12
D. Sintasan
Kelangsungan hidup akan menentukan produksi yang diperoleh dan erat
kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Kelangsungan hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta perbandingan
antara jumlah pakan dan kepadatannya Effendi, 1997. Royce 1973 menyatakan bahwa mortalitas dipengaruhi beberapa faktor dalam dan faktor luar.
Faktor luar meliputi kondisi abiotik, kompetisi antar spesies, tingginya jumlah populasi dalam ruang gerak yang sama, dan kurangnya makanan yang tersedia
akibat adanya penanganan yang kurang baik. Sedangkan faktor dalam dipengaruhi oleh umur dan daya penyesuaian diri terhadap lingkungan. Menurut
Subagja et al. , 1998, kematian larva yang dipelihara di indoor hatchery disebabkan karena timbulnya penyakit bakterial dan kanibalisme.
Menurut Stickney 1979 bahwa kematian ikan dalam suatu kegiatan budidaya
diduga karena faktor makanan yang tersedia dan faktor lingkungan yang sesuai. Telur ikan patin menetas menjadi larva. Fase larva merupakan fase kritis dalam
daur hidup ikan sehingga tingkat mortalitas pada fase ini sangat tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan tingkat mortalitas pada fase larva menjadi tinggi.
Faktor penyebab tersebut dapat digolongkan dalam faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal antara lain meliputi penyakit, hama, kualitas air, cuaca dan
pakan. Sedangkan faktor internal berasal dari proses perkembangan biologi larva sendiri Gufran, 2004.
13
E. Kualitas Air
Kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk
menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Sementara itu, perairan ideal adalah perairan yang
dapat mendukung kehidupan organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya. Dalam pemeliharaan ikan patin pasupati, parameter kualitas air yang mutlak
diperhatikan adalah suhu, kandungan oksigen terlarut, pH, amonia NH
3
dan nitrit NO
2
. Oksigen terlarut yang baik untuk ikan patin pasupati adalah 5 sampai 7 mgl, suhu 28 sampai 32
o
C, pH 6 sampai 8,5, amonia lebih kecil dari 0,2 mgl, dan nitrit lebih kecil 0,01 mgl. Fluktuasi suhu sebanyak 2
o
C dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva ikan. Penggunaan aerasi digunakan untuk
pensuplai oksigen terlarut dalam air Sularto et al. , 2007. Pengelolaan kualitas air merupakan kunci keberhasilan pemeliharaan ikan patin. Penurunan kualitas air
di akuarium atau bak dapat berasal dari sisa pakan dan kotoran benih ikan. Sisa makanan dan kotoran ikan mengendap dan membusuk di dasar akuarium.
Pembusukan ini akan meningkatkan kadar amonia dan menurunkan kadar oksigen terlarut di dalam air. Kadar amonia sebanyak 0,001 ppm dapat berpengaruh
langsung terhadap kehidupan benih ikan Perangin angin, 2003. Tabel 1. Parameter Kualitas Air Ikan Patin Pasupati
NO Parameter Kualitas Air
Kisaran berdasarkan pustaka Sularto, et al. 2007.
1 2
3 4
5 Suhu
o
C DO mgl
pH NH
3
mgl NO
2
mgl 28-32
5-7 6-8,5
0,2 0,01
Sumber : Sularto, et al 2007.
14
E.1 Suhu
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran
organisme akuatik baik di lautan maupun di perairan air tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan
organisme akuatik. Suhu pada air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, baik dalam media luar maupun air dalam tubuh ikan. Suhu makin naik maka reaksi
kimia akan makin cepat, sedangkan konsentrasi gas dalam air akan makin menurun, termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat reaksi toleran atau
tidak toleran. Pada suhu yang turun mendadak akan terjadi degenerasi sel darah merah sehingga proses respirasi terganggu dan menyebabkan ikan tidak aktif,
bergerombol, serta tidak mampu berenang dan makan sehingga imunitasnya terhadap penyakit berkurang Effendi, 2003. Suhu media pemeliharaan ikan
secara langsung mempengaruhi nafsu makan serta laju pertumbuhan metabolisme dalam tubuh ikan Boyd, 1990 dalam Ariyanto et al. , 2008.
E.2 Oksigen Terlarut
Gas oksigen larut dalam air, tetapi tidak bereaksi dengan air. Pengurangan
oksigen dalam air tergantung pada banyaknya partikel organik dalam air yang membutuhkan perombakan oleh bakteri melalui proses oksidasi. Makin tinggi
suhu maka makin rendah kadar oksigennya. Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis ikan berbeda karena perbedaan sel darah merahnya. Oksigen sebanyak 5 sampai 6
ppm yang terlarut di dalam air dianggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembang biak ikan. Kandungan oksigen yang rendah perlu dilakukan
penanganan khusus, misalnya dibuat aerasi yang masuk ke dalam bak atau
15 akuarium sehingga terjadi difusi oksigen dari udara bebas ke dalam air Effendi,
2003. Secara teori, kepadatan ikan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan
pemeliharaan. Semakin padat ikan yang dipelihara, pakan yang diberikan juga semakin banyak. Hal ini mengakibatkan materi buangan akibat metabolisme
semakin tinggi, sehingga berdampak pada menurunnya kadar O
2
terlarut dalam perairan. Oksigen terlarut dalam perairan banyak digunakan untuk oksidasi pakan
serta proses nitrifikasi oleh bakteri pengurai Stickney, 1979 dalam Nurhamidah, 2003. Menurut Legendre et al. 2000 dalam Kusdiarti et al. 2003, konsentrasi
O
2
sebesar 3 mgL merupakan batas toleransi benih ikan patin siam.
E.3 pH
pH merupakan suatu ekpresi dari konsentrasi ion hidrogen H
+
di dalam air. Besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. pH sangat
penting sebagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Fluktuasi pH air sangat di tentukan oleh
alkalinitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi maka air tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya ke nilai semula, dari setiap gangguan terhadap
pengubahan pH. Hubungan keasaman air dengan kehidupan ikan sangat besar. Titik kematian ikan pada pH asam adalah 4 dan pada pH basa adalah 11.
Penurunan pH bisa terjadi karena aktivitas ikan yang memproduksi asam. Akuarium yang airnya tidak pernah diganti menyebabkan pH menjadi rendah.
Pada lingkungan yang berubah terlalu asam atau tidak tertoleransi di bawah 5,5 atau terlalu alkali 8,0 maka akan terjadi reaksi tubuh ikan sehingga mempengaruhi
16 perilakunya. Perubahan pH secara mendadak menyebabkan ikan meloncat-loncat
atau berenang sangat cepat dan tampak seperti kekurangan oksigen hingga mati mendadak. Sementara perubahan pH secara perlahan akan menyebabkan lendir
keluar berlebihan, kulit menjadi keputihan, dan mudah kena bakteri Effendi, 2003. Faktor yang mempengaruhi pH adalah konsentrasi karbondioksida dan
senyawa yang bersifat asam. Kisaran nilai pH antara 1 sampai 14, angka 7 merupakan pH normal Khairuman, 2006.
E.4 Amonia
Amonia mudah larut dalam air dan akan bereaksi menjadi ion amonium dan ion
hidroksil. Amonia di perairan berasal dari hasil pemecahan nitrogen organik dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, berasal dari dekomposisi
bahan organik yang dilakukan oleh mikroba dan jamur yang dikenal dengan istilah amonifikasi. Kadar amonia terukur yang dapat membuat ikan mati adalah
lebih dari satu ppm. Bila kadarnya kurang dari kadar tersebut, tetapi lebih dari setengahnya maka dalam jangka lama ikan akan stres, sakit, dan pertumbuhannya
kurang bagus Effendi, 2003. Keberadaan amonia yang tidak terionisasi di perairan bersifat toksik bagi ikan. Konsentrasi amonia sebesar 0,25 mgl
menurunkan pertumbuhan sebesar 50 dan tidak terjadi pertumbuhan pada konsentrasi 0,97 mgl.
17
E.5 Nitrit
Nitrit terjadi dari proses oksidasi amonia dan juga merupakan gas beracun untuk
ikan. Kadar nitrit yang tinggi biasanya disebabkan oleh kadar amonia yang tinggi. Pada air yang sudah kotor karena terlalu banyak ikan, kadar nitritnya umumnya
tinggi. Kadar nitrit yang terukur dapat membuat ikan mati adalah lebih dari 0,1 ppm Effendi, 2003. Senyawa nitrat merupakan hasil oksidasi sempurna dari
nitrogen. Proses oksidasi amonia menjadi nitrat disebut nitrifikasi. Proses ini dilakukan oleh bakteri nitrobacter dan nitrosomonas.
18
III. METODE PENELITIAN