tabel diperlihatkan bahwa AS dan Inggris keduanya memperoleh keuntungan dengan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditinya yang memiliki keunggulan komparatif, untuk memulainya kita ketahui bahwa AS situasinya akan sama saja jika negara ini hanya menerima 4K dari Inggris dan menukarnya 6G, karena AS dapat memproduksi tepat 4K di dalam negeri. Dengan menggunakan sumber daya untuk memproduksi 6G dan AS tentu tidak akan melakukan perdagangan jika mereka menerima kurang dari 4K untuk ditukar dengan 6G. Sama halnya bagi Inggris situasinya akan sama jika dia


(33)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

harus melepaskan 2K untuk memperoleh setiap 1G yang akan diterimanya dari AS dengan sendirinya tidak akan melakukan perdagangan jika harus melepaskan lebih dari 2Kuntuk memperoleh setiap 1G. Untuk menunjukkan bahwa kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan, misalkan bahwa AS dapat menukarkan 6G dengan 6K dari Inggris. AS kemudian dapat memperoleh keuntungan sebesar 2K atau menghemat ½ jam kerja karena AS hanya dapat menukar 6G dengan 4K didalam negeri, untuk melihat Inggris juga memperoleh keuntungan, bahwa 6G yang diterima Inggris dari AS akan memerlukan 6 jam untuk memproduksinya di dalam negeri. Namum Inggris dapat menggunakan 6 jam ini untuk memproduksi 12K dan hanya menyerahkan 6K untuk memperoleh 6G dari AS. Dengan demikian Inggris akan memperoleh keuntungan sebesar 6K atau dapat menghemat 3 jam kerja.

c). Teori H-O

Didalam kelompok teori-teori modern mengenai perdagangan internasional dikenal antara lain teori Hecksher dan Ohlin. Teori H-O ini disebut juga factor propotion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa perdagangan internasional terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda antar kedua negara, yang disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan tanah) yang memiliki oleh kedua negara.

Teori H-O mengatakan sebuah negara akan mengekspor komoditinya yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan ia akan mengimpor


(34)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Singkatnya sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat modal untuk mengimpor faktor produksi langka dan mahal di negara bersangkutan.

Model Heckscher-Ohlin seringkali disebut pula sebagai teori kepemilikan faktor (factor endowment theory) atau teori produksi faktor (factor-proportions

theory). Teori tersebut mengatakan bahwa setiap negara akan melakukan

spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah dan berharga relatif murah serta mengimpor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan mahal.

2.3. EKSPOR

2.3.1. Pengertian Ekspor

Ekspor adalah kegiatan perdagangan internasional yang memberikan ransangan guna membutuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan timbulnya industri-industri pabrik besar bersama dengan struktur politik yang tidak stabil dan lembaga sosial yang fleksibel dengan kata lain, ekspor memberikan dorongan dalam dinamika pertumbuhan penduduk internasional sehingga suatu Negara yang sedang berkembang kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara-negara yang lebih maju.(M Todaro, 1983)


(35)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Kegiatan ekspor merupakan hal yang terpenting bahkan mendapat perhatian utama dalam kegiatan ekonomi mengingat peranan yang sangat besar dalam mendorong setiap program pembangunan yang dilaksanakan yakni sebagai penggerak kegiatan ekonomi dan pembangunan (generating sector) alasan yang mendasar mengapa suatu negara perlu menggalakkan ekspor adalah untuk meningkatkan kekayaan negara yang berarti pula meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Ekspor

• Harga Internasioanal

Makin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan di ekspor menjadi bertambah banyak.

• Nilai Tukar

Makin meningkat nilai tukar mata uang suatu negara (mengalami apresiasi) maka harga ekspor negara itu dipasar internasional menjadi lebih mahal.

• Quota Ekspor-Impor

Yakni kebijaksanaan perdagangan internasional berupa kuantitas(jumlah) barang diperdagangkan.

• Kebijaksanaan tarif dan non-tarif

Kebijakan tarif adalah untuk menjaga jumlah maupun harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendorong pangembangan komoditi tersebut.


(36)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Industrialisasi adalah sebuah pilihan kebijakan yang dilaksanakan pemerintah Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lestari (sustainable). Industrialisasi dianggap mempercepat pertumbuhan ekonomi, karena dalam sektor industri nilai tambah ekonomi yang tinggi akan selalu ada. Pilihan strategi industrialisasi yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah:

1. Promosi ekspor. Strategi ini dilakukan dengan membangun industri-industri yang berorientasi ekspor. Pembangunan industri-industri yang strategis ini mengacu pada permintaan efektif di pasar global. Artinya pilihan untuk membangun suatu industri terkait dengan apakah produk yang dihasilkan mampu diserap pasar internasional.

2. Substitusi impor. Substitusi impor merupakan suatu alternatif strategi pembangunan yang mengutamakan peningkatan pertumbuhan ekonomi tanpa menambah ekspor (Rahayu dan Soebagiyo, 2004). Dalam strategi substitusi impor, pemerintah sebuah negara labih memilih untuk membangun industri yang menghasilkan produk-produk yang selama ini harus diimpor dari negara lain.

2.3.2. Industrialisasi dan Peningkatan Ekspor

Kebijakan industrialisasi bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Resiko kegagalan dari kebijakan ini sangat besar, terutama apabila sebuah negara gagal mengenali potensi industrinya. Apabila sebuah negara gagal mencari benang merah yang menghubungkan sektor tradisionalnya (sektor pertanian) dengan sektor modern (sektor industri) maka kegagalan industrialisasi sudah berada di depan mata. Kegagalan untuk mensinergikan sektor tradisional dengan sektor modern akan memunculkan dualisme ekonomi seperti dikemukakan Boeke (lihat


(37)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Koencoro, 2000). Dualisme ekonomi adalah suatu keadaan dimana sektor modern dan sektor tradisional berjalan sendiri-sendiri tanpa ada sinergi diantara keduanya. Artinya sektor pertanian di sebuah negara tidak mendukung sektor industrinya. Gejala yang sering muncul sebagai akibat dualisme ekonomi adalah adanya pengangguran struktural dan munculnya sektor informal. Indonesia adalah salah satu negara yang mengalami dualisme ekonomi. Hal ini bisa kita lihat dari maraknya kemunculan sektor informal di negara ini.

Dampak negatif dari dualisme ekonomi adalah rendahnya pertumbuhan ekonomi dari negara bersangkutan. Selain itu, dualisme ekonomi mengakibatkan adanya disparitas dalam distribusi pendapatan (Garcia-Penalosa dan Turnovsky, 2004). Thailand adalah salah satu negara yang dianggap berhasil melakukan sinergi antara sektor pertanian dengan sektor industri. Negara ini mampu memperbaiki kesalahan yang dilakukakannya sebelum krisis ekonomi tahun 1998. Industri manufaktur di Thailand sebelum tahun 1997 didominasi oleh industri otomotif yang tidak memiliki keterkaitan dengan potensi negara ini yaitu dibidang pertanian. Kesalahan investasi yang dilakukan ini harus ditebus dengan mahal, yaitu kebangkrutan industri manufaktur di Thailand. Pemerintah Thailand kemudian melakukan reformasi dan penyesuaian mendasar di bidang manufaktur yang ternyata berhasil dengan baik (Dollar dan Hallward-Driemeier, 2000). Thailand menyadari bahwa potensi mereka adalah dalam sektor pertanian, mereka kemudian mengubah orientasi industrinya menjadi agrobisnis. Keberhasilan ini menjadikan negara ini sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang paling cepat pulih dari krisis. Bahkan, berdasarkan hasil survei dari UNCTAD tahun 2004, Thailand adalah negara tujuan investasi ketiga di Asia setelah RRC dan


(38)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

India. Indonesia saat ini dihadapkan pada masalah ekonomi yang serius yaitu lambannya pertumbuhan ekspor. Pertumbuhan ekspor yang lamban di Indonesia salah satunya disebabkan karena ketidakjelasan kebijakan industrialisasi. Sebagai buktinya, meskipun saat ini semua indikator ekonomi makro menunjukkan adanya perbaikan, namun sektor riil tidak mampu pulih. Bahkan ada gejala de-industrialisasi Ekspor Indonesia sebagian besar masih bergantung dari minyak bumi dan gas. Selain itu ekspor non-migas yang menjadi andalan adalah komoditas elektronik, kayu lapis, karet dan tekstil. Adapun negara tujuan ekspor terbesar Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Korsel, China dan Malaysia. Dari sektor yang menjadi andalan ekspor ternyata juga tidak menunjukkan keterkaitan dengan potensi Indonesia yaitu di sektor pertanian dan perikanan. Apabila tidak ada perbaikan maka sulit mengharapkan pemulihan sektor riil dengan cepat. Kebijakan industrialisasi yang disarankan adalah membangun industri yang sesuai dengan potensi ekonomi Indonesia. Jawaban yang kemudian muncul adalah membangun industri yang terkait dengan sektor pertanian. Akan tetapi, membangun sebuah industri perlu memperhatikan beberapa hal,

Pertama, apakah produk yang dihasilkan mampu diserap oleh pasar internasional.

Tidak ada gunanya mengembangkan sebauh industri apabila produk yang dihasilkan tidak bisa dijual.

Kedua,apakah industri yang baru dibangun memerlukan perlindungan.

Memberikan proteksi terhadap sebuah industri adalah bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas. Namun demikian, trend yang terjadi dalam


(39)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

perdagangan internasional saat ini adalah pemberian proteksi pada industri tertentu yang dianggap strategis oleh negara bersangkutan. Kita bisa melihat kegagalan perundingan WTO di Cancun beberapa waktu lalu adalah implikasi dari masalah proteksi perdagangan ini. Riset empirik yang dilakukan Konigs dan Vandenbussche (2004) menunjukkan bahwa poteksi antidumping memberikan dampak positif terhadap perkembangan industri yang bersangkutan. Setting penelitian ini adalah pada industri manufaktur di beberapa negara Eropa. Riset lain yang dilakukan oleh Zhu dan Trefler (2004) memperkuat perlunya proteksi industri yang masih infant di negara berkembang karena negara berkembang secara teknologi tertinggal jauh dari negara maju.

Ketiga, keterkaitan dengan kebijakan investasi.

Kebijakan industrialisasi juga terkait dengan kebijakan investasi di sebuah negara. Pentingnya kebijakan investasi adalah untuk membangun mitra strategis dengan investor. Penelitian yang dilakukan Blonigen, Ellis dan Fausten (2004), menunjukkan bahwa pengelompokan industri PMA tergantung dari siapa mitra strategisnya. Menurut Dornbusch (1993) ada lima prinsip yang mempengaruhi daya tarik investasi di negara berkembang, yaitu:

1. Kesempatan. Tidak semua negara mempunyai kesempatan untuk menjadi daerah tujuan investasi. Beberapa negara di Afrika dan Amerika Latin yang tergolong miskin, tidak mempunyai sumber daya dan stabilitas kondisi politik tidak akan menarik investor.

2. Prospek. Sebuah negara akan menjadi tujuan investasi apabila prospek ekonomi negara tersebut bisa diandalkan. Kotler dan Kertajaya (2000) mengemukakan sebuah contoh transformasi struktur ekonomi Jepang


(40)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

pasca PD II yang berubah dari pertanian menjadi industri manufaktur dengan biaya rendah. Model Jepang ini kemudian diadopsi oleh negara-negara lain di Asia seperti Korsel, Taiwan, Singapura, Malaysia, Thailand dan Indonesia. Model pembangunan negara-negara industri baru ini yang menjadi penyebab mereka mempunyai prospek ekonomi yang lebih baik. 3. Koordinasi. Pasca krisis ekonomi pemerintah belum mampu memberikan

sinyal positif kepada pengusaha yang terpaksa “memarkir” modalnya di luar negeri untuk kembali ke tanah air. Sebuah usaha membangun kondisi politik dan kemanan yang stabil serta eliminasi ekonomi biaya tinggi bisa menjadi sebuah sinyal bagi proses koordinasi ini.

4. Kebijakan pemerintah dan regulasi. Kebijakan pemerintah dalam investasi merupakan hal yang mutlak diperlukan. Menurut Hamid (1999) kebijakan pemerintah dalam perekonomian mutlak diperlukan, namun fleksibel dan perlu dukungan institusi. Salah satu keluhan investor saat ini adalah ketidakjelasan regulasi pemerintah baik pusat maupun daerah.

5. Kondisi keuangan. Kondisi keuangan ini terkait dengan tiga aspek penting yaitu utang pemerintah, masalah APBN dan kondisi sektor keuangan. Investasi (asing) di negara berkembang berkembang diperlukan karena masalah umum yang terjadi di negara berkembang adalah angka pengangguran yang tinggi, ketimpangan distribusi pendapatan dan ketidakseimbangan struktural (Koncoro, 2000).

2.3.3. Investasi

Investasi akan mendorong pertumbuhan PDB. Investasi yang diharapkan adalah investasi langsung (Foreign Direct Investment atau FDI) karena investasi


(41)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

ini memberikan dampak berupa pembukaan lapangan kerja baru sekaligus adanya kemungkinan transfer teknologi. Indonesia sejak masa orde baru berusaha untuk mengundang investor asing demi kepentingan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chandra (1996) ada beberapa faktor yang mempengaruhi investasi langsung, yaitu permintaan, perubahan struktur perekonomian, kebijakan ekonomi makro dan ekonomi daerah, akses terhadap biaya faktor yang lebih rendah, akses terhadap SDM dan local sourcing dan akses terhadap lokasi input produksi dan penghematan eksternal. Pemerintah harus memfokuskan perhatiannya pada faktorfaktor tersebut. Investasi terdiri dari dua jenis, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio adalah penanaman modal melalui bursa saham. Investasi jenis ini tidak mempunyai multiplier effect yang luas, karena perpindahan modal hanya terjadi di bursa saham dan tidak berimplikasi terhadap sektor riil. Selain itu, investasi jenis ini rentan terhadap perubahan. Aliran modal masuk dan keluar bisa terjadi setiap saat. Investasi langsung adalah proses investasi dimana penanaman modal dilakukan dengan membangun pabrik di negara tujuan investasi. Investasi langsung mempunyai multiplier effect luas, yaitu penyediaan lapangan pekerjaan dan bergeraknya industri pendukung.

Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia lima tahun lalu, terjadi penurunan realisasi investasi di Indonesia, terutama investasi langsung. Realisasi investasi akan menyelesaikan salah satu masalah krusial dalam perekonomian yaitu, penyediaan lapangan kerja. Dalam sebuah artikel utama majalah Far Eastern Economic Review edisi 1 Agustus 2002 diulas masalah pengangguran di Indonesia. Dalam artikel itu disebutkan bahwa untuk mengatasi masalah pengangguran, maka dibutuhkan angka pertumbuhan yang tinggi. Tentu saja,


(42)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

pertumbuhan ekonomi yang diharapkan adalah dengan kontribusi besar dari eksport dan angka investasi. Orientasi pemulihan ekonomi dengan mengejar peningkatan angka investasi bukannya tanpa kritik. Beberapa ekonom terutama mereka yang berasal dari mazhab strukturalis menganggap keputusan untuk mengundang investor asing bisa berdampak negatif. Hal ini terkait dengan kepentingan nasional negara bersangkutan. Kelompok ekonom strukturalis percaya bahwa investasi asing yang berarti aliran modal masuk ke Indonesia lebih kecil jumlahnya dibandingkan dengan nilai repatriasi yang selisihnya sering disebut dengan net transfer (Arief, 2001).

Tabel 2.3.3.a

Perkembangan Persetujuan Penanaman Modal

Tahun PMDN PMA

Proyek Nilai

(Rp. Miliar)

Proyek Nilai

(US $ juta)

1997 723 119.877,2 781 33.788,8

1998 327 57.973,6 1.034 13.649,8

1999 237 53.540,7 1.177 10.884,5

2000 392 93.897,1 1.541 16.075,9

2001 264 58.816 1.334 15.056,3

2002 188 25.230,5 1.151 9.795,4

2003 181 48.484,8 1.024 13.207,2

Sumber: Jetro (Kompas, 2006).

Tabel diatas menunjukkan penurunan angka persetujuan investasi di Indonesia dalam preiode krisis ekonomi sampai sekarang. Penurunan angka ini terjadi baik pada penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Pada periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2003, persetujuan investasi mengalami kenaikan namun demikian belum bisa kembali seperti persetujuan investasi sebelum krisis. Investasi langsung akan berpengaruh terhadap penyediaan lapangan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Lipsey dan Sjoholm (2004) dengan setting industri manufaktur di Indonesia menunjukkan


(43)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

adanya kecenderungan bahwa perusahaan manufaktur PMA lebih diminati oleh tenaga kerja Indonesia.

Hal ini dikarenakan perusahaan manufaktur PMA memberikan tingkat upah yang lebih tinggi dan memberikan penghargaan terhadap tingkat pendidikan karyawannya daripada perusahaan manufaktur PMDN. Penelitian lain yang dilakukan Markusen (2001) menyimpulkan bahwa proses investasi langsung dalam bentuk MNC (multi national company) atau perusahaan multinasional mempunyai dampak positif terhadap negara berkembang berupa transfer teknologi dan penghargaan terhadap hak cipta intelektual. Maraknya relokasi industri negara maju ke negara berkembang dalam wujud investasi langsung di negara berkembang memicu munculnya perusahaan multinasional. Perusahaan multinasional tersebut ada kalanya melakukan kerja sama dalam bentuk joint

venture dengan mitra perusahaan lokal.

Ada beberapa faktor sukses joint venture perusahaan multi nasional dengan perusahaan lokal yaitu, hubungan antar perusahaan yang bermitra, konflik antar perusahaan yang bermitra, komitmen antar perusahaan yang bermitra, kinerja perusahaan joint venture dan kepuasan perusahaan induk (Demirbag dan Mirza, 2000). Secara teoritis investasi akan mempengaruhi pendapatan nasional sebuah negara. Pendapatan nasional suatu negara biasanya diukur dengan PDB atau GDP. Komponen lain dari GDP adalah konsumsi, investasi, belanja pemerintah apabila asumsi yang digunakan adalah sistem perekonomian tertutup. Bila asumsi yang digunakan adalah sistem perekonomian terbuka maka ditambah dengan angka ekspor dikurangi angka impor.


(44)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Fenomena di negara berkembang yang mempunyai beberapa aspek khsusus menyebabkan kritik terhadap indikator ekonomi dengan GDP ini. Kasliwal (1995) mengemukakan sebuah ukuran yang lebih tepat untuk menghitung pendapatan nasional negara berkembang, yaitu dengan formula berikut NI= GDP-(B+K+P+A). NI adalah pendapatan nasional dalam harga pasar. Dalam formula diatas GDP konvensional masih harus dikurangi dengan angka pembayaran bunga hutang luar negeri (B), keuntungan yang dibawa investor asing ke luar negeri (K), penyusutan (P) dan pembayaran cicilan pokok hutang luar negeri (A).

Ada beberapa isu penting yang menjadi focus kerja pemerintah berkaitan dengan program investasi yang direncanakan kedepan, antara lain : kelembagaan, regulasi, Bea cukai, Pajak, tenaga kerja, dan UKMK. Paket Kebijakan dan Program yang dijalankan pemerintah dapat dilihat pada table di bawah. Selain Program, pemerintah juga menurunkannya dalam bentuk poin-poin tindakan yang akan direalisasikan. Dari sekian program tersebut maka ada kurang lebih 85 tindakan yang akan diambil untuk mendorong keberhasilan investasi. Beberapa program tersebut antara lain revisi terhadap regulasi yang ada, membuat regulasi kembali, evaluasi terhadap wewenang pemerintah daerah sebagai daerah otonom, koordinasi serta pengawasan dan pengendalian.

Tabel 2.3.3.b.

Paket Kebijakan Investasi Indonesia

Kebijakan Program

UMUM

A.Memperkuat kelembagaan

pelayanan investasi.

1. Mengubah Undang-Undang (UU)

Penanaman Modal yang memuat prinsip-prinsip dasar, antara lain: perluasan definisi modal, transparansi, perlakuan sama investor


(45)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

domestik dan asing (di luar Negative List) dan Dispute Settlement.

2. Mengubah peraturan yang terkait dengan penanaman modal.

3. Revitalisasi Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi. 4. Percepatan perizinan kegiatan usaha dan

penanaman modal serta pembentukan perusahaan

B.Sinkronisasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah (Perda).

Peninjauan Perda-Perda yang Menghambat investasi.

C.Kejelasan Ketentuan mengenai kewajiban analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Perubahan keputusan Menteri Negara

(Kepmeneg) Lingkungan Hidup tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib AMDAL.

KEPABEANAN DAN CUKAI

A.Percepatan arus barang. 1. Percepatan Proses pemeriksaan kepabeanan. 2. Percepatan Pemrosesan kargo dan

pengurangan biaya di Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Internasional Soekarno Hatta.

B.Pengembangan Peranan Kawasan Berikat.

1. Perluasan fungsi Tempat Penimbunan Berikat (TPB) dan perubahan beberapa konsep tentang Kawasan Berikat agar menarik bagi investor untuk melakukan investasi.

2. Penyempurnaan Ketentuan TPB. 3. Otomasi kegiatan di TPB

4. Peningkatan Pemberian fasilitas kepabeanan di kawasan berikat.

C.Pemberantasan Penyelundupan.

Peningkatan Kegiatan pemberantasan penyelundupan.

D.Debirokratisasi di Bidang Cukai.

Mempercepat proses registrasi dan permohonan fasilitas cukai.

PERPAJAKAN

A.Insentif Perpajakan Untuk investasi.

1. Melakukan penyempurnaan atas UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai Barang & Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

2. Pemberian fasilitas pajak penghasilan kepada bidang-bidang usaha tertentu. 3. Menurunkan tarif pajak daerah yang


(46)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

harga/jasa. B.Melaksanakan sistem

"self assesment" secara

konsisten.

1. Mengubah tariff PPh.

2. Peninjauan Ketentuan pembayaran pajak bulanan (prepayment/installment). 3. Perbaikan jasa pelayanan pajak untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pembayaran pajak.

C.Perubahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk mempromosikan ekspor.

1. Menghapus penalti PPN.

2. Meningkatkan daya saing ekspor jasa. 3. Meningkatan daya saing produk pertanian

(Primer). D.Melindungi hak wajib

pajak.

1. Menerapkan Kode Etik Petugas/Pejabat Pajak

2.

3. Mereformasi Sistem Pembayaran Pajak. E.Mempromosikan

Transparansi dan

disclosure.

1. Tax Audit, Investigation dan Disclosure.

2. Meningkatkan Pengetahuan masyarakat mengenai Pajak.

KETENAGAKERJAAN

A.Menciptakan Iklim Hubungan Industrial yang Mendukung perluasan lapangan kerja.

1. Mengubah UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Mengubah peraturan Pelaksanaan UU Nomor 13 tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan. B.Perlindungan Dan

penempatan TKI di luar negeri.

Mengubah UU Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

C.Penyelesaian Berbagai perselisihan hubungan industrial secara cepat, murah dan berkeadilan.

Implementasi UU Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

D.Mempercepat

Menkum & HAM.

Proses penerbitan perizinan

ketenagakerjaan.

Mengubah UU/ Peraturan/Surat Keputusan/Surat Edaran terkait.

E.Penciptaan pasar tenaga kerja fleksibel dan produktif.

Pengembangan Bursa Kerja dan Informasi Pasar Kerja.

F.Terobosan Paradigma pembangunan

transmigrasi dalam rangka perluasan lapangan kerja.

Mengubah UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian.

USAHA KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI


(47)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Kecil, Menengah dan Koperasi/UKMK

dengan perijinan bagi UKMK. 2. Pengembangan Jasa Konsultasi Bagi

Industri Kecil dan Menengah (IKM). 3. Peningkatan akses UKMK kepada sumber

daya financial dan sumber daya produktif lainnya.

4. Penguatan Kemitraan Usaha Besar dan UKMK.

Sumber: Jetro (Kompas, 2006).

Keluarnya paket kebijakan investasi tersebut diharapkan mampu mendongkrak kinerja investasi di Indonesia. Sebab, pemerintah menyadari bahwa

investasi dapat diharapkan memberikan nilai bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kisaran angka 6-7% merupakan target pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan Kabinet Persatuan. Hal ini wajar, karena sebelum dilanda krisis pada 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada 7,8%. Untuk mendongrak pertumbuhan ekonomi, tak pelak bahwa investasi harus menjadi program yang dikelola secara serius. Berdasarkan sumber di Bappenas dan BKPM untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 4,8% di tahun 2004 dibutuhkan nilai investasi Rp 479,9 triliun, pertumbuhan ekonomi 5,0% di tahun 2005 dibutuhkan investasi Rp 379,8 triliun, dan pada tahun 2006 untuk pertumbuhan ekonomi 5,5% dibutuhkan investasi Rp 471,4 triliun. (Pikiran Rakyat, 20 Maret 2006)

Selain Inpres No. 3 tahun 2006, Indonesia juga sebenarnya sudah mempunyai peraturan khusus yang mengatur mengenai investasi atau penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri. bahkan saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas Rancangan UU Penanaman Modal sebagai pengganti UU Penanaman Modal yang lama. UU penanaman modal yang sekarang berlaku adalah UU Nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing yang kemudian diubah dengan UU 11 tahun 1970 dan UU Nomor 6 tahun 1968 tentang


(48)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

penanaman modal dalam negeri yang kemudian diubah juga dengan UU nomor 12 tahun 1970. Selain itu juga banyak peraturan pelaksana dari kedua UU tersebut serta UU sektoral yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan investasi.

Saat ini kedua UU tersebut dirasakan kurang relevan lagi dalam perkembangan perekonomian baik nasional, regional maupun gobal. Oleh sebab itu DPR dan pemerintah sedang membahas mengenai UU baru (RUU penanaman modal) untuk mengganti kedua UU sebelumnya. UU yang baru nanti dirasakan dapat mewakili kehendak dan kepentingan pemerintah dalam mengatur pengelolaan investasi baik yang bersumber dari luar maupun dalam negeri. Sehingga akan ada penyatuan kedua substansi UU yang lama kedalam UU yang baru nanti.

Penyebab tidak relevannya UU penanaman modal yang lama adalah adanya beberapa isu penting yang muncul selama beberapa tahun proses reformasi dan demokrasi selama ini. Beberapa isu penting tersebut berada dalam bidang ekonomi (regional dan global), munculnya UU 22 tahun 1999 dan UU 25 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU 32 tahun 2004 dan U 33 tahun 2004, peningkatan kesejahteraaan masyarakat dan pengurangan tingkat kemiskinan, peningkatan daya saing dan perekonomian local (daerah), lingkungan hidup

(sustainable environment), adanya wacana Corporate Social Responsibility, dan

yang terpenting adalah pembangunan ekonomi nasional dan daerah. Itu artinya UU yang baru diharapkan dapat menyesuiakan dengan peraturan-peraturan yang baru serta mewakili isu-isu penting kontemporer lainnya.

Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007, paket kebijakan investasi juga menjadi salah satu substansi penting. Kebijakan tersebut dituangkan


(49)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

dalam Perpres 19 tahun 2006, langkah-langkah yang akan direncanakan pemerintah dalam kaitanya dengan kebijakan investasi terutama untuk perbaikan iklim investasi adalah

a. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan

penanaman modal, yang diharapkan dapat diundangkan pada tahun 2006; b. Penyederhanaan prosedur dan peningkatan pelayanan penanaman modal

baik di tingkat pusat maupun daerah;

c. Peningkatan promosi investasi terintegrasi baik di dalam maupun di luar negeri;

d. Peningkatan fasilitasi terwujudnya kerjasama investasi PMA dan PMDN dengan UKM (match-making);

e. Penanganan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (penegakan hukum dan kerja sama dengan instansi terkait);

f. Penyusunan rancangan amandemen UU No. 5 Tahun 1999;

g. Memprakarsai dan mengkoordinasikan pembangunan kawasan industri. Selain itu sejumlah kebijakan lain pun telah digulirkan oleh pemerintah dalam hal ‘cepat tanggap’ perbaikan investasi. Dalam hal ini, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut antara lain Keputusan Presiden Nomor 3 tahun 2006 tentang tim nasional peningkatan ekspor dan peningkatan investasi, dan Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2004 tentang penyelenggaraan penanaman modal melalui sistem satu atap, serta peraturan-peraturan lainnya yang relevan. Namun tetap saja sejumlah permasalahan terjadi dan pada akhirnya mengahambat


(50)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

proses perbaikan investasi tersebut. peraturan-peraturan yang dikeluarkan tidak mampu menanggulangi permasalahan-permasalahan itu.

Munculnya sebuah kebijakan memang pada dasarnya untuk menanggulangi dan melancarkan setiap tindakan pemerintah kedepan. Namun yang perlu digarisbawahi adalah kebijakan tersebut hendaknya merupakan bagian dari perencanaan menyeluruh, artinya sebelum kebijakan itu benar-benar dilaksanakan pemerintah sudah mempunyai ‘planning map’ yang memandu secara manajerial. Pembangunan ekonomi sudah pasti bersifat menyeluruh walaupun pelaksanaannya dilaksanakan secara leluasa dan bertahap. leluasa berarti pemerintah perlu memberikan sedikit kebebasan kepada daerah dalam merumuskan hal-hal yang paling prioritas dalam membangun daerah dan dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.

Paket kebijakan tersebut merupakan bagian kecil dari sejumlah peranan pemerintah dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, good will pemerintah dalam segala bidang sangat diperlukan sebab pembangunan sifatnya menyeluruh meskipun dijalankan secara bertahap. beberapa hal tersebut adalah perubahan terhadap kerangka kelembagaan, perubahan organisasi, pembangunan overhead social dan ekonomi (infrastruktur social dan ekonomi), pembangunan pertanian untuk menunjang kesediaan pangan dalam negeri, memacu perkembangan industri, kebijaksanaan moneter dan fiscal, dan peningkatan perdagangan luar negeri (Jhingan, 1997:431).

Beberapa Permasalahan dalam Kebijakan Investasi Dalam Kaitannya Dengan Daerah


(51)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Ada sejumlah faktor yang sangat berpengaruh pada baik-tidaknya iklim berinvestasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut tidak hanya menyangkut stabilitas politik dan sosial, tetapi juga stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan), berfungsinya sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk isu-isu perburuhan), regulasi dan perpajakan, birokrasi (dalam waktu dan biaya yang diciptakan), masalah good

governance termasuk korupsi, konsistensi dan kepastian dalam kebijakan

pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keuntungan neto atas biaya resiko jangka panjang dari kegiatan investasi, dan hak milik mulai dari tanah sampai kontrak. Dalam hal ini permasalahan tersebut dilihat dalam konteksnya dengan daerah.

Patut diakui bahwa rencana dan pelaksanaan sejumlah kebijakan invetasi selama ini belum menunjukkan hasil yang maksimal. Meskipun pemerintah sudah melalakukan beberapa tindakan konkret untuk menarik investasi masuk ke Indonesia. Beberapa permasalahan tersebut menyangkut kesiapan pemerintah dalam hal ini kualitas SDM, kelembagaan, kemampuan dalam manajemen pembangunan daerah, dan regulasi/deregulasi.

Dalam Laporan WEF (The World Economic Forum) tahun 2005 terlihat ada sejumlah factor-faktor yang mempengaruhi masuknya investasi ke dalam negeri.

Tabel 2.3.3.c.

Problem Utama dalam Investasi (%)

Problem Th M S ID F V In

Kondisi infrastruktur buruk

Kebijakan tidak jelas & tidak pasti

Perpajakan sulit dan rumit 15,6 9,5 46,3 62,8 41,6 7,1 23,6 16,5 11,0 33,9 52,1 6,6 3,1 6,3 12,5 21,4 54,0 1,1 54,7 67,7 72,0 67,6 86,4 37,0 75,5 47,9 20,9 37,1 36,5 25,7 63,8 61,3 40,0 56,8 29,5 11,5 72,2 14,8 55,6 58,5 55,7 26,6


(52)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Kesulitan & rumitnya prosedur perdagangan Upah makin mahal Isu tenaga kerja/buruh (seperti demonstrasi), dll.

Sumber: Jetro (Kompas, 2006).

2.3.4.Peranan dan Mamfaat Ekspor

Ekspor adalah salah satu sektor yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar, dimana dapat mengandalkan perluasan sektor industri sehingga mendorong sektor industri lain, selanjutnya mendorong sektor lainnya perekonomian. (Baldwin, 1965)

Dari defenisi diatas, dapat dilihat peranan sektor ekspor yaitu:

1. Pasar diseberang lautan memperluas pasar bagi barang-barang tertentu, sebagaimana detekankan oleh para ahli ekonomi klasik, suatu industri dapat tumbuh dengan cepat jika industri itu dapat menjual hasilnya siberang lautan dari pada hanya pasar didalam negeri yang lebih sempit. 2. Ekspor menciptakan permintaan yang efektif yang baru, akibatnya

permintaan akan barang-barang di pasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan mendorong industri-industri dalam negeri mencari inovasi yang ditujukan untuk meningkatkan produktifitas.

3. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan, karena industri tertentu tumbuh tanpa memerlukan investasi dalam kapital sosial sebanyak yang dibutuhkannya seandainya barang-barang itu akan dijual di dalam negeri misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat


(53)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

pendapatan riil yang rendah atau hubungan transportasi yang belum memadai.

Dengan demikian selain menambah peningkatan produksi untuk dikirim ke luar negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri sehingga secara langsung ekspor memperbesar output industri-industri itu sendiri dan secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri untuk menggunakan faktor produksinya, misalnya modal dan juga menggunakan metode-metode produksi yang lebih murah dan efisien sehingga harga dan mutu dapat bersaing di pasar perdagangan internasional.

2.3.5. Pajak Ekspor

Bentuk hambatan perdagangan yang paling penting atau menonjol secara histories adalah tariff(tariff). Tarif pajak adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas territorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber pemerintah sejak lama.

Ditinjau dari segi aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif impor(impor tariff) yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang di impor dari negara lain, dan tarif ekspor(export tariff) yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang di ekspor.

Kemudian, apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya ada beberapa jenis tariff, yaitu spesifik, gabungan dan ad valorem. Apa yang disebut dengan ad valorem(ad valorem tariff) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang di impor (misalnya suatu negara memungut tariff 25% atas nilai atau harga dari setiap mobil yang di impor).


(1)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

5.2. SARAN-SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka ada beberapa saran yang akan diajukan oleh peneliti antara lain:

 Bagi peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang sama, agar memasukkan variabel-variabel lain sebagai variabel independen agar pengaruhnya lebih signifikan karena masih banyak variabel yang belum dimasukkan dalam meneliti pengaruh nilai restitusi pajak pertambahan nilai terhadap nilai ekspor sektor industri di Sumatera Utara. Seperti Inflasi, nilai kurs, dan lain-lain.

 Pemerintah perlu membuat peraturan yang mendukung percepatan dalam pengurusan Restitusi PPN agar dapat menaikkan nilai ekspor, terutama ekspor sektor industri karena bahan baku yang berasal dari luar negeri. Karena dengan adanya restitusi PPN pengusaha dapat membuat efisiensi biaya produksi, sehingga barang yang diproduksi dapat bersaing di pasaran luar negeri.

 Mengkaji lebih dalam masalah ekspor sektor industri, yaitu proses lanjut yang sebenarnya dan perkembangan apa saja yang ingin dicapai sehingga diketahui faktor-faktor apa saja yang paling dominan memberikan pengaruh terhadap nilai ekspor sektor industri di Sumatera Utara.

 Pemerintah perlu melakukan program yang menarik untuk investor dalam dan luar negeri untuk menanamkan modalnya di sektor industri dan memberikan kemudahan dalam urusan birokrasi. Karena dengan dukungan modal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produksi sektor industri.


(2)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

DAFTAR PUSTAKA

Amir,M.S. 2003. Strategi Memasuki Pasar Ekspor. PPM. Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian.: PT Rineka Cipta. Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2006, Sumatera Utara dalam Angka 1991-2006. BPS Sumut, Medan.


(3)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Boediono. 2001. Indonesia Menghadapi Ekonomi Global. : BPFE-Yokyakarta.

Djarwanto. 2001. Statistika Sosial Ekonomi Bagian Pertama. :

BPFE-Yokyakarta.

Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Halwani, Hendra R. 1997. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi.

Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.

Irawan, M .1992. Ekonomika Pembangunan.: BPFE- Yogyakarta. Krugman Paul R. and Maurice Obstfield. 1991. Ekonomi Internasional.

FE-UI. Rajawali Pers. Jakarta

Kuncoro, M. 2007. Ekonomika Industri Indonesia.: Penerbit: Andi. Yogyakarta.

Nopirin.1992, Ekonomi Moneter. BPFE, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Pandiangan, Liberty. 1993. Pajak Pertambahan Nilai.Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Samuelson. Paul, Nordhaus.1994. Ekonomi. Jilid 2, Penerbit Erlangga Jakarta.

Supranto, J. 1997. Metode Riset: Aplikasinya Dalam Pemasaran.: PT Rineka Cipta. Jakarta

Supranto, J. 2004. Ekonometri.: Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan

Kebijaksanaan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.

Sukardji, Untung. 2000. Pajak Pertambahan Nilai.: PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Todaro, Michael P. 1994. Ekonomi Untuk Negara Berkembang “Untuk

Suatu Pengantar Tentang Prinsip-Prinsip Masalah dan Kebijakan Pembangunan” : Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.


(4)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Lampiran 1

Data yang dipergunakan dalam regresi

Tahun Ekspor Sektor Industri (Ribu US$)

Nilai Restitusi PPN (juta rupiah)

PMA (juta US$)

PMDN ( Milyar Rupiah)

1993 2217466 9548140546 16566,06 139124


(5)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

1995 3107164 2057811564 15000 316447

1996 2104037 1515468414 6478,6 444803,5

1997 2545890 1465776563 23017,7 80063,68

1998 1966896 1541464856 81419,4 102716,3

1999 1978413 1611954611 58805,03 119777,8

2000 1869809 1966435141 77076 519744,7

2001 1618116 1849138602 39877,11 339603,4

2002 2271999 2005132457 10882,57 504556,6

2003 1987208 2042920921 96975,26 417053,6

2004 3165894 2116891637 64021,7 26807,5

2005 3326765 3457413863 33978,13 131753,3

2006 3798300 3668135078 177677,1 346530

2007 4154935 4112365639 249080 429462,7

Lampiran 2

Hasil Regresi Logaritma natural dengan menggunakan time lag satu tahun Dependent Variable: LNEKSPORINDUSTRI

Method: Least Squares Date: 07/21/09 Time: 06:43 Sample(adjusted): 1994 2007


(6)

Jefri Sibuea : Pengaruh Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penanaman Modal (Investasi) terhadap Ekspor Sektor Industri di Sumatera Utara, 2010.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 9.621745 0.628132 2.651983 0.0242

LAGLNNILAIRESTIT USIPPN

2.251956 0.157148 2.503298 0.1400

LAGLNPMA 3.049048 0.080467 2.089541 0.5558

LAGLNPMDN 1.067653 0.087282 1.775104 0.4562

R-squared 0.873294 Mean dependent var 14.73582

Adjusted R-squared 0.751862 S.D. dependent var 0.290896

S.E. of regression 0.283402 Akaike info criterion 0.551053

Sum squared resid 0.803165 Schwarz criterion 0.733641

Log likelihood 0.142626 F-statistic 12.54813