Analisis Mineral Kalsium, Kalium Dan Natrium Pada Umbi Rumput Teki (Cyperus Rotundus Linn) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

ANALISIS MINERAL KALSIUM, KALIUM DAN NATRIUM

PADA UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus Linn) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

OLEH:

WILDA PUTRI SELVIA

NIM 101501010

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS MINERAL KALSIUM, KALIUM DAN NATRIUM

PADA UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus Linn) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

WILDA PUTRI SELVIA

NIM 101501010

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS MINERAL KALSIUM, KALIUM DAN NATRIUM

PADA UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus Linn) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

OLEH:

WILDA PUTRI SELVIA

NIM 101501010

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 13 Juni 2014

Medan, Juli 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Pembimbing I,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001

Pembimbing II,

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001

Panitia Penguji,

Prof. Dr. rer. nat. E. De Lux Putra, S.U., Apt. NIP 195306191983031001

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002

Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt. NIP 195008261974122001


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Analisis Mineral Kalsium, Kalium dan Natrium pada Umbi Rumput Teki (Cyperus rotundus Linn) secara Spektrofotometri Serapan Atom.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., dan Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran - saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., selaku penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan, perhatian dan motivasi


(5)

kepada penulis selama masa perkuliahan. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku kepala Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Universitas Sumatera Utara dan Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., selaku kepala Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda Zainal Arifin dan Ibunda Supiah, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Adik - adikku tercinta Aria Dermawan dan Amalia Awanys serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Sahabat - sahabat terbaikku serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2014 Penulis,

Wilda Putri Selvia NIM 101501010


(6)

ANALISIS MINERAL KALSIUM, KALIUM DAN NATRIUM PADA UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus Linn) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ABSTRAK

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Sumber mineral dapat berasal dari tumbuhan. Salah satunya adalah rumput teki (Cyperus rotundus L.). Rumput teki (keluarga cyperaceae), dikenal sebagai purple nutsedge, merupakan gulma tahunan yang ramping. Salah satu khasiat umbi rumput teki adalah penurun tekanan darah. Mineral yang sangat berkaitan dengan tekanan darah adalah kalsium, kalium dan natrium. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar mineral kalsium, kalium dan natrium serta perbedaan kadar kalium dan kadar natrium yang terdapat pada umbi rumput teki.

Penetapan kadar ketiga mineral dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer serapan atom menggunakan nyala udara-asetilen pada panjang gelombang 422,7 nm untuk kalsium, kalium pada panjang gelombang 766,5 nm, dan natrium pada panjang gelombang 589,0 nm. Dilakukan uji statistik

Independent Sample T Test untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar kalium dan kadar natrium yang terdapat pada umbi rumput teki.

Berdasarkan hasil analisis mineral kalsium, kalium dan natrium pada umbi rumput teki secara spektrofotometri serapan atom menunjukkan bahwa kadar kalsium, kalium dan natrium dalam umbi rumput teki adalah (94,6126 ± 0,9684) mg/100g; (1266,7978 ± 3,8975) mg/100g; dan (76,5341 ± 0,7471) mg/100g. Berdasarkan uji statistik Independent Sample T Test, kadar kalium dan natrium pada umbi rumput teki memiliki perbedaan yang signifikan dengan tingkat kepercayaan 95%.

Kata kunci: Umbi Rumput Teki (Cyperus rotundus Linn), Kalsium (Ca), Kalium (K), Natrium (Na), Spektrofotometri Serapan Atom


(7)

ANALYSIS OF CALCIUM, POTASSIUM AND SODIUM IN NUTGRASS TUBER (Cyperus rotundus Linn) BY ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

Minerals are part of the body and plays an important role in the maintenance of body functions, both at the level of cells, tissues, organs and body functions as a whole. Mineral resources can be derived from plants. One of them is a nutgrass (Cyperus rotundus L.). Nutgrass (family cyperaceae), known as purple nutsedge, is a slender perennial weeds. One of the benefits of nutgrass tubers are lowering blood pressure. Minerals that are associated with blood pressure are calcium, potassium and sodium. The purpose of this study was to determine the mineral content of calcium, potassium and sodium as well as differences in the levels of potassium and sodium levels contained in the nutgrass tubers.

Determination of the three levels of minerals were performed using an atomic absorption spectrophotometer using air-acetylene flame at a wavelength of 422,7 nm for calcium, potassium at a wavelength of 766,5 nm and sodium at a wavelength of 589,0 nm. Performed statistical tests Independent Sample T Test

to determine whether there are differences in the levels of potassium and sodium levels contained in the nutgrass tubers.

Based on the analysis of minerals calcium, potassium and sodium in the nutgrass tubers by atomic absorption spectrophotometry showed that the levels of calcium, potassium and sodium in the nutgrass tubers are (94.6126 ± 0.9684) mg/100g; (1266.7978 ± 3.8975) mg/100g; and (76.5341 ± 0.7471) mg/100g. Based on statistical tests Independent Sample T Test, the levels of potassium and sodium in the nutgrass tubers have a significant difference with 95% confidence level.

Key words: Nutgrass Tuber (Cyperus rotundus Linn), Calcium (Ca), Potassium (K), Sodium (Na), Atomic Absorption Spectrophotometry


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... ….. i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Rumput Teki ... 6

2.1.1 Taksonomi tumbuhan ... 6

2.1.2 Deksripsi tumbuhan ... 6

2.1.3 Manfaat umbi rumput teki ... 7

2.1.4 Kandungan umbi rumput teki ... 8


(9)

2.2.1 Kalsium ... 9

2.2.2 Kalium ... 10

2.2.3 Natrium ... 12

2.3 Analisis Kualitatif ... 13

2.3.1 Kalsium ... 13

2.3.2 Kalium ... 14

2.3.3 Natrium ... 15

2.4 Spektrofotometri Serapan Atom ... 16

2.4.1 Instrumen spektrofotometri serapan atom ... 18

2.4.1.1 Sumber sinar ... 18

2.4.1.2 Tempat sampel ... 19

2.4.1.3 Monokromator ... 20

2.4.1.4 Detektor ... 20

2.4.1.5 Readout ... 21

2.4.2 Gangguan - gangguan pada spektrofotometri serapan atom ... 21

2.5 Validasi Metode Analisis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

3.2 Bahan - Bahan ... 26

3.2.1 Sampel ... 26

3.2.2 Pereaksi ... 26

3.3 Alat - Alat ... 27


(10)

3.5 Pembuatan Pereaksi ... 27

3.5.1 Larutan amonium oksalat 3,5% b/v ... 27

3.5.2 Larutan asam asetat 30% v/v ... 27

3.5.3 Larutan asam nitrat (1:1) v/v ... 27

3.5.4 Larutan asam perklorat 0,1N ... 27

3.5.5 Larutan asam pikrat 1% b/v ... 28

3.5.6 Larutan asam sulfat 1N ... 28

3.5.7 Reagensia zink uranil asetat ... 28

3.6 Prosedur Penelitian ... 28

3.6.1 Pengambilan sampel ... 28

3.6.2 Penyiapan sampel ... 28

3.6.3 Proses destruksi kering ... 29

3.6.4 Pembuatan larutan sampel ... 29

3.6.5 Analisis kualitatif ... 30

3.6.5.1 Kalsium ... 30

3.6.5.1.1 Uji kristal kalsium dengan larutan amonium oksalat 3,5% b/v ... 30

3.6.5.1.2 Uji kristal kalsium dengan larutan asam sulfat 1N ... 30

3.6.5.2 Kalium ... 30

3.6.5.2.1 Reaksi kualitatif dengan larutan asam perklorat 0,1N ... 30

3.6.5.2.2 Uji kristal kalium dengan larutan asam pikrat 1% b/v ... 30


(11)

3.6.5.3 Natrium ... 31

3.6.5.3.1 Uji kristal natrium dengan reagensia zink uranil asetat ... 31

3.6.5.3.2 Uji kristal natrium dengan larutan asam pikrat 1% b/v ... 31

3.6.6 Analisis kuantitatif ... 31

3.6.6.1 Kalsium ... 31

3.6.6.1.1 Pembuatan kurva kalibrasi kalsium ... 31

3.6.6.1.2 Penetapan kadar kalsium dalam sampel ... 32

3.6.6.2 Kalium ... 32

3.6.6.2.1 Pembuatan kurva kalibrasi kalium ... 32

3.6.6.2.2 Penetapan kadar kalium dalam sampel ... 32

3.6.6.3 Natrium ... 33

3.6.6.3.1 Pembuatan kurva kalibrasi natrium ... 33

3.6.6.3.2 Penetapan kadar natrium dalam sampel ... 33

3.6.7 Analisis data secara statistik ... 34

3.6.7.1 Penolakan hasil pengamatan ... 34

3.6.8 Penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi ... 34

3.6.9 Uji perolehan kembali (recovery) ... 35

3.6.10 Simpangan baku relatif ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37


(12)

4.2 Analisis Kualitatif ... 37

4.3 Analisis Kuantitatif ... 38

4.3.1 Kurva kalibrasi kalsium, kalium dan natrium ... 38

4.3.2 Analisis kadar kalsium, kalium dan natrium pada umbi rumput teki ... 40

4.3.3 Batas deteksi dan batas kuantitasi ... 43

4.3.4 Uji perolehan kembali (recovery) ... 44

4.3.5 Simpangan baku relatif ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Eksitasi atom pada berbagai suhu ... 17 Tabel 4.1 Hasil analisis kualitatif pada sampel umbi rumput teki yang

telah didestruksi ... 37 Tabel 4.2 Hasil analisis kadar kalsium, kalium dan natrium pada umbi

rumput teki ... 41 Tabel 4.3 Batas deteksi dan batas kuantitasi kalsium, kalium dan

natrium ... 44 Tabel 4.4 Persen uji perolehan kembali (recovery) kadar kalsium,

kalium dan natrium ... 44 Tabel 4.5 Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif kalsium,

kalium dan natrium ... 45


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Instrumen spektrofotometer serapan atom ... 18

Gambar 4.1 Kurva kalibrasi kalsium ... 39

Gambar 4.2 Kurva kalibrasi kalium ... 39


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel ... 51

Lampiran 2. Gambar sampel umbi rumput teki ... 52

Lampiran 3. Hasil analisis kualitatif mineral kalsium ... 53

Lampiran 4. Hasil analisis kualitatif mineral kalium ... 55

Lampiran 5. Hasil analisis kualitatif mineral natrium ... 56

Lampiran 6. Gambar alat spektrofotometer serapan atom dan tanur ... 57

Lampiran 7. Bagan alir proses destruksi kering ... 58

Lampiran 8. Bagan alir proses pembuatan larutan sampel ... 59

Lampiran 9. Data kalibrasi kalsium dengan spektrofotometer serapan atom, perhitungan persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r) ... 60

Lampiran 10. Data kalibrasi kalium dengan spektrofotometer serapan atom, perhitungan persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r) ... 61

Lampiran 11. Data kalibrasi natrium dengan spektrofotometer serapan atom, perhitungan persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r) ... 62

Lampiran 12. Hasil analisis kadar kalsium, kalium dan natrium pada umbi rumput teki ... 63

Lampiran 13. Contoh perhitungan kadar kalsium, kalium dan natrium pada umbi rumput teki ... 64

Lampiran 14. Perhitungan statistik kadar kalsium pada umbi rumput teki ... 66

Lampiran 15. Perhitungan statistik kadar kalium pada umbi rumput teki ... 68

Lampiran 16. Perhitungan statistik kadar natrium pada umbi rumput teki ... 70


(16)

Lampiran 17. Hasil uji statistik perbedaan kadar kalium dan natrium

pada umbi rumput teki ... 72 Lampiran 18. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi ... 73 Lampiran 19. Hasil analisis kadar kalsium, kalium dan natrium setelah

penambahan masing - masing larutan baku pada umbi

rumput teki ... 76 Lampiran 20. Contoh perhitungan uji perolehan kembali kadar kalsium,

kalium dan natrium pada umbi rumput teki ... 77 Lampiran 21. Perhitungan simpangan baku relatif (RSD) kadar kalsium,

kalium dan natrium pada umbi rumput teki ... 80 Lampiran 22. Tabel distribusi t ... 83


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Keseimbangan ion - ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim - enzim, pemeliharaan keseimbangan asam - basa, membantu transfer ikatan - ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier, 2001).

Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain. Diperkirakan 2% berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0 - 1,4 kg terdiri dari kalsium (Winarno, 1995). Di dalam cairan ekstraselular dan intraselular kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, menjaga permeabilitas membran sel. Kalsium mengatur pekerjaan hormon - hormon faktor pertumbuhan (Almatsier, 2001).

Kalium merupakan ion intraselular yang diperlukan bagi tubuh dalam pengaturan keseimbangan cairan tubuh, untuk kontraksi otot dan menjaga kesehatan sistem saraf. Bahan pangan yang mengandung kalium baik dikonsumsi pendeta darah tinggi (Budiyanto, 2001). Natrium adalah kation utama dalam darah dan cairan ekstraselular yang mencakup 95% dari seluruh kation. Oleh karena itu,


(18)

mineral ini sangat berperan dalam pengaturan cairan tubuh, termasuk tekanan darah dan keseimbangan asam-basa (Barasi, 2009).

Sumber mineral dapat berasal dari tumbuhan. Salah satunya adalah rumput teki (Cyperus rotundus L.). Rumput teki (keluarga Cyperaceae), dikenal sebagai

purple nutsedge, merupakan gulma tahunan yang kecil. Umbi rumput teki

berwarna kehitaman dan di dalamnya berwarna putih kemerahan, dengan bau yang khas. Batang tumbuh sekitar 25 cm dan daun yang linear, gelap hijau dan beralur pada permukaan atas. Bunganya kecil dengan warna merah coklat. Rumput teki merupakan tumbuhan asli India, namun sekarang ditemukan di daerah tropis, subtropis dan sedang (Lawal dan Adebola, 2009). Kegunaan umbi rumput teki lainnya adalah sebagai obat mempercepat pemasakan bisul, mempermudah persalinan, obat cacing, pelembut kulit, peluruh air seni, peluruh dahak, peluruh haid, penambah nafsu makan, penghenti pendarahan dan penurun tekanan darah (Hargono, 1997).

Umbi rumput teki telah banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan dalam berbagai bentuk sediaan. Salah satunya adalah sediaan kapsul rumput teki dengan indikasi membantu mengatasi gangguan haid seperti nyeri haid, pendarahan, peluruh haid, meringankan ketidakteraturan siklus haid dan meringankan sindrom pramenstruasi dengan komposisi umbi rumput teki 100% (Anonima, 2014). Rumput teki selain dipakai untuk pengobatan, umbinya sering dimanfaatkan untuk bahan keripik (camilan) terutama di daerah Indramayu - Jawa Barat yang terkenal dengan Kripik Tike (Anonimb, 2014).

Salah satu khasiat umbi rumput teki adalah penurun tekanan darah. Mineral yang sangat berkaitan dengan tekanan darah adalah kalsium, kalium dan


(19)

natrium. Tekanan darah normal memerlukan perbandingan antara natrium dan kalium yang sesuai di dalam tubuh (Almatsier, 2001). Tekanan darah tinggi juga dapat terjadi karena defisiensi kalsium (Permaesih, dkk., 1999).

Penelitian di Nigeria mengenai kandungan minyak, mineral dan komposisi nutrisi yang terdapat pada umbi rumput teki telah dilakukan (Oladunni, dkk., 2011). Kandungan mineral umbi rumput teki sebagai berikut: tembaga (28,11 ± 0,02) mg/100g, magnesium (50,76 ± 0,50) mg/100g, kalium (110,11 ± 0,71) mg/100g, kalsium (16,40 ± 0,32) mg/100 g dan natrium (110,11 ± 0,71) mg/100g. Khususnya di Indonesia, penelitian mengenai kandungan mineral umbi rumput teki belum ada dilaporkan. Pertumbuhan dan perkembangan umbi rumput teki dipengaruhi oleh faktor - faktor lingkungan seperti intensitas cahaya, temperatur, kelembapan tanah dan jenis tanah (Leihner, dkk., 1984).

Analisis kuantitatif untuk mineral terdapat berbagai macam metode. Penetapan kadar kalsium dapat dilakukan antara lain dengan metode kompleksometri, spektrofotometri serapan atom dan gravimetri (Khopkar, 1984). Penetapan kadar kalium dan natrium dapat dilakukan dengan gravimetri dan spektrofotometri serapan atom (Bassett, dkk., 1991).

Berdasarkan uraian di atas, penulis meneliti kandungan mineral kalsium, kalium dan natrium yang terdapat pada umbi rumput teki. Metode yang dipilih untuk penetapan kadar kalsium, kalium dan natrium pada penelitian ini adalah spektrofotometri serapan atom, karena pelaksanaannya relatif cepat dan sederhana, batas deteksi kurang dari 1 ppm (Gandjar dan Rohman, 2007), bahan yang digunakan sedikit dan spesifik untuk setiap logam tanpa dilakukan pemisahan pendahuluan (Khopkar, 1984).


(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. apakah umbi rumput teki mengandung mineral kalsium, kalium dan natrium? 2. berapakah kadar mineral kalsium, kalium dan natrium yang terdapat pada umbi

rumput teki?

3. apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar kalium dan natrium yang terdapat pada umbi rumput teki?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. umbi rumput teki memiliki kandungan mineral kalsium, kalium dan natrium. 2. umbi rumput teki memiliki kandungan mineral kalsium, kalium dan natrium

pada kadar tertentu.

3. terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar kalium dan kadar natrium yang terdapat pada umbi rumput teki.

1.4 Tujuan Penelitian

1. untuk mengetahui bahwa umbi rumput teki mengandung mineral kalsium, kalium dan natrium.

2. untuk mengetahui kadar mineral kalsium, kalium dan natrium yang terdapat pada umbi rumput teki.

3. untuk mengetahui perbedaan kadar kalium dan kadar natrium yang terdapat pada umbi rumput teki.


(21)

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang manfaat umbi rumput teki sebagai pengobatan alternatif yang mengandung kalsium, kalium dan natrium yang cukup tinggi sehingga umbi rumput teki sangat baik digunakan untuk menyeimbangkan cairan dan elektrolit dalam tubuh bagi penderita hipertensi.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Teki

2.1.1 Taksonomi tumbuhan

Menurut Sugati (1991), taksonomi tumbuhan rumput teki adalah: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Cyperales

Suku : Cyperaceae Marga : Cyperus

Jenis : Cyperus rotundus Linn 2.1.2 Deskripsi tumbuhan

Rumput teki atau terkadang disebut teki, tekan, motta, karehawai, rukut teki, rukut wuta adalah rumput yang dapat hidup sepanjang tahun. Beberapa negara memberi nama tumbuhan ini: musta, mustaka, mutha, mothan, nagamothan, xiang fu, nutgrass, tirirca, tagernut, hama - suge, so ken chiu, tage - tage (Dalimartha, 2009).

Teki tumbuh liar di tempat terbuka pada lapangan rumput, pinggir jalan, tanah terlantar, tegalan, atau lahan pertanian yang tumbuh sebagai gulma yang sukar diberantas. Rumput ini bisa tumbuh pada bermacam - macam tanah dan terdapat dari 1 - 1000 m dpl (Dalimartha, 2009).


(23)

Rumput teki merupakan tumbuhan terna, batang segitiga dan bersudut tajam. Daun 4 - 10 helai berjejal pada pangkal batang membentuk roset akar, dengan pelepah daun tertutup tanah. Helaian daun bangun pita, bertulang sejajar, tepi rata, permukaan atas berwarna hijau mengilap dengan panjang 10 - 60 cm dan lebar 2 - 6 cm. Perbungaan majemuk berbentuk bulir mempunyai 8 - 25 bunga yang berkumpul berbentuk paying, berwarna kuning atau cokelat kuning. Buah berbentuk batu, kecil, bentuknya memanjang sampai bulat telur sungsang. Umbi menjalar, berbentuk kerucut yang besar pada pangkalnya, kadang - kadang melekuk, berwarna cokelat, berambut halus berwarna cokelat atau cokelat kehitaman, keras, wangi dan panjang 1,5 - 4,5 cm dengan diameter 5 - 10 mm (Dalimartha, 2009).

2.1.3 Manfaat umbi rumput teki

Umbi rumput teki merupakan tumbuhan serbaguna, banyak digunakan dalam pengobatan tradisional di seluruh dunia untuk mengobati kejang perut, luka, bisul dan lecet. Sejumlah aktivitas farmakologi dan biologi termasuk

anti-Candida, antiinflamasi, antidiabetes, antidiare, sitoprotektif, antimutagenik, antibakteri, antioksidan, sitotoksik dan apoptosis, aktivitas analgesik dan antipiretik telah dilaporkan untuk tumbuhan ini (Lawal dan Adebola, 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Puspitasari, dkk., (2003), ekstrak etanol umbi teki dapat mengurangi jumlah geliat pada mencit yang diinduksi nyeri secara kimiawi. Ekstrak umbi teki dapat memperpanjang waktu reaksi mencit setelah induksi nyeri secara termik. Ekstrak umbi teki dosis 7 mg/20g BB dapat berpengaruh nyata dalam mengurangi jumlah geliat mencit setelah induksi nyeri secara kimiawi dan memperpanjang waktu reaksi mencit setelah induksi nyeri


(24)

secara termik. Ekstrak umbi teki dosis 7 mg/20g BB mempunyai efek analgesik yang paling efektif yaitu tidak berbeda dengan asetosal 200 mg/kg BB.

2.1.4 Kandungan umbi rumput teki

Rumput teki, seperti tumbuhan lain, memiliki banyak kandungan kimia, banyak yang dapat menunjukkan aktivitas farmakologi, namun komponen aktif utama tampaknya adalah seskuiterpen. Di antara seskuiterpen utama yang diidentifikasi dalam umbi rumput teki sejauh ini adalah: α-cyperone, β-selinene, cyperene, cyperotundone, patchoulenone, sugeonol, kobusone, dan isokobusone. (Subhuti, 2005).

Komposisi kimia dari minyak volatile rumput teki telah banyak dipelajari.

Fourchemotypes (H-, K-, M-, O-) dari minyak esensial dari berbagai bagian Asia telah dilaporkan. H - type dari Jepang yang ditemukan mengandung α-cyperone

(36,6%), β-selinene (18,5%), cyperol (7,4%) dan caryophyllene (6,2%). M-type dari Cina, Hongkong, Jepang, Taiwan dan Vietnam mengandung α-cyperone

(30,7%), cyperotundone (19,4%), β-selinene (17,8%), cyperene (7,2%) dan

cyperol (5,6%). O-type dari Jepang, Taiwan, Thailand, Hawai dan Filipina ditandai oleh cyperene (30,8%), cyperotundone (13,1%) dan β-elemene (5,2%). K-type yang juga berasal dari Hawai, didominasi oleh cyperene (28,7%),

cyperotundone (8,8%), patchoulenyl acetatet (8,0%) dan sugeonyl acetate (6,9%) (Lawal dan Adebola, 2009).

Studi fitokimia sebelumnya pada Cyperus rotundus mengungkapkan adanya beberapa bahan kimia yang terkandung yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, pati, glikosida, seskuiterpen dan saponin (Lawal dan Adebola, 2009). Kandungan nutrisi umbi rumput teki sebagai berikut: lemak (29,48 ± 0,28)%, protein (9,04 ±


(25)

0,33)%, abu (2,67 ± 0,21)%, serat (12,63 ± 0,01)% dan karbohidrat (21,47 ± 0,83)%. Kandungan mineralnya sebagai berikut: tembaga (28,11 ± 0,02) mg/100g, magnesium (50,76 ± 0,50) mg/100g, kalium (110,11 ± 0,71) mg/100g, kalsium (16,40 ± 0,32) mg/100 g dan natrium (110,11 ± 0,71) mg/100g (Oladunni, dkk., 2011).

2.2 Mineral

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur - unsur mineral. Sampai sekarang telah diketahui ada empat belas unsur mineral yang berbeda jenisnya yang diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik (Winarno, 1995).

Mineral merupakan bagian dari tubuh juga memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Jumlah mineral mikro dalam tubuh kurang dari 15 mg (Almatsier, 2001).

2.2.1 Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5 - 2% dari berat badan orang dewasa. Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh antara lain pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator reaksi - reaksi biologik, kontraksi otot serta menjaga permeabilitas membran sel (Almatsier, 2001).


(26)

Angka kecukupan rata - rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) sebagai berikut bayi 300 - 400 mg, anak - anak 500 mg, remaja 600 - 700 mg, dewasa 500 - 800 mg, ibu hamil dan menyusui ± 400 mg. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu, dapat menyebabkan konstipasi. Kelebihan kalsium bisa terjadi bila menggunakan suplemen kalsium berupa tablet atau bentuk lain (Almatsier, 2001).

Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya. Tulang rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan osteoporosis. Kadar kalsium dalam darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang. Kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap rangsangan, sehingga terjadi kejang otot misalnya pada kaki (Almatsier, 2011).

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik, serealia, kacang - kacangan dan hasil olahan kacang - kacangan, tahu dan tempe dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier, 2001).

2.2.2 Kalium

Tubuh seorang dewasa mengandung kalium (250 g) dua kali lebih banyak dari natrium (110 g) (Winarno, 1995). Seperti halnya natrium, kalium merupakan


(27)

ion bermuatan positif, akan tetapi berbeda dengan natrium, kalium terutama terdapat di dalam sel. Perbandingan natrium dan kalium di dalam cairan intraselular adalah 1:10, sedangkan di dalam cairan ekstraselular 28:1. Sebanyak 95% kalium tubuh berada di dalam cairan ekstraselular (Almatsier, 2001).

Bersama natrium, kalium memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam basa. Bersama kalsium, kalium berperan dalam transmisi saraf dan relaksasi otot. Di dalam sel, kalium berfungsi sebagai katalisator dalam banyak reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi dan sintesis glikogen dan protein. Tekanan darah normal memerlukan perbandingan antara natrium dan kalium yang sesuai di dalam tubuh (Almatsier, 2001).

Karena merupakan bagian esensial semua sel hidup, kalium terdapat di dalam semua makanan baik berasal dari tumbuh - tumbuhan maupun hewan. Sumber utama adalah makanan mentah/segar, terutama buah, sayuran dan kacang - kacangan. Kebutuhan minimum akan kalium ditaksir sebanyak 2000 mg sehari. Kekurangan kalium dapat terjadi karena kebanyakan kehilangan melalui saluran cerna atau ginjal. Kehilangan banyak melalui saluran cerna dapat terjadi karena muntah - muntah, diare kronis atau kebanyakan menggunakan laksan (obat pencuci perut). Kebanyakan kehilangan melalui ginjal adalah karena penggunaan obat - obat diuretik terutama untuk pengobatan hipertensi. Dokter sering memberikan suplemen kalium bersamaan dengan obat - obatan ini. Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, kelumpuhan, mengigau dan konstipasi. Kelebihan kalium akut dapat terjadi bila konsumsi melalui saluran cerna atau tidak melalui saluran cerna (parenteral) melebihi 18 g


(28)

untuk orang dewasa tanpa diimbangi oleh kenaikan ekskresi. Hiperkalemia akut dapat menyebabkan gagal jantung yang berakibat kematian. Kelebihan kalium dapat terjadi bila ada gangguan fungsi ginjal (Almatsier, 2001).

2.2.3 Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Cairan saluran cerna, sama seperti cairan empedu dan pankreas, mengandung banyak natrium. Sebagai kation utama dalam cairan ekstraseluler, natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut. Natriumlah yang sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel - sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium di dalam sel. Natrium menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh dengan mengimbangi zat - zat yang membentuk asam. Natrium berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot. Natrium berperan pula dalam absorpsi glukosa dan sebagai alat angkut zat - zat gizi lain melalui membran, terutama melalui dinding usus sebagai pompa natrium (Almatsier, 2001).

Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamat, kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Di antara makanan yang belum diolah, sayuran dan buah mengandung paling sedikit natrium. WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari. Pembatasan ini dilakukan mengingat peranan potensial natrium dalam menimbulkan tekanan darah tinggi (hipertensi) (Almatsier, 2001).

Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis dan kehilangan nafsu makan. Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, keringat berlebihan dan bila menjalankan diet yang sangat terbatas dalam natrium. Bila


(29)

kadar natrium darah turun, perlu diberikan natrium dan air untuk mengembalikan keseimbangan. Kelebihan natrium dapat menimbulkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi. Hal ini dapat diatasi dengan banyak minum. Kelebihan konsumsi natrium secara terus - menerus terutama dalam bentuk garam dapur dapat menimbulkan hipertensi (Almatsier, 2001).

2.3 Analisis Kualitatif 2.3.1 Kalsium

Kalsium membentuk kation kalsium(II), Ca2+, dalam larutan - larutan air. Garam - garamnya biasanya berupa bubuk putih dan membentuk larutan yang tidak berwarna. Untuk mempelajari reaksi - reaksi kualitatif umumnya digunakan larutan kalsium klorida (Svehla, 1990).

Menurut Svehla, (1990), reaksi - reaksi kualitatif untuk ion kalsium adalah sebagai berikut:

1. Dengan penambahan larutan amonium karbonat, akan terbentuk endapan amorf putih kalsium karbonat yang membentuk kristal dengan mendidihkannya. Endapan larut dalam air yang mengandung asam karbonat berlebihan (misal air soda yang baru dibuat) dan jika dididihkan akan mengendap kembali.

2. Dengan penambahan larutan asam sulfat encer, akan terbentuk endapan kristal putih kalsium sulfat yang cukup larut dalam air. Dengan adanya etanol, kelarutannya menjadi jauh lebih sedikit. Endapan melarut dalam asam sulfat pekat. Jika dilihat di bawah mikroskop, kristal kalsium sulfat berbentuk seperti kumpulan jarum yang memanjang.


(30)

3. Dengan penambahan larutan amonium oksalat, akan terbentuk endapan kristal putih kalsium oksalat, segera dari larutan - larutan pekat dan lambat dari larutan - larutan encer. Pengendapan dipermudah dengan menjadikan larutan bersifat basa. Endapan praktis tidak larut dalam air, tidak larut dalam asam asetat, tetapi mudah larut dalam asam - asam mineral. . Jika dilihat di bawah mikroskop, kristal kalsium oksalat berbentuk seperti amplop.

4. Dengan penambahan reagensia asam pikrolonat, akan terbentuk kristal - kristal empat persegi panjang yang khas dari kalsium pikrolonat.

5. Dengan uji nyala menggunakan kawat Ni/Cr, ion kalsium akan memberikan nyala merah bata pada nyala bunsen.

2.3.2 Kalium

Garam - garam kalium mengandung kation monovalen K+. Garam - garam ini biasanya larut dan membentuk larutan yang tidak berwarna, kecuali bila anionnya berwarna. Untuk mempelajari reaksi - reaksi kualitatif umumnya digunakan larutan kalium klorida (Svehla, 1990).

Menurut Svehla, (1990), reaksi - reaksi kualitatif untuk ion kalium adalah sebagai berikut:

1. Dengan penambahan larutan natrium heksanitritokobaltat(III), akan terbentuk endapan kuning kalium heksanitritokobaltat(III). Endapan tidak larut dalam asam asetat encer. Endapan terbentuk segera dari larutan pekat dan lambat dari larutan encer.

2. Dengan penambahan larutan asam tartrat, akan terbentuk endapan kristalin putih kalium hidrogen tartrat. Endapan sedikit larut dalam air. Pengendapan dapat dipercepat dengan penambahan alkohol.


(31)

3. Dengan penambahan larutan asam perklorat, akan terbentuk endapan kristalin putih kalium perklorat. Endapan sedikit larut dalam air dan praktis tidak larut dalam alkohol.

4. Dengan penambahan larutan asam pikrat, akan terbentuk endapan kristal kuning kalium pikrat. Jika dilihat di bawah mikroskop, kristal kalium pikrat berbentuk seperti jarum kasar.

5. Dengan uji nyala menggunakan kawat Ni/Cr, ion kalium akan memberikan warna ungu lembayung pada nyala bunsen.

2.3.3 Natrium

Dalam garam - garamnya, natrium berada sebagai kation monovalen Na+. Garam - garam ini membentuk larutan yang tidak berwarna, hampir semua garam natrium larut dalam air. Untuk mempelajari reaksi - reaksi kualitatif umumnya digunakan larutan natrium klorida (Svehla, 1990).

Menurut Svehla, (1990), reaksi - reaksi kualitatif untuk ion natrium adalah sebagai berikut:

1. Dengan penambahan larutan uranil magnesium asetat, akan terbentuk endapan kristalin kuning natrium uranil magnesium asetat. Pengendapan dapat dipercepat dengan penambahan alkohol.

2. Dengan penambahan reagensia zink uranil asetat, akan terbentuk endapan kristalin kuning natrium zink uranil asetat. Reaksi ini cukup selektif untuk natrium. Jika dilihat di bawah mikroskop, kristal natrium zink uranil asetat berbentuk jarum halus.


(32)

3. Dengan penambahan larutan asam pikrat, akan terbentuk endapan kristal kuning natrium pikrat. Jika dilihat di bawah mikroskop, kristal natrium pikrat berbentuk seperti jarum halus yang tersusun di pinggir.

4. Dengan uji nyala menggunakan kawat Ni/Cr, ion natrium akan memberikan warna kuning keemasan pada nyala bunsen.

2.4 Spektrofotometri Serapan Atom

Pemanfaatan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955 (Khopkar, 1984). Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur - unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak bergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri serapan atom mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom - atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sedang kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom yang mana pada transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan ke tingkat eksitasi. Tingkat eksitasinya pun


(33)

bermacam - macam. Misalkan, suatu unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi elektron 1s2, 2s2, 2p6 dan 3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s ini dapat mengalami eksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV atau ke tingkat 4p dengan energi 3,6 eV, masing - masing sesuai dengan panjang gelombang 589 nm dan 330 nm (Khopkar, 1984).

Keberhasilan analisis dengan spektrofotometri serapan atom ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. Temperatur nyala harus sangat tinggi. Jumlah atom natrium yang tereksitasi dari keadaan asas (3s) ke keadaaan tereksitasi 3p adalah kecil (Gandjar dan Rohman, 2007). Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah propana, butana, hidrogen dan asetilen, sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen, N2O dan asetilen

(Khopkar, 1984). Pentingnya suhu pada proses eksitasi untuk dilakukan pengukuran spektrofotometri serapan atom dapat dilihat pada tabel 2.1 (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tabel 2.1 Eksitasi atom pada berbagai suhu

Atom Panjang

gelombang

Banyaknya atom yang tereksitasi

2000ºK 3000ºK 4000ºK

Cs 852 4x10-4 7x10-3 3x10-3

Na 590 1x10-5 6x10-4 4x10-3

Ca 420 1x10-7 4x10-3 6x10-4

Zn 210 7x10-15 6x10-20 2x10-2

Logam - logam yang mudah diuapkan seperti Cu, Pb, Zn, Cd, umumnya ditentukan pada suhu rendah sedangkan untuk unsur - unsur yang tak mudah diatomisasi diperlukan suhu tinggi. Suhu tinggi dapat dicapai dengan


(34)

menggunakan suatu oksidator bersama dengan gas pembakar, contohnya atomisasi unsur seperti Al, Ti, Be, perlu menggunakan nyala oksiasetilena atau nyala nitrogen oksiasetilena sedangkan untuk atomisasi unsur alkali yang membentuk refraktori harus menggunakan campuran asetilen udara. Atomisasi sempurna sampai saat ini sulit dicapai, meskipun sudah banyak kombinasi bermacam gas. Belakangan ini ada kecenderungan untuk menggunakan tungku grafit yang dengan mudah dalam beberapa detik dapat mencapai temperatur 2000 - 3000ºK (Khopkar, 1984).

2.4.1 Instrumen spektrofotometri serapan atom

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.1 Instrumen spektrofotometer serapan atom 2.4.1.1 Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri dari tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah. Bila antara anoda dan katoda diberi suatu selisih


(35)

tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas - berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron - elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas - gas mulia yang diisikan tadi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Akibat dari tabrakan - tabrakan ini membuat unsur - unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion - ion gas mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan di atas, pada katoda terdapat unsur - unsur yang akan dianalisis. Unsur - unsur ini akan ditabrak oleh ion - ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur - unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atom - atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi - energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.1.2 Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom - atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom - atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless).

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala


(36)

tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen - udara suhunya sebesar 2200ºC dan gas asetilen - dinitrogen oksida (N2O) sebesar 3000ºC .

Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann. Sejumlah sampel diambil sedikit, lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom - atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.1.3 Monokromator

Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak panjang gelombang yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.1.4 Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2007).


(37)

2.4.1.5 Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4.2 Gangguan - gangguan pada spektrofotometri serapan atom

Gangguan - gangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa - peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi kimia (Khopkar, 1984).

Menurut Gandjar dan Rohman, (2007), gangguan - gangguan yang terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul - molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. Adanya gangguan - gangguan di atas dapat diatasi dengan menggunakan cara - cara sebagai berikut:

a. Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi b. Penambahan senyawa penyangga


(38)

d. Pengekstraksian ion atau gugus pengganggu

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik. Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom - atom yang akan dianalisis.

2.6 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

a. Kecermatan (Accuracy)

Kecermatan (accuracy) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu:

1. Metode simulasi

Metode simulasi (spiked - placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).


(39)

2. Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004).

Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel placebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi (Harmita, 2004).

b. Keseksamaan (Presicion)

Keseksamaan (presicion) diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel -sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).


(40)

Nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) adalah tidak lebih dari 32% (Harmita, 2004).

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).

d. Linearitas dan rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).

Secara statistik linearitas dari kurva kalibrasi dinyatakan dalam koefisien korelasi (r). Nilai r ≥ 0,95 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi) (Shargel dan Andrew, 1999).

e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of quantitation) Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).


(41)

Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda - beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko (Harmita, 2004).

f. Ketangguhan metode (Ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan lain - lain. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara laboratorium dan antar analis (Harmita, 2004).

g. Kekuatan (Robustness)

Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak dibatasi) perubahan komposisi organik fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan perubahan temperatur kolom (± 2 - 3ºC). Perubahan lainnya dapat dilakukan bila sesuai dengan laboratorium (Harmita, 2004).


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan pada bulan Oktober 2013 - Februari 2014.

3.2 Bahan - Bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi rumput teki yang diperoleh secara purposif di desa Padang Brahrang, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Sampel yang diambil berukuran ± 10 - 15 cm dengan ukuran umbi ± 2 - 3 cm (Gambar dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 52).

3.2.2 Pereaksi

Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis keluaran E. Merck yaitu amonium oksalat 99,5% b/b, anhidrida asetat, asam asetat glasial, asam nitrat 65% b/v, asam perklorat 70% b/v, asam sulfat 96% b/v, etanol 96% v/v, larutan baku kalium 1000 µg/ml, larutan baku kalsium 1000 µg/ml, larutan baku natrium 1000 µg/ml, uranil asetat 99% b/b dan zink asetat 99,5% b/b; akuabides (PT. Ikapharmindo Putramas) dan asam pikrat 99,8% b/b (Riedel-de Haen).


(43)

3.3 Alat - Alat

Alat yang digunakan adalah alat - alat gelas (Pyrex dan Oberoi), blender, botol kaca, hot plate, kertas saring Whatman No. 42, krus porselen, neraca analitik (AND GF-200), spatula, spektrofotometer serapan atom Hitachi Z-2000 lengkap dengan lampu katoda kalsium, kalium dan natrium dan tanur (Stuart).

3.4 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan oleh bagian Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.

3.5 Pembuatan Pereaksi

3.5.1 Larutan amonium oksalat 3,5% b/v

Sebanyak 3,5 g amonium oksalat 99,5% dilarutkan di dalam 100 ml akuabides (Ditjen POM, 1995).

3.5.2 Larutan asam asetat 30% v/v

Sebanyak 30 ml asam asetat glasial dilarutkan di dalam 100 ml akuabides. 3.5.3 Larutan asam nitrat(1:1) v/v

Sebanyak 500 ml larutan asam nitrat 65% diencerkan dengan 500 ml akuabides (Horwitz, 2000).

3.5.4 Larutan asam perklorat 0,1N

Campur 0,85 ml asam perklorat 70% dengan 50 ml asam asetat glasial dan 2,1 ml anhidrida asetat, dinginkan dan tambahkan asam asetat glasial secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).


(44)

3.5.5 Larutan asam pikrat 1% b/v

Sebanyak 1 g asam pikrat 99,8% dilarutkan dalam akuabides hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.5.6 Larutan asam sulfat 1N

Sebanyak 3 ml larutan asam sulfat 96% diencerkan dengan akuabides hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.5.7 Reagensia zink uranil asetat

Sebanyak 10 g uranil asetat 99% dalam 25 ml asam asetat 30% dan diencerkan dengan akuabides sampai 50 ml (larutan 1). Sebanyak 30 g zink asetat 99,5% dengan 25 ml asam asetat 30% dan diencerkan dengan akuabides sampai 50 ml (larutan 2). Dicampurkan larutan 1 dan larutan 2, tambahkan sedikit natrium klorida lalu disaring endapan zink uranil asetat. Filtrat digunakan sebagai pereaksi (Svehla, 1990).

3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Pengambilan sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposive

yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi (Budiarto, 2004).

3.6.2 Penyiapan sampel

Umbi rumput teki sebanyak ± 2 kg, dibersihkan dari serabut - serabutnya kemudian dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan sampai air cuciannya


(45)

kering. Sampel dirajang menjadi ukuran yang lebih kecil, kemudian dihaluskan dengan blender. Dikeringkan dalam oven ± 10 - 15 menit.

3.6.3 Proses destruksi kering

Sampel yang telah dihaluskan dan dikeringkan dalam oven ditimbang seksama sebanyak 5 g dalam krus porselen, diarangkan di atas hot plate, lalu diabukan dalam tanur dengan temperatur awal 100℃ dan perlahan - lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500℃ dengan interval 25℃ setiap 5 menit. Setelah dilakukan pengabuan selama 60 jam, suhu tanur diturunkan, pada ±27℃

krus porselen dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin pada desikator. Abu ditambahkan 5 ml asam nitrat (1:1), kemudian diuapkan pada hot plate sampai kering. Krus porselen dimasukkan kembali ke dalam tanur dengan temperatur awal 100℃ dan perlahan - lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500℃ dengan interval 25℃ setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 1 jam dan dibiarkan hingga dingin pada desikator (Horwitz dengan modifikasi, 2000). Bagan alir proses dekstruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 58.

3.6.4 Pembuatan larutan sampel

Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml asam nitrat (1:1), lalu dipindahkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dibilas krus porselen dengan 10 ml akuabides sebanyak tiga kali dan dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dimana 5 ml filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol (Horwitz dengan modifikasi, 2000). Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap mineral


(46)

kalsium, kalium dan natrium yang terkandung di dalamnya. Bagan alir pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 59.

3.6.5 Analisis kualitatif 3.6.5.1 Kalsium

3.6.5.1.1 Uji kristal kalsium dengan larutan amonium oksalat 3,5% b/v

Dipekatkan sebanyak 5 ml larutan sampel hingga tersisa 2 ml larutan sampel, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan amonium oksalat 3,5% b/v dan akan terbentuk endapan putih lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk amplop (Svehla, 1990).

3.6.5.1.2 Uji kristal kalsium dengan larutan asam sulfat 1N

Larutan sampel hasil destruksi sebanyak 1 - 2 tetes diteteskan pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat 1N dan etanol 96% v/v akan terbentuk endapan putih lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk jarum (Svehla, 1990).

3.6.5.2 Kalium

3.6.5.2.1 Reaksi kualitatif dengan larutan asam perklorat 0,1N

Larutan sampel hasil dekstruksi sebanyak 3 - 5 tetes dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 3 tetes larutan asam perklorat 0,1N akan terbentuk endapan putih jika terdapat kalium (Svehla, 1990).

3.6.5.2.2 Uji kristal kalium dengan larutan asam pikrat 1% b/v

Larutan zat diteteskan 1 - 2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati dibawah mikroskop.


(47)

Jika terdapat kalium, akan terlihat kristal berbentuk jarum - jarum kasar (Svehla, 1990).

3.6.5.3 Natrium

3.6.5.3.1 Uji kristal natrium dengan reagensia zink uranil asetat

Larutan sampel diteteskan 1 - 2 tetes pada object glass kemudian ditetesi reagensia zink uranil asetat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat natrium, akan terlihat kristal kuning berbentuk jarum halus (Svehla, 1990).

3.6.5.3.2 Uji kristal natrium dengan larutan asam pikrat 1% b/v

Larutan zat diteteskan 1 - 2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat natrium, akan terlihat kristal berbentuk jarum halus tersusun di pinggir (Svehla, 1990).

3.6.6 Analisis kuantitatif 3.6.6.1 Kalsium

3.6.6.1.1 Pembuatan kurva kalibrasi kalsium

Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) sebanyak 0,5 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml lalu diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda. Dari larutan tersebut (10 µg/ml) dipipet masing-masing 1,0 ml; 2,0 ml; 3,0 ml; 4,0 ml dan 5,0 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,6 µg/ml; 0,8 µg/ml dan 1,0 µg/ml, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 422,7 nm dengan tipe nyala asetilen - udara.


(48)

3.6.6.1.2 Penetapan kadar kalsium dalam sampel

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,2 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda (Faktor pengenceran = 50/0,2 = 250 kali). Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm dengan tipe nyala asetilen - udara. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.6.6.2 Kalium

3.6.6.2.1 Pembuatan kurva kalibrasi kalium

Larutan baku kalium (1000 µg/ml) sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml lalu diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda. Dari larutan tersebut (10 µg/ml) dipipet masing-masing 5,0 ml; 10 ml; 15 ml; 20 ml dan 25 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 2 µg/ml; 4 µg/ml; 6 µg/ml; 8 µg/ml dan 10 µg/ml, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala asetilen - udara.

3.6.6.2.2 Penetapan kadar kalium dalam sampel

Larutan sampel hasil dekstruksi dipipet sebanyak 0,1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda (Faktor pengenceran = 50/0,1 = 500 kali). Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala asetilen - udara. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang


(49)

kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.6.6.3 Natrium

3.6.6.3.1 Pembuatan kurva kalibrasi natrium

Larutan baku natrium (1000 µg/ml) sebanyak 0,5 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml lalu diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda. Dari larutan tersebut (10 µg/ml) dipipet masing-masing 0,5 ml; 1,0 ml; 1,5 ml; 2,0 ml dan 2,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,6 µg/ml; 0,8 µg/ml dan 1 µg/ml, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 589,0 nm dengan tipe nyala asetilen - udara.

3.6.6.3.2 Penetapan kadar natrium dalam sampel

Larutan sampel hasil dekstruksi dipipet sebanyak 0,2 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga garis tanda (faktor pengenceran = 50/0,2 = 250 kali). Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 589,0 nm dengan tipe nyala asetilen - udara. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

Menurut Rohman, (2007), kadar mineral kalsium, kalium dan natrium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

(g) Sampel Berat

n pengencera Faktor

x (ml) Volume x

(µg/ml) i

Konsentras (µg/g)

Logam


(50)

3.6.7 Analisis data secara statistik 3.6.7.1 Penolakan hasil pengamatan

Kadar kalsium, kalium dan natrium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing - masing larutan sampel dianalisis dengan metode standar deviasi dengan rumus (Sudjana, 2005):

SD =

(

)

1 -n

X -Xi 2

Keterangan: Xi = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel n = Jumlah perlakuan Untuk mencari t hitung digunakan rumus: t hitung =

n SD

X Xi

/

dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Kadar mineral : µ =

X

± (t(α/2, dk) x SD / √n ) Keterangan:

X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = Interval kepercayaan

n = Jumlah perlakuan

3.6.8 Penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.


(51)

Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

Simpangan Baku ( X

SY ) =

(

)

2 2

− −

n Yi Y

Batas deteksi (LOD) =

slope X SY x

3

Batas kuantitasi (LOQ) =

slope X SY x

10

3.6.9 Uji perolehan kembali (recovery)

Menurut Harmita, (2004), uji perolehan kembali atau recovery dapat dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Larutan baku yang ditambahkan yaitu 0,5 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml), 7 ml larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 0,5 ml larutan baku natrium (konsentrasi 1000 µg/ml).

Umbi rumput teki yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama sebanyak 5 g di dalam krus porselen, lalu ditambahkan 0,5 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml), 7 ml larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 0,5 ml larutan baku natrium (konsentrasi 1000 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya.

Menurut Harmita, (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

% Perolehan Kembali= CF- CA x 100%


(52)

Keterangan :

CA = Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku (mg/100g)

CF = Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku (mg/100g)

C*A = Kadar larutan baku yang ditambahkan (mg/100g)

3.6.10 Simpangan baku relatif

Menurut Harmita, (2004), keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan. Adapun rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah (Harmita, 2004):

RSD = ×100%

X SD

Keterangan :

X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi sampel yang dilakukan oleh bagian Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor terhadap tumbuhan rumput teki adalah jenis Cyperus rotundus L. suku Cyperaceae. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 51.

4.2 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui ada atau tidaknya ion - ion kalsium, kalium dan natrium dalam sampel. Data dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 3 - 5, halaman 53 - 56. Tabel 4.1 Hasil analisis kualitatif pada sampel umbi rumput teki yang telah

didestruksi No. Ion yang

dianalisis Pereaksi Hasil Reaksi Hasil

1. Ca Amonium oksalat 3,5% b/v Kristal amplop + Asam sulfat 1 N Kristal jarum +

2. K Asam perklorat 0,1N Endapan putih +

Asam pikrat 1% b/v Kristal jarum kasar + 3. Na Zink uranil asetat Kristal jarum halus + Asam pikrat 1% b/v Kristal jarum halus + Keterangan : + : Mengandung ion

Hasil analisis kualitatif pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa larutan sampel yang diperiksa mengandung ion kalsium, kalium dan natrium. Sampel positif mengandung ion kalsium karena menghasilkan endapan putih kalsium oksalat


(54)

berbentuk kristal amplop dengan penambahan larutan amonium oksalat 3,5% b/v serta menghasilkan endapan putih kalsium sulfatberbentuk kristal jarum dengan penambahan larutan asam sulfat 1N. Juga mengandung ion kalium dengan menghasilkan endapan putih kalium perklorat dengan penambahan larutan asam perklorat 0,1N serta menghasilkan kristal jarum kasar kalium pikrat penambahan larutan asam pikrat 1% b/v . Mengandung ion natrium dengan penambahan reagensia zink uranil asetat menghasilkan kristal natrium zink uranil asetat berupa jarum halus dan dengan penambahan larutan asam pikrat 1% b/v menghasilkan kristal natrium pikrat berupa jarum halus yang tersusun di pinggir. Berdasarkan hasil reaksi pengendapan maupun reaksi kristal dari masing - masing ketiga ion tersebut membuktikan larutan sampel mengandung ion kalsium, kalium dan natrium.

4.3 Analisis Kuantitatif

4.3.1 Kurva kalibrasi kalsium, kalium dan natrium

Kurva kalibrasi kalsium, kalium dan natrium diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan baku ketiganya pada panjang gelombang masing - masing. Hasil pengukuran kurva kalibrasi untuk ketiganya diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y = 0,0453X + 0,00107 untuk kalsium, Y = 0,0351X − 0,0064 untuk kalium dan Y = 0,1718X + 0,00358 untuk natrium.

Kurva kalibrasi larutan baku kalsium, kalium dan natrium dapat dilihat pada Gambar 4.1 sampai dengan Gambar 4.3.


(55)

Gambar 4.1 Kurva kalibrasi kalsium

Gambar 4.2 Kurva kalibrasi kalium y = 0.0453x + 0.00107

R² = 0.9990

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

A

bs

or

ban

si

Konsentrasi (µg/ml)

y = 0.0351x - 0.0064 R² = 0.9994

0 0,1 0,2 0,3 0,4

0 2 4 6 8 10

A

bs

or

ban

si


(56)

Gambar 4.3 Kurva kalibrasi natrium

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) kalsium sebesar 0,9990, kalium sebesar 0,9994 dan natrium sebesar 0,9992. Nilai r ≥ 0,95 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi) (Shargel dan Andrew, 1999). Data hasil pengukuran absorbansi larutan baku kalsium, kalium dan natrium dan perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 9 - 11, halaman 60 - 62. 4.3.2 Analisis kadar kalsium, kalium dan natrium pada umbi rumput teki

Penentuan kadar kalsium, kalium dan natrium dilakukan secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi mineral kalsium, kalium dan natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan baku masing - masing mineral. Agar konsentrasi mineral kalsium, kalium dan natrium dalam sampel berada pada rentang kurva kalibrasi maka masing-masing sampel diencerkan terlebih dahulu dengan faktor pengenceran yang

y = 0.1718x + 0.00358 R² = 0.9992

0 0,05 0,1 0,15 0,2

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

A

bs

or

ban

si


(57)

berbeda - beda. Faktor pengenceran untuk penentuan kadar kalsium adalah sebesar 250 kali, sedangkan faktor pengenceran untuk penentuan kadar kalium adalah sebesar 500 kali. Faktor pengenceran untuk penentuan kadar natrium adalah sebesar 250 kali. Data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 12 -13, halaman 63 - 65.

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 14 - 16, halaman 66 - 71). Dilakukan juga uji statistik

Independent Sample T - Test untuk mengetahui apakah kadar kalium dan natrium yang terdapat pada umbi rumput teki memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 72. Hasil analisis kuantitatif mineral kalsium, kalium dan natrium pada umbi rumput teki dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil analisis kadar kalsium, kalium dan natrium pada umbi rumput teki

No. Sampel Kadar Kalsium (mg/100g)

Kadar Kalium (mg/100g)

Kadar Natrium (mg/100g) 1.

Umbi Rumput

Teki

94,6126±0,9684 1266,7978±3,8975 76,5341±0,7471

Hasil analisis kuantitatif pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa umbi rumput teki memiliki kandungan mineral kalsium, kalium dan natrium. Kadar kalium dalam umbi rumput teki lebih tinggi dibandingkan kadar kalsium dan kadar natriumnya. Berdasarkan uji statistik Independent Sample T - Test, kadar kalium dan natrium pada umbi rumput teki memiliki perbedaan yang signifikan dengan tingkat kepercayaan 95%. Tekanan darah normal memerlukan perbandingan


(58)

antara natrium dan kalium yang sesuai di dalam tubuh. Perbandingan natrium dan kalium di dalam cairan intraseluler adalah 1:10. Natrium menjaga keseimbangan cairan dalam ekstrasel, natrium sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga agar cairan tidak masuk ke dalam sel. Didalam sel tekanan osmosis diatur oleh kalium guna menjaga cairan tidak keluar dari sel. Bila jumlah natrium didalam sel meningkat secara berlebihan maka air akan masuk kedalam sel, akibatnya sel akan membengkak. WHO menganjurkan kebutuhan garam hingga 6 gram perhari (ekivalen dengan 2400 mg natrium) (Almatsier, 2001).

Natrium dan kalium memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan elektrolit. Kebutuhan kalium perhari minimal 2000 mg. Konsumsi kalium yang tinggi dapat mengimbangi kehilangan kalium bagi penderita hipertensi yang mengkonsumsi obat diuretik (Almatsier, 2001). Kadar mineral kalium pada umbi rumput teki cukup tinggi yaitu sebesar (1266,7978 ± 3,8975) mg/100g sehingga umbi rumput teki dapat digunakan sebagai asupan kalium yang baik bagi penderita hipertensi.

Menurut Permaesih, dkk., (1999), defisiensi kalsium turut berperan terhadap terjadinya tekanan darah tinggi. Kadar kalsium yang rendah akan merangsang hormon paratiroid dan menyebabkan kadar ion kalsium intrasel meningkat, yang akan menyebabkan sel otot polos pembuluh darah hiperaktif sehingga resistensi perifer pembuluh darah meningkat dan akan meningkatkan tekanan darah. Kadar kalsium dalam umbi rumput teki cukup tinggi yaitu sebesar (94,6126 ± 0,9684) mg/100g sehingga dapat digunakan untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah.


(59)

Kadar mineral kalsium, kalium dan natrium yang diperoleh dari hasil penelitian memiliki perbedaan yang signifikan dengan hasil penelitian Oladunni, dkk., (2011) yang dilakukan di Nigeria. Berdasarkan penelitian Oladunni, dkk., (2011), kadar kalsium dalam umbi rumput teki yaitu (16,40 ± 0,32) mg/100g, kadar kalium (110,11 ± 0,71) mg/100g dan kadar natrium sebesar (119,29 ± 0,52) mg/100g. Pertumbuhan dan perkembangan umbi rumput teki dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti intensitas cahaya, temperatur, kelembapan tanah dan jenis tanah (Leihner, dkk., 1984). Umbi rumput teki pada penelitian Oladunni, dkk., (2011) diperoleh dari Oba Market di Akure, kota Ondo yang terletak di bagian selatan Nigeria di mana tanahnya cenderung gersang (Anonimc, 2014). Sedangkan umbi rumput teki yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari desa Padang Brahrang, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat bagian hulu yang tanahnya subur sehingga ketersediaan unsur haranya baik.

Kadar natrium yang diperoleh dari hasil penelitian lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Oladunni, dkk., (2011). Ini dapat disebabkan karena sampel yang digunakan pada penelitian Oladunni, dkk., diperoleh di kota Ondo yang dekat dengan permukaan laut. Laut merupakan salah satu sumber natrium dengan kadar rata - rata kadar ion natrium yang cukup tinggi (Anonimd, 2014). Sedangkan umbi rumput teki yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari daerah yang letaknya jauh dari laut.

4.3.3 Batas deteksi dan batas kuantitasi

Berdasarkan data kurva kalibrasi kalsium, kalium dan natrium diperoleh batas deteksi dan batas kuantitasi untuk ketiga mineral tersebut. Batas deteksi dan batas kuantitasi kalsium, kalium dan natrium dapat dilihat pada Tabel 4.3.


(60)

Tabel 4.3 Batas deteksi dan batas kuantitasi mineral kalsium, kalium dan natrium No. Mineral Batas Deteksi (µg/ml) Batas Kuantitasi (µg/ml)

1. Kalsium 0,0567 0,1891

2. Kalium 0,4387 1,4624

3. Natrium 0,0489 0,1629

Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi untuk pengukuran kalsium, kalium dan natrium masing - masing sebesar 0,0567 µg/ml, 0,4387 µg/ml, 0,0489 µg/ml, sedangkan batas kuantitasinya sebesar 0,1891 µg/ml, 1,4624 µg/ml dan 0,1629 µg/ml.

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 73 - 75.

4.3.4 Uji perolehan kembali (Recovery)

Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar kalsium, kalium dan natrium setelah penambahan masing - masing larutan baku kalsium, kalium dan natrium dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4 Persen uji perolehan kembali (recovery) kadar kalsium, kalium dan natrium

No. Mineral yang

dianalisis Recovery (%)

Syarat rentang persen recovery (%)

1. Kalsium 103,80 80-120

2. Kalium 114,70 80-120


(61)

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, dapat dilihat bahwa rata - rata hasil uji perolehan kembali (recovery) berturut - turut untuk mineral kalsium 103,80%, untuk mineral kalium 114,70% dan untuk mineral natrium 111,23%. Persen

recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang memuaskan pada saat pemeriksaan kadar kalsium, kalium dan natrium dalam sampel. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, jika rata - rata hasil perolehan kembali (recovery) berada pada rentang 80 - 120% (Harmita, 2004). Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar kalsium, kalium dan natrium setelah penambahan masing-masing larutan baku dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 19 - 20, halaman 76 - 79.

4.3.5 Simpangan baku relatif

Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif untuk kalsium, kalium dan natrium pada umbi rumput teki dapat dilihat pada Tabel 4.5, sedangkan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 21, halaman 80 - 82.

Tabel 4.5 Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif kalsium, kalium dan natrium

No. Mineral Simpangan Baku Simpangan Baku Relatif

1. Kalsium 5,52 5,32%

2. Kalium 6,44 5,61%

3. Natrium 4,41 3,96%

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, dapat dilihat nilai simpangan baku (SD) untuk mineral kalsium 5,52, untuk mineral kalium 6,44 dan untuk mineral natrium 4,41, sedangkan nilai simpangan baku relatif (RSD) yang diperoleh sebesar 5,32%


(62)

untuk mineral kalsium; 5,61% untuk mineral kalium; 3,96% untuk mineral natrium. Menurut Harmita, (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) adalah tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik.


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. umbi rumput teki memiliki kandungan mineral kalsium, kalium dan natrium. 2. berdasarkan hasil analisis mineral kalsium, kalium dan natrium pada umbi

rumput teki secara spektrofotometri serapan atom menunjukkan bahwa kadar kalsium, kalium dan natrium dalam umbi rumput teki adalah (94,6126 ± 0,9684) mg/100g; (1266,7978 ± 3,8975) mg/100 g; dan (76,5341 ± 0,7471) mg/100 g.

3. hasil uji statistik Independent Sample T – Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar kalium dan natrium yang terdapat pada umbi rumput teki dengan tingkat kepercayaan 95%.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti mineral lain seperti besi, magnesium dan tembaga yang terdapat pada umbi rumput teki.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. (2014). Rumput Teki. Diakses 21 Mei 2014.

Anonimb. (2014). Rumput Teki Berkhasiat Obat. Diakses 21 Mei 2014.

Anonimc. (2014). Nigeria-Food and Agriculture Organization of the United Nations. Diakses 23 Februari 2014.

www.fao.org/ag/ago/AGPC/doc/Counprof/nigeria/nigeria.htm.

Anonimd. (2014). Pemanfaatan Hara Air Laut untuk Memenuhi Kebutuhan

Tanaman. Diakses 13 Maret

Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 228, 230-231, 233-238, 241-243.

Barasi, M. (2009). At a Glance: Ilmu Gizi. Penerjemah: Hermin. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 52-53.

Bassett, J., Denney, R.C., Jeffery, G.H., dan J. Mendham. (1991). Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary

Instrumental Analysis. Penerjemah: Hadyana Pudjaatmaka dan L.

Setiono. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 557.

Budiarto, E. (2004). Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 46.

Budiyanto, M.A.K. (2001). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Edisi Kedua. Cetakan I. Malang: UMM-Press. Hal. 59.

Dalimartha, S. (2009). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 6. Jakarta: Pustaka Bunda. Hal. 157.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 744.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1126, 1213.


(65)

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 298, 305-312, 319.

Hargono, D. (1997). Obat Tradisional dalam Zaman Teknologi. Majalah Kesehatan Masyarakat. 56: 3-5.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1 (3). 117-119, 121, 122, 127, 128, 130.

Horwitz, K. (2000). Official Methods of the Association of Official Analytical Chemist. Edisi Ketujuhbelas. Arlington: AOAC International. Hal. 42. Khopkar, S.M. (1984). Basic Concepts of Analytical Chemistry. Penerjemah: A.

Saptorahardjo. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Hal. 283, 298.

Lawal, O.A., dan Adebola, O. (2009). Chemical Composition of The Essential Oils of Cyperus rotundus L. from South Africa. Journal Molecules.

14(150):2909-2917.

Leihner, D., Doll, J., dan Cilia L. Fuentes de P. (1984). Study Guide the Biology and Control of Purple Nutsedge (Cyperus rotundus L.). Colombia: Centro International de Agricultura Tropical. Hal. 22.

Oladunni, O.M., Abass, O.O., dan Adisa, A.I. (2011). Studies on Physicochemical Properties of the Oil, Minerals and Nutritional Composition of Nut of Nut Grass (Cyperus rotundus). American Journal of Food Technology. 6 (12): 1061-1064.

Permaesih, D., Christiani, R., dan Yuniar, R. (1999). Dampak Pemberian Kalsium terhadap Tekanan Darah. PGM. 22: 67-74.

Puspitasari, H., Listyawati, S., dan T. Widiyani. (2003). Aktifitas Analgetik Ekstrak Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) pada Mencit Putih (Mus musculus L.) Jantan. Jurnal Biofarmasi 1(2). 50-57. ISSN: 1693-2242. Shargel, L., dan Andrew, B.C. (1999). Applied Biopharmaceutics and

Pharmacokinetics. New York: Prentice-Hall International, Inc. Hal. 15. Subhuti, D. (2005). Cyperus Primary Oil Regulating Herb of Chinese Medicine.

Institute For Traditional Medicine. Oregon: Portland. Hal. 2.

Sugati, S. (1991). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Depkes RI, BPPK. Hal. 108.


(1)

2. Contoh perhitungan uji perolehan kembali kadar kalium Persamaan regresi : Y = 0,0351X – 0,0064

µg/ml 2,8661 0351 , 0 0064 , 0 0942 ,

0 + =

=

X

Konsentrasi setelah ditambahkan larutan baku = 2,8661 µg/ml CF = volume(ml) x Faktor pengenceran

sampel Berat (µg/ml) i Konsentras × 500 x ml 50 g 5,0017 µg/ml 2,8661 × =

= 14325,629 µg/g = 1432,5629 mg/100g

Kadar sampel setelah ditambah larutan baku (CF) = 1432,5629 mg/100g

Kadar rata-rata sampel sebelum ditambah larutan baku (CA) = 1266,7978 mg/100g Berat sampel rata-rata uji recovery = 5,0017 g

Kadar larutan standar yang ditambahkan (C*A)

C*A = mlyangditambahkan

rata -rata sampel Berat n ditambahka yang logam i Konsentras × = g 0017 , 5 µg/ml 1000

x 7 ml = 1399,5242 µg/g = 139,9524 mg/100g

Maka % perolehan kembali kalium = CF- CA x 100% C*A = mg/100g 139,9542 mg/100g 1266,7978) -(1432,5629 x100% = 118,44 %


(2)

79

3. Contoh perhitungan uji perolehan kembali kadar natrium Persamaan regresi : Y = 0,1718X + 0,00358

µg/ml 0,3511 1718 , 0 00358 , 0 0639 ,

0 − =

=

X

Konsentrasi setelah ditambahkan larutan baku = 0,3511 µg/ml CF = volume(ml) x Faktor pengenceran

sampel Berat (µg/ml) i Konsentras × 250 x ml 50 g 5,0017 l 0,3511µg/m × =

= 877,452 µg/g = 87,7452 mg/100g

Kadar sampel setelah ditambah larutan baku (CF) = 87,7452 mg/100g

Kadar rata-rata sampel sebelum ditambah larutan baku (CA) =76,5341 mg/100g Berat sampel rata-rata uji recovery = 5,0017 g

Kadar larutan standar yang ditambahkan (C*A)

C*A = mlyangditambahkan

rata -rata sampel Berat n ditambahka yang logam i Konsentras × = g 0017 , 5 µg/ml 1000

x 0,5 ml = 99,966 µg/g

= 9,9966 mg/100g

Maka % perolehan kembali natrium = CF- CA x 100% C*A = mg/100g 9,9966 mg/100g 76,5341) -(87,7452 x 100% = 112,15 %


(3)

Lampiran 21. Perhitungan simpangan baku relatif (RSD) kadar kalsium, kalium dan natrium pada umbi rumput teki

1. Perhitungan simpangan baku relatif (RSD) kadar kalsium

No. % Perolehan Kembali

(Xi) (Xi-X) (Xi-X )2

1. 98,30% -5,50 30,2500

2. 103,76% -0,04 0,0016

3. 109,34% 5,54 30,6916

∑ 311,40% 60,9432

X 103,80% 20,3144

SD =

(

)

1 -n

X -Xi 2

=

1 3 60,9432

= 5,52

RSD = x

X SD

_ 100%

= 100%

103,80 5,52

x


(4)

81

2. Perhitungan simpangan baku relatif (RSD) kadar kalium No. % Perolehan Kembali

(Xi) (Xi-X) (Xi-X )2

1. 118,44 3,74 13,9876

2. 118,40 3,70 13,6900

3. 107,27 -7,43 55,2049

∑ 344,11 82,8825

X 114,70 27,6275

SD =

(

)

1 -n

X -Xi 2

=

1 3

8825 , 82

= 6,44

RSD = x

X SD

_ 100%

= 100%

70 , 114

44 , 6

x

= 5,61%


(5)

3. Perhitungan simpangan baku relatif (RSD) kadar natrium No. % Perolehan Kembali

(Xi) (Xi-X) (Xi-X )2

1. 112,15 0,92 0,8464

2. 115,11 3,88 15,0544

3. 106,43 -4,80 23,0400

∑ 333,69 38,9408

X 111,23 12,9803

SD =

(

)

1 -n

X -Xi 2

=

1 3

9408 , 38

= 4,41

RSD = x

X SD

_ 100%

= 100%

23 , 111

41 , 4

x


(6)

83 Lampiran 22. Tabel distribusi t


Dokumen yang terkait

Analisis Kandungan Mineral Kalium, Kalsium, Natrium Dan Magnesium Pada Tomat (Solanum lycopersicum Mill.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

4 56 98

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

11 35 135

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 14 135

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 5

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 24

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 3

Analisis Kandungan Mineral Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium Pada Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Non Fermentasi dan Fermentasi Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 65

Analisis Kandungan Mineral Kalium, Kalsium, Natrium Dan Magnesium Pada Tomat (Solanum lycopersicum Mill.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 43