Strategi Pengembangan Monumen Kapal Selam Sebagai Daya Tarik Wisata di Kota Surabaya.

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN MONUMEN KAPAL SELAM

SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KOTA

SURABAYA

MOCH NUR EFENDI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

STRATEGI PENGEMBANGAN MONUMEN KAPAL SELAM

SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KOTA

SURABAYA

MOCH NUR EFENDI NIM 1391061030

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

STRATEGI PENGEMBANGAN MONUMEN KAPAL SELAM

SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KOTA

SURABAYA

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata

Program Pascasarjana Universitas Udayana

MOCH NUR EFENDI NIM 1391061030

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

TANGGAL 18 JANUARI 2016

Pembimbng I, Pembimbing II,

Prof. Dr. A. A. Ngurah Anom Kumbara, MS. Dr. Ida Bagus Ketut Surya, SE., MM. NIP1957021411983031001 NIP196006171986011001

Mengetahui

Ketua Program Magister Kajian Pariwisata Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M. Litt. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S(K).


(5)

Tanggal 15 Januari 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No: 0307/UN14.4/HK/2016, Tanggal 13 Januari 2016

Ketua : Prof. Dr. A.A. Ngurah Anom Kumbara, MS.

Anggota :

1. Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A 2. Dr. Ir. Syamsul Alam Patusuri, MSP. 3. Dr. I Nyoman Sukma Arida, S.Si., M.si. 4. Dr. Ida Bagus Ketut Surya, SE., MM.


(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata sering dipersiapkan sebagai wahana untuk meningkatkan pendapatan, terutama meningkatkan pendapatan pemerintah, khususnya perolehan devisa, sehingga pembangunan lebih bersifat ekonomi sentris dan berorientasi pada pertumbuhan. Jumlah perolehan devisa ditentukan oleh jumlah kunjungan, pengeluaran dan lama kunjungan wisatawan mancanegara di Indonesia, maka tolak ukur keberhasilan perkembangan pariwisata sering nilai dengan pencapaian target jumlah kunjungan, pengeluaran dan lama tinggal wisatawan.

Keberhasilan penyelenggaraan pembagunan kebudayaan dan kepariwisataan nasional dapat dicapai berkat keterpaduan dan kesinergian antara kekuatan masyarakat, pemerintah, media massa, pelaku kebudayaan dan kepariwisataan. Dalam kenyataan, pelestarian dan pembangunan-pembangunan kebudayaan Indonesia menjadi terlantar, disebabkan perhatian kurang terhadap arti penting kebudayaan. Kebudayaan sangat penting sebagai alat perjuangan mendapatkan pengakuan kesetaraan dalam pergaulan antar bangsa. Setiap negara akan berusaha tampil dengan kelengkapan budayanya sebagai jati diri yang membedakan negara lain.

Sementara itu, timbul gejala melemahnya jati diri bangsa indonesia, karena dampak globalisasi tidak dapat dibendung dan dihindari dengan perangkat apapun. Selain itu timbul gejala disintegrasi bangsa yang akhir-akhir ini melanda


(7)

berbagai daerah di Indonesia. Persoalan pengembangan kebudayaan nasional saat ini adalah bagaimana membangun karakter bangsa, dan bagaimana setiap warga negara diberi informasi untuk mengenal kebudayaan yang berbeda, agar dapat hidup berdampingan secara damai, sebagaimana yang diamanatkan yang terkandung dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945. Bagi beberapa negara maju seperti Perancis, Jepang, Inggris menempatkan kepariwisataan sebagai leading sector dari perkembangan ekonominya. Demikian juga di beberapa negara Asia, seperti Cina, Malaysia, Thailand, Arab Saudi, Uni Emirat Arab telah mengembangkan pariwisata sebagai salah satu motor pembangunan ekonominya.

Apabila melihat tren pariwisata tahun 2020, perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang, diantaranya 438 juta orang akan berkunjung ke kawasan Asia Pasifik dan 100 juta orang ke Tiongkok. Melihat jumlah wisatawan demikian besar, maka Indonesia dapat menawarkan daya tariknya untuk mendatangkan wisatawan agar merebut pangsa pasar wisata tersebut. Tahun 2002, pengeluaran wisatawan internasional di seluruh dunia mencapai USD 474 miliar, dimana USD 94,7 miliar di antaranya diterima oleh negara di kawasan Asia Pasifik (WTO, 2003).

Dengan perolehan sebesar USD 4,496 miliar pada tahun 2002, penerimaan devisa dari pariwisata Indonesia baru mewakili 0.95% dari pengeluaran wisatawan dunia. Angka tersebut nilai masih kecil, walau dengan pulihnya perekonomian di Indonesia serta keamanan politik nasional, target


(8)

kedatangan wisatawan internasional ke Indonesia diperkirakan akan mencapai peningkatan terus menerus.

Pengembangan pariwisata perlu dikembangkan tidak semata-mata berorientasi pada aspek ekonomis. Pariwisata mempunyai peran sangat besar dalam menjamin kesinambungan kebudayaan bangsa, sehingga timbul kebanggaan jati diri sebagai bangsa di era global. Berkembangnya kegiatan kebudayaan dan kepariwisataan nasional, sebagai salah satu wujud dari pengejawantahan amanat rakyat yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, harus memiliki visi dan misi kedepan yang akan menjadi panduan bagi seluruh pihak, dalam membangun kebudayaan dan kepariwisataan Indonesia yang lebih terarah serta terkoordinasi dalam menghadapi tantangan perubahan global.

Oleh karena itu, pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan nasional perlu terus dilanjutkan serta ditingkatkan, selain mengembangkan juga mendayagunakan sumber potensi kebudayaan dan kepariwisataan nasional menjadi kekuatan budaya dan ekonomi yang dapat diandalkan bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia, guna meningkatkan daya saing global.

Di dalam perkembangan pariwisata saat ini, timbul suatu kesadaran untuk bepergian yang bertujuan untuk berkomunikasi dengan masa lalu, menggali nilai-nilai sosial dan budaya, serta berusaha mencari identitas dan keaslian pada masa lampau. Adanya pola perjalanan wisata yang demikian menyebabkan perkembangan wisata heritage mengalami kemajuan yang sangat pesat. (Sedarmayanti, 2014)


(9)

Wisata heritage merupakan bentuk wisata yang dapat memperkaya penghargaan terhadap peninggalan masa lalu yang sangat erat berhubungan dengan nilai-nilai sosial dan budaya dalam masyarakat dan merupakan bentuk wisata minat khusus yang hingga saat ini perkembangannya di Indonesia masih kurang mendapat perhatian, padahal banyak wilayah di Indonesia mempunyai peninggalan sisa kebudayaan masa lampau monumen bersejarah, tempat peribadatan dan bangunan kuno yang tidak ternilai harganya, sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan. Dengan adanya pengembangan wisata heritage selain dapat mendatangkan manfaat ekonomi diharapkan juga dapat meningkatkan kesadaran dan upaya untuk mendorong dalam merawat bangunan kuno dan monumen bersejarah secara berkelanjutan, serta meningkatkan jumlah kunjungan.

Sampai saat ini sektor pariwisata masih mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Untuk itu pemerintah berusaha mengembangkan potensi wisata yang ada secara optimal yang disesuaikan dengan ciri khas yang dimiliki oleh masing - masing daerah dan Jawa Timur merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang mempunyai banyak potensi wisata yang masih memerlukan perencanaan yang baik dalam mengembangkan daerahnya. Surabaya merupakan kota metropolis kedua setelah Jakarta, telah menjadi pusat perdagangan dan industri. Sebagai kota BUDIPAMARINDA (Budaya, Pendidikan, Pariwisata, Maritim, Industri, dan Perdagangan), Surabaya mengalami kemajuan yang sangat pesat di segala bidang, akan tetapi juga harus mampu untuk melestarikan keberadaan peninggalan sejarah perjuangan 10 November 1945, menciptakan wajah kota Surabaya sebagai kota


(10)

pahlawan, dan mewujudkan sosialisasi, jiwa, semangat dan Nilai - Nilai Kejuangan Bangsa Indonesia (NKBI) untuk menegakkan kesatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam bentuk city tour yang meliputi wisata pendidikan dan sejarah (Surabaya sebagai kota Pahlawan dan 10 November sebagai Hari Pahlawan).

Bangunan kuno dan monumen bersejarah tersebut berjumlah 149 buah yang tersebar di berbagai kawasan kota, dimana bangunan ini memiliki nilai estetis yang sangat tinggi dan berarsitektur Indie-kolonial. Kota Surabaya dalam perkembangannya mengalami perubahan yang sangat pesat. Salah satu dampak negatif dari perubahan tersebut antara lain banyaknya bangunan kuno dan monumen bersejarah yang terlantar dan dirobohkan serta dialih fungsikan sehingga tindakan tersebut dikhawatirkan dapat melenyapkan jati diri dan ciri khas kota Surabaya, salah satu alternatif untuk mempertahankan bangunan kuno dan monumen bersejarah dapat ditempuh dengan cara menjadikannya sebagai destinasi wisata sehingga akan dapat diperoleh keuntungan ganda yaitu bangunan kuno dan monumen bersejarah tetap lestari dan mendapatkan keuntungan ekonomi.

Salah satu usaha menanggulangi permasalahan tersebut diperlukan perencanaan dan strategi yang tepat dalam mengembangkan wisata heritage di Kota Surabaya, karena keberadaan dan kelestarian budaya memiliki nilai yang sangat penting bagi upaya pemahaman terhadap perkembangan sejarah dan budaya sebuah bangsa sehingga dapat mempertahankan identitas kota secara berkelanjutan dengan berbasis keterlibatan masyarakat lokal, oleh karena itu perlu


(11)

adanya upaya agar tidak mengorbankan bangunan peninggalan sejarah tersebut yang tujuannya hanya untuk mendapatkan manfaat ekonomi, sehingga perlu dilakukan penelitian.

Menurut Rachmawan (2013), Monkasel di Surabaya adalah satu-satunya monumen kapal selam terbesar di Asia yang benar-benar menggunakan eks dari kapal selam yaitu kapal selam KRI Pasopati 410. Daya tarik dari Monkasel adalah monumen kapal selam ini sendiri kemudian memberikan kontribusi yang berarti banyak bagi masyarakat Surabaya, dengan adanya pendirian monumen kapal selam ini menjadi sarana warisan nilai pendidikan sejarah yang merupakan cermin kebesaran bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari sehingga memotivasi masyarakat lebih mengenal dan mencintai sejarah kelautan.

Mendengar tentang kapal selam, tentu benak kita terbayang pada kapal selam yang ada di kedalaman laut, namun untuk kapal selam yang satu ini cukup menarik dan berbeda karena berada di daratan. Memandang dari kejauhan, kapal selam itu bagaikan terdampar di daratan Surabaya pada setiap harinya, kapal selam yang berwarna hijau dan hitam itu didatangi banyak pengunjung yang ingin tahu tentang kapal selam dan melihat bagaimana bentuk dan apa saja isinya yang ada di kapal selam, itulah pesona yang bisa dinikmati di Monkasel yang berada di jalan dekat dengan Surabaya Plaza.

Ironisnya dalam perkembangannya Monkasel menjadi kurang diakui keberadaanya, khususnya pada saat ini. Semenjak maraknya pembangunan mall, sehingga budaya masyarakat mulai berubah menjadi lebih konsumerisme dikalangan remaja sendiri kemudian muncul fenomena baru yang dikenal dengan


(12)

generasi mall, dimana mereka menghabiskan waktunya untuk sekedar ber-window shopping dan berfantasi tentang kehidupan serba enak dan nyaman, akibatnya kebanyakan dari mereka memiliki pola pikir instan, mencari jalan pintas dan mencari kemudahan-kemudahan tanpa memperhatikan apa yang ada di balik keberhasilan pembangunan yang ada sekarang. Nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa mulai diabaikan hingga akhirnya nasionalisme terhadap sejarah perjuangan mulai berkurang hal ini dapat dilihat dari tingginya minat masyarakat untuk berkunjung di mall atau pusat perbelanjaan dibanding berkunjung ke museum atau monumen yang lebih edukatif dan mempunyai nilai sejarah.

Harianja selaku manager Monkasel mengatakan sebenarnya tanggapan masyarakat terhadap Monkasel sangat bagus tetapi karena minimnya perawatan, segi fasilitas kebersihan dan suasana yang perlu dibenahin serta tidak bisa menampilkan suasana yang dapat membawa masyarakat yang berkunjung, kesan terhanyut dalam nuansa under water. Seharusnya bisa membawa masyarakat merasa layaknya seorang awak kapal dari kapal selam tersebut, hal ini membuat nilai jual Monkasel kurang maksimal dan jumlah pengunjung juga mulai mengalami penurunan, dalam kondisi normal, jumlah pengunjung Monkasel rata-rata 200 sampai 300 orang perhari jumlah itu meningkat dua kali lipat di akhir pekan dihari sabtu dan minggu. Khusus di masa Ramadhan jumlah pengunjung masih sama meski di bulan puasa, hanya saja ritmenya yang berubah, siang hari pengunjung sepi, tapi mulai jam 3 sore sudah mulai ramai pengunjung sampai malam.


(13)

Mayoritas pengunjung Monkasel lebih banyak dari luar surabaya. Sebagian mereka bahkan dari Bandung, Jakarta, kalau pengunjung lokal atau dari Surabaya sendiri sekitar 10% saja. Total sepanjang tahun 2012 tercatat 2.789 wisman yang datang rata-rata 200 wisman tiap bulannya. Di bulan Juni, November, Desember bahkan bisa naik sampai angka 300. Berdasarkan laporan data pengunjung, kebanyakan wisata mancanegara yang datang berasal dari Asia seperti Thailand, Taiwan, Malaysia, Tiongkok dan Korea. Selain itu ada pula wisatawan dari Belanda dan German.

Dilihat dari jumlah kunjungan 2005-2014 terjadi penurunan drastis pada tahun 2011 semenjak dari kejadian kebakaran di Monkasel pada tanggal 4 September 2011, pukul 9.30 WIB, yang mengakibat jumlah kunjungan 25.640 di tahun itu, usaha-usaha telah dilakukan untuk mengembalikan kunjungan seperti tahun-tahun sebelumnya seperti: perbaikan monumen kapal selam, pembangunan arena BMX, kolam renang, panggung hiburan, pembangunan Musholla di dalam kawasan Monkasel, rumah makan, parkiran yang luas dan lainya. Namun pembangunan itu semua tidak mampu meningkatkan kunjungan Monkasel.

Ditinjau dari kacamata produsen nilai jual utama Monkasel adalah kapal selam itu sendiri. Sedangkan apabila dilihat dari kacamata konsumen dibutuhkan nilai jual dan daya tarik lebih di samping monumen itu sendiri agar orang yang datang tidak hanya datang sekali kemudian tidak datang lagi. Penciptaan suasana yang tidak menoton, penataan lingkungan yang bagus, keamanan yang terjamin, kebersihan serta pemberian tema yang spesifik juga merupakan hal yang bisa menarik minat pengunjung. Monkasel memiliki kelebihan yaitu lokasinya yang


(14)

strategis. Berada di tengah-tengah kota jadi kemudahan untuk dicari dan dicapainya sangat mudah serta potensi yang paling bagus adalah letaknya yang berada di pinggir sungai dan dekat dengan jembatan membuat view jadi lebih menarik.

Dari fakta-fakta di atas dapat dijadikan latar belakang yang melandasi pengembangan Monkasel. Faktor packaging secara konsep dan visual memainkan peranan penting sehingga dapat menumbuhkan persepsi yang akan melahirkan image baru Monkasel. Image ini diharapkan dapat mengangkat potensi wisata sejarah dan menjadi icon, sehingga menambah nilai bagi Monkasel. Penelitian ini ingin melakukan kajian terhadap strategi pengembangan wisata Monkasel sebagai daya tarik kota Surabaya, dengan harapan dapat memberikan masukan bagi perkembangan kota Surabaya pada masa mendatang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, ada tiga formulasi permasalahan yaitu: 1. Bagaimanakah profil Monumen Kapal Selam sebagai daya tarik wisata di

kota Surabaya?

2. Bagaimanakah pengelolaan Monumen Kapal Selam sebagai daya tarik wisata di kota Surabaya?

3. Bagaimana strategi pengembangan Monumen Kapal Selam sebagai daya tarik wisata di kota Surabaya?


(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dapat dibagi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui sejauh mana analisis lingkungan internal dan eksternal dapat digunakan dalam menyusun strategi yang tepat dalam pengembangan wisata heritage Monumen Kapal Selam di kota Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian

1. Untuk mengetahui tentang profil Monumen Kapal Selam KRI Pasopati 410 yang menjadi nilai edukatif dan nilai sejarah perjuangan serta memahami pendapat untuk mengembangkan wisata Monumen Kapal Selam di kota Surabaya.

2. Untuk mengkaji pengelolaan Monumen Kapal Selam sebagai daya tarik wisata di kota Surabaya.

3. Untuk menganalisis strategi dalam mengembangkan wisata Monumen Kapal Selam di kota Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan manfaatnya penelitian ini dapat dibagi dua yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis.


(16)

1.4.1 Secara Akademis 1. Bagi mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada piihak-pihak terkait terutama di Program Studi Kajian Pariwisata Universitas Udayana.

2. Bagi lembaga

Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu, bahan pengajaran, dan dijadikan referensi yang relevan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan wisata heritage

1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Pemerintah

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran, masukan kepada pemerintah daerah kota Surabaya dalam menentukan kebijakan lebih lanjut penetapan strategi mengembangkan Monkasel secara berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat setempat.

2. Bagi Industri Pariwisata

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu industri pariwisata dalam memberikan informasi dan gambaran tentang peluang dalam mengembangkan wisata di kota Surabaya, sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat membantu pemerintah daerah dalam mendukung program tersebut secara berkesinambungan.


(17)

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian warisan budaya serta dapat mengembangkan dan meningkatkan penghasilan ekonomi masyarakat.


(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, DESKRIPSI KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan kajian terhadap penelitian mutakhir sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Dalam sub uraian dari 4 tesis dan 1 artikel jurnal, yang dianggap relevan, terutama yang berhubungan dengan kajian strategi pengembangan wisata heritage. Hasil-hasil penelitian tersebut selanjutnya dijadikan rujukan serta dipakai sebagai sumber kajian untuk menemukan konsep-konsep yang terkait dengan penelitian ini. Berikut adalah uraian kajian penelitian-penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini:

Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Muryadi pada tahun 2000 tentang pemanfaatan dan pelestarian bangunan kuno bernilai sejarah di Surabaya. Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kawasan yang dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata sejarah adalah kawasan Jembatan Merah, kawasan Tugu Pahlawan, kawasan Tunjungan dan Jalan Pemuda. Bangunan kuno yang banyak terdapat dikawasan tersebut berasal dari peninggalan zaman kolonial Hindia Belanda yang mempunyai keunikan dan gaya seni arsitektur yang langka.

Persamaan penelitian ini terletak pada topiknya mengenai pengembangan wisata heritage di Surabaya, perbedaannya terletak pada kurun waktu penelitiannya yaitu tahun 2000 yang mana situasi dan kondisi saat ini telah


(19)

mengalami perubahan. Selain itu destinasi yang diteliti lebih fokus ke Monkasel di Surabaya dan penelitian ini lebih menekankan pada penetapan strategi pengembangan wisata Monkasel.

Rahajoe pada tahun 2007 dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Pengembangan Wisata Heritage sebagai Daya Tarik Wisata Kota Surabaya”. Penelitian ini menganalisis faktor internal dan eksternal untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. menetapkan suatu strategi pengembangan berkelanjutan atau bertahap yang spesifik harus sesuai dengan situasi dan kondisi destinasinya .

Penelitian ini menggunakan analisis SWOT serta faktor internalnya meliputi: lokasi, pelayanan, harga, fasilitas perusahaan, SDM, saluran distribusi, promosi, keuangan, potensi wisata, kegiatan wisata dan faktor eksternalnya meliputi: pemerintah, pengunjung, pemasok, ekonomi, sosial, pesaing, kesenian, mitra kerja dan teknologi.

Persamaan penelitian ini terletak pada segi topiknya yaitu pengembangan wisata heritage menggunakan analisis SWOT dengan mengindentifikasi faktor internal dan eksternalnya, sedangkan perbedaannya pada segi destinasi penelitian, Rahajoe di masjid sunan Ampel dan tugu pahlawan sedangkan penelitian ini di Monkasel (historical), dan daya tarik wisatanya.

Rahyuda tahun 2012 dalam penelitiannya yang berjudul “Wisata puri sebagai daya tarik dan tujuan wisata Bali, tentang pemanfaatan dan pelestarian bangunan kuno bernilai sejarah yang juga merupakan kegiatan wisata pariwisata budaya di desa Ubud, Bali”. Kegiatan dapat di definisikan sebagai kegiatan yang


(20)

mengeksplorasi puri. Ada dua jenis kegiatan wisata kunjungan yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami aspek Intangible dan Tangible, Penelitian ini adalah untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi minat wisatawan untuk mengunjungi istana sebagai tujuan berwisata kultural

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang didukung dengan metode kuantitatif, untuk membentuk argumentasi yang diperoleh dari minat para wisatawan yang mengunjungi puri / istana dan didukung oleh persepsi masyarakat yang hidup di sekitar puri, pembahasan tesis ini menggunakan teknik deskriptif interpretatif dalam menganalisa data tersebut.

Persamaan penelitian ini terletak pada segi topiknya yaitu pengembangan wisata heritage menggunakan analisis SWOT dengan mengindentifikasi faktor internal dan eksternalnya, sedangkan perbedaannya pada segi destinasi penelitian dan kurun waktu penelitiannya.

Wiarti (2012), penelitiannya berjudul “Bali sebagai destinasi warisan budaya dengan tema culture event studi kasus kabupaten Badung dan kota Denpasar. Ada tiga pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Pertama, potensi apakah yang dimiliki Bali untuk dikembangkan sebagai Destinasi Wisata Warisan Budaya dengan tema event budaya, khususnya di kabupaten Badung dan budaya tersebut tanpa merusaknya. Ketiga, event budaya manakah yang dapat menjadi icon warisan budaya.

Penelitian ini adalah sebuah penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis hasil yang diperoleh khususnya menjabarkan dan menjelaskan data yang secara langsung diperoleh dalam penelitian. Persamaan penelitian ini


(21)

terletak pada segi topiknya yaitu pengembangan wisata heritage menggunakan analisis SWOT dengan mengindentifikasi faktor internal dan eksternalnya, sedangkan perbedaannya pada segi destinasi penelitian.

Rachmawan (2012), jurnal desain berjudul “ Perancangan Branding Fisik Monkasel”. branding fisik dengan merefleksikan nuansa under water dengan melakukan pembaruan pada bangunan penunjang monkasel dan lingkungannya agar suasana Monkasel menjadi lebih hidup dan terkonsep. Pengunjung yang datang tertarik dan dapat larut dalam nuansa dalam air. Tema perancangan ini nantinya akan mengarah pada perancangan ekterior mulai dari bentuk bangunan penunjang Monkasel, environment, setting area.

Dalam perancangan ini, Metode penelitian yang dikakukan adalah dengan melakukan observasi, penyebaran kuesioner, serta wawancara mendalam. Observasi ini bertujuan untuk mengamati secara langsung terhadap kondisi lingkungan Monkasel.

2.2 Konsep

Konsep dalam penelitian ini adalah definisi singkat dari kelompok atau fenomena. Konsep dalam penelitian ini adalah pengertian dasar yang terkait dengan topik penelitian secara langsung.

2.2.1 Strategi

Menurut Kotler (1988), perencanaan strategi merupakan suatu proses managerial untuk menyusun dan menangani keserasian strategis antara tujuan dan kemampuan dengan kesempatan pemasaran yang berubah-ubah. Manajemen


(22)

strategi sebagai suatu unit keputusan dan tindakan yang menghasilkan penyusunan dan penerapan rencana untuk mencapai sasaran.

Rangkuti (1994), mengatakan bahwa pemahaman yang baik mengenai konsep strategi dan konsep lain yang berkaitan sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun, konsep-konsep tersebut meliputi:

a) Distincive Competence

Yaitu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat melakukan kegiatan yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya atau mempunyai sesuatu yang tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain. Distinctive Competence merupakan kemampuan spesifik suatu perusahaan atau organisasi yang meliputi keahlian tenaga kerja dan kemampuan sumber daya.

b) Compatitive Advantage

Yaitu kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya, hal tersebut merupakan pilihan strategi yang dilakukan perusahaan untuk menguasai pasar. Produk dan jasa yang dihasilkan akan bersaing di berbagai tingkatan bisnis dan pasar dengan menekankan pada strategic business units yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

1) Memiliki misi dan strategi.

2) Menghasilkan produk dan jasa yang berkaitan dengan misi dan strategi. 3) Menghasilkan produk dan jasa spesifik.


(23)

Strategi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengembangkan wisata heritage di Kota Surabaya dengan menganalisis faktor internal dan eksternal yang dimiliki kota Surabaya kemudian disesuaikan peluang pasar dan tujuan pengembanganya diarahkan untuk mempertahankan pelestarian cagar budaya yang dimiliki Kota Surabaya dengan melibatkan masyarakat setempat untuk meningkatkan perekonomiannya.

2.2.2 Pengembangan Pariwisata

Menurut Yoeti (1988), pengembangan pariwisata merupakan usaha yang dilakukan dalam mengatur destinasi wisata dengan menitik beratkan pada potensi yang dimiliki di daerah tujuan wisata. Pengembangan pariwisata bertujuan untuk mengembangkan produk dan pelayanan yang berkualitas, seimbang dan bertahap. Di dalam mengembangkan daerah tujuan wisata, akan timbul dampak positif dan negatif. Untuk itu perlu adanya perencanaan yang tepat di dalam mengembangkan kepariwisataan di suatu daerah.

Menurut Wijaya (1983), pengembangan pariwisata secara garis besar dapat dilakukan dalam dua pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan Tertutup

Adalah pengembangan pariwisata yang difokuskan pada kegiatan ekonomi, dimana pariwisata hanya dilihat dari satu sisi saja yaitu kegiatan ekonomi. 2. Pendekatan Terbuka

Adalah pengembangan pariwisata yang difokuskan pada pemberdayaan masyarakat setempat secara keseluruhan dan saling mendapatkan keuntungan dari kegiatan pariwisata tersebut.


(24)

Dari kedua model pengembangan tersebut dapat mengakibatkan dampak positif dan negatif, maka untuk itu diperlukan kontrol dan koordinasi terpadu dari setiap unsur yang terlibat agar dapat mengurangi dampak negatif dan mengoptimalisasi dampak positif. Pengembangan wisata heritage dengan perencanaan yang tepat akan memberikan manfaat yang maksimal bagi kehidupan masyarakat.

Pengembangan kawasan wisata baik lokal, regional maupun nasional pada suatu negara erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi daerah atau suatu negara, dengan kata lain pengembangan kepariwisataan pada suatu kawasan wisata selalu akan diperhitungkan dengan keuntungan dan manfaat bagi rakyat banyak. Pengembangan kawasan wisata dimana industri pariwisatanya akan berkembang dengan baik serta memberi dampak positif bagi daerah itu, menciptakan lapangan kerja, bahkan akan terjadi permintaan baru dari hasil-hasil pertanian, kerajinan tangan dan pendidikan dalam melayani wisatawan.

Menurut Poerwadarminta (2005), pengembangan didefinisikan sebagai suatu proses, cara, perbuatan pengembangan sesuatu menjadi lebih baik, maju, sempurna dan berguna. Jadi dalam hal ini pengembangan pariwisata diartikan sebagai suatu cara untuk mengembangkan destinasi, kawasan wisata dan daya tarik wisata menjadi lebih baik dan memberikan dampak positif bagi masyarakat, pemerintah, industri pariwisata dan wisatawan.

Menurut Grady dalam Suwantoro (2002), kriteria pengembangan pariwisata harus selalu melibatkan masyarakat lokal dan mampu memberikan suatu keuntungan bagi masyarakat setempat, tidak merusak nilai-nilai sosial


(25)

budaya masyarakat, serta jumlah kunjungan menuju daya tarik wisata tersebut tidak melebihi dari kapasitas sosial agar dampak negatif yang ditimbulkan dapat diminimalisir. Kriteria tersebut menekankan pada pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat (community based tourism) dan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism development). Prinsip-prinsip pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yaitu:

1. Harus dibantu oleh proses perencanaan dan partisipasi masyarakat.

2. Harus ada kepastian, keseimbangan, adanya sasaran ekonomi, sosial budaya dan masyarakat.

3. Hubungan antara pariwisata, lingkungan dan budaya harus dikelola sedemikian rupa sehingga lingkungan lestari untuk jangka panjang.

4. Aktivitas pariwisata tidak boleh merusak dan menghasilkan dampak yang tidak dapat diterima oleh masyarakat.

5. Pengembangan pariwisata tidak boleh tumbuh terlalu cepat dan berskala kecil atau sedang.

6. Pada lokasi harus ada keharmonisan antara hubungan wisatawan, tempat dan masyarakat setempat.

7. Keberhasilan dalam setiap aktivitas tergantung pada keharmonisan antara pemerintah, masyarakat dan industri pariwisata.

8. Pendidikan yang mengarah pada social cultural pada setiap tingkatan masyarakat yang berkaitan dengan aktivitas pariwisata, termasuk juga perilaku wisatawan harus serius diorganisasikan.


(26)

9. Peraturan perundang-undangan yang secara pasti melindungi budaya harus dikeluarkan dan dilaksanakan sekaligus merevitalisasi.

10.Investor dan wisatawan harus dididik untuk menghormati kebiasaan, norma - norma dan nilai setempat, sedangkan hal-hal yang menimbulkan dampak negatif dihindarkan dan dampak positif dimanfaatkan.

Permasalahan dan hal pokok yang diperlukan untuk pengembangan kepariwisataan. Budiastawa (2009), adalah :

1. Pengembangan dari sisi penawaran yang terdiri atas :

a) Pengembangan destinasi, yaitu pengembangan berbagai tempat tujuan wisata di berbagai daerah yang satu sama lain saling melengkapi dan tidak bersaing secara internal.

b) Pengembangan industri pariwisata, dimaksudkan untuk mengoptimalkan kaitan-kaitan ekonomi kedepan dan kebelakang uang memiliki keuntungan kompetitif serta kredibilitas yang tinggi.

2. Pengembangan pasar yang termasuk pengembangan citra destinasi, penetrasi dan diversifikasi pasar untuk meningkan keterikatan pasar tradisional menjadi wisatawan repeater dan memperluas jangkauan pasar dalam bentuk segmen-segmen pasar baru.

3. Pengembangan industri kepariwisataan yang menyangkut organisasi, sumber daya insan serta regulasi yang akan menangani pengelolaan kepariwisataan.

Berdasarkan konsep yang dikemukan diatas, maka dapat ditemukan benang merah dalam memberikan konsep secara operasional tentang pengembangan pariwisata.


(27)

2.2.3 Profil Destinasi dan Daya Tarik Wisata

Menurut Siagian (2003) profil perusahaan adalah penentuan kompetensi dan kelemhan perusahaan yang sifatnya stratejik atau menentukan. Penentuan profil suatu perusahaan dilakukan dengan mengindetifikasi dan kemudian menilai faktor-faktor internal yang bersifat stratejik tersebut

Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan profil destinasi dan daya tarik wisata merupakan segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi daerah tujuan wisata. Profil destinasi dan daya tarik wisata terdiri dari: 1) destinasi dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna. 2) destinasi dan daya tarik wisata hasil karya manusia. Daya tarik wisata menurut Yoeti (2008), adalah segala sesuatu yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata, seperti:

a) Nature attraction: landscape, seascape, beaches, climate, and other geographical features of the destinations.

b) Cultural attractions: history and folklore, religion, art and special event, festivals.

c) Social attractions: the way of life, the recident populations, language, opportunities for social encounters.

d) Build attraction: building, historic and modern architecture, monument, park, garden, marinas, etc.

Menurut Chafid Fendeli dkk. Dalam Wirawan (2009), menjelaskan tentang sifat dan karakter pariwisata :


(28)

1. In situ; daya tarik wisata hanya dapat dinikmati secara utuh dan sempurna. Pemindahan objek ex situ akan menyebabkan terjadinya perubahan objek dan attraksinya. Umumnya wisatawan kurang puas apabila tidak mendapatkan sesuatu secara utuh dan apa adanya.

2. Perishable; suatu gejala atau proses hanya terjadi pada waktu tertentu. Gejala atau proses ini berulang dalam kurun waktu tertentu. Kadang siklusnya beberapa tahun, bahkan ada yang puluhan tahun objek dan daya tarik wisata yang demikian membutuhkan pengkajian secara mendalam untuk dipasarkan. 3. Non Recoverable; destinasi wisata mempunyai sifat dan perilaku pemulihan

yang tidak sama. Pemulihan tergantung dari faktor dalam (genotype) dan faktor luar (phenotype). Pada umumnya pemulihan terjadi dalam waktu yang panjang. Bahkan ada objek dan daya tarik wisata yang tidak bisa dipulihkan 4. Non substitutable: destinasi atau daya tarik wisata bisa digantikan dengan

destiansi yang lain, karena masing-masing memiliki keunikan dan daya tarik yang berbeda.

Lebih lanjut Cooper dkk (1995), menyatakan ada 4 komponen yang harus dimiliki oleh sebuah daya tarik wisata :

1. Attraksi (attractions), seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan, dan seni-seni pertunjukan.

2. Aksesibilitas (accessibilities), seperti terpenuhinya komponen transportasi untuk menuju objek wisata.

3. Amenitas (amenities), seperti tersedianya unsur penunjang pariwisata yaitu akomodasi, restoran dan lain-lain.


(29)

4. Ancillary service : organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan untuk pelayan wisatawan.

2.2.4 Pengelolaan

Pengelolaan adalah proses pelaksanaan pencapaian tujuan tertentu yang diselengarakan dengan pengendalian. Mengelola pariwisata berbasis masyarakat adalah industri kepariwisataan yang pelaku utamanya adalah masyarakat itu sendiri dengan bermodalkan pada kesederhanaan dan keunikan kehidupan keseharian dan adat budaya, dimana masyarakat akan mendapat additional value dalam kehidupan ekonominya maupun sosial (soewarmo dalam Tular 2005).

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, seorang manajer membutuhkan sarana manajemen yang disebut dengan unsur manajemen. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Terry, George R (2003) tentang unsur manajemen tersebut, terdiri dari man, material, machine, method, money, markets, setiap unsur-unsur tersebut memiliki penjelasan dan peranan dalam manajemen. Untuk mengetahui itu semua dengan melihat penjelasan unsur-unsur manajemen seperti dibawah ini.

1. Man

Sarana penting atau sarana utama setiap manajer untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh individu-individu tersendiri atau manusianya. Berbagai kegiatan-kegiatan yang dapat diperbuat dalam mencapai tujuan seperti yang dapat ditinjau dari sudut pandang seperti sudut pandang proses, perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengarahan, pengendalian atau dapat pula ditinjau


(30)

dari sudut bidang, seperti penjualan, produksi, keuangan dan personalia. Bidang-bidang tersebut memerlukan sumber daya manusia.

2. Material

Dalam proses pelaksanaan kegiatan, manusia menggunakan material atau bahan-bahan. Oleh karena itu, material dianggap pula sebagai alat atau sarana manajemen untuk mencapai tujuan.

3. Machine

Dalam kemajuan teknologi, manusia bukan lagi sebagai pembantu mesin seperti pada masa lalu sebelum revolusi industri terjadi. Bahkan, sebaliknya mesin telah berubah kedudukannya menjadi pembantu manusia.

4. Method

Untuk melakukan kegiatan secara guna dan berhasil guna, manusia dihadapkan kepada berbagai alternatif metode cara yang dilakukannya dapat menjadi sarana atau alat manajemen untuk mencapai tujuan.

5. Money

Uang sebagai sarana manajemen harus digunakan sedemikian rupa agar tujuan yang diinginkan tercapai. Kegiatan atau kelancaran proses manajemen dipengaruhi oleh pengelolaan keuangan.

6. Markets

Bagi badan yang bergerak dibidang pariwisata maka sarana manajemen sangat penting. Sebagian dari masalah utama dalam pengelolaan wisata adalah minimal mempertahankan pasar yang sudah ada, jika mungkin, mencari pasar baru untuk hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, markets


(31)

merupakan salah satu sarana manajemen bagi pengelola wisata maupun bagi semua badan yang bertujuan untuk mencari keuntungan.

Tolok ukur pariwisata berbasis kerakyatan adalah terciptanya hubungan yang harmonis antara masyarakat lokal, sumber daya alam, budaya, dan wisatawan (Natori, 2001: 11-22), dan kondisi ini dapat dilihat dari:

1. Adanya peningkatan antusiasme pembangunan masyarakat melalui pembentukan suatu wadah organisasi untuk menunjang segala aspirasi masyarakat melalui sistem kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat lokal.

2. Keberlanjutan lingkungan fisik yang ada di masyarakat, dengan melalui konservasi, promosi, menciptakan tujuan hidup yang harmonis antara sumber daya alam, dan sumber daya budaya.

3. Adanya keberlajutan ekonomi melalui pemerataan dan keadilan dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.

4. Membangun sistem yang menguntungkan masyarakat seperti sistem informasi yang dapat digunakan bersama-sama.

5. Menjaga kepuasan wisatawan melalui pelayanan yang baik, pengadaan informasi yang efektif, efisien, tepat guna, serta mengutamakan kenyamanan bagi wisatawan .


(32)

Pitana (2004), memberikan ciri-ciri pengeloaan pariwisata berbasis kerakyatan, yaitu:

1. Small Scale (menggunakan prinsip keruangan yang kecil)

2. Locally Owned & Managed (mengupayakan kepemilikan masyarakat lokal termasuk manajemen).

3. Spatial Distribution (pembangunan pariwisisata diharapkan dapat

menjalankan prinsip partisipasi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan, baik pemerataan antar golongan (vertical distribution) maupun daerah (spatial distribution)

4. Local Culture & Culture Heritage (kebudayaan masyarakat lokal dapat di berdayakan atau dikembangkan juga terjadi revitalisasi budaya) adanya unsur konservasi warisan budaya.

5. Specificity/Locality (lebih bersifat specifik dan kelokalan, memunculkan istilah local genious, kemampuan masyarakat lokal dalam menyediakan jasa/kebutuhan untuk wisatawan misalnya berupa munculnya kreativitas dalam seni ukir, life style, dan sebagainya). Wisatawan memperoleh sesuatu yang berbeda dan sangat dinikmati.

6. Quality Experience (adanya pengalaman yang berkualitas yang dimiliki oleh wisatawan karena produk yang ditawarkan bersifat khusus misalnya menikmati kehidupan masyarakat desa real travel)

7. Authenticity (mencerminkan keaslian yang sangat dicari wisatawan, misalnya seni dan budaya masyarakat termasuk gaya hidupnya).


(33)

8. Special Niche-Market (menjadi pasar yang cerah bagi mass tourism) kecenderungan wisatawan mancanegara yang beralih dari mass tourism ke alternative tourism.

9. Participatory Approach (sudah tentu keterlibatan masyarakat lokal menjadi tujuan pembangunan dalam communty based tourism development, baik dalam perencanaan, maupun implementasinya.

Dengan demikian segala potensi destinasi dalam SDM Masyarakat lokal turut tergali dan berkembang. Dapat disimpulkan bahwa pengelolaan wisata heritage pada penelitian ini adalah dengan upaya pengelolaan potensi Monkasel yaitu oleh manajemen Monkasel dan masyarakat lokal dengan tujuan melestarikan warisan budaya.

2.2.5 Wisata Heritage

Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan motivasi wisatawan serta atraksi yang terdapat di daerah tujuan wisata maka kegiatan pariwisata dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu pariwisata yang bersifat massal dan pariwisata minat khusus. Jika pada pariwisata jenis pertama lebih ditekankan aspek leisure maka pada tipe kedua penekanannya adalah pada aspek pengalaman dan pengetahuan. Pariwisata Pusaka adalah salah satu bentuk pariwisata minat khusus yang menggabungkan berbagai jenis wisata (seperti wisata bahari, wisata alam, wisata trekking, wisata budaya, wisata ziarah dan sebagainya) ke dalam satu


(34)

paket kegiatan yang bergantung pada sumber daya alam dan budaya yang dimiliki oleh suatu daerah. Pariwisata Pusaka atau heritage tourism biasanya disebut juga dengan pariwisata pusaka budaya (cultural and heritage tourism atau cultural heritage tourism) atau lebih spesifik disebut dengan pariwisata pusaka budaya dan alam. Pusaka adalah segala sesuatu (baik yang bersifat materi maupun non materi) yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang ingin kita jaga keberadaan dan keberlangsungannya. Dalam undang-undang negara kita, pusaka yang bersifat material disebut sebagai Benda Cagar Budaya.

2.3 Landasan Teori

Dalam penelitian “Strategi Pengembangan Monumen Kapal Selam Sebagai Daya Tarik Wisata di Kota Surabaya”. Ada beberapa teori yang digunakan untuk menganilisis yang diuraikan sebagai berikut:

2.3.1 Manajemen Pariwisata

Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Manulang, 2012:5) manajemen yang baik dan efektif menghasilkan keberhasilan dalam suatu organisasi. Keberhasilan suatu organisasi tergantung dari manajemennya dan untuk memudahkan pencapaian tujuan, baik tujuan organisasi maupun tujuan pribadi diperlukan fungsi dan proses manajemen yang dibagi menjadi beberapa fungsi manajemen.

Menurut Flippo (2002:5), fungsi manajemen terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, dan evaluasi. Tahap perencanaan


(35)

berkaitan dengan penentuan mengenai program tenaga kerja, program kegiatan akan dilaksanakan dan yang akan mendukung pencapaian tujuan dan penunjang manajemen. Tahap Pengorganisasian yaitu organisasi yang dibentuk dengan merancang struktur hubungan yang mengaitkan antara pekerjaan, karyawan, dan faktor-faktor fisik sehingga dapat terjalin kerjasama satu dengan yang lainnya. Tahap Pengawasan adalah pengarahan yang terdiri dari fungsi staffing dan

leading. Fungsi staffing yaitu menempatkan orang-orang dalam struktur

organisasi, sedangkan fungsi leading dilakukan pengarahan SDM supaya karyawan bekerja sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh manajemen Monkasel.

Pitana (2009:80) menekankan bahwa koordinasi merupakan fungsi utama dan terpenting yang harus dipisahkan dan memerlukan pembahasan tersendiri. Fungsi koordinasi merujuk kepada fungsi seseorang manajer untuk menerjemahkan sebuah informasi, seperti perencanaan dan pengawasan, dan mengaplikasikan informasi tersebut secara sistematis ke dalam semua fungsi manajerial yang diterjemahkan secara nyata dalam kegiatan directing, planning, and controlling.

Hasibuan (2006:18-19) mengemukakan bahwa tujuan manajemen dilihat dari berbagai sudut pandang yaitu menurut tipenya:

a. Profit objectives bertujuan untuk mendapatkan laba bagi pemiliknya

b. Service objectives bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi konsumen dengan mempertinggi nilai barang dan jasa yang ditawarkan kepada konsumen.


(36)

c. Social objectives bertujuan meningkatkan nilai guna yang diciptakan oleh perusahaan kesejahteraan masyarakat.

d. Personal objectives bertujuan agar para karyawan secara individual,

economic, and social psychological mendapat kepuasan dibidang

pekerjaannya dalam perusahaan.

Yoeti, Oka (2008), manajemen adalah merujuk kepada seperangkat peranan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atau bisa juga merujuk kepada fungsi-fungsi yang melekat pada peranan tersebut. Fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah sebagai berikut

1. Planning (perencanaan). 2. Directing (mengarahkan).

3. Organizing (termasuk coordinating). 4. Controlling (pengawasan).

menekankan bahwa koordinasi merupakan fungsi utama dan terpenting yang harus dipisahkan dan memerlukan pembahasan tersendiri. Fungsi koordinasi merujuk kepada fungsi seseorang manajer untuk menterjemahkan sebuah informasi, seperti perencanaan dan pengawasan, serta mengaplikasikan informasi tersebut secara sistematis kedalam semua fungsi manajerial yang diterjemahkan secara nyata dalam kegiatan directing, planning, and controlling.

Manajemen yang baik dan efektif memerlukan penguasaan atas orang- orang yang akan dikelola. Di tingkat individual, orang akan mudah mengatur hidupnya begitu bisa mandiri. Di tingkat sosial, subjek manajemen adalah organisasi dan kumpulan organisasi yang merupakan :


(37)

“... grouping of people working in a prescribed or structured fashion toward predetermined ends ... management involves the conscious integration of organizational activity to achive chosen ends”.

Seorang manajer dapat mengelola input, proses dan output dari sistem organisasinya namun tidak dapat mengelola dan mengontrol faktor-faktor yang berada di luar organisasi meski faktor-faktor tersebut ikut menentukan bagaimana organisasi tersebut berjalan. Jadi cakupan dan limit dari manajemen tergantung pada sistem organisasi dimana kekuasaan manajerial diaplikasikan.

Pengelolaan pariwisata harus mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan yang menekankan nilai-nilai kelestarian lingkungan alam, komunitas dan nilai sosial yang memungkinkan wisatawan menikmati kegiatan wisatanya serta bermanfaat bagi kesejahteraan komunitas lokal. Pengelolaan pariwisata harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1. Pembangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada kearifan local dan special local sense yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya dan keunikan lingkungan.

2. Preservasi, proteksi, dan peningkatan kualitas sumber daya yang menjadi Basis pengembangan kawasan pariwisata.

3. Pengembangan atraksi wisata tambahan yang mengakar pada khasanah budaya lokal.

4. Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan lingkungan lokal.


(38)

5. Memberikan dukungan dan legitimasi pada pembangunan dan pengembangan pariwisata jika terbukti memberikan manfaat postif, tetapi sebaliknya mengendalikan atau menghentikan aktivitas pariwisata tersebut jika melampaui ambang batas (carrying capacity) lingkungan alam atau akseptabilitas sosial walaupun di sisi lain mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa manajemen dapat dilakukan dengan baik apabila dalam hal ini adalah Monkasel dapat menggerakkan, mengkordinir, mengarahkan dan mengatur sesuai proses pemanfaatan sumber daya organisasi dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan perencanaan bersama kelompok masyarakat sehingga terjalin kerjasama antara pengelola dengan masyarakat setempat dengan tujuan melestarikan peninggalan budaya dan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat.

Teori manajemen dalam penelitian ini dipergunakan untuk menganalisis strategi pengembangan wisata heritage dalam pengelolaan Monkasel sebagai rumusan masalah 2.

2.3.2 Strategi Perencanaan Pariwisata

Menurut Marpaung (200:52) strategi merupakan suatu proses penentuan nilai pilihan dan pembuatan keputusan dalam pemanfaatan sumber daya yang menimbulkan suatu komitmen bagi organisasi yang bersangkutan kepada tindakan-tindakan yang mengarah pada masa depan.strategi juga dapat pula diartikan sebagai rencana umum yang integratif yang dirancang untuk


(39)

memberdayakan organisasi pariwisata untuk mencapi tujuan melalui pemanfaatan sumber daya dengan tepat walaupun menemukan banyak rintangan dari pihak pesaing (Puspa, 2006:18)

Perencanaan merupakan pengorganisasian masa depan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Paturusi (2005), syarat-syarat suatu perencanaan meliputi:

a) Logis, yaitu bisa di mengerti dan sesuai dengan kenyataan yang berlaku. b) Luwes, yaitu dapat mengikuti perkembangan.

c) Obyektif, yaitu didasarkan pada tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang sistematis dan ilmiah, dan orientasi perencanaan tersebut ada dua bentuk yaitu:

1) Perencanaan berdasarkan pada kecenderungan yang ada (trend oriented planning) yaitu suatu perencanaan untuk mencapai tujuan dan sasaran di masa yang akan datang dilandasi oleh pertimbangan dan tata laku yang ada dan berkembang saat ini.

2) Perencanaan berdasarkan pertimbangan target (target oriented planning) yaitu suatu perencanaan yang mana tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dimasa yang akan datang merupakan faktor penentu.

Pada negara-negara berkembang seperti Indonesia pendekatan perencanaan yang sesuai menggunakan pendekatan kombinasi antara kedua orientasi tersebut. Berbagai kisi-kisi pemahaman mengenai destinasi pariwisata seperti halnya diadaptasikan dari banyak batasan pengertian yang telah diberikan oleh pakarnya, seperti: Cooper, Fletcher, Gilbert, Shepherd and Wanhill (1998),


(40)

pada intinya mengandung tujuan yang sama bahwa kerangka pengembangan Destinasi Pariwisata paling tidak harus mencakup komponen-komponen utama sebagai berikut :

a. Destinasi dan Daya Tarik (Atraction), yang mencakup: daya tarik yang berbasis utama pada kekayaan alam, budaya, maupun buatan / artificial, seperti event atau yang sering disebut sebagai minat khusus (special interest). b. Aksesibilitas (Accessibility), yang mencakup dukungan sistem transportasi yang meliputi: rute atau jalur transportasi, fasilitas terminal, bandara, pelabuhan dan modal transportasi yang lain.

c. Amenitas (Amenities), yang mencakup fasilitas penunjang dan pendukung wisata yang meliputi: akomodasi, rumah makan (food and beverage), retail, toko cinderamata, fasilitas penukaran uang, biro perjalanan, pusat informasi wisata, dan fasilitas kenyamanan lainnya.

d. Fasilitas Pendukung (Ancillary Service), yaitu ketersediaan fasilitas pendukung yang digunakan oleh wisatawan seperti bank, telekomunikasi, pos, rumah sakit dan sebagainya.

e. Kelembagaan (Institutions), yaitu terkait dengan keberadaan dan peran masing-masing unsur dalam mendukung terlaksananya kegiatan pariwisata termasuk masyarakat setempat sebagai tuan rumah.

Dalam rangka mengembangkan sebuah destinasi pariwisata, tourism planner paling tidak harus memperhatikan dua lingkup pengembangan yang saling melengkapi, yaitu lingkup pengembangan spasial dan tingkatan pengembangan dari destinasi tersebut. Yang dimaksud dengan memperhatikan


(41)

lingkup pengembangan spasial dalam pengertian ini adalah keharusan seorang perencana pengembangan destinasi untuk memahami dan memperhatikan latar belakang kontektual atau lingkungan makro dari destinasi yang akan dikembangkan tersebut sehingga perhatian pada lingkungan makro tersebut diatas menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan keseluruhan strategi pengembangan sebuah destinasi pada intinya tidak boleh terlepas dari kesesuiaan dengan konfigurasi lingkungan makronya.

Strategi pengembangan keseluruhan komponen destinasi seperti: tema dari daya tarik utama, pengembangan amenitas dan akomodasi, pengembangan masyarakat setempat sebagai tuan rumah harus sesuai dengan konteks lingkungan makronya. pengembangan akomodasi yang bercirikan masyarakat pedesaan serta pengembangan masyarakat yang berbasis nilai budaya pertanian yang tentu saja sangat berbeda dengan berbagai strategi pengembangan destinasi yang berbasis lingkungan makro perindustrian di perkotaan.

Sedangkan yang dimaksud dengan keharusan tourism planner untuk memperhatikan strategi tingkatan pengembangan destinasi dalam pemahaman tadi, adalah suatu perspective perencanaan pengembangan destinasi yang harus berpandangan secara holistic dan menyeluruh, mulai dari tingkatan strategi perencanaan makro dalam dimensi kerangka waktu jangka panjang yang akan memberikan arah, prinsip dan panduan-panduan pengembangan jangka panjang, kemudian kelingkup perencanaan jangka menengah yang menetapkan misi, tujuan dan sasaran pengembangan destinasi serta pemosisian destinasi beserta program- program pengembangan dalam kerangka waktu menengah, sampai dengan


(42)

lingkup perencanaan tingkat operasional yang meliputi: program-program aksi jangka pendek, termasuk business plan dan pengendaliannya yang harus dilakukan oleh organisasi atau lembaga yang diberi kewenangan untuk mengelola destinasi Destinasion Management Organization .

Secara ilustratif, keterkaitan sinergis antar tingkatan perencanaan destinasi wisata tadi dapat digambarkan pada gambar 2.1 sebagai berikut :

Gambar : 2.1

Skema : Tingkatan Perencanaan Destinasi

Macro (long-term) Strategy Key tourism direction, principles, guidelines and roles

Business/Corporate Strategy (medium-term) DMO competitive basis, directives, structure and finance framework

Operational Strategy (short term)

What actions, How, When, Who, How Much, results sought

Destination Policy  SWOT

 Vision & Goals  Growth targets  Differentiation  Principles

 Strategic guidelines  Organization Roles DMO Strategic Plan  Mission

 Objectives  Target Markets  Positioning and Brand  Marketing Plan  Development Plan  Organizational Structure  Financing

DMO Annual Business Plans

 KPA’s

 Actions  Time Frames  Budget Allocations  Outcomes


(43)

2.3.3 SWOT

Menurut Jogiyanto (2005:46), SWOT digunakan untuk menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari sumber-sumber daya yang dimiliki perusahaan dan kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-tantangan yang di hadapi.

Menurut David (Fred R. David, 2008,8), Semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya dalam semua area bisnis. Kekuatan/kelemahan internal, digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dan pernyataan misi yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi.Tujuan dan strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahan.

Berikut ini merupakan penjelasan dari SWOT (David,Fred R.,2005:47) yaitu :

1. Kekuatan (Strenghts)

Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan-keungulan lain yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar.

2. Kelemahan (Weakness)

Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja


(44)

perusahaan. Keterbatasan tersebut dapat berupa fasilitas, sumber daya keuangan, kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat merupakan sumber dari kelemahan perusahaan.

3. Peluang (Opportunities)

Peluang adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan meningkatnya hubungan antara perusahaan dengan pembeli atau pemasok merupakan gambaran peluang bagi perusahaan

4. Ancaman (Threats)

Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan perusahaan. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan. fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan. Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah sebagai kerangka/panduan sistematis


(45)

dalam diskusi untuk membahas kondisi altenatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan.

Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan altenatif strategis.

Tabel 2.1 Alternatif Strategis IFAS

EFAS

Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness)

Peluang (Opportunity) STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan untuk memanfaatkan peluang Ancaman (Threats) STRATEGI ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan dan

menghindari ancaman Sumber: Rangkuti , Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis 2006 Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas :

1. Strategi SO (Strength and Opportunity).

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi ST (Strength and Threats).

Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.


(46)

3. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity).

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT (Weakness and Threats).

Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

2.4 Model Penelitian

Untuk memudahkan memecahkan permasalahan dalam penelitian ini digunakan model penelitian yang menggambarkan keterkaitan antara fenomena yang terjadi pada saat ini yaitu banyak terjadi upaya pengahancuran cagar budaya, adanya peluang dalam mengembangkan wisata heritage dan usaha pengembangan pariwisata daerah dengan konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan dan berbasis kerakyatan.

Dengan menggunakan teori manajemen dan teori SWOT serta beberapa konsep yang terkait dengan permasalahan yang akan dipecahkan, melalui identifikasi faktor-faktor lingkungan internal yang meliputi: lokasi, produk, fasilitas, SDM, Promosi serta faktor-faktor, lingkungan eksternal yang meliputi : pengunjung, teknologi, pesaing, sosial budaya, keamanan, ekonomi, pemerintah, dan swasta. Kemudian dianalisis dengan menggunakan matrik internal-eksternal dan matrik SWOT sehingga dapat ditentukan strategi pengembangan wisata Monkasel di kota Surabaya, yang dapat dijelaskan pada gambar model penelitian:


(1)

lingkup pengembangan spasial dalam pengertian ini adalah keharusan seorang

perencana pengembangan destinasi untuk memahami dan memperhatikan latar

belakang kontektual atau lingkungan makro dari destinasi yang akan

dikembangkan tersebut sehingga perhatian pada lingkungan makro tersebut diatas

menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan keseluruhan strategi pengembangan

sebuah destinasi pada intinya tidak boleh terlepas dari kesesuiaan dengan

konfigurasi lingkungan makronya.

Strategi pengembangan keseluruhan komponen destinasi seperti: tema

dari daya tarik utama, pengembangan amenitas dan akomodasi, pengembangan

masyarakat setempat sebagai tuan rumah harus sesuai dengan konteks lingkungan

makronya. pengembangan akomodasi yang bercirikan masyarakat pedesaan serta

pengembangan masyarakat yang berbasis nilai budaya pertanian yang tentu saja

sangat berbeda dengan berbagai strategi pengembangan destinasi yang berbasis

lingkungan makro perindustrian di perkotaan.

Sedangkan yang dimaksud dengan keharusan tourism planner untuk

memperhatikan strategi tingkatan pengembangan destinasi dalam pemahaman

tadi, adalah suatu perspective perencanaan pengembangan destinasi yang harus

berpandangan secara holistic dan menyeluruh, mulai dari tingkatan strategi

perencanaan makro dalam dimensi kerangka waktu jangka panjang yang akan

memberikan arah, prinsip dan panduan-panduan pengembangan jangka panjang,

kemudian kelingkup perencanaan jangka menengah yang menetapkan misi, tujuan

dan sasaran pengembangan destinasi serta pemosisian destinasi beserta program-


(2)

lingkup perencanaan tingkat operasional yang meliputi: program-program aksi

jangka pendek, termasuk business plan dan pengendaliannya yang harus

dilakukan oleh organisasi atau lembaga yang diberi kewenangan untuk mengelola

destinasi Destinasion Management Organization .

Secara ilustratif, keterkaitan sinergis antar tingkatan perencanaan

destinasi wisata tadi dapat digambarkan pada gambar 2.1 sebagai berikut :

Gambar : 2.1

Skema : Tingkatan Perencanaan Destinasi

Macro (long-term) Strategy Key tourism direction, principles, guidelines and roles

Business/Corporate Strategy (medium-term) DMO competitive basis, directives, structure and finance framework

Operational Strategy (short term)

What actions, How, When, Who, How Much, results sought

Destination Policy  SWOT

 Vision & Goals  Growth targets  Differentiation  Principles

 Strategic guidelines  Organization Roles

DMO Strategic Plan  Mission

 Objectives  Target Markets  Positioning and Brand  Marketing Plan  Development Plan  Organizational Structure  Financing

DMO Annual Business Plans

 KPA’s

 Actions  Time Frames  Budget Allocations  Outcomes


(3)

2.3.3 SWOT

Menurut Jogiyanto (2005:46), SWOT digunakan untuk menilai

kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari sumber-sumber daya yang dimiliki

perusahaan dan kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-tantangan yang

di hadapi.

Menurut David (Fred R. David, 2008,8), Semua organisasi memiliki

kekuatan dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang

sama kuatnya atau lemahnya dalam semua area bisnis. Kekuatan/kelemahan

internal, digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dan pernyataan misi

yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi.Tujuan dan strategi

ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi

kelemahan.

Berikut ini merupakan penjelasan dari SWOT (David,Fred R.,2005:47)

yaitu :

1. Kekuatan (Strenghts)

Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan-keungulan lain

yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang

dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan

adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi

perusahaan di pasar.

2. Kelemahan (Weakness)

Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya,


(4)

perusahaan. Keterbatasan tersebut dapat berupa fasilitas, sumber daya

keuangan, kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat

merupakan sumber dari kelemahan perusahaan.

3. Peluang (Opportunities)

Peluang adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan

perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu

sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan meningkatnya hubungan

antara perusahaan dengan pembeli atau pemasok merupakan gambaran peluang

bagi perusahaan

4. Ancaman (Threats)

Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan

perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau

yang diinginkan perusahaan. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang

baru atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan.

fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari

analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan

kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman). Analisis

SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu

yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi

bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk

memenuhi pemasukan yang diinginkan. Analisis SWOT dapat digunakan dengan

berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi.


(5)

dalam diskusi untuk membahas kondisi altenatif dasar yang mungkin menjadi

pertimbangan perusahaan.

Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapat menggambarkan secara

jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat

menghasilkan empat set kemungkinan altenatif strategis.

Tabel 2.1 Alternatif Strategis IFAS

EFAS

Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness)

Peluang (Opportunity) STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan untuk memanfaatkan peluang Ancaman (Threats) STRATEGI ST

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan dan

menghindari ancaman

Sumber: Rangkuti , Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis 2006

Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas :

1. Strategi SO (Strength and Opportunity).

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan

memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang

sebesar-besarnya.

2. Strategi ST (Strength and Threats).

Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk


(6)

3. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity).

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan

cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT (Weakness and Threats).

Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha

meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

2.4 Model Penelitian

Untuk memudahkan memecahkan permasalahan dalam penelitian ini

digunakan model penelitian yang menggambarkan keterkaitan antara fenomena

yang terjadi pada saat ini yaitu banyak terjadi upaya pengahancuran cagar budaya,

adanya peluang dalam mengembangkan wisata heritage dan usaha pengembangan

pariwisata daerah dengan konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan dan

berbasis kerakyatan.

Dengan menggunakan teori manajemen dan teori SWOT serta beberapa

konsep yang terkait dengan permasalahan yang akan dipecahkan, melalui

identifikasi faktor-faktor lingkungan internal yang meliputi: lokasi, produk,

fasilitas, SDM, Promosi serta faktor-faktor, lingkungan eksternal yang meliputi :

pengunjung, teknologi, pesaing, sosial budaya, keamanan, ekonomi, pemerintah,

dan swasta. Kemudian dianalisis dengan menggunakan matrik internal-eksternal

dan matrik SWOT sehingga dapat ditentukan strategi pengembangan wisata