PEMANFAATAN SERBUK RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.) UNTUK PENGENDALIAN HAMA GUDANG (Tribolium castaneum) PADA BENIH JAGUNG

(1)

PENGENDALIAN HAMA GUDANG (Tribolium castaneum) PADA BENIH JAGUNG

SKRIPSI

Oleh :

Refyka Rahmayanti 20120210082

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

ii

PEMANFAATAN SERBUK RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L.) UNTUK PENGENDALIAN HAMA GUDANG (Tribolium castaneum)

PADA BENIH JAGUNG

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Sarjana Pertanian

Oleh :

Refyka Rahmayanti 20120210082

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan :

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing

3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing.

4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya yang sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Yogyakarta, 5 September 2016 Yang membuat pernyataan

Refyka Rahmayanti 20120210082


(4)

iv

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah..Alhamdulillah..Alhamdulillahirobbil’alamin..

Sujud syukurku kusembahkan kepadamu Allah yang Maha Esa, atas takdirmu telah kau jadikan aku manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.

Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk Ayah dan Ibuku tercinta, yang

tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku.,,Ayah,.. Ibu...terimalah bukti kecil ini sebagai kado keseriusanku untuk membalas semua pengorbananmu.. dalam hidupmu demi hidupku kalian ikhlas mengorbankan segala perasaan tanpa kenal lelah, dalam lapar berjuang separuh nyawa hingga segalanya.. Maafkan anakmu Ayah,,, Ibu,, masih saja ananda menyusahkanmu..

Dalam setiap langkahku aku berusaha mewujudkan harapan-harapan yang kalian impikan didiriku, meski belum semua itu kuraih’ insyallah atas dukungan doa dan restu semua mimpi itu kan terjawab di masa penuh kehangatan nanti. Untuk itu kupersembahkan ungkapan terimakasihku kepada:

Kepada Adek- adekku tersayang Norma Yunisa dan Zulafani, Makasih yaa

buat segala dukungan dan doa, walaupun terkadang bikin jengkel.. hehehe doakan selalu kakakmu ini menjadi orang sukses yaa.

Buat saudara sekaligus sahabatku selama berada Nurika (abang eka),

Friska, Putri (Ciput), Vina (Vinut), Marta (Mami), Vidia (kidiw), Ifa (Emak), dan para cowok-cowok perkasa Isnawan, Putra, Wahyu, Oki, Udin terimakasih atas segala bantuan dan motivasinya, kalian adalah obat pelipur lara hatiku yang selalu menghiburku dalam keadaan terjatuh, spesial doa untuk kalian semua semoga cepat terkejar target kalian.. Amiiin ya robbal’alamin...

Kepada teman-teman mantan satu organisasi, Arra dan Shinta (abang

tercinta), Ayusri, Agus, Ryan, Teguh, Nanda terimakasih sudah memberikan semangat, motivasi serta dukungan dan menjadi tempat pelipur laraku selama ini, semoga kita bisa sukses bareng yaaaa.

Terimakasih kuucapkan Kepada Teman sejawat Saudara seperjuangan AGROTEKNOLOGI 2012 Khususnya AGRO B 2012 Yang tidak bisa disebutkan

satu persatu, “Tanpamu teman aku tak pernah berarti,,tanpamu teman aku bukan


(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Serbuk Rumput Teki (Cyperus Rotundus L.) untuk Pengendalian Hama Gudang (Tribolium Castaneum) pada Benih Jagung” yang merupakan syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun proposal, pelaksanaan hingga tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, oleh sebab itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ir. Sarjiyah, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan sebagai Dosen Pembimbing Pendamping yang dengan kesabaran memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya hingga tersusunya skripsi ini..

2. Ir. Achmad Supriyadi, M.M. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan kepercayaan, ilmu, saran, nasehat dan arahan dengan penuh kesabaran juga selalu memberikan semangat, motivasi, kepada saya selama penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Hariyono, M.P. selaku Dosen Pengujiyang telah memberikan saran dan kritiknya demi menuju hal yang lebih baik lagi.

4. Ir. Agus Nugroho Setiawan, M.P. selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang telah membimbing saya


(6)

vi

5. Bapak Syamsuri dan semua laboran Agroteknologi UMY, terimakasih banyak atas bantuannya dalam menyediakan sarana dan prasarana penelitian

6. Keluargaku yang ada di Pacitan, terimakasih atas doa, motivasinya dan bantuannya.

7. Teman – teman Agroteknologi angkatan 2012, terimakasih atas semangat dan bantuannya.

Atas semua bantuan, doa dan dukungan yang telah diberikan semoga mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini membawa manfaat yang besar, baik bagi penulis maupun pembaca.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb

Yogyakarta, September 2016


(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Benih Jagung ... 4

B. Hama Tribolium castaneum ... 5

C. Rumput Teki ... 7

D. Phostoxin ... 12

E. Hipotesis ... 13

III. TATA CARA PENELITIAN ... 14

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 14

C. Metode Penelitian... 14


(8)

viii

E. Variabel Pengamatan ... 16

F. Analisis Data ... 18

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 19

A. Mortalitas ... 19

B. Efikasi ... 20

C. Uji Pertumbuhan dan Perkembangan Tribolium castaneum ... 22

D. Daya Kecambah ... 23

E. Indeks Vigor ... 25

F. Kecepatan Berkecambah ... 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

A. Kesimpulan ... 31

B. Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbedaan Tribolium confusum dan Tribolium castaneum ... 6

Tabel 2. Rerata Persentase Mortalitas Hama Tribolium castaneum ... 18

Tabel 3. Rerata Persentase Efikasi Hama Tribolium castaneum ... 21

Tabel 4. Rerata Persentase Imago yang Muncul ... 22

Tabel 5. Rerata Persentase Daya Kecambah ... 23

Tabel 6. Rerata Indeks Vigor ... 26


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Hama Tribolium castaneum ... 7 Gambar 2. Rumput teki ... 7 Gambar 3. Grafik jumlah perkecambahan benih jagung penyimpanan 1 bulan ... 29 Gambar 4. Grafik jumlah perkecambahan benih jagung penyimpanan 3 bulan ... 30


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

I. Layout Penelitian

II. Hasil Sidik Ragam Software Statistical Analysis System (SAS) III. Dokumentasi Penelitian


(12)

(13)

xiii INTISARI

Penelitian ini bertujuan mendapatkan dosis serbuk rumput teki yang tepat untuk pengendalian Tribolium castaneum dan pengaruhnya terhadap mutu benih jagung. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2016 bertempat di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian dilakukan menggunakan metode percobaan laboratorium yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan rancangan perlakuan faktor tunggal yaitu 6 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah takaran serbuk rumput teki dengan variasi dosis 0 gram, 4 gram, 8 gram, 12 gram, 16 gram / 100 biji jagung dan 0,03 gram Phostoxin/ 1 kg biji jagung.

Hasil penelitian menunjukkan serbuk rumput teki pada dosis 12 gram/100 biji jagung efektif untuk mengendalikan hama Tribolium castaneum dengan nilai mortalitas 83,33% dan efikasi 81,48%. Serbuk rumput teki menurunkan mutu benih jagung pada masa penyimpanan sampai 3 bulan umur simpan.


(14)

xiv ABSTRACT

The research has a purpose to find the powder dosage of weeds powder (Cyperus rotundus L.) to control Tribolium castaneum and the influence about quality of corn seeds. This research was conducted at Maret until Mei 2016 in Proteksi Laboratory, Faculty of Agriculture, Muhammadiyah University of Yogyakarta.

The research arranged in Completely Randomized Design with single factor laboratory experimental has 6 treatments with 3 repetitions. The treatments was dosage of weeds powder (Cyperus rotundus L.), consisted as dosage varian 0 gram, 4 gram, 8 gram, 12 gram, 16 gram / 100 corn seeds and 0,03 gram Phostoxin/1 kg corn seeds.

The results of the research showed that application of 12 gram/100 corn seeds dosage of weeds powder (Cyperus rotundus L.) is effective to controlles of Tribolium castaneum with value of mortality 83,33% and value of efication 81,48%. Weeds powder (Cyperus rotundus L.) can decreased quality of corn seeds at period of storage until 3 months period.

Key words : Weeds Powder (Cyperus rotundus L.), Tribolium castaneum, Corn Seeds


(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komoditas jagung (Zea mays L.) hingga kini masih sangat diminati oleh masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42 % diantaranya merupakan kebutuhan masyarakat di benua Amerika (Sugiarto, 2008). Di Indonesia jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Di beberapa daerah di Indonesia jagung dijadikan sebagai bahan pangan utama, dan juga sebagai bahan pakan ternak dan industri (Yusuf, 2009). Data dari Departemen Pertanian menunjukkan angka produksi nasional tahun 2014 tercatat 9.676.899 ton sedangkan impor jagung nasional sebesar 541.056,11 ton. Data tersebut menunjukkan kondisi kebutuhan jagung nasional yang diperkirakan kurang dari 10 juta ton/tahun (Anonim, 2014).

Jagung merupakan produk pertanian yang bersifat musiman, sehingga perlu penyimpanan agar musim tanam berikutnya dapat tersedia bahan tanam atau benih. Penyimpanan benih jagung di gudang mempunyai kelebihan benih jagung dapat bertahan lebih lama, namun kendala yang sering dihadapi yaitu banyaknya hama gudang seperti Dolosses virdis, Sitophilus, Tribolium castaneum dan Cryptoleptes presillus (Lando et al, 2001). Tribolium castaneum, sitophilus spp dan Bruchus spp merupakan hama utama pada gudang. Hama ini menyerang biji jagung, kacang, beras, kopra dan jenis biji – biji lainnya.

Pengendalian hama gudang selama ini masih mengandalkan pada penggunaan pestisida sintetis. Penggunaan pestisida sintetis menguntungkan dan efisien dalam jangka pendek, tetapi akan menimbulkan dampak negatif dalam


(16)

2

penggunaan jangka panjang seperti resistensi hama, residu pada bahan, letusan hama kedua, biaya yang mahal dan pencemaran lingkungan (Untung, 2001).

Salah satu alternatif untuk pengendalian hama gudang adalah menggunakan bahan – bahan alami yang tidak berbahaya, misalkan biopestisida dari bahan tumbuhan. Biopestisida mempunyai beberapa kelebihan, yaitu bahan relatif murah serta mudah didapat, aman terhadap lingkungan dan bahan mudah terurai di alam (Mardiningsih dan Sondang, 1993).

Rumput teki (Cyperus rotundus l.) merupakan gulma yang mempunyai kandungan senyawa flavonoid, alkaloid, seskuiterpenoid, tanin, saponinpada bagian umbi dan daun (Robbinson, 1995). Senyawa yang terkandung pada rumput teki tersebut mempunyai sifat beracun sehingga bisa digunakan sebagai bahan insektisida. Bahan nabati pada rumput teki dapat digunakan sebagai senyawa penolak serangga, antifungus, anti mikroba, toksin dan menjadi pertahanan bagi tumbuhan terhadap hewan pemangsa tanaman (Robbinson, 1995).

Beberapa penelitian telah mencoba menggunakan ekstrak nabati dari tumbuhan untuk mengendalikan hama gudang, salah satunya yaitu penggunaan ekstrak eceng gondok. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sugeng (2008) hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi serbuk daun eceng gondok dosis 8g/100 biji jagung belum efektif dalam mengendalikan Tribolium castaneum dengan nilai mortalitas dan efikasi yang rendah yaitu 1,33% dan 13,33%. Menurut Kristiyani (2008) pemberian bubuk daun bayam duri sampai dosis 8 gram/100 biji jagung belum efektif mengendalikan hama Sitophilus zeamays Motsch dengan tingkat efikasi sebesar 30,67%. Dengan hasil penelitian tersebut perlu adanya kajian lanjutan dalam pengendalian hama gudang.


(17)

Rumput teki mempunyai beberapa kandungan senyawa yang sama dengan daun bayam duri. Bayam duri memiliki kandungan senyawa amarantin, rutin, spinasterol, hentriakontan, saponin, tanin, kalium, nitrat, garam fosfat, zat besi serta vitamin (A,C,K dan piridoksin = B6) (Mubarok, 2005)pada bagian daun sehingga dapat digunakan sebagai bahan insektisida nabati. Berdasarkan hal tersebut penggunaan serbuk rumput teki dapat dimanfaatkan sebagai pengendalian hama gudang.

Tribolium castaneum merupakan salah satu hama gudang utama pada benih jagung selain Sitophilus. Keberadaan Tribolium castaneum sangat merusak benih jagung dalam penyimpanan, pengendalian nabati selama ini belum dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian serbuk rumput teki untuk pengendalian Tribolium castaneum.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh pemberian serbuk rumput teki terhadap Hama Tribolium castaneum?

2. Bagaimana pengaruh pemberian serbuk rumput teki sebagai biopestisida terhadap mutu benih?

C. Tujuan Penelitian

Mendapatkan dosis serbuk rumput teki yang tepat bagi pengendalian Tribolium castaneum dan pengaruhnya terhadap mutu benih jagung.


(18)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Benih Jagung

Jagung termasuk kelas Monocotyledoneae, ordo Maydae, famili Graminae, genus Zea, spesies Zea Mays dan golongan tanaman menyerbuk silang (Nurmala, 1998). Secara umum keadaan suhu yang baik untuk pertumbuhan benih tanaman jagung adalah 21 – 300C. Namun sampai suhu rendah sampai 160C dan suhu tinggi sampai 350C, benih tanaman jagung masih bisa tumbuh. Suhu optimum untuk perkecambahan benih berkisar antara 21 – 270C (Anonim, 1993).

Benih tanaman jagung dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah, asalkan drainasenya baik serta persediaan humus dan pupuk tercukupi. Kemasaman yang baik untuk pertumbuhan benih jagung adalah 5,5-7,0 (Anonim,1993). Jagung selain untuk dikonsumsi langsung dapat juga disimpan dalam bentuk benih. Benih jagung dapat dibuat dengan cara merontokkan biji jagung yang ada pada bagian tongkol jagung. Pengadaan atau penyediaan benih jagung bertujuan untuk memudahkan tanaman jagung dapat dikembangkan lebih banyak lagi.

Peningkatan kebutuhan jagung belum terpenuhi karena produktivitas jagung dalam negeri masih rendah, selain juga penanganan pasca panen yang kurang baik. Data dari Departemen Pertanian menunjukkan angka produksi nasional tahun 2010 tercatat 9.676.899 ton sedangkan impor jagung nasional sebesar 541.056,11 ton. Data tersebut menunjukkan kondisi kebutuhan jagung nasional yang diperkirakan kurang dari 10 juta ton/tahun (Anonim, 2014).


(19)

Salah satu penyebab rendahnya hasil dan produksi jagung nasional adalah penggunaan bahan tanam (benih) yang bermutu rendah. Rendahnya mutu benih disebabkan mulai dari proses penyimpanan benih yang tidak tepat. Penyimpanan benih jagung dapat dilakukan dengan cara menyimpan pipilan jagung ke dalam plastik atau karung goni. Penyimpanan ini dimaksudkan untuk memudahkan benih jagung sewaktu disimpan. Penempatan penyimpanan benih jagung biasanya dapat diletakkan di dalam gudang atau di dalam ruangan, tujuannya untuk menjaga mutu benih.

Penyimpanan benih jagung hanya dapat dilakukan dalam jangka pendek antara 1-9 bulan selain itu adanya gangguan hama pada saat proses penyimpanan. Untuk itu dalam menjaga ketersediaan benih jagung yang bermutu tinggi harus diterapkan metode penyimpanan yang tepat agar tetap tersedia pada musim tanam berikutnya.

B. Hama Tribolium castaneum

Hama kumbang tepung Tribolium castaneum termasuk kelas Insecta, ordo Coleoptera, famili Tenebrionidae, genus Tribolium, spesies Tribolium cataneum. Serangga ini biasa ditemukan di dalam gudang tempat penyimpanan benih atau tempat penyimpanan tepung. Tribolium castaneum bersifat polifag karena menyerang simpanan beras, jagung, kacang tanah, gaplek, kopra dan bijian lainnya.Hama ini merupakan hama penting atau utama pada beras dan produk dari gandum. Pada serangan berat, produk tersebut berwarna kuning keabu-abuan dan berjamur dengan bau yang menyengat.

Kumbang tepung mempunyai ciri – ciri berbentuk agak pipih, berwarna coklat kemerah – merahan, memiliki ukuran panjang sekitar 3-4 mm dan


(20)

6

mempunyai 1 pasang sayap. Tiap induk atau kumbang betina Tribolium castaneum dapat memproduksi telur sampai 450 butir, untuk siklus hidupnya antara 35 sampai 42 hari. Perkembangan dari telur sampai dewasa adalah 20 hari dalam kondisi optimum suhu 350C dan kelembababn 70% tetapi dapat sampai 141 hari pada suhu 250C dan kelembababn 70% (Sudarmono, 1998).

Cara perkembangbiakan dengan cara telur diletakkan dalam tepung atau dalam biji atau bahan lain yang sejenis. Saat stadia larva akan mengalami pergantian kulit sebanyak 6-11 kali. Ukuran larva dewasa antara 8-11 mm, pada stadia pupa biasanya berada dalam biji/tepung tanpa membentuk kokon. Umur kepompong atau pupa biasanya membutuhkan waktu 5- 7 hari untuk berubah menjadi imago (Kartasapoetra, 1987).

Menurut Kalshoven (1981) hama ini selalu merusak tepung dan merusak biji sehingga menyebabkan penurunan daya kecambah benih. Di Indonesia ada dua jenis Tribolium yang menyerang tepung dan biji – bijian dalam simpanan, yaitu Tribolium confusum dan Tribolium castaneum.Beberapa perbedaan diantara Tribolium confusum dan Tribolium castaneum dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Tribolium confusum dan Tribolium castaneum

Tribolium confusum Tribolium castaneum

-Bagian antena kepala membesar sedikit demi sedikit ke arah ujung, ruas kesembilan hanya sedikit lebih besar daripada ruas kedelapan.

-Bagian antena mempunyai 3 ruas ujung yang membesar secara khusus, tampak jelas bagaikan gada, lebar ruas kesembilan hampir 2 kali lebar ruas kedelapan.

-Epicranum ada pembatasnya dekat mata, berbentuk carina horisontal yang agak menonjol diatas mata.

-Epicranium tanpa carina, front dan mata membentuk garis yang hampir kontinyu (sambung – menyambung).

-Bentuk mata tampak agak lebih kecil.

-Bentuk mata lebih besar. -Sayap belakang tidak berfungsi. -Sayap belakangnya berfungsi.


(21)

Gambar 1. Hama Tribolium castaneum

C. Rumput Teki

Gambar 2. Rumput teki

Rumput Teki (Cyperus rotundus) adalah tanaman semu menahun, tapi bukan termasuk keluarga rumput-rumputan (Graminae). Rumpu teki (Cyperus rotundus) batang segitiga hidup sepanjang tahun dengan ketinggian mencapai 10 sampai 75 cm. Biasanya tanaman liar ini tumbuh di kebun, di ladang dan di tempat lain sampai pada ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Tanaman ini mudah dikenali karena bunga-bunganya berwarna hijau kecoklatan, terletak di ujung tangkai dengan tiga tunas helm benang sari berwarna kuning jernih, membentuk bunga-bunga berbulir, mengelompok menjadi satu berupa payung. Ciri khasnya terletak pada buah-buahnya yang berbentuk kerucut besar pada pangkalnya, kadang-kadang melekuk berwarna coklat, dengan panjang 1,5 - 4,5 cm dengan diameter 5 - 10 mm. Daunnya berbentuk pita, berwarna mengkilat dan terdiri dari 4-10 helai, terdapat pada pangkal batang membentuk rozel akar, dengan pelepah daun tertutup tanah.Pada rimpangnya yang sudah tua terdapat


(22)

8

banyak tunas yang menjadi umbi berwarna coklat atau hitam. Rasanya sepat kepahit-pahitan dan baunya wangi.Umbi-umbi ini biasanya mengumpul berupa rumpun.

Orang mengenal rumput teki sebagai tumbuhan pengganggu, tetapi dibalik itu rumput teki ternyata mempunyai beberapa manfaat diantaranya merupakan sumber lignoselulosa yang dapat dikonversi menjadi produk yang lebih berguna, seperti pakan ternak. Rumput teki, seperti tanaman lain, memiliki banyak kandungan kimia, banyak yang dapat menunjukkan aktivitas farmakologi, namun komponen aktif utama tampaknya adalah seskuiterpen. Studi fitokimia sebelumnya pada C. rotundus mengungkapkan adanya beberapa bahan kimia yang terkandung yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, pati, glikosida dan furochromones, dan seskuiterpenoid dan saponin (Syamsuhidayat dan Hutapea dalam Hartati, 2008:5; Lawal dan Oladipupo, 2009). Umbi rumput teki mengandung alkaloid sebanyak 0,3-1%, minyak atsiri sebanyak 0,3-1%, flavonoid 1-3% yang isinya bervariasi, tergantung daerah asal tumbuhnya (Achyad dan Rasyidah dalam Sholihah, 2008). Senyawa seskuiterpen yang terkandung di dalam rumput teki adalah :

a. Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang merupakan pigmen tumbuhan. Saat ini lebih dari 6.000 senyawa yang berbeda masuk dalam golongan flanonoid. Flavonoid merupakan bagian penting dari diet manusia karena banyak manfaatnya bagi kesehatan. Fungsi kebanyakan flavonoid dalam tubuh manusia adalah sebagai anti oksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi


(23)

struktur sel, memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin C), antiinflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik (Barnes dkk, 2004).

b. Alkaloid

Senyawa yang mengandung nitrogen mempunyai sifat alkaloid dan sering sekali digolongkan kedalam golongan alkaloid meskipun kerangka karbonnya menunjukkan bahwa senyawa ini turunan isoprenoid. Anggota terpenting dalam golongan ini adalah alkaloid nakonitum dan alkaloid steroid. Alkaloid ini mengandung senyawa penolak serangga dan senyawa antifungus (Robbinson, 1995).

c. Seskuiterpenoid

Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang dihasilkan oleh tiga unit isopren yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka dasar naftalen. Anggota seskuiterpenoid yang penting adalah farnesol, alkohol yang tersebar luas (Robbinson, 1995). Beberapa senyawa seskuiterpenoid ada yang mengandung gugus fungsi lakton yang beracun dan merupakan kandungan tumbuhan obat. Senyawa lain bekerja sebagai penolak serangga dan insektisida, beberapa merangsang pertumbuhan tanaman dan bekerja sebagai fungisida. Senyawa ini mempunyai bioaktivitas yang cukup besar diantaranya adalahsebagai antifeedant, antimikroba, antibiotik, toksin, serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis (Robbinson, 1995).

d. Tanin

Sejenis kandungan tumbuhan yang bersifat fenol mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit, tetapi secara kimia tanin tumbuhan


(24)

10

dibagi menjadi dua golongan. Berdasarkan hasil uji Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM) dengan nomor sertifikat : 00086/01/LPPT/I/2016 dan nomor pengujian : 16010100086, kandungan tanin total ekuivalen Tannic Acid yaitu 36,17 gram / 100 gram bahan. Kadar tanin yang tinggi mungkin mempunyai arti pertahanan bagi tumbuhan. Beberapa tanin terbukti mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor dan menghambat enzim seperti reverse transkiptase dan DNA topoisomerase (Robbinson, 1995).

e. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba juga. Diantara banyak efek yang dilaporkan, efek yang ditunjang dengan baik oleh bukti ialah penghambatan jalur ke steroid anak ginjal, tetapi senyawa ini menghambat juga dehidrogenase jalur prostaglandin. (Robbinson, 1995).

f. Alelopati

Senyawa alelopati dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan, antara lain pada daun, batang, akar, rizome, bunga, buah dan biji serta dapat dihasilkan oleh tumbuh-vtumbuhan yang masih hidup atau telah mati (Sastroutomo, 1991). Senyawa tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori menurut struktur dan sifat yang berbeda dari senyawa tersebut diantaranya: (1) asam organik yang larut dalam air, alkohol rantai lurus, aldehid alifatik, dan keton, (2) lakton sederhana yang tak jenuh, (3) rantai panjang asam lemak (fatty acid) dan


(25)

polyacetylenes, (4) Naphthouinones, anthroquinones dan quinines kompleks, (5) fenol sederhana, asam benzoat dan turunannya, (6) asam sinamat dan turunannya, (7) kumarin, (8) flavonoid, (9) tanin, (10) steroid dan terpenoid (lakton sesquiterpene, diterpenes, dan triterpenoid), (11) asam amino dan polipetida, (alkaloid dan dyanohydrins), (12) sulfida dan glukosida, (15) purin dan nukleotida (Rice, 1984; Wang et al., 2006).

Menurut Sastroutomo (1991) bahwa mekanisme alelopati antara lain menghambat aktivitas enzim, alelopati dapat menyebabkan terjadinya degradasi enzim dari dinding sel, sehingga aktivitas enzim menjadi terhambat atau mungkin menjadi tidak berfungsi. Selain itu, alelopati juga menyebabkan penurunan permiabilitas membran sel, menghambat pembelahan, pemanjangan dan pembesaran sel, menurunkan kemampuan penyerapan air dan unsur hara terlarut. Selain itu ada pula hambatan yang terjadi pada sintesis protein, pigmen, dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman sasaran (Einhellig, 1995). Patrick (1971) dalam Tetelay (2003) menyatakan bahwa hambatan alelopati dapat berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penghambatan pertumbuhan tanaman, gangguan sistem perakaran, klorosis, layu, bahkan kematian tanaman.

Selain sebagai pakan ternak, di dalam dunia pertanian rumput teki dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida untuk pengendalian hama gudang Tribolium castaneum karena sifat dari tanaman tersebut yang mempunyai kandungan zat aktif sehingga mampu mengendalikan hama tersebut. Bagian yang dapat digunakan sebagai bahan dasar biopestisida adalah umbi dan daun pada rumput


(26)

12

teki karena pada bagian ini diduga kandungan senyawa kimianya lebih aktif dan beracun.

Rumput teki mempunyai beberapa kandungan senyawa yang sama dengan daun bayam duri. Pada rumput teki terdapat kandungan senyawa flavonoid, alkaloid, seskuiterpenoid, tanin, saponin pada bagian umbi dan daun (Robbinson, 1995) sedangkan bayam duri memiliki kandungan senyawa amarantin, rutin, spinasterol, hentriakontan, saponin, tanin, kalium, nitrat, garam fosfat, zat besi serta vitamin (A,C,K dan piridoksin = B6) (Mubarok, 2005). Senyawa – senyawa tersebut merupakan senyawa beracun karena rumput teki dan bayam duri merupakan gulma. Berdasarkan hal tersebut penggunaan serbuk rumput teki dapat dimanfaatkan sebagai pengendalian hama gudang.

D. Phostoxin

Phostoksin atau phosphine merupakan suatu upaya terobosan pengembangan teknologi alternatif dalam hal pengerjaan fumigasi. Bentuk formulasi penggunaan Phosphine ini dihasilkan dari Aluminium Phosphide atau magnesium phospide yang di formulasikan dalam bentuk tablet, pellet atau powder dalam kantong kertas yang apabila bereaksi dengan uap air yang ada dalam udara akan berbentuk gas phosphine.

Penggunaan phosphine dalam bentuk formulasi tablet telah banyak digunakan sebagai fumigan pada penyimpanan hasil pertanian di Indonesia. Namun salah satu kendala utama yang membatasi penggunaan phosphine tablet ini adalah masa exposure jauh lebih lama minimal 3 x 24 jam dibandingkan dengan masa exposure fumigasi dengan menggunakan Methyl Bromide yang


(27)

hanya dalam jangka waktu 1 x 24 jam.Dosis penggunaan Phostoxin gudang Biasa yaitu 3-6Gr/ Ton( M3). Keunggulan dari penggunaan Phostoxin yaitu, efektif mengendalikan hama di gudang, mematikan seluruh stadia hama dan mampu mengatasi hama yang berada dalam kemasan.

E. Hipotesis

Penggunaan serbuk rumput teki dengan dosis 12 g/100 biji diharapkan dapat mengendalikan Tribolium castaneum.


(28)

14

III. TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.Waktu pelaksanaan bulan Maret sampai Mei 2016.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung lokal Gunung Kidul, hama Tribolium castaneum, rumput teki, kapas dan filler.

Alat yang digunakan adalah plastik klip, penyaring, atau ayakan, kaca pembesar, blender, pinset, timbangan, alat tulis dan sendok.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan metode percobaan laboratorium menggunakan rancangan faktor tunggal 6 perlakuan dengan 3 kali ulangan yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan yang diujikan adalah takaran serbuk rumput teki yaitu :

A : 0 gram / 100 biji jagung B : 4 gram / 100 biji jagung C : 8 gram / 100 biji jagung D : 12 gram / 100 biji jagung E : 16 gram / 100 biji jagung


(29)

D. Cara Penelitian 1. Pembuatan Serbuk Rumput Teki

Rumput teki dihaluskan dengan ditumbuk sampai dirasa bahan sudah halus semua. Kemudian diayak untuk mendapatkan serbuk rumput teki. Setelah diayak lalu serbuk rumput teki dikeringkan untuk mengurangi kadar air.

2. Pemeliharaan Serangga

Serangga didapat dengan cara koleksi dari lapangan yaitu diperoleh dari dedak jagung yang sudah tersimpan lama. Serangga tersebut kemudian dikembangkan untuk mendapatkan generasi F1. Serangga dipelihara di dalam toples yang ditutup dengan kain kasa serta diberi pakan jagung secukupnya. Serangga F1 inilah yang akan digunakan sebagai serangga uji.

3. Uji Toksisitas

Pengujian dilakukan dengan cara mencampur serbuk rumput teki dengan biji jagung sesuai takaran dosis yaitu 0, 4, 8, 12, 16 g/100 biji dan 0,03 gram Phostoxin / 1 kg biji jagung, selanjutnya dimasukkan 10 ekor serangga ke dalam toples dan ditutup dengan kain kassa. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah serangga yang mati selama 7 hari setelah aplikasi. Setiap perlakuan diulang 3 kali.

4. Uji Pertumbuhan dan Perkembangan Tribolium castaneum

Pengujian ini menggunakan uji pakan dengan cara memasukkan 5 pasang Tribolium castaneum ke dalam toples yang berisi biji jagung yang telah dicampur serbuk rumput teki sesuai takaran atau dosis, lalu ditutup dengan kain kassa. Pengamatan dilakukan 4 kali dengan menghitung jumlah


(30)

16

imago muncul dan kematian hama dari hasil pemeliharaan setiap 14 hari sekali selama 44 hari. Setiap perlakuan diulang 3 kali.

5. Uji Mutu Benih Jagung

Uji mutu benih jagung dilakukan untuk mengetahui daya kecambah, indeks vigor dan kecepatan berkecambah. Pengujian dilakukan setelah pengamatan dinamika pertumbuhan dan perkembangan serangga telah selesai dengan cara mengecambahkan 50 biji jagung dari masing – masing pengujian serbuk rumput teki, kemudian diberi air pada kertas filler agar benih dapat berkecambah. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah benih yang berkecambah selama 7 hari. Setiap perlakuan diulang 3 kali.

E. Variabel Pengamatan 1. Kematian Hama

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah serangga yang mati selama 7 hari. Hasil pengamatan digunakan untuk menghitung :

a. Mortalitas (%)

Persentase mortalitas dihitung dengan menggunakan rumus : Tingkat Mortalitas = X0 – X1x 100%

X0

X0= jumlah hama hidup sebelum aplikasi X1 = jumlah hama hidup sesudah aplikasi


(31)

b. Efikasi (%) (Natawigena, 1993)

Persentase efikasi dihitung dengan menggunakan rumus :

Efikasi = 1 –

[

Tax Tb

]

x 100 % Ca Cb

Ta = jumlah hama hidup pada petridish perlakuan sesudah aplikasi Tb = jumlah hama hidup pada petridish perlakuan sebelum aplikasi Ca = jumlah hama tiap ptridish kontrol sesudah aplikasi

Cb = jumlah hama hidup pada petridish sebelum aplikasi 2. Uji Pertumbuhan dan Perkembangan Tribolium castaneum

Pengamatan dilakukan 4 kali dengan menghitung jumlah imago muncul dan kematian serangga setiap 14 hari sekali selama 44 hari. Hasil pengamatan digunakan untuk menghitung persentase imago yang muncul dengan rumus :

Δ =

Δ = Persentase imago muncul

T0 = Jumlah hama awal

T1 = Jumlah hama setelah perlakuan 3. Uji Perkecambahan Biji

Menghitung jumlah benih yang berkecambah selama 7 hari pengamatan. Hasil pengamatan digunakan untuk menghitung daya kecambah, indeks vigor dan kecepatan berkecambah.


(32)

18

a. Daya Kecambah (DK)

Rumus perhitungan daya kecambah menurut Kartasapoetra (1992) : DK = Jumlah benih yang berkecambah x 100%

Jumlah benih yang dikecambahkan a. Indeks Vigor (IV)

Rumus perhitungan indeks vigor :

IV = G1 + G2 + G3 + ..., Gn D1 D2 D3 Dn IV = Indeks vigor

G = Jumlah benih yang berkecambah pada hari tertentu

D = Waktu atau hari yang berkorespondensi dengan jumlah itu (G) n = Jumlah hari pada perhitungan akhir pengamatan

b. Kecepatan Berkecambah

Kecepatan berkecambah diketahui dengan perhitungan First count atau perhitungan pertama. First count merupakan cara evaluasi persentase benih yang berkecambah pada hari tertentu (keempat) setelah tanam, tergantung jenis tanamannya. Kecepatan perkecambahan dikatakan lebih tinggi bila pada hari tersebut, benih yang berkecambah lebih dari 75% (Kartasapoetra, 1992).

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan dilakukan sidik ragam (Analysis of Variance) taraf 5%. Apabila ada beda nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Data disajikan dalam bentuk gambar, grafik dan tabel.


(33)

19

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Mortalitas

Hasil penelitian menunjukkan pemberian serbuk rumput teki sebagai biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum (lampiran 2a).Seluruh dosis perlakuan serbuk rumput teki menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan atau kontrol pada parameter pengamatan mortalitas hama Tribolium castaneum.

Tabel 2. Rerata Persentase Mortalitas Hama Tribolium castaneum

Dosis serbuk rumput teki Mortalitas (%)

0 gram/100 biji 10,00 e

4 gram/100 biji 50,00 d

8 gram/100 biji 76,67 c

12 gram/100 biji 83,33 bc

16 gram/100 biji 90,00 ab

0,03 gram PS/1 kg biji 100,00 a

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %

Batas minimal uji kemanjuran bahan insektisida adalah 50%, artinya jika tingkat mortalitas di atas 50% menunjukkan tingkat kemanjuran suatu bahan insektisida, sebaliknya jika persentase dibawah 50% maka bahan insektisida tersebut kurang efektif. Berdasarkan tingkat mortalitas, pada perlakuan 8 gram/100 biji sudah menunjukkan mortalitas yang tinggi yaitu 76,67%. Perlakuan 16 gram/100 biji jagung dan 0,03 gram Phostoxin/1 kg biji jagung menunjukkan tidak ada beda nyata sehingga dapat dikatakan serbuk rumput teki dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan Phostoxin pada penyimpanan benih jagung.


(34)

20

Peningkatan mortalitas pada aplikasi biopestisida disebabkan oleh racun pernafasan pada zat aktif tanin dalam formulasi serbuk rumput teki yang terhirup dan masuk tubuh hama Tribolium castaneum. Racun pernafasan adalah insektisida yang masuk melalui trachea serangga dalam bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektisida cair (Munaf, 1997).

Menurut Bernays and Chamberlain (1980), zat tanin mampu merusak lapisan kitin yang menyelubungi kulit tubuh serangga. Tanin yang masuk ke tubuh hama Tribolium castaneum akan menyerang dengan mengeluarkan enzim kitinase. Enzim kitinase mampu mempengaruhi komponen penyusun kutikula serangga. Dalam perkembangannya menyebabkan terjadinya kenaikan pH darah, penggumpalan darah dan tertahannya peredaran darah. Selain itu juga menyebabkan kerusakan jaringan, seperti : saluran pencernaan, otot tubuh, sistem urat syaraf dan pernafasan. Kerusakan tersebut akhirnya menyebabkan kematian pada serangga.

B. Efikasi

Hasil analisis menunjukkan pemberian dosis serbuk rumput teki berpengaruh nyata terhadap tingkat efikasi (Lampiran 2b).Pemberian serbuk rumput teki pada semua dosis perlakuan menunjukkan beda nyata dengan perlakuan tanpa serbuk rumput teki atau kontrol pada persentase efikasi hama Tribolium castaneum.


(35)

Tabel 3. Rerata Persentase Efikasi Hama Tribolium castaneum

Dosis serbuk rumput teki Efikasi (%)

0 gram/100 biji 3,70 e

4 gram/100 biji 44,44 d

8 gram/100 biji 74,08 c

12 gram/100 biji 81,48 bc

16 gram/100 biji 88,89 ab

0,03 gram PS/1 kg biji 100,00 a

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %

Natawigena (1993) menyatakan bahwa batas minimal uji kemanjuran bahan insektisida adalah 50%, artinya jika tingkat efikasi di atas 50% menunjukkan tingkat kemanjuran suatu bahan insektisida, sebaliknya jika persentase dibawah 50% maka bahan insektisida tersebut kurang efektif. Berdasarkan tingkat efikasi, pada perlakuan 8 gram/100 biji sudah menunjukkan efikasi yang tinggi yaitu 74,08%. Perlakuan 16 gram/100 biji dan 0,03 gramPhostoxin/1 kg biji menunjukkan tidak ada beda nyata persentase efikasi antar perlakuan sehingga dapat dikatakan serbuk rumput teki efektif mengendalikan hama Tribolium castaneum dan mampu mengurangi penggunaan Phostoxin pada penyimpanan benih jagung.

Formulasi serbuk rumput teki mampu meningkatkan efikasi disebabkan adanya zat aktif tanin sebanyak 36,17 gram / 100 gram bahan. Menurut Robbinson (1995), tanin merupakan sejenis kandungan tumbuhan yang bersifat fenol mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Zat tanin mampu merusak lapisan kitin yang menyelubungi kulit tubuh serangga (Bernays and Chamberlain, 1980).


(36)

22

C. Uji Pertumbuhan dan Perkembangan Tribolium castaneum Hasil analisis menunjukkan pemberian dosis serbuk rumput teki sampai dosis 16 gram/100 biji berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan hama Tribolium castaneum (lampiran 2d). Perlakuan 0 gram/100 biji menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan pemberian dosis rumput teki dan perlakuan Phostoxin.

Tabel 4. Rerata Persentase Imago yang Muncul

Dosis serbuk rumput teki Persentase imago

munculsetelah 47 hari (%)

0 gram/100 biji 31,00 a

4 gram/100 biji 0,00 b

8 gram/100 biji 0,00 b

12 gram/100 biji 0,00 b

16 gram/100 biji 0,00 b

0,03 gram PS/1 kg biji 0,00 b

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %

Pada perlakuan 0 gram/100 biji jagung (kontrol)hama Tribolium castaneummengalami perkembangbiakan dengan ditandai adanya imago yang muncul selama 47 hari pengamatan. Pada perlakuan serbuk rumput teki dosis 0 gram/100 biji, 4 gram/100 biji, 8 gram/100 biji, 12 gram/100 biji, 16 gram/100 biji dan 0,03 gram Phostoxin/1 kg biji tidak ada pertumbuhan imago sehingga hama Tribolium castaneum tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

Serbuk rumput teki menghambat pertumbuhan dan perkembangan hama Tribolium castaneum, ditandai dengan tidak adanya penambahan hama karena hama Tribolium mengalami kematian sebelum memasuki masa reproduksi. Hal ini disebabkan kandungan zat aktif tanin mampu meracuni hama sehingga mengganggu proses metabolisme hama Tribolium castaneum.


(37)

D. Daya Kecambah

Proses perkecambahan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, Sutopo (1997) menyatakan ada 2 faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih yaitu faktor dalam yang meliputi : tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi dan penghambat perkecambahan, serta faktor luar yang meliputi: air, temperatur, oksigen, dan cahaya. Menurut Kartasapoetra (2003), mutu tertinggi benih diperoleh saat benih mencapai masak fisiologis karena pada saat itu benih memiliki berat kering, mutu dan vigor yang maksimal. Benih yang dipanen pada saat mencapai masak fisiologis mempunyai daya berkecambah maksimal karena embrio sudah terbentuk sempurna, sedangkan benih yang dipanen setelah masak fisiologis akan mempunyai daya berkecambah rendah.

Tabel 5. Rerata Persentase Daya Kecambah Dosis serbuk rumput

teki

Daya kecambah penyimpanan 1

bulan (%)

Daya kecambah penyimpanan 3

bulan (%)

0 gram/100 biji 92,00 a 1,33 b

4 gram/100 biji 72,67 a 2,00 b

8 gram/100 biji 78,67 a 8,00 b

12 gram/100 biji 78,67 a 2,00 b

16 gram/100 biji 72,67 a 12,00 b

0,03 gram PS/1 kg biji 94,67 a 88,67 a

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki tidak berpengaruh nyata terhadap daya kecambah benih jagung pada penyimpanan 1 bulan (Lampiran 2c). Hasil rerata persentase daya kecambah menunjukkan tidak adanya beda nyata pada seluruh perlakuan dengan perlakuan kontrol.

Pada uji daya kecambah benih di awal sebelum diberi perlakuan, benih jagung memiliki persentase daya kecambah 88,67%. Pada pemberian serbuk


(38)

24

rumput teki dosis 4 gram/100 biji, 8 gram/100 biji, 12 gram/100 biji dan 16 gram/100 biji menunjukkan hasil rerata persentase daya kecambah yang tidak memenuhi standar yaitu 80%. Hal ini disebabkan adanya pembusukan pada beberapa benih jagung sehingga menurunkan rerata presentase daya kecambah benih jagung.Pembusukan bisa terjadi kemungkinan karena adanya cendawan pada saat penyimpanan.

Christensen dan Kaufmann (1965) menamakan cendawan yang menyerang pada saat penyimpanan dengan nama cendawan penyimpanan (Storange fungi). Cendawan simpan dilaporkan dapat menyerang dan merusak biji serealia (Cristensen dan kauffmann, 1969). Beattie and Boswell (1939) memperlihatkan bahwa benih rusak tidak tahan disimpan seperti halnya benih utuh karena cendawan dapat dengan mudah masuk ke dalam benih melalui celah – celah pada kulit benihnya. Cendawan tersebut dapat menyerang hampir semua jenis bahan serealia termasuk benih jagung pada kondisi yang menguntungkannya. Cendawan tersebut dapat tumbuh pada hampir semua bahan organik.

Setelah serbuk rumput teki sudah diaplikasi selama beberapa minggu, keadaan serbuk rumput teki menjadi sedikit lembab sehingga menyebabkan cendawan atau jamur mudah menempel pada benih jagung. Serangan cendawan simpan pada benih dapat menyebabkan kehilangan mutu, peningkatan asam lemak bebas, penurunan gula, menimbulkan bau apek dan perubahan warna.

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki berpengaruh nyata terhadap daya kecambah benih jagung pada penyimpanan 3 bulan (Lampiran 2g). Hasil rerata persentase daya kecambah menunjukkan adanya beda nyata antara perlakuan pemberian Phostoxin dengan perlakuan kontrol (0


(39)

gram/100 biji jagung). Pada perlakuan kontrol, penurunan daya kecambah benih disebabkan adanya serangan dari hama Tribolium castaneum. Menurut Henderson dan Christensen (1961), benih simpan terutama diserang oleh serangga hama tertentu dapat menyerang embrio benihnya maka potensi berkecambah benihnya akan menurun atau bahkan sama sekali rusak. Pada pemberian serbuk rumput teki seluruh dosis perlakuan berdampak pada penurunan daya kecambah setelah penyimpanan benih selama 3 bulan.Menurut Volk dan Wheeler (1993) kandungan tanin yang terdapat pada akar rumput teki (Cyperus rotundus L.) dapat menghambat perkecambahan, pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini disebabkan tanin merupakan senyawa polar dan termasuk senyawa yang mudah terhidrolisis dan padat seperti gula.

E. Indeks Vigor

Sutopo (2008) menguraikan bahwa secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal. Secara umum vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih yang bervigor tinggi akan dapat mencapai tingkat produksi yang tinggi pula (Sadjad, 1993). Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain cepat dan merata tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal.


(40)

26

Tabel 6. Rerata Indeks Vigor Dosis serbuk rumput

teki

Indeks vigor penyimpanan 1

bulan

Indeks vigor penyimpanan 3

bulan

0 gram/100 biji 20.73 a 0,43 b

4 gram/100 biji 16.27 a 0,76 b

8 gram/100 biji 16.45 a 2,39 b

12 gram/100 biji 17.41 a 0,51 b

16 gram/100 biji 16.19 a 3,81 b

0,03 gram PS/1 kg biji 20.80 a 33,09 a

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %.

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki tidak berpengaruh nyata terhadap mutu benih jagung penyimpanan 1 bulan (Lampiran 2e). Hasil rerata indeks vigor menunjukkan tidak adanya beda nyata pada seluruh perlakuan dengan perlakuan kontrol. Pada uji daya kecambah benih di awal sebelum diberi perlakuan, benih jagung memiliki indeks vigor 21 yang menunjukkan indeks vigor benih yang rendah. Berdasarkan hasil analisis varian, biji jagung pada perlakuan 0 gram/100 biji (kontrol) memiliki indeks vigor yang rendah dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan serbuk rumput teki sampai dosis 16gram/100 biji dan 0,03 gram PS/1 kg biji.

Indeks vigor benih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan tinggi dan rendahnya indeks vigor tersebut. Salah satu faktornya adalah adanya dormansi pada benih. Dormansi pada benih yang baru dipanen mungkin dijumpai pada hampir semua kelompok atau kelas tanaman. Menurut Owen (1956) dan Koller 1972) pada beberapa keadaan, penyimpanan dapat mempengaruhi dormansi dan menghilangkan masa dormansi karena lama disimpan.

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki berpengaruh nyata terhadap indeks vigor benih jagung pada penyimpanan 3 bulan (Lampiran 2h). Hasil rerata indeks vigor benih jagung menunjukkan adanya beda


(41)

nyata antara perlakuan pemberian Phostoxin dengan perlakuan kontrol (0 gram/100 biji jagung). Pada seluruh perlakuan menunjukkan indeks vigor benih jagung yang rendah setelah penyimpanan benih selama 3 bulan.Indeks vigor yang rendah akan mempengaruhi mutu dari benih tersebut.

Basu (1994) berpendapat bahwa vigor dan mutu benih adalah dua karakter yang saling berhubungan dan umumnya penurunan vigor mendahului penurunan mutu. Laju kemunduran vigor dan mutu benih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya faktor genetik dari spesies atau kultivarnya, kondisi benih, kondisi penyimpanan, keseragaman benih serta cendawan gudang, bila kondisi penyimpanan memungkinkan pertumbuhannya.

F. Kecepatan Berkecambah

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki tidak berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah benih jagung penyimpanan 1 bulan (Lampiran 2f). Hasil rerata kecepatan berkecambah menunjukkan tidak adanya beda nyata pada seluruh perlakuan dengan perlakuan kontrol.

Tabel 7. Rerata Kecepatan Berkecambah Dosis serbuk rumput

teki

Kec. berkecambah penyimpanan 1

bulan (%)

Kec. berkecambah penyimpanan 3

bulan (%)

0 gram/100 biji 20,00 a 0,67 b

4 gram/100 biji 14,00 a 2,00 b

8 gram/100 biji 12,00 a 5,33 b

12 gram/100 biji 18,67 a 0,00 b

16 gram/100 biji 16,00 a 6,00 b

0,03 gram PS/1 kg biji 18,00 a 84,00 a

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %


(42)

28

Pada uji daya kecambah benih di awal sebelum diberi perlakuan, kecepatan berkecambah benih jagung yaitu 24,67 % yang menunjukkan kecepatan berkecambah rendah. Kecepatan berkecambah dikatakan lebih tinggi apabila pada hari ke empat, benih yang berkecambah lebih dari 75 %. Berdasarkan hasil analisis varian, kecepatan berkecambah biji jagung yang rendah pada perlakuan 0 gram/100 biji (kontrol) tidak berbeda nyata dengan perlakuan serbuk rumput teki sampai dosis 16gram/100 biji dan 0,03 gram PS/1 kg biji.

Kecepatan berkecambah yang rendah disebabkan oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan kualitas benih. Menurut Copeland (1976) kualitas benih dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu potensi genetik, kemasakan biji, lingkungan selama tahap pembentukan biji, ukuran biji dan kerapatan tanam, kerusakan mekanis, umur benih dan kemundurannya, serangan mikroorganisme, dan kerusakan akibat chilling injury.

Dalam mempertahankan hidupnya, benih menggunakan cadangan makanan untuk melakukan proses respirasi. Respirasi merupakan proses oksidasi, maka harus ada suatu substrat. Dengan semakin lamanya proses respirasi berlangsung, semakin banyak pula cadangan makanan benih yang digunakan. Benih yang disimpan akan terus melakukan proses respirasi, maka cadangan makanan benih akan semakin habis apabila disimpan dalam jangka waktu yang lama. Cadangan makan yang sedikit akan mempengaruhi penurunan kecepatan berkecambah, karena proses perkecambahan membutuhkan energi yang dihasilkan dalam proses respirasi.

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah benih jagung pada


(43)

penyimpanan 3 bulan (Lampiran 2i). Hasil rerata kecepatan berkecambah menunjukkan adanya beda nyata antara perlakuan pemberian Phostoxin dengan perlakuan kontrol (0 gram/100 biji jagung). Pada seluruh perlakuan menunjukkan kecepatan berkecambah benih jagung yang rendah setelah penyimpanan benih selama 3 bulan. Hal ini disebabkan dari faktor genetik benih jagung karena pada awal uji mutu benih diketahui kecepatan berkecambah benih jagung yang rendah. Kandungan zat tanin pada rumput teki juga berpengaruh terhadap kecepatan berkecambah seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan daya kecambah benih jagung.

Jumlah perkecambahan benih jagung penyimpanan 1 bulan dan 3 bulan pada pengamatan 7 hari, dapat dilihat pada gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Grafik jumlah perkecambahan benih jagung penyimpanan 1 bulan

Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat bahwa benih jagung yang diberi perlakuan 0, 4, 8, 12, 16 gram/100 biji dan 0,03 gram Phostoxin/1 kg biji mengalami proses perkecambahan hampir secara bersamaan, yaitu pada pengamatan hari ke-3. Pada hari pengamatan sampai hari ke-7 menunjukkan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

1 2 3 4 5 6 7

Ju m la h b e n ih b e rke ca m b a h Hari Pengamatan

0 gram/100 biji 4 gram/100 biji 8 gram/100 biji 12 gram/100 biji 16 gram/100 biji 0,03 gram PS/1 kg biji


(44)

30

peningkatan jumlah benih yang berkecambah di seluruh perlakuan. Pada seluruh perlakuan terdapat beberapa benih yang busuk sehingga tidak semua benih mampu berkecambah.

Gambar 4. Grafik jumlah perkecambahan benih jagung penyimpanan 3 bulan

Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat bahwa pada hari pengamatan sampai hari ke-7, benih jagung penyimpanan 3 bulan yang diberi perlakuan 0,03 gram Phostoxin/1 kg biji menunjukkan peningkatan jumlah benih berkecambah tertinggi dibandingkan dengan perlakuan 0, 4, 8, 12, dan 16 gram/100 biji jagung. Pada saat dilakukan uji perkecambahan, benih yang diberi perlakuan serbuk rumput teki banyak yang busuk. Busuknya benih disebabkan karena serbuk rumput teki yang sudah diaplikasi selama beberapa minggu, keadaan serbuknya menjadi sedikit lembab sehingga menyebabkan cendawan atau jamur mudah menenpel pada benih jagung. Serangan cendawan simpan pada benih dapat menyebabkan kehilangan mutu benih dan menimbulkan bau apek serta perubahan warna pada benih.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

1 2 3 4 5 6 7

Ju m la h b e n ih b e rke ca m b a h Hari pengamatan

0 gram/100 biji 4 gram/100 biji 8 gram/100 biji 12 gram/100 biji 16 gram/100 biji 0,03 gram PS/1 kg biji


(45)

31

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Serbuk rumput teki pada dosis 12 gram/100 biji jagung efektif untuk mengendalikan hama Tribolium castaneum dengan nilai mortalitas 83,33% dan efikasi 81,48%.

2. Serbuk rumput teki menurunkan mutu benih jagung pada masa penyimpanan sampai dengan 3 bulan umur simpan.

B. Saran

1. Serbuk rumput teki belum bisa dianjurkan sebagai biopestisida untuk mengendalikan hama gudang (Tribolium castaneum) pada benih jagung karena dapat menurunkan mutu benih jagung setelah disimpan.

2. Perlu adanya penelitian lanjutan dalam pembuatan formulasi biopestisida rumput teki dalam bentuk ekstrak agar tidak menurunkan mutu benih jagung pada masa penyimpanan.


(46)

32

DAFTAR PUSTAKA

Barnes, J., L. A. Andersonand J. D. Philipson. 1996.Herbal Medicine, 2nd edition. Pharmacetical Press. London. p 313

Basu, RN. 1994. An Appraisal of Research on wet and dry physiological seed treatmen and their applicapability with special reference to tropical and subtropical countries. Seed Sci. Technol. 22:107-126.

Beattie, J.H., dan V. R. Boswell. 1939. Longevity of Onion Seed in Relation to Storage Conditions. U.S. Dept. Agr. Cir. 512, 23 hlm.

Christensen, C.M. dan H.H. Kufmann. 1965. Deterioration of Stored Grains by Fungi. Ann. Rev. Phytopath. 3: 69-84.

Christensen, C.M. dan H.H. Kufmann. 1969. Condition and Storability of Export Grains. Minn. Sci. 25:20-21.

Copeland, L.O. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publ.Comp. Minneapolis.

Deptan. 2007. Produksi Jagung di Indonesia. http://www.Deptan.co.id. Diakses 1 April 2015.

Henderson, L.S., dan C.M. Christensen. 1961. Postharvest Control of Insects and Funfi. U.S. Dept. Agr. Ybk. 1961:348-356.

Imdad, H.P. dan A.A. Nawangsih. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kartasapoetra, A.G. 1992. Teknologi Benih dan Pengolahan Benih. Rineka Cipta. Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta. Jakarta.

Koller, D. 1972. Environmental Control of Seed Germination. Dalam Kozlowski, T.T., Seed Biology, v. 2, hlm. 1-101, illus. New York and London. Kristiyani, T. 2008. Pemanfaatan Daun Bayam Duri (Amaranthus spinosus)

sebagai Biopestisida Sitophilus zeamays Motsch pada Biji Jagung. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

Lando, T.M., M.S. Arief dan D. Bako. 2001. Penyimpanan Jagung Skala Kecil untuk Tingkat Petani. Jurnal Litbang Pertanian. Jakarta.


(47)

Lawal, Oladipupo A and O.O. Adebola. 2009. Chemical Composition Of The Essential Oils Of Cyperus Rotundus L. From South Africa. Journal Molecules 14], ISSN 1420-3049, Agustus, 2009. p 2910-2911

Mardiningsih, T.L. dan S.L.T. Sondang. 1993. Efikasi Bubuk Lada Hitam terhadap Sitophilus zea Mays. Prosiding seminar Nasional Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabatai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Mubarok, K. 2005. Efektifitas Penginduksi Resistensi dan Biopestisida terhadap Penyakit Bercak Daun Cercospora dan Antraknosa pada Cabai (Capsicum annuumL.). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta

Natawigena, H. 1983. Pestisida dan Kegunaannya. Armico Bandung. 71 hal. Natawigena, H. 1993. Dasar – Dasar Perlindungan Tanaman. Trigenda Karya

Bandung. 202 hal.

Nurmala, S.W dan Tati. 1998. Serealia, Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta.

Owen, E.G. 1956. The Storage of Seeds for Maintenance of Viability. Commonwealth Agr. Bur. Pastures and Field Crops Bul. 43, 81 hlm. Penebar Swadaya. 1993. Sweet Corn Baby Corn. Penebar Swadaya. Jakarta. Purwadi, E. 2011. Seleksi Benih Tahan Kering melalui Uji PEG.

http://www.masbied.com.Pdf . Diakses pada tanggal 11 Juli 2012. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung. ITB. p

74-174

Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Grasindo. Jakarta.

Sastroutomo, S. S. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 141 hal.

Schmidt, L.2002. Pedoman Penangan Benih Tanamanan Hutan Tropis dan Sub Tropis 2000.Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.Jakarta.

Soehardjan, M. 1993. Konsepsi dan Strategi Penelitian dan Pengembangan Biopestisida. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.


(48)

34

Sudarmono, S. 1998. Pengendalian Serangga Hama Kacang Tanah. Kanisius. Yogyakarta

Suryanto. 1999. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Eceng Gondok (Eichornia crassipes) terhadap Pengendalian Hama Gudang Sitophilus sp. Laporan Penelitian Fakultas Pertanian. Instiper Yogyakarta.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. CV. Rajawali. Jakarta. 245 hal.

Tetelay. 2003. Allelopathic interference of plant-water relationships by parahydroxybenzoic acid. Botanical Bulletin of Academia Sinica. 44: 53-58.

Untung, K. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.


(49)

LAMPIRAN

Lampiran I.Layout Penelitian

A ul 1 (1)

A ul 1 (2)

A ul 1 (3)

B ul 2 (1)

B ul 2 (2)

B ul 2 (3)

C ul 3 (1)

C ul 3 (2)

C ul 3 (3)

D ul 2 (1)

D ul 2 (2)

D ul 2 (3) F ul 3

(1)

F ul 3 (2)

F ul 3 (3)

E ul 3 (1)

E ul 3 (2)

E ul 3 (3)

A ul 3 (1)

A ul 3 (2)

A ul 3 (3) F ul 2

(1)

F ul 2 (2)

F ul 2 (3) D ul 1

(1)

D ul 1 (2)

D ul 1 (3)

B ul 3 (1)

B ul 3 (2)

B ul 3 (3) A ul 2

(1)

A ul 2 (2)

A ul 2 (3) E ul 1

(1)

E ul 1 (2)

E ul 1 (3)

F ul 1 (1)

F ul 1 (2)

F ul 1 (3) E ul 2

(1)

E ul 2 (2)

E ul 2 (3) C ul 1

(1)

C ul 1 (2)

C ul 1 (3) B ul 1 (1)

B ul 1 (2)

B ul 1 (3)

C ul 2 (1)

C ul 2 (2)

C ul 2 (3)

D ul 3 (1)

D ul 3 (2)

D ul 3 (3)


(50)

36

Keterangan :

a. A ul 1, A ul 2, A ul 3 : perlakuan dengan serbuk rumput teki dosis 0 gram/100 biji

b. B ul 1, B ul 2, B ul 3 : perlakuan dengan serbuk rumput teki dosis 4 gram/100 biji

c. C ul 1, C ul 2, C ul 3 : perlakuan dengan serbuk rumput teki dosis 8 gram/100 biji

d. D ul 1, D ul 2, D ul 3 : perlakuan dengan serbuk rumput teki dosis 12 gram/100 biji

e. E ul 1, E ul 2, E ul 3 : perlakuan dengan serbuk rumput teki dosis 16 gram/100 biji

f. F ul 1, F ul 2, F ul 3 : perlakuan dengan Phostoxin dosis


(51)

Lampiran II. Hasil Sidik Ragam Software Statistical Analysis System (SAS)

a. Hasil sidik ragam persentase mortalitas

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value PR > F

Model 5 1.651.666.667 330.333.333 74.32 <.0001 s

Error 12 53.333.333 4.444.444

Corrected Total 17 1.705.000.000

Keterangan : s (significant)

b. Hasil sidik ragam persentasi efikasi hama

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value PR > F

Model 5 1.898.607.691 379.721.538 92.29 <.0001 s

Error 12 49.372.840 4.114.403

Corrected Total 17 1.947.980.531

Keterangan : s (significant)

c. Hasil sidik ragam persentase daya kecambah penyimpanan 1 bulan

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value PR > F

Model 5 1.367.111.111 273.422.222 2.80 0.0671 ns

Error 12 1.173.333.333 97.777.778

Corrected Total 17 2.540.444.444

Keterangan : ns (non significant)

d. Hasil sidik ragam persentase imago muncul

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value PR > F

Model 5 2.402.500.000 480.500.000 14.71 <.0001 s

Error 12 392.000.000 32.666.667

Corrected Total 17 2.794.500.000

Keterangan : s (significant)

e. Hasil sidik ragam indeks vigor penyimpanan 1 bulan

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value PR > F

Model 5 729.554.444 145.910.889 2.25 0.1154 ns

Error 12 776.588.000 64.715.667

Corrected Total 17 1.506.142.444


(52)

38

f. Hasil sidik ragam kecepatan berkecambah penyimpanan 1 bulan

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value PR > F

Model 5 137.7777778 275555556 2.53 0.0871 ns

Error 12 130.6666667 10.8888889

Corrected Total 17 268.4444444

Keterangan : ns (non significant)

g. Hasil sidik ragam daya kecambah penyimpanan 3 bulan

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value PR > F

Model 5 17740.66667 3548.13333 29.79 <.0001 s

Error 12 1429.33333 119.11111

Corrected Total 17 19170.00000

Keterangan : s (significant)

h. Hasil sidik ragam indeks vigor penyimpanan 3 bulan

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value PR > F

Model 5 2508.674044 501.734809 40.01 <.0001 s

Error 12 150.501333 12.541778

Corrected Total 17 2659.175378

Keterangan : s (significant)

i. Hasil sidik ragam kecepatan berkecambah penyimpanan 3 bulan

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value PR > F

Model 5 16572.66667 3314.53333 60.14 <.0001 s

Error 12 661.33333 55.11111

Corrected Total 17 17234.00000


(53)

Lampiran III. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Rumput teki kering Gambar 2. Rumput teki yang dipotong kecil – kecil

Gambar 3. Penumbukan rumput teki Gambar 4. Proses blender rumput teki

Gambar 5. Rumput teki yang sudah diblender Gambar 6. Perlakuan kontrol (A ul 1)

Gambar 7. Perlakuan 4 gram/100 biji Gambar 8. Perlakuan 8 gram/100 biji


(54)

40

Gambar 9. Perlakuan 12 gram/100 biji Gambar 10. Perlakuan 16 gram/100 biji

(D ul 1) (E ul 1)

Gambar 11. Perlakuan 0,03 gram PS Gambar 12. Pengujian daya kecambah benih /1 kg biji (F ul 1) penyimpanan 1 bulan pada seluruh perlakuan

Gambar 13. Perkecambahan benih jagung Gambar 14. Perkecambahan benih jagung penyimpanan 1 bulan perlakuan kontrol penyimpanan 1 bulan perlakuan

12 gram/100 biji jagung

Gambar 15. Perkecambahan benih jagung Gambar 16. Perkecambahan benih jagung Penyimpanan 3 bulan perlakuan kontrol penyimpanan 3 bulan perlakuan


(55)

Gambar 17. Perkecambahan benih jagung Gambar 18. Perkecambahan benih jagung Penyimpanan 3 bulan perlakuan penyimpanan 3 bulan perlakuan

8 gram/100 biji jagung 12 gram/100 biji jagung

Gambar 19. Perkecambahan benih jagung Gambar 20. Perkecambahan benih jagung Penyimpanan 3 bulan perlakuan penyimpanan 3 bulan perlakuan


(56)

42


(57)

PEMANFAATAN SERBUK RUMPUT TEKI (

Cyperus rotundus L.)

UNTUK PENGENDALIAN HAMA GUDANG (

Tribolium castaneum)

PADA BENIH JAGUNG

MAKALAH SEMINAR HASIL

Oleh :

Refyka Rahmayanti 20120210082

Program Studi Agroteknologi

Dosen Pembimbing : 1. Ir. Achmad Supriyadi, MM. 2. Ir. Sarjiyah, MS.

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(58)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Komoditas jagung (Zea mays L.) hingga kini masih sangat diminati oleh masyarakat dunia. Data dari Departemen Pertanian menunjukkan angka produksi nasional tahun 2010 tercatat 9.676.899 ton sedangkan impor jagung nasional sebesar 541.056.11 ton. Data tersebut menunjukkan kondisi kebutuhan jagung nasional yang diperkirakan kurang dari 10 juta ton/tahun (Anonim, 2014).

Jagung merupakan produk pertanian yang bersifat musiman, sehingga perlu penyimpanan agar musim tanam berikutnya dapat tersedia bahan tanam atau benih. Penyimpanan benih jagung di gudang mempunyai kelebihan massa benih jagung dapat bertahan lebih lama, namun kendala yang sering dihadapi yaitu banyaknya hama gudang. Tribolium castaneum, sitophilus spp dan Bruchus spp merupakan hama utama pada gudang.

Pengendalian hama gudang selama ini masih mengandalkan pada penggunaan pestisida sintetis. Penggunaan pestisida sintetis menguntungkan dan efisien dalam jangka pendek, tetapi akan menimbulkan berbagai dampak negatif dalam penggunaan jangka panjang seperti resistansi hama, residu pada bahan, letusan hama kedua, biaya yang mahal dan pencemaran lingkungan (Untung, 2001).

Salah satu alternatif untuk pengendalian hama gudang adalah menggunakan bahan – bahan alami yang tidak berbahaya, misalkan biopestisida dari bahan tumbuhan. Rumput teki (Cyperus rotundus l.) merupakan gulma yang mempunyai kandungan senyawa Flavonoid, Alkaloid, Seskuiterpenoid, Tanin, Saponin pada bagian umbi dan daun (Robbinson, 1995). Bahan nabati pada rumput teki dapat digunakan sebagai senyawa penolak serangga, antifungus, anti mikroba, toksin dan menjadi pertahanan bagi tumbuhan terhadap hewan pemangsa tumbuhan (Robbinson, 1995).

Beberapa penelitian telah mencoba menggunakan ekstrak nabati dari tanaman untuk mengendalikan hama gudang. Menurut Kristiyani (2008) pemberian bubuk daun bayam duri sampai dosis 8 gram/10 hama belum efektif mengendalikan hama Sitophilus zeamays Motsch dengan tingkat efikasi sebesar 30,67%. Dengan hasil penelitian tersebut perlu adanya kajian lanjutan dalam pengendalian hama gudang.

Rumput teki mempunyai beberapa kandungan senyawa yang sama dengan daun bayam duri. Bayam duri memiliki kandungan senyawa amarantin, rutin, spinasterol, hentriakontan, saponin, tanin, kalium, nitrat, garam fosfat, zat besi serta vitamin (A,C,K dan piridoksin = B6) (Mubarok, 2005) pada bagian daun sehingga dapat diambil ekstraknya sebagai bahan insektisida nabati. Berdasarkan hal tersebut penggunaan serbuk rumput teki dapat dimanfaatkan sebagai pengendalian hama gudang.

Tribolium castaneum merupakan salah satu hama gudang utama pada benih jagung selain Sitophilus. Keberadaan Tribolium castaneum sangat merusak benih jagung dalam penyimpanan, pengendalian nabati selama ini belum dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian serbuk rumput teki untuk pengendalian Tribolium castaneum.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh pemberian serbuk rumput teki terhadap Hama Tribolium castaneum?

2. Bagaimana pengaruh pemberian serbuk rumput teki sebagai biopestisida terhadap viabilitas benih?

C. Tujuan Penelitian

Mendapatkan dosis serbuk rumput teki yang tepat bagi pengendalian Tribolium castaneum dan pengaruhnya terhadap viabilitas benih jagung.


(1)

kemudian diberi air pada kertas filler agar benih dapat berkecambah. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah benih yang berkecambah selama 7 hari. Setiap perlakuan diulang 3 kali.

E. Variabel Pengamatan

1. Kematian Hama

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah serangga yang mati selama 7 hari. Hasil pengamatan digunakan untuk menghitung :

a. Mortalitas (%)

Persentase mortalitas dihitung dengan menggunakan rumus : Tingkat Mortalitas = X0 – X1 x 100%

X0

X0 = jumlah hama hidup sebelum aplikasi X1 = jumlah hama hidup sesudah aplikasi b. Efikasi (%) (Natawigena, 1993)

Persentase efikasi dihitung dengan menggunakan rumus :

Efikasi = 1 –

[

Ta x Tb

]

x 100 % Ca Cb

Ta = jumlah hama hidup pada petridish perlakuan sesudah aplikasi Tb = jumlah hama hidup pada petridish perlakuan sebelum aplikasi Ca = jumlah hama tiap ptridish kontrol sesudah aplikasi

Cb = jumlah hama hidup pada petridish sebelum aplikasi 2. Uji Pertumbuhan dan Perkembangan Tribolium castaneum

Pengamatan dilakukan 4 kali dengan menghitung jumlah imago muncul dan kematian serangga setiap 14 hari sekali selama 44 hari. Hasil pengamatan digunakan untuk menghitung persentase imago yang muncul dengan rumus :

Δ =

Δ = Persentase imago muncul

T0 = Jumlah hama awal

T1 = Jumlah hama setelah perlakuan 3. Uji Perkecambahan Biji

Menghitung jumlah benih yang berkecambah selama 7 hari pengamatan. Hasil pengamatan digunakan untuk menghitung daya kecambah, indeks vigor dan kecepatan berkecambah.

a. Daya Kecambah (DK)

Rumus perhitungan daya kecambah menurut Kartasapoetra (1992) : DK = Jumlah benih yang berkecambah x 100%

Jumlah benih yang dikecambahkan b. Indeks Vigor (IV)

Rumus perhitungan indeks vigor :

IV = G1 + G2 + G3 + ..., Gn D1 D2 D3 Dn IV = Indeks vigor

G = Jumlah benih yang berkecambah pada hari tertentu

D = Waktu atau hari yang berkorespondensi dengan jumlah itu (G) n = Jumlah hari pada perhitungan akhir pengamatan

c. Kecepatan Berkecambah

Kecepatan berkecambah diketahui dengan perhitungan First count atau perhitungan pertama. First count merupakan cara evaluasi persentase benih yang


(2)

berkecambah pada hari tertentu (ketiga dan keempat) setelah tanam, tergantung jenis tanamannya. Kecepatan perkecambahan dikatakan lebih tinggi bila pada hari tersebut, benih yang berkecambah lebih dari 75%.

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan dilakukan sidik ragam (Analysis of Variance) taraf 5%. Apabila ada beda nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Data disajikan dalam bentuk gambar, grafik dan tabel.


(3)

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mortalitas

Hasil penelitian menunjukkan pemberian serbuk rumput teki sebagai biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum (lampiran 2a). Seluruh dosis perlakuan serbuk rumput teki menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan atau kontrol pada parameter pengamatan mortalitas hama Tribolium castaneum.

Tabel 1. Rerata Persentase Mortalitas Hama Tribolium castaneum

Dosis serbuk rumput teki Mortalitas (%) 0 gram/100 biji 10,00 e

4 gram/100 biji 50,00 d 8 gram/100 biji 76,67 c 12 gram/100 biji 83,33 bc 16 gram/100 biji 90,00 ab 0,03 gram PS/1 kg biji 100,00 a

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %

Berdasarkan tingkat mortalitas, pada perlakuan 8 gram/100 biji sudah menunjukkan mortalitas yang tinggi yaitu 90%. Perlakuan 16 gram/100 biji jagung dan 0,03 gram pestisida sintetik/1 kg biji jagung menunjukkan tidak ada beda nyata sehingga dapat dikatakan serbuk rumput teki dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetik pada penyimpanan benih jagung.

B. Efikasi

Hasil analisis menunjukkan pemberian dosis serbuk rumput teki berpengaruh nyata terhadap tingkat efikasi (Lampiran 2b). Pemberian serbuk rumput teki pada semua dosis perlakuan menunjukkan beda nyata dengan perlakuan tanpa serbuk rumput teki atau kontrol pada persentase efikasi hama Tribolium castaneum.

Tabel 2. Rerata Persentase Efikasi Hama Tribolium castaneum

Dosis serbuk rumput teki Efikasi (%) 0 gram/100 biji 3,70 e 4 gram/100 biji 44,44 d 8 gram/100 biji 74,08 c 12 gram/100 biji 81,48 bc 16 gram/100 biji 88,89 ab 0,03 gram PS/1 kg biji 100,00 a

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %

Berdasarkan tingkat efikasi, pada perlakuan 8 gram/100 biji sudah menunjukkan efikasi yang tinggi yaitu 74,08%. Perlakuan 16 gram/100 biji dan 0,03 gram pestisida sintetik/1 kg biji menunjukkan tidak ada beda nyata persentase efikasi antar perlakuan sehingga dapat dikatakan serbuk rumput teki efektif mengendalikan hama Tribolium castaneum dan mampu mengurangi penggunaan pestisida sintetik pada penyimpanan benih jagung.

C. Uji Pertumbuhan dan Perkembangan Tribolium castaneum

Hasil analisis menunjukkan pemberian dosis serbuk rumput teki sampai dosis 16 gram/100 biji berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan hama Tribolium


(4)

castaneum (lampiran 2d). Perlakuan 0 gram/100 biji menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan pemberian dosis rumput teki dan perlakuan pestisida sintetik.

Tabel 3. Rerata Persentase Imago yang Muncul

Dosis serbuk rumput teki Persentase imago muncul (%) 0 gram/100 biji 31.00 a

4 gram/100 biji 0.00 b 8 gram/100 biji 0.00 b 12 gram/100 biji 0.00 b 16 gram/100 biji 0.00 b 0,03 gram PS/1 kg biji 0.00 b

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %

Pada perlakuan 0 gram/100 biji jagung (kontrol) hama Tribolium castaneum mengalami perkembangbiakan dengan ditandai adanya imago yang muncul selama 47 hari pengamatan. Pada perlakuan serbuk rumput teki dosis 0 gram/100 biji, 4 gram/100 biji, 8 gram/100 biji, 12 gram/100 biji, 16 gram/100 biji dan 0,03 gram pestisida sintetik/1 kg biji tidak ada pertumbuhan imago sehingga hama Tribolium castaneum tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

D. Daya Kecambah

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki tidak berpengaruh nyata terhadap daya kecambah benih jagung pada penyimpanan 1 bulan (Lampiran 2c). Hasil rerata persentase daya kecambah menunjukkan tidak adanya beda nyata pada seluruh perlakuan dengan perlakuan kontrol.

Tabel 4. Rerata Persentase Daya Kecambah Dosis serbuk rumput

teki

Daya kecambah penyimpanan 1

bulan (%)

Daya kecambah penyimpanan 3

bulan (%)

0 gram/100 biji 92,00 a 1,33 b

4 gram/100 biji 72,67 a 2,00 b

8 gram/100 biji 78,67 a 8,00 b

12 gram/100 biji 78,67 a 2,00 b

16 gram/100 biji 72,67 a 12,00 b

0,03 gram PS/1 kg biji 94,67 a 88,67 a

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %

Pada uji daya kecambah benih di awal sebelum diberi perlakuan, benih jagung memiliki persentase daya kecambah 88,67%. Pada pemberian serbuk rumput teki dosis 4 gram/100 biji, 8 gram/100 biji, 12 gram/100 biji dan 16 gram/100 biji menunjukkan hasil rerata persentase daya kecambah yang tidak memenuhi standar yaitu 80%.

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki berpengaruh nyata terhadap daya kecambah benih jagung pada penyimpanan 3 bulan (Lampiran 2g). Hasil rerata persentase daya kecambah menunjukkan adanya beda nyata antara perlakuan pemberian pestisida sintetik dengan perlakuan kontrol (0 gram/100 biji jagung).

E. Indeks Vigor

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas benih jagung penyimpanan 1 bulan (Lampiran 2e). Hasil rerata indeks vigor menunjukkan tidak adanya beda nyata pada seluruh perlakuan dengan perlakuan kontrol.


(5)

Tabel 5. Rerata Indeks Vigor Dosis serbuk rumput

teki

Indeks vigor penyimpanan 1

bulan (%)

Indeks vigor penyimpanan 3

bulan (%)

0 gram/100 biji 20.73 a 0,43 b

4 gram/100 biji 16.27 a 0,76 b

8 gram/100 biji 16.45 a 2,39 b

12 gram/100 biji 17.41 a 0,51 b

16 gram/100 biji 16.19 a 3,81 b

0,03 gram PS/1 kg biji 20.80 a 33,09 a

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %.

Pada uji daya kecambah benih di awal sebelum diberi perlakuan, benih jagung memiliki indeks vigor 21 yang menunjukkan indeks vigor benih yang rendah. Berdasarkan hasil analisis varian, biji jagung pada perlakuan 0 gram/100 biji (kontrol) memiliki indeks vigor yang rendah dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan serbuk rumput teki sampai dosis 16gram/100 biji dan 0,03 gram PS/1 kg biji.

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki berpengaruh nyata terhadap indeks vigor benih jagung pada penyimpanan 3 bulan (Lampiran 2h). Hasil rerata indeks vigor benih jagung menunjukkan adanya beda nyata antara perlakuan pemberian pestisida sintetik dengan perlakuan kontrol (0 gram/100 biji jagung).

F. Kecepatan Berkecambah

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki tidak berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah benih jagung penyimpanan 1 bulan (Lampiran 2f). Hasil rerata kecepatan berkecambah menunjukkan tidak adanya beda nyata pada seluruh perlakuan dengan perlakuan kontrol.

Tabel 6. Rerata Kecepatan Berkecambah Dosis serbuk rumput

teki

Kec. berkecambah penyimpanan 1

bulan (%)

Kec. berkecambah penyimpanan 3

bulan (%)

0 gram/100 biji 20,00 a 0,67 b

4 gram/100 biji 14,00 a 2,00 b

8 gram/100 biji 12,00 a 5,33 b

12 gram/100 biji 18,67 a 0,00 b

16 gram/100 biji 16,00 a 6,00 b

0,03 gram PS/1 kg biji 18,00 a 84,00 a

Keterangan: Angka pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %

Pada uji daya kecambah benih di awal sebelum diberi perlakuan, kecepatan berkecambah benih jagung yaitu 24,67 % yang menunjukkan kecepatan berkecambah rendah. Kecepatan berkecambah dikatakan lebih tinggi apabila pada hari ke empat, benih yang berkecambah lebih dari 75 %. Berdasarkan hasil analisis varian, kecepatan berkecambah biji jagung yang rendah pada perlakuan 0 gram/100 biji (kontrol) tidak berbeda nyata dengan perlakuan serbuk rumput teki sampai dosis 16gram/100 biji dan 0,03 gram PS/1 kg biji.

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa biopestisida serbuk rumput teki berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah benih jagung pada penyimpanan 3 bulan (Lampiran 2i). Hasil rerata kecepatan berkecambah menunjukkan adanya beda nyata antara perlakuan pemberian pestisida sintetik dengan perlakuan kontrol (0 gram/100 biji jagung).


(6)

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Serbuk rumput teki pada dosis 12 gram/100 biji jagung efektif untuk mengendalikan hama Tribolium castaneum dengan nilai mortalitas 83,33% dan efikasi 81,48%.

2. Serbuk rumput teki dapat menurunkan viabilitas benih jagung pada masa penyimpanan sampai 3 bulan umur simpan.

B. Saran

1. Serbuk rumput teki belum bisa dianjurkan sebagai biopestisida untuk mengendalikan hama gudang pada benih jagung karena dapat menurunkan viabilitas benih jagung pada masa penyimpanan benih.

2. Perlu adanya penelitian lanjutan dalam pembuatan formulasi biopestisida rumput teki yang lebih tepat agar tidak mempengaruhi penurunan viabilitas benih jagung pada masa penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA

Barnes, J., L. A. Anderson and J. D. Philipson. 1996. Herbal Medicine, 2nd edition. Pharmacetical Press. London. p 313

Kartasapoetra, A.G. 1992. Teknologi Benih dan Pengolahan Benih. Rineka Cipta. Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta. Jakarta.

Kristiyani, Tutik. 2008. Pemanfaatan Daun Bayam Duri (Amaranthus spinosus) sebagai Biopestisida Sitophilus zeamays Motsch pada Biji Jagung. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

Mubarok, K. 2005. Efektifitas Penginduksi Resistensi dan Biopestisida terhadap Penyakit Bercak Daun Cercospora dan Antraknosa pada Cabai (Capsicum annuum L.). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta

Natawigena, H. 1993. Dasar – Dasar Perlindungan Tanaman. Trigenda Karya Bandung. 202 hal.

Nurmala, S.W.Tati. 1998. Serealia, Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta.

Sudarmono, S. 1998. Pengendalian Serangga Hama Kacang Tanah. Kanisius. Yogyakarta Untung, K. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press.