PERTUMBUHAN DAN SINTASAN BENIH IKAN PATIN PASUPATI PADA TINGKAT KEPADATAN TEBAR YANG BERBEDA

(1)

PERTUMBUHAN DAN SINTASAN BENIH IKAN PATIN PASUPATI PADA TINGKAT KEPADATAN TEBAR YANG BERBEDA

(Skripsi)

Oleh Sri Esti Suciati

0614111059

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

PERTUMBUHAN DAN SINTASAN BENIH IKAN PATIN PASUPATI PADA TINGKAT KEPADATAN TEBAR YANG BERBEDA

Oleh

SRI ESTI SUCIATI

Ikan patin pasupati merupakan salah satu jenis ikan air tawar hasil persilangan antara ikan patin jambal jantan dan ikan patin siam betina. Keunggulan ikan patin pasupati adalah benih dapat diproduksi secara massal seperti patin siam, dan memiliki daging berwarna putih. Kebutuhan benih ikan patin pasupati untuk konsumsi masih terbatas. Hal ini dikarenakan rendahnya ketersediaan benih ukuran satu sampai empat inch yang siap tebar dari pembudidaya. Salah satu solusi untuk meningkatkan suplai benih adalah dengan cara pemeliharaan secara intensif melalui peningkatan kepadatan tebar. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kepadatan tebar yang optimal dalam pendederan ikan patin pasupati sehingga sintasan dan pertumbuhan dapat optimal. Desain penelitian yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 4 perlakuan (25; 50; 75; dan 100 ekor/liter) dan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tingkat kepadatan tebar berpengaruh pada sintasan, pertambahan bobot mutlak, pertambahan panjang mutlak dan laju pertumbuhan spesifik benih ikan patin pasupati. Namun tidak berpengaruh terhadap efisiensi pakan. Kepadatan optimal dalam pendederan benih ikan patin pasupati adalah kepadatan tebar 50 ekor/liter.

Kata kunci : Kepadatan tebar, pertumbuhan, sintasan dan ikan patin pasupati


(3)

ABSTRACT

GROWTH AND SURVIVAL RATE PASUPATI ON A DIFFERENT STOCKING DENSITY

By

SRI ESTI SUCIATI

Pasupati is heredited from Pangasius djambal (male) and Pangasionodon hypopthalmus (female). Advantages pasupati are the seeds can be produced in bulk, such as Pangasionodon hypopthalmus, and have white flesh. The suplies of seeds of pasupati is limited. This is because the precise seeds for culture are low availability. One of solution to increased by intensive rearing with high density. This research aims to study the optimal density in pasupati nursery. The study used CDR (Completely Randomized Design) with four treatments (25; 50; 75; and 100 individu/liter) and three replications. The data was analyzed by analysis of variance with 95% confidence level, then tested by LCD (Least Significant Difference). The result should that the level of stocking density effect on survival rate, the absolute weight gain, length increment and specific growth rate seed pasupati. However, there is no effect on feed efficiency. The optimum density for nursery system of pasupati is 50 individu/liter.


(4)

PERTUMBUHAN DAN SINTASAN BENIH IKAN PATIN PASUPATI PADA TINGKAT KEPADATAN TEBAR YANG BERBEDA

Oleh

SRI ESTI SUCIATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

Judul Skripsi : PERTUMBUHAN DAN SINTASAN BENIH IKAN PATIN PASUPATI PADA TINGKAT

KEPADATAN TEBAR YANG BERBEDA Nama Mahasiswi : Sri Esti Suciati

Nomor Pokok Mahasiswi : 0614111059 Program Studi : Budidaya Perairan

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Tarsim, S. Pi. , M. Si Drs. Sularto, M. Si

NIP. 197610122000121001 NIP. 19610928 198903 1 002

2. Ketua Program Studi Budidaya Perairan

Indra Gumay Yudha, S. Pi. , M. Si


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Tarsim, S. Pi. , M. Si ……….

Sekretaris : Drs.Sularto, M. Si ………..

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Suparmono, M. T. A ……….

2. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.

NIP. 196108261987021001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rama Yana, Lampung Tengah pada tanggal 01 Mei 1988, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, pasangan dari Bapak Tuyasno dan Ibu Suparmi.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN I Rama Yana pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 1 Seputih Raman pada tahun 2003, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Seputih Mataram pada tahun 2006. Pada tahun 2006, Penulis terdaftar sebagai mahasiswi pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswi, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Perikanan Unila (HIDRILA). Pada tahun 2009, Penulis melaksanakan Praktik Umum LRPTBPAT, Sukamandi, Subang-Jawa Barat. Untuk menyelesaikan studinya di Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Penulis melaksanakan penelitian yang merupakan salah satu syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Perikanan. Penelitian ini berjudul ” Pertumbuhan dan Sintasan Benih Ikan Patin Pasupati Pada Tingkat Kepadatan Tebar Yang Berbeda ” yang dilaksanakan pada tahun 2010 di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) Sukamandi, Subang-Jawa Barat


(8)

Dengan mengucap Syukur Kehadirat Allah SWT

Kupersembahkan karyaku ini kepada

“BAP

AK dan IBUKU

Tercinta”

Bapak dan ibuku yang selalu berusaha memberikan

kebahagiaan untukku, meski aku telah banyak

menyusahkan kalian tapi kalian selalu menyayangiku

dengan penuh senyuman. Aku tahu keletihan kalian

untuk kebahagiaanku. Namun kalian tetap

tersenyum untukku. Terima kasih bapak dan ibuku,

aku sayang kalian dengan sepenuh hatiku. Apapun

yang terjadi takkan kuasa hatiku untuk membenci.

Terima kasih adikku sayang ”Manto” yang

selalu memberikan keceriaan untukku

Teman-temanku

Dan

 “Almamater yang t

elah banyak memberikanku


(9)

SANWACANA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul “ Pertumbuhan dan Sintasan Benih Ikan Patin Pasupati Pada Tingkat Kepadatan Tebar Yang Berbeda” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S., selaku Dekan Fakultas Pertanian; 2. Drs. I Wayan Subamia, M. Si. , selaku Kepala LRPTBPAT Sukamandi,

Subang – Jawa Barat ;

3. Indra Gumay Yudha, S. Pi. , M. Si. , selaku Ketua Program Studi Budidaya Perairan;

4. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa;

5. Tarsim, S. Pi. , M. Si. , selaku Pembimbing Utama sekaligus Pembimbing Akademik atas bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Drs. Sularto, M. Si , selaku Pembimbing Kedua atas bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

7. Ir. Suparmono, M. T. A selaku Dosen Pembahas yang telah memberikan masukan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(10)

8. Ir. Evi Tahapari, selaku Peneliti Patin di LRPTBPAT yang telah memberikan masukan, saran dan kritik untuk penyelesaian skripsi ini. 9. Kamlawi, selaku Pembimbing Lapang yang telah memberikan bantuan,

sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar;

10.Mbak Ika, Ikhsan, Ucup, Pak Tatang, selaku peneliti dan teknisi ikan patin yang telah memberikan bantuan sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar;

11.Adikku tersayang, yang selalu memberikan keceriaan dan kebahagiaan tersendiri;

12.Teman-teman yang ada di LRPTBPAT semasa penelitian, teman-teman yang selalu membantu;

13.Keluarga besar budidaya perikanan terutama teman-teman di jurusan budidaya perikanan UNILA angkatan 2006, teman-teman dari SMA, dan teman satu kosan yang selalu membantu;

14.Keluarga besar komplek perikanan Sukamandi, yang sudah membantu selama di Sukamandi;

Kepada semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, dan telah membantu penyelesaian skripsi ini, Penulis ucapkan terima kasih. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfat bagi pembaca. Amin.

Bandar Lampung, 5 Agustus 2010


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

D. Kerangka Pikir... 3

E. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Biologi Ikan Patin Pasupati (Pangasius sp) ... 5

B. Kepadatan Tebar ... 7

C. Pertumbuhan ... 10

D. Sintasan ... 12

E. Kualitas Air ... 13

E.1 Suhu ... 14

E.2 Oksigen Terlarut ... 14

E.3 pH ... 15

E.4 Amonia ... 16


(12)

III. METODE PENELITIAN ... 18

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

B. Alat dan Bahan ... 18

C. Desain Penelitian ... 19

D. Pelaksanaan Penelitian ... 20

D.1 Persiapan Wadah ... 20

D.2 Penebaran Benih ... 20

D.3 Perlakuan Kepadatan Tebar ... 20

D.4 Pemeliharaan ... 21

E. Parameter yang Diamati ... 22

E.1 Pertambahan Bobot Mutlak ... 22

E.2 Pertambahan Panjang Mutlak ... 22

E.3 Laju Pertumbuhan Spesifik... 23

E.4 Efisiensi Pakan... 24

E.4 Sintasan ... 24

E.6 Kualitas Air ... 25

F. Analisis Data ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Hasil ... 26

A.1 Pertambahan Bobot Mutlak ... 26

A.2 Pertambahan Panjang Mutlak ... 28

A.3 Laju Pertumbuhan Spesifik ... 30

A.4 Efisiensi Pakan ... 32

A.5 Sintasan ... 32

A.6 Kulitas Air ... 34

B. Pembahasan ... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... .. 42

A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Parameter Kualitas Air Ikan Patin Pasupati ... 13 2. Data Parameter Kualitas Air Selama Pemeliharan Benih Ikan Patin


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir ... 3

2. Ikan Patin Pasupati ... 7

3. Histogram Pertambahan Bobot Mutlak Benih Ikan Patin Pasupati ... 27

4. Pertambahan Bobot Benih Ikan Patin Pasupati Selama 40 Hari ... 28

5. Histogram Pertambahan Panjang Mutlak Benih Ikan Patin Pasupati ... 29

6. Pertambahan Panjang Benih Ikan Patin Pasupati Selama 40 Hari ... 30

7. Histogram Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Patin Pasupati. ... 31

8. Histogram Efisiensi Pakan Benih Ikan Patin Pasupati ... 32


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabel RAL dan Analisis Ragam Pertambahan Bobot Mutlak Benih Ikan Patin

Pasupati ... 47

2. Tabel RAL dan Analisis Ragam Pertambahan Panjang Mutlak Benih Ikan Patin Pasupati ... 49

3. Tabel RAL dan Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Patin Pasupati ... 51

4. Tabel RAL dan Analisis Ragam Efisiensi Pakan Benih Ikan Patin Pasupati 53 5. Tabel RAL dan Analisis Ragam Sintasan Benih Ikan Patin Pasupati ... 54

6. Data Pengamatan Panjang dan Bobot Benih Ikan Patin Pasupati Pada Sampling ke-1 ... 56

7. Data Pengamatan Panjang dan Bobot Benih Ikan Patin Pasupati Pada Sampling ke-2 ... 57

8. Data Pengamatan Panjang dan Bobot Benih Ikan Patin Pasupati Pada Sampling ke-3 ... 58

9. Data Pengamatan Panjang dan Bobot Benih Ikan Patin Pasupati Pada Sampling ke-4 ... 59

10. Laju Pertumbuhan Spesifik Sampling ke-1... 60

11. Laju Pertumbuhan Spesifik Sampling ke-2... 61

12. Laju Pertumbuhan Spesifik Sampling ke-3... 62

13. Laju Pertumbuhan Spesifik Sampling ke-4... 63


(16)

15. Jumlah Pellet yang Dibutuhkan Selama Pemeliharaan (Tanggal 1 Maret

sampai 30 Maret)... .... 65

16. Pemberian Pakan Larva Ikan Patin Pasupati ... 66

17. Ikan Mati ... 67

18. Ikan Mati Karena Kanibal ... 67

19. Letak Akuarium ... 68

20. Benih Ikan Patin Pasupati yang Terserang Penyakit... 69

21. Denah Pengacakan Akuarium ... 70


(17)

I. PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar yang populer adalah ikan patin. Jenis ikan patin yang sering dibudidayakan adalah jenis ikan patin siam dan ikan patin jambal. Jenis Patin siam sangat populer dan mudah memasyarakat,

dikarenakan mudah dikembangbiakkan dan mampu menghasilkan telur atau benih dalam jumlah yang relatif banyak setiap kali dipijahkan. Namun, ikan patin siam memiliki kekurangan yaitu memiliki daging yang berwarna kekuningan atau kemerahan. Ikan patin jambal sangat diminati oleh masyarakat Sumatera dan Kalimantan. Keunggulan ikan patin jambal adalah memiliki daging berwarna putih yang memenuhi permintaan pasar lokal dan permintaan ekspor, namun ikan patin jambal memiliki kekurangan yaitu ikan patin jambal sulit untuk diproduksi massal karena menghasilkan telur atau fekunditasnya rendah.

Dalam menghadapi permintaan pasar terutama pasar lokal dan dunia akan

permintaan ikan patin berdaging putih, maka LRPTBPAT (Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar) Sukamandi, Subang- Jawa Barat dilakukan persilangan atau hibridisasi antara patin siam betina dan patin jambal

jantan, yang disebut sebagai ikan “ Patin Pasupati (Ikan patin super harapan pertiwi)”. Keunggulan dari ikan patin ini adalah memiliki daging yang berwarna


(18)

putih, kadar lemak yang relatif rendah, dan benih dapat diproduksi secara massal seperti patin siam. Keunggulan ini yang menyebabkan ikan ini banyak diminati oleh pengusaha pembudidaya ikan. Permasalahan yang masih timbul adalah pembudidaya ikan belum mendapatkan kepadatan tebar larva yang optimal untuk menghasilkan benih ukuran satu sampai empat inch yang siap tebar. Melalui pemeliharaan dengan kepadatan tebar larva yang optimal dan didukung kondisi kualitas air yang terkontrol serta pakan yang tercukupi, maka diharapkan dapat meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan patin pasupati. Latar belakang ini menjadi dasar dilakukannya penelitian tentang tingkat kepadatan tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan dan sintasan benih ikan patin pasupati.

B.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kepadatan tebar yang optimal dalam pendederan ikan patin pasupati sehingga sintasan dan pertumbuhan dapat optimal.

C.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan dan memberikan informasi tentang kepadatan tebar yang optimal dalam pendederan ikan patin pasupati sampai umur 40 hari, sehingga sintasan dan pertumbuhan dapat optimal. Kegunaannya secara umum adalah dapat berperan dalam meningkatkan


(19)

D.

Kerangka Pemikiran

Semakin tinggi tingkat kepadatan tebar benih, berarti semakin banyak jumlah benih per satuan luas atau volume. Faktor padat penebaran berhubungan dengan jumlah dan bobot ikan yang ada dalam satuan luas atau volume perairan.

Penebaran ikan yang terlalu padat akan menghalangi pertumbuhan ikan. Hal ini disebabkan oleh besarnya tingkat kompetisi antar individu terhadap makanan, ruang gerak dan konsumsi oksigen, besarnya kandungan bahan buangan (metabolic product) yang terkumpul dalam perairan yang dapat mengganggu ikan, seperti amonia. Akibat dari tingginya kepadatan tebar, maka ruang gerak ikan semakin menyempit serta persaingan terhadap makanan dan oksigen semakin tinggi (Suyanto,1999). Penebaran benih ikan patin pasupati harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan stres. Ini dilakukan dengan cara memperhatikan kondisi air serta kesesuaian air pemeliharaan. Kepadatan tebar benih ikan patin pasupati yang digunakan dalam penelitian adalah 25 ekor/liter, 50 ekor/liter, 75 ekor/liter, dan 100 ekor/liter. Dari keempat perlakuan ini

diharapkan kepadatan tebar yang optimal, maka sintasan dan pertumbuhan benih ikan patin pasupati akan optimal.

Gambar 1. Kerangka Pikir

Kepadatan tebar optimal

Kualitas air

Pakan GR


(20)

E.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan adalah:

a. Hipotesis untuk parameter Pertumbuhan:

H0 = τi = τj = 0 : Perlakuan kepadatan tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan benih ikan patin pasupati

H1 = τi ≠τj ≠ 0 : Perlakuan kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan benih ikan patin pasupati

b. Hipotesis untuk parameter Sintasan:

H0 = τi = τj = 0 : Perlakuan kepadatan tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sintasan benih ikan patin pasupati

H1 = τi ≠ τj ≠ 0 : Perlakuan kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap sintasan benih ikan patin pasupati


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Ikan Patin Pasupati (Pangasius sp.)

Klasifikasi ikan patin pasupati menurt Amri dan Khairuman (2008) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub-kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub-ordo : Siluroideae

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius (Jambal) Periopthalmus (Siam)

Spesies : Pangasianodon hypophthalmus (Siam) Pangasius djambal (Jambal)

Patin pasupati adalah jenis ikan patin yang dihasilkan dari persilangan antara patin siam betina dan patin jambal jantan. Klasifikasi ikan patin pasupati belum

diketahui termasuk ke dalam genus ikan patin jambal atau ikan patin siam. Ikan patin jambal merupakan ikan patin lokal Indonesia yang mempunyai potensi sebagai komoditas ekspor karena memiliki daging berwarna putih yang sangat


(22)

disukai pasar Jepang, Eropa, Rusia, dan Amerika (Tahapari, et al., 2009).

Morfologi kepala pada ikan patin Jambal yaitu rasio panjang standar atau panjang kepala 4,12 cm, kepala relatif panjang, melebar ke arah punggung, mata

berukuran sedang pada sisi kepala, lubang hidung relatif membesar, mulut

subterminal relatif kecil dan melebar ke samping, gigi tajam dan sungut mencapai belakang mata, jarak antara ujung moncong dengan tepi mata lebih panjang. Sedangkan morfologi badannya yaitu rasio panjang standar atau tinggi badan 3,0 cm, tubuh relatif memanjang, warna punggung abu-abu kehitaman, pucat pada bagian perut dan sisip transparan, perut lebih lebar dibandingkan panjang kepala, jarak sirip perut ke ujung moncong relatif panjang (Khairuman, 2006).

Ikan patin siam merupakan ikan introduksi dari Thailand. Rendahnya peluang ekspor ikan patin siam dikarenakan oleh warna daging kekuningan yang kurang diminati konsumen dari negara-negara maju (Tahapari, et al. , 2009). Tubuh patin siam terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor. Kepalanya kecil dan

gepeng dengan batok kepala yang keras. Mata yang kecil, hidung yang kecil, mulut yang bercelah lebar dengan dua pasang sungut maksila dan mandibula atau kumis. Tutup insang tidak terlalu besar, menutup bagian kepala (Usni, 2008). Patin siam bersirip lima, yaitu sebuah sirip punggung (dorsal fin), sebuah ekor (caudal fin), sebuah sirip dubur (anal fin), sepasang sirip perut (ventral fin), dan sepasang sirip dada ( pectoral fin). Sirip punggungnya kecil dan pendek, berada tepat di atas perut. Sirip dubur panjang, kurang lebih sepertiga dari panjang tubuhnya, dan berjari-jari sirip 23 sampai 33. selain kelima sirip, patin siam memiliki sirip yang tidak dimiliki ikan lain, yaitu bersirip lemah (adopose fin) yang letaknya di belakang sirip punggung (Usni, 2008).


(23)

Keunggulan lain dari patin pasupati adalah mempunyai kadar lemak yang rendah. Kadar lemak patin pasupati hanya 14,93%, sementara patin siam dan jambal masing-masing adalah 18,41% dan 16,86% (Khairuman, 2006).

Morfologi ikan patin pasupati lebih menyerupai ikan patin siam, yang menjadi ciri utama adalah jumlah jari-jari sirip perut yang berjumlah 7 buah. Warna tubuh kebiruan cerah dan ujung sirip berwarna putih (Sularto et al. , 2007).

b

a

d e

f h c g

Gambar 2. Ikan patin pasupati

Ket : (a) panjang total, (b) sirip punggung, (c) sirip ekor, (d) mulut, (e) mata, (f) sirip dada, (g) sirip perut,(h) sirip anal.

B.Kepadatan Tebar

Kepadatan tebar ikan adalah jumlah ikan yang ditebar dalam wadah budidaya persatuan luas atau volume. Pertumbuhan ikan akan lebih cepat bila dipelihara dengan kepadatan tebar yang rendah dan sebaliknya akan lambat bila

kepadatannya tinggi. Ketika kepadatan ikan relatif rendah dan populasi pakan alami mencukupi maka pertumbuhan ikan berada dalam keadaan maksimal. Kepadatan rendah dapat menghasilkan kelangsungan hidup yang tinggi, tetapi produksi yang diperoleh rendah. Pada kepadatan tebar tinggi, kondisi lingkungan menjadi buruk yakni menurunnya kandungan oksigen terlarut dalam air dan


(24)

meningkatnya amonia akibat penumpukan sisa pakan dan feses. Oksigen sangat dibutuhkan untuk sumber energi bagi jaringan tubuh, aktivitas pergerakan dan aktivitas pengolahan makanan sehingga berkurangnya kandungan oksigen di air dapat menurunkan tingkat konsumsi pakan ikan (Zonneveld etal. , 1991).

Amonia bersifat toksik dan mudah terserap ke dalam tubuh organisme sehingga menyebabkan gangguan fisiologis dan pemicu stress pada ikan (Boyd, 1990). Kondisi tersebut merupakan tekanan lingkungan yang dapat menyebabkan kenyamanan ikan menjadi terganggu. Pertumbuhan ikan akan terhambat karena energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan dipakai ikan untuk mempertahankan dirinya dari tekanan lingkungan. Jika tekanan lingkungan yang terjadi tidak dapat ditolerir oleh ikan maka dalam jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan kematian. Intensifikasi budidaya dapat berhasil jika dilakukan pengawasan terhadap empat faktor utama lingkungannya yaitu pengawasan suhu, penambahan pakan, pemenuhan kebutuhan kualitas air dan pembersihan limbah metabolisme. Dengan pengawasan terhadap empat hal tersebut dapat

memungkinkan untuk meningkatkan kepadatan tebar ikan tanpa mengurangi pertumbuhan individu ikan sehingga dapat meningkatkan produksi (Hepher, 1978).

Penurunan tingkat konsumsi pakan pada ikan saat kepadatan semakin tinggi menyebabkan ikan stress dan pertumbuhanya terhambat, hal ini sangat jelas karena ikan yang stress membutuhkan energi yang lebih banyak untuk proses homeostatik dalam tubuhnya. Menurunnya tingkat konsumsi pakan yang


(25)

dimanfaatkan oleh ikan dapat menjadi indikator bahwa ikan sedang mengalami stress karena kepadatan yang terlalu tinggi. (Nur, 2008).

Kanibalisme merupakan sifat memangsa jenis dan umumnya dilakukan oleh ikan yang berukuran lebih besar terhadap ikan yang berukuran lebih kecil. Kanibalisme juga bisa terjadi pada sesama benih, yaitu benih-benih ikan sejenis yang seumur dan seukuran saling memangsa. Sifat kanibalisme dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor alamiah dan kelalaian atau kesengajaan. Faktor alamiah berupa sifat genetika, kesehatan dan ketahanan tubuh, kesempatan dan keagresifan mencari makanan. Sedangkan faktor kelalaian berupa pembudidaya tidak menyortir atau menyeragamkan ukuran ikan yang dipelihara. Benih ikan patin siam memiliki sifat kanibal terutama pada hari kedua sampai dengan ketiga. Benih ikan patin siam bersifat fototaksis positif dan memiliki alat pernapasan tambahan berupa aborescen yang mulai terbentuk pada umur 12 hari-15 hari, sehingga dapat mengambil oksigen bebas dari udara dan bertahan hidup pada perairan yang kurang oksigen (Amri, 2008).

Kanibalisme juga terjadi akibat kepadatan tebar tinggi. Pada kepadatan tebar ikan yang tinggi dan dipelihara dalam ruang yang tidak sesuai akibatnya ruang gerak ikan terbatas, tingkat persaingan makanan dan oksigen menjadi tinggi. Suasana yang demikian memicu munculnya sifat kanibal pada ikan untuk saling memangsa (terutama jenis ikan karnivora). Biasanya, pada kondisi seperti itu tingkat

emosional benih muncul. Tidak untuk saling memangsa namun hanya sekedar berkelahi memperebutkan pakan dan ruang yang berakibat kematian.


(26)

Keterlambatan pemberian pakan juga dapat menyebabkan munculnya

kanibalisme. Ikan yang sudah dilatih makan pada jam-jam tertentu, akan gelisah jika tidak diberi pakan pada jam tersebut. Akibatnya, sifat kanibalisme ikan yang memiliki sifat agresivitas tinggi akan terpicu. Apalagi, jika dalam tempat

pemeliharaan tidak terdapat pakan alternatif seperti pakan alami (Amri, 2008).

Peningkatan kepadatan ikan tanpa disertai dengan peningkatan jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air yang terkontrol akan menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ikan dan jika telah sampai pada batas tertentu maka pertumbuhan akan terhenti sama sekali. Peningkatan produksi melalui peningkatan kepadatan hanya dapat dilakukan dengan intensifikasi yaitu pengelolaan pakan dan

lingkungan. Pada penelitian kepadatan tebar ikan patin siam dengan perlakuan 50,100, dan 150 ekor/liter pada suatu sistem resirkulasi tertutup, didapatkan nilai sintasan berturut-turut adalah 21,34 %; 19, 78 %, dan 19,71 % (Ariyanto, et al. , 2008).

C. Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran pada periode waktu tertentu atau proses perubahan biomass atau jumlah individu pada periode waktu tertentu. Pertumbuhan terdiri dari pertumbuhan mutlak yaitu perubahan ukuran berat atau panjang yang sebenarnya diantara dua umur atau dalam waktu satu tahun. Sedangkan pertumbuhan nisbi adalah presentase pertumbuhan pada tiap interval waktu (Effendi, 1997). Sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk metabolisme basal (pemeliharaan), sisanya untuk aktivitas, pertumbuhan, dan reproduksi (Fujaya, 2004). Menurut Zonneveld et al. , (1991) meningkatnya laju


(27)

konsumsi oksigen sejalan dengan meningkatnya laju metabolisme. Konversi makanan dan laju pertumbuhan juga bergantung pada oksigen. Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, makanan ikan harus mengandung gizi yang cukup.

Menurut Sularto et al. , (2007), kelebihan patin pasupati adalah memiliki daging putih. Berdasarkan hasil penelitian, laju pertumbuhan relatif patin pasupati pada saat pembesaran di kolam selama 60 hari sebesar 3,05 sedangkan untuk jenis patin siam dan jambal masing-masing sebesar 2,82 dan 2,87. Waktu yang diperlukan patin pasupati untuk mencapai ukuran panen (1 kg) dari benih ukuran 2,5 inci adalah 7 bulan dengan nilai FCR sebesar 1,5. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor ini dapat digolongkan menjadi dua bagian yang besar yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol, diantaranya adalah keturunan, sex, umur. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan, parasit, penyakit, dan suhu perairan. Faktor-faktor kimia perairan dalam keadaan ekstrim, mempunyai pengaruh hebat terhadap pertumbuhan, bahkan dapat menyebabkan fatal. Diantaranya adalah oksigen, karbondioksida, hidrogen sulfide, keasaman dan alkalinitas, dimana pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap makanan (Effendi, 1997). Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, hormone dan lingkungan. Faktor lingkungan yang paling penting adalah zat hara (Fujaya, 2004).


(28)

D. Sintasan

Kelangsungan hidup akan menentukan produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Kelangsungan hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas air serta perbandingan antara jumlah pakan dan kepadatannya (Effendi, 1997). Royce (1973)

menyatakan bahwa mortalitas dipengaruhi beberapa faktor dalam dan faktor luar. Faktor luar meliputi kondisi abiotik, kompetisi antar spesies, tingginya jumlah populasi dalam ruang gerak yang sama, dan kurangnya makanan yang tersedia akibat adanya penanganan yang kurang baik. Sedangkan faktor dalam

dipengaruhi oleh umur dan daya penyesuaian diri terhadap lingkungan. Menurut Subagja et al. , (1998), kematian larva yang dipelihara di indoor hatchery

disebabkan karena timbulnya penyakit bakterial dan kanibalisme.

Menurut Stickney (1979) bahwa kematian ikan dalam suatu kegiatan budidaya diduga karena faktor makanan yang tersedia dan faktor lingkungan yang sesuai. Telur ikan patin menetas menjadi larva. Fase larva merupakan fase kritis dalam daur hidup ikan sehingga tingkat mortalitas pada fase ini sangat tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan tingkat mortalitas pada fase larva menjadi tinggi. Faktor penyebab tersebut dapat digolongkan dalam faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal antara lain meliputi penyakit, hama, kualitas air, cuaca dan pakan. Sedangkan faktor internal berasal dari proses perkembangan biologi larva sendiri (Gufran, 2004).


(29)

E. Kualitas Air

Kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Sementara itu, perairan ideal adalah perairan yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya. Dalam pemeliharaan ikan patin pasupati, parameter kualitas air yang mutlak diperhatikan adalah suhu, kandungan oksigen terlarut, pH, amonia (NH3) dan

nitrit (NO2). Oksigen terlarut yang baik untuk ikan patin pasupati adalah 5 sampai

7 mg/l, suhu 28 sampai 32o C, pH 6 sampai 8,5, amonia lebih kecil dari 0,2 mg/l, dan nitrit lebih kecil 0,01 mg/l. Fluktuasi suhu sebanyak 2o C dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva ikan. Penggunaan aerasi digunakan untuk pensuplai oksigen terlarut dalam air (Sularto et al. , 2007). Pengelolaan kualitas air merupakan kunci keberhasilan pemeliharaan ikan patin. Penurunan kualitas air di akuarium atau bak dapat berasal dari sisa pakan dan kotoran benih ikan. Sisa makanan dan kotoran ikan mengendap dan membusuk di dasar akuarium.

Pembusukan ini akan meningkatkan kadar amonia dan menurunkan kadar oksigen terlarut di dalam air. Kadar amonia sebanyak 0,001 ppm dapat berpengaruh langsung terhadap kehidupan benih ikan (Perangin angin, 2003).

Tabel 1. Parameter Kualitas Air Ikan Patin Pasupati NO Parameter

Kualitas Air

Kisaran berdasarkan pustaka (Sularto, et al. 2007).

1 2 3 4 5

Suhu (oC) DO (mg/l) pH

NH3 (mg/l)

NO2 (mg/l)

28-32 5-7 6-8,5 < 0,2 < 0,01 Sumber : Sularto, et al (2007).


(30)

E.1 Suhu

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme akuatik baik di lautan maupun di perairan air tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik. Suhu pada air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, baik dalam media luar maupun air dalam tubuh ikan. Suhu makin naik maka reaksi kimia akan makin cepat, sedangkan konsentrasi gas dalam air akan makin menurun, termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat reaksi toleran atau tidak toleran. Pada suhu yang turun mendadak akan terjadi degenerasi sel darah merah sehingga proses respirasi terganggu dan menyebabkan ikan tidak aktif, bergerombol, serta tidak mampu berenang dan makan sehingga imunitasnya terhadap penyakit berkurang (Effendi, 2003). Suhu media pemeliharaan ikan secara langsung mempengaruhi nafsu makan serta laju pertumbuhan metabolisme dalam tubuh ikan (Boyd, 1990 dalam Ariyanto et al. , 2008).

E.2 Oksigen Terlarut

Gas oksigen larut dalam air, tetapi tidak bereaksi dengan air. Pengurangan oksigen dalam air tergantung pada banyaknya partikel organik dalam air yang membutuhkan perombakan oleh bakteri melalui proses oksidasi. Makin tinggi suhu maka makin rendah kadar oksigennya. Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis ikan berbeda karena perbedaan sel darah merahnya. Oksigen sebanyak 5 sampai 6 ppm yang terlarut di dalam air dianggap paling ideal untuk tumbuh dan

berkembang biak ikan. Kandungan oksigen yang rendah perlu dilakukan penanganan khusus, misalnya dibuat aerasi yang masuk ke dalam bak atau


(31)

akuarium sehingga terjadi difusi oksigen dari udara bebas ke dalam air (Effendi, 2003).

Secara teori, kepadatan ikan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan

pemeliharaan. Semakin padat ikan yang dipelihara, pakan yang diberikan juga semakin banyak. Hal ini mengakibatkan materi buangan akibat metabolisme semakin tinggi, sehingga berdampak pada menurunnya kadar O2 terlarut dalam

perairan. Oksigen terlarut dalam perairan banyak digunakan untuk oksidasi pakan serta proses nitrifikasi oleh bakteri pengurai (Stickney, 1979 dalam Nurhamidah, 2003). Menurut Legendre et al. (2000) dalam Kusdiarti et al. (2003), konsentrasi O2 sebesar 3 mg/L merupakan batas toleransi benih ikan patin siam.

E.3 pH

pH merupakan suatu ekpresi dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air. Besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Fluktuasi pH air sangat di tentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi maka air tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya ke nilai semula, dari setiap gangguan terhadap pengubahan pH. Hubungan keasaman air dengan kehidupan ikan sangat besar. Titik kematian ikan pada pH asam adalah 4 dan pada pH basa adalah 11. Penurunan pH bisa terjadi karena aktivitas ikan yang memproduksi asam. Akuarium yang airnya tidak pernah diganti menyebabkan pH menjadi rendah. Pada lingkungan yang berubah terlalu asam atau tidak tertoleransi di bawah 5,5 atau terlalu alkali 8,0 maka akan terjadi reaksi tubuh ikan sehingga mempengaruhi


(32)

perilakunya. Perubahan pH secara mendadak menyebabkan ikan meloncat-loncat atau berenang sangat cepat dan tampak seperti kekurangan oksigen hingga mati mendadak. Sementara perubahan pH secara perlahan akan menyebabkan lendir keluar berlebihan, kulit menjadi keputihan, dan mudah kena bakteri (Effendi, 2003). Faktor yang mempengaruhi pH adalah konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Kisaran nilai pH antara 1 sampai 14, angka 7 merupakan pH normal (Khairuman, 2006).

E.4 Amonia

Amonia mudah larut dalam air dan akan bereaksi menjadi ion amonium dan ion hidroksil. Amonia di perairan berasal dari hasil pemecahan nitrogen organik dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, berasal dari dekomposisi bahan organik yang dilakukan oleh mikroba dan jamur yang dikenal dengan istilah amonifikasi. Kadar amonia terukur yang dapat membuat ikan mati adalah lebih dari satu ppm. Bila kadarnya kurang dari kadar tersebut, tetapi lebih dari setengahnya maka dalam jangka lama ikan akan stres, sakit, dan pertumbuhannya kurang bagus (Effendi, 2003). Keberadaan amonia yang tidak terionisasi di perairan bersifat toksik bagi ikan. Konsentrasi amonia sebesar 0,25 mg/l menurunkan pertumbuhan sebesar 50% dan tidak terjadi pertumbuhan pada konsentrasi 0,97 mg/l.


(33)

E.5 Nitrit

Nitrit terjadi dari proses oksidasi amonia dan juga merupakan gas beracun untuk ikan. Kadar nitrit yang tinggi biasanya disebabkan oleh kadar amonia yang tinggi. Pada air yang sudah kotor karena terlalu banyak ikan, kadar nitritnya umumnya tinggi. Kadar nitrit yang terukur dapat membuat ikan mati adalah lebih dari 0,1 ppm (Effendi, 2003). Senyawa nitrat merupakan hasil oksidasi sempurna dari nitrogen. Proses oksidasi amonia menjadi nitrat disebut nitrifikasi. Proses ini dilakukan oleh bakteri nitrobacter dan nitrosomonas.


(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2010 selama 40 hari, di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar

(LRPTBPAT) Sukamandi, Subang-Jawa Barat.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu : 1. Akuarium berukuran 60 x 30 x 40 cm sebanyak 12 buah 2. Cawan Petri

3. Hi-Blow untuk aerasi 4. Timbangan analitik 5. Water Quality cheker

6. Serok ikan 7. Plankton net 8. Galon

9. Bak pemeliharaan sementara 10. Selang sipon


(35)

12. Mikroskop 13. Ember plastik

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Larva ikan patin pasupati setelah menetas dengan bobot rata-rata 0,0008 gram. Larva yang digunakan sebanyak 30.000 ekor.

2. Pakan selama pemeliharaan (artemia, tubifex dan pellet ukuran crumble 0,425 x 0,71 mm ; 0,71 x 1 mm, dan 1 x 2,3 mm. Pellet yang diberikan mengandung protein 40%, moisture 11 %, lemak 6%, dan serat 3%).

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah :

Model statistik yang digunakan adalah (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) : Yij = μ + τi + εij

Keterangan : Yij : Pengaruh kepadatan tebar pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ : Rataan umum

τi : Pengaruh kepadatan tebar ke-i


(36)

D. Pelaksanaan Penelitian D.1 Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran 60 x 30 x 40 cm sebanyak 12 buah. Akuarium diisi air sebanyak 40 liter, pengukuran menggunakan gelas ukur. Akuarium dilengkapi dengan aerasi. Persiapan ini dilakukan dua hari sebelum penebaran benih dilakukan.

D.2 Penebaran Benih

Benih yang digunakan adalah larva dari hasil pembenihan buatan. Larva yang menetas dari corong penetasan kemudian diambil menggunakan serok dan dimasukkan ke dalam baskom dan ditempatkan ke dalam bak pemeliharaan sementara. Kemudian dilakukan perhitungan larva sesuai perlakuan yang

diberikan. Larva ditimbang dan diukur panjangnya dengan cara disampel. Sampel dilakukan dengan mengambil 10 ekor larva untuk setiap akuarium. Kemudian larva yang telah dihitung dimasukkan ke dalam akuarium sesuai perlakuan (25 ekor/liter, 50 ekor/liter, 75 ekor/liter dan 100 ekor/liter).

D.3 Perlakuan Kepadatan Tebar

Larva ikan patin pasupati dipelihara di akuarium dengan kepadatan tebar yang berbeda, yaitu 25 ekor/liter, 50 ekor/liter, 75 ekor/liter, dan 100 ekor/liter. Umur larva yang ditebar adalah satu hari setelah larva menetas dari hasil pembenihan buatan dan dilakukan pemeliharaan selama 40 hari. Pengacakan perlakuan dilakukan dengan sistem pengundian.


(37)

D.4 Pemeliharaan

Selama pemeliharaan diberikan tiga jenis pakan yaitu naupliiartemia, tubifex dan pellet. Pakan awal yang diberikan pada larva ikan patin pasupati adalah nauplii artemia sp. Pakan jenis ini diberikan pertama kali setelah larva berumur + 36 jam dan diberikan selama 2 hari. Frekuensi pemberian nauplii artemia sp

diberikan setiap 2 jam. Di hari ke 3 sampai 7 pemberian pakan nauplii artemia sp diberikan setiap 3 jam. Pakan kedua berupa tubifex yang diberikan setelah umur larva 7 sampai 14 hari. Selanjutnya diberikan pakan buatan berukuran crumble

0,425 x 0,71 mm. Pakan ini diberikan setelah ikan berumur 15 hari. Untuk umur 19 sampai 23 diberikan pakan berupa pellet dengan ukuran crumble 0,71 x 1 mm. Pellet ini diberikan setiap 3 jam sekali. Sedangkan umur 24 sampai 40 hari

diberikan pakan berupa pellet dengan ukuran 1 x 2,3 mm dengan 6 kali pemberian pakan selama satu hari. Pellet yang diberikan mengandung protein tinggi 40%,

moisture 11 %, lemak 6%, serat 3% . Pertumbuhan dapat diketahui dengan melakukan sampling setiap 10 hari sekali.

Pengamatan kualitas air dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu selama pemeliharaan. Pengukuran kualitas air ini dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan sore hari sekitar pukul 16.30 WIB. Pengamatan amonia dan nitrit dilakukan sebanyak satu kali selama satu minggu. Kualitas air dipertahankan dengan cara penyiponan setiap hari. Sipon dilakukan dengan menggunakan selang kecil. Penggantian air dilakukan setelah dilakukan penyiponan setiap harinya. Penggantian air sebanyak dua kali dalam sehari dilakukan setelah benih diberi pakan berupa pellet, pada pagi dan sore hari. Air yang terbuang dari aktivitas


(38)

sipon akan diganti dengan air yang diambil dari sumber air atau tandon menggunakan selang air dan disaring menggunakan plankton net.

E. Parameter yang Diamati

Beberapa parameter yang diamati pada penelitian ini adalah :

E.1 Pertambahan bobot mutlak

Pertumbuhan bobot mutlak adalah selisih bobot total tubuh ikan pada akhir pemeliharaan dan awal pemeliharaan. Pertambahan bobot mutlak dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendi, 1997).

Wm = Wt – W0

Keterangan :

Wm : Pertambahan bobot mutlak (gram) Wt : Bobot rata-rata akhir (gram) Wo : Bobot rata-rata awal (gram)

E.2 Pertambahan panjang mutlak

Pertambahan panjang mutlak adalah selisih panjang total tubuh ikan pada akhir dan awal pemeliharaan. Pertambahan panjang mutlak ditentukan berdasarkan selisih panjang akhir (Lt) dengan panjang awal (Lo) pemeliharaan, dengan rumus (Effendi, 1997).


(39)

Keterangan :

Lm : Pertambahan panjang mutlak (cm) Lt : Panjang rata-rata akhir (cm)

Lo : Panjang rata-rata awal (cm)

E.3 Laju pertumbuhan spesifik

Penentuan laju pertumbuhan spesifik di hitung dengan menggunakan rumus Effendi (1997).

a=

w0 wt

t - 1

; E

x100%

Keterangan :

α : Laju pertumbuhan spesifik (%)

Wt : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (gram) Wo : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-0 (gram) t : Waktu pemeliharaan (hari)

Laju pertumbuhan diukur dengan melakukan sampling tiap 10 hari. Hasil sampling ikan ditimbang kemudian dihitung selisih berat minggu lalu dengan minggu sekarang. Bobot ikan yang didapat, akan digunakan dalam menentukan jumlah pemberian pakan selanjutnya.


(40)

E.4 Efisiensi Pemberian Pakan

Efisiensi pemberian pakan menunjukkan seberapa banyak pakan yang

dimanfaatkan oleh ikan dari total pakan yang diberikan. Efisiensi pakan dihitung dari mulai pemberian pakan berupa pellet. Efisiensi pemberian pakan dihitung menggunakan rumus Zonneveld et al. , (1991) dalam Irliyandi (2008) :

EP = ( Wt + Wd) – W0 x 100% F

Keterangan :

Ep = Efisiensi Pakan (%) Wt = Biomassa ikan akhir (gr) W0 = Biomassa ikan awal (gr) Wd = Biomassa ikan mati (gr)

F = Jumlah pakan yang diberikan (gr)

E.5 Sintasan

Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup dengan ikan pada awal pemeliharaan. Persamaan yang digunakan menurut Effendi (1997) adalah :

SR = NoNt x 100 %

Keterangan :

SR : Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt : Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor) No : Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (ekor)


(41)

Sintasan atau kelangsungan hidup dapat diketahui dengan melakukan pengamatan setiap hari, yaitu dengan mengamati jumlah ikan yang mati kemudian dicatat. Hasil yang diperoleh akan dihitung dengan menggunakan rumus sintasan. Penghitungan SR dilakukan pada akhir penelitian.

E.6 Kualitas air

Parameter kualitas air yang diamati adalah suhu, pH, DO, nitrat, dan amonia. Pengamatan amonia dan nitrat dilakukan di dalam laboratorium kualitas air dengan mengamati sampel tiap perlakuan dan dilakukan sebanyak satu kali selama satu minggu. Kualitas air diukur menggunakan alat Water Quality Cheker. Pengamatan kualitas air dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu selama pemeliharaan. Pengukuran kualitas air ini dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan sore hari sekitar pukul 16.30 WIB.

F. Analisis Data

Hasil pengamatan diuji dengan menggunakan sidik ragam (uji F) dengan selang kepercayaan 95%. Apabila terdapat perbedaan antara perlakuan, dilanjutkan dengan uji lanjut BNT dengan selang kepercayaan 95 %.


(42)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan hasil analisis penelitian, diperoleh data berupa pertumbuhan berat mutlak (gr), pertumbuhan panjang mutlak (cm), laju pertumbuhan spesifik (%), efisiensi pakan (%), sintasan (%), serta hasil analisis kualitas air.

A.1 Pertambahan Bobot Mutlak

Pertambahan bobot mutlak pada setiap tingkat kepadatan 25, 50, 75, dan 100 ekor/liter berturut-turut adalah 2,29 ; 1,52 ; 1,20 dan 0,79 gram. Pertambahan bobot mutlak benih ikan patin pasupati dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan tingkat kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot mutlak benih ikan patin pasupati.


(43)

2,29 1,52 1,20 0,79 0,00 1,00 2,00 3,00

25 50 75 100

Kepadatan tebar (ekor/ liter)

P e rt a m b a h a n b o b o t m u tl a k ( g r) a b bc c

Gambar 3. Histogram pertambahan bobot mutlak benih ikan patin pasupati

Berdasarkan analisis ragam pada taraf kepercayaan 95%, tingkat kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot mutlak benih ikan patin pasupati (Lampiran 1). Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, maka dilakukan uji lanjut yaitu uji BNT. Dari perhitungan BNT didapatkan bahwa perlakuan 25 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan 50; 75; dan 100 ekor/liter. Tetapi perlakuan 50 ekor/liter tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 75 ekor/liter. Perlakuan 75 ekor/liter tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 100 ekor/liter. Perlakuan 50 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan 100 ekor/liter.


(44)

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

1 2 3 4

Sam pling

Ke-B

o

b

o

t

(g

r)

Kepadatan Tebar 25 ekor/liter Kepadatan Tebar 50 ekor/liter Kepadatan Tebar 75 ekor/liter Kepadatan Tebar 100 ekor/liter

Gambar 4. Pertambahan bobot benih ikan patin pasupati setiap sampling selama 40 hari

Dari gambar diatas diketahui bahwa bobot ikan patin pasupati terus meningkat. Bobot ikan patin pasupati berkisar antara 0,79 sampai 2,29 gram. Bobot ikan patin pasupati tertinggi adalah pada kepadatan tebar 25 ekor/liter, sedangkan bobot terendah terdapat pada kepadatan tebar 100 ekor/liter.

A.2 Pertambahan Panjang Mutlak

Pertambahan panjang mutlak benih ikan patin pasupati berturut-turut sesuai kepadatan tebar 25; 50; 75; dan 100 ekor/liter adalah 4,99 ; 4,22 ; 3,70 dan 3,22 cm. Pertambahan panjang mutlak tertinggi adalah pada kepadatan tebar 25 ekor/liter dan terendah pada kepadatan tebar 100 ekor/liter. Pertambahan panjang mutlak benih ikan patin pasupati dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan tingkat kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang mutlak benih ikan patin pasupati.


(45)

4,99 4,22 3,70 3,22 0 1 2 3 4 5 6

25 50 75 100

Kepadatan tebar (ekor/liter)

P e rt a m b a h a n P a n ja n g M u tl a k ( c m )

a b bc c

Gambar 5. Histogram pertambahan panjang mutlak benih ikan patin pasupati

Berdasarkan analisis ragam pada taraf kepercayaan 95%, tingkat kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan panjang mutlak benih ikan patin pasupati (Lampiran 2). Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, maka dilakukan uji lanjut yaitu uji BNT. Dari perhitungan BNT didapatkan bahwa perlakuan 25 ekor/liter berbeda nyata perlakuan 50; 75; dan 100 ekor/liter. Perlakuan 50 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan 100 ekor/liter. Tetapi perlakuan 50 ekor/liter tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 75 ekor/liter. Perlakuan 75 ekor/liter tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 100 ekor/liter.


(46)

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

1 2 3 4

Sam pling

Ke-P a n ja n g ( c m )

Kepadatan Tebar 25 ekor/liter

Kepadatan Tebar 50 ekor/liter

Kepadatan Tebar 75 ekor/liter

Kepadatan Tebar 100 ekor/liter

Gambar 6. Pertambahan panjang benih ikan patin pasupati setiap sampling selama 40 hari

Dari gambar diatas diketahui bahwa panjang ikan patin pasupati terus meningkat. Panjang ikan patin pasupati berkisar antara 3,53 sampai 5,30 cm. Panjang ikan patin pasupati tertinggi adalah pada kepadatan tebar 25 ekor/liter, sedangkan panjang terendah terdapat pada kepadatan tebar 100 ekor/liter.

A.3 Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik benih ikan patin pasupati yang tertinggi adalah pada kepadatan tebar 25 ekor/liter ( 36,33%) dan terendah pada kepadatan tebar 100 ekor/liter (30,45 %). Laju pertumbuhan spesifik benih ikan patin pasupati dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95%

menunjukkan bahwa perlakuan tingkat kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik benih ikan patin pasupati.


(47)

30,45 32,41 32,75 36,33 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00

25 50 75 100

Kepadatan tebar (ekor/ liter)

L a ju p e r tu m b u h a n Sp e s ifi k (% ) a

b b b

Gambar 7. Histogram laju pertumbuhan spesifik benih ikan patin pasupati

Berdasarkan analisis ragam pada taraf kepercayaan 95%, tingkat kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik benih ikan patin pasupati (Lampiran 3). Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, maka dilakukan uji lanjut yaitu uji BNT. Dari perhitungan BNT didapatkan bahwa perlakuan 25 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan 50; 75; dan 100 ekor/liter. Tetapi perlakuan 50 ekor/liter tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 75 dan 100 ekor/liter.


(48)

A.4 Efisiensi Pakan

Tingkat efisiensi pemberian pakan benih ikan patin pasupati tertinggi terdapat pada perlakuan 25 ekor/liter sebesar 92,60% dan terendah terdapat pada perlakuan 100 ekor/liter sebesar 86,43%. Tingkat efisiensi pemberian pakan benih ikan patin pasupati dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis ragam pada selang

kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan tingkat kepadatan tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap efisiensi pakan yang diberikan pada benih ikan patin pasupati.

92,60 90,59 87,52 86,43

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

25 50 75 100

Kepadatan tebar (ekor/liter)

E fi s ie n s i p a k a n ( % )

a a a a

Gambar 8. Histogram efisiensi pakan benih ikan patin pasupati.

A.5 Sintasan

Sintasan benih ikan patin pasupati tertinggi terdapat pada perlakuan kepadatan tebar 25 ekor/liter sebesar 70,67% dan terendah terdapat pada perlakuan

kepadatan tebar 100 ekor/liter sebesar 45,80%. Sintasan benih ikan patin pasupati dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95%


(49)

menunjukkan bahwa perlakuan tingkat kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap sintasan benih ikan patin pasupati.

70,67

62,07

58,90

45,80

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00

25 50 75 100

Kepadatan tebar (ekor/liter)

S

in

ta

sa

n

(

%

)

a ab

c b

Gambar 9. Histogram sintasan benih ikan patin pasupati

Berdasarkan analisis ragam pada taraf kepercayaan 95%, tingkat kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap sintasan benih ikan patin pasupati (Lampiran 5). Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, maka dilakukan uji lanjutan yaitu uji BNT. Dari perhitungan BNT didapatkan bahwa perlakuan 25 ekor/liter tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 50 ekor/liter. Perlakuan 50 ekor/liter tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 75 ekor/liter. Perlakuan 25 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan 75 dan 100 ekor/liter. Perlakuan 100 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan 25; 50; dan 75 ekor/liter.


(50)

A.6 Kualitas air

Kualitas air selama pemeliharaan masih dalam batas kelayakan bagi kehidupan benih ikan patin pasupati. Namun, untuk amonia dan nitrit selama pemeliharaan terdapat batas nilai amonia dan nitrit yang melebihi batas kelayakan bagi

kehidupan benih ikan patin pasupati. Hasil pengukuran kualitas air selama pemeliharaan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data hasil pengamatan kualitas air selama pemeliharaan benih ikan patin Pasupati

Akuarium pH

Suhu (0o

C) DO (mg/L) Amonia (mg/L) Nitrit (mg/L) A1 7,17 - 8,52 28,6 - 29,9 3,18 - 5,61 0,0578 - 0,3400 0,1118 - 1,9681 A2 7,32 - 8,55 28,6 - 29,7 3,15 - 5,56 0,0353 - 0,4186 0,1246 - 1,1981 A3 7,29 - 8,56 28,6 - 29,9 3,14 - 5,29 0,0327 - 0,3328 0,1597 - 1,7955 B1 7,30 - 8,56 28,6 - 29,7 3,08 - 5,45 0,0304 - 0,4321 0,0703 - 2,4569 B2 7,12 - 8,56 29 - 29,7 3,10 - 5,24 0,0452 - 0,4916 0,0895 - 1,1661 B3 7,21 - 8,55 28,8 - 29,8 3,15 - 5,27 0,0277 - 0,4082 0,0288 - 0,8211 C1 7,25 - 8,49 28,7 - 29,9 3,21 - 5,32 0,0614 - 0,4530 0,1949 - 2,3259 C2 7,35 - 8,58 28 - 29,8 3,12 - 5,42 0,0353 - 0,2914 0,0575 - 1,9105 C3 7,19 - 8,50 28,7 - 29,8 3,14 - 5,45 0,0255 - 0,3841 0,0288 - 0,5879 D1 7,39 - 8,44 28,6 - 29,9 3,02 - 5,07 0,0353 - 0,4267 0,1118 - 0,6840 D2 7,22 - 8,49 28,7 - 29,9 3,04 - 5,05 0,0984 - 0,4874 0,0958 - 1,4952 D3 7,26 - 8,46 28,6 - 29,9 3,08 - 5,02 0,1448 - 0,4885 0,0575 - 3,0160 Keterangan :

A1,A2,A3 = Kepadatan tebar 25 ekor/liter B1,B2,B3 = Kepadatan tebar 50 ekor/liter C1,C2,C3 = Kepadatan tebar 75 ekor/liter D1,D2,D3 = Kepadatan tebar 100 ekor/liter


(51)

B. Pembahasan

Pertambahan bobot mutlak merupakan selisih antara bobot pada akhir penelitian dengan bobot pada awal penelitian sedangkan pertambahan panjang mutlak merupakan selisih antara panjang pada akhir penelitian dengan panjang pada awal penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh, pertambahan bobot mutlak dan pertambahan panjang mutlak benih ikan patin pasupati terendah adalah pada kepadatan tebar 100 ekor/liter (Gambar 3 dan 5). Pada kepadatan tebar 25 ekor/liter didapatkan nilai pertambahan bobot mutlak tertinggi dan merupakan kepadatan tebar yang optimal untuk pertumbuhan. Ini berdasarkan hasil

perhitungan uji BNT bahwa kepadatan tebar 25 ekor/liter berbeda nyata terhadap kepadatan tebar 50 ekor/liter. Kepadatan tebar 25 ekor/liter memiliki kepadatan tebar yang rendah sehingga persaingan terhadap makanan lebih rendah dan nafsu makan ikan lebih tinggi.

Pertumbuhan ikan akan lebih cepat bila dipelihara dengan kepadatan tebar yang rendah dan sebaliknya akan lambat bila kepadatannya tinggi (Syauqi, 2009). Berdasarkan analisis ragam didapatkan bahwa tingkat kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang dan berat mutlak benih ikan patin pasupati. Adanya keragaman nilai pertambahan panjang dan berat mutlak disebabkan oleh pertumbuhan yang tidak merata akibat adanya kompetisi dalam mencari makan. Ikan yang berukuran lebih besar berpeluang mendapatkan pakan yang lebih banyak dibandingkan ikan yang lebih kecil.


(52)

Pada Gambar 7 dapat dilihat laju pertumbuhan spesifik terendah adalah pada kepadatan tebar 100 ekor/liter. Laju pertumbuhan spesifik dapat dilihat

berdasarkan data sampling yang diambil setiap 10 hari sekali (Lampiran 6 sampai 9). Telah diketahui, bahwa pertumbuhan ikan akan menurun seiring dengan kepadatan yang meningkat (Jobling, 1994). Pada penelitian ini kepadatan tebar sampai 100 ekor/liter memberikan perbedaan nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik.

Pada umumnya peningkatan kepadatan ikan cenderung akan menurunkan efisiensi pakan. Persaingan dalam memanfaatkan pakan yang tersedia akan semakin kuat pada jumlah populasi yang banyak atau padat dan resiko kekurangan pakan semakin besar pada tingkat kepadatan tinggi. Dengan demikian, fungsi pakan sebagai salah satu faktor penentu pertumbuhan tidak dapat efektif karena jumlah pakan yang dapat diperoleh ikan untuk dikonversi menjadi daging sangat terbatas. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, pemberian pakan berupa pellet dengan persentase pemberian pakan 15% dari berat total belum dapat digunakan oleh ikan, terlihat dengan masih adanya ikan mati dalam keadaan sirip tidak lengkap, diduga karena pemberian pakan kurang tercukupi sehingga terjadi kanibalisme (Lampiran 16). Ini juga dipengaruhi dengan pemberian pakan yang dilakukan secara adlibitum untuk pakan alami (Artemia dan tubifex). Pada penelitian ini, tingkat kepadatan tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap efisiensi pakan (Lampiran 4).


(53)

Nilai laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan berat mutlak, dan efisiensi pakan semakin menurun, ini diduga dipengaruhi oleh ruang gerak yang sempit, sehingga peluang untuk memperoleh makanan akan semakin kecil, walaupun pakan tersedia tetapi ikan tidak akan menjangkau pakan karena keterbatasan ruang. Ruang gerak yang sempit akan menyebabkan ikan stres dan akan mengurangi nafsu makan ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suyanto (1999) bahwa akibat dari tingginya kepadatan tebar, maka ruang gerak ikan semakin menyempit serta persaingan terhadap makanan semakin tinggi.

Dalam pendederan benih ikan patin pasupati yang lebih ditekankan adalah nilai sintasan. Pada penelitian ini didapatkan nilai sintasan yang masih cukup tinggi yaitu berkisar 45,80% sampai 70,67% (Gambar 9). Sintasan terendah terdapat pada kepadatan tebar 100 ekor/liter. Dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tingkat kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap sintasan benih ikan patin pasupati. Berdasarkan hasil uji BNT

(Lampiran 5) didapatkan bahwa kepadatan tebar antara 25 ekor/liter tidak berbeda nyata dengan kepadatan tebar 50 ekor/liter, jadi kepadatan tebar yang optimal untuk sintasan benih ikan patin pasupati adalah kepadatan tebar 50 ekor/liter. Ini berdasarkan juga dari hasil uji BNT pertumbuhan, bahwa kepadatan 50 ekor/liter adalah kepadatan tebar yang optimal dan tidak menggangu pertumbuhan ikan patin pasupati. Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin meningkat kepadatan tebar, maka nilai sintasan benih ikan patin pasupati semakin kecil.


(54)

Kematian pada semua perlakuan banyak terjadi pada minggu pertama tepatnya hari ke-3. Ini terjadi karena adanya semacam protozoa yang menyerang larva ikan patin pasupati dalam setiap akuarium. Protozoa ini menyerang bagian tubuh, sirip dan paling banyak menyerang ekor dari larva (Lampiran 18). Adanya protozoa ini dimungkinkan karena kualitas air yang mengndung parasit dan masuk dalam akuarium. Pengobatan dilakukan dengan pemberian garam sebanyak 5 ppt. Benih ikan patin pasupati seharusnya ditebar ke dalam kolam atau dilakukan

penjarangan lagi setelah ikan berumur 22 hari. Pada umumnya, para pembudidaya melakukan gradding pada ukuran benih 1 sampai 2 inch. Ini dilakukan untuk menyeragamkan ukuran sehingga dapat menghindari kanibalisme. Pada penelitian ini benih ikan patin dibiarkan selama 40 hari di akuarium. Hal ini yang

menyebabkan kematian ikan meningkat saat benih berumur 26 hari. Kematian tertinggi terjadi pada kepadatan tebar 100 ekor/liter. Ini terjadi karena

berhubungan dengan kepadatan tebar yang tinggi, sehingga ruang gerak ikan semakin sempit dan menyebabkan nafsu makan ikan menurun. Selain itu,

kematian ikan pada kepadatan 100 ekor/liter disebabkan karena kualitas air dalam akuarium. Berdasarkan pengamatan kualitas air, didapatkan konsentrasi amonia dan nitrit yang meningkat pada pagi hari. Boyd (1990) menyatakan bahwa konsentrasi amonia sebesar 0,12 mg/liter dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan, kerusakan pada insang, meningkatnya konsumsi oksigen pada jaringan, dan mengurangi kemampuan pengikatan oksigen dalam darah.

Konsentrasi amonia selama pemeliharaan mencapai 0,4885 mg/liter, sesuai dengan pernyataan Boyd bahwa nilai konsentrasi amonia sebesar 0,12 mg/liter dapat menyebabkan kematian. Kematian yang terjadi juga diduga karena adanya


(55)

ruang gerak yang semakin menyempit, sehingga menyebabkan terjadinya persaingan hidup yang meliputi persaingan mencari pakan dan mendapatkan oksigen yang cukup. Akibat dari persaingan ini, ikan akan mengalami stres sehingga akan menurunkan nafsu makan kemudian ikan akan mati. Ciri-ciri ikan yang mati selama penelitian adalah keadaan tubuh yang tidak lengkap, hal ini dikarenakan di makan oleh patin pasupati lainnya. Bagian tubuh yang sering dimakan adalah bagian sirip ekor (Lampiran 16). Keadaan ini diakibatkan karena adanya perbedaan ukuran yang tidak sama dan tidak dilakukan gradding,

sehingga terjadi kanibalisme.

Dalam budidaya ikan, kualitas air merupakan faktor yang menentukan

keberhasilan suatu usaha budidaya. Dari hasil pengukuran kualitas air terlihat bahwa nilai kualitas air mengalami perubahan seiring dengan waktu

pemeliharaan. Konsentrasi amonia paling tinggi didapatkan pada kepadatan tebar 100 ekor/liter (Tabel 2). Dari penelitian ini suhu berkisar 28,6o C sampai 29,9o C. Boyd (1990), menyatakan ikan tropis dan subtropis tidak tumbuh dengan baik saat temperatur air dibawah 26o C atau 28o C dan saat temperatur dibawah 10o C atau 15o C akan menimbulkan kematian. Fluktuasi suhu air sangat kecil, berkisar antara 1o C sehingga tidak mengganggu proses metabolisme ikan. Menurut Effendi (2003), perubahan suhu melebihi 3 sampai 4o C akan menyebabkan perubahan metabolisme yang mengakibatkan kejutan suhu, meningkatkan toksisitas kontaminan yang terlarut, menurunkan DO, dan kematian pada ikan. Dengan demikian, suhu dan fluktuasi suhu pada penelitian ini dalam kisaran yang optimal untuk kehidupan ikan patin pasupati.


(56)

Menurut Boyd (1990), kelarutan oksigen merupakan faktor pembatas dalam budidaya ikan intensif. Konsentrasi oksigen untuk setiap perlakuan dan ulangan didapatkan nilai yang berbeda. Adanya perbedaan konsentrasi oksigen

dikarenakan perbedaan biomassa untuk masing-masing perlakuan. Kandungan oksigen selama pemeliharan berkisar 3,02 mg/liter sampai 5,61 mg/liter. Nilai oksigen 3 mg/liter merupakan kisaran oksigen yang masih dapat ditoleransi oleh ikan. Namun, nilai kelarutan oksigen tersebut tidak semua ikan dapat

memanfaatkan dengan cukup. Ini terlihat dari kematian ikan yang dicirikan dengan perut yang mengembung (Lampiran 15). Jika ikan mengalami ciri tersebut, maka ikan ini mengalami kematian karena kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen ini juga dikarenakan semakin meningkatnya konsentrasi amonia dalam wadah pemeliharaan sehingga kebutuhan oksigen juga meningkat.

Menurut Sularto, et al (2007), pH yang cocok untuk ikan patin pasupati berkisar 6 sampai 8,5. Dalam penelitian ini nilai pH berkisar 7,17 sampai 8,5 yang berarti masih sesuai dan cocok untuk kehidupan ikan patin pasupati. Dalam budidaya intensif, amonia merupakan faktor pembatas dan bersifat racun terhadap ikan. Seiring dengan waktu pemeliharaan kadar amonia yang terdapat pada masing-masing wadah meningkat.

Nilai amonia paling tinggi terdapat pada perlakuan 100 ekor/liter (Tabel 2). Selama pemeliharaan amonia pada kepadatan 100 ekor/liter berkisar 0,1448 sampai 0,4885 mg/liter.Nilai amonia meningkat seiring meningkatnya kepadatan tebar, maka akumulasi dari hasil buangan metabolisme akan semakin tinggi juga. Effendi (2003) menyatakan bahwa kadar amonia pada perairan tawar sebaiknya


(57)

tidak melebihi 0,1 mg/liter karena bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Konsentrasi amonia melebihi 0,1 mg/liter dapat menurunkan kapasitas darah untuk membawa oksigen sehingga jaringan akan kekurangan oksigen yang dapat mengakibatkan kematian pada ikan. Dalam kolom perairan amonia

terdekomposisi oleh bakteri aerob menjadi nitrit yang kemudian diubah menjadi nitrat. Dalam proses dekomposisi diperlukan oksigen sehingga konsumsi oksigen akan meningkat.

Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan nilai nitrit dari semua perlakuan dan ulangan (Tabel 2). Nilai nitrit meningkat seiring dengan waktu pemeliharaan. Jika amonia meningkat, maka nitrit juga akan meningkat. Nitrit yang tinggi

menyebabkan kematian pada ikan untuk tiap harinya. Nilai nitrit dari semua perlakuan selama pemeliharaan berkisar 0,0288 sampai 3,0160 mg/liter. Menurut Sularto, et al (2007), kisaran nilai nitrit yang baik dan masih dapat ditolerir oleh ikan patin pasupati adalah lebih besar dari 0,1 mg/liter.


(58)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kepadatan tebar yang optimal untuk pertumbuhan benih ikan patin pasupati adalah kepadatan tebar 25 ekor/liter. Namun, dalam pendederan benih ikan patin pasupati yang lebih

ditekankan adalah sintasan, sehingga kepadatan tebar 50 ekor/liter merupakan kepadatan tebar yang optimal. Peningkatan kepadatan tebar mengakibatkan menurunnya parameter kualitas air, terutama amonia dan nitrit.

B. SARAN

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada pembudidaya benih ikan patin pasupati, bahwa kepadatan tebar 50 ekor/liter merupakan kepadatan tebar yang optimal. Selain itu, disarankan untuk melakukan penelitian seperti pemeliharaan larva dengan sistem resirkulasi dan dalam pendederan benih ikan patin pasupati diperlukan penjarangan setelah umur 22 hari, melakukan gradding, dan

pencegahan terhadap penyakit sehingga didapatkan pertumbuhan dan sintasan ikan patin pasupati yang optimal.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. 2008. Pengendalian Sifat Kanibal. http://books.google.co.id. Situs diakses pada tanggal 19 Mei 2010, pukul 13.00 WIB.

Amri, K. dan Susanto, H. 2007. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta. 5-9 hlm.

Ariyanto, D. , Tahapari, E. , Ginadi, B. 2008. Optimasi Padat Penebaran Larva Ikan Ptin Siam (Pangasius hypopthalmus) Pada Pemeliharaan Sistem Intensif. Jurnal Penelitian. LRPTBPAT. Sukamandi. Subang – Jawa Barat. 158-166 hlm.

Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Pond Aquaculture. Alabama : Birmingham Publising Co. 482 hlm.

Effendi, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor. 92-100 :130-132 hlm.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hlm.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta Jakarta. 179 hlm.

Gufran, M. 2004. Budidaya Ikan Patin. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 43 hlm.

Hepher, B. 1978. Nutrition of Fishes. England. Cambridge University Press. Irliyandi, F. 2008. Pengaruh Kepadatan Tebar 60, 75 dan 90 Ekor/liter Terhadap

Produksi Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Ukuran 1 Inci Up (3 Cm) Dalam Sistem Resirkulasi. IPB. Bogor. 13 hlm.

Jobling, M. 1994. Fish Bioenergetics. Champman & Hall, London. 309 hlm. Khairuman. 2006. Budidaya Patin Super. Agromedia Pustaka. Jakarta. 134 hlm.


(60)

Kusdiarti, H. Mundriyanto, M. Yunus, I. Insan, N. Shenda dan T. H. Prihadi. 2003. Penentuan Kriteria Kualitas Air Berdasarkan Umur dan Ukuran Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal). Prosiding Seminar Hasil Riset

LRPTBPAT. Sukamandi. Subang – Jawa Barat. 21-34 hlm.

Legendre, M. , J. Slembrouck, J. Subagja and A. H. Kristanto. 1998. Effect of variying latency period on the in vivo survival after ovaprim and HCG induced ovulation in the asian catfish pangasius hipopthalmus. In :

Legendre, M. And A. Parisele (eds) The biologicaldiversity and

aquaculture of clariid and Pangasiid in South-East Asia. Proceedings of the mid-term workshop of the “catfish Asia Project”. Cantho, Vietnam, 11-15 may 1998. 97-102 hlm.

Mattjik, AA. , dan Sumertajaya, I, M. 2002. Perancangan Percobaan. IPB Press. Bogor. 282 hlm.

Nur, E. 2008. Manajemen Kematian Ikan. http://one.indoskripsi.com. Situs ini diakses pada tanggal 29 Januari 2009. Pukul 14.00 WIB

Nurhamidah, D. 2007. Pengaruh Kepadatan Tebar Pada Kinerja Pertumbuhan Benih Ikan Patin (Pangasis hypopthalmus) dengan sistem resirklasi. Skripsi pada Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 37 hlm.

Perangin angin, K. 2003. Benih Ikan Jambal Siam. Kanisius. Jakarta. 44 hlm. Royce, W. F. 1973. Introduction to Fishery Sciences. Academic press. New York.

315 hlm.

Subagja, J. , J. Slembrouck, L. T. Hung and M. Legendre. 1998. Analysis of Precocious Mortality of Pangasius hypopthalmus Larvae (Siluriformes, Pangasidae) During the Larva Raering and Proporsition of Appropriate Treatments. Proceeding of the midterm workshop of the “Cathfish asia Project”11-15 May, 1998, Cantho, Vietnam. 102-106 hlm.

Sularto, Hafsaridewi , R, dan Tahapari, E. 2007. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Pasupati. LRPTBPAT Sukamandi. Subang-Jawa Barat. 2 hlm. Suyanto, S. R. 1999. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. 105 hlm.

Stickney, RR. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John Wiley and Sons. Inc. A:Wiley. Interscience Publication. New York. USA. 375 hlm. Syauqi, A. 2009. Kelangsungan Hidup Benih Bawal Air Tawar Colossoma

macropomum Cuvier. Pada Sistem Pengangkutan Tertutup dengan Padat Penebaran 43, 86 dan 129 ekor/liter.


(61)

Tahapari, E. 2007. Riset Ikan Patin Dalam Mendukung Pengembangan Budidaya Ikan Patin. Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. Sukamandi.

Tahapari, E. , Sularto, dan Hadie, W. 2009. Evaluasi Pertumbuhan Patin Pasupati (Pangasionodon hypopthalmus x Pangasius djambal) Pada Lingkungan Budidaya Yang Berbeda. Prosiding Seminar Nasional Perikanan. LRPTBPAT. Sukamandi. Subang – Jawa Barat. 78-84 hlm.

Usni, A. 2008. Budidaya Ikan Patin. Dikutip dari : http://usniarie. blogspot. com/2008/04/budidaya -ikan-patin. htmal. google. com, pada tanggal 15 Maret 2009, pukul 18.45 WIB.

Zonneveld N, Huisman E A, Bonn JH. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 318 hlm.


(62)

(63)

Lampiran 1. Tabel RAL dan analisis ragam pertambahan bobot mutlak benih ikan patin pasupati

Kepadatan tebar Ulangan ke- Total Average Stdev

(ekor/liter) 1 2 3

25 1,62 2,99 2,27 6,88 2,29 0,68

50 1,40 1,73 1,43 4,56 1,52 0,18

75 1,28 1,61 0,71 3,60 1,20 0,46

100 0,64 1,09 0,64 2,37 0,79 0,26

Total 4,94 7,42 5,05 17,40 5,80 1,40

FK = Y..2 r.t

= 17,402 4.3 = 25,24 JKT = Y.r2 - FK

= 30,44 – 25,24 = 5,20

JKP = Y.i2 _ FK t

= 86,66 – 25,24 3

= 3,64 JKG = JKT – JKP

= 5,20 – 3,64 = 1,55

KTP = JKP = 3,64 = 1,21 r – 1 4 - 1

KTG = JKG = 1,55 = 0,19 r(t – 1) 4 (3 – 1) F hit = KTP = 1,21 = 6,26

KTG 0,19 Tabel SK 95%

Sumber Keragaman db JK KT Fhit Ftab

Perlakuan 3 3,64 1,21 6,26 4,07

Galat 8 1,55 0,19

Total 11 5,19

Kesimpulan : Pada selang kepercayaan 95%, F hitung > F tabel menunjukkan perlakuan tingkat kepadatan tebar yang berbeda berpengaruh


(64)

Uji lanjut BNT :

BNT = t α / 2, db Galat x (Sy – y) (Sy – y)= r

KTG

2

= = 0,31 BNT = t (0,025 , 8) x 0,31

= 2,306 x 0,310 = 0,71

Selisih nilai rataan pertambahan bobot mutlak tiap perlakuan : Kepadatan tebar (ekor/10 liter)

100 75 50 25

0,79 1,20 1,52 2,29

0,41 0,73* 1,5*

0,32 1,09*

0,77*

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan tanda * adalah berbeda nyata pada uji BNT 5%

4 19 , 0 2x


(65)

Lampiran 2. Tabel RAL dan analisis ragam pertambahan panjang mutlak benih ikan patin pasupati

Kepadatan tebar Ulangan ke- Total Average Stdev

(ekor/liter) 1 2 3

25 4,48 5,48 5,00 14,96 4,99 0,50

50 4,09 4,48 4,08 12,65 4,22 0,23

75 3,99 4,01 3,09 11,09 3,70 0,53

100 3,18 3,48 2,99 9,65 3,22 0,25

Total 15,74 17,45 15,16 48,35 16,12 1,19

FK = Y..2 r.t

= 48,352 4.3 = 194,81 JKT = Y.r2 - FK

= 201,64 – 194,81 = 6,45

JKP = Y.i2 _ FK t

= 599,93 – 194,81 3

= 5,17 JKG = JKT – JKP

= 6,45 – 5,17 = 1,28

KTP = JKP = 5,17 = 1,72 r – 1 4 - 1 KTG = JKG = 1,28 = 0,16

r(t– 1) 4 (3 – 1) F hit = KTP = 1,72 = 10,77

KTG 0,16 Tabel SK 95%

Sumber

Keragaman db JK KT Fhit Ftab

Perlakuan 3 5,17 1,72 10,77 4,07

Galat 8 1,28 0,16

Total 11 6,45

Kesimpulan : Pada selang kepercayaan 95%, F hitung > F tabel menunjukkan perlakuan tingkat kepadatan tebar yang berbeda berpengaruh


(66)

Uji lanjut BNT :

BNT = t α / 2, db Galat x (Sy – y) (Sy – y)= r

KTG

2

= = 0,28 BNT = t (0,025 , 8) x 0,28

= 2,306 x 0,28 = 0,65

Selisih nilai rataan pertambahan panjang mutlak tiap perlakuan Kepadatan tebar (ekor/10 liter)

100 75 50 25

3,22 3,70 4,22 4,99

0,48 1,00* 1,77*

0,52 1,29*

0,77*

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan tanda * adalah berbeda nyata pada uji BNT 5%

4 16 , 0 2x


(67)

Lampiran 3. Tabel RAL dan analisis ragam laju pertumbuhan spesifik benih ikan patin pasupati

Kepadatan tebar Ulangan ke- Total Average Stdev

(ekor/liter) 1 2 3

25 35,87 38,03 35,08 108,98 36,33 1,53

50 32,35 33,84 32,07 98,26 32,75 0,95

75 31,45 35,27 30,52 97,24 32,41 2,52

100 31,01 30,64 29,70 91,35 30,45 0,68

Total 130,68 137,78 127,37 395,83 131,94 5,32

FK = Y..2 r.t

= 395,832 4.3 = 13056, 78 JKT = Y.r2 - FK

= 13130, 76 – 13056,78 = 73,98

JKP = Y.i2 _ FK t

= 39332, 11– 13056,78 3

= 53,92 JKG = JKT – JKP

= 73, 98 – 53,92 = 20,06

KTP = JKP = 73,98 = 17,98 r – 1 4 - 1

KTG = JKG = 20,06 = 2,51 r(t – 1) 4 (3 – 1)

F hit = KTP = 17,98 = 7,17 KTG 2,51

Tabel SK 95% Sumber

Keragaman db JK KT Fhit Ftab

Perlakuan 3 53,92 17,97 7,17 4,07

Galat 8 20,06 2,51

Total 11 73,98

Kesimpulan : Pada selang kepercayaan 95%, F hitung > F tabel menunjukkan perlakuan tingkat kepadatan tebar yang berbeda berpengaruh terhadap laju pertumbuhan spesifik benih ikan patin pasupati


(68)

Uji lanjut BNT :

BNT = t α / 2, db Galat x (Sy – y) (Sy – y)= r

KTG

2

= = 1,12 BNT = t (0,025 , 8) x 1,12

= 2,306 x 1,12 = 2,58

Selisih nilai rataan laju pertumbuhan spesifik tiap perlakuan

Kepadatan tebar (ekor/10 liter)

100 75 50 25

30,45 32,41 32,75 36,33

1,96 2,3 5,88*

0,34 3,92*

3,58*

Keterangan : Angka-angka diikuti dengan tanda * adalah berbeda nyata pada uji BNT 5%

4 51 , 2 2x


(69)

Lampiran 4. Tabel RAL dan analisis ragam efisiensi pakan benih ikan patin pasupati

Kepadatan tebar Ulangan ke- Total Average Stdev

(ekor/ liter) 1 2 3

25 83,58 91,97 102,26 277,81 92,60 9,36

50 103,68 76,94 91,14 271,76 90,59 13,38

75 89,30 88,01 85,24 262,55 87,52 2,07

100 69,09 97,33 92,88 259,30 86,43 15,18

Total 345,65 354,25 371,52 1071,42 357,14 13,17

FK = Y..2 r.t

= 1071,422 4.3 = 95661,73 JKT = Y.r2 - FK

= 96736,37 – 95661,73 = 1074,63

JKP = Y.i2 _ FK t

= 287200,89 – 95661,73 3

= 71,89 JKG = JKT – JKP

= 95661,73 – 95661,73 = 1002,74

KTP = JKP = 71,89 = 23,96 r – 1 4 - 1

KTG = JKG = 1002,74 = 125,34 r(t – 1) 4 (3 – 1)

F hit = KTP = 23,96= 0,19 KTG 125,34 Tabel SK 95%

Sumber

Keragaman db JK KT Fhit Ftab

Perlakuan 3 71,89 23,96 0,19 4,07

Galat 8 1002,74 125,34

Total 11 1074,63

Kesimpulan : Pada selang kepercayaan 95%, F hitung < F tabel menunjukkan perlakuan tingkat kepadatan tebar yang berbeda tidak berpengaruh terhadap efisiensi pakan benih ikan patin pasupati


(70)

Lampiran 5. Tabel RAL dan analisis ragam sintasan benih ikan patin pasupati Kepadatan tebar Ulangan ke- Total Average Stdev

(ekor/liter) 1 2 3

25 64,40 70,70 76,90 212,00 70,67 6,25

50 71,10 52,50 62,60 186,20 62,07 9,31

75 63,90 58,90 53,90 176,70 58,90 5,00

100 41,87 50,25 45,27 137,39 45,80 4,21

Total 241,27 232,35 238,67 712,29 237,43 4,59 FK = Y..2

r.t = 237,432 4.3 = 42279,75 JKT = Y.r2 - FK

= 43574,84 – 42279,75 = 1295,09

JKP = Y.i2 _ FK t

= 129713,13 – 42279,75 3

= 958,03 JKG = JKT – JKP

= 1295,09 – 958,03 = 337,06

KTP = JKP = 958,03 = 319,34 r – 1 4 - 1

KTG = JKG = 337,06 = 42,13 r(t – 1) 4 (3 – 1) F hit = KTP = 319,34 = 7,58

KTG 42,13 Tabel SK 95%

Sumber

Keragaman db JK KT Fhit Ftab

Perlakuan 3 958,03 319,34 7,58 4,07

Galat 8 337,06 42,13

Total 11 1295,09

Kesimpulan : Pada selang kepercayaan 95%, F hitung > F tabel menunjukkan perlakuan tingkat kepadatan tebar yang berbeda berpengaruh terhadap sintasan benih ikan patin pasupati


(1)

Lampiran 8. Data pengamatan panjang dan bobot benih ikan patin pasupati pada sampling 3

Perlakuan

Bobot rata-rata-rata (gram)

Panjang rata-rata (cm)

A1 0,84 3,90

2 1,58 4,60

3 1,11 4,10

average 1,17 4,20

B1 0,67 3,50

2 0,82 3,80

3 0,79 3,70

average 0,76 3,67

C1 0,58 3,30

2 1,94 4,80

3 0,36 2,90

average 0,96 3,67

D1 0,28 2,60

2 0,32 2,70

3 0,36 2,90

average 0,32 2,73

Ket : A : Perlakuan kepadatan tebar 25 ekor/liter B : Perlakuan kepadatan tebar 50 ekor/liter C : Perlakuan kepadatan tebar 75 ekor/liter D : Perlakuan kepadatan tebar 100 ekor/liter 1,2,3 : Ulangan perlakuan


(2)

Lampiran 9. Data pengamatan panjang dan bobott benih ikan patin pasupati pada sampling 4

Perlakuan

Bobot rata-rata-rata (gram)

Panjang rata-rata (cm)

A1 1,62 4,80

2 2,99 5,80

3 2,27 5,30

average 2,29 5,30

B1 1,40 4,40

2 1,73 4,80

3 1,43 4,40

average 1,52 4,53

C1 1,28 4,30

2 1,61 4,01

3 0,71 3,40

average 1,20 3,90

D1 0,64 3,50

2 1,09 3,80

3 0,64 3,30

average 0,79 3,53

Ket : A : Perlakuan kepadatan tebar 25 ekor/liter B : Perlakuan kepadatan tebar 50 ekor/liter C : Perlakuan kepadatan tebar 75 ekor/liter D : Perlakuan kepadatan tebar 100 ekor/liter 1,2,3 : Ulangan perlakuan


(3)

Lampiran 10. Perhitungan laju pertumbuhan spesifik sampling ke-1 Rumus laju pertumbuhan spesifik :

α =

 

t 1

Wo

Wt x 100%

Keterangan :

α : Laju pertumbuhan spesifik (%)

Wt : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (gram) Wo : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-0 (gram) t : Waktu pemeliharaan (hari)

A1=

0,000850 0,11

- 1 10

; E

x100%= 62,63

A2 =

0,000860 0,11

10 - 1

; E

x100%= 62,44

A3=

0,000840 0,09

10 - 1

; E

x100%= 59,58

B1=

0,000860 0,06

10 - 1

; E

x100%= 52,88

B2 =

0,000840 0,07

10 - 1

; E

x100%= 55,62

B3=

0,000860 0,05

10 - 1

; E

x100%= 50,12

C1=

0,0008500,05

10 - 1

; E

x100%= 50,29

C2 =

0,000840 0,06

10 - 1

; E

x100%= 53,24

C3=

0,000860 0,05

10 - 1

; E

x100%= 50,12

D1=

0,000840 0,05

- 1 10

; E

x100%= 50,47

D2 =

0,000860 0,05

- 1 10

; E

x100%= 50,12

D3 = 10 0,04 - 1

; E


(4)

Lampiran 11. Perhitungan laju pertumbuhan spesifik sampling ke-2

A1 =

0,000850 0,32

20 - 1

; E

x100%= 34,52

A2 =

0,000860 0,59

20 - 1

; E

x100%= 38,62

A3 =

0,000840 0,34

20 - 1

; E

x100%= 35,00

B1 =

0,0008600,21

20 - 1

; E

x100%= 31,64

B2 =

0,000840 0,26

20 - 1

; E

x100%= 33,21

B3 =

0,000860 0,24

20 - 1

; E

x100%= 35,52

C1 =

0,000850 0,20

20 - 1

; E

x100%= 31,39

C2 =

0,000840 0,52

20 - 1

; E

x100%= 37,91

C3 =

0,0008600,21

20 - 1

; E

x100%= 31,64

D1 =

0,000840 0,17

20 - 1

; E

x100%= 34,41

D2 =

0,000860 0,20

20 - 1

; E

x100%= 31,32

D3 =

0,000840 0,20

20 - 1

; E


(5)

Lampiran 12 . Perhitungan laju pertumbuhan spesifik sampling ke-3

A1 =

0,0008500,84

30 - 1

; E

x100%= 25,55

A2 =

0,000860 1,58

30 - 1

; E

x100%= 28,44

A3=

0,0008401,11

30 - 1

; E

x100%= 26,76

B1=

0,000860 0,67

30 - 1

; E

x100%= 24,57

B2 =

0,000840 0,82

30 - 1

; E

x100%= 25,50

B3=

0,000860 0,79

30 - 1

; E

x100%= 25,25

C1=

0,000850 0,58

30 - 1

; E

x100%= 24,03

C2 =

0,000840 1,94

30 - 1

; E

x100%= 29,19

C3 =

0,000860 0,36

30 - 1

; E

x100%= 22,04

D1=

0,000840 0,28

30 - 1

; E

x100%= 21,13

D2 =

0,000860 0,32

30 - 1

; E

x100%= 21,57

D3=

0,000840 0,36

30 - 1

; E


(6)

Lampiran 13. Perhitungan laju pertumbuhan spesifik sampling ke-4

A1 =

0,0008501,62

40 - 1

; E

x100%= 20,78

A2 =

0,000860 2,99

40 - 1

; E

x100%= 22,61

A3=

0,0008402,27

40 - 1

; E

x100%= 21,84

B1=

0,000860 1,40

40 - 1

; E

x100%= 20,31

B2 =

0,000840 1,73

40 - 1

; E

x100%= 21,02

B3=

0,000860 1,43

40 - 1

; E

x100%= 20,37

C1=

0,000850 1,28

40 - 1

; E

x100%= 20,07

C2 =

0,000840 1,61

40 - 1

; E

x100%= 20,79

C3 =

0,000860 0,71

40 - 1

; E

x100%= 18,28

D1=

0,000840 0,64

40 - 1

; E

x100%= 18,04

D2 =

0,000860 1,09

40 - 1

; E

x100%= 19,55

D3=

0,000840 0,64

40 - 1

; E