Dilemma Roya Hak Tanggungan Dalam Praktek Dikantor Pertanahan Kota Medan
DILEMMA ROYA HAK TANGGUNGAN DALAM PRAKTEK
DIKANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
ERAWATY RASYID
037011022/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
(2)
DILEMMA ROYA HAK TANGGUNGAN DALAM PRAKTEK
DIKANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam
Program Studi Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ERAWATY RASYID
037011022/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
(3)
Telah Diuji Pada
Tanggal : 29 Januari 2008
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof. Dr. M. Yamin, S.H., M.S., C.N.
Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MH
2. Notaris Syahril Sofyan, SH, M.Kn
3. Dr. T. Keizerina Devi. A, S.H., C.N., M.Hum 4. Prof. Dr. Syarifuddin Kallo, SH, M.Hum
(4)
Judul Tesis : DILEMMA ROYA HAK TANGGUNGAN DALAM PRAKTEK DIKANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Erawaty Rasyid
Nomor Pokok : 037011022
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. M. Yamin Lubis, SH. MS, CN) Ketua
(Prof. Dr. Runtung, Sitepu, SH, MH) (Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. M. Yamin Lubis, SH. MS, CN) (Prof. Dr. Ir. T. Charun Nisa B, MSc)
(5)
ABSTRAK
Dalam setiap pemberian kredit dengan Hak Tanggungan harus didahului dengan perjanjian hutang piutang antara debitor dan kreditor dengan membuat Akte Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Disamping itu kreditor meminta agar debitor menyerahkan asli sertifikat tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan tersebut untuk pelunasan hutang debitor.
Setelah itu PPAT mencek sertifikat hak atas tanah tersebut ke Kantor Pertanahan untuk mengetahui apakah masih ada beban Hak Tanggungan atau tidak ada, apabila tidak ada kemudian PPAT mendaftarkan perjanjian tersebut ke Kantor Pertanahan. Kemudian Kantor Pertanahan membuat buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah debitor yang ada di Kantor Pertanahan serta menyalin catatan tersebut didalam sertifikat Hak Atas Tanahnya. Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata Demi Keadilan Yang Maha Esa. Kemudian sertifikat hak atas tanah dan sertifikat Hak Tanggungan disimpan oleh kreditor.
Setelah debitor melunasi hutangnya kepada kreditor kemudian kreditor membuat surat permohonan roya kepada Kantor Pertanahan yang isinya menyatakan karena hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan sudah lunas maka Hak Tanggungan hapus atas dasar itu mohon roya atau pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada sertifikat hak atas tanah debitor. Dalam surat permohonan roya tersebut kreditor melampirkan asli sertifikat hak atas tanah dan asli sertifikat Hak Tanggungan dan dalam sertifikat hak atas tanah disebut klausula roya hutang sudah dibayar lunas. Kemudian Kantor Pertanahan melakukan roya atau pencoretan catatan Hak Tanggungan pada sertifikat hak atas tanah dan buku tanah debitor, dengan demikian Hak Tanggungan tersebut hapus. Setelah di roya sertifikat hak atas tanah dikembalikan pada debitor, sedangkan sertifikat Hak Tanggungan ditarik oleh Kantor Pertanahan dan dinyatakan tidak berlaku lagi, demikian juga buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu untuk menggambarkan bagaimana pelaksanaan roya, syarat - syarat apa yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan roya tersebut, hambatan-hambatan apa yang terdapat dalam roya dan bagaimana cara mengatasinya, manfaat roya itu sendiri bagi debitor, kreditor, dan bagi pihak yang mendapat fasilitas kredit dari Bank, khususnya Kantor Pertanahan.
(6)
ABSTRACT
In every credit approval between debtor and creditor must perform debit and credit agreement with Responsibility Right in front of Land Certificate Maker Officer ( PPAT). In addition the creditor also ask for guarantee of all debtor wealth/ property which are already exist or will exist to pay his debt.
After the agreement listed in Land Affairs Office, then the Office make Responsibility Right Certificate and report it in related Land Certificate.
If the debt already pay by the debtor should perform Roya. Roya is a procedure to perform write-off on the report of debtor’s land certificate, in land affair office on behalf of creditor. In the Roya petition letter creditor should give back the original land certificate and also original responsibility right certificate after the Roya of Responsibility right is dismissed, then the land certificate return to debtor, meanwhile the responsibility right certificate collect by the Land Affair office and state that the certificate is not valid any longer.
This research is descriptive analytical that is to describe the implementation of Roya, the requirements to be fulfilled, the hindrances found and ways to overcome, the advantages of Roya for debtor, creditor, third party and it is particularly land affairs office.
(7)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah S.W.T yang telah memberikan kekuatan jasmani dan rohani sehingga penulis telah dapat merampungkan penulisan Proposal Tesis dengan judul “DILEMMA ROYA HAK TANGGUNGAN DALAM PRAKTEK DIKANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara Medan, Penulisan tidak terlepas dari bimbingan, arahan, dan bantuan dari semua pihak, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini saya sampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para Komisi Pembimbing yaitu Bapak Prof. Dr. M. Yamin Lubis, SH,MS,CN, Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.MH, Notaris Syahril Sofyan SH.MKn dan Almarhum Notaris Djaidir SH. MKn yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, petunjuk, saran-saran serta masukan-masukan untuk kesempurnaan Tesis ini.
Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. IR. T. Chairun Nisa B, MSc. selaku Direktur Sekolah Pasca Sarajana
Sumatera Utara, dan Para Asisten Direktur beserta seluruh staf atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama mengikuti pendidikan.
(8)
2. Para Bapak dan Ibu dosen di lingkungan sekolah Pasca Sarjana khususnya Bapak dan Ibu di lingkungan Magister Kenotariatan yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat dan berguna sehingga saya bisa menyelesaikan studi ini. 3. Para pegawai Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara yang telah membantu saya selama menyelesaikan pendidikan.
4. Kepada Bapak Syafrudin Chandra, SH.MKn, Bapak Emri Rangkutan SH.MKn, serta rekan – rekan di kantor Pertanahan Kota Medan yang banyak memberikan bantuan informasi data-data dan masukan-masukan yang sangat berharga atas untuk kesempurnaan Tesis ini.
5. Kepada Bapak Junaidi, SH yang telah memberikan informasi dan masukan dalam rangka penyelesaian Tesis ini.
6. Kepada Notaris Kartiningsih, SH, SPN beserta staff yang banyak menberikan informasi, data-data serta masukan-masukan dalam rangka penyelesaian tesis ini. 7. Kepada Dr. T. Keizerina Devi. A, S.H., C.N., M.Hum yang telah memberikan
saran-saran masukan-masukan yang berharga demi kesempurnaan tesis ini. Tidak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada suami tercinta Drs. M. Yusuf dan Ananda Silvia Anggraini (Anggi) yang dengan setia membantu dan mendampingi penulis dalam penyelesaian Tesis ini. Juga kepada Adinda Drg. Lisna Unita Rasyid, M.Kes, dan Drs. Irham Idris, SP, dan kemanakanda Fadlina Irham SKG penulis
(9)
Erawaty Rasyid : Dillema Roya Hak Tanggungan Dalam Praktek Di Kantor Pertanahan Kota Medan, 2008
mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Magister Kenotariatan.
Juga kepada orang tua yang sangat Penulis sayangi Almarhum Bapak anda Mohd. Rasyid dan Ibunda Nuriam yang tidak sempat melihat menyelesaikan studi ini. Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada adik-adik Almarhum Mesfi, Elvi, Epa, An, Ita, Yanti, Dedek, yang senantiasa memberikan dorongan pada Penulis dalam menyelesaikan Studi ini.
Akhir kata Penulis memohon maaf apabila ada tutur kata dan sikap Penulis yang tidak berkenan pada Bapak, Ibu sekalian selama mengikuti Pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, semoga Allah SWT memberikan amal jariah kepada pihak-pihak yang telah berjasa dalam menyelesaikan Studi dan Tesis ini.
Medan, Januari 2008
Penulis
(10)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Erawaty Rasyid
Alamat : Jl. Rahmadsyah No. 336 B Medan
Tempat Tanggal Lahir : Sigli, 30 Oktober 1949
Pekerjaan : Pensiunan
Nama Suami : Drs. M. Yusuf
Nama Anak : Silvia Anggraini
Pendidikan : SD Widya Segara Medan Tahun 1960
SMP Widya Segara Medan Tahun 1963 SMA Widya Segara Medan Tahun 1966 S-1 Sarjana Hukum USU Tahun 1980
(11)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR... v
RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 16
C. Tujuan Penelitian ... 16
D. Manfaat Penelitian ... 17
E. Keaslian Penelitian ... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 19
A. Pengertian Roya Hak Tanggungan ... 19
B. Tujuan Roya dan Fungsi Roya dalam Hak Tanggungan ... 21
1. Tujuan Roya dalam Hak Tanggungan ... 21
(12)
C. Prosedur Roya ... 24
D. Jenis-jenis Roya ... 26
1. Roya yang Tidak Dapat Dibagi-Bagi... 26
2. Roya Parsial ... 28
3. Persyaratan yang Diperlukan untuk Permohonan Roya Parsial ... 31
E. Roya Akibat Peralihan Hak Tanggungan... 31
F. Roya Hak Tanggungan Sebagai Kegiatan Administratif ... 36
G. Sejarah Roya di Indonesia... 43
1. Sebelum lahirnya undang-undang No. 4 Tahun 1996 Roya terdapat pada hipotik dan kredit verband... 43
a. Roya pada Hipotik ... 43
b. Roya pada Credit Verband ... 44
2. Saat berlakunya UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun ... 45
3. Setelah Keluarnya Undang-Undang No.4 Tahun 1996 Roya terdapat pada Hak Tanggungan ... 46
1) Permohonan dari Pihak Yang Berkepentingan ... 46
2) Pencoretan Berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri ... 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 48
(13)
B. Lokasi Penelitian... 48
C. Metode Pengumpulan Data ... 49
D. Analisa Data ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51
A. Gambaran Umum Kantor Pertanahan ... 51
1. Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Medan... 51
2. Bidang yang Bertugas Melayani Roya Hak Tanggungan Pada Kantor Pertanahan Kota Medan ... 53
3. Syarat-syarat Permohonan Roya ... 54
4. Sumber Daya Manusia di Kantor Pertanahan ... 55
B. Roya Hak Tanggungan Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit yang Menjadi Objek Lelang... 55
C. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Roya di Kantor Pertanahan Kota Medan ... 76
1. Jangka Waktu Roya Melebihi 7 (tujuh) Hari Sejak Tanggal Permohonan ... 76
2. Biaya Roya Melebihi Ketentuan ... 78
3. Roya Partial Objek Hak Tanggungan yang Bukan Terdiri dari Beberapa Hak Atas Tanah ... 80
(14)
D. Langkah yang ditempuh dalam Mengatasi HambatanPelaksanaan
Roya di Kantor Pertanahan Kota Medan ... 83
1. Ketepatan Waktu Dalam Penyelesaian Roya Hak Tanggungan... 83
2. Kepastian Biaya Roya Hak Tanggungan ... 83
3. Kelengkapan Persyaratan Roya Harus Dipenuhi ... 85
a. Harus terdapat Surat Pengantar Roya dari Kreditor... 85
b. Harus Melampirkan Sertifikat Hak Atas Tanah... 86
c. Harus Melampirkan Sertifikat Hak Tanggungan ... 87
d. Apabila ada Cessie wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan 92 4. Roya Partial yang Bukan Terdiri dari Beberapa Hak Atas Tanah ... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97
A. Kesimpulan ... 97
B. Saran... 99
(15)
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Biaya Roya yang dilakukan secara keseluruhan (bukan Partial)……….. 78 2. Sedangkan biaya Roya Partial yang tidak memerlukan pemisahan... 79
(16)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Bagan Struktur Organisasi Pertahanan Kota Medan Keputusan KA BPN No. 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional ... 52
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
(18)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Para pelaku usaha baik pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) / Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), badan usaha swasta maupun perorangan memerlukan dana yang cukup besar dalam mengembangkan usahanya. Mereka melaksanakan kegiatan ekonomi dalam berbagai sektor seperti perdagangan, industri, jasa dan lain-lain yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Disamping dengan modal sendiri, dana besar yang dibutuhkan ini dapat diperoleh dari jasa perbankan melalui fasilitas kredit. Kredit perbankan merupakan salah satu pendukung dunia usaha yang pada gilirannya memberikan peranannya dalam pembangunan di Indonesia.1
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.2
1
Satrio J. Parate, Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Bandung, Penerbit Citra Aditya Bhakti, 1993, hal. 4.
2
(19)
Tanpa bantuan kredit dari Bank, dunia usaha akan lesu karena banyak perusahaan-perusahaan baik yang dikelola oleh pemerintah, perorangan ataupun badan usaha swasta tidak dapat lagi menjalankan usahanya, sehingga pelaksanaan pembangunan tersendat-sendat dan para produsen tidak lagi memproduksi barang-barang jadi karena ketiadaan modal, hal ini akan menimbulkan dampak negatif yaitu akan terjadi pengangguran, kejahatan merajalela, rakyat miskin bertambah sehingga masyarakat adil dan makmur seperti yang dicita – citakan tidak akan terwujud.
Setiap kredit yang dikeluarkan oleh perbankan harus disertai dengan pemberian jaminan oleh debitor kepada kreditor (Bank). Jaminan kredit ini merupakan segala harta kekayaan debitor, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi, “ Segala harta kekayaan seorang debitor berupa benda – benda bergerak maupun benda – benda tetap baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari menjadi jaminan bagi semua perikatannya”.
Dengan adanya jaminan yang diberikan debitor kepada kreditor akan memberikan motivasi bagi debitor untuk melunasi hutangnya3, karena fasilitas kredit yang diterimanya dari Bank merupakan hutang yang wajib dibayar. Apabila debitor tidak membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditentukan, maka Bank dapat menjual jaminan barang tersebut untuk melunasi seluruh hutang debitor.
3
S. Mantayborbir dan Jauhari Imam. Hukum Pengurusan Piutang Negara Indonesia, Jakarta, : Penerbit Pustaka Bangsa, 2003, hal. 21
(20)
Menurut C.S.T Kansil, mengingat pentingnya kedudukan kredit Bank tersebut sudah semestinya pemberi dana dan penerima dana serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat pula memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan 4.
Pasal 8 UU Perbankan No. 10 Tahun 1988 tentang perubahan atas Undang – Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Bank dalam memberikan kredit wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya sesuai dengan perjanjian. Hal tersebut dimaksudkan karena kredit yang diberikan oleh kreditor (Bank) mengandung risiko, untuk mengurangi risiko tersebut Bank sebelum memberikan kredit harus memberikan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitor.
Sebelumnya yang dipakai sebagai lembaga jaminan atas tanah yaitu hipotek seperti yang diatur dalam buku II Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dan Crediet Veerband seperti yang diatur dalam S. 1908 No. 542, kemudian dengan dengan keluarnya Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda – benda yang berkaitan dengan tanah, maka Undang – Undang ini merupakan satu – satunya lembaga jaminan dimana tanah sebagai agunannya. Karena Undang – Undang Hak Tanggungan ini tidak berpedoman lagi pada Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, sehingga dengan keluarnya Undang – Undang ini Buku II Kitab Undang – Undang Hukum Perdata sepanjang mengenai tanah tidak berlaku lagi. Demikian juga berdasarkan Pasal 29 Undang – Undang Hak
4
Kansil CST. Pokok – pokok Hukum Hak Tanggungan atas tanah Undang – Undang No. 4 1996, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,1997, hal.6
(21)
Tanggungan, maka hipotek dan crediet verband sepanjang mengenai tanah dinyatakan tidak lagi berlaku kecuali hipotek kapal laut dan kapal terbang.
Sejarah terbentuknya Undang – Undang Hak Tanggungan ini berdasarkan ketentuan Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 yang terdapat dalam Pasal 51 yang memerintahkan pembuatan Undang – Undang Hak Tanggungan. Isi dari Pasal 51 Undang – Undang Pokok Agraria yaitu : Hak Tanggungan yang dibebankan pada Hak Milik Guna Usaha, Hak Guna Bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, 39 diatur dengan Undang – Undang.
Bahwa Hak Pakai diatas tanah negara dapat dibebani dengan Hak Tanggungan, karena Hak Pakai atas tanah negara tersebut wajib didaftarkan dan dapat dipindah tangankan yaitu yang diberikan kepada perorangan dan badan – badan hukum. Sedangkan bagi Hak Pakai diatas tanah Hak Milik dapat dibebani dengan Hak Tanggungan atas izin dari pemilik tanah.
Dengan berlakunya undang – undang Hak Tanggungan maka masalah yang paling rumit yang pernah ada dalam Hukum Indonesia setidak – tidaknya dapat diatasi malahan sekaligus dapat diharapkan akan memberikan sesuatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan dan benda - benda yang berkaitan dengan tanah sebagai agunan.5
Kondisi hukum jaminan sejak di undangkannya Undang – Undang Hak Tanggungan Nomot 4 tahun 1996, bukan saja mempengaruhi hukum jaminan yang pernah dikenal dan berlaku di Indonesia, namun disamping itu juga menginvestasikan modalnya berhubungan dengan hak – hak atas tanah
5
A.P. Parlindugan, Komentar Undang – Undang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda – benda yang Berkaitan dengan Tanah ( UU No. 4 thn 1996 / 9 April LN No. 42 Sejarah terbentuknya, Bandung, Mandar Madju, 1996.
(22)
sebagaimana kebebasan dalam menjamin hak – hak atas Landlease Holds maupun atas tanah yang sering disebut Free holds6
Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri tetapi Hak Tanggungan merupakan perjanjian accesoir yang berdasarkan perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang piutang dan keberadaannya ditentukan oleh adanya hutang piutang/kredit antara debitor dan kreditor yang dijamin pelunasannya. Oleh karena itu apabila utang itu hapus karena pelunasan dengan sendirinya Hak Tanggungan itu hapus.
Hal ini tercermin dalam Pasal 10 ayat ( 1 ) dan Pasal 18 ayat ( 1 ) huruf a Undang – Undang Hak Tanggungan yaitu :
a) Pasal 10 ayat ( 1 ) Undang – Undang Hak Tanggungan.
Pemberian Hak Tanggungan di dahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan atas objek Hak Tanggungan sebagai pelunasan hutang tertentu yang dituangkan didalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hutang tersebut.
b) Pasal 18 ayat ( 1 ) huruf a menentukan Hak Tanggungan hapus karena hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.
6
M. Yamin. Beberapa Dimensi Filosofi Hukum Agraria., Jakarta, Pustaka Bangsa Press., 2003, hal. 56
(23)
Apabila seorang debitor meminta fasilitas kredit dari Bank dengan jaminannya Hak atas tanah. Harus melalui 2 tahapan yaitu :
1. Tahapan pemberian Hak Tanggungan.
Dalam pemberian Hak Tanggungan tersebut haruslah didahului dengan perjanjian hutang piutang antara debitor dengan kreditor. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) . PPAT adalah merupakan pejabat yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum dalam pembebanan hak atas tanah dan dalam pembuatan hukum tersebut, maka akta-akta yang diperbuat di depan PPAT merupakan Akte Otentik7
Sebelum dilaksanakan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) debitor harus menyerahkan asli sertifikat hak atas tanahnya kepada PPAT, kemudian PPAT mencek sertifikat hak atas tanah tersebut ke Kantor Pertanahan. Apakah masih ada Hak Tanggungan atau tidak, apabila tidak ada Hak Tanggungannya barulah kemudian PPAT membuatkan Akta Hak Tanggungannya. Dalam Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan disebut debitor dan penerima Hak Tanggungan disebut kreditor.
7
(24)
Dalam pemberian Hak Tanggungan pemberi Hak Tanggungan (debitor) dan penerima Hak Tanggungan (kreditor) wajib hadir dihadapan PPAT untuk menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan. Apabila pemberi Hak Tanggungan (debitor) karena sesuatu hal tidak hadir, maka pemberi Hak Tanggungan (debitor) wajib memberi kuasa kepada pihak lain dengan Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT). Dalam praktek biasanya SKMHT langsung diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan (debitor) kepada penerima (kreditor) sehingga dengan demikian penerima Hak Tanggungan (kreditor) yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pemberi Hak Tanggungan (debitor) yang menandatangani APHT tersebut. Dalam pembuatan Surat Kuasa Pemasangan Memegang Hak Tanggungan (SKPMHT) haruslah dalam bentuk akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT. Dalam hal ini Notaris PPAT mempunyai keyakinan bahwa objek yang menjadi jaminan Hak Tangungan tersebut benar milik debitor.
Menurut Pasal 11 Undang-undang Hak Tanggungan ayat 1 : “Di dalam pemberian Hak Tanggungan Wajib dicantumkan : 1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan. 2. Domisili para pihak
3. Perjanjian utang piutang yang dijaminkan. 4. Nilai Hak Tanggungan.
(25)
Ayat 1 ini merupakan ketentuan wajib untuk sahnya Hak Tanggungan apabila tidak disebutkan secara lengkap maka akta yang bersangkutan batal demi Hukum. Selambat-lambatnya setelah tujuh hari APHT ini dibuat, PPAT harus mendaftarkan Hak Tanggungan ini pada Kantor Pertanahan.
2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan yang merupakan lahirnya Hak Tanggungan.
Pasal 13 ayat 1 menyebutkan :
“ Bahwa pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Ini adalah merupakan Azas Publisitas/keterbukaan dalam Hak Tanggungan karena dengan didaftarkanya Hak Tanggungan tersebut maka Hak Tanggungan tersebut akan mengikat pihak ketiga dan pendaftaran tersebut merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan dalam pemberian Hak Tanggungan, karena apabila pemberian Hak Tanggungan tidak didaftarkan maka akan Hak Tanggungan tersebut tidak sah menurut hukum.
Setelah didaftarkan maka Kantor Pertanahan akan membuat buku tanah Hak Tanggungan dan mencatat dalam buku tanah yang ada di Kantor Pertanahan atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan tersebut, serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Tanggal buku tanah Hak Tanggungan tersebut adalah pada hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat yang diperlukan bagi pendaftarannya, dan
(26)
jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah diberi tanggal pada hari berikutnya. Jadi lahirnya Hak Tanggungan pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan.
Momen lahirnya Hak Tanggungan menciptakan moment yang penting sekali untuk menentukan tingkat / kedudukan kreditor terhadap sesama kreditor preferent dan menentukan posisi kreditor dalan hal ada sita jaminan atas benda jaminan.8
Selain membuat buku tanah Hak Tanggungan Kantor Pertanahan juga membuat Sertifikat Hak Tanggungan hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
Ayat (1) : Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2) : Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Ayat (3) : Sertifikat Hak Tanggungan tersebut sebagaimana dimaksud ayat (2)
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan Hukum tetap dan berlaku sebagai Grose Akta Hipotik sepanjang hak atas tanah.
Sertifikat Hak Tanggungan diserahkan pada kreditor. Hal ini adalah logis karena orang yang paling berkepentingan terhadap Sertifikat Hak Tanggungan adalah
8
(27)
kreditor. Kalau sertifikat Hak Tangungan tidak berada ditangan kreditor, tidak bisa menuntut eksekusi.
Sedangkan sertifikat hak atas tanah dikembalikan pada debitor namun dalam praktek sertifikat itu disimpan oleh kreditor. Hal ini dibuat dengan suatu pernyataan dari kreditor tersebut tentang penyimpanan dan diketahui oleh debitor semuanya ini berkaitan kemudahan bagi kreditor jika debitor cidera janji, kreditor tidak perlu meminta kembali sertifikat tanahnya jika akan dieksekusi, demikian juga sertifikat tanah tersebut harus dilampirkan pada waktu balik nama dan roya di Kantor Pertanahan.
Dengan dipasangnya Hak Tanggungan ini adalah untuk menjaga apabila debitor cidera janji, kreditor tidak kesulitan untuk melakukan eksekusi terhadap objek Hak Tanggungan yang dijadikan jaminan hutang ini, karena kreditor yang menerima Hak Tanggungan ini mempunyai Hak Preferent yaitu memperoleh hak yang didahulukan dari kreditor lainnya.
Pendaftaran pemberian Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak lahirnya Hak Tanggungan dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga. Hanya dengan cara pencatatan atau pendaftaran yang terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya Hak Tanggungan didaftarkan di Kantor Pertanahan.9
Dengan dibuatnya Sertifikat Hak Tanggungan, asas publisitas terpenuhi dan Hak Tanggungan mengikat pada pihak ketiga. Demikianlah asas publisitas dalam
9
J. Satrio, Hukum Jaminnan, Hak Jaminan Kebendaan Hak Tanggungan. Buku 2, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti Bandung. 1998, hal. 142
(28)
kebendaan yang memberikan perlindungan kepada semua pihak yang terlibat dalam Hak Tanggungan.10
Apabila Hak Tanggungan hapus karena pelunasan hutang oleh debitor kepada kreditor, ataupun karena pelepasan Hak Tanggungan secara sukarela oleh kreditor, maka hapusnya Hak Tanggungan harus dilakukan dengan mengadakan pencoretan atau roya di Kantor Pertanahan dimana Hak Tanggungan tersebut didaftarkan, sehingga pihak ketiga mengetahui bahwa Hak Tanggungan itu sudah dihapus, jika tidak diroya maka pihak ketiga menganggap bahwa Hak Tanggungan itu masih berlaku.
Mengenai roya ini atas pencoretan catatan beban diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UU Hak Tanggungan yang berbunyi sebagai berikut : “Hak Tanggungan hapus sebagai mana dimaksud pada Pasal 18, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku Tanah dan sertifikat hak atas tanahnya.
Roya adalah suatu prosedur untuk melakukan pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada buku tanah11 dan sertifikat tanah12 yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan dimana Hak Tanggungan itu didaftarkan, apabila debitor telah melunasi hutangnya pada kreditor. Dalam melaksanakan roya ini kreditor (Bank)
10
Mariam Darus Badrulzaman. Serial Hukum Perdata II. Kompilasi Hukum Jaminan, Bandung, Penerbit Mandar Maju, 2004, hal. 112
11
Buku Tanah tanda bukti hak kepemilikan atas tanah yang tinggal di kantor pertanahan.
12
Sertifikat Hak Atas Tanah salinan dan Buku Tanah yang diberikan kepada Pemilik Tanah bersama Surat Ukur
(29)
mengembalikan asli Sertifikat Hak Tanggungan13 dan asli sertifikat tanah yang bersangkutan ke Kantor Pertanahan disertai permohonan tertulis untuk menghapus atau roya atas Hak Tanggungan yang melekat. Dalam sertfikat tanah dituliskan klausula roya karena hutang telah dibayar lunas.
Setelah di roya sertifikat hak atas tanah diberikan kembali kepada debitor, Buku Tanah tinggal di kantor pertanahan sedangkan sertifikat Hak Tanggungan ditarik oleh Kantor Pertanahan dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Roya merupakan tindakan administratif yang perlu dilakukan agar data mengenai tanah selalu up to
date sesuai dengan kenyataan yang ada. Hak Tanggungan bukan hapus karena ada
roya tetapi justru karena Hak Tanggungan hapus maka ia perlu diikuti dengan pengroyaan atau pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Dalam praktek terutama dipedesaan debitor telah melunasi hutangnya pada Bank dan mendapat surat roya, tetapi pada sertifikat hak atas tanahnya masih memuat catatan pembebanan Hak Tanggungan sekalipun kenyataannya tanah itu sudah bersih dari beban. Hal ini terjadi karena pihak debitor tidak segera mengajukan permohonan roya yang diberikan kreditor / Bank ke kantor Pertanahan untuk segera melakukan pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada buku tanah dan sertifikat hak atas
13
(30)
tanahnya. Hal ini merugikan si debitor sendiri karena seolah – olah si debitor masih memiliki hutang ke Bank tempat ia meminjam kredit dengan jaminan Hak Tanggungan, padahal kenyataannya hutang telah lunas dibayar.
Jadi dengan demikian roya atau pencoretan beban Hak Tanggungan wajib dilaksanakan apabila debitor telah melunasi hutangnya pada kreditor ( Bank ) dan bagi pihak yang terlibat perjanjian pemberian Hak Tanggungan perlu diberikan sanksi apabila tidak segera melakukan roya.
Krisis ekonomi yang melanda perekonomian Indonesia, semenjak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan terhadap kemampuan perekonomian negara ini terutama disektor riil. Kelangsungan perekonomian secara de facto sangat berpengaruh terhadap kehancuran usaha sehingga banyak perusahaan – perusahaan baik dalam negeri maupun luar negeri tidak dapat lagi melanjutkan usahanya, dan para debitor tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya terhadap kreditor untuk mengembalikan pinjaman pada Bank, karena dalam menjalankan perusahaan ini para pengusaha mendapat fasilitas kredit dari Bank. Dalam ajaran
(31)
yuridis, debitor harus membayar kewajibannya tanpa menyentuh soal – soal mendasar mengapa hutang itu harus terjadi.14
Bagi perusahaan yang ditangguhkan kreditnya yang telah disetujui ataupun adanya pengetatan penyaluran kredit dapat menyebabkan terganggunya jalan perusahaan. Hal ini menyebabkan produksi terganggu, yang pada akhirnya pembayaran angsuran dan bunga yang tinggi ikut terganggu.
Disamping itu kebijakan uang ketat Bank menaikkan bunga pinjaman sehingga bagi perusahaan dengan keadaan demikian belum sanggup membayar bunga yang tinggi, yang jelas andil kebijakan uang ketat cukup besar dalam memasok angka kredit macet karena adanya kebijakan justru menimbulkan deflasi. 15
Karena para pengusaha atau debitor tidak lagi mampu untuk mengangsur hutang pokok dan bungannya dari hasil usaha yang dimodali fasilitas kredit dari Bank makanya disebut kredit macet.
Berdasarkan surat Edaran Direksi Bank Indonesia No 31/147/KEP DIR Tanggal 12 November 1998 Tentang Kualitas Aktifa Produktif yang menentukan kredit macet adalah :
14
Sulaiman Robinta, Joko Prabowo, Lebih Jauh tentang Kepailitan, Tanggung Jawab Komisaris, Direksi dan Pemegang Saham, Jakarta, Pusat Srudi Hukum Bisnis Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, XII
15
Deflasi adalah usaha pem suatu negara untuk mengurangi tingkat inflasi dan mengeluarkan dan biaya-biaya produksi untuk mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi permintana tapi menjaga suplai barang-barang sehingga dengan demikian harga-harga berhenti naik bahkan menurun. Op. Simorangkir Kamus Perbankan Bina Aksara Jakarta 1989 hal 88.
(32)
1. Terdapat tunggakan pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari (9 bulan).
2. Dokumentasi kredit dan atau pengikatan agunan tidak ada. 16
Sebaliknya suatu kredit dinamakan macet karena debitor wanprestasi atau ingkar janji atau cidera janji atau tidak menyelesaikan kewajibannya kepada kreditor sesuai dengan perjanjian baik jumlah maupun waktu misalnya pembayaran atas perhitungan bunga maupun hutang pokok.17
Faktor-faktor yang menyebabkan kredit macet : a. Penyalahgunaan fasilitas kredit oleh debitor
b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan dari pihak kreditor kepada debitor c. Gagalnya usaha debitor atau bangkrut yang diakibatkan persaingan yang
tajam, profesionalisme yang kurang dan akibat di luar kemampuan manusia d. Keadaan ekonomi yang tidak mengantungkan dunia usaha
e. Itikad yang kurang baik dari debitor itu sendiri
f. Memang usaha debitor tidak mampu lagi untuk membayar angsuran maupun pelunasannya
g. Terjadinya krisis moneter yang menyebabkan usaha debitor tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan
h. Perangkat hukum atau peraturan tidak mendukung pelaku ekonomi i. Lingkungan yang tidak aman untuk berusaha
j. Kebijakan moneter dan fiskal
k. Debitor tidak mampu untuk mengelola kredit yang diterimanya atau kemampuan manajemen debitor kurang (lemah).18
Selanjutnya, bila dilihat dari faktor kealpaan dari pihak kreditor memang ada, sebab kreditor tidak hati-hati atau kurang selektif dalam memberikan kredit dan nilai
16
Mantay Borbir, Iman Djauhari, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa 2003, Hal 23
17
Mantay Borbir, Iman Djauhari, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa 2003, Hal 23
18
(33)
anggunan terlalu rendah harganya bila dibandingkan dengan jumlah kredit yang diberikan.
Disamping itu para konglomerat dengan didukung dari pihak-pihak tertentu memperoleh kredit triliun rupiah bahkan banyak diantara mereka yang beritikad tidak baik untuk membayar hutangnya sehingga menyebabkan kredit yang diterima macet atau sengaja dimacetkan.
Apabila terjadi kredit macet debitor tidak dapat lagi melunasi hutangnya, terhadap tanah/bangunan milik debitor yang jadi objek Hak Tanggungan itu berhak dijual oleh kreditor tanpa persetujuan debitor agar penjualan ini dapat dilakukan secara jujur, objek Hak Tanggungan dijual dimuka umum atau lelang untuk mengambil perlunasan piutang dari hasil penjualan tersebut.
Melalui penjualan lelang terbuka dapat diharapkan akan diperoleh harga yang wajar ataupun paling tidak mendekati wajar, karena dalam suatu lelang tawaran yang rendah bisa diharapkan akan memancing peserta lelang lain untuk mencoba mendapatkan benda lelang dengan menambah tawaran barang.
Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan dimuka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran lisan dan naik-naik untuk memperoleh harga yang semakin meningkat atau semakin menurun dan atau tertutup / tertulis yang didahului dengan pengumuman lelang sebagai usaha untuk mengumpulkan calon peminat pembeli.
(34)
Lelang dapat dilaksanakan dengan cara penawaran :
1. Terbuka/lisan dengan penawar harga naik-naik atau harga yang semakin menurun.
2. Tertutup tertulis dengan penawaran amplop tertutup.
Lelang dengan cara ini apabila penawarannya belum mencapai harga limit yang dikehendaki dari penjual maka dapat dilanjutkan dengan cara penawaran lisan terbuka.
Harga limit adalah harga terendah untuk pelepasan tanah yang dilelang berpedoman pada harga taksasi yang dibuat oleh perusahaan jasa penilai.
Dari hasil penjualan lelang setelah dikurangi hutang debitor dan biaya-biaya lelang, apabila ada sisanya, sisanya akan dikembalikan pada kreditor. Tetapi apabila hasil penjualan lelang belum bisa melunasi hutang debitor, maka harta debitor yang lain dapat dijual melalui lelang untuk melunasi hutangnya pada kreditor (Bank).
B. Perumusan Masalah
Beberapa hal yang dikemukakan diatas melatarbelakangi judul yang penulisan tesis ini dan terdapat beberapa hal yang menjadi permasalahan. Adapun rumusan dalam permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tata cara pelaksanaan roya Hak Tanggungan hak atas tanah yang merupakan agunan debitor pada perbankan yang dilelang oleh pejabat lelang karena kreditnya macet?
(35)
2. Apakah hambatan-hambatan yang sering terjadi dalam pelaksanaan roya atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Medan?
3. Bagaimanakah langkah-langkah yang ditempuh Kantor Pertanahan Kota Medan untuk mengatasi hambatan - hambatan yang terjadi didalam pelaksanaan roya hak tanah tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada judul – latar belakang, dan perumusan masalah yang dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara pelaksanaan roya Hak Tanggungan atas tanah yang merupakan agunan debitor pada perbankan yang dilelang oleh pejabat lelang karena kreditnya macet.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang sering terjadi pada pelaksanaan roya Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan.
3. Untuk mencari jawaban langkah-langkah apa yang ditempuh untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dapat diklasifikasikan atas manfaat teoritis dan praktis. Secara teoritis hasil penelitian yang diperoleh nanti dapat menjadi khasanah guna pengembangan pemikiran fenomena – fenomena yang ditemukan dalam
(36)
pelaksanaan roya, pada Kantor Pertanahan dan dapat dikembangkan lagi oleh para peneliti sehingga memberi manfaat bagi banyak pihak.
Secara praktis diharapkan penelitian ini nantinya dapat bermanfaat sebagai masukan untuk praktisi hukum, masyarakat umum, para debitor, kreditor, pembuat undang – undang khususnya para pihak yang terlibat dalam kegiatan dunia khususnya bagi yang mendapat fasilitas kredit dari bank.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pada informasi yang ada dan penelusuran kepada daftar kepustakaan secara khusus pada Universitas Sumatera Utara penelitian yang berhubungan dengan masalah roya ini, belum pernah ada yang meneliti baik itu mengenai roya Hipotik, roya Crediet Verband maupun roya Hak Tanggungan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peneltian berkenaan dengan topik roya dan permasalahan yang penulis teliti masih bersifat aktual dan asli.
(37)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Roya Hak Tanggungan
Istilah Roya dalam UU No. 4 Tahun 1996 ditemukan dalam penjelasan umum butir 8 dan penjelasan Pasal 22 ayat 1 undang-undang ini. Kalau diperhatikan penggunaan istilah roya dalam penjelasan undang-undang tersebut, roya memiliki arti pencoretan catatan tentang pembebanan Hak Tanggungan yang bersifat administratif di Kantor Pertanahan.
Dalam penjelasan Pasal 22 ayat 1 UU No. 4 Tahun 1996 disebutkan bahwa roya Hak Tanggungan dilakukan demi ketertiban administrasi dan tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap Hak Tanggungan tersebut yang sudah hapus.
Jika diperhatikan Pasal 31 Staatsblad 1834-27, disebutkan bahwa penghentian hipotik dinamakan “Roya”, yang berarti pencoretan. Ini berarti, bahwa terhentinya hipotik itu dicatat dalam surat-surat yang bersangkutan, terutama pada surat eigendom, dimana semula dicatat adanya hipotik itu. Roya artinya penghapusan pengikatan suatu agunan berupa tanah sehingga hak kepemilikan atas tanah bersangkutan kembali kepada pemilik aslinya ( reconveyance).1911
Istilah parsial memiliki pengertian berhubungan atau merupakan bagian dari keseluruhan. Pengertian ini diberikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia,
19
(38)
Departemen Pendidikan Nasional 20.17Sedangkan istilah roya parsial dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ada dapat dijumpai dalam Surat Deputi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atas nama Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No.600-1610.D.IV perihal pelaksanaan roya partial ( sebagian) tanggal 16 Juni 1995.
Roya Partial ini dapat diperhatikan dalam UU No.16 tahun 1985 tentang Rumah Susun dalam Pasal 16.
1). Dalam pemberian hipotik atau fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dapat diperjanjikan bahwa pelunasan hutang yang dijamin dengan hipotik atau fidusia itu dapat dilakukan dengan cara angsuran sesuai dengan tahap penjualan satuan rumah susun, yang besarnya sebanding dengan nilai satuan yang terjual.
2). Dalam hal dilakukan pelunasan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, maka satuan rumah susun yang harganya telah dilunasi tersebut bebas dari hipotik atau fidusia yang semula membebaninya.
Penjelasan dalam Pasal ini menyebutkan sebagai berikut :
1). Ketentuan ini dimaksudkan sebagai kelembagaan hukum baru yang memungkinkan penyelesaian praktis mengenai pembayaran kembali kredit yang digunakan untuk membangun rumah susun secara bertahap, yaitu sesuai dengan tahap penjualan satuan rumah susun yang bersangkutan. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka ketentuan dalam Pasal 1163 KUH Perdata Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.
2). Tiap satuan rumah susun yang terjual akan membebaskan bagian rumah susun yang bersangkutan dari hipotik atau fidusia yang semula membebaninya, sebesar nilai hipotik atau fidusia satuan rumah susun tersebut, yang besarnya dapat diperhitungkan sebagai perbandingan antara nilai satuan yang bersangkutan terhadap nilai keseluruhan rumah susun, termasuk benda
20
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jskarta, Balai Pustaka, Edisi III, 2006 , hal. 831,
(39)
bersama dan tanah bersama. Selanjutnya rumah susun tersebut hanya dibebani hipotik atau fidusia pada bagian yang belum terjual untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi.
Dalam pandangan praktisi perbankan, roya parsial atau roya sebagian adalah roya yang dilakukan terhadap sebagian tanah dari seluruh tanah yang dibebankan Hak Tanggungan. Roya terhadap sebagian tanah, tidak menyebabkan sisa tanah lain yang menjadi obyek Hak Tanggungan menjadi hapus. Sisa tanah lainnya tetap menjadi beban Hak Tanggungan 21.18
B. Tujuan Roya Dan Fungsi Roya Dalam Hak Tanggungan
1. Tujuan Roya Dalam Hak Tanggungan
Seperti telah diterangkan bahwa roya adalah pencoretan beban pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang dibebani oleh Hak Tanggungan, atas permintaan tertulis kreditor ( Bank ) pemberi kredit yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan dimana Hak Tanggungan itu didaftar karena hutang telah dibayar lunas oleh debitor. Hal ini sesuai dengan sifat accesoir dari Hak Tanggungan.
Adanya Hak Tanggungan karena adanya piutang yang dijamin pelunasannya apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau sebab – sebab lain, maka dengan
21
(40)
sendirinya Hak Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus.2219Tindakan
mencoret Hak Tanggungan adalah tindakan mengikuti hapusnya Hak Tanggungan. Jadi tujuan dari roya yaitu membersihkan catatan – catatan dan beban – beban diatas tanah yang dibebani Hak Tanggungan apabila hutang telah dibayar lunas oleh debitor. Dalam hal ini debitor mempunyai kepentingan agar catatan pembebanan dalam buku tanah dan sertifikat tanahnya dihapus atau di roya. Dengan demikian, debitor bebas untuk menjual tanah tersebut atau memasang kembali Hak Tanggungan. Calon pembeli atau penerima jaminan yang berikutnya menghendaki agar tanah / bangunan yang dibeli olehnya atau yang akan diberikan jaminan kepadanya memang harus bersih dari pembebanan hutang dan Hak Tanggungan sehingga si pembeli dan si penerima jaminan tidak dirugikan di kemudian hari.
Apabila telah dilakukan roya si debitor sebagai pemilik tanah berikut bangunan di atasnya benar-benar telah bebas dari hutang Hak Tanggungan yang selama ini membebaninya. Tanah berikut bangunan tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan masih dibebani Hak Tanggungan.
Dalam pandanganan praktisi perbankan, tujuan diciptakan roya parsial untuk menampung kegiatan perekonomian dengan pembangunan perumahan suatu kawasan wilayah. Roya menyeluruh yang diatur dalam hipotik sudah tidak dapat menampung
22
Usman Rachmadi, Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah, Jakarta, Penerbit Jambatan 1999 , hal. 125
(41)
perkembangan perekonomian bahkan menghambat transaksi yang berkenaan dengan rumah di suatu proyek perumahan. Diciptakannya roya parsial ini sangat mendukung kreditor-kreditor yang memberikan kredit konstruksi untuk pembangunan perumahan, sekaligus memberikan kredit pemilikan rumah untuk membeli rumah yang dibangun dengan kredit konstruksi tersebut 23.20.
2. Fungsi Roya Hak Tanggungan
Bahwa setiap pembeli yang ingin membeli tanah berikut bangunan, demikian juga kreditor yang ingin memberikan kredit pada seseorang debitor, terlebih dahulu melakukan pemeriksaan Sertifikat hak atas tanah (cek bersih) ke Kantor Pertanahan untuk mengetahui apakah tanah yang akan dibeli atau yang akan di jaminkan tersebut masih dalam sengketa atau masih dibebani dengan Hak Tanggungan.
Dengan adanya roya maka si pembeli tanah atau kreditor dapat mengetahui bahwa tanah bangunan yang akan dibeli atau yang akan dijaminkan tersebut telah benar – benar bersih dari segala beban hutang dan Hak Tanggungan. Apabila benar – benar bersih tidak dibebani Hak Tanggungan barulah sipembeli atau kreditor bersedia untuk membeli atau menjaminkan tanah tersebut karena benar – benar aman, terjamin dan terlindungi dari kepentingan pihak ketiga.
Demikian juga apabila si pembeli ingin melakukan jual beli tanah tersebut dihadapan PPAT, sebelum membuat akta jual beli, disyaratkan untuk memperlihatkan
23
(42)
sertifikat hak atas tanah, jika hak atas tanah tersebut masih dibebani hutang dan Hak Tanggungan, maka PPAT wajib untuk menolak membuat akta jual beli tersebut. Alasan – alasan bagi PPAT untuk menolak membuat akta, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 yang berbunyi :
“ PPAT menolak membuat akta jika :
a. Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan dengan daftar yang ada di Kantor Pertanahan “24.21.
Yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 39 ayat ( 1 ) tersebut adalah bahwa untuk mengetahui tentang kesesuaian asli sertifikat dan daftar – daftar tanah pemeriksaan.
Kemudian J. Kartini Soejendro menyebutkan :
“ Bahwa Akta PPAT dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak, maka PPAT bertanggungjawab untuk memeriksa syarat – syarat untuk sahnya pembuatan hukum yang bersangkutan dengan mencocokkan data yang terdapat dalam sertifikat dengan daftar yang ada di Kantor Pertanahan”2522
24
Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 25
J, Kartini, Soejendro, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Yogyakarta, Kanisius, 2001, Cet. ke 4, hal. 80
(43)
Jadi fungsi roya adalah sebagai alat pembuktian bahwa tanah dan bangunan yang akan dijamin dengan Hak Tanggungan sudah dilunasi oleh debitor tidak diberati lagi dengan beban hutang dan Hak Tanggungan, yang selama ini membebaninya.
Setelah roya Hak Tanggungan dilakukan, sertifikat tanah diserahkan kepada debitor, kini si debitor bebas untuk melakukan jual beli atau menjaminkan kembali dengan Hak Tanggungan baru.
C. Prosedur Roya
Setelah debitor melunasi hutangnya pada kreditor (bank), kemudian kreditor membuat surat permohonan roya kepada Kantor Pertanahan dimana Hak Tanggungan tersebut didaftarkan yang isinya menyatakan karena hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan sudah dilunasi, maka Hak Tanggungan hapus dan atas dasar itu mohon untuk roya atau pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada sertifikat hak atas tanah debitor. Dalam surat permohonan roya tersebut dilampirkan asli sertifikat hak atas tanah dan asli sertifikat Hak Tanggungan dan dalam sertifikat hak atas tanah diberi catatan oleh kreditor bahwa hutang sudah lunas. Setelah diberi materai dan ditanda tangani oleh kreditor, surat permohonan roya itu diberikan kepada Debitor atau Notaris/PPAT di mana Hak Tanggungan tersebut dilaksanakan. Oleh Notaris dibuatkan kembali Surat Permohonan ke Kantor Pertanahan.2623Setelah itu debitor
26
Contoh Surat Permohonan Roya dari Notaris ke Kantor Pertanahan Bersama ini kami sampaikan berkas surat-surat yang terdiri dari :
1. Asli Sertifikat Hak No…… terdaftar … Kecamatan Medan…… terdaftar atas nama ....
2. Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan, tanggal ... September Nomor :…....yang dibuat dihadapan saya, PPAT selaku Notaris di………..medan
(44)
atau Notaris menyerahkan surat permohonan roya tersebut ke Kantor Pertanahan untuk dilakukan pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada sertifikat hak atas tanah debitor.
Isi surat roya tersebut :
Roya dari PT Bank Pemberi Bank X dari nomor 05 tanggal... tahun 2007 cabang Medan Pemuda.
Hak Tanggungan ini hapus atas tanah Hak Milik atas nama Tuan ... yang Sertifikat Tanah Nomor... terletak di Kecamatan... dengan adanya kata-kata tersebut dalam buku tanah dan sertifikat tanah yang bersangkutan maka beban Hak Tanggungan hapus.
Kemudian disudut sebelah kanan bawah dengan cap BPN yang ditanda tangani oleh Kepala Kantor Badan Pertanahanan. Setelah dilakukan pencoretan catatan beban Hak Tanggungan tanah debitor, sertifikat tanah dikembalikan pada Debitor, buku tanah tetap tinggal di Kantor Pertanahan, sedangkan sertifikat Hak Tanggungan ditarik oleh Kantor Pertanahan dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
3. Asli Sertifikat Hak Tanggungan, tanggal ……..September No...
4. Surat Permohonan PeRoyaan Hak Tanggungan, tanggal ... No. yang dikeluarkan oleh. BANK ... Foto copy KTP pemohon, dengan permohonan ini agar kiranya Bapak dapat melaksanakan penghapusan (Roya) Hak Tanggungan I untuk kepentingan BANK... Berkedudukan di Jakarta, Cabang
Demikian permohonan ini kami sampaikan atas bantuan serta kerjasama yang baik diucapkan terima kasih.
(45)
D. Jenis-Jenis Roya
1. Roya yang tidak dapat dibagi-bagi
Dalam roya ini debitor meminta fasilitas kredit dari Bank dengan jaminan satu buah sertifikat Hak Atas Tanah. Apabila hutang hapus karena pelunasan ataupun karena debitor melepaskan Hak Tanggungan tersebut maka roya dilakukan.
Jadi apabila debitor ingin melunasi hutangnya pada Bank, tidak bisa melunasi hutang tersebut sebagian – sebagian tapi harus melunasi seluruh hutang – hutang tersebut, karena Hak Tanggungan membebani secara utuh objek Hak Tanggungan tersebut. Apabila debitor melunasi sebagian dari hutang yang dijamin, tidak berarti terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan melainkan Hak Tanggungan membebani seluruh objek Hak Tanggungan untuk sisa hutang yang belum dibayar.
Contoh :
Misalnya A meminjam uang pada sebuah Bank sebesar Rp. 100.000.000,- dengan Hak Tanggungan, dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan menjaminkan satu sertifikat hak atas tanah. Kemudian PPAT mendaftarkan perjanjian tersebut ke Kantor Pertanahan. Setelah didaftarkan Kantor Pertanahan membuat Buku Tanah Tanggungan dan mencatat dalam Buku Tanah yang ada di Kantor Pertanahan atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan tersebut, serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak
(46)
atas tanah yang bersangkutan. Selain itu Kantor Pertanahan juga menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan, kemudian sertifikat hak atas tanah dan sertifikat Hak Tanggungan disimpan oleh kreditor.
Apabila A ingin melunasi hutangnya pada pihak bank tersebut maka A harus melunasi seluruh hutangnya sebesar Rp. 100.000.000.- tersebut. Tetapi jika A hanya melunasi Rp. 50.000.000,- sertifikat tanahnya tidak bisa diroya, sedangkan sisanya yang Rp. 50.000.000,- tetap membebani seluruh objek Hak Tanggungan tersebut, tetapi jika A melunasi sisanya yang Rp. 50.000.000,- maka barulah hutang A dinyatakan benar – benar lunas dan Hak Tanggungan tersebut dinyatakan hapus.
Setelah A melunasi hutangnya Rp. 100.000,- kepada kreditor kemudian kreditor membuat surat permohonan roya kepada Kantor Pertanahan untuk mencoret catatan beban Hak Tanggungan pada sertifikat hak atas tanah debitor. Setelah diroya Kantor Pertanahan mengembalikan sertifikat hak atas tanahnya kepada A, sertifikat Hak Tanggungannya ditarik oleh Kantor Pertanahan dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
2. Roya Parsial
Roya Parsial merupakan kelembagaan hukum baru untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang memungkinkan penjelasan secara praktis terhadap bagian benda jaminan apabila telah dilunasi sebagian sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan lainnya. Dengan demikian sungguhpun roya
(47)
parsial diatur dalam Undang – undang rumah susun tetapi dapat pula untuk menyelesaikan roya parsial diluar rumah susun.2724
Roya parsial menyimpangi prinsip Hak Tanggungan yang tidak dapat dibagi – bagi dengan jalan memberikan kesempatan kepada para pihak, untuk memperjanjikan roya atas sebagian dan pada beberapa persil yang dijaminkan dengan besarnya yang sudah disepakati bersama – sama oleh debitor dan kreditor.
Apabila debitor ingin meminjam uang pada Bank, dapat menjaminkan beberapa buah sertifikat tanah, kemudian jika debitor ingin melunasi hutang – hutangnya dapat dilakukan sebagian – sebagian yang besarnya sebanding dengan nilai sertifikat tanah yang akan dilunasi. Apabila debitor ingin melunasi hutangnya dengan melakukan pencoretan beban atau roya terhadap sertifikat tanah yang diinginkannya maka dalam surat permohonan roya kreditor harus disebutkan dengan jelas sertifikat hak atas tanah yang mana yang akan dimohon roya. Kemudian Kantor Pertanahan melakukan roya terhadap buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan, setelah di roya buku tanah dan sertifikat hak atas tanah tersebut telah bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya.
Sedangkan beberapa sertifikat tanah yang belum dilunasi masih tetap dibebani Hak Tanggungan sebesar sisa hutangnya yang belum dibayar.
27
Undang – Undang Hak Tanggungan. Peraturan pelaksanaan dan peraturan yang terkait. Jilid 1. Penerbit Yayasan Bhumi Bhakti Adhiguna. Badan Pertanahan Nasional Jl. Sisingamangaraja No. 2 Kebayoran Baru – Jakarta Selan : 120
(48)
Contoh :
A meminjam uang kepada Bank sebesar Rp. 100.000.000,- yang dengan jaminan hak atas tanah yang terdiri dari 4 (empat) buah sertifikat hak atas tanah yang diikat dengan Hak Tanggungan, yaitu :
Sertifikat hak atas tanah I
dengan Hak Tanggungan senilai Rp. 25.000.000 Sertifikat hak atas tanah II
Dengan Hak Tanggungan senilai Rp. 25.000.000 Sertifikat hak atas tanah III
Dengan Hak Tanggungan senilai Rp. 25.000.000 Sertifikat hak atas tanah IV
Dengan Hak Tanggungan senilai Rp. 25.000.000
Perjanjian tersebut dibuat dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Kemudian PPAT mendaftarkan perjanjian tersebut ke Kantor Pertanahan setelah didaftarkan Kantor Pertanahan membuat 4 (empat) buah buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya kedalam 4 (empat) buah buku tanah A yang ada di Kantor Pertanahan dan kemudian menyalin catatan tersebut kedalam 4 (empat) buah sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Disamping itu Kantor Pertanahan juga menerbitkan 4 (empat) buah sertifikat Hak
(49)
Tanggungan, ke 4 (empat) buah sertifikat hak atas tanah dan sertifikat Hak Tanggungan disimpan oleh kreditor.
A dapat melunasi sebagian hutang dari Hak Tanggungan sebesar Rp. 50.000.000 yaitu dengan melunasi sertifikat hak atas tanah I sebesar Rp.
25.000.000 dan sertifikat hak atas tanah II sebesar Rp. 25.000.000.
Setelah mendapat pelunasan dari A, kemudian kreditor membuat surat permohonan roya pada Kantor Pertanahan mohon untuk mencoret catatan beban Hak Tanggungan pada sertifikat hak atas tanah I dan sertifikat hak atas tanah II dengan melampirkan kedua buah sertifikat tersebut beserta sertifikat Hak Tanggungan masing-masing, setelah dilakukan pencoretan atau roya oleh Kantor Pertanahan maka kedua buah sertifikat tersebut telah bebas dari Hak Tanggungan yang selama ini membebaninya. Kemudian ke 2 buah sertifikat tersebut dikembalikan kepada debitor. Sedangkan sertifikat Hak Tanggungan tidak ditarik oleh Kantor Pertanahan tetapi hanya diberikan catatan pada buku tanah Hak Tanggungan sertifikat mana yang dikeluarkan dari jaminan Hak Tanggungan, kemudian sertifikat Hak Tanggungan dikembalikan kepada kreditor. Sedangkan sertifikat hak atas tanah III dan sertifikat hak atas tanah IV yang belum dilunasi masih tetap dibebani tanggungan sebesar sisa hutang yang belum dilunasi.
Sebagaimana diuraikan diatas, Hak Tanggungan pada prinsipnya memiliki asas tidak dapat dibagi-bagi tetapi dapat disimpangi apabila diperjanjikan dalam Akta
(50)
Pemberian Hak Tanggungan. Janji itu dapat diperhatikan dalam formulir Akta Pemberian Hak Tanggungan yaitu :
Debitor dapat melakukan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan di atas, dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari Obyek Hak Tanggungan yang akan disebut di bawah ini, dan yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa yang yang belum dilunasi :---
Obyek Hak Tanggungan ……… ………
………..……… ………..
dengan nilai Rp. …………. ( ……….…..………) Obyek Hak Tanggungan ……… ………
………..……… ………..
dengan nilai Rp. …………. ( ……….…..………) Obyek Hak Tanggungan ……… ………
………..……… ………..
dengan nilai Rp. …………. ( ……….…..………)
Dalam hal Obyek Hak Tanggungan kemudian dipecah sehingga Hak Tanggungan membebani beberapa hak atas tanah, Debitor dapat melakukan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah tersebut, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa Obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi. Nilai masing-masing hak atas tanah tersebut akan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Pihak Pertama dengan Pihak Kedua ;-“
(51)
3. Persyaratan yang diperlukan untuk permohonan roya parsial.
a. Sertifikat hak milik atas rumah susun atau sertifikat hak atas tanah yang akan diroya.
b. Sertifikat Hak Tanggungan
c. Surat – surat permohonan roya parsial dari kreditor yang bersangkutan yang berisi :
1. Sebab / alasan roya parsial ( dilunasi hutang/dilepaskan dan sebagainya ).
2. Menyebutkan nomor sertifikat yang diroya.
3. Ditandatangani langsung oleh pimpinan instansi perbankan yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk.
4. Surat – surat lain yang diperlukan ( surat kuasa dan sebagainya ) 2825
E. Roya Akibat Peralihan Hak Tanggungan
Prinsipnya orang yang telah menjaminkan benda miliknya, tidak menjadikan ia kehilangan hak dan kewenangan untuk mengambil tindakan pemilikan atas benda yang dijaminkan tersebut, artinya dengan dilakukannya perjanjian atas benda yang telah dijaminkan tersebut, tidak menjadikan dirinya kehilangan wewenang atas benda yang telah dijaminkan kepada kreditor / Bank dan ia sebagai pemilik benda tersebut masih mempunyai hak untuk mengalihkan atau menjaminkan benda itu kembali. Sepanjang mendapat persetujuan dari kreditor.
Jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena Cessie, Subrogasi, Pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditor yang baru.( Pasal 16 ayat 1 UU No.4 tahun 1996).
28
(52)
Beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor Pertanahan .( Pasal 16 ayat 2 UU No.4 tahun 1996). Ketentuan ini dimaksudkan agar terdapat perlindungan terhadap kreditor baru yang menerima pengalihan hak tagih atau piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.
Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan mencatatnya pada buku tanah Hak Tanggungan dan pada buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat Hak Tanggungan dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan .( Pasal 16 ayat 3 UU No.4 tahun 1996).
Tanggal pencatatan pada buku tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat 4. Menurut Pasal 9 UU No.4 tahun 1996 pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Dalam hal pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan meninggal dunia maka Hak Tanggungan ini beralih kepada ahli warisnya.
(53)
Dalam penjelasan Pasal 16 ayat 1 UU No.4 tahun 1996, Cessie adalah perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditor, pemegang Hak Tanggungan kepada pihak lain. Cessie sendiri dalam sudut pandang hukum perdata merupakan suatu bentuk penyerahan hak milik sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 584 KUHPerdata yang mengikuti suatu peristiwa hukum yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik atas suatu benda. Dalam hal ini, menurut Pasal 613 KUHPerdata adalah piutang atas nama. Dengan demikian Cessie bukanlah suatu perbuatan hukum yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu kelanjutan dari suatu perstiwa hukum perdata yang dibaut dengan tujuan untuk mengalihkan hak milik atas piutang atas nama tersebut. Tanpa adanya peristiwa hukum yang dimaksud, Cessie tidak pernah ada dan tidak pernah terjadi.
Subrograsi adalah penggantian kreditor oleh pihak ketiga yang melunasi utang debitor. Hal ini diatur dalam pasal 1400 KUHPerdata. Ini berarti pihak ketiga yang telah membayar hutang debitor tersebut demi hukum muncul sebagai kreditor baru menggantikan kreditor lama. Karena hutang yang telah dibayar oleh pihak ketiga tersebut dengan sendirinya hutang tersebut menjadi hapus, tapi saat bersamaan perjanjian hutang piutang hidup lagi dengan pihak ketiga sebagai kreditor baru, dapat menagih kepada debitor, dan memperoleh hak-hak tunututannya yang berupa jaminan kredit tersebut.
(54)
Karena beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini terjadi karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini cukup dilakukan berdasarkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang dijamin kepada kreditor baru.
Selain itu Hak Tanggungan turut beralih dengan beralihnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan atas dasar waris.Obyek Hak Tanggungan dapat beralih karena debitor yang juga merupakan pemilik jaminan sebagai obyek Hak Tanggungan tersebut meninggal dunia. Hukum mengatur bahwa ahli waris tidak saja akan mewarisi kekayaan pewaris yang meninggal dunia, tetapi juga mewarisi segala utangnya kepada pihak ketiga. Peralihan itu terjadi demi hukum, kecuali apabila menurut hukum pewarisan itu dapat ditolak oleh ahli waris yang bersangkutan.
Apabila pemberi Hak Tanggungan yang merupakan pemilik obyek Hak Tanggungan meninggal dunia, maka ahli waris mendaftarkan peralihan haknya atas obyek Hak Tanggungan itu kepada Kantor Pertanahan.
Untuk membuktikan seseorang itu adalah ahli waris dibuktikan dengan Surat Akta Keterangan Waris.
1. Bagi mereka yang tunduk kepada hukum adat keterangan waris dibuat sendiri oleh ahli waris kemudian diketahui oleh Lurah dan Camat.
2. Bagi mereka yang tunduk pada BW (WNI) keturunan Cina keterangan warisnya dibuat oleh Notaris.
(55)
3. Bagi keturunan Arab atau Timur Asing lainnya keterangan warisnya dibuat oleh Balai Harta Peninggalan.
Peralihan obyek Hak Tanggungan karena pewarisan ini tidak mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan, karena Hak Tanggungan memiliki asas droit de suite yaitu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek Hak Tanggungan itu berada, hal ini sesuai dengan Pasal 7 UU No.4 tahun 1996. Roya Hak Tanggungan dapat dimohonkan oleh ahli waris selaku pemilik hak atas tanah yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa piutang yang dijamin pelunasannya oleh Hak Tanggungan sudah lunas, atau kreditor melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Dalam praktek perbankan, hubungan utang piutang atau pinjam meminjam dalam perjanjian kredit juga disertai dengan asuransi jiwa bagi debitor. Sehingga, pada saat debitor meninggal dunia maka utang kepada kreditor dibayarkan oleh asuransi untuk pelunasannya. Pelunasan utang oleh asuransi kepada kreditor ini mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan yang dapat menjadi alasan untuk dimohonkan Roya Hak Tanggungan.
Roya Hak Tanggungan terhadap Hak Tanggungan yang beralih akibat Cessie dan Subrogasi atau sebab lain ini hanya dapat dilakukan oleh yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor baru, bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau kreditor baru melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(56)
F. Roya Hak Tanggungan Sebagai Kegiatan Administratif
Dalam penjelasan Pasal 22 ayat 1 UU No.4 tahun 1996, disebutkan bahwa
pencoretan catatan atau Roya Hak Tanggungan dilakukan demi ketertiban administrasi dan tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap Hak Tanggungan yang bersangkutan sudah hapus. Hak Tanggungan hapus karena peristiwa-peristiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-undang No.4 tahun 1996.
Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang No.4 tahun 1996, Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut :
1). Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan. 2). Dilepaskan Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan
3). Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri.
4). Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan merupakan konsekwensi dari sifat accesoir dari Hak Tanggungan yaitu adanya Hak Tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau sebab-sebab lain, dengan sendirinya Hak Tanggungan itu hapus juga.
Hak Tanggungan merupakan jaminan utang yang pembebanannya adalah untuk kepentingan kreditor. Oleh karena itu sudah merupakan kewenangan bagi
(57)
kreditor untuk menghapuskan Hak Tanggungan yang dimilikinya, keadaan ini berbeda dengan pemberi Hak Tanggungan yang tidak mungkin dapat membebaskan Hak Tanggungan itu.
Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri adalah berkaitan dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUHT. Menurut ketentuan ini, pembeli obyek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atau atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.
Hapusnya hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan dapat mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan. Hak atas tanah antara lain dapat hapus karena hal-hal sebagaimana disebut dalam Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 UUPA atau peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam hal ini Hak Tanggungan hapus karena tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian, khususnya yang berhubungan dengan kewajiban adanya objektif tertentu, yang salah satunya meliputi keberadaan dari bidang tanah yang dijaminkan.
Pasal 27 Undang-undang Pokok Agraria menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas tanah dan tananya jatuh kepada Negara yaitu :
(58)
2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya. 3. Karena diterlantarkan.
4. Karena subyek hak atas tanah tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik atas tanah.
5. Karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain, tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.
Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Pokok Agraria, Hak Guna Usaha hapus karena :
1. Jangka waktunya berakhir.
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi.
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berkahir. 4. Dicabut untuk kepentingan umum.
5. Diterlantarkan. 6. Tanahnya musnah.
Berdasarkan Pasal 40 Undang-undang Pokok Agraria, Hak Guna Bangunan hapus karena :
1. Jangka waktunya berakhir.
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi.
(59)
4. Dicabut untuk kepentingan umum. 5. Diterlantarkan.
6. Tanahnya musnah.
Sedangkan factor-faktor yang dapat menyebabkan hapusnya Hak Pakai diatur dalam Pasal 55 PP No. 40 tahun 1996 yaitu sebagai berikut :
1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya.
2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemilik tanah sebelum jangka waktunya berakhir, karena :
a. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang Hak Pakai dan atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam Hak Pakai.
b. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dengan pemilik tanah atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan, atau c. Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berkahir.
4. Hak Pakainya dicabut. 5. Diterlantarkan.
6. Tanahnya musnah.
(60)
Khususnya untuk Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai untuk rumah tinggal yang sedang dibebani Hak Tanggungan dam pemiliknya bermaksud untuk meningkatkan statusnya menjadi Hak Milik berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 tahun 1998 tentang perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Tanah Untuk Rumah Tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik, berlaku ketentuan sebagaimana dibawah ini,
(1) Perubahan hak tersebut dimohonkan oleh pemegang hak atas tanah dengan persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan.
(2) Perubahan tersebut mengakibatkan Hak Tanggungan dihapus.
(3) Kepala Kantor Pertanahan karena jabatannya, mendaftarkan hapusnya Hak Tanggungan yang membebani Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang diubah menjadi Hak Milik, bersamaan dengan pendaftaran Hak milik yang bersangkutan.
(4) Untuk melindungi kepentingan kreditor/bank yang semula dijamin dengan Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang menjadi hapus sebelum perubahan hak didaftar, pemegang hak atas tanah dapat memberikan Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKHMT) dengan objek Hak Milik yang diperolehnya sebagai perubahan dari Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut.
(61)
(5) Setelah perubahan hak dilakukan, pemegang hak atas tanh dapat membuat Akta denganPemberian HakTanggungan (APHT) atas Hak milik yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan hadir sendiri atau melalui Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT).
Jadi pada waktu Hak Tanggungan pada Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut hanyalah kreditor Konkuren yang dijamin dan Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT) tetapi setelah dibuatnya APHT tersebut kreditor kembali menjadi kreditor Prefent. Hak Tanggungan lahir pada tanggal hari ke 7 (tujuh) setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya.
Hapusnya Hak Tanggungan yang disebabkan karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan dan hapusnya hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan merupakan hapusnya Hak Tanggungan karena hukum. Sedangkan hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegang Hak Tanggungan serta pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri merupakan hapusnya Hak Tanggungan karena dengan sengaja dihapuskan.2926
Menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan maksud adanya pencoretan / roya demikian pula buku tanah atau sertifikat tanah yang bersangkutan ialah agar dapat diketahui oleh umum bahwa tanah-tanah tersebut telah bebas kembali, tidak dibebani.
29
Sutan, Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-asas Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni , Bandung, 1999, hal. 152
(62)
Keadaan hukum diseimbangkan kembali. Kalau pemberian hak, peralihan hak harus didaftarkan maka demikian pula penghapusan pembebanan juga harus dicatat agar dapat diketahui oleh umum demi kepastian hukum dan kepastian hak.3027
Di samping itu, Sutan Remi Syahdeini juga menyatakan bahwa mengingat Hak Tanggungan merupakan hak kebendaan yaitu hak yang dapat dituntut oleh pemegangnya dari pihak ketiga yang menguasai atau memiliki obyek Hak Tanggungan itu. Apabila obyek Hak Tanggungan itu kemudian dialihkan oleh pemberi Hak Tanggungan semula, maka hapusnya Hak Tanggungan itu harus pula ditiadakan dari pencatatan di buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan itu. Bila tidak demikian halnya, pihak ketiga tidak akan pernah tahu bahwa Hak Tanggungan itu telah hapus sehingga tidak mengikat lagi bagi pihak ketiga.3128
Pernyataan dari Mariam Darus Badrulzaman, juga mendapatkan pengaturan dalam PMNA/KBPN No.3/1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Paragraf 4 Pasal 122 sampai dengan Pasal 124 diatur tentang Pendaftaran Hapusnya Hak Tanggungan. Berdasarkan ketentuan yang diatur di dalam Pasal 123, pencoretan (roya) mengenai adanya Hak Tanggungan di dalam buku tanah hak yang dibebani sertifikatnya, dengan disertai pencantuman catatan yang berbunyi,” Berdasarkan ………….. Hak Tanggungan ini hapus”, tanggal dan tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan atau
30
Ny.Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hak Jaminan Atas Tanah, Liberty, cet.IV, 1981 Yogyakarta, hal.56
31
(63)
pejabat yang ditunjuk merupakan bagian dari kegiatan pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan.
Kalau diperhatikan dalam PP No.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah maka pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan ini merupakan bagian dari bentuk pemeliharaan data pendaftaran tanah. Oleh karena itu pelaksanaan roya Hak Tanggungan juga harus dilaksanakan berdasarkan asas-asas yang diantur dalam sistim pendaftaran tanah yaitu berasaskan sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.
G. Sejarah Roya di Indonesia
1. Sebelum lahirnya undang – undang No 4 tahun 1996, roya terdapat pada Hipotik dan Crediet Verband.
a. Roya pada Hipotik
Jika hipotik hapus karena pelunasan hutang oleh debitor kepada kreditor maka dilakukan pencoretan ( roya ) terhadap pendaftaran hipotik tersebut jika tidak dilakukan roya terhadap hipotik maka umum tidak akan mengetahui posisi tanah yang diikat dengan hipotik sehingga kesulitan bagi debitor untuk mengalihkan ataupun membebani kembali tanah tersebut.3229
Menurut G. Karta Sapoetra, SH dan RG. Karta Sapoetra dalam bukunya : Pencoretan hipotik atau roya ini berarti bahwa terhentinya hipotik itu dicatat didalam surat – surat yang bersangkutan terutama pada sertifikat
32
(64)
haknya dimana dicatat adanya hipotik itu apabila hutang yang ditanggung hipotik itu sudah dibayar lunas.3330
Setelah hutang dibayar lunas, maka bank memberikan surat keterangan bahwa piutangnya lunas dan memberikan kuasa izin untuk menghapuskan pendaftaran hipotik. Debitor mengajukan permohonan roya kepada seksi pendaftaran tanah untuk melakukan roya dengan melampirkan surat kuasa izin menghapuskan pendaftaran hipotik. Seksi pendaftaran tanah melakukan pencoretan dan membuat catatan pada sertifikat. Sertifikat hipotik disimpan oleh seksi pendaftaran tanah dan sertifikat hak atas tanah dikembalikan pada debitor.
Mengenai fungsi pegawai penyimpan hipotik dalam melakukan roya ini hanyalah pegawai tata usaha saja ini berarti bahwa pembuatan roya itu tidak merupakan penghapusan secara mutlak terhadap haknya seorang hipotik, sehingga jikalau terjadi bahwa pencoretan yang telah terjadi salah coret, maka keadaaan sebenarnya itulah yang diakui oleh hakim.
b. Roya Crediet Verband
Jikalau ikatan hipotik itu telah hapus, maka situasi benda jaminan itu tidak diketahui umum dan oleh, maka harus dilakukan pencoretan atau roya.3431
33
G. Karta Sapoetra Sh dan Rg Karta Sapoetra SH. Pembahasan Hukum Benda, Hipotekdan Warisan. Bumiu Aksara Jakarta 89 : 68
(65)
Didalam waktu 1 bulan setelah hapusnya perikatan crediet verband wajib memberitahukan hal ini kepada pejabat yang berwenng, agar pejabat itu melakukan pencoretan creditverband ( Pasal 31 crediet verband ). Seseorang yang membeli jaminan melalui penetapan pengadilan berhak untuk menyimpan harga barang jaminan sehinga pemegang credit verband memberitahukan kepada pejabat yang berwenang bahwa ikatan itu telah hapus ( Pasal 30 credit verband ). Pemegang credit verband yang melalaikan kewajiban itu diancam dengan hukuman memberikan ganti rugii kepada debitor.
Pencoretan credit verband itu dilakukan dengan permohonan lisan ataupun tertulis dan pemegang credit verband dengan memberikan catatan pada minut atau Grosse akta Credit Verband ( Pasal 12 regelement ) het vestegen van credit verband in Nederlands – Indies S 1909 No. 584 ). Dengan keluarnya Undang – Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 credit verband dinyatakan tidak berlaku lagi.
2. Saat Berlakunya Undang-undang No.16 tahun 1985 tentang Rumah Susun Sejak berlakunya UU No.16 tahun 1985 tanggal 31 Desember 1985 tentang Rumah Susun, ketentuan dalam Pasal 1163 KUH Perdata Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Pasal 1163 KUH Perdata menentukan sebagai berikut :
34
Mariam Darus Badrulzaman. Hypotheek dan Credietverband. Fakultas Hukum USU. Medan : 113
(66)
“ Hak tersebut pada hakikatnya tak dapat dibagi-bagi dan terletak di atas semua benda tak bergerak yang diikatkan dalam keseluruhannya di atas masing-masing dari benda-benda tersebut dan di atas tiap-tiap bagian daripadanya”.
Ketentuan Pasal 1163 KUH Perdata ini memberikan pengaturan bahwa hipotik tidak dapat dibagi-bagi ( ondeelbaar ).
Pasal 16 UU No.16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, mengatur ketentuan sebagai berikut :
1). Dalam pemberian hipotik atau fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dapat diperjanjikan bahwa pelunasan hutang yang dijamin dengan hipotik atau fidusia itu dapat dilakukan dengan cara angsuran sesuai dengan tahap penjualan satuan rumah susun, yang besarnya sebanding dengan nilai satuan yang terjual.
2). Dalam hal dilakukan pelunasan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, maka satuan rumah susun yang harganya telah dilunasi tersebut bebas dari hipotik atau fidusia yang semula membebaninya.
Dengan demikian, ketentuan dalam UU No.16 tahun 1985 tentang Rumah Susun ini memberi suatu kemungkinan dilakukannya roya partial Hipotik yang membebani bangunan rumah susun dijadikan agunan pelunasan kredit yang dijamin.
3. Setelah Keluarnya Undang – Undang No. 4 Tahun 1996 Roya terdapat pada Hak Tanggungan, Hal ini diatur dalam Pasal 22 ayat ( 1 ) dengan ayat ( 9 ). Permohonan roya Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
(1)
LAMPIRAN 1
CONSENT ROYA
Nomor :
̇ Pada hari ini, jam 08.30 WIB (kosong delapan titik tiga puluh waktu-waktu Indonesia Bahagian Barat), Jumat tanggal tujuh belas Juni dua ribu lima ; --- tujuh belas Juni dua ribu lima ; ---
̇ Berhadapan dengan saya, ---, Sarjana Hukum, Notaris di Medan, dengan hadirnya saksi-saksi yang saya, Notaris, kenal dan akan disebut pada akhir akte ini ; ---
̇ Tuan --- Pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk, lahir di Medan, pada tanggal 28 (dua puluh delapan) Agustus 1953 (Seribu sembilan ratus lima puluh tiga), warga negara Indonesia, bertempat tinggal di Medan, Jalan Mustafa Gang Imam Bonjol Kelurahan Gelugur Darat I, Kecamatan Medan Timur ; ---
̇ Pemegang Kartu Tanda Penduduk Republik Indonesia (KTP-RI) Nomor
Induk Kependudukan (NIK) 02.5006.280853.0001 ; ---
̇ Penghadap telah saya, Notaris, kenal ; ---
̇ Penghadap terlebih dahulu menerangkan ; ---
(2)
Partikular, Lahir di Medan, pada tanggal 31 (tiga puluh satu) Oktober 1961 (seribu sembilan ratus enam puluh satu), Warga Negara Indonesia, dalam melakukan tindakan hukumnya menurut keterangannya turut disertai dan disetujui oleh istrinya yang turut menghadap yaitu Nyonya, ibu rumah tangga, lahir di Medan, tanggal 16 (enam belas) Juni 1962 (Seribu sembilan ratus enam puluh dua), Warga Negara Indonesia, keduanya bertempat tinggal di Medan, Jalan Gunung Krakatau Nomor 91-B, Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur, pemegang Kartu Tanda Penduduk (NIK) 02.5006.311061.0001, ada mempunyai hutang pada ”Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Bank Mandiri, Tbk disingkat PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk, berkedudukan dan berkantor Pusat di Jakarta, Kantor Commercial Banking Center Medan, seperti ternya dalam :
1) Sertifikat Hak Tanggunagn tanggal 20 (dua puluh) Februari 1998 (seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan) Nomor 232a/1998, untuk peringkat I (pertama)
2) Sertifikat Hak Tanggungan tanggal 8 (delapan) Februari 1999 (seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan) Nomor 0056/1999, untuk peringkat II (kedua).
̇ Dengan barang jaminan berupa :
- Sebidang tanah Hak Milik, seluas 137 M2 (seratus tiga puluh meter persegi), terletak di Propinsi Sumatera Utara, Kotamadya Medan, Kecamatan Medan
(3)
Sertifikat (Tanda Bukti Hak) Hak Milik Nomor 805, yang menurut pendaftarannya terakhir pada Kantor Pertanahan Kotamadya Medan, tanggal 3 (tiga) Juli 1996 (seribu sembilan ratus sembilan puluh enam), nomor 702/1996, Penunjuk Nomor 513/1989, Surat ukur Nomor 11/2002, tanggal 5 (lima) Februari 2002 (dua ribu dua) Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) 00185 terdaftar atas nama Debitur.
- Demikian berikut segala sesuatu yang berada, terdapat, tumbuh dan berdiri di atas tanah tersebut, tidak ada yang dikecualikan, tidak ada yang dikecualikan, setempat sertifikat sebagai Jalan Gunung Krakatau.
- Asli sertifikat mana diperlihatkan kepada saya, Notaris;
̇ Bahwa asli sertifikat Hak Tanggungan masing-masing tertanggal 20 (dua puluh) Februari 1998 (seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan) Nomor 232a/1998 untuk peringkat I (pertama) dan tanggal 8 (delapan) Februari 1999 (Seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan) Nomor 0056/1999 untuk peringkat II (kedua), keduanya terdaftar atas nama Debitur, dimaksud telah hilang satu dan lain hal seperti ternyata dalam surat keterangan hilang / Tercecer yang dikeluarkan oleh Kepala Bagian Operasi Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya, tanggal 13 (tiga belas) Juni 2005 (dua ribu lima), Nomor : NO. PO. SKRT/3731/VI/2005/DPS/TABES.
(4)
̇ Bahwa menurut keterangan penghadap, hutang dimaksud saat ini telah lunas. Untuk itu terhadap sertifikat hak atas tanah tersebut diatas perlu dilakukan Roya Hak Tanggungan.
̇ Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka penghadap menyatakan :
1) Hutang-hutang Tuan tertulis juga kepada perusahaan Perseroan (Persero) PT. Bank Mandiri, Tbk, disingkat PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk, berkedudukan dan berkantor Pusat di Jakarta, Kantor Commercial banking Center Medan di atas telah lunas
2) Menyetujui dan memohon kepada Kantor Pertanahan Kota Medan untuk dapat melakukannya Roya (pencoretan Hak Tanggungan Peringkat I (pertama) dan II (kedua), atas sertifikat tersebut diatas, sekaligus menyatakan akta ini sebagai pengganti hilangnya sertifikat Hak Tanggungan Peringkat I (pertama) dan II (kedua), yang tercatat pada Kantor Pertanahan Kota Medan, masing-masing tertanggal 20 (dua puluh) Februari 1998 (seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan) Nomor 232a/1998 dan 8 (delapan) Februari 1999 (seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan) Nomor 0056/1999;
̇ Selanjutnya untuk dapat melaksanakan Roya Hak tanggungan Peringkat I (pertama) dan II (Kedua) dimaksud, maka penghadap dalam kedudukannya seperti disebut diatas, menyatakan dengan ini memberi kuasa kepada Assisten Notaris dan
(5)
̇ Baik masing-masing bersama-sama untuk mengurus roya (pencoretan) hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan Kota Medan, untuk keperluan tersebut penerima kuasa berwenang menghadap dimana perlu, memberikan segala keterangan yang diperlukan, membuat, surat membuat dan menandatangani surat-surat, akte-akte, daftar-daftar dan dokumen-dokumen di hadapan pejabat yang berwenang dan selanjutnya menjalankan segala sesuatu yang baik dan perlu untuk itu tanpa ada yang dikecualikan dan
̇ Akhirnya penghadap menyatakan tentang akte ini dan segala akibatnya telah memilih tempat tinggal yang sah dan tidak berubah di Kantor Panitera Pengadilan Negeri di Medan --- ---DEMIKIAN AKTE INI ---
̇ Dibuat dan dilangsungkan di Medan, pada hari dan tanggal tersebut diatas, dengan dihadiri oleh Nona Sarjana Hukum, Asisten Notaris, lahir di Medan, tanggal 17 (tujuh belas) Januari 1976 (seribu sembilan ratus tujuh puluh enam), warga negara Indonesia, bertempat tinggal di Medan, Jalan Putri Hijau Nomor 75 Lingkungan XVI, Kelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat. Pemegang kartu Tanda Penduduk (NIK) 02.5004.570176.0001 dan Tuan Sarjana Hukum, Asissten Notaris, Lahir di Medan, pada tanggal 4 (empat) Maret 1967 (seribu sembilan ratus enam puluh tujuh), Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Medan, Jalan Setia Jadi, gang Mulia Nomor 85, Kelurahan Glugur Darat, Kecamatan Medan Timur, Pemegang Kartu Tanda Penduduk Republik
(6)
Indonesia (KTP-RI) Nomor Induk Kependudukan (NIK) 02.5006.040367.0001 sebagai saksi-saksi.
̇ Akte ini dengan segera setelah saya, Notaris bacakan kepada para penghadap dan saksi-saksi, ditanda tangani oleh para penghadap, kemudian oleh saksi-saksi dan saya, Notaris.
̇ Dibuat dengan memakai dua perubahan yaitu coretan dengan memakai gantinya