FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA PERIODE TRIWULAN JANUARI 2007 - 2015 DESEMBER

(1)

DETERMINANTS THE EXCHANGE RATE OF RUPIAH TOWARD AMERICAN DOLLAR QUARTER PERIOD FROM JANUARY 2007 - 2015

DECEMBER

Oleh

Beri Hadi Sukma 20120430186

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

DETERMINANTS THE EXCHANGE RATE OF RUPIAH TOWARD AMERICAN DOLLAR QUARTER PERIOD FROM JANUARY 2007 - 2015

DECEMBER

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

Beri Hadi Sukma 20120430186

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

(5)

(6)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam jenjang perkuliahan Strata I Program Pendidikan Ekonomi Fakultas Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Judul yang penulis ajukan adalah “ Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kurs Rupiah Terhadap Dolar Amerika Periode Triwulan Januari 2007-2015 Desember”.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan, baik aspek kualitas maupun kuantitas dari materi penelitian yang disajikan. Semua ini didasarkan dari keterbatasan yang dimiliki penulis.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan sarta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Nano Prawoto, SE., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk, bimbingan dan kemudahan selama penulis menyelesaikan studi.

2. Bapak Agus Tri Basuki, selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan serta masukan dan saran dalam proses penulisan skripsi.


(7)

x

3. Seluruh Dosen Ilmu Ekonomi atas semua ilmu yang telah diberikan semoga bermanfaat bagi penulis.

4. Bapak dan Ibu tercinta serta kakak dan saudara-saudaraku yang senantiasa memberikan perhatian, dukungan dan semangat kepada penulis hingga terselesaikannya studi ini.

5. Sahabat-sahabatku dan semua pihak yang mendukung kelancaran penulisan skripsi ini.

Semoga segala bantuan yang telah di berikan, sebagai amal soleh dan senantiasa mendapat Ridho ALLAH SWT. Sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi kita semua.


(8)

v

MOTTO

“Allah tidak mewajibkan orang-orang yang bodoh untuk menuntut ilmu kecuali terlebih dahulu mewajibkan orang-orang yang berilmu untuk mengajar”

(Ali Bin Abi Thalib)

“Pilih satu keahlian, habiskan waktu sebagian besar untuknya, dan pastikan tidak ada yang lain yang lebih mumpuni dalam bidang itu dibandingka Anda”


(9)

vi

PERSEMBAHAN

Bismillah..

Alhamdulillah kupanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan kesempatan untuk menyelesaikan tugas akhir dengan segala kekuranganku. Segala syukur ku ucapken kepadaMu karena telah menghadirkan mereka yang selalu memberi semangat dan doa kepada ku.

Kepada Bapak dan Ibu tersayang tugas akhir ini kupersembahkan. Tiada kata yang bisa menggantikan segala sayang, usaha, semangat dan uang yang telah dicurahkan untuk penyelesaian tugas akhir putera sulungnya ini.

Untuk Mbak ku (Melan Heti Puspita) yang selalu memberikan semangat dan menghibur adik mu ini.

Serta kepada teman-teman, M. Eko Aditya dan Satriawan Budi Kusuma teman satu kontrakan yang banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, dan teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungannya. Dan terima kasih juga untuk Mevha Rosalina. Sukses buat kalian semua. Semoga Allah memberikan Rahmat dan hidayah-Nya Kepada kita semua. Amin..


(10)

vii

sekunder yang diperoleh dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Hasil penelitian menunjukkan dalam jangka panjang variabel jumlah uang beredar dan BI rate berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kurs, sedangkan ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kurs. Dalam jangka pendek menunjukkan variabel jumlah uang beredar dan BI rate berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kurs, sedangkan ekspor berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kurs.


(11)

viii

ABSTRACK

This study aims to determine how the variables influence the money suply, export , and BI rate against the rupiah against the US dollar in 2007 Q1 to 2015 Q4 , using error correction model ( ECM ). The research data used are secondary data obtained from Bank Indonesia and the Central Bureau of Statistics. The results showed long-term variable rate the money suply and BI positive and significant impact on the exchange rate , while exports a significant negative effect on the exchange rate. In the short term shows the money suply variables and BI rate positive and significant impact on the exchange rate , while exports a significant negative effect on the exchange rate .


(12)

xi

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

A. Landasan Teori ... 9

1. Kurs (Nilai Tukar) ... 9

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kurs ... 15

B. Penelitian Terdahulu ... 18

C. Kerangka Pemikiran... 21

D. Hipotesis ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23 31 A. Jenis dan Sumber Data ... 23

B. Teknik Pengumpulan Data ... 23

C. Definisi Operasional Variabel ... 23


(13)

xii

4. Uji Error Correction Model ... 30

5. Uji Asumsi Klasik ... 30

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 36

A. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika ... 36

B. Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Indonesia ... 39

C. Perkembangan Ekspor di Indonesia ... 41

D. Perkembangan BI Rate di Indonesia ... 44

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Hasil Penelitian ... 47

1. Uji Akar Unit... 47

2. Uji Derajat Integrasi ... 48

3. Uji Jangka Panjang... ... 49

4. Uji Kointegrasi ... 52

5. Uji Error Correction Model ... 53

6. Uji Asumsi Klasik ... 57

B. Pembahasan ... 61

1. Jangka Panjang ... 61

2. Jangka Pendek ... 66

BAB VI PENUTUP ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA


(14)

xiii

periode 2007-2015... ... 38

Tabel 3 Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Indonesia Dalam Milyar Rupiah Periode 2007-2015... ... 40

Tabel 4 Perkembangan Ekspor di Indonesia Dalam Milyar Rupiah Periode 2007-2015... ... 42

Tabel 5 Perkembangan BI rate di Indonesia Periode 2007-2015... ... 44

Tabel 6 Hasil Augmented Dickey Fullar Pada Tingkat Level ... 48

Tabel 7 Hasil Augmented Dickey Fuller Pada Tingkat First Difference ... 49

Tabel 8 Hasil Uji Engle Granger Cointegration Test ... 50

Tabel 9 Hasil Augmented Dickey Fuller Pada Persamaan Residual ... 53

Tabel 10 Hasil Uji Error Correction Model ... 54

Tabel 11 Hasil Uji Multikolinearitas... 58

Tabel 12 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 59

Tabel 13 Hasil Uji Autokorelasi... 59


(15)

(16)

1

A.Latar Belakang Penelitian

Salah satu indikator yang menunjukan bahwa perekonomian sebuah negara lebih baik dari negara lain adalah melihat nilai tukar atau kurs mata uang negara tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata unag sebuah negara terhadap negara lain menunjukan bahwa negara tersebut memiliki perekonomian yang lebih baik daripada negara lain. negara tersebut biasanya merupakan negara yang mempunyai keunggulan dalam bidang sumber daya alam yang melimpah atau mempunyai teknologi yang canggih khususnya teknologi dalam bidang industri. Sehingga dengan keunggulan yang dimiliki tersebut menumbuhkan ketergantungan pada negara lain yang masih dalam golongan negara berkembang. Dengan adanya ketergantungan tersebut, menjadikan nilai tukar sebuah mata uang lebih tinggi daripada mata uang yang lain, karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran mata uang di antara negara-negara tersebut.

Dalam dunia perdagangan mata uang, terdapat mata uang yang tergolong sebagai mata uang komoditas primer, antara lain US Dollar (USD), Pound Inggris (GBP), Yen Jepang (JPY), Deutsche Mark (DEM), Franc (FRF), Dolar Australia (AUD), dan Swiss Franc (CHF). Mata uang tersebut dianggap sebagai mata uang


(17)

komoditas primer tidak hanya karena mata uang tersebut berasal dari negara-negara dunia pertama, tetapi lebih karena mata uang tersebut di anggap nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya (Hady, 2001)

Sistem nilai tukar mata uang dunia telah mengalami beberapa kali perubahan. Dimulai sejak tahun 1876 ketika perdagangan antar negara semakin meningkat yang pada akhirnya menuntut agar dibentuk standar nilai tukar yang bisa diterima di dunia internasional. Maka lahirlah sebuah sistem nilai tukar dengan menggunakan emas sebagai standar nilai tukar. Tetapi sistem tersebut tidak bertahan lama dan segera hancur pada tahun 1914 bersamaan dengan meletusnya perang dunia. Pada tahun 1945 sistem nilai tukar berubah kembali menjadi sistem kurs tetap yang di tandai dengan ditandatanganinya perjanjian Bretton Woods. Pada akhirnya sistem tersebut juga berganti pada tahun 1973 menjadi sistem mengambang (Hanafi, 2003).

Di Indonesia sendiri, penerapan kebijakan sistem nilai tukar juga mengalami beberapa perubahan. Dimulai pada tahun 1970 dengan menggunakan sistem kurs tetap sesuai dengan UU no. 32 tahun 1964. Selanjutnya pada tahun 1978 sistem kurs Indonesia berubah menjadi sistem mengambang terkendali bersamaan dengan dilakukannya kebijakan devaluasi terhadap rupiah. Terakhir kali, Indonesia mengubah sistem kursnya menjadi sistem mengambang bebas (free floating exchange rate) yang di mulai sejak 14 agustus 1997 (Hanafi, 2003).


(18)

Sejak Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang bebas, pergerakan nilai tukar rupiah mengalami tekanan yang signifikan dari mata uang Negara lain khususnya dari Dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS yang semula stabil mendapat koreksi yang sangat besar dari pasar. Tidak hanya itu, nilai tukar rupiah juga semakin mengalami depresiasi yang lebih dalam ketika krisis keuangan global melanda dunia.

Sumber: Bank Indonesia (BI), 2015

Gambar 1

Kurs Rupiah Terhadap Dollar AS

Dilihat dari grafik diatas bahwa setelah krisis keuangan global pada tahun 2008, kurs rupiah terhadap dollar AS mengalami fluktuasi. Di tahun 2008 kurs rupiah berada di angka Rp. 10.950. Kemudian di tahun 2009, kurs rupiah mengalami apresiasi di angka Rp. 9.440. Kurs rupiah mengalami apresiasi sampai

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015


(19)

tahun 2010 yaitu di angka Rp. 8.991. Akan tetapi di tahun 2011, kurs rupiah kembali melemah yaitu di angka Rp. 9.068. Begitupun di tahun 2012, kurs berada di angka Rp. 9.670. Di tahun 2013, kurs rupiah juga terdepresiasi di angka Rp.12.189, perbedaan yang cukup jauh antara tahun 2012 ke tahun 2013. Di tahun 2014 juga kembali kurs rupiah mengalami depresiasi di angka Rp. 12.440. Dan di tahun 2015 kurs rupiah terus mengalami depresiasi yaitu sampai di angka Rp. 13.795.

Dengan diterapkannya sistem mengambang bebas, pergerakan nilai tukar ditentukan oleh berbagai faktor baik bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Sadono Sukirno (2010) menyatakan bahwa nilai kurs di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perubahan dalam cita rasa masyarakat, perubahan harga barang ekspor dan impor, kenaikan harga umum (inflasi), perubahan suku bunga, jumlah uang beredar dan tingkat pengembalian investasi, dan pertumbuhan ekonomi.

Apabila dilihat dari sudut pandang teori makroekonomi, terdapat beberapa faktor ekonomi yang mempengaruhi nilai tukar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal diakibatkan oleh kondisi perekonomian domestik sedangkan kondisi eksternal diakibatkan oleh perekonomian luar negeri yaitu negara partner dalam perdagangan internasional (Noor, 2011).

Amerika serikat yang menjadi negara partner terbesar Indonesia juga memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Kondisi ekonomi Amerika dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan akan memberikan dampak terhadap perekonomian global. Bank sentral Amerika juga memberi


(20)

dampak pada perekonomian Amerika, begitu juga dengan perekonomian Indonesia. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah atas dolar Amerika, karena nilai tukar merupakan variabel yang paling sensitif terhadap kondisi perekonomian setiap negara. Kebijakan yang paling dominan mempengaruhi besarnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yaitu kebijakan moneter yang terkait dengan variabel makroekonomi dan neraca perdagangan yaitu seperti jumlah uang yang beredar, suku bunga, GDP, inflasi, ekspor, impor, dan variabel makro lainnya.

Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena penelitian ini berdasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang berbeda maka terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk saling melengkapi.

Anggyatika (2009) menyatakan bahwa peredaran reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang. Apabila terdapat kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat membelanjakan kelebihan ini, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar, yang berarti permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun.


(21)

Perkembangan jumlah uang beredar di Indonesia tahun 2008-2014 selalu mengalami kenaikan, pada tahun 2008 jumlah uang beredar naik dari Rp. 1.895.839 milyar menjadi Rp. 2.141.384 milyar di tahun 2009. Jumlah uang beredar setiap tahun mengalami kenaikan di tahun-tahun terakhir. Sampai di tahun 2013, jumlah uang beredar naik dari Rp. 3.730.409 milyar menjadi Rp. 4.173.327 milyar di tahun 2014.

Khalwaty (2000), menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang tinggi dapat menarik jumlah uang yang beredar dimasyarakat. Jika tingkat suku bunga dinaikkan, jumlah uang yang beredar berkurang karena orang lebih senang menabung daripada memutarkan uangnya pada sektor-sektor produktif. Sebaliknya jika tingkat suku bunga terlalu rendah maka jumlah uang yang beredar dimasyarakat akan bertambah karena orang lebih suka memutarkan uang pada sektor-sektor produktif daripada untuk menabung. Dalam hal ini tingkat suku bunga merupakan instrument konvensional untuk mengendalikan inflasi.

Perkembangan suku bunga BI rate di Indonesia tahun 2008-2014 terbilang fluktuatif, pada tahun 2008 BI rate turun dari 9,25 persen menjadi 6,5 persen ditahun 2009, tahun 2011 turun menjadi 6 persen. Tahun 2013 BI rate naik menjadi 7,5 persen dan tahun 2014 menjadi 7,75 persen.

Selain jumlah uang beredar dan suku bunga, besarnya nilai ekspor Indonesia juga berpengaruh terhadap nilai tukar. Menurut Suwita (2010) bila penerimaan dari ekspor barang dan jasa semakin besar akan mengakibatkan semakin besar pula jumlah valuta asing yang dimiliki suatu negara sehingga permintaan uang domestik


(22)

meningkat dan mengakibatkan mata uang domestik terapresiasi, dan sebaliknya apabila jumlah valuta asing yang diterima menurun maka nilai tukar domestik cenderung mengalami depresiasi. Hal itu berarti bahwa shock yang terjadi pada ekspor akan direspon negatif oleh nilai tukar.

Selama tahun 2008 sampai 2014, ekspor Indonesia mengalami fluktuasi. Terjadi penurunan nilai ekspor tahun 2009 sebesar 20.510 juta/US$, penurunan juga terjadi tahun 2012 sampai tahun 2014 rata-rata sebesar 9.172 juta/US$. Pada tahun 2010 dan tahun 2011 ekspor mengalami kenaikan sebesar 41.269 juta/US$ dan 45.717 juta/US$.

Pada penelitian ini, penulis berfokus pada pengaruh dari variabel makroekonomi terhadap kurs rupiah terhadap dolar Amerika. Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA SERIKAT PERIODE TRIWULAN JANUARI 2007 – 2015 DESEMBER”.

B.Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini penulis akan melihat faktor-faktor makro ekonomi yang berpengaruh terhadap kurs (nilai tukar) di Indonesia yaitu jumlah uang beredar (JUB), ekspor, dan suku bunga acuan (BI rate). Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang dapat di rumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut :


(23)

1. Apakah jumlah uang beredar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs rupiah di Indonesia?

2. Apakah ekspor mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs rupiah di Indonesia?

3. Apakah suku bunga (BI rate) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs rupiah di Indonesia?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latang belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs rupiah di Indonesia. 2. Mengetahui pengaruh eskpor terhadap kurs rupiah di Indonesia.

3. Mengetahui pengaruh suku bunga (BI rate) terhadap kurs rupiah di Indonesia.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat, baik bersifat akademis maupun praktis:

1. Memberikan informasi dan referensi lebih untuk penelitian selanjutnya yang menitikberatkan pada penelitian tentang nilai tukar rupiah.

2. Diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan tentang stabilitas nilai tukar.


(24)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Landasan Teori

1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs

Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan kita menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara kedalam satu bahasa yang sama. Bila semua kondisi lainnya tetap, depresiasi mata uang dari suatu negara terhadap segenap mata uang lainnya (kenaikan harga valuta asing bagi negara yang bersangkutan) menyebabkan ekspornya lebih murah dan impornya lebih mahal. Sedangkan apresiasi (penurunan harga valuta asing di negara yang bersangkutan) membuat ekspornya lebih mahal dan impornya lebih murah. (Hady, 2001) Valas atau foreign exchange atau foreign currency sendiri diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan internasional atau luar negeri


(25)

dan biasanya mempunyai catatan kurs resmi pada Bank Sentral atau Bank Indonesia.

Menurut Eachern (2000) kurs atau exchange rate merupakan harga suatu mata uang atas dasar mata uang yang lain. Semakin besar permintaan atas suatu mata uang atau semakin kecil penawarannya, maka semakin tinggi pula exchange rate-nya. Exchange rate mempengaruhi harga barang impor, sehingga mempengaruhi arus perdagangan luar negeri.

Menurut Todaro (2000) kurs adalah suatu tingkat, tarif, harga dimana Bank Sentral bersedia menukar mata uang dari suatu negara dengan mata uang dari negara-negara lain.

Kurs merupakan harga dari mata uang luar negeri. Kurs rupiah terhadap dolar AS memainkan peranan sentral dalam perdagangan internasional, karena kurs rupiah terhadap dolar AS memungkinkan kita untuk membandingkan semua harga barang dan jasa yang dihasilkan berbagai negara (Triyono, 2008).

b. Sistem Kurs

Tujuan sistem kurs adalah mempermudah perdagangan dan keuangan Internasional. Menurut Madura (2006), sistem kurs dapat dikategorikan dalam beberapa jenis berdasarkan pada seberapa kuat tingkat pengawasan pemerintah pada kurs, yaitu:

1) Sistem kurs tetap (fixed exchange rate system) adalah kurs mata uang dibuat konstan ataupun hanya diperbolehkan berfluktuasi dalam kisaran


(26)

yang sempit. Apabila kurs mulai berfluktuasi terlalu besar maka pemerintah akan melakukan intervensi untuk menjaga agar fluktuasi tetap berada pada kisaran yang diinginkan. Keuntungan sistem kurs tetap adalah pada kondisi dimana kurs dibuat tetap, sebuah perusahaan internasional dapat melakukan kegiatan bisnisnya tanpa perlu khawatir terhadap perubahan nilai mata uang di kemudian hari. Kelemahannya yaitu adanya risiko bahwa pemerintah akan melakukan perubahan nilai mata uang secara mendadak, dan dari sisi makro sistem kurs tetap dapat membuat kondisi ekonomi sebuah negara menjadi sangat tergantung dari kondisi ekonomi negara lain.

2) Sistem kurs mengambang bebas (freely floating exchange rate system) adalah kurs ditentukan sepenuhnya oleh pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Pada kondisi kurs yang mengambang, kurs akan disesuaikan secara terus-menerus sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan dari mata uang tersebut. Keuntungan dari sistem ini yaitu kondisi ekonomi suatu negara akan lebih terlindungi dari kondisi ekonomi di negara lain. Kelemahannya tidak memerlukan campur tangan pemerintah.

3) Sistem kurs mengambang terkendali (managed float exchange rate system), sistem ini berada pada sistem kurs tetap dan sistem kurs mengambang bebas. Fluktuasi kurs dibiarkan mengambang dari hari ke hari dan tidak ada batasan-batasan resmi, pada kondisi tertentu pemerintah


(27)

sewaktu-waktu dapat melakukan intervensi untuk menghindarkan fluktuasi yang terlalu jauh dari mata uangnya.

4) Sistem kurs terikat (pegged exchange rate system), dimana mata uang lokal mereka diikatkan nilainya pada sebuah valuta asing atau pada sebuah jenis mata uang tertentu. Nilai mata uang lokal akan mengikuti fluktuasi dari nilai mata uang yang dijadikan ikatan tersebut. Mata uang yang telah diikat pada valuta asing tidak dapat diikat lagi pada mata uang yang lain. Bila telah diikat dengan dolar AS maka mata uang tersebut harus mengikuti pergerakan dolar AS terhadap mata uang lain. Karena suatu Negara tidak dapat mengikatkan mata uangnya terhadap seluruh mata uang lain, maka negara tersebut akan terpengaruhi oleh pergerakan mata uang lain terhadap mata uang yang menjadi ikatannya.

c. Jenis-jenis Kurs

Menurut Herlambang, dkk (2002) menyimpulkan bahwa kurs dibedakan menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal menunjukan harga relative mata uang dari dua negara, contoh: mata uang asing per 1 (satu) mata uang domestik. Kurs riil menunjukan harga relatif barang dari dua negara dan tingkat ukuran suatu barang dapat di perdagangkan antar negara, contoh: kurs riil apresiasi di Indonesia berarti akan meningkatkan ekspor dan menurutkan impor.

Menurut Mankiw (2006) ketika orang-orang mengacu pada kurs di antara kedua negara, maka mengartikannya sebagai kurs nominal. Kurs


(28)

nominal adalah tingkat dimana orang-orang memperdagangkan mata uang suatu negara untuk mata uang negara lain, sedangkan kurs riil menyatakan tingkat dimana orang-orang memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Faktor-faktor penentu kurs riil antara lain, kurs riil terkait dengan ekspor netto, apabila kurs riil lebih rendah barang-barang domestik relatif lebih murah dibanding barang-barang luar negeri dan ekspor netto lebih besar. Neraca perdagangan harus sama dengan arus modal keluar netto yang sama dengan tabungan di kurangi investasi.

Kurs didasari dua konsep yaitu pertama, konsep nominal merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain. Kedua yaitu konsep riil yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor suatu negara di pasaran internasional (Halwani, 2005).

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs

Perubahan dalam permintaan dan penawaran suatu valuta, akan menyebabkan perubahan dalam kurs valuta yang disebabkan oleh banyak faktor, antara lain (Sukirno, 2004):

1) Perubahan dalam cita rasa masyarakat

Perubahan cita rasa masyarakat akan mengubah corak konsumsi atas barang-barang yang di produksikan di dalam negeri maupun yang di impor. Perbaikan kualitas barang dalam negeri akan menaikkan ekspor dan


(29)

menurunkan impor, sebaliknya perbaikan kualitas barang impor akan menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor semakin bertambah. Perubahan ini akan mempengaruhi permintaan dan pemawaran valuta asing.

2) Perubahan harga barang ekspor dan impor

Barang-barang yang ada di dalam negeri, jika dijual dengan harga murah maka akan menaikan ekspor dan jika harganya naik maka akan mengurangi ekspor. Pengurangan harga impor, akan menaikan jumlah barang impor dan kenaikan harga barang impor akan mengurangi jumlah impor. Dengan demikian perubahan harga barang ekspor dan impor akanmenyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan mata uang negara tersebut.

3) Kenaikan harga/inflasi

Bahwa inflasi sangat besar pengaruhnya terhadap kurs pertukaran valuta asing. Inflasi cenderung akan menurunkan nilai suatu valuta asing. Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri lebuh mahal dibandingkan dengan harga barang di luar negeri sehingga inflasi yang tinggi akan menambah impor, dan menyebabkan permintaan atas valuta asing bertambah. Inflasi menyebabkan harga barang ekspor lebih mahal, sehingga akan mengurai ekspor, ini menyebabkan penawaran valuta asing berkurang maka harga valuta asing akan bertambah.


(30)

Suku bunga yang rendah akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri dan pada suku bunga yang tinggi akan menyebabkan capital inflow. Jika lebih banyak modal yang mengalir ke suatu Negara, permintaan atas mata uang akan bertambah dan nilai mata uang tersebut akan menguat. Nilai mata uang suatu negara akan merosot, jika banyak modal yang dialirkan ke luar negeri karena suku bunga yang ada di luar negeri lebih tinggi dari pada suku bunga di dalam negeri.

5) Perubahan ekonomi

Efek yang diakibatkan oleh kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya tergantung pada corak pertumbuhan ekonomi yang berlaku. Apabila kemajuan itu disebabkan karena perkembangan ekspor, maka permintaan mata uang rupiah akan bertambah lebih cepat dari penawarannya dan nilai mata uang rupiah akan naik. Tetapi, apabila kemajuan tersebut menyebabkan impor lebih berkembang daripada ekspor, maka penawaran mata uang rupiah lebih cepat bertambah dari permintaannya dan akan menyebabkan nilai mata uang rupiah melemah.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs

a) Hubungan Jumlah Uang Beredar dengan Kurs

Variabel jumlah uang beredar negara Indonesia, memberikan pengaruh terhadap perilaku kurs rupiah terhadap dolar Amerika pada kurun waktu periode yang berlangsung pada sistem kurs mengambang terkendali


(31)

dan mengambang bebas di Indonesia. Apabila jumlah uang beredar rupiah di Indonesia relatif banyak, sedangkan jumlah uang beredar dolar Amerika yang beredar di Amerika relatif sedikit, maka akan menyebabkan kurs rupiah terdepresiasi terhadap dolar Amerika.

Demikian pula sebaliknya, jika jumlah mata uang dolar Amerika yang beredar di Amerika relative banyak daripada jumlah uang beredar rupiah di Indonesia, maka kurs rupiah akan terapresiasi terhadap dolar Amerika. Konsep ini dapat dibuktikan dengan Model Meese dan Rogoff dalam Wibowo dan Amir (2005):

R =

Dimana: R adalah harga valuta asing, Ms adalah jumlah uang beredar, K adalah nisbah perilaku dan Y adalah GDP riil, d adalah untuk dalam negeri (domestik), f adalah untuk luar negeri (foreign).

Peredaran reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang. Apabila terdapat kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat membelanjakan kelebihan ini, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar, yang berarti


(32)

permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun (Nopirin,1997).

Menurut Joseph, dkk (1999) bahwa pengaruh uang beredar memiliki hubungan yang positif dengan kurs, dimana bila terjadi penambahan uang beredar maka akan menyebabkan tekanan depresiasi rupiah dan USD meningkat. Semakin menaikkan jumlah uang beredar akan menaikkan kurs yaitu mata uang rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar AS, begitu sebaliknya semakin menurunkan kurs maka mata uang rupiah akan terapresiasi terhadap dollar AS.

b) Hubungan Ekspor dengan Kurs

Menurut Suwita (2010) bila penerimaan dari ekspor barang dan jasa semakin besar akan mengakibatkan semakin besar pula jumlah valuta asing yang dimiliki suatu negara sehingga permintaan uang domestik meningkat dan mengakibatkan mata uang domestik terapresiasi, dan sebaliknya apabila jumlah valuta asing yang diterima menurun maka nilai tukar domestik cenderung mengalami depresiasi. Hal itu berarti bahwa shock yang terjadi pada ekspor akan direspon negatif oleh nilai tukar.

Untuk memperoleh valuta asing maka negara harus mampu mengekspor aneka produk yang bisa dihasilkan di dalam negeri. Jumlah devisa yang makin banyak dari hasil ekspor memungkinkan suatu negara akan meningkatkan hasil devisa ekspor dan akan meningkatkan pendapatan negara (Sanusi, 2004).


(33)

c) Hubungan Suku Bunga (BI rate) dengan Kurs

Kebijakan yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran stabilitas harga atau pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan-kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen moneter (suku bunga atau agregat moneter). Salah satu jalur yang digunakan adalah jalur nilai tukar, berpendapat bahwa pengetatan moneter yang mendorong peningkatan suku bunga akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar karena adanya pemasukan modal dan luar negeri (Arifin, 1998).

Tingkat suku bunga yang tinggi menarik jumlah uang yang beredar dimasyarakat. Jika tingkat suku bunga dinaikkan, jumlah uang yang beredar berkurang karena orang lebih senang menabung daripada memutarkan uangnya pada sektor-sektor produktif. Sebaliknya jika tingkat suku bunga terlalu rendah maka jumlah uang yang beredar dimasyarakat akan bertambah karena orang lebih suka memutarkan uang pada sektor-sektor produktif daripada untuk menabung. Dalam hal ini tingkat suku bunga merupakan instrument konvensional untuk mengendalikan inflasi (Khalwaty, 2000).

B.Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini memuat beberapa studi yang pernah dilakukan sebelumnya yang mendasari pemikiran penulis dan menjadi pertimbangan dalam penyusunan skripsi ini.


(34)

TABEL 1

Penelitian Terdahulu

No

Peneliti

(tahun) Judul

Variabel Penelitian/ Metode Analisis

Hasil Temuan 1 Zainul

(2015)

Faktor-faktor yang mempengaruhi

kurs rupiah terhadap dolar Amerika pasca

krisis (2000-2010).

INF, Suku bunga riil, JUB, GDP, dan BOP terhadap

Kurs dengan metode regresi linier berganda.

INF, Suku Bunga riil, JUB, GDP, dan

BOP secara statistik berpengaruh

(signifikan) terhadap Kurs rupiah terhadap

dolar Amerika.

2 Anggyatika Mahda (2009)

Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap

Dolar Amerika Serikat Pada Periode Tahun

1997-2004.

JUB, Inflasi, Suku Bunga SBI, dan

Impor terhadap Kurs dengan metode Error Correction Model (ECM). JUB, Inflasi, dan Impor secara statistik berpengaruh (signifikan) terhadap Kurs rupiah terhadap

dolar Amerika, sedangkan Suku

Bunga SBI tidak berpengaruh

signifikan.

3 Siti Aminah Ulfa (2012)

Pengaruh Jumlah Uang Beredar

(JUB), Suku Bunga Sertifikat

Bank Indonesia (SBI), Impor,

dan Ekspor Terhadap Kurs

Rupiah/ Dolar Amerika Serikat

Periode Januari 2006 sampai Maret 2010.

JUB, SBI, Impor, dan Ekspor terhadap Kurs Rupiah dengan metode analisis

regresi.

JUB, SBI, Impor, dan Ekspor secara

statistik berpengaruh

(signifikan) terhadap kurs rupiah terhadap


(35)

Lanjutan Tabel 1 No Peneliti

(Tahun)

Judul Variabel

Penelitian/ Metode Analisis

Hasil Temuan

4 Wibowo, Tri dan Hidayat

(2005)

Analisis Perubahan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika

JUB, Suku Bunga, Pendapatan riil, dan

Inflasi terhadap Kurs Rupiah dengan

metode analisis residual.

Suku Bunga, Pendapatan riil,

dan Inflasi secara statistik

berpengaruh (signifikan), sedangkan JUB

tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap Dolar

Amerika.

5 Triyono (2008)

Analisis Perubahan KURS Rupiah Terhadap Dollar

Amerika.

JUB, Suku Bunga SBI, INF, dan Impor terhadap kurs rupiah

dengan metode Error Correction

Model (ECM).

Di Jangka Pendek INF, SBI, dan Impor

tidak berpengaruh

signifikan, sedangkan JUB

berpengaruh signifikan.

Di jangka panjang INF, SBI, Impor, dan

JUB berpengaruh (signifikan).

6 Yuniar (2012)

JUB, Tingkat Suku Bunga BI

rate, dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Laju

Inflasi Di Indonesia (Tahun

2007-2011).

JUB, BI rate, dan Nilai Tukar terhadap

Inflasi dengan metode analisi Regresi Linier

Berganda.

JUB dan BI rate berpengaruh

positif dan signifikan terhadap inflasi, sedangkan nilai

tukar tidak berpengaruh terhadap inflasi.


(36)

Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh (Zaenul, 2015; anggyatika, 2009; Siti, 2012; Wibowo, 2005; Triyono, 2008). Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tahun pengamatan serta variabel independennya. Waktu penelitian tahun 2007 triwulan 1 sampai tahun 2015 triwulan 4 dengan variabel dependennya adalah kurs dan variabel independennya adalah jumlah uang beredar ekspor, dan suku bunga acuan (BI rate).

C.Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori dan kajian terhadap penelitian terdahulu, maka disusun suatu kerangka pemikiran mengenai penelitian yang akan dilakukan. Kerangka pemikiran tersebut sebagai berikut :

Gambar 2

Kerangka Pemikiran

Dalam perekonomian banyak yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika di Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar

Jumlah Uang Beredar (+)

Ekspor (-)

Suku Bunga (BI rate) (-)


(37)

rupiah terhadap dolar Amerika di Indonesia dalam penelitian ini adalah jumlah uang beredar, suku bunga (BI rate), dan ekspor.

D.Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan yang dikemukakan dalam perumusan masalah yang akan diuji kebenarannya berdasarkan uraian perumusan masalah, teori, konsep serta kerangka pemikiran yang sebelumnya disajikan, maka hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Jumlah uang beredar diduga berpengaruh secara secara positif dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.

2. Ekspor diduga berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.

3. BI rate diduga berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.


(38)

23

A.Jenis Data dan Sumber Data

Penelitian menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder runtun waktu time series berupa data bulanan pada tahun 2007:1-2015:4. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk jadi, sudah diolah, dikumpulkan dan diterbitkan secara resmi oleh pihak lain, yang biasanya dalam bentuk publikasi. Adapun data-data tersebut didapat dari instansi-instansi pemerintah yaitu :

1. Bank Indonesia (BI).

2. Badan Pusat Statistik (BPS).

B.Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan studi pustaka dari berbagai laporan, literatur, penelitian dan dokumen yang secara resmi dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik yang berkaitan dengan penelitian.

C.Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan variabel indepanden. Variabel dependen adalah variabel yang dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel independen adalah variabel yang


(39)

mempengaruhi variabel dependen, dimana pengaruhnya dapat positif maupun negatif.

Nilai tukar (KURS) merupakan variabel dependen dalam penelitian ini, sedangkan variabel independennya adalah jumlah uang beredar, suku bunga (BI rate), dan ekspor.

Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Nilai Tukar (Kurs)

Nilai tukar yang dipakai dalam penelitian ini adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (US$). Data yang didapat dalam bentuk bulanan yang diubah menjadi triwulan dari laporan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

2. Jumlah Uang Beredar (JUB)

Jumlah uang beredar yang dipakai dalam penelitian ini adalah jumlah uang beredar yang ada di Indonesia. Data yang didapat dalam bentuk bulanan yang diubah menjadi triwulan dari laporan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. 3. Ekspor

Ekspor adalah seluruh produksi barang dan jasa dalam perekonomian domestik yang diekspor keluar Negeri. Data yang di dapat dalam bentuk bulanan yang diubah menjadi triwulan dari laporan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.


(40)

4. Suku Bunga (BI rate)

Tingkat suku bunga dinyatakan dengan besarannya BI rate (suku bunga acuan). Data yang didapat dalam bentuk bulanan yang diubah menjadi triwulan dari laporan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

D.Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode error correction model (ECM) sebagai alat ekonometrika perhitungannya serta digunakan juga model analisis deskriptif bertujuan untuk mengidetifikasi hubungan jangka panjang dan jangka pendek yang terjadi karena adanya kointegrasi diantara variabel penelitian. Sebelum melakukan estimasi ECM dan analisis deskriptif, harus dilakukan beberapa tahapan seperti uji stasionaritas data, menentukan panjang lag dan uji drajat kointegrasi. Setelah data diestimasi menggunakan ECM, analisis dapat dilakukan menggunakan metode IRF dan variance decomposition (Basuki, 2015). Langkah dalam merumuskan model ECM adalah sebagai berikut :

1. Melakukan spesifikasi hubungan yang diharapkan dalam model yang diteliti. KURSt = α0+ α1JUBt + α2BI_RATEt + α3EKSt……….(1)

Keterangan :

KURSt : Nilai Tukar Trhadap Dolar Amerika periode t.

JUBt : Jumlah Uang Beredar periode t.

BI_RATEt : Tingkat Suku Bunga Acuan periode t.

EKSt : Ekspor periode t.


(41)

2. Membentuk fungsi biaya tunggal dalam metode koreksi kesalahan:

Ct = b1(KURSt-KURSt*) + b2{(KURSt-KURSt-1) – ft(Zt-Zt-1)}2……….(2)

Berdasarkan data di atas Ct adalah fungsi biaya kuadrat, KURSt adalah Nilai

Tukar pada periode t, sedangkan Zt merupakan faktor variabel yang

mempengaruhi Nilai Tukar dan dianggap dipengaruhi secara linier oleh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga (BI rate), dan Ekspor. b1 dan b2 merupakan faktor

baris yang memberikan bobot kepada Zt-Zt-1.

Komponen utama fungsi biaya tunggal diatas merupakan biaya ketidakseimbangan dan komponen kedua merupakan komponen biaya penyesuaian. Sedangkan b adalah operasi kelambanan waktu. Zt adalah faktor

variabel yang mempengaruhi Nilai Tukar.

1. Meminimumkan fungsi biaya persamaan terhadap Rt, maka akan diperoleh :

KURSt = εKURSt + (1-e) KURSt-1 – (1-e) ft(1-B) Zt………..(3)

2. Mensubtitusikan KURSt – KURSt-1 sehingga diperoleh :

LnKURSt = β0 + β1LnJUBt + β2BI_RATEt + β3EKSt...(4)

Keterangan :

KURSt : Nilai Tukar Terhadap Dolar Amerika pada periode t.

JUBt : Jumlah Uang Beredar periode t.

BI_RATEt : Tingkat Suku Bunga Acuan periode t.

EKSt : Ekspor periode t.

β1β2β3β4 : Koefisien Jangka Panjang.


(42)

DLnKURSt = α1DLnJUBt + α2LnBI_RATEt + α3LnEKSt………...(5)

DLnKURSt = EKSt – α(LnKURSt-1-β0-β1LnJUBt-1 + β 2LnBI_RATEt1 +

β3LnEKSt-1) + t……….(6)

Dari hasil parameterisasi persamaan jangka pendek dapat menghasilkan bentuk persamaan baru, persamaan tersebut dikembangkan dari persamaan yang sebelumnya untuk mengukur parameter jangka panjang dengan menggunakan regresi ekonometri dengan menggunakan model ECM : DLnKURSt = β0 + β1DLnJUBt + β2DLnBI_RATEt + β3DLnEKSt +

β4DLnJUBt-1 + β5DLnBI_RATEt-1 + β6DLnEKSt-1 + ECT + t………...(7)

ECT = LnJUBt-1 + LnBI_RATEt-1 + LnEKSt1………...(8)

Keterangan :

DLnKURSt :Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika per

triwulan

DLnJUBt : Jumlah Uang Beredar (miliyar rupiah).

DLnBI_RATEt : Tingkat Suku Bunga Acuan (persen).

DLnEKSt : Ekspor (miliyar rupiah).

DLnJUBt-1 : Kelambanan Jumlah Uang Beredar.

DLnBI_RATEt-1 : Kelambanan Tingkat Suku Bunga Acuan.

DLnEKSt-1 : Kelambanan Ekpor. t : Residual.


(43)

t : Periode Waktu.

ECT : Error Correction Term. 1. Uji Akar Unit (Unit Root Test).

Konsep yang dipakai untuk menguji stasioner suatu data runtun waktu adalah uji akar unit. Apabila suatu data runtun waktu bersfat tidak stasioner, maka dapat dikatakan bahwa data tersebut tengah mengalami persoalan akar unit (unit root problem).

Keberadaan unit root problem bisa terlihat dengan cara membandingkan nilai T-statistik hasil regresi dengan nilai Test Augmented Dickey Fuller.

Model persamaannya adalah sebagai berikut :

ΔKURSt = a1 + a2T + ΔKURSt-1 + ai∑ ΔKURSt-1 + et…………...(9)

Dimana ΔKURSt-1 = (ΔKURSt-1-ΔKURSt-2) dan seterusnya, m =

panjangnya time-lag berdasarkan I = 1,2…..m. hipotesis 0 masih tetap ̅ = 0 atau = 1, nilai T-statistik ADF sama dengan nilai T-statistik DF.

2. Uji Derajat Integrasi.

Apabila pada uji akar unit diatas data runtun waktu yang diamati belum stasioner, maka langkah berikutnya adalah melakukan uji derajat integrasi untuk mengetahui pada derajat integrasi keberapa data akan stasioner. Uji derajat integrasi dilaksanakan dengan model :


(44)

ΔKURSt = β1+ β2T ̅ΔKURSt-1 + ai∑ ΔKURSt-1 + et………(11)

Nilai T-statistik hasil regresi persamaan (10) dan (11) dibandingkan dengan nilai T-statistik pada tabel DF. Apalbila nilai ̅ pada kedua persamaan sama sengan satu maka variabel ΔKURSt dikatakan stasioner

pada derajat satu, atau disimbolkan ΔKURSt~I(1). Tetapi kalau ̅ tidak

berbeda dengan nol, maka variabel ΔKURSt belum stasioner derajat

integrasi pertama. Maka itu pengujian dilanjutkan ke uji derajat intagrasi kedua, ketiga dan seterusnya sampai didapatkan data variabel ΔKURSIt

yang stasioner. 3. Uji Kointegrasi.

Uji kointegrasi yang paling sering dipakai uji Engle-Granger (EG), uji Augmented Engle-Granger (AEG) dan uji Cointegrating Regression Durbin-Watson (CRDW). Untuk mendapatkan nilai EG, AEG dan CRDW hitung. Data yang akan digunakan harus sudah berintegrasi pada derajat yang sama. Pengujian OLS terhadap suatu persamaan di bawah ini :

KURSt = a0 = a1ΔJUBt + a2ΔBI_RATEt + a3EKSt + et…...(12)

Dari persamaan (12), simpan residual (error terms). Langkah berikutnya adalah menaksir model persamaan autoregressif dari residual tadi berdasarkan persamaan-persamaan berikut :

Δ t= t 1………..………...(13)


(45)

Dengan uji hipotesisnya :

H0 : = I(1), artinya tidak ada kointegrasi. Ha : # I(1), artinya ada kointegrasi.

Berdasarkan hasil regresi OLS pada persamaan (12) akan memperoleh nilai CRDW hitung (nilai DW pada persamaan tersebut) untuk kemudian dibandingkan dengan CRDW tabel. Sedangkan dari persamaan (13) dan (14) akan diperoleh nilai EG dan AEG hitung yang nantinya juga dibandingkan dengan nilai DF dan ADF tabel.

4. Uji Error Correction Model (ECM).

Apabila lolos dari uji kointegrasi, selanjutnya akan diuji menggunakan model linier dinamis untuk mengetahui kemungkinan terjadinya perubahan struktural, sebab hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel bebas dengan variabel terkait dari hasil uji kointegrasi tidak akan berlaku setiap saat. Secara singkat, proses bekerjanya ECM pada persamaan KURS (5) yang telah diubah menjadi : ΔKURSt = a0 + a1ΔJUBt + a2ΔBI_RATEt + a3ΔEKSt + a4et-1 + et………….(15)

5. Uji Asumsi Klasik.

Pengujian yang dilakukan pada uji asumsi klasik terdiri dari : uji multikolinearitas, uji hterokedastisitas, uji autokorelasi (Maddala, 1992).


(46)

a) Uji Multikolinearitas.

Berkaitan dengan masalah multikolinearitas, Sumodiningrat (1994) mengemukakan bahwa tiga hal yang perlu dibahas terlebih dahulu :

1) Multikol pada hakekatnya adalah fenomena sampel.

2) Multikol adalah persoalan derajat dan bukan persoalan jenis.

3) Masalah multikolinearitas hanya berkaitan dengan adanya hubungan linier diantara variabel-variabel bebas.

Multikolinearitas adalah adanya hubungan eksak linier antar variabel penjelas. Multikolinearitas terjadi diduga apabila nilai R2 tinggi, nilai t semua variabel penjelas tidak signifikan, dan nilai f tinggi.

Konsekuensi multikolinearitas :

1) Kesalahan standart cenderung semakin besar dengan meningkatnya tingkat korelasi antar variabel.

2) Karena besarnya kesalahan standart, selang keyakinan untuk parameter populasi yang relevan cenderung lebih besar.

3) Taksiran koefisien dan kesalahan standart regrasi menjadi sangat sensitif terhadap sedikit perubahan dalam data.

Konsekuensi multikolinearitas adalah invalidnya signifikansi variabel maupun besaran koefisien variabel dan konstanta. Multikolinearitas diduga terjadi apabila estimasi menghasilkan nilai R


(47)

kuadrat yang tinggi (lebih dari 0,8), nilai F tinggi, dan nilai t-statistik semua atau hamper semua variabel penjelas tidak signifikan.

b) Uji Heteroskedastisitas.

Heteroskedastisitas terjadi bila distribusi probabilitas tetap sama dalam semua obesrvasi x, dan varians setiap residual adalah sama untuk semua nilai variabel penjelas:

Var (u) = E[ut-E(ut)]2

= E(u

t)2 = s2u konstan

Penyimpangan terhadap asumsi diatas disebut heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan uji glesjer berikut ini:

et = β1 xi + vt

dimana : β = nilai absolute residual persamaan yang diestimasi xi = variabel penjelas

vt = unsure gangguan

Apabila nilai T-statistik signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis adanya heterokidastisitas tidak dapat ditolak.

Ada beberapa metode yang dipakai untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model empiris, seperti dengan menggunakan uji Park tahun 1966, uji Glesjscr tahun 1969, uji White 1980 dan uji Breusch-Pagan-Godfre (Gujarati, 1995).


(48)

1) Penaksiran OLS tetap tak bias dan konsisten tetapi tidak lagi efisien dalam sampel kecil dan besar.

2) Variansnya tidak lagi minimum. c) Uji Autokorelasi.

Gujarati (1995) autokorelasi terjadi bila nilai gangguan dalam periode tertentu berhubungan dengan nilai gangguan sebelumnya. Asumsi non-autokorelasi berimplikasi bahwa kovarians ui dan uj sama

dengan nol:

Cov(uiuj) =E[(ui-E(ui)][uj-E(uj)]

=E(uiuj) = 0 untuk i+j

Uji d Durbin-Watson (Durbin-Watson d Test)

Model ini deperkenalkan oleh J.Durbin dan G.S Watson tahun 1951. Dekteksi autokorelasi dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Durbin-Watson hitung dengan Durbin-Watson tabel.Pendeteksian ada tidaknya autokorelasi pada persamaan yang mengandung variabel dependen kelambanan, dapat dilakukan uji Durbin LM seperti berikut ini :

ut = xt’d + TYt-1 + Ut-1 + et

dimana :

ut = residual dari model yang diestimasi. xt = variabel-variabel penjelas.


(49)

Ut-1 = residual kelambanan.

Apabila T hitung dari residual kelambanan signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis tidak adanya autokorelasi tidak dapat ditolak.

Autokorelasi adalah adanya hubungan antar residual pada suatu pengamatan dengan pengamatan lain. Konsekuensi autokorelasi adalah biasanya varians dengan nilai yang lebih kecil dari nilai sebenarnya, sehingga nilai R kuadrat dan F-statistik yang dihasilkan cenderung sangat berlebihan. Cara mendeteksi adanya autokorelasih adalah dengan membandingkan nilai Watson statistik hitung dengan Durbin-Watson statistik tabel.

d) Uji Normalitas.

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah sebuah model regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya mememiliki distribusi normak atau tidak (Ghozali, 2006). Model regresi yang baik adalah yang datanya berdistribusi normal atau mendekati normal. Penelitian ini mengunakan uji normalitas dengan One-Sample

Klomogrov-Sukirnov. Pengujian One-Sample

Klomogrov-Smirnovdikatakan memenuhi asumsi normalitas apabila nilai signifikasinya lebih besar dari α = 0,05.


(50)

e) Uji Linieritas.

Uji linearitas dipergunakan untuk melihat apakah model yang dibangun mempunyai hubungan linear atau tidak (Ghozali, 2006). Uji ini jarang digunakan pada berbagai penelitian, karena biasanya model dibentuk berdasarkan telaah teoritis bahwa hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikatnya adalah linear. Hubungan antar variabel yang secara teori bukan merupakan hubungan linear sebenarnya sudah tidak dapat dianalisis dengan regresi linear, misalnya masalah elastisitas.

Jika ada hubungan antara dua variabel yang belum diketahui apakah linear atau tidak, uji linearitas tidak dapat digunakan untuk memberikan adjustment bahwa hubungan tersebut bersifat linear atau tidak. Uji linearitas dipergunakan untuk mengkonfirmasikan apakah sifat linear antara dua variabel yang diidentifikasikan secara teori sesuai atau tidak dengan hasil observasi yang ada. Uji linearitas dapat menggunakan uji Durbin-Watson, Ramsey Test atau uji Lagrange Multiplier.


(51)

36

A.Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika (US$)

Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika (US$) terus mengalami pelemahan, menguatnya dolar dikarenakan membaiknya perekonomian Amerika yang mengakibatkan terjadinya spekulasi dipasar uang, sebagaimana Tabel 2.

Dilihat dari tabel dibawah, kurs rupiah terhadap dollar AS mengalami fluktuasi. Di akhir tahun 2007, kurs rupiah berada di angka Rp. 9.413. Di akhir tahun 2008 kurs rupiah berada di angka Rp. 10.950. Kemudian di akhir tahun 2009, kurs rupiah mengalami apresiasi di angka Rp. 9.440. Kurs rupiah mengalami apresiasi sampai di akhir tahun 2010 yaitu di angka Rp. 8.991. Akan tetapi di akhir tahun 2011, kurs rupiah kembali melemah yaitu di angka Rp. 9.068. Begitupun di akhir tahun 2012, kurs berada di angka Rp. 9.670. Di akhir tahun 2013, kurs rupiah juga terdepresiasi di angka Rp.12.189, perbedaan yang cukup jauh antara akhir tahun 2012 ke akhir tahun 2013.


(52)

Tahun Bulan Kurs (rupiah)

Tahun Bulan Kurs

(rupiah)

2007 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 9.090 9.160 9.118 9.083 8.828 9.054 9.186 9.410 9.137 9.103 9.376 9.419

2010 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 9.365 9.335 9.070 9.012 9.180 9.083 8.952 9.041 8.924 8.928 9.013 8.991

2008 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 9.291 9.051 9.217 9.234 9.318 9.225 9.118 9.153 9.378 10.995 12.151 10.950

2011 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 9.057 8.823 8.709 8.574 8.537 8.597 8.508 8.578 8.823 8.835 9.170 9.068

2009 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 11.355 11.980 11.575 10.713 10.340 10.225 9.920 10.060 9.681 9.545 9.480 9.400

2012 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 9.000 9.085 9.180 9.190 9.565 9.480 9.485 9.560 9.588 9.615 9.605 9.670


(53)

Lanjutan Tabel 2.

Tahun Bulan Kurs

(rupiah)

Tahun Bulan Kurs

(rupiah)

2013 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 9.698 9.667 9.719 9.722 9.802 9.929 10.278 10.924 11.613 11.234 11.977 12.189

2015 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12.625 12.863 13.084 12.937 13.211 13.332 13.481 14.027 14.657 13.639 13.840 13.795

2014 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12.226 11.634 11.404 11.532 11.611 11.969 11.591 11.717 12.212 12.082 12.196 12.440

Sumber : Bank Indonesia, 2015

Tabel 2

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika (US$) periode 2007-2015 Hal ini terjadi karena pemerintah saat itu meluncurkan paket kebijakan ‘penyelamatan ekonomi’, terutama untuk mengatasi gejolak melemahnya Rupiah. Melemahnya Rupiah tahun 2013 di sebakan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi akibat defisitnya neraca ekspor impor yang di sebabkan oleh meningkatnya nilai impor peralatan dan mesin-mesin industry karena turunnya


(54)

harga batubara, CPO, serta karet yang merupakan tiga komoditas ekspor di Indonesia. Di tahun 2014 juga kembali kurs rupiah mengalami depresiasi di angka Rp. 12.440. Dan di tahun 2015 kurs rupiah terus mengalami depresiasi yaitu sampai di angka Rp. 13.795.

B.Perkembangan Jumlah Uang Beredar Di Indonesia

Perkembangan jumlah uang beredar di Indonesia tahun 2007-2015 selalu mengalami kenaikan sebagaimana Tabel 3.

Tahun Bulan JUB

(Milyar Rupiah)

Tahun Bulan JUB

(Milyar Rupiah)

2007 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1.367.957 1.367.957 1.379.237 1.385.715 1.396.067 1.454.577 1.474.769 1.493.050 1.516.884 1.533.846 1.559.570 1.649.662

2009 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1.874.145 1.900.208 1.916.752 1.912.623 1.927.070 1.977.532 1.960.950 1.995.294 2.018.510 2.021.517 2.062.206 2.141.384

2008 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1.596.565 1.603.750 1.594.390 1.611.691 1.641.733 1.703.381 1.686.050 1.682.811 1.778.139 1.812.490 1.851.023 1.895.839

2010 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2.073.860 2.066.481 2.112.083 2.116.024 2.143.234 2.231.144 2.217.589 2.236.459 2.274.955 2.308.846 2.347.807 2.471.206


(55)

Lanjutan Tabel 3.

Tahun Bulan JUB (Milyar Rupiah)

Tahun Bulan JUB (Milyar Rupiah) 2011 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 3.463.679 2.420.191 2.451.357 2.434.478 2.475.286 2.522.784 2.564.556 2.621.346 2.643.331 2.677.787 2.729.538 2.877.220

2014 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 3.652.349 3.635.060 3.652.531 3.721.882 3.780.955 3.857.962 3.887.407 3.886.520 4.010.147 4.024.489 4.076.670 4.173.327

2012 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2.857.127 2.852.005 2.914.194 2.928.610 2.994.474 3.052.786 3.057.336 3.091.568 3.128.179 3.164.443 3.207.908 3.307.508

2015 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 4.174.826 4.218.123 4.246.361 4.275.711 4.288.369 4.358.802 4.373.208 4.404.085 4.508.603 4.443.078 4.452.324 4.546.743

2013 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 3.268.789 3.280.420 3.322.529 3.360.928 3.426.305 3.413.379 3.506.574 3.502.420 3.584.081 3.576.869 3.616.049 3.730.409 Sumber : Bank Indonesia, 2015

Tabel 3


(56)

Di akhir tahun 2007, jumlah uang beredar berada di angka Rp. 1.649.662 milyar. Pada tahun 2008 jumlah uang beredar naik dari Rp. 1.895.839 milyar menjadi Rp. 2.141.384 milyar di tahun 2009. Pada tahun 2010 kembali naik dari Rp. 2.471.206 milyar menjadi Rp. 2.877.220 milyar di tahun 2011. Sampai di tahun 2013, jumlah uang beredar naik dari Rp. 3.730.409 milyar menjadi Rp. 4.173.327 milyar di tahun 2014. Dan di tahun 2015 jumlah uang beredar mengalami kenaikan yaitu berada di angka Rp. 3.730.409 milyar.

C.Perkembangan Ekspor Di Indonesia

Perkembangan ekspor Indonesia tahun 2007-2015 berfluktuatif namun menunjukkan tren menurun sebagaimana Tabel 4.

Pada akhir tahun 2007, ekspor berada di angka Rp. 432.596. Di tahun 2008, ekpor berada pada angka Rp. 408.415 milyar. Di tahun 2009 ekspor naik menjadi Rp. 506.011 milyar. Kemudian di tahun 2010 ekspor kembali naik menjadi Rp. 652.065 milyar.

Pertumbuhan ekspor 2011 cukup tinggi ditengah apresiasi nilai rupiah. Pertumbuhan ekspor tahun 2011 sebesar Rp. 713.400 milyar. Ekspor yang tumbuh tinggi terutama ditopang oleh permintaan global yang semakin kuat, tujuan ekspor yang tidak lagi bergantung pada negara-negara tujuan tertentu dan harga komoditas global yang meningkat. Kenaikan ekspor didorong oleh meningkatnya permintaan global seiring dengan pemulihan ekonomi global, terutama dari negara-negara emerging market. Pertumbuhan volume ekspor tahun 2011 terutama disumbang oleh ekspor ke Cina, Singapura dan India, semantara volume ekspor ke


(57)

negara tujuan utama tradisional seperti Amerika Serikat dan Jepang tumbuh jauh lebih rendah dan bahkan ekspor ke Eropa menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Tahun Bulan Ekspor (milyar rupiah)

Tahun Bulan Ekspor (milyar rupiah) 2007 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 109.273 107.594 119.021 117.029 128.776 125.485 131.822 125.990 124.940 135.291 129.252 143.668

2010 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 152.254 146.615 167.727 158.023 165.689 161.894 163.954 180.229 159.944 189.067 205.265 220.976

2008 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 146.945 138.463 157.676 143.401 169.511 168.306 164.491 163.690 161.199 141.671 126.911 116.811

2011 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 191.780 189.272 214.885 217.357 240.114 241.419 228.704 244.846 230.345 222.655 226.301 224.230

2009 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 95.588 93.673 113.111 111.000 120.911 123.179 127.153 138.440 129.233 160.746 141.480 175.261

2012 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 204.435 206.081 226.512 212.354 220.972 202.746 211.269 184.437 208.742 201.204 214.241 202.122


(58)

Lanjutan Tabel 4.

Tahun Bulan Ekspor

(milyar rupiah)

Tahun Bulan Ekspor

(milyar rupiah)

2013 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 213.129 208.141 208.451 204.610 223.635 204.764 209.142 181.361 204.042 217.604 220.934 235.411

2015 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 183.606 168.739 189.167 181.638 175.907 187.383 158.934 176.414 174.495 159.158 146.034 156.471

2014 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 200.614 202.853 210.784 198.117 205.480 213.791 195.784 200.739 211.937 211.984 187.752 200.290

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015

Tabel 4

Ekspor Indonesia dalam Miliyar Rupiah periode 2007-2015

Peningkatan ekspor tahun 2011 tidak berlanjut ke tahun berikutnya, tahun 2012-2014 ekspor Indonesia mengalami penurunana. Turunnya ekspor dikarenakan kurangnya permintaan, terutama dari negara maju. Ekspor tahun 2012


(59)

sebesar Rp. 654.459 milyar dan pada tahun 2014 ekspor migas menjadi Rp. 602.128 milyar. Akan tetapi di akhir tahun 2015, ekspor mengalami penurunan.

D.Perkembangan Suku Bunga Acuan (BI rate)

Perkembangan BI rate di Indonesia tahun 2007-2015 terbilang fluktuatif, sebagaimana Tabel 5.

Tahun Bulan BI rate

(persen)

Tahun Bulan BI rate

(persen)

2007 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 9,50 9,25 9,00 9,00 8,75 8,50 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,00

2009 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 8,75 8,25 7,75 7,50 7,25 7,00 6,75 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50

2008 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 8,00 8,00 8,00 8,00 8,25 8,50 8,75 9,00 9,25 9,50 9,50 9,50

2010 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50


(60)

Lanjutan Tabel 5.

Tahun Bulan BI rate

(persen)

Tahun Bulan BI rate

(persen)

2011 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 6,50 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,75 6,50 6,00 6,00

2014 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,75 7,75

2012 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 6,00 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75

2015 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 7,75 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50

2013 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 6,00 6,50 7,00 7,25 7,25 7,50 7,50

Sumber : Bank Indonesia, 2015

Tabel 5


(61)

Di akhir tahun 2007, BI rate berada di angka 8 persen. Pada tahun 2008 BI rate turun dari 9,25 persen menjadi 6,5 persen ditahun 2009 dan 2010, tahun 2011 turun menjadi 6 persen. Di tahun 2012, suku bunga BI rate turun lagi menjadi 5,75 persen. Tahun 2013 BI rate naik menjadi 7,5 persen dan tahun 2014 menjadi 7,75 persen. Dan di akhir tahun 2015, BI rate berada di angka 7,5 persen.


(62)

47

A.Hasil Penelitian

1. Uji Akar Unit (Stasionaritas)

Data deret waktu dikatakan stasioner jika menunjukkan pola yang konstan dari waktu kewaktu. Adapun uji akar unit yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji augmented dickey fuller (ADF). Apabila nilai T-statistik ADF lebih besar dari pada nilai kritis MacKinnon, maka variabel tersebut memiliki akar unit sehingga dikatakan tidak stasioner pada taraf nyata tertentu. Sebaliknya apabila nilai T-statistik ADF lebih kecil dari pada nilai kritis MacKinnon, maka variabel tersebut tidak memiliki akar unit dikatakan stasioner pada taraf nyata tertentu.

ADF T-statistik > T-critical MacKinnon = memiliki akar unit atau tidak stasioner.

ADF T-ststistik < T-critical MacKinnon = tidak memiliki akar unit atau stasioner.

Uji akar unit dilakukan satu persatu atau setiap variabel yang akan dianalisis baik variabel dependent maupun variabel independen. Dari hasil pengolahan data dengan bantuan eviews 7 diperoleh hasil uji akar unit pada tingkat level, dapat diihat pada Tabel 6.


(63)

Tabel 6

Hasil Augmented Dickey Fuller Pada Tingkat Level variabel ADF

T-statistik

Nilai Kritis MacKinnon Keterangan

1% 5% 10%

KURS -0,212753 -3,632900 -2,948404 -2,612874 Nonstasioner JUB -1,346097 -3,653730 -2,957110 -2,617434 Nonstasioner EKS -2,022341 -3,632900 -2,948404 -2,612874 Nonstasioner BI_RATE -2,047383 -3,639407 -2,951125 -2,614300 Nonstasioner

Pada Tabel 1, memperlihatkan terdapat semua variabel tidak stasioner pada tingkat level, yakni KURS (nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika), JUB (jumlah uang beredar), Eks (ekspor) dan BI_RATE (tingkat suku bunga acuan) pada signifikansi 5 persen. Oleh karena semua variabel tidak signifikan pada tingkat level maka dilanjutkan dengan uji derajat integrasi.

2. Uji Derajat Integrasi

Uji derajat integrasi merupakan lanjutan dari uji akar unit, apabila setelah dilakukan pengujian akar unit ternyata data belom stasioner, maka dilakukan pengujian ulang dengan data nilai perbedaan pertama (first difference). Apabila pengujian dengan data first difference belum stasioner maka selanjutnya dilakukan pengujian dengan data dari perbedaan kedua (second difference) dan seterusnya hingga data stasioner.

Berdasarkan hasil pada uji augmented dickey fuller pada tingkat level, diketahui bahwa tidak semua variabel stasioner maka perlu dilakukan uji augmented dickey fuller pada tingkat first difference. Dari pengolaha data


(64)

diperolah hasil uji akar unit pada tingkat first difference, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7

Hasil Augmented Dickey Fuller Pada Tingkat First Difference variabel ADF

T-statistik

Nilai Kritis MacKinnon Keterangan

1% 5% 10%

KURS -4,806531 -3,639407 -2,951125 -2,614300 Stasioner JUB -6,795531 -3,653730 -2,957110 -2,617434 Stasioner EKS -3,450161 -3,646342 -2,954021 -2,615817 Stasioner BI_RATE -4,054581 -3,639407 -2,951125 -2,614300 Stasioner

Tabel 7 memperlihatkan bahwa semua variabel sudah stasioner pada tingkat first difference, yakni variabel KURS (nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika), JUB (jumlah uang beredar), EKS (ekspor), dan BI_RATE (tingkat suku bunga acuan) pada tingkat signifikansi 5 persen. Oleh karena itu dikatakan semua data yang digunakan dalam penelitian ini terintegrasi pada derajat satu (first difference).

3. Uji Jangka Panjang

Hubungan jangka panjang dapat dilihat dari ada atau tidaknya hubungan kointegrasi dalam sebuah persamaan regresi. Ketika variable-variabel dalam persamaan regresi terkointegrasi, maka variable-variabel tersebut memiliki hubungan jangka panjang. Dari hasil uji kointegrasi Engle-Granger diketahui bahwa variabel-variabel dalam persamaan regresi pada ini saling terkointegrasi. Persamaan regresi sebagai berikut :


(65)

Tabel 8

Hasil Uji Engle Granger Cointegration Test Variabel Dependent = KURS Koefisien Prob. Konstanta

JUB EKS BI_RATE

6,680635 (0,423325) 0,500192 (0,018280) -0,395437 (0,034385) 0,052547 (0,006302)

0,0000 0,0000* 0,0000* 0,0000* R-Square

F-Statistik DW Statistik

0,961369 265.4396 1,607222 Ket = () = Menunjukan Standard Error * = Signifikansi pada α = 1% ** = Signifikansi pada α = 5% *** = Signifikansi pada α = 10%

Tabel 8 menunjukkan hasil estimasi jangka panjang untuk KURS di Indonesia. Dari hasil estimasi tersebut, diketahui bahwa variabel JUB (jumlah uang beredar), EKS (ekspor), dan BI_RATE (tingkat suku bunga acuan) berpengaruh signifikan terhadap KURS. Hasil analisis persamaan pengaruh terhadap KURS rupiah terhadap Dolar Amerika adalah:

a. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs

Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar 0,500192 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya variabel jumlah uang beredar memiliki hubungan positif dan signifikan. Apabila variabel jumlah uang beredar meningkat 1 persen maka akan menaikan kurs rupiah terhadap Dolar Amerika sebasar


(66)

0,500192. Nilai probabilitas variabel jumlah uang beredar sebesar 0,0000 menunjukkan secara parsial signifikan dan mempengaruhi variabel dependen, karena nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 1 persen.

b. Pengaruh ekspor terhadap kurs

Pengaruh ekspor terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar -0,395437 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya variabel ekspor memiliki hubungan positif dan signifikan. Apabila variabel ekspor meningkat 1 persen maka akan menurunkan kurs rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,395437. Nilai probabilitas variabel ekspor sebesar 0,0000 menunjukkan secara parsial signifikan dan mempengaruhi variabel dependen, karena nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 1 persen.

c. Pengaruh BI rate terhadap kurs

Pengaruh BI rate terhadap kurs dalam jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar 0,052547 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya variabel BI rate memiliki hubungan positif dan signifikan. Apabila variabel bi rate meningkat 1 persen maka akan menaikan kurs rupaih terhadap Dolar Amerika sebesar 0,052547. Nilai probabilitas variabel BI rate sebesar 0,0000 menunjukkan secara parsial signifikan dan mempengaruhi variabel dependen, karena nilai probabilitas kurang dari taraf nyata 1 persen.

Nilai konstanta (C) dalam permodelan adalah sebesar 6,680635. Hal ini berarti jika semua variabel diasumsikan bernilai nol, maka kurs rupiah terhadap


(67)

Dolar Amerika cenderung akan naik sebesar 6,680635 persen. Nilai probabilitas C adalah 0,0000 sehingga menunjukkan bahwa C memberikan pengaruh yang signifikan terhadap permodelan.

Hasil estimasi dari persamaan jangka panjang menunjukkan nilai R-Square sebesar 0,961368 artinya bahwa 96,1368 persen model kurs dapat dijelaskan oleh variabel indepanden yakni JUB, EKS, dan BI_RATE. Sedangkan sisanya sebesar 3,8632 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan.

Hasil estimasi dari persamaan jangka panjang menunjukkan nilai F-Statistik sebesar 265,4396 dengan nilai probabilitas sebesar 0,000000. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 1 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen secara keseluruhan yang terdiri dari JUB, EKS, dan BI_RATE terhadap variabel dependen yaitu KURS.

4. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi engle-granger digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka panjang KURS (Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika) dengan JUB (jumlah uang beredar), EKS (ekspor), dan BI_RATE (tingkat suku bunga acuan).

Dari persamaan regresi (16) kemudian diestimasi variabel residualnya yaitu:

Δ t= t-1………..………...(17)


(68)

Dengan uji hipotesisnya :

H0 : = I(1), artinya tidak ada kointegrasi Ha : # I(1), artinya ada kointegrasi

Setelah memiliki variabel residual yang berasal dari persamaan (16), maka dilanjutkan dengan menguji variabel residual, apakah berkointegrasi atau tidak berkointegrasi. Dari hasil pengolahan data diperolah hasil uji kointegrasi, dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9

Hasil Augmented Dickey Fuller Pada Persamaan Residual Level

Variabel

ADF T-ststistik

Nilai Kritis MacKinnon

Keterangan

1% 5% 10%

ECT -5,800769 -3,632900 -2,948404 -2,612874 Berkointegrasi

Tabel 9 menunjukkan bahwa variabel ECT sudah stasioner pada tingkat level, sehingga disimpulkan bahwa terjadi kointegrasi diantara semua variabel yang disertakan dalam model KURS. Hal ini mempunyai makna bahwa dalam jangka panjang akan terjadi kesinambungan atau kestabilan antar variabel yang diamati.

5. Uji Error Correction Model (ECM)

Setelah lolos dari uji kointegrasi, langkah selanjutnya adalah membentuk persamaan error correction model (ECM). Persamaan yang akan dibentuk sebagai berikut :


(69)

Persamaan (18) didapat berdasarkan hasil pengujian bahwa semua variabel telah stasioner dalam data beda kesatu (first difference) yang

diperlihatkan oleh notasi Δ. Error correction model (ECM) digunakan untuk mengestimasi model dinamis jangka pendek dari variabel KURS. Penggunakan metode estimasi ECM dapat menggabungkan efek jangka pendek dan jangka panjang yang disebabkan oleh fluktuasi time lag dari masing-masing variabel independen. Berdasarkan hasil dari uji ECM didapat hasil sebagai berikut :

Tabel 10

Hasil Uji Error Correction Model Variabel Dependent = KURS Koefisien Prob. Konstanta

D(LJUB) D(LEKS) D(LBI_RATE) ECT(-1)

-0,003393 (0,007177) 0,630813 (0,158990) -0,348782 (0,047665) 0,042302 (0,010117) -0,860713 (0,168759)

0,6398 0,0004* 0,0000* 0,0002* 0,0000* R-Square

F-Statistik DW Statistik

0,774423 25,74812 1,905857 Ket = () = Menunjukan Standard Error * = Signifikansi pada α = 1%

** = Signifikansi pada α = 5%

*** = Signifikansi pada α = 10%

Persamaan yang diperoleh dari hasil ECM :

D(KURS)= -0.003393 + 0.630813*D(JUB) - 0.348782*D(EKS) + 0.042302*D(BI_RATE) – 0,860713*ECT(-1)


(70)

Persamaan diatas merupakan model dinamik KURS untuk jangka pendek, dimana variabel KURS tidak hanya dipengaruhi oleh D(JUB), D(EKS), dan D(BI_RATE) tetapi juga dipengaruhi oleh variabel error term et. Nilai

koefisien et signifikan untuk ditempatkan dalam model sebagai koreksi jangka

pendek untuk mencapai keseimbangan jangka panjang. Semakin kecil nilai et

maka semakin cepat proses koreksi menuju keseimbangan jangka panjang. Oleh karena itu dalam ECM variabel et sering dikatakan sebagai faktor kelambanan,

yang memiliki nilai lebih kecil dari nol et < 0. Pada model ini nilai koefisien et

mencapai -0,860713 yang menandakan bahwa nilai KURS berada diatas nilai jangka panjangnya.

Hasil pengujian terhadap model dinamis (jangka pendek) KURS di Indonesia tahun 2007 triwulan 1 sampai dengan tahun 2015 triwulan 4 dapat diinterprestasikan berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 10 adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh jumlah uang beredar terhadap kurs

Pengaruh jumlah uang beredar terhadap KURS dalam jangka pendek memiliki nilai koefisien sebesar 0,630813 dan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0004 yang artinya variabel jumlah uang beredar memiliki hubungan positif dan signifikan. Apabila variabel BI rate meningkat 1 persen maka akan menaikan KURS rupiah terhadap Dolar Amerika sebesar 0,630813. Nilai probabilitas variabel jumlah uang beredar sebesar 0,0004 menunjukkan


(1)

Lampiran 9

Uji

Error Correction Model (ECM)

Dependent Variable: D(KURS)

Method: Least Squares Date: 06/20/16 Time: 04:32 Sample (adjusted): 2007Q2 2015Q4 Included observations: 35 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.003393 0.007177 -0.472755 0.6398 D(JUB) 0.630813 0.158990 3.967640 0.0004 D(EKS) -0.348782 0.047665 -7.317395 0.0000 D(BI_RATE) 0.042302 0.010117 4.181168 0.0002 ECT(-1) -0.860713 0.168759 -5.100255 0.0000

R-squared 0.774423 Mean dependent var 0.011830 Adjusted R-squared 0.744346 S.D. dependent var 0.053971 S.E. of regression 0.027289 Akaike info criterion -4.233101 Sum squared resid 0.022341 Schwarz criterion -4.010908 Log likelihood 79.07926 Hannan-Quinn criter. -4.156400 F-statistic 25.74812 Durbin-Watson stat 1.905857 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

Lampiran 10

Uji Multikolinearitas

JUB EKS BI_RATE

JUB 1.000000 0.611064 -0.405357 EKS 0.611064 1.000000 -0.600009 BI_RATE -0.405357 -0.600009 1.000000


(3)

Uji Heterokedastisitas dengan

White Test

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.583415 Prob. F(14,20) 0.8475 Obs*R-squared 10.14894 Prob. Chi-Square(14) 0.7512 Scaled explained SS 8.616385 Prob. Chi-Square(14) 0.8548

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/20/16 Time: 04:42 Sample: 2007Q2 2015Q4 Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.000636 0.000391 1.626526 0.1195 D(JUB) 0.011507 0.017566 0.655085 0.5199 (D(JUB))^2 -0.274318 0.218244 -1.256930 0.2233 (D(JUB))*(D(EKS)) -0.105087 0.094566 -1.111250 0.2796 (D(JUB))*(D(BI_RATE)) -0.028644 0.031305 -0.915004 0.3711 (D(JUB))*ECT(-1) -0.496300 0.348171 -1.425452 0.1694 D(EKS) 0.008330 0.005331 1.562527 0.1338 (D(EKS))^2 0.006221 0.017469 0.356106 0.7255 (D(EKS))*(D(BI_RATE)) 0.011958 0.007329 1.631719 0.1184 (D(EKS))*ECT(-1) 0.071059 0.113945 0.623625 0.5399 D(BI_RATE) 0.001788 0.001462 1.223030 0.2355 (D(BI_RATE))^2 0.000164 0.000637 0.257006 0.7998 (D(BI_RATE))*ECT(-1) 0.004995 0.016893 0.295674 0.7705 ECT(-1) 0.016708 0.013486 1.238934 0.2297 ECT(-1)^2 0.023099 0.292221 0.079045 0.9378

R-squared 0.289970 Mean dependent var 0.000638 Adjusted R-squared -0.207051 S.D. dependent var 0.000985 S.E. of regression 0.001082 Akaike info criterion -10.52307 Sum squared resid 2.34E-05 Schwarz criterion -9.856489 Log likelihood 199.1537 Hannan-Quinn criter. -10.29296 F-statistic 0.583415 Durbin-Watson stat 1.729730 Prob(F-statistic) 0.847457


(4)

Uji Autokorelasi dengan

LM Test

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.534174 Prob. F(2,28) 0.5920 Obs*R-squared 1.286354 Prob. Chi-Square(2) 0.5256

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/20/16 Time: 04:41 Sample: 2007Q2 2015Q4 Included observations: 35

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.000476 0.007322 -0.064999 0.9486 D(JUB) 0.008911 0.162361 0.054886 0.9566 D(EKS) 0.000503 0.048443 0.010375 0.9918 D(BI_RATE) -0.001712 0.010699 -0.159977 0.8740 ECT(-1) 0.109540 0.330814 0.331124 0.7430 RESID(-1) -0.101307 0.378832 -0.267419 0.7911 RESID(-2) -0.221915 0.216805 -1.023569 0.3148

R-squared 0.036753 Mean dependent var -1.98E-18 Adjusted R-squared -0.169657 S.D. dependent var 0.025634 S.E. of regression 0.027723 Akaike info criterion -4.156260 Sum squared resid 0.021520 Schwarz criterion -3.845191 Log likelihood 79.73456 Hannan-Quinn criter. -4.048879 F-statistic 0.178058 Durbin-Watson stat 1.915212 Prob(F-statistic) 0.980586


(5)

Uji Normalitas dengan JB Test

0 1 2 3 4 5 6 7 8

-0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04 0.06

Series: Residuals Sample 2007Q2 2015Q4 Observations 35

Mean -1.98e-18 Median -0.002565 Maximum 0.066856 Minimum -0.044444 Std. Dev. 0.025634 Skewness 0.785044 Kurtosis 3.311149

Jarque-Bera 3.736240 Probability 0.154414


(6)

Lampiran 14

Uji Linearitas dengan

Ramsey Test

Ramsey RESET Test

Equation: UNTITLED

Specification: D(KURS) C D(JUB) D(EKS) D(BI_RATE) ECT(-1) Omitted Variables: Squares of fitted values

Value df Probability t-statistic 1.314468 29 0.1990 F-statistic 1.727826 (1, 29) 0.1990 Likelihood ratio 2.025548 1 0.1547

F-test summary:

Sum of Sq. df

Mean Squares Test SSR 0.001256 1 0.001256 Restricted SSR 0.022341 30 0.000745 Unrestricted SSR 0.021085 29 0.000727 Unrestricted SSR 0.021085 29 0.000727

LR test summary:

Value df Restricted LogL 79.07926 30 Unrestricted LogL 80.09204 29

Unrestricted Test Equation: Dependent Variable: D(KURS) Method: Least Squares Date: 06/20/16 Time: 04:43 Sample: 2007Q2 2015Q4 Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.006507 0.007477 -0.870319 0.3913 D(JUB) 0.610335 0.157866 3.866159 0.0006 D(EKS) -0.331258 0.048947 -6.767652 0.0000 D(BI_RATE) 0.038973 0.010312 3.779246 0.0007 ECT(-1) -0.843809 0.167243 -5.045391 0.0000 FITTED^2 1.484057 1.129017 1.314468 0.1990

R-squared 0.787108 Mean dependent var 0.011830 Adjusted R-squared 0.750402 S.D. dependent var 0.053971 S.E. of regression 0.026964 Akaike info criterion -4.233831 Sum squared resid 0.021085 Schwarz criterion -3.967199 Log likelihood 80.09204 Hannan-Quinn criter. -4.141790 F-statistic 21.44380 Durbin-Watson stat 2.117518 Prob(F-statistic) 0.000000