Analisis Determinan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Sumatera Utara

(1)

ANALISIS DETERMINAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

(PPN) DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh :

MOHAMMAD ISMAIL YUSUF 097018023

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ANALISIS DETERMINAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DI SUMATERA UTARA

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan Pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Mohammad Ismail Yusuf

097018023/EP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Mohammad Ismail Yusuf Nomor Pokok : 097018023

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. HB.Tarmizi, SU)

Ketua Program Studi Direktur Sekolah Pascasarjana Magister Ekonomi Pembangunan

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah Diuji pada

Tanggal : 22 November 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec Anggota : Dr. HB. Tarmizi, SU

Dr. Rahmanta, M.Si

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D Drs. Rachmat Sumanjaya, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini

Nama : Mohammad Ismail Yusuf NIM : 097018023

dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul : “ANALISIS DETERMINAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI(PPN) DI SUMATERA UTARA”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 22 Nopember 2011 Yang membuat pernyataan


(6)

ANALYSIS OF DETERMINANTS OF VALUE ADDED TAX IN

NORTH SUMATERA

ABSTRACT

Tax is our country biggest source of income. Tax also has a act as a regulator to our economic.Value Added Tax is the second bigest tax income bellow income tax. Value added tax has significant growth for the last decade.. The aim of this research is to study the effect of value added tax payers (PKP), Inflation (INF), Income Per Capita (YKap) and Deposit rates (SBD) on the Value Added Tax (PPN).

This research is designed to see the effects of independent variables on the dependent variable, so the model is analized with the Multiple Linear Regression. The method applied in this research is Ordinary Least Square (OLS).

The result showed that independent variables (PKP, INF, SBD and YKap) significantly influence the dependent variable (PPN) simultaneously, and independent variables (PKP) significantly and positively influence the dependent variable (PPN) partially, however INF and SBD not significantly and negatively influence the PPN. Ykap on the other hand not significantly and postively influence the PPN. Overall estimation showed PKP had the most influence on the Value Added Tax (PPN)

Keywords: Value Added Tax, Inflation, Deposit Rates, Income perkapita, Tax Payers


(7)

ANALISIS DETERMINAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

(PPN) DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Pajak adalah sumber utama pendapatan negara kita. Selain sebagai sumber pendapatan negara, pajak juga memiliki fungsi sebagai regulator dalam perekonomian.. Pajak pertambahan nilai merupakan penyumbang terbesar kedua dalam sektor perpajakan dibawah pajak penghasilan. Peran pajak pertambahan nilai sangat besar dan terus meningkat. Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah pengusaha kena pajak, inflasi, suku bunga deposito dan pendapatan per kapita terhadap pajak pertambahan nilai di Sumatera Utara.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan regresi linear berganda, karena penelitian ini dirancang untuk meneliti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Metode yang digunakan adalah

Ordinary Least Square (OLS).

Secara serempak (bersama) variabel variabel independen (jumlah Pengusaha Kena Pajak, inflasi, suku bunga deposito dan pendapatan per kapita ), mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Pajak Pertambahan Nilai). Secara parsial variabel variabel independen yaitu jumlah Pengusaha Kena Pajak, mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan, variabel pendapatan per kapita mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan sedangkan variabel Inflasi dan suku bunga deposito mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap variabel dependen (Pajak Pertambahan Nilai). Secara keseluruhan dari hasil estimasi menunjukkan bahwa jumlah pengusaha kena pajak mempunyai pengaruh paling besar terhadap Pajak Pertambahan Nilai di Sumatera Utara

Kata kata Kunci: Pajak Pertambahan Nilai, Pengusaha Kena Pajak, Inflasi, Suku Bunga Deposito, Pendapatan Perkapita


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis berhasil menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Determinan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Sumatera Utara.“

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Master pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak mungkin tesis ini dapat terselesaikan, untuk itu perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana, Prof. Dr. Erman Munir, MSc dan Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Wakil Direktur I dan Wakil Direktur II Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan


(9)

sekaligus sebagai dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

4. Bapak Prof. Dr. Ramli S.E, M.S. selaku Sekretaris Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara arahan dan bimbingannya kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

5. Bapak Dr. HB. Tarmizi, SU selaku pembimbing yang telah memberikan banyak perhatian, bimbingan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini.

6. Seluruh dosen dan Guru Besar serta seluruh Staf Administrasi pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana USU.

7. Ayahanda Yusuf Marecar, S.H. dan ibunda Ir. Ni Ketut Silandri tercinta atas segala dukungan, do’a, pengorbanan dan kasih sayang yang sampai detik ini tidak pernah putus diberikan pada penulis.

8. Istri tercinta, Siti Zubaidah atas segala dukungan, do’a dan cinta kepada penulis 9. Anak-anakku tercinta, Veromoty Alfiansyah dan Nadia Zhafira yang selalu

menjadi motivasi dan sumber semangat penulis.

10.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan angkatan XI sebagai rekan seperjuangan dalam menuntut ilmu yang telah memberikan motivasi dalam mengikuti perkuliahan di kampus, khususnya kepada: - Arland Bukit yang sudah memperkenalkan MEP USU dan “memaksa” penulis


(10)

- Heru Kusmono rekan seperjuangan penyusunan thesis (we did it bro...) - Rizka Amalia yang selalu menjadi mentor bagi angkatan 18

- Rizky Aryetha, Nova Puspita, dan Ahmady Syarief Harahap yang telah memberikan sumbangan ilmu dan perhatiannya bagi penulis

11.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan angkatan XII dan seluruh staff/karyawan sekretariat Program Pascasarjana USU serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan saran, pendapat serta pandangannya sehingga terselesaikannya penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan mohon maaf atas segala kekurangan. Terima kasih.

Medan, November 2011 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Mohammad Ismail Yusuf

Tempat/Tanggal Lahir : Yogyakarta, 20 Januari 1978

Alamat : Jl. Madio Santoso Gg. Selamat 128 A Medan

Pekerjaan : PNS

Status : Menikah, 2 anak Nama Istri : Siti Zubaidah

Nama Anak : Veromoty Alfiansyah Nadia Zhafira

Riwayat Pendidikan : 1. SDN Ungaran III Yogyakarta

2. SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta 3. SMAN 2 Ngaglik Sleman Yogyakarta 4. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

5. Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Landasan Teori ... 8

2.1.1 Dasar Perpajakan ... 8

2.1.2 Pajak Pertambahan Nilai ... 15

2.1.3 Pengusaha Kena Pajak ... 17

2.1.4 Inflasi ... 18

2.1.5 Suku Bunga Deposito ... 20

2.1.6 Pendapatan Perkapita ... 20

2.2 Landasan Penelitian Terdahulu ... 23

2.3 Kerangka Konseptual ... 25


(13)

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 27

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 27

3.3 Batasan Penelitian ... 27

3.4 Model Analisis ... 28

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 29

3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodeness of Fit) ... 30

3.6.1. Uji Deteminasi ... 30

3.6.2. Uji F Hitung ... 30

3.6.3. Uji Parsial ... 31

3.7. Uji Asumsi Klasik ...……….…... 31

3.7.1. Uji Multikolinieritas ... 31

3.7.2. Uji Autokorelasi ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Hasil Penelitian ... 33

4.1.1.Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai ... 33

4.1.2.Pengusaha Kena Pajak ... 35

4.1.3.Inflasi ... 38

4.1.4.Suku Bunga Deposito ... 40

4.1.5.Pendapatan Perkapita ... 41

4.1.6.Pengujian Hipotesis ... 41

4.2 Analisis ... 43

4.2.1. Uji Asumsi Klasik ... 43

4.2.1.1. Uji Multikolinieritas ... 42

4.2.1.2. Uji Autokorelasi ... 43

4.2.2. Analisis hasil estimasi variabel yang mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Sumatera Utara ... 44


(14)

4.3. Pembahasan ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1. Kesimpulan ... 48

5.2 Saran ... 49


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 4.1 Hasil Regresi Penerimaaan PPN dengan Jumlah Pengusaha Kena Pajak

(PKP), Tingkat Inflasi(INF), Suku Bunga Deposito(SBD), Pendapatan Perkapita(Ykap) ... 44


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1 Perkembangan Penerimaan PPN di Indonesia ... 2

2.1 Fungsi Konsumsi Keynes ... 20

2.2 Diagram Kerangka Konseptual Analisis Determinan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Sumatera Utara ... 25

4.1 Perkembangan PPN di Sumatera Utara ... 35

4.2 Perkembangan Jumlah PKP Sumatera Utara ... 37

4.3 Perkembangan Inflasi di Sumatera Utara ... 39

4.4 Pertumbuhan Suku Bunga Deposito ... 40


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Ringkasan APBN 2005-2010 ... 53 2. Tabel Pendapatan Negara 2005-2010 ... 54 3. Hasil Regresi ... 55


(18)

DAFTAR SINGKATAN

PPN = Pajak Pertambahan Nilai PKP = Pengusaha Kena Pajak

INF = Inflasi SBD

YKap

= Suku Bunga Deposito = Pendapatan Perkapita


(19)

ANALYSIS OF DETERMINANTS OF VALUE ADDED TAX IN

NORTH SUMATERA

ABSTRACT

Tax is our country biggest source of income. Tax also has a act as a regulator to our economic.Value Added Tax is the second bigest tax income bellow income tax. Value added tax has significant growth for the last decade.. The aim of this research is to study the effect of value added tax payers (PKP), Inflation (INF), Income Per Capita (YKap) and Deposit rates (SBD) on the Value Added Tax (PPN).

This research is designed to see the effects of independent variables on the dependent variable, so the model is analized with the Multiple Linear Regression. The method applied in this research is Ordinary Least Square (OLS).

The result showed that independent variables (PKP, INF, SBD and YKap) significantly influence the dependent variable (PPN) simultaneously, and independent variables (PKP) significantly and positively influence the dependent variable (PPN) partially, however INF and SBD not significantly and negatively influence the PPN. Ykap on the other hand not significantly and postively influence the PPN. Overall estimation showed PKP had the most influence on the Value Added Tax (PPN)

Keywords: Value Added Tax, Inflation, Deposit Rates, Income perkapita, Tax Payers


(20)

ANALISIS DETERMINAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

(PPN) DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Pajak adalah sumber utama pendapatan negara kita. Selain sebagai sumber pendapatan negara, pajak juga memiliki fungsi sebagai regulator dalam perekonomian.. Pajak pertambahan nilai merupakan penyumbang terbesar kedua dalam sektor perpajakan dibawah pajak penghasilan. Peran pajak pertambahan nilai sangat besar dan terus meningkat. Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah pengusaha kena pajak, inflasi, suku bunga deposito dan pendapatan per kapita terhadap pajak pertambahan nilai di Sumatera Utara.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan regresi linear berganda, karena penelitian ini dirancang untuk meneliti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Metode yang digunakan adalah

Ordinary Least Square (OLS).

Secara serempak (bersama) variabel variabel independen (jumlah Pengusaha Kena Pajak, inflasi, suku bunga deposito dan pendapatan per kapita ), mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Pajak Pertambahan Nilai). Secara parsial variabel variabel independen yaitu jumlah Pengusaha Kena Pajak, mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan, variabel pendapatan per kapita mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan sedangkan variabel Inflasi dan suku bunga deposito mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap variabel dependen (Pajak Pertambahan Nilai). Secara keseluruhan dari hasil estimasi menunjukkan bahwa jumlah pengusaha kena pajak mempunyai pengaruh paling besar terhadap Pajak Pertambahan Nilai di Sumatera Utara

Kata kata Kunci: Pajak Pertambahan Nilai, Pengusaha Kena Pajak, Inflasi, Suku Bunga Deposito, Pendapatan Perkapita


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini pajak merupakan sumber pendapatan utama Indonesia. Pentingnya pajak bagi negara dapat dilihat dari peran utama pajak sebagai instrumen utama dari kebijakan fiskal dimana kebijakan fiskal sangat penting untuk mengendalikan pertumbuhan ekonomi.

Dapat dilihat dari Tabel Pendapatan Negara dari DATA POKOK APBN 2005–2010 Kementerian Keuangan RI(tabel terlampir) bahwa untuk tahun 2009 dari total penerimaan negara sebesar Rp. 985.725.300.000.000,-, sebesar Rp. 725.843.000.000.000 atau kurang lebih 73% dari total penerimaan negara merupakan penerimaan dari pajak. Dari jumlah ini sebesar Rp.249.508.700.000,- atau sebesar 34

% dari total penerimaan pajak merupakan penerimaan PPN. Pada tahun anggaran 2010 target penerimaan pajak ditingkatkan lagi menjadi Rp. 729.165.200.000.000 atau menjadi 80% dari total penerimaan negara, dan dari jumlah itu sebesar 267.028.000.000.000,- atau sebesar 36 % merupakan penerimaaan PPN.

Penerimaan pajak memiliki peranan yang strategis dalam menunjang operasi fiskal pemerintah. Pajak disamping sebagai sumber penerimaan utama negara

(budgetary), juga mempunyai fungsi sebagai alat untuk mengatur (regulatory) dan mengawasi kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian (Wibowo 2000).


(22)

Penerimaan pajak dapat berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), maupun pajak-pajak lainnya.

Setelah dana pembangunan yang bersumber dari hutang luar negeri dan eksploitasi sumber daya alam sudah tidak dapat diandalkan, pemerintah saat ini hanya dapat mengandalkan sumber dana pembangunan dari pajak. PPN merupakan salah satu sumber pendapatan pajak tersebut.Penerimaan perpajakan merupakan andalan di dalam pembiayaan pengeluaran pemerintah untuk pemulihan kondisi ekonomi. Dalam era 1989 hingga tahun 2004 penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Indonesia terus mengalami kenaikan, seperti yang terlihat pada Gambar 1.1 dibawah ini.

Gam bar 1.1 : Perkem bangan Pener im aan PPN di I ndonesia Sum ber: Bank I ndonesia

Dalam era 2005-2010 seperti dapat dilihat di tabel Data Pokok APBN penerimaan PPN selalu stabil dan terus meningkat secara signifikan.


(23)

Namun sangat disayangkan bahwa meskipun peran pajak sebenarnya sangat besar, hal ini sering kali tidak disadari oleh sebagian masyarakat Indonesia. Ini terlihat dari sikap dan peryataan dari berbagai elemen masyarakat belakangan ketika mencuat kasus mafia perpajakan, banyak yang sama sekali buta mengenai sistem perpajakan Indonesia, bahkan dari hal yang paling dasar sekalipun, misalnya tidak ada pembayaran pajak ke kantor pelayanan pajak, tapi langsung ke bank dan langsung masuk rekening negara. Rekening negara ini dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara, bukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Peningkatan penerimaan pajak pemerintah ini terkait dengan adanya reformasi perpajakan (tax reform) yang dimulai pada tahun 1984, dengan dikeluarkannya beberapa undang-undang baru yaitu Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang menggantikan Ordonansi Pajak Perseroan (PPs) Tahun 1925, Ordonansi Pajak Pendapatan (PPd) Tahun 1944, dan Undang-undang Pajak Penjualan (PPn) Tahun 1951 warisan kolonial. Kemudian disusul oleh perubahan perpajakan kedua pada tahun 1994, dan perubahan ketiga pada tahun 2000 (Wibowo 2000). Perubahan yang mendasar atas Undang-undang tersebut adalah sistem pemungutan pajaknya, dari sistem Official Assessment yaitu memberikan wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang menjadi sistem Self Assessment yaitu memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk


(24)

menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

Saat ini pemerintah berusaha untuk meningkatkan jumlah wajib pajak (ekstensifikasi pajak). Semakin meningkatnya jumlah wajib pajak suatu daerah diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak di daerah tersebut. Ekstensifikasi pajak tersebut merupakan cara yang efektif, apabila dilakukan secara serius oleh pihak fiskus. Selain itu, untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak maka pihak fiskus harus meningkatkan tingkat kepatuhan masyarakat wajib pajak dalam membayar pajak (Silalahi 2000). Melalui sistem Self Assessment, pemerintah bermaksud meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak. Dengan adanya kenyataan tersebut, maka dapat dilihat bahwa penerimaan pajak di suatu daerah tergantung dari berbagai faktor.

Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis pajak yang berbeda dengan pajak lainnya karena termasuk dalam golongan pajak tidak langsung, yaitu pajak yang tidak langsung dibayar oleh pihak yang diwajibkan membayar pajak kepada negara tetapi dipungut oleh pihak ketiga. Biasanya pajak pertambahan nilai digabungkan oleh penjual kedalam komponen harga barang sehingga sering kali konsumen sebagai pihak yang membayar pajak tidak sadar kalau dirinya telah melakukan pembayaran pajak. Ini merupakan salah satu keunikan pajak pertambahan nilai dimana sifatnya yang dipungut orang lain maka PPN sangat sulit untuk dihindari, diboikot atau dihindari secara langsung. Berbeda dengan pajak penghasilan yang sering kali dihindarkan dengan melaporkan penghasilan yang berbeda dengan seharusnya atau


(25)

bahkan sama sekali tidak melaporkan penghasilan tersebut.Selain itu berbeda dengan pajak lain Tarif PPN hampir tidak pernah berubah yaitu 10 %.

Propinsi Sumatera Utara yang merupakan propinsi terbesar ke-3 di Indonesia merupakan propinsi yang memiliki potensi untuk memberikan sumbangan terhadap penerimaan pajak Indonesia,

Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Propinsi Sumatera Utara yang termasuk pada kategori Pajak Tak Langsung mengalami fluktuasi yang cenderung menurun pada tahun 2003 – 2005, ini merupakan suatu fenomena yang sangat menarik untuk dikaji dimana penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara Nasional terus naik (Gambar 1.1) sementara untuk Propinsi Sumatera Utara mengalami penurunan.

Karakteristik unik dari Pajak Pertambahan Nilai ditambah dengan fenomena tersebut menjadikan ”Analisis Determinan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Sumatera Utara” sebagai judul penelitian ini.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara


(26)

2. Bagaimana pengaruh inflasi (INF) terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara

3. Bagaimana pengaruh suku bunga deposito(SBD) terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.

4. Bagaimana pengaruh jumlah pendapatan perkapita (YKap)terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara

2. Untuk menganalisis pengaruh inflasi (INF) terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara

3. Untuk menganalisis pengaruh suku bunga deposito(SBD) terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.

4. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan perkapita(Ykap) terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.


(27)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam hal ini Pemerintah dan khususnya Dirjen Pajak agar dapat mengetahui faktor faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara

2. Untuk menambah wawasan, baik bagi diri sendiri maupun pihak lain terutama didalam menganalisis determinan penerimaan PPN di Sumatera Utara, serta juga berguna sebagai referensi penelitian sejenis lainnya. Disamping itu penelitian ini juga memberikan pengalaman belajar yang dapat mengembangkan pengetahuan terutama dalam bidang yang diteliti.

3. Bagi masyarakat umum : memberikan informasi yang lebih lengkap tentang pajak khususnya Pajak Pertambahan Nilai.

4. Bagi pihak lain: Memberikan informasi yang diperlukan jika akan mengadakan penelitian lebih lanjut.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Dasar Perpajakan

Pengertian pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun masing-masing definisi memiliki tujuan yang sama. Menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Definisi pajak menurut Waluyo dan Ilyas (2000) adalah: "Iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan".

Adapun definisi pajak menurut Tjahjono dan Husein (2000) adalah sebagai berikut: "Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan


(29)

kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum".

Sedangkan pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah: "iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum".

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah (Waluyo dan Ilyas 2000):

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

2. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.


(30)

5. Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu kepada seseorang.

6. Selain budgetary, pajak juga mempunyai tujuan lain yaitu regulatory.

Menurut golongannya pajak dibagi menjadi dua, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung (Waluyo dan Ilyas 2000). Berikut diuraikan pengertian masing-masing:

1. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang Iain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

2. Pajak tidak langsung. Adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi dua, yaitu pajak subjektif dan pajak objektif (Waluyo dan Ilyas 2000), yaitu:

1. Pajak subjektif atau pajak yang bersifat perorangan Adalah pajak yang dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

2. Pajak objektif atau pajak yang bersifat kebendaan Adalah pajak yang dalam pengenaannya hanya memperhatikan sifat


(31)

objek pajaknya saja, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak (Waluyo dan Ilyas 2000), yaitu:

1. Fungsi penerimaan (Budgetary) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah atau untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah. Contoh: Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri 2. Fungsi mengatur (Regulatory) Pajak berfungsi sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Selain itu, sebagai alat pengatur, pajak juga berfungsi untuk mengatur perekonomian guna menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, serta stabilitas ekonomi. Contoh: Dikenakannya pajak dan bea masuk yang lebih tinggi kepada produk import sehingga harganya menjadi lebih tinggi dan memberikan daya saing yang lebih kuat terhadap produk domestik

Dalam memungut pajak dikenal ada tiga sistem pemungutan (Mardiasmo 2001), yaitu:


(32)

1. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.

2. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besamya pajak yang terutang terhadap Wajib Pajak.

Di dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sesuai dengan undang No. 6 Tahun 1983 yang telah diperbaharui terakhir dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2009 akan dijumpai berbagai definisi atau istilah-istilah yang sudah baku. Beberapa definisi dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean;


(33)

2. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak;

3. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim;

4. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan bukan objek pajak dan atau bukan objek pajak atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

5. Surat Pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1983 yang telah diperbaharui terakhir dengan Undang-undang No. 42 Tahun 2009 tentang pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, terdapat istilah berikut ini:


(34)

1. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak; 2. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib

dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak. Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif (Tjahjono dan Husein 2000). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Perlawanan Pasif

Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak dan yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk. 2. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari


(35)

pajak. Diantaranya dapat dibedakan cara-cara seperti penghindaran diri dari pajak, pengelakan atau penyelundupan pajak, dan melalaikan pajak. Belakangan setelah mencuat kasus mafia pajak sempat muncul gerakan boikot bayar pajak.

2.1.2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Menurut Untung Sukardji (Sukardji 1999) yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah: "Pengenaan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun badan baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara".

Dasar hukum pengenaan PPN adalah Undang-undang No.8 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-undang No.l 1 Tahun 1994, dan kemudian diubah lagi dengan undang No.18 Tahun 2000, dan terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah.

Berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1983 yang telah diperbaharui terakhir dengan Undang-undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai


(36)

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, pada pasal 4 disebutkan bahwa PPN dikenakan atas:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

2. Impor Barang Kena Pajak;

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dengan tarif 0%. Pada PPN, dampak pengenaan pajak berganda tidak ada karena adanya mekanisme kredit pajak dan tarif pajak yang sama yaitu 10%. Berdasarkan Undang undang No. 8 Tahun 1983 yang telah diperbaharui terakhir dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, pada pasal 9 angka (3) dan (4) dijelaskan bahwa: "Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak. Sedangkan apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat


(37)

dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya".

2.1.3. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 yang telah diperbaharui terakhir dengan Undang-undang No.42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, pada asal 1 angka 15 terdapat pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha kena Pajak. Seperti diketahui, bahwa PKP merupakan wajib pajak, tetapi wajib pajak belum tentu merupakan PKP. Salah satu faktor penyebab perbedaan realisasi penerimaan PPN antara suatu daerah dengan daerah yang lain adalah banyaknya jumlah PKP di masing-masing daerah tersebut (Sudibjo 2000).

Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak sedikitnya jumlah PKP akan mempunyai dampak terhadap besar kecilnya realisasi penerimaan PPN (Sudibjo 2000). Adapun PKP mempunyai kewajiban (Mardiasmo 2001), antara lain untuk:


(38)

1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP. 2. Membuat Faktur Pajak atas setiap penyerahan kena pajak.

3. Membuat Nota Retur dalam hal terdapat pengembalian Barang Kena Pajak. 4. Melakukan pencatatan dalam pembukuan mengenai kegiatan usahanya. 5. Menyetor pajak yang terutang.

6. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai

2.1.4. Inflasi(INF)

Perkembangan inflasi di Sumatera Utara kurun waktu 2000-2007 cukup stabil meskipun terjadi penurunan pada periode 2000-2004. Menutup akhir tahun 2005 perkembangan tingkat harga secara umum pada triwulan IV tahun 2005 jauh melampaui target perkiraan semula. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM yang menyebabkan kenaikan harga BBM hingga berkisar 100% memberikan dampak yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia khusunya terhadap kebijakan moneter yang berujung pada tingkat inflasi.

Lonjakan tingkat inflasi ini berawal dari kelompok barang perumahan, listrik, gas, air, dan bahan bakar tersebut bergerak menyentuh seluruh jenis barang lain. Tekanan psikologis dari kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat tersebut mendorong ekspektasi inflasi yang lebih besar lai(overshooting). Pada akhirnya dampak langsung inflasi(first round)terus berimbas pada seluruh kelompok


(39)

barang(second round) dan mengalami lonjakan tingkat harga yang sangat tinggi dari perkiraan awal tahun 2005.

Penyebab tingginya tekanan tingkat harga di wilayah Propinsi Sumatera Utara dapat dikelompokkan menjadi beberapa faktor utama antara lain faktor fundamental psikologis masyarakat terhadap tingginya ekspektasi inflasi, sebagai realisasi kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM serta kendala distribusi pasokan menghadapi bulan puasa dan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada pertengahan triwulan IV tahun 2005 serta persiapan menghadapi perayaan Natal dan Tahun Baru di akhir tahun.

Guritno (1998) mengatakan inflasi sebagai fenomena ekonomi yang terutama terjadi di Negara-negara berkembang seperti Indonesia sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian. Tingkat inflasi adalah kenaikan harga barang secara umum yang menyebabkan terjadinya efek substitusi. Konsumen akan mengurangi pembelian terhadap barang-barang yang harganya relatif mahal dan menambah pengeluaran konsumsi terhadap barang-barang yang harganya relatif murah. Kenaikan tingkat harga umum tidaklah berarti bahwa kenaikan harga barang terjadi secara proporsional. Hal ini mendorong konsumen untuk mengalihkan konsumsinya dari barang yang satu ke barang lainnya(substitusi) atau berhenti mengkonsumsi sama sekali bila memungkinkan. Inflasi yang tinggi pada akhirnya akan melemahkan daya


(40)

beli masyarakat dan berujung pada menurunnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.

2.1.5. Suku Bunga Deposito

Menurut Nopirin (2000) suku bunga adalah biaya yang harus di bayar oleh pemimjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran.

Suku bunga yang tinggi di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat (Aulia Pohan,2008), dilain pihak minat masyarakat untuk melakukan investasi akan menurun . Sebaliknya tingkat suku bunga yang rendah akan mendorong minat masyarakat untuk melakukan investasi, membuka usaha atau kegiatan sejenisnya yang akan dapat meningkatkan penerimaan pajak khususnya pajak pertambahan nilai dari produk yang dihasilkan atau bahan baku yang digunakan.

2.1.6. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita merupakan indikator yang menunjukkan tingkat pendapatan masyarakat yang selanjutnya mempengaruhi daya beli masyarakat yang


(41)

kemudian mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat dan pada akhirnya meningkatkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.

Secara grafis dapat kita lihat pada fungsi konsumsi Keynes yang digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Fungsi Konsumsi Keynes

Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung (berbanding lurus) dengan tingkat pendapatannya. Secara lebih spesifik, Keynes memasukkan komponen marginal propensity to consume (MPC) ke dalam persamaan konsumsinya. persamaan konsumsi Keynes sering ditulis sebagai berikut (Mankiw, 2003) :

C = a + bY, a > 0, 0 < b < 1 ... (2.1) Keterangan :

C = konsumsi C0

0

Y = C Konsumsi

Pendapatan C = C0 + bY


(42)

Y = pendapatan disposebel a = konstanta

b = kecenderungan mengkonsumsi marginal

James Dusenberry mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan bertambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan

saving akan bertambah besar dengan pesatnya.

Kenyataan ini terus dijumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang telah dicapai tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat (Reksoprayitno, 2000).

Atas dasar harga konstan tahun 2000 pendapatan perkapita penduduk Sumatera Utara ini merupakan hasil interpolasi data pendapatan perkapita Propinsi Sumatera Utara yang hanya menyajikan data tahunan, bukan data triwulan seperti yang digunakan dalam penelitian ini.


(43)

2.2. Landasan Penelitian Terdahulu

Siregar, Khairani (2009) menyimpulkan bahwa Inflasi berpengaruh positif terhadap tingkat konsumsi masyarakat sedangkan Suku Bunga Deposito berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat konsumsi masyarakat Indonesia.

Pagan, et.al. (Contemporary Economic Policy, October 2001) menyimpulkan hubungan antara pajak pertambahan nilai di Mexico mempunyai hubungan yang dinamis, pada tahun 1982 penerimaan PPN turun secara dramatis akibat adanya kenaikan inflasi sebesar 25%, pada tahun 1983 penerimaan PPN naik akibat naiknya inflasi 5%, pada tahun 1995 penerimaan PPN naik demikian juga dengan naiknya inflasi 10 – 15%

Keen dan Lockwood (IMF Working Paper, 2007), menyimpulkan dari 143 negara yang diamati selama 25 tahun menunjukkan bahwa PPN untuk sebagian negara dapat meningkatkan pendapatan tetapi sebagian lagi PPN tidak memberikan pengaruh.terhadap peningkatan pendapatan negara.

Darajat et.al (pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ISU3-2b.pdf ), penelitian ini menyimpulkan bahwa UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan aturannya tidak kompatibel dengan karakteristik usaha dan komoditas primer perkebunan. Pengenaan PPN pada perdagangan komoditas primer menunjukkan bahwa penerapannya mengalami banyak permasalahan. Adanya asumsi implisit produsen sebagai penentu


(44)

harga dan pasal pasal UU No. 18 Tahun 2000 dan aturan pelaksanaan yang kontroversial dan manipulatif menyebabkan adanya tindakan tindakan distortif terhadap peningkatan kinerja komoditas primer perkebunan.

Sabrina, Narullita Otty(2008)menyimpulkan bahwa penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan jumlah penduduk.

Raychaudhuri et.al (PMMA Working Paper 2007-18) menyimpulkan di dua negara bagian India yaitu West Bengal dan Maharashtra PPN dapat meningkatkan pendapatan kedua negara bagian tersebut, tetapi untuk PPN pada produk perminyakan seperti LPG yang dianggap untuk konsumsi orang kaya sedangkan untuk minyak bensin yang banyak dikonsumsi kalangan miskin PPN yang tinggi justru menambah jumlah orang miskin di kedua negara bagian tersebut.

Saefudin (2008) menyimpulkan bahwa Inflasi tahun sebelumnya mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara, pertumbuhan ekonomi (ECR) mempunyai pengaruh positif, signifikan dan terbesar terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.

Go, et al (World Bank Policy Research Working Paper 3671, 2005) menyimpulkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai di Afrika Selatan dalam pengutipan sedikit keras, tetapi untuk jenis pajak yang lain tidak, marginal cost of funds lebih tinggi untuk low-income household daripada high-income household, dan PPN


(45)

merupakan instrumen yang paling efektif untuk meningkatkan pendapatan pemerintah.

2.3. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konseptual perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel independen dan variabel dependen. Sebelum melakukan penelitian mengenai Pajak Pertambahan Nilai ini, telah melakukan berbagai telaah yang menghubungkan variabel variabel penelitian ini dengan Pajak Pertambahan nilai, seperti yang telah dibahas dalam tinjauan variabel variabel penelitian sebelumnya.

Setelah melihat hubungan hubungan tersebut, disusun kerangka konseptual dari penelitian ini yaitu Penerimaan PPN di Sumatera Utara (sebagai variabel terikat) dipengaruhi oleh, Jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP), Tingkat Inflasi(INF), Suku Bunga Deposito(SBD) , Pendapatan Per Kapita(Ykap) dan (sebagai variabel bebas)

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Analisis Determinan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Sumatera Utara

Inflasi (INF)

Jumlah PKP(PKP)

Suku Bunga Deposito(SBD)

Penerimaan PPN


(46)

2.4. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara ataupun kesimpulan sementara untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam penelitian.

Berdasarkan teori dan permasalahan sebelumnya, maka dibuatlah hipotesis sebagai berikut:

a. Terdapat pengaruh positif antara jumlah pengusaha kena pajak terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara, ceteris paribus.

b. Terdapat pengaruh negatif antara inflasi terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara, ceteris paribus.

c. Terdapat pengaruh negatif antara suku bunga deposito terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara, ceteris paribus.

d. Terdapat pengaruh yang positif antara jumlah pendapatan per kapita terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara, ceteris paribus.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah perkembangan penerimaan PPN di Sumatera Utara selama kurun waktu 2000 – 2007 dan faktor faktor yang mempengaruhinya.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data time series. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahun 2000 sampai dengan tahun 2007. Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini berasal dari data sekunder (secondary data),

yang diperoleh dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara II, Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara

3.3. Batasan Penelitian

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara II, Bank Indonesia dan BPS maka penelitian ini hanya dibatasi pada variabel-variable Independen yaitu :


(48)

1. Jumlah Pengusaha Kena Pajak di wilayah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I dan II

2. Tingkat Inflasi

3. Suku Bunga Deposito 4. Pendapatan Perkapita.

Dimana data tersebut dibatasi pada data triwulan periode 2000-2007, karena adanya perubahan sistem administrasi perpajakan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I dan II dan kebijakan sunset policy pada tahun 2008. Hasil penelitian diperkirakan akan lebih akurat menggunakan data triwulan karena data yang digunakan untuk melakukan observasi lebih banyak dengan n=32.

Wilayah Penelitian dibatasi hanya pada wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I dan II (Propinsi Sumatera Utara)

3.4. Model Analisis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan regresi linear berganda, karena penelitian ini dirancang untuk meneliti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan PPN di Sumatera Utara digambarkan dengan fungsi sebagai berikut:


(49)

PPN = f (PKP, INF, SBD, YKap.……….………… (1)

Dan dari persamaan (1) dispesifikasikan kedalam model ekonometrika dalam bentuk model linear berganda :

PPN = β0 + β1 PKP + β2 INF + β3 SBD +β4 YKap + µ... (2) Dimana:

PPN = Penerimaan PPN (Milyar Rupiah) PKP = Jumlah Pengusaha Kena Pajak (unit) INF = Inflasi(%)

SBD = Tingkat suku bunga deposito(dalam %) YKap= Pendapatan Per Kapita (dalam rupiah)

β0 = intercept

β1, β2, β3,β4 = koefisien regresi

µ = error term

3.5. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan PPN dihitung dari jumlah penerimaan PPN di Kanwil Direktorat

Jenderal Pajak Sumatera Utara I per triwulan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007.


(50)

2. Jumlah PKP adalah jumlah PKP yang telah terdaftar di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak I per triwulan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007

3. Inflasi diukur dalam persen per triwulan mulai dari tahun 2000 sampai dengan 2007

4. Suku bunga Deposito diukur dalam persen per tri wulan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007

5. Perndapatan Per Kapita adalah pendapatan per kapita penduduk Provinsi Sumatera Utara yang di interpolasi per triwulan dari 2000 sampai dengan 2007

3.6. Uji Kesesuaian (Test of Goodeness of Fit) 3.6.1 Uji Determinasi (R2

Uji ini bertujuan untuk menjelaskan seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat diterangkan oleh variable bebas. Apabila R

)

2

= 0, artinya variasi dari variabel terikat tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas sama sekali. Sementara apabila R2=1, artinya variasi dari variabel terikat dapat diterangkan 100% oleh variabel bebas. Dengan demikian model regresi akan ditentukan oleh R2

3.6.2 Uji F Hitung

yang nilainya antara nol dan satu.

Uji F hitung statistik digunakan untuk melihat secara bersama sama apakah ada pengaruh signifikan variabel bebas terhadap variabel terikat .


(51)

3.6.3 Uji Parsial (uji – t)

Uji Parsial digunakan untuk melihat apakah ada pengaruh signifikansi variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.7. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinieritas

Salah satu asumsi regresi linear klasik adalah tidak adanya multikolinearitas sempurna (no perfect multicolinearity). Ada tiga hal yang perlu dibahas terlebih dahulu dalam multikolinearitas (Sumodiningrat, 1994) : (1) multikolinearitas pada hakekatnya adalah fenomena sample. (2) multikolinearitas adalah persoalan derajat bukan persoalan jenis. (3) masalah multikolinearitas hanya berkaitan dengan adanya hubungan liniear di antara variabel-variabel bebas.

Pengujian ini untuk mendeteksi multikolinearitas dengan cara melihat gejala – gejala yang biasa dipakai untuk melihat adanya multikolinearitas yaitu antara lain dengan melihat koefisien determinasi (R2). Multikolinearitas terjadi apabila nilai Fhitung terhadap Ftabel tinggi tetapi tidak semua koefisien regresi signifikan. Apabila

R2 tinggi yaitu 0,7 sampai 1 maka antara variabel independen yang berkorelasi mungkin terjadi multikolinearitas.

b. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series triwulan.


(52)

Sehingga terdapat saling ketergantungan antara faktor pengganggu yang berhubungan dengan observasi yang dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lainnya. Oleh karena itu masalah autokorelasi biasanya muncul dalam data time series, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi dalam data cross sectional.

Uji untuk melihat autokorelasi dilakukan dengan uji Lagrange Multiplier Test (LM-Test).


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak pertambahan nilai merupakan jenis pajak yang dikenakan atas barang dan jasa yang mengalami pertambahan nilai. Sebagaimana dalam penjelasan umum UU No. 8 Tahun 1983 dan telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000, dinyatakan bahwa pertambahan nilai itu sendiri timbul karena dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.

Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN ada pada pedagang/produsen (Pengusaha Kena Pajak/PKP). Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP dikenal istilah Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli / memperoleh / membuat produknya.

Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN; yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah


(54)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 berikut revisinya, yaitu UU No.11/1994 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No.42 Tahun 2009

Setelah dana pembangunan yang bersumber dari hutang luar negeri dan eksploitasi sumber daya alam sudah tidak dapat diandalkan, pemerintah saat ini hanya dapat mengandalkan sumber dana pembangunan dari pajak. PPN merupakan salah satu sumber pendapatan pajak tersebut. Kontribusi PPN dalam penerimaan pajak cenderung naik dari tahun ke tahun. Hasil penerimaan menunjukkan bahwa kontribusi PPN terhadap penerimaan pajak tahun 1973/74-1983/84 adalah 19 persen, sedangkan 10 tahun kemudian (1983/ 1984-1993/94) adalah 35,5 persen. Pada tahun 2009 dari total penerimaan negara sebesar Rp. 985.725.300.000.000,-, sebesar Rp. 725.843.000.000.000 atau kurang lebih 73% dari total penerimaan negara merupakan penerimaan dari pajak. Dari jumlah ini sebesar Rp.249.508.700.000,- atau sebesar 34 % dari total penerimaan pajak merupakan

penerimaan PPN. Pada tahun anggaran 2010 target penerimaan pajak ditingkatkan lagi menjadi Rp. 729.165.200.000.000 atau menjadi 80% dari total penerimaan negara, dan dari jumlah itu sebesar 267.028.000.000.000,- atau sebesar 36 % merupakan penerimaaan PPN.

Dalam kasus Sumatera Utara, perkembangan PPN menunjukkan adanya korelasi positif antara peningkatan atau laju jumlah Pengusaha Kena Pajak dengan peningkatan jumlah PPN.

Pada Gambar 4.1 berikut ini dapat dilihat perkembangan Pajak Pertambahan Nilai di Sumatera Utara sejak tahun 2000 – 2007


(55)

200 300 400 500 600 700 800

00 01 02 03 04 05 06 07

PPN P P N / M il ya r R upi ah Tahun

Gambar 4.1 Perkembangan PPN di Sumatera Utara 2000 - 2007 Sumber: Kanwil DJP Sumut I & II

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Propinsi Sumatera Utara cukup berfluktuatif, hal ini disebabkan adanya pajak pertambahan nilai barang, serta adanya peningkatan yang berkaitan dengan (i) membaiknya pertumbuhan ekonomi, (ii) pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, dan (iii) penyempurnaan berbagai peraturan perpajakan.

4.2.2. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak, sering disebut PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya


(56)

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Sedangkan Pengusaha dapat didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Singkatan PKP juga biasa dipakai untuk menyebut Penghasilan Kena Pajak dalam konteks Pajak Penghasilan.

Pelaporan Usaha Untuk Pengukuhan PKP:

• Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.

• Pengusaha Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha tersebar di beberapa tempat, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha

• Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.


(57)

• Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir Masa Pajak berikutnya.

Untuk Perkembangan Jumlah PKP Sumatera Utara dari tahun 2000 – 2007 dapat dilihat pada dan gambar 4.2 berikut:

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jumlah PKP di Sumatera Utara terus naik hingga tahun 2001:3 dan berfluktuasi hingga 2004:1, hingga mengalami penurunan yang sangat tajam pada 2004:4 hal ini disebabkan berbagai hal antara lain

38000 40000 42000 44000 46000 48000 50000 52000 54000

00 01 02 03 04 05 06 07

PKP

Tahun

J u

mal

h P K P

Gambar4.2.PerkembanganJumlahPKP SumateraUtara Sumber: Kanwil DJP Sumut I& II


(58)

pindah tempat usaha, penerapan kebijakan pemusatan PPN (tempat terutang dipusatkan di kantor pusat tempat PKP berkedudukan), penutupun cabang usaha dan PKP tidak layak sebagai PKP.

4.2.3. Tingkat Inflasi Sumatera Utara

Perkembangan inflasi di Sumatera Utara kurun waktu 2000 – 2007 cukup stabil dimana adanya terjadi penurunan dari tahun 2000 hingga 2004, menutup akhir tahun 2005, perkembangan tingkat harga secara umum pada triwulan IV tahun 2005 jauh melampaui target perkiraan semula. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsisi BBM yang menyebabkan kenaikan harga BBM hingga berkisar 100% ternyata memberikan dampak makro ekonomi yang sangat besar, khususnya terhadap kebijakan moneter yang berujung pada tingkat inflasi. Lebih lanjut, lonjakan inflasi yang berawal pada kelompok barang perumahan,listrik, gas, air dan bahan bakar tersebut terus menggelinding seperti bola salju menyentuh seluruh lapisan kelompok barang lainnya. Tekanan psikologis dari kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat tersebut mendorong ekspektasi inflasi yang lebih besar lagi (overshooting). Pada akhirnya dampak langsung (first round) inflasi terus terakumulasi dan berimbas pada seluruh kelompok barang (second round) dan mengalami lonjakan tingkat harga yang sangat tinggi dari perkiraan awal tahun 2005.

Penyebab tingginya tekanan tingkat harga di wilayah Provinsi Sumatera Utara dapat dikelompokkan menjadi beberapa faktor utama antara lain faktor fundamental psikologis masyarakat terhadap tingginya ekspektasi inflasi, sebagai realisasi


(59)

kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM (administered price), serta kendala distribusi pasokan menghadapi pelaksanaan puasa dan hari raya idul Fitri yang jatuh di pertengahan triwulan IV, serta persiapan menghadapi perayaan Natal dan Tahun Baru di akhir tahun.

Secara ringkas Perkembangan inflasi di Sumatera Utara disajikan pada dan Gambar 4.3 dibawah ini

-2 0 2 4 6 8 10 12 14

00 01 02 03 04 05 06 07

INFS

Gambar 4.3. Perkembangan Inflasi Sumber: BPS (berbagai Edisi)

Tahun Inf la si / pe rs en

Kenaikan inflasi akhir 2005 ini merupakan akibat adanya Pemilu yang baru dilakukan pada tahun 2004 tersebut dan juga adanya bencana alam Tsunami dan Gempa di Nias yang secara Nasional telah menelan 29,4 trilyun Rupiah.


(60)

4.2.4. Suku Bunga Desposito

Suku bunga deposito dalam penelitian ini diproxy melalui suku bunga deposito 3 bulan kuartal I tahun 2000 sampai dengan kuartal II tahun 2008. Perkembangan suku bunga deposito di Indonesia kuartal I tahun 2000 sampai dengan kuartal II tahun 2008 dideskripsikan melalui Gambar 4.4. berikut ini.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 20072008

Kuartal / Tahun

S u k u B u n g a D e p o s it o ( % )

Sumber : Diolah dari bank Indonesia berbagai edisi

Gambar 4.4. Grafik Pertumbuhan Suku Bunga Deposito Tahun 2000 s/d Tahun 2007

Gambar 4.4. di atas menunjukkan bahwa suku bunga deposito di Indonesia sepanjang tahun 2000 hingga tahun 2007 cenderung menurun dan berfluktuatif dengan tingkat pertumbuhan sebesar -1,17%. Peningkatan tertinggi terjadi pada triwulan IV tahun 2005 sebesar 36,80% dibanding triwulan sebelumnya dan peurunan terendah terjadi pada triwulan III tahun 2003 yaitu -27,14% dibanding triwulan sebelumnya. Rata-rata tingkat suku bunga deposito selama periode tahun 2000 sd triwulan IV 2007 adalah sebesar 10,67%,-


(61)

4.1.5 Pendapatan Perkapita

Pendapatan Perkapita dalam penelitian ini merupakan hasil interpolasi perndapatan perkapita pertahun

Pendapatan Perkapita (Rp)

0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000 12000000 14000000 16000000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

P en d ap at an P er kap it a

Pendapatan Perkapita (Rp)

Sumber : BPS berbagai edisi

Gambar 4.5. Grafik PertumbuhanPendapatan Perkapita Tahun 2000 s/d Tahun 2007

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pendapatan per kapita penduduk Sumatera Utara cenderung meningkat. Peningkatan ini cukup pesat bahkan bila dilihat dari awal tahun 2000 sampai dengan akhir 2007 pendapatan perkapita penduduk Sumatera Utara sudah meningkat kurang lebih 6 kali lipat.

4.1.6. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil regresi dari data sekunder yang diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menggunakan SPSS 18 maka diperoleh model regresi sebagai berikut :


(62)

PPN = - 305.912 + 0.019 PKP - 3.413 INF – 2.775 SBD + 0.000001482 Ykap (4.450)*** (-0.509) (-0.589) (0.255)

Keterangan :

- *** Signifikan

- Output hasil analisis regresi menggunakan SPSS 18 dapat dilihat di lampiran

Tabel 4.1. Hasil Regresi Penerimaaan PPN dengan Jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP), Tingkat Inflasi(INF), Suku Bunga Deposito(SBD), Pendapatan Perkapita(Ykap)

Variabel Koefisien T Sig

Konstanta PKP INF SBD YKap -305,912 0,019 -3,413 -2,775 1,482.10 -1,458 -6 4,450 -0,509 -0,589 0,255 0,156 0,000 0,615 0,561 0,800 Nilai FSig = 0,000

Nilai F Hitung = 12, 108 R2 =

Nilai Durbin Watson = 1,450 0,642


(63)

4.2. Analisa

4.2.1. Uji Asumsi Klasik 4.2.1.1. Uji Multikolinieritas

Dari hasil nilai korelasi antar empat variabel independen(terlampir) tampak bahwa terdapat korelasi tertinggi antara variabel PKP dengan Ykap dengan tingkat korelasi -0.565 atau sekitar 56.5%. Karena nilai korelasi tersebut masih berada dibawah 90%, maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antara variabel tersebut.

Hasil perhitungan nilai Tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0.10 hal ini menunjukkan bahwa tidak ada multikolinieritas antara variabel independen pada model regresi terebut tersebut.

Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak terdapat nilai VIF yang lebih besar dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antara variabel independen pada model regresi tersebut.

4.2.1.2. Uji Autokorelasi

• Uji Durbin Watson

Nilai Durbin Watson (DW) sebesar 1.450 lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai du pada tabel Durbin Watson yang bernilai 1.63 tetapi lebih besar jika dibandingkan


(64)

dengan nilai dl yaitu 1.08 sehingga dapat pada model regresi(terlampir) tersebut tidak dapat diputuskan ada tidaknya autokorelasi.

• Uji Heterokedasitas

Dari grafik scaterplots(terlampir) terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi Penerimaan PPN berdasarkan variabel independen PKP, INF, SBD dan Ykap.

4.2.2. Analisis hasil estimasi variabel yang mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Sumatera Utara.

Dari tabel hasil estimasi tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai Koefisien Determinasi (R2

Sementara itu bila dilakukan analisis secara lebih mendalam dengan melihat variabel bebasnya secara simultan (bersamaan), maka pengaruh variabel bebas tersebut terhadap penerimaan PPN memiliki pengaruh yang

) sebesar 0.642 yang berarti secara keseluruhan variabel bebas dalam persamaan tersebut mampu menjelaskan variasi penerimaan PPN sebesar 64.2 persen selama kurun waktu penelitian, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut.


(65)

signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen. Hal ini bisa dilihat dari hasil estimasi F stat sebesar 12.108 dengan nilai prob. 0,000.

2. Untuk variabel jumlah PKP memperlihatkan tanda koefisien regresi yang yang positif sebesar 0.019. Hal ini berarti apabila jumlah PKP meningkat sebesar 10 unit, ceteris paribus, maka akan berdampak pada meningkatnya penerimaan PPN sebesar 0.19 milyard Rupiah. Dari uji-t statistik diperoleh nilai t-hitung sebesar 4.450 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah PKP memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan PPN dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

3. Koefisien regresi Inflasi memiliki nilai sebesar -3.413. Ini memberikan arti apabila inflasi meningkat sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan menurunkan penerimaan PPN sebesar 3,413 milyard Rupiah. Dari uji-t statistik diperoleh nilai t-hitung sebesar -0.509 dengan nilai signifikansi 0.615. Ini berarti bahwa inflasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan secara statistik terhadap penerimaan PPN pada tingkat kepercayaan 95 persen.

4. Untuk Suku Bunga Deposito memperlihatkan tanda koefisien regresi yang negatif sebesar 2.775. Hal ini berarti apabila suku bunga deposito meningkat sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan berdampak pada menurunnya penerimaan PPN sebesar 2,775 milyard Rupiah. Dari uji-t diperoleh nilai t-hitung sebesar -0.589 dan nilai signifikansi sebesar 0.561. Hal ini menunjukkan bahwa suku bunga deposito memberikan pengaruh yang tidak


(66)

signifikan secara statistik terhadap penerimaan PPN pada tingkat kepercayaan 95 persen.

5. Sedangkan untuk variabel Pendapatan perkapita memperlihatkan pengaruh yang positif sebesar 0.00000148 terhadap penerimaan PPN. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pendapatan perkapita meningkat sebesar 10 persen, ceteris paribus, maka akan menurunkan perimaan PPN sebesar 0.0000148 milyard Rupiah. Dari uji-t diperoleh nilai t-hitung sebesar 0.255 dan nilai signifikansi sebesar 0.800. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pendapatan perkapita memberikan pengaruh yang tidak signifikan secara statistik terhadap penerimaan PPN pada tingkat kepercayaan 95.

4.3. Pembahasan.

1. Variabel Pengusaha Kena Pajak, Inflasi, Suku Bunga Deposito dan Pendapatan Perkapita secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerimaan PPN

2. Hasil pengujian variabel Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif jumlah PKP terhadap penerimaan PPN, ceteris paribus. Pengusaha Kena Pajak bukan pembayar pajak namun hanya sebagai pemungut pajak. Apabila jumlah pengusaha kena pajak bertambah maka otomatis jumlah barang kena pajak yang dihasilkan akan meningkat sehingga akan meningkatkan penerimaan PPN. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya oleh


(67)

Saefudin(2008) bahwa Jumlah PKP berpengaruh positif terhadap penerimaan PPN.

3. Inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan PPN. Hal ini disebabkan inflasi mempengaruhi kemampuan konsumsi masyarakat. Semakin tinggi inflasi akan menyebabkan harga barang naik. Akibatnya masyarakat akan mengurangi konsumsi atau mengganti konsumsi ke barang substitusi dengan harga lebih murah. Efeknya penerimaan PPN akan menurun. Hasil empiris tentunya sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara inflasi terhadap penerimaan PPN, ceteris paribus. Hasil penelitian mendukung hasil penelitian sebelumnya oleh Sabrina(2008) bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap PPN.

4. Hasil analisi menunjukkan bahwa sesuai dengan ini sesuai hipotesis terdapat pengaruh yang negatif antara suku bunga deposito dan penerimaan PPN, ceteris paribus.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pengenaan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun badan baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara (Untung Sukardji, 1999), sehingga hasil penelitian mendukung penelitian sebelumnya dari Siregar(2009) bahwa terdapat hubungan positif antara suku bunga deposito dengan tingkat konsumsi masyarakat karena tingkat konsumsi masyarakat berhubungan langsung dengan penerimaan PPN.


(68)

5. Hasil analisis menunjukkan bahwa sesuai dengan hipotesis terdapat pengaruh yang positif antara pendapatan perkapita dan penerimaan PPN,

ceteris paribus. Sesuai dengan teori konsumsi Keynes bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung (berbanding lurus) dengan tingkat pendapatannya. Ini berarti semakin meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat maka tingkat konsumsi masyarakat akan semakin meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan PPN.


(69)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan atas hasil penelitian Pajak Pertambahan Nilai di Sumatera Utara, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:

5. Jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) mempunyai Pengaruh positif signifikan, dan terbesar dibanding variabel lain terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.

6. Inflasi (INF) mempunyai pengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.

7. Suku Bunga Deposito (SBD) mempunyai pengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.

8. Pendapatan Per Kapita (YKap) mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap penerimaan PPN di Sumatera Utara.

9. Secara serempak PKP, INF, SBD dan YKap berpengaruh secara

signifikan terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dimana variabel terbesar pengaruhnya dan signifikan terhadap penerimaan PPN adalah variabel Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu 0,019.


(70)

5.2. Saran

1. Hendaknya pemerintah mengeluarkan kebijakan kebijakan yang dapat meningkat atau mendorong jumlah Pengusaha Kena Pajak karena dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang paling besar / dominan pengaruhnya terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Sumatera Utara, misalnya dengan mengubah batas minimal peredaran usaha untuk wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak(PKP) dan meningkatkan pengawasan agar wajib pajak yang sudah memiliki peredaran usaha diatas batas minimal ditentukan tapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk dapat segera dikukuhkan.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusaha kena pajak memiliki peran yang besar terhadap peningkatan penerimaan PPN di Sumatera Utara, alangkah baiknya agar peneliti-peneliti selanjutnya dapat meneliti faktor faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah pengusaha kena pajak dan batasan minimal peredaran usaha yang lebih tepat untuk wajib ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak serta faktor lain diluar jumlah pengusaha kena pajak yang bisa meningkatkan penerimaan PPN.


(71)

DAFTAR PUSTAKA

Aczel, Amir. D. 1999. Complete Business Statistics (fourth edition). USA: Irwin. Algifari. 2000. Analisis Regresi (edisi 2). Yogyakarta: PT. BPFE Yogyakarta.

Attanasio, O. P, 1999. Consumption, in Handbook of macroeconomics, ed.by J. B. Taylor, and M. Woodford, vol. 1B, Elsevier Science North-Holland, New York and Oxford, pp. 741—812.

Badan Pusat Statistik (BPS), Indikator Ekonomi, Berbagai Tahun Penerbitan (2000-2008)

Badan Pusat Statistik (BPS), Statistik Tahunan, Berbagai Tahun Penerbitan (2000 – 2008)

Bird, Richard M. 2003. Managing The Reform Process. Draft paper on World Bank Course on Practical Issues of Tax Policy in Developing Countries, April 28-May 1, 2003.

Godam, 2007. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi/Pengeluaran Rumah

Tangga - Pendidikan Ekonomi Dasar,

Indriantoro, Nur, & Bambang Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis (edisi pertama). Yogyakarta: PT. BPFE Yogyakarta.

Isyani, & Mulidyah Indira Hasmarini, 2005, Analisis Konsumsi Masyarakat di Indonesia Tahun 1989-2002 (Tinjauan Terhadap Hipotesis Keynes dan Post Keynes). Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. VI, Desember. No. 2, pp. 143-162.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Data Pokok APBN 2005-2010.

Koutsoyiannis, 2007. Theory of Econometrics, Second Edition, The McNillan Press Ltd, London.

Mangkoesoebroto, G. 1997. Ekonomi Publik. Universitas Gadjahmada, Yogyakarta. Mardiasmo. 2001. Perpajakan (edisi keenam). Yogyakarta: ANDI OFFSET.


(72)

Miyasto, 2004. Struktur Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.

Pajak Sebagai Tiang APBN 2002. 2002. Jumal Perpajakan Indonesia. vol 1 (6), hal. 39.

Saepudin. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai di Sumatera Utara. USU Medan.

Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Sabrina, Narulitta Otty. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia Periode 1985/1986-2005. Universitas Airlangga Surabaya

Setiyaji, Gunawan dan Hidayat Amir. 2005. Evaluasi Kinerja Sistem Perpajakan Indonesia. Jurnal Ekonomi Universitas Indonusa Esa Unggul, Jakarta Edisi November 2005.

Siregar, Khairani. 2008. Analisis Determinan Konsumsi Masyarakat. USU Medan.

Sudibjo. 2000. Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Yogyakarta: UII Press dan EKONISIA.

Sukardji, Untung. 2003. Perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dengan UU Nomor 18 Tahun 2000: Sebuah Analisis Konstruktif. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Susanti, Hera, Ikhsan, & Widyanti. 2000. Indikator-Indikator Makroekonomi (edisi kedua). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tjahjono, Achmad, & Muhammad Fakhri Husein. 2000. Perpajakan (edisi kedua).

Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Usman, Husaini, & R. Pumomo Setiady Akbar. 2000. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Undang-undang Pajak Tahun 2000 Nomor 16 Tahun 2000. 2000. Jakarta: Salemba Empat.


(73)

Waluyo, & Wirawan B. Ilyas. 2000. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.


(74)

LAMPIRAN 3 Hasil Regresi

Regression

Variables Entered/Removedb Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

dimension0

1 YKap, INF, SBD, PKPa

. Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: PPN

Model Summaryb Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

dimension0 1 .801 .642

a

.589 73.636105 1.450

a. Predictors: (Constant), YKap, INF, SBD, PKP b. Dependent Variable: PPN

ANOVA Model

b

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 262615.805 4 65653.951 12.108 .000a

Residual 146401.451 27 5422.276

Total 409017.256 31

a. Predictors: (Constant), YKap, INF, SBD, PKP b. Dependent Variable: PPN


(75)

Coefficientsa Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -305.912 209.828 -1.458 .156

PKP .019 .004 .762 4.450 .000 .452 2.212

INF -3.413 6.711 -.066 -.509 .615 .789 1.268

SBD -2.775 4.713 -.087 -.589 .561 .613 1.630

YKap 1.482E-6 .000 .046 .255 .800 .403 2.480

a. Dependent Variable: PPN

Coefficient Correlations Model

a

YKap INF SBD PKP

1 Correlations YKap 1.000 .355 .232 -.565

INF .355 1.000 -.089 -.117

SBD .232 -.089 1.000 .301

PKP -.565 -.117 .301 1.000

Covariances YKap 3.369E-11 1.382E-5 6.346E-6 -1.373E-8

INF 1.382E-5 45.036 -2.810 -.003

SBD 6.346E-6 -2.810 22.210 .006

PKP -1.373E-8 -.003 .006 1.750E-5


(76)

(77)

(78)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 32

Normal Parametersa,b Mean .0000000 Std. Deviation 68.72137550 Most Extreme Differences Absolute .073

Positive .073

Negative -.063

Kolmogorov-Smirnov Z .411

Asymp. Sig. (2-tailed) .996

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(79)

Coefficientsa Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 5.568 6.552 .850 .403

PKP 5.437E-5 .000 .116 .416 .681 .452 2.212

INF .132 .210 .134 .632 .533 .789 1.268

SBD -.056 .147 -.091 -.379 .707 .613 1.630

YKap 1.197E-7 .000 .196 .661 .515 .403 2.480


(80)

(81)

(1)

(2)

(3)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 32

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation 68.72137550

Most Extreme Differences Absolute .073

Positive .073

Negative -.063

Kolmogorov-Smirnov Z .411

Asymp. Sig. (2-tailed) .996

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(4)

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 5.568 6.552 .850 .403

PKP 5.437E-5 .000 .116 .416 .681 .452 2.212

INF .132 .210 .134 .632 .533 .789 1.268

SBD -.056 .147 -.091 -.379 .707 .613 1.630

YKap 1.197E-7 .000 .196 .661 .515 .403 2.480


(5)

(6)