Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs Rupiah periode 1986-2015.

(1)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS RUPIAH PERIODE 1986-2015

Sarniati Dapaole Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kurs rupiah periode 1986-2015. Penelitian ini merupakan penelitan eksplanatif. Data diperoleh dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan berupa data runtut waktu (time series) dengan rentang waktu 30 tahun. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) cadangan devisa berpengaruh negatif terhadap kurs rupiah periode 1986-2015; (2) suku bunga tidak berpengaruh terhadap kurs rupiah periode 1986-2015; (3) inflasi tidak berpengaruh terhadap kurs rupiah periode 1986-2015; (4) neraca pembayaran berpengaruh positif terhadap kurs rupiah periode 1986-2015; (5) rasio ekspor terhadap impor berpengaruh negatif terhadap kurs rupiah periode 1986-2015; dan (6) cadangan devisa, suku bunga, inflasi, neraca pembayaran, dan rasio ekspor terhadap impor secara bersama-sama berpengaruh sebesar 84,1% terhadap kurs rupiah periode 1986-2015.

Kata kunci: kurs rupiah, cadangan devisa, suku bunga, inflasi, neraca pembayaran, dan rasio ekspor terhadap impor.


(2)

ABSTRACT

FACTORS WHICH AFFECT EXCHANGE RATE OF RUPIAH IN THE PERIOD OF 1986-2015

Sarniati Dapaole Sanata Dharma University

2016

The research aims to examine and analyze the factors which affect exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015. This research is an explanatory research. Data obtained from Indonesia Bank and central Bureau of Statistics of Yogyakarta province. The type of data is secondary data in the format time series in 30 years span of time. Multiple linear regression analysis was used as a technique of data analysis.

The result shows that: (1) foreign exchange reserves has negative influence on the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015; (2) interest rate does not influence to the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015; (3) inflation does not influence to the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015; (4) balance of payments has positive influence on the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015; (5) ratio of exports to imports has negative influence on the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015; and (6) foreign exchange reserves, interest rate, inflation, balance of payments, and ratio of exports to imports are simultaneously affecting 84,1% to the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015.

Keywords: exchange rate of rupiah, foreign exchange reserves, interest rate, inflation, balance of payments, and ratio of exports to imports.


(3)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS RUPIAH

PERIODE 1986-2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Ekonomi

Oleh:

Sarniati Dapaole NIM : 121324030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

ii


(5)

(6)

iv

PERSEMBAHAN

Segala pujian dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, anugerah, dan penyertaan-Nya yang sempurna selama penulis

menyelesaikan skripsi.

Karya ini kupersembahkan untuk :

Ayahanda Alm. Daniel Dapaole yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, dan dukungan kepada penulis dalam menjalani proses pendidikan selama masa hidupnya.

Ibunda Agustina Pihu yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, serta doa yang selalu dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus bagi penulis.

Kakak-kakakku Yacob Dapaole, Marlince Dapaole, Amelia Dapaole, dan Kurniawati Dapaole yang selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Oktavia Hani Dina Sinaga dan Erlin Purumbawa, serta seluruh tim GKKI International Blessing Community Yogyakarta yang selalu mendoakan penulis selama penulis menjalani kuliah di Yogyakarta.

Sahabat-sahabtku Hilaria Mitri, Harini Triana Silalahi, dan Olivia yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis selama kuliah dan menyelesaiakn skripsi.

Seluruh temana-teman angkatan Pendidikan Ekonomi angakatan 2012.

Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku : Universitas Sanata Dharma


(7)

v MOTTO

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi

orang bodoh menghina hikmat dan didikan

(Amsal 1:7)

Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah

keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu

berarti bagiku bekerja memberi buah

(Filipi 1:21-22a)


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Juli 2016

Penulis


(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Sarniati Dapaole

Nomor Mahasiswa : 121324030

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS RUPIAH PERIODE 1986-2015

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 25 Juli 2016

Yang menyatakan


(10)

viii ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS RUPIAH PERIODE 1986-2015

Sarniati Dapaole Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kurs rupiah periode 1986-2015. Penelitian ini merupakan penelitan eksplanatif. Data diperoleh dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan berupa data runtut waktu (time series)

dengan rentang waktu 30 tahun. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) cadangan devisa berpengaruh negatif terhadap kurs rupiah periode 1986-2015; (2) suku bunga tidak berpengaruh terhadap kurs rupiah periode 1986-2015; (3) inflasi tidak berpengaruh terhadap kurs rupiah periode 1986-2015; (4) neraca pembayaran berpengaruh positif terhadap kurs rupiah periode 1986-2015; (5) rasio ekspor terhadap impor berpengaruh negatif terhadap kurs rupiah periode 1986-2015; dan (6) cadangan devisa, suku bunga, inflasi, neraca pembayaran, dan rasio ekspor terhadap impor secara bersama-sama berpengaruh sebesar 84,1% terhadap kurs rupiah periode 1986-2015.

Kata kunci: kurs rupiah, cadangan devisa, suku bunga, inflasi, neraca pembayaran, dan rasio ekspor terhadap impor.


(11)

ix ABSTRACT

FACTORS WHICH AFFECT EXCHANGE RATE OF RUPIAH IN THE PERIOD OF 1986-2015

Sarniati Dapaole Sanata Dharma University

2016

The research aims to examine and analyze the factors which affect exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015. This research is an explanatory research. Data obtained from Indonesia Bank and central Bureau of Statistics of Yogyakarta province. The type of data is secondary data in the format time series in 30 years span of time. Multiple linear regression analysis was used as a technique of data analysis.

The result shows that: (1) foreign exchange reserves has negative influence on the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015; (2) interest rate does not influence to the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015; (3) inflation does not influence to the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015; (4) balance of payments has positive influence on the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015; (5) ratio of exports to imports has negative influence on the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015; and (6) foreign exchange reserves, interest rate, inflation, balance of payments, and ratio of exports to imports are simultaneously affecting 84,1% to the exchange rate of rupiah in the period of 1986-2015.

Keywords: exchange rate of rupiah, foreign exchange reserves, interest rate, inflation, balance of payments, and ratio of exports to imports.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih, anugerah, dan penyertaan-Nya yang sempurna sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan hikmat, kekuatan, dan anugerah-Nya bagi penulis, sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Dra. C. Wigati Retno Astuti, M.Si., M.Ed. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi yang telah memberikan dukungan dan pengarahan kepada penulis selama kuliah.

4. Bapak Y.M.V. Mudayen, S.Pd., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberikan dukungan, dan meluangkan banyak waktu untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian.

5. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku dosen penguji yang telah membimbing penulis selama proses revisi untuk penyempurnaan skripsi. 6. Ibu Kurnia Martikasari, S.Pd., M.Sc. selaku dosen penguji dan juga dosen

pengampu mata kuliah selama penulis menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

7. Kedua orang tuaku, Alm. Daniel Dapaole dan Ibu Agustina Pihu yang selalu mendoakan, memberikan dukungan, dan kasih sayang kepada penulis selama kuliah.


(13)

xi

8. Saudara-saudaraku, Yacob Dapaole, Marlince Dapaole, Amelia Dapaole, dan Kurniawati Dapaole yang selalu memberikan motivasi dan nasehat kepada penulis selama kuliah.

9. Bapak Lukas Edy Srihastomo, Bapak Andrew Hendro, dan Ibu Great selaku bapak dan ibu rohani penulis yang telah mendoakan dan membimbing penulis selama kuliah.

10. Erlin Mbitu Atadjawa, Oktavia Hani Dina Sinaga, dan Susan Purumbawa yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis selama kuliah.

11. Seluruh team GKKI International Blessing Community dan rekan-rekan pelayanan yang telah membimbing, mendukung, dan mendoakan penulis selama kuliah.

12. Hilaria Mitri, Harini Triana Silalahi, Olivia, Riwan Sigalingging, dan Albertus Bima Sulistya yang telah mendukung dan membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses penyusunan skripsi.

13. Teman-teman Pendidikan Ekonomi angkatan 2012 yang selalu kompak dan saling memberikan dukungan satu sama lain.

Penulis berharap, skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, dengan rendah hati, penulis memohon kritik dan saran untuk karya yang lebih baik.

Yogyakarta, 25 Juli 2016


(14)

xii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. Ii HALAMAN PENGESAHAN……… iii

PERSEMBAHAN………... iv

MOTTO……….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI……….. vii

ABSTRAK……….. viii

ABSTRACT……… ix

KATA PENGANTAR……… x

DAFTAR ISI………... xii

DAFTAR TABEL……….. xvi

DAFTAR GRAFIK……… xvii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xviii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang……….. 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah………... 8

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………... 10

D. Tujuan penelitian………... 11

E. Manfaat Penelitian………... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 13

A. Kurs………... 13

1. Pengertian Kurs………... 13

2. Penentuan Nilai Tukar………... 14

3. Sistem Nilai Tukar Mata Uang……… 14

4. Perkembangan Sistem Nilai Tukar Mata Uang Di Indonesia……... 17

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah……….. 19


(15)

xiii

2. Suku Bunga………... 20

3. Inflasi………... 21

4. Neraca Pembayaran………... 23

5. Rasio Ekspor Terhadap Impor………. 23

C. Cadangan Devisa………... 31

1. Pengertian Cadangan Devisa………... 31

2. Fungsi Cadangan Devisa………... 31

3. Sumber Cadangan Devisa………... 32

D. Suku Bunga………... 33

1. Pengertian Suku Bunga………... 33

2. Jenis suku Bunga………... 33

3. Unsur-Unsur Dalam Tingkat Suku Bunga……….. 34

4. Fungsi Suku Bunga………... 36

E. Inflasi………... 37

1. Pengertian Inflasi………. 37

2. Cara menghitung Laju Inflasi………... 38

3. Penggolongan Inflasi………... 39

4. Dampak Inflasi……… 41

5. Kebijakan Mengatasi Inflasi………... 42

F. Neraca Pembayaran………... 43

1. Pengertian Neraca Pembayaran………... 43

2. Fungsi Neraca Pembayaran………... 43

3. Komponen Neraca Pembayaran……….. 44

G. Rasio Ekspor Terhadap Impor………... 46

1. Pengertian Ekspor-Impor……… 46

2. Penentu Ekspor-Impor………. 47

3. Teori Ekspor-Impor………. 47

H. Hasil Penelitian Sebelumnya………... 48

I. Kerangka Berpikir dan Hipotesis………... 49


(16)

xiv

2. Hipotesis………... 51

BAB III METODE PENELITIAN………... 53

A. Jenis Penelitian……….. 53

B. Jenis Data dan Sumber Data………... 53

1. Jenis Data………... 53

2. Sumber Data………... 54

C. Variabel Penelitian dan Pengukuran………... 54

1. Cadangan Devisa………... 54

2. Suku Bunga………... 55

3. Inflasi………... 55

4. Neraca Pembayaran………... 55

5. Rasio Ekspor Terhadap Impor………. 56

6. Kurs Rupiah………... 56

D. Teknik Pengumpulan Data……… 56

E. Teknik Analisis Data………... 57

1. Uji Prasyarat……… 58

a. Uji Normalitas………... 58

b. Uji Linieritas………... 58

2. Uji Asumsi Klasik………... 59

a. Uji Multikolinieritas……….. 59

b. Uji Heteroskedastisitas……….. 60

c. Uji Autokorelasi……… 61

3. Pengujian Hipotesis………... 62

a. Uji Hipotesis Simultan ………... 62

b. Uji Hipotesis Parsial ………... 63

c. Koefisien Determinasi………... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 67

A. Deskripsi Data……….. 67

B. Analisis Data……… 78


(17)

xv

a. Uji Normalitas………... 78

b. Uji Linieritas……….. 79

2. Uji Asumsi Klasik………... 80

a. Uji Multikolinieritas……….. 80

b. Uji Heteroskedastisitas……….. 83

c. Uji Autokorelasi……… 84

3. Pengujian Hipotesis………. 85

a. Uji Hipotesis Simultan………... 85

b. Uji Hipotesis Parsial……….. 86

c. Koefisien Determinasi………... 90

C. Pembahasan……….. 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 101

A. Kesimpulan……….. 101

B. Keterbatasan Penelitian……… 103

C. Saran………. 104

DAFTAR PUSTAKA………. 105


(18)

xvi

DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Deskripsi Data Penelitian……….. 67

Tabel IV.2 Hasil Pengujian Normalitas……….. 79

Tabel IV.3 Hasil Pengujian Linieritas………. 80

Tabel IV.4 Hasil Pengujian Multikolinieritas………. 81

Tabel IV.5 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas………. 83

Tabel IV.6 Hasil Pengujian Autokorelasi………... 84

Tabel IV.7 Pengujian Hipotesis Simultan………... 85

Tabel IV.8 Hasil Regresi Berganda……… 86


(19)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik IV.1 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Periode 1986-2015………

68

Grafik IV.2 Perkembangan Cadangan Devisa Indonesia Periode 1986-2015………

70

Garfik IV.3 Perkembangan Suku Bunga Periode 1986-2015………. 72

Grafik IV.4 Perkembangan Inflasi Indonesia Periode 1986-2015………….. 73

Grafik IV.5 Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia Periode 1986-2015……….

75


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN Data Penelitian……….. 109

Hasil Uji Prasyarat Regresi………... 110

Uji Normalitas dan Linieritas……….. 110

Hasil Uji Asumsi Klasik………... 112

1. Uji Multikolinieritas……….... 112

2. Uji Heteroskedastisitas……… 114

3. Uji Autokorelasi……….. 116

Pengujian Hipotesis……….. 118

1. Uji Hipotesis Simultan………... 118

2. Uji Hipotesis Parsial……… 119


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada masa sekarang ini, setiap negara semakin tidak bisa mengabaikan interaksi ekonominya dengan luar negeri. Sekalipun proses globalisasi seringkali menimbulkan korban dan memunculkan dampak sampingan yang merugikan, sementara proses liberalisasi perdagangan dunia sering berubah menjadi kancah pertarungan kepentingan negara besar saja, namun kesadaran akan pentingnya perdagangan lintas negara yang bebas terus merebak di segenap penjuru dunia (Basri, 2010:1).

Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam produksi (Basri, 2010:33).

Negara-negara berkembang seringkali menggantungkan perekonomiannya melalui perdagangan lintas negara tersebut. Ketergantungan negara-negara berkembang terutama terhadap negara-negara yang memiliki kondisi perekonomian yang cenderung kuat dan stabil dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah keterbatasan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh negara tersebut, seperti sumber daya


(22)

alam, sumber daya manusia, maupun teknologi yang kurang memadai untuk mengelola sumber daya alam yang ada, seperti yang dialami oleh Indonesia.

Untuk mempermudah transaksi yang dilakukan dalam perdagangan internasional tersebut, penggunaan uang dalam perekonomian terbuka ditetapkan dengan menggunakan mata uang yang telah disepakati. Hal ini dikarenakan setiap negara mempunyai mata uang atau valutanya sendiri yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di dalam batas-batas negara itu sendiri, tetapi belum tentu mau diterima di negara lain. Oleh karena itu, diperlukan valuta asing atau devisa (foreign exchange), yaitu valuta (mata uang) yang mau diterima oleh dunia internasional (Gilarso, 2004:298).

Mata uang yang seringkali digunakan sebagai standar dalam pembayaran internasional adalah Dollar Amerika Serikat (US$ Dollar). Hal ini dikarenakan Amerika merupakan negara yang memiliki kondisi perekonomian yang cenderung kuat dan stabil. Selain itu, selama beratus tahun Amerika Serikat tidak begitu bergantung kepada perdagangan luar negeri karena ia praktis memiliki semua sumber daya, faktor produksi, dan komoditas sehingga perekonomiannya cukup mengandalkan pasar domestik (Basri, 2010:1). Di Indonesia sendiri, Amerika Serikat menjadi partner dagang dominan, sehingga ketika rupiah terhadap dollar AS tidak stabil, maka akan mengganggu perdagangan yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi karena perdagangan dinilai dengan dollar (Ulfia dan Aliasaddin dalam Puspitaningrum, dkk, 2014).


(23)

Penetapan mata uang tersebut dapat menyebabkan terjadinya risiko perubahan nilai tukar mata uang yang timbul karena adanya ketidakpastian nilai tukar itu sendiri. Perubahan nilai tukar ini berpengaruh langsung terhadap perkembangan harga barang dan jasa di dalam negeri (Puspitaningrum, Suhadak dan Zahroh, 2014). Ketidakstabilan nilai tukar ini akan mempengaruhi arus modal atau investasi dan perdagangan internasional (Triyono, 2008:156). Selain itu, dampak krisis nilai tukar terhadap perekonomian Indonesia yang terjadi pada tahun 1997/1998 tidak saja telah merusak kegiatan ekonomi, tetapi juga telah merusak kehidupan sosial masyarakat. Depresiasi nilai tukar yang sangat tinggi pada saat terjadi krisis nilai tukar mengakibatkan harga-harga barang impor meningkat tajam. Dengan melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan krisis kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri (Triyono, 2008).

Pada tahun 1997, Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas. Penerapan sistem nilai tukar mengambang ini membawa dampak yang signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, di mana nilai tukar rupiah terus mengalami kemerosotan. Pada bulan Agustus 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ sebesar Rp 3.035/US$ dan pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ sebesar Rp 4.650/ US$. Memasuki tahun 1998, nilai tukar rupiah kembali melemah sebesar Rp 10.375/US$ dan bahkan pada bulan Juni 1998, nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan, hingga mencapai Rp 14.900/US$. Tahun 1999, nilai tukar


(24)

rupiah terhadap US$ melakukan recovery menjadi sebesar Rp 7.810/US$. Akan tetapi, tahun 2000, nilai tukar rupiah kembali melemah menjadi Rp 8.530/US$ dan tahun 2001, nilai tukar rupiah terhadap US$ terus melemah Rp 10.265/US$. Pada tahun 2002, nilai tukar rupiah terhadap US$ menguat sebesar Rp 9.260/US$ dan tahun 2003 kembali menguat menjadi Rp 8.570/ US$. Tahun 2004 nilai tukar rupiah terhadap US$ sebesar Rp 8.985/US$. Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia sebesar US$ 70/barel membawa dampak yang cukup signifikan terhadap permintaan valuta asing. Kondisi ini menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap US$ melemah dan berada di kisaran Rp 9.200 sampai Rp 10.200/ US$ (Wibowo dan Amir, 2005).

UU No.24 Tahun 1999 tentang lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar memperbolehkan Indonesia untuk menggunakan tiga sistem nilai tukar, yang meliputi sistem nilai tukar tetap, sistem nilai tukar mengambang, dan sistem nilai tukar mengambang terkendali. Saat ini, Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter memilih untuk menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate system), di mana penetapan kurs ini tidak sepenuhnya terjadi di pasar valuta. Dalam pasar ini, masih ada campur tangan pemerintah yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valas melalui berbagai kebijakannya di bidang moneter, fiskal, dan perdagangan luar negeri.


(25)

Perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang tersebut (Levi, 1996:129). Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap US dollar, tidak terlepas dari pengaruh ekonomi global, namun dapat juga dipengaruhi oleh faktor dari dalam negeri, diantaranya cadangan devisa, suku bunga, inflasi, neraca pembayaran, dan rasio ekspor terhadap impor. Berdasarkan sudut pandang teori makro ekonomi, ada empat faktor yang dapat mempengaruhi nilai tukar, yaitu tingkat suku bunga, tingkat inflasi, peredaran uang, dan neraca pembayaran.

Cadangan devisa menunjukkan pada sejumlah valas yang dicadangkan oleh Bank Sentral. Berdasarkan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, posisi cadangan devisa Indonesia (dalam juta USD) pada tahun tahun 2010 sebesar 96.207. Pada tahun 2011, posisi cadangan devisa Indonesia sebesar 110.123. Pada tahun 2012, posisi cadangan devisa Indonesia sebesar 112.781. Pada tahun 2013, posisi cadangan devisa Indonesia sebesar 99.387. Pada tahun 2014, posisi cadangan devisa Indonesia sebesar 111.862. Pada tahun 2015, posisi cadangan devisa Indonesia sebesar 100.240 (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia. 2015).

Faktor lain yang mempengaruhi nilai tukar rupiah adalah suku bunga (BI rate). Menaikkan atau menurunkan suku bunga (BI rate) merupakan salah satu kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengatur jumlah uang beredar dan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Perubahan


(26)

suku bunga (BI rate) akan mempengaruhi investasi pada surat berharga luar negeri. Investor yang berinteraksi secara global akan mencari negara dengan tingkat suku bunga yang menguntungkan (Situmeang, 2010:51). Menurut Imamudin dalam Oktavia (2013), peningkatan suku bunga domestik, maka akan menyebabkan mata uang domestik mengalami apresiasi. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga domestik turun, maka mata uang domestik atau kurs mengalami depresiasi. Berdasarkan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, BI Rate Indonesia pada tahun 2010 sebesar 6,50%, 2011 sebesar 6,00%, 2012 sebesar 5,75%, 2013 sebesar 7,50%, 2014 sebesar 7,75%, dan 2015 sebesar 7,50% (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia. 2015).

Faktor berikutnya yang mempengaruhi nilai tukar rupiah adalah inflasi. Inflasi merupakan kondisi meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus sehingga dapat menurunkan nilai mata uang suatu negara (Purnomo dkk, 2013:98). Adapun salah satu penyebab inflasi adalah karena adanya kenaikan permintaan. Kenaikan permintaan ini akan mengakibatkan harga-harga naik karena penawaran tetap, yang mana faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Tingkat inflasi yang tinggi dapat melemahkan nilai tukar mata uang suatu negara. Selain itu, tingkat inflasi yang tinggi dapat memicu bertambahnya nilai impor. Berdasarkan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2010 sebesar 6,96%, 2011 sebesar 3,80%, 2012 sebesar 4,30%,


(27)

2013 sebesar 8,40%, 2014 sebesar 8,40%, dan 2015 sebesar 6,80% (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia. 2015).

Faktor selanjutnya yang turut mempengaruhi nilai tukar rupiah adalah neraca pembayaran. Neraca pembayaran aktif meningkatkan mata uang nasional dengan meningkatnya permintaan dari debitur asing. Saldo pembayaran yang pasif menyebabkan kecenderungan penurunan nilai tukar mata uang nasional. Ukuran dampak neraca pembayaran pada nilai tukar ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi. Berdasarkan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, neraca pembayaran Indonesia (dalam juta USD) pada tahun 2010 sebesar 31.670. Tahun 2011 sebesar 15.321. Tahun 2012 sebesar 491. Tahun 2013 sebesar 4.356. Tahun 2014 sebesar 3.663. Tahun 2015 sebesar -2.857 (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia. 2015).

Selain cadangan devisa, suku bunga, inflasi, neraca pembayaran, faktor berikutnya yang turut mempengaruhi nilai tukar rupiah adalah rasio ekspor terhadap impor. Rasio ekspor terhadap impor menunjukkan perbandingan nilai ekspor terhadap impor. Jika nilai ekspor meningkat lebih cepat dibandingkan dengan nilai impor, maka nilai tukar rupiah akan menguat atau apresiasi, sedangkan apabila nilai impor meningkat lebih cepat dibandingkan dengan nilai ekspor, maka nilai tukar rupiah akan melemah atau terdepresiasi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia, rasio ekspor terhadap impor pada tahun 2010 adalah 1,16, tahun 2011 adalah 1,15, tahun 2012 adalah 1,00, tahun 2013 adalah 1,03,


(28)

tahun 2014 adalah 1,06, dan tahun 2015 adalah 1,13 (Badan Pusat Statistik. 2014 dan Bank Indonesia. 2015).

Gejolak nilai tukar yang berlebihan tidak sesuai dengan sasaran kepentingan jangka panjang karena kestabilan nilai tukar dapat mendistorsi tingkat daya saing ekonomi, mengurangi efisiensi alokasi sumber daya dan meningkatkan ketidakpastian bagi para pelaku ekonomi.

Penelitian ini perlu dilakukan karena melihat kondisi nilai tukar rupiah terhadap US dollar yang cenderung tidak stabil dari tahun ke tahun yang pada akhirnya turut mengganggu kestabilan perekonomian dalam negeri.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, penulis memilih judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kurs Rupiah Periode 1986-2015”.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Stabilitas mata uang merupakan persoalan yang penting untuk mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Peranan kurs baik bagi negara maju maupun negara berkembang mendorong untuk menjaga posisi kurs mata uang dalam keadaan yang relatif stabil. Menurut Salvator dalam Triyono (2008:156), nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil. Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara


(29)

terhadap negara lain menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki perekonomian yang lebih baik daripada negara lain.

Permasalahan timbul ketika nilai tukar mata uang suatu negara cenderung tidak stabil sehingga menyebabkan stabilitas ekonomi nasional akan terganggu, di mana ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal atau investasi dan perdagangan internasional (Triyono, 2008:156).

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah seperti yang sudah dijelaskan di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah cadangan devisa berpengaruh terhadap kurs rupiah periode 1986-2015?

2. Apakah suku bunga berpengaruh terhadap kurs rupiah periode 1986-2015? 3. Apakah inflasi berpengaruh terhadap kurs rupiah periode 1986-2015? 4. Apakah neraca pembayaran berpengaruh terhadap kurs rupiah periode

1986-2015?

5. Apakah rasio ekspor terhadap impor berpengaruh terhadap kurs rupiah periode 1986-2015?


(30)

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012:38). Variabel-variabel dan definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Cadangan Devisa (X1) adalah total aktiva luar negeri yang dimiliki dan disimpan oleh Bank Indonesia yang digunakan untuk stabilitas moneter maupun transaksi internasional dalam kurun waktu satu tahun yang dinyatakan dalam juta dollar Amerika Serikat.

2. Suku Bunga (X2) adalah tingkat suku bunga jangka pendek yang ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik guna menjaga stabilitas nilai mata uang rupiah yang dinyatakan dalam persen dalam kurun waktu satu tahun.

3. Inflasi (X3) adalah proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah jumlah uang beredar (JUB), demand pull inflation atau adanya kenaikan permintaan masyarakat dan cost pull inflation atau adanya kenaikan biaya produksi. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara

continuedalam kurun waktu satu tahun yang dinyatakan dalam persen. 4. Neraca Pembayaran (X4) adalah nilai keseluruhan dari transaksi berjalan,

transaksi modal dan finansial, dan selisih perhitungan bersih dalam kurun waktu satu tahun yang dinyatakan dalam juta dollar Amerika Serikat.


(31)

5. Rasio Ekspor Terhadap Impor (X5) adalah perbandingan antara nilai ekspor dan impor Indonesia dalam kurun waktu satu tahun.

6. Kurs rupiah (Y) adalah nilai mata uang negara Indonesia yaitu Rupiah yang dibandingkan dengan mata uang negara Amerika Serikat yaitu Dollar AS atau US$ Dollar.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh cadangan devisa terhadap kurs rupiah periode 1986-2015.

2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh suku bunga terhadap kurs rupiah periode 1986-2015.

3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh inflasi terhadap kurs rupiah periode 1986-2015.

4. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs rupiah periode 1986-2015.

5. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh rasio ekspor terhadap impor terhadap kurs rupiah periode 1986-2015.


(32)

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Output atau hasil dari penelitian ini diharapkan mampu mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi kurs rupiah. Penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan sebagai bahan kajian ilmiah sehingga dapat menambah pengetahuan dan referensi peneliti selanjutnya.

2. Bagi Lembaga BI dan Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi tambahan dalam pengambilan kebijakan ekonomi yang tepat guna mempertahankan kestabilan nilai tukar.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan sikap kritis peneliti terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kurs rupiah dan dapat dijadikan sebagai wadah untuk mengaplikasikan teori tentang nilai tukar valuta asing yang telah dipelajari selama perkuliahan.


(33)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kurs (Foreign Exchange Rate)

1. Pengertian Kurs

Menurut Salvatore (1994:140), kurs adalah jumlah atau harga mata uang domestik dari mata uang luar negeri (asing). Menurut Samuelson dan Nordhaus (1994:450), kurs atau nilai tukar valuta asing adalah harga mata uang negara asing dalam satuan mata uang domestik. Menurut Krugman dan Obstfeld (2005), kurs atau nilai tukar (exchange rate) adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara, yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya.

Mata uang suatu negara dapat ditukarkan atau diperjualbelikan dengan mata uang negara lainnya sesuai dengan nilai tukar mata uang yang berlaku di pasar mata uang atau yang sering disebut dengan pasar valuta asing. Pasar valuta asing adalah suatu jaringan organisasional yang di dalamnya terdapat individu-individu, perusahaan-perusahaan dan bank-bank yang melakukan pembelian dan penjualan valuta asing atau devisa (Salvatore, 1994:140).

Nilai tukar biasanya berubah-ubah, dapat berupa apresiasi maupun depresiasi. Suatu kenaikan dalam kurs disebut depresiasi atau penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Suatu penurunan dalam kurs disebut apresiasi atau kenaikan nilai mata uang dalam negeri.


(34)

2. Penentuan Nilai Tukar

Menurut Madura (1993), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu:

a) Faktor Fundamental

Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral.

b) Faktor Teknis

Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.

c) Sentimen Pasar

Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.

3. Sistem Nilai Tukar Mata Uang

Sistem nilai tukar dapat diklasifikasikan menurut seberapa jauh nilai tukar dikendalikan oleh pemerintah. Menurut Madura (1997:156-160), sistem nilai tukar dibagi menjadi empat, yaitu:


(35)

a) Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System)

Dalam sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate system), nilai tukar dibuat konstan atau hanya dibiarkan berfluktuasi dalam batas-batas yang sangat sempit. Jika nilai tukar bergerak terlalu tajam, pemerintah dapat melakukan intervensi untuk mempertahankannya dalam batas-batas yang dimaksud.

b) Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate System)

Sistem nilai tukar sejumlah valuta yang ada sekarang berada di antara sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai tukar mengambang bebas. Sistem tersebut menyerupai sistem mengambang bebas, karena nilai tukar dibiarkan berfluktuasi setiap hari dan tidak ada batasan resmi. Tetapi, menyerupai sistem nilai tukar tetap dalam hal pemerintah dapat dan kadang-kadang melakukan intervensi untuk mencegah valuta mereka berfluktuasi terlalu tajam ke satu arah.

c) Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate System)

Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar valuta akan ditentukan oleh kekuatan pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Dalam sistem ini, perusahaan-perusahaan multinasional perlu mencurahkan sumber daya yang substansial untuk mengukur dan mengelola valuta asing.


(36)

d) Sistem Nilai Tukar Terpatok

Sistem nilai tukar terpatok adalah sistem nilai tukar di mana valuta suatu negara dipatokkan (dikaitkan) ke suatu valuta lain, atau ke suatu unit perhitungan. Walaupun nilai valuta lokal tetap dalam hubungannya dengan valuta asing yang menjadi patokan, valuta tersebut bergerak relatif mengikuti valuta-valuta lain.

Dalam hal pemilihan sistem nilai tukar mata uang yang sesuai dengan perekonomian suatu negara, Goeltom dan Zulferdi (1998) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan sistem nilai tukar mata uang suatu negara, antara lain:

a) Preferensi suatu negara terhadap keterbukaan ekonominya, apakah suatu negara lebih cenderung menerapkan kebijakan ekonomi yang terbuka atau tertutup. Apabila suatu negara lebih cenderung menerapkan sistem ekonomi yang tertutup dan mengisolasikan gejala keuangan dari negara lain, maka sistem nilai tukar mata uang tetap dapat menjadi pilihan utama. Sebaliknya, apabila suatu negara lebih cenderung menerapkan sistem ekonomi yang terbuka, maka sistem nilai tukar mata uang yang lebih fleksibel menjadi pilihan utama. b) Tingkat kemandirian suatu negara dalam melaksanakan kebijakan

ekonomi. Misalnya, dalam pelaksanaan kebijakan moneter yang independen, suatu negara lebih baik memilih sistem nilai tukar yang fleksibel sebagai pilihan utama.


(37)

c) Kegiatan perekonomian suatu negara. Jika kegiatan perekonomian suatu negara semakin besar maka volume transaksi ekonomi meningkat sehingga permintaan uang akan bertambah. Dalam hal ini, sistem yang tepat digunakan adalah sistem nilai tukar fleksibel, karena jika negara tersebut memiliki sistem nilai tukar tetap akan dibutuhkan cadangan devisa yang sangat besar untuk menjaga kredibilitas sistem nilai tukar.

4. Perkembangan Sistem Nilai Tukar Mata Uang di Indonesia

Sejak tahun 1966 hingga sekarang, Indonesia telah menerapkan empat sistem nilai tukar mata uang yang berbeda. Sistem nilai tukar mata uang yang berlaku di Indonesia, diantaranya:

a) Sistem Nilai Tukar Mata Uang Berganda (Multiple Exchange Rate System)

Sistem nilai tukar mata uang ini diterapkan sejak Oktober 1966 sampai dengan Juli 1971. Penggunaan sistem nilai tukar ini dilakukan dalam rangka untuk menghadapi fluktuasi nilai rupiah serta untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing yang hilang karena adanya inflasi dua digit selama periode tersebut.

b) Sistem Nilai Tukar Mata Uang Tetap (Fixed Exchange Rate System) Sistem nilai tukar mata uang ini berlaku sejak Agustus 1971 sampai dengan Oktober 1978. Dengan sistem ini, nilai rupiah ditetapkan dalam suatu nilai tetap terhadap dollar Amerika serikat, yaitu US$1 = Rp.415,00. Pemberlakuan sistem ini dilandasi oleh


(38)

kuatnya posisi neraca pembayaran dalam kurun waktu tersebut. Neraca pembayaran tersebut kuat karena sektor migas mempunyai peran besar dalam penerimaan devisa ekspor yang didukung oleh peningkatan harga minyak mentah.

c) Sistem Nilai Tukar Mata Uang Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate System)

Sistem nilai tukar mata uang ini diterapkan sejak November 1978 sampai dengan Agustus 1997. Pada periode ini nilai rupiah tidak hanya dikaitkan dengan dollar Amerika Serikat, tetapi juga beberapa mata uang asing lainnya. Pada masa ini telah terjadi tiga kali devaluasi, yaitu pada bulan November 1978, Maret 1983 dan September 1986. Setelah devaluasi tahun 1986, nilai rupiah diperbolehkan terdepresiasi sebesar 3-5% per tahun untuk mempertahankan nilai tukar riil yang lebih baik. Sistem nilai tukar mata uang mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan dengan kebijakan devaluasi rupiah pada tahun 1978 sebesar 33%.

d) Sistem Nilai Tukar Mata Uang Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate System)

Sistem ini diberlakukan sejak 14 Agustus 1997 hingga sekarang. Pada periode ini, Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valuta asing karena semata-mata untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Pada awal penerapannya, sistem nilai tukar mata uang ini menimbulkan


(39)

gejolak yang berlebihan, di mana nilai tukar rupiah berfluktuasi amat cepat. Banyak faktor yang akhirnya menyebabkan nilai tukar rupiah merosot tajam, mulai dari aksi ambil untung oleh para pelaku pasar uang serta tingginya permintaan dollar Amerika Serikat oleh perusahaan domestik untuk membayar hutang-hutang luar negeri mereka yang telah jatuh tempo.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah 1. Cadangan Devisa

Posisi cadangan devisa suatu negara biasanya dinyatakan aman apabila mencukupi kebutuhan impor untuk jangka waktu setidak-tidaknya tiga bulan. Jika cadangan devisa yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan untuk tiga bulan impor, maka hal itu dianggap rawan. Tipisnya persediaan valuta asing suatu negara dapat menimbulkan kesulitan ekonomi bagi negara yang bersangkutan. Bukan saja negara tersebut akan kesulitan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan dari luar negeri, tetapi juga memerosotkan kredibilitas mata uangnya. Kurs mata uangnya di pasar valuta asing akan melemah. Apabila posisi cadangan devisa itu terus menipis dan semakin menipis, maka dapat terjadi “rush” terhadap valuta asing di dalam negeri. Menghadapi keadaan demikian, sering terjadi pemerintah negara yang bersangkutan akhirnya terpaksa melakukan devaluasi (Dumairy, 1996:107). Makin menipisnya cadangan devisa juga


(40)

merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat kerentanan ekonomi Indonesia, yaitu makin memperburuk kondisi perekonomian nasional. 2. Suku Bunga

Menurut Krugman (2000:73) dalam Oktavia, dkk (2013:154), kenaikan suku bunga domestik akan menyebabkan apresiasi kurs suatu negara, sedangkan kenaikan suku bunga luar negeri akan menyebabkan kurs domestik mengalami depresiasi terhadap kurs negara lain. Hal ini sesuai dengan Imamudin dalam Oktavia, dkk (2013:154) yang mengemukakan bahwa peningkatan suku bunga domestik, maka akan menyebabkan mata uang domestik akan menguat. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga domestik turun, maka mata uang domestik atau kurs akan melemah.

Perubahan pada suku bunga relatif mempengaruhi investasi pada sekuritas asing, yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang, sehingga akan mempengaruhi kurs/nilai tukar (Perdana, dkk, 2014:3). Menurut Arifin (1998:4) dalam Triyono (2008:159), pengetatan moneter yang mendorong peningkatan suku bunga akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar karena adanya pemasukan modal dari luar negeri.

Hubungan antara suku bunga relatif dan nilai tukar antara dua negara dijelaskan oleh teori dampak fisher internasional (international fisher effect-IFE). Menurut Berlianta (2005:20) dalam Puspitaningrum, dkk (2014:4), teori international fisher effect menunjukkan pergerakan nilai mata uang satu negara dibanding negara lain disebabkan oleh


(41)

perbedaan suku bunga nominal yang ada di kedua negara tersebut. Implikasi international fisher effect adalah orang tidak bisa menikmati keuntungan yang lebih tinggi hanya dengan menanamkan dana ke negara yang mempunyai suku bunga nominal tinggi, karena nilai mata uang negara yang suku bunganya tinggi akan terdepresiasi sebesar selisih bunga nominal dengan negara yang memiki suku bunga nominal lebih rendah.

Perbedaan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investasi di suatu negara, baik yang berasal dari investor domestik maupun dari investor asing, khususnya pada jenis investasi portofolio yang umumnya berjangka pendek. Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar uang domestik. Apabila dalam suatu negara terjadi peningkatan aliran modal masuk (capital inflows) dari luar negeri, hal ini meyebabkan terjadinya perubahan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap mata uang asing di pasar valuta asing (Madura, 2000) dalam Murdayanti (2012:120).

3. Inflasi

Salah satu penyebab inflasi adalah karena jumlah uang yang beredar meningkat. Jumlah uang beredar mengakibatkan meningkatnya inflasi domestik dan selanjutnya nilai tukar rupiah menurun, jika kebijakan moneter bersifat ekspansif.


(42)

Inflasi yang terjadi di suatu negara dapat menurunkan nilai mata uangnya. Kenaikan harga-harga (inflasi) menyebabkan penduduk negara tersebut semakin banyak mengimpor dari negara lain, sehingga permintaan akan valuta asing bertambah. Di lain pihak, ekspor negara tersebut bertambah mahal dan ini akan mengurangi permintaannya, sehingga akan menurunkan penawaran valuta asing (Sukirno, 1981:295).

Tingkat inflasi yang tinggi dapat melemahkan nilai tukar mata uang suatu negara. Selain itu, tingkat inflasi yang tinggi dapat memicu bertambahnya nilai impor. Menurut Madura (2006:299) dalam Puspitaningrum (2014:3), perubahan dalam laju inflasi dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan internasional. Jika inflasi suatu negara meningkat, permintaan atas mata uang negara tersebut menurun, dikarenakan ekspornya juga turun (disebabkan harga yang lebih tinggi).

Menurut Charles, et al dalam Oktavia, dkk (2013:154), hubungan inflasi dengan nilai tukar adalah positif. Berdasarkan pendekatan

purchasing power parity, bila terjadi peningkatan inflasi, maka untuk mempertahankan keseimbangan law of one price, nilai tukar harus terdepresiasi. Teori purchasing power parity juga mengatakan bahwa negara yang mata uangnya mengalami tingkat inflasi yang tinggi seharusnya mengurangi nilai mata uangnya relatif terhadap mata uang dengan tingkat inflasi yang lebih rendah.


(43)

4. Neraca Pembayaran

Posisi Balance of Payment (BOP) atau neraca pembayaran sangat berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing. Balance of Payment dan Balance of Trading

mencerminkan arus uang masuk dan keluar dari suatu negara. Neraca pembayaran yang surplus mencerminkan adanya aliran valuta asing yang masuk dalam perekonomian negara tersebut, baik melalui transaksi barang dan jasa maupun aset, sehingga menyebabkan bertambahnya valuta asing di negara tersebut dan mengakibatkan terjadinya apresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing.

Neraca pembayaran yang defisit menandakan telah terjadinya aliran dana keluar neto ke luar negeri sehingga terjadi exess demand

terhadap valuta asing dan ini mengakibatkan melemahnya mata uang domestik. Neraca pembayaran yang surplus menggambarkan keadaan ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan impor. Ketika ekspor meningkat, maka arus uang yang masuk dalam bentuk valuta asing ke dalam negeri semakin besar (Muchlas, 2015:78).

5. Rasio Ekspor terhadap Impor

Rasio ekspor terhadap impor menunjukkan perbandingan nilai ekspor terhadap impor. Jika ekspor meningkat lebih cepat dibandingkan impor, maka nilai tukar mata uang suatu negara cenderung menguat atau apresiasi. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi nilai ekspor akan berdampak pada tingginya permintaan terhadap rupiah sehingga nilai tukar rupiah


(44)

akan menguat atau apresiasi. Sebaliknya, jika impor meningkat lebih cepat dibandingkan ekspor, maka nilai tukar mata uang suatu negara akan melemah atau terdepresiasi. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi nilai impor mengakibatkan permintaan terhadap mata uang asing meningkat, yang pada akhirnya berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah.

Menurut Sukirno (2013:402), perubahan dalam permintaan dan penawaran suatu valuta, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh banyak faktor, yaitu:

1. Perubahan Dalam Citarasa Masyarakat

Perubahan citarasa masyarakat akan mengubah corak konsumsi atas barang-barang yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan dapat meningkatkan ekspor. Perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing.

2. Perubahan Harga Barang Ekspor dan Impor

Barang-barang dalam negeri yang dijual dengan harga yang relatif murah akan meningkatkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor. Dengan demikian, perubahan harga barang ekspor dan impor akan


(45)

menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan mata uang negara tersebut.

3. Kenaikan Harga Umum (Inflasi)

Inflasi sangat besar pengaruhnya terhadap kurs pertukaran valuta asing. Inflasi cenderung menurunkan nilai suatu valuta asing. Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri lebih mahal dari harga-harga di luar negeri, sehingga inflasi akan menambah impor dan meningkatkan permintaan valuta asing. Selain itu, inflasi menyebabkan harga barang-barang ekspor menjadi lebih mahal, sehingga inflasi akan mengurangi ekspor dan penawaran valuta asing akan berkurang.

4. Perubahan Suku Bunga dan Tingkat Pengembalian Investasi

Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting peranannya dalam mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri. Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi menyebabkan modal luar negeri masuk ke negara tersebut. Apabila lebih banyak modal mengalir ke suatu negara maka permintaan atas mata uangnya bertambah dan nilai mata uang tersebut bertambah. Sebaliknya, nilai mata suatu negara akan merosot apabila lebih banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi di negara-negara lain.


(46)

5. Pertumbuhan Ekonomi

Efek yang akan diakibatkan oleh suatu kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya tergantung kepada corak pertumbuhan ekonomi yang berlaku. Apabila kemajuan ekonomi tersebut diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan atas mata uang negara tersebut bertambah lebih cepat dari penawarannya dan nilai mata uang negara tersebut akan naik. Sebaliknya, apabila kemajuan tersebut menyebabkan impor berkembang lebih cepat dari ekspor, maka penawaran mata uang negara tersebut lebih cepat bertambah dari permintaannya dan nilai mata uang negara tersebut akan merosot.

Menurut Murdayanti (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang adalah:

1. Perbedaan Tingkat Inflasi

Kenaikan tingkat inflasi yang mendadak dan besar di suatu negara akan menyebabkan meningkatnya impor oleh negara tersebut terhadap berbagai barang dan jasa dari luar negeri, sehingga diperlukan banyak valuta asing untuk membayar transaksi impor tersebut. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya permintaan valuta asing di pasar valuta asing (Madura, 2000:210).

2. Perbedaan Tingkat Suku Bunga

Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada jumlah investasi di suatu negara, baik yang berasl dari investor domestik maupun investor asing, khususnya pada jenis-jenis investasi portofolio yang


(47)

umumnya berjangka pendek. Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar uang domestik. Apabila negara tersebut menganut rezim devisa bebas, maka dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran modal masuk (capital flow) dari luar negeri. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap mata uang asing di pasar valuta asing (Madura, 2000:222).

3. Perbedaan Tingkat Pendapatan Nasional

Dalam pendekatan moneter, perbedaan tingkat pendapatan nasional di dua negara akan dapat mempengaruhi transaksi ekspor dan impor barang maupun transaksi aset lintas negara yang bersangkutan. Hal tersebut dapat mempengaruhi perubahan jumlah permintaan dan penawaran valuta asing di negara-negara tersebut, yang juga akan berpengaruh terhadap nilai kurs yang berlaku pada sistem kurs mengambang bebas. Dengan kata lain, jumlah pertumbuhan output riil di suatu negara sangat mempengaruhi jumlah permintaan uang domestik dari luar negeri yang mengakibatkan jumlah penawaran uang semakin berharga dan menyebabkan apresiasi mata uang domestik. 4. Perbedaan Jumlah Uang Beredar

Jumlah uang beredar yang berlebihan dalam suatu negara akan menyebabkan nilai tukar mata uangnya terdepresiasi karena tidak diimbangi dengan permintaan yang sesuai. Sebaliknya, jika permintaan akan mata uang lebih besar daripada jumlah kenaikan penawaran uang,


(48)

maka nilai tukar mata uangnya akan menguat (apresiasi) (Salvatore, 1997:323).

5. Posisi Neraca Pembayaran

Surplus neraca pembayaran menunjukkan adanya aliran valuta asing yang masuk netto di dalam perekonomian negara tersebut melalui transaksi financial dan assets, sehingga nilai tukar rupiah akan menguat. Sebaliknya, neraca pembayaran yang defisit menunjukkan telah terjadinya aliran dana keluar netto ke luar negeri (Krugman, 2000:23).

Menurut Martin (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang adalah:

1. Perbedaan Tingkat Inflasi Antara Dua Negara

Suatu negara yang tingkat inflasinya konsisten rendah akan lebih kuat nilai tukar mata uangnya dibandingkan negara yang inflasinya lebih tinggi. Daya beli (purchasing power) mata uang tersebut relatif lebih besar dari negara lain. Pada akhir abad 20 lalu, negara-negara dengan tingkat inflasi rendah adalah Jepang, Jerman dan Swiss, sementara Amerika Serikat dan Canada menyusul kemudian. Nilai tukar mata uang negara-negara yang inflasinya lebih tinggi akan mengalami depresiasi dibandingkan negara partnerdagangnya.


(49)

2. Perbedaan Tingkat Suku Bunga Antara Dua Negara

Suku bunga, inflasi, dan nilai tukar sangat berhubungan erat. Dengan merubah tingkat suku bunga, Bank Sentral suatu negara bisa mempengaruhi inflasi dan nilai tukar mata uang. Suku bunga yang lebih tinggi akan menyebabkan permintaan mata uang negara tersebut meningkat. Investor domestik dan luar negeri akan tertarik dengan

return yang lebih besar. Akan tetapi, jika inflasi kembali tinggi, investor akan keluar hingga Bank Sentral menaikkan suku bunganya lagi. Sebaliknya, jika Bank Sentral menurunkan suku bunga maka akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.

3. Neraca Perdagangan

Neraca perdagangan antara dua negara berisi semua pembayaran dari hasil jual beli barang dan jasa. Neraca perdagangan suatu negara disebut defisit bila negara tersebut membayar lebih banyak ke negara

partner dagangnya dibandingkan dengan pembayaran yang diperoleh dari negara partner dagang. Dalam hal ini, negara tersebut membutuhkan lebih banyak mata uang negara partner dagang, yang menyebabkan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap negara

partnernya melemah. Keadaan sebaliknya disebut surplus, di mana nilai tukar mata uang negara tersebut menguat terhadap negara partner


(50)

4. Hutang Publik (Public Debt)

Neraca anggaran domestik suatu negara digunakan juga untuk membiayai proyek-proyek untuk kepentingan publik dan pemerintahan. Jika anggaran defisit maka public debt membengkak.

Public debt yang tinggi akan menyebabkan naiknya inflasi. Defisit anggaran bisa ditutup dengan menjual bond pemerintah atau mencetak uang. Keadaan bisa memburuk bila hutang yang besar menyebabkan negara tersebut default (gagal bayar) sehingga peringkat hutangnya turun. Public debt yang tinggi jelas akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.

5. Rasio Harga Ekspor Dan Harga Impor

Jika harga ekspor meningkat lebih cepat dari harga impor, maka nilai tukar mata uang negara tersebut cenderung menguat. Permintaan akan barang dan jasa dari negara tersebut naik yang berarti permintaan mata uangnya juga meningkat. Keadaan sebaliknya untuk harga impor yang naik lebih cepat dari harga ekspor.

6. Kestabilan Politik Dan Ekonomi

Para investor tentu akan mencari negara dengan kinerja ekonomi yang bagus dan kondisi politik yang stabil. Negara yang kondisi politiknya tidak stabil akan cenderung beresiko tinggi sebagai tempat berinvestasi. Keadaan politik akan berdampak pada kinerja ekonomi dan kepercayaan investor, yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai tukar mata uang negara tersebut.


(51)

C. Cadangan Devisa

1. Pengertian Cadangan Devisa

Devisa merupakan alat pembayaran internasional dan berfungsi sebagai uang internasional. Pengertian cadangan devisa atau foreign reserve currencies adalah mata uang asing, misalnya dollar Amerika Serikat yang dipegang oleh pemerintah atau Bank Sentral setiap negara yang pada umumnya digunakan sebagai cadangan internasional (Lipsey, 1990:499).

UU No.23 Tahun 1999 mengatakan bahwa Bank Indonesia mengelola cadangan devisa. Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa tersebut, Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa serta dapat menerima pinjaman luar negeri.

2. Fungsi Cadangan Devisa

Menurut Gandhi (2006) Cadangan Devisa memiliki fungsi sebagai berikut:

a) Sebagai alat kebijakan moneter khususnya untuk meredam gejolak nilai tukar, misalnya dengan melakukan intervensi apabila diperlukan. b) Memberikan kepercayaan kepada pelaku pasar bahwa negara mampu

memenuhi kewajibannya terhadap pihak luar negeri.

c) Membantu pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dan kewajiban ketika akan melakukan pembayaran utang luar negeri.


(52)

e) Menunjukkan adanya suatu kekayaan dalam bentuk external asset

untuk mem-backup mata uang dalam negeri (domestic currency). f) Memelihara suatu cadangan untuk dapat dipergunakan apabila negara

mengalami suatu keadaan darurat. 3. Sumber Cadangan Devisa

Cadangan devisa suatu negara pada umumnya berasal dari sumber sebagai berikut:

a) Hasil penjualan ekspor barang maupun jasa, seperti hasil ekspor karet, kopi, timah, tekstil, kayu lapis, ikan, udang, rotan dan sebagainya. Begitu pula hasil dari sektor jasa, seperti uang tambang (freight), angkutan, provisi dan konsumsi, premi asuransi, jasa hotel dan lain sebagainya.

b) Pinjaman yang diperoleh dari negara asing, badan-badan internasional, serta swasta asing, seperti pinjaman dari IGGI (Inter Governmental Group on Indonesia), kredit dari World Bank dan Asia Development Bankdan lain sebagainya.

c) Hadiah (Grant) dan bantuan dari badan-badan PBB seperti UNDP,

UNESCO dan pemerintah asing, seperti pemerintah Saudi Arabia, Jepang dan lain-lain.

d) Laba dari penanaman modal di luar negeri, seperti laba yang di transfer dari perusahaan milik pemerintah dan warga negara Indonesia yang berdomisili di luar negeri, termasuk transfer dari warga negara


(53)

Indonesia yang bekerja di luar negeri, seperti Malaysia, Dubai dan lain sebagainya.

e) Hasil dari kegiatan pariwisata internasional, seperti uang tambang, angkutan, sewa hotel, penjualan souvenir dan novelties, uang pandu wisata dan lain-lain.

D. Suku Bunga

1. Pengertian Suku Bunga

Suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Biaya untuk meminjam uang diukur dalam dollar per tahun untuk setiap dollar yang dipinjam, adalah suku bunga (Samuelson dan Nordhaus, 1994:197). Menurut Lipsey, dkk (1995:22), suku bunga merupakan harga yang harus dibayar untuk meminjam uang selama periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam persentase uang yang dipinjam.

2. Jenis Suku Bunga

Suku bunga dibedakan menjadi empat, yaitu:

a) Suku bunga nominal, yaitu suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan.


(54)

b) Suku bunga riil, yaitu suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi.

c) Suku bunga tetap (fixed rate), yaitu suku bunga yang besarnya selalu tetap (fixed) selama jangka waktu tertentu atau selama jangka waktu kredit.

d) Suku bunga mengambang (floating rate), yaitu suku bunga yang besarnya dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan besarnya suku bunga yang berlaku di pasar (mengikuti mekanisme pasar).

3. Unsur-Unsur Dalam Tingkat Suku Bunga

Menurut Samuelson dan Nordhaus (1994:198), unsur-unsur dalam tingkat suku bunga, meliputi:

a) Syarat atau jatuh tempo

Berbagai pinjaman mempunyai syarat atau jatuh tempo. Pinjaman terpendek adalah pinjaman satu malam. Surat-surat berharga jangka pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Surat-surat berharga jangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jangka pendek, karena masyarakat ingin mengorbankan lebih cepat dana mereka hanya jika mereka dapat meningkatkan hasilnya.


(55)

b) Risiko

Ada pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki risiko, sementara lainnya sangat bersifat spekulatif. Obligasi-obligasi dan tagihan-tagihan pemerintah didukung dengan penuh kepercayaan oleh kredit dan kekuatan pajak dari pemerintah. Unsur-unsur ini dapat dipercaya karena bunga pinjaman pemerintah akan benar-benar dibayar. Risiko menengah terdapat pada pinjaman atas kredit-kredit perusahaan, negara bagian, dan pemerintah lokal. Investasi berisiko yang mempunyai peluang gagal atau tidak dibayar yang sangat tinggi termasuk investasi pada perusahaan yang hampir bangkrut, kota-kota dengan pajak yang tinggi, atau negara-negara Amerika Latin dengan utang luar negeri yang besar dan pendapatan impor yang kecil.

c) Likuiditas

Aktiva akan disebut likuid apabila dapat ditukarkan dengan kas secara cepat dan hanya menimbulkan kerugian nilai yang sedikit. Sebagian besar surat berharga, termasuk saham biasa, obligasi perusahaan dan pemerintah, dapat diukur dengan kas secara cepat mendekati nilai sekarangnya. Aktiva-aktiva tidak likuid termasuk aktiva-aktiva unik yang tidak memiliki pasar yang berkembang baik. Risiko yang lebih tinggi dan kesulitan untuk mendapatkan investasi dari para pemberi pinjaman, aktiva-aktiva atau pinjaman yang tidak likuid biasanya mempunyai tingkat bunga lebih tinggi daripada yang diberikan oleh aktiva likuid, yaitu yang tidak berisiko.


(56)

d) Biaya-biaya administrasi

Waktu dan ketelitian yang diperlukan untuk administrasi berbagai jenis pinjaman, sangatlah berbeda. Pinjaman dengan biaya administrasi yang tinggi akan mempunyai bunga 5 sampai 10 persen per tahun, lebih besar dari tingkat bunga lainnya.

4. Fungsi Suku Bunga

Fungsi suku bunga (interest rate), yaitu:

1) Sebagai daya tarik bagi para penabung baik bagi individu, institusi atau lembaga yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan. Dana berlebihan yang ada di tangan masyarakat tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan suatu perekonomian.

2) Suku bunga dapat digunakan sebagai alat kontrol bagi pemerintah terhadap investasi pada sektor-sektor ekonomi. Dalam hal pemerintah memberikan dukungan kepada sektor-sektor ekonomi, pemerintah membuat suatu kebijakan tingkat bunga yang rendah untuk sektor ekonomi tersebut dengan tujuan mempercepat pertumbuhan sektor ekonomi tersebut.

3) Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri maka perusahaan-perusahaan dari industri tersebut yang akan meminjam dana diberi fasilitas. Maksudnya


(57)

pemerintah memberi suku bunga yang lebih rendah dibandingkan dengan sektor lain.

4) Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk meningkatkan produksi sebagai akibatnya tingkat bunga dapat digunakan untuk mengontrol tingkat inflasi. Ini berarti pemerintah dapat mengukur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian. Misalnya kebijakan politik menegaskan pemerintah diharuskan mendukung sektor industri dalam negeri, maka pemerintah memberlakukan kebijakan tingkat suku bunga yang lebih rendah. Kebijakan ini akan mendorong produksi menjadi lebih tinggi. Pemerintah dapat mengendalikan permintaan dan penawaran dengan menetapkan bunga dari bank (melalui BI). Dalam hal ini bunga dapat disesuaikan oleh pemerintah. Pada saat permintaan uang terlalu tinggi, sirkulasi uang di masyarakat terlalu besar, maka pemerintah dapat menaikkan tingkat bunga agar penawaran uang meningkat dan permintaan uang menurun.

E. Inflasi

1. Pengertian Inflasi

Inflasi adalah suatu keadaan yang mengakibatkan naiknya harga secara umum atau suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai uang secara kontinu. Inflasi merupakan proses suatu peristiwa dan bukan tinggi rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga


(58)

yang dianggap tinggi belum menunjukkan inflasi, dianggap inflasi jika terjadi proses kenaikan harga yang terus-menerus dan saling mempengaruhi. Berdasarkan definisi inflasi tersebut, terdapat tiga aspek penting, yaitu:

1) Adanya kecendrungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecendrungan yang meningkat.

2) Peningkatan harga tersebut berlangsung secara terus menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja.

3) Tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditas saja.

2. Cara Menghitung Laju Inflasi

Secara umum, dikenal tiga cara yang digunakan untuk menghitung laju inflasi, yaitu:

a) Indeks harga konsumen (consumen price indexatau CPI)

Indeks harga konsumen mengukur biaya pembelian sekelompok barang dan jasa yang dianggap mewakili belanja konsumen. Biasanya kelompok barang yang digunakan untuk mengukur dapat berubah disesuaikan dengan pola konsumsi aktual masyarakat. IHK mengukur biaya yang langsung dibayar oleh konsumen pada tingkat harga eceran.


(59)

b) Indeks harga produsen (producer price index atau PPI), yaitu suatu indeks dari harga bahan-bahan baku (raw materials), produk antara (intermediate products), peralatan, modal dan mesin yang dibeli oleh sektor bisnis atau perusahaan. Jadi, PPI hanya mencakup bahan baku dan barang antara atau setengah jadi saja, sementara barang-barang jadi tidak dimasukkan dalam perhitungan.

c) GNP deflator, yaitu suatu indeks harga yang digunakan untuk menyesuaikan nilai uang dalam GNP untuk mendapatkan nilai riil GNP. Nilai riil GNP sangat penting karena menggambarkan output dari barang dan jasa secara fisik, bukan nilainya. Hal ini penting karena biasanya suatu perekonomian kelihatannya memproduksi lebih banyak barang dan jasa karena GNP meningkat, tetapi hal ini dapat disebabkan adanya inflasi tanpa adanya peningkatan output secara fisik. GNP deflator digunakan untuk menghilangkan pengaruh perubahan harga dan mencatat perubahan yang sebenarnya.

3. Penggolongan Inflasi

Berdasarkan sumber timbulnya, inflasi dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Inflasi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya sebagai akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.


(60)

b) Inflasi yang bersumber dari luar negeri, yaitu inflasi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor.

Berdasarakan cakupan pengaruh kenaikan harga, inflasi dibedakan menjadi inflasi tertutup dan inflasi terbuka. Inflasi tertutup, yaitu jika kenaikan harga secara umum hanya berkaitan dengan beberapa barang tertentu secara kontinu. Sedangkan inflasi terbuka, yaitu jika kenaikan harga terjadi secara keseluruhan.

Berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:

a) Inflasi ringan, yaitu inflasi yang masih belum begitu mengganggu keadaan ekonomi. Inflasi ini masih mudah dikendalikan. Inflasi ringan berada di bawah 10% per tahun.

b) Inflasi sedang, yaitu inflasi yang belum membahayakan kegiatan ekonomi. Tetapi inflasi ini sudah menurunkan kesejahteraan orang-orang yang berpenghasilan tetap. Inflasi sedang berkisar antara 10%-30% per tahun.

c) Inflasi berat, yaitu inflasi yang sudah mengacaukan kondisi perekonomian. Inflasi berat berkisar antara 30%-100% per tahun. d) Inflasi sangat berat (hyperinflation), yaitu jenis inflasi yang sudah

mengacaukan kondisi perekonomian dan susah dikendalikan walaupun dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Inflasi sangat berat berada di atas 100% per tahun.


(61)

Berdasarkan penyebabnya, inflasi dibedakan menjadi dua, yaitu inflasi karena kenaikan permintaan dan inflasi karena kenaikan biaya produksi. Inflasi karena kenaikan permintaan disebabkan karena kenaikan permintaan terkadang tidak dapat dipenuhi produsen, sehingga harga-harga akan cenderung naik. Hal ini sesuai dengan hukum ekonomi “jika permintaan naik sedangkan penawaran tetap, maka harga cenderung naik”. Sedangkan inflasi karena kenaikan biaya produksi, yaitu inflasi yang terjadi karena penurunan agregat. Kenaikan biaya produksi mengakibatkan harga penawaran barang naik, sehingga dapat menimbulkan inflasi.

4. Dampak Inflasi

Inflasi memiliki dampak terhadap kegiatan perekonomian suatu negara, diantaranya:

a) Investasi berkurang

Menurunnya nilai uang cenderung mengurangi minat orang untuk menabung sehingga dana untuk investasi menjadi berkurang, akibatnya pertumbuhan output nasional menjadi turun.

b) Pada keadaan inflasi, daya saing untuk barang ekspor berkurang. Berkurangnya daya saing terjadi karena harga barang ekspor semakin mahal. Inflasi dapat menyulitkan para eksportir dan negara. Negara mengalami kerugian karena daya saing barang ekspor berkurang, yang mengakibatkan jumlah penjualan berkurang. Devisa yang diperoleh juga semakin kecil.


(62)

c) Menimbulkan defisit neraca pembayaran

Produk nasional tidak dapat bersaing di pasar internasional sebagai akibat dari barang-barang luar negeri (barang impor) lebih murah daripada barang di dalam negeri, sehingga impor berkembang lebih cepat daripada ekspor. Hal ini menyebabkan arus modal ke luar negeri lebih banyak daripada arus masuk ke dalam negeri. Keadaan tersebut akan berakibat terjadinya defisit neraca pembayaran dan kemerosotan mata uang dalam negeri.

5. Kebijakan Mengatasi Inflasi

Untuk mencapai sasaran dalam mengatasi inflasi, ada tiga kebijakan yang dapat ditempuh, yaitu:

a) Kebijakan moneter, yaitu kebijakan pemerintah di bidang moneter (keuangan) yang bertujuan menjaga kestabilan moneter untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan moneter dilakukan melalui Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, diantaranya politik diskonto terhadap Bank Umum, politik pasar terbuka, menaikkan cash ratio, dan kebijakan kredit.

b) Kebijakan fiskal, di mana kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah sejalan dengan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal yang dilakukan, diantaranya mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, menaikkan tarif pajak, dan mengadakan pinjaman pemerintah.

c) Kebijakan non moneter (kebijakan riil), yang dapat dilakukan dengan menaikkan hasil produksi, kebijakan upah, dan pengawasan harga.


(63)

F. Neraca Pembayaran

1. Pengertian Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran adalah suatu catatan sistematis yang berisi hubungan ekonomi atau transaksi antar penduduk dari suatu negara dengan negara lainnya, yang dinilai dalam mata uang pada kurun waktu tertentu, biasanya satu tahun. Neraca pembayaran menggambarkan hubungan ekonomi antara suatu negara dengan negara lainnya. Pada neraca pembayaran, tergambar keadaan ekspor, impor, penanaman modal, pinjaman, dan hal-hal lain yang menjadi cakupan neraca pembayaran.

Menurut Nopirin (1999:165), neraca pembayaran adalah catatan yang sistematis tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk negara itu dengan penduduk negara lain dalam jangka waktu tertentu. Menurut Madura (1997:31), neraca pembayaran (balance of payment) adalah ukuran dari semua transaksi antara penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu.

2. Fungsi Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran dapat digunakan sebagai bahan keterangan atas berbagai hal yang berhubungan dengan perdagangan luar negeri suatu negara, sehingga dapat diambil langkah-langkah yang diperlukan. Oleh karena itu, neraca pembayaran berfungsi sebagai berikut:


(64)

a) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah di bidang ekonomi. Bidang ekonomi disini termasuk ekspor dan impor, hubungan utang-piutang, hubungan penanaman modal, dan hubungan lainnya yang menyangkut neraca pembayaran. b) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil

kebijakan di bidang moneter dan fiskal. Dari neraca pembayaran dapat dilihat jumlah cadangan devisa. Jika cadangan devisa sudah menipis, pemerintah akan membuat kebijakan untuk menambah devisa atau menghemat devisa.

c) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengetahui pengaruh hubungan ekonomi internasional terhadap pendapatan nasional. Dari neraca pembayaran, dapat dilihat, misalnya hasil penanaman modal penduduk negara lain di negara itu. Setelah melihat hasil tersebut, pemerintah dapat membuat peraturan, misalnya penanaman modal di negara lain dialihkan ke negara sendiri.

d) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan di bidang politik perdagangan internasional.

3. Komponen Neraca Pembayaran

Menurut Kuncoro (2001:80), neraca pembayaran terdiri atas beberapa komponen utama, yaitu:

a) Rekening Transaksi Berjalan (Current Account)

Rekening transaksi berjalan mencatat seluruh transaksi barang dan jasa, yang terdiri dari tiga bagian, yaitu neraca perdagangan


(65)

(balance of trade), neraca jasa (services balance), dan neraca transfer unilateral (unilateral transfers balance).

1) Neraca perdagangan (balance of trade)

Neraca perdagangan (balance of trade), mencatat selisih antara ekspor dan impor barang yang diperdagangkan dalam perdagangan internasional.

2) Neraca jasa (services balance)

Neraca jasa (services balance) mencatat transaksi ekspor dan impor jasa, termasuk pembayaran bunga dan dividen, pengeluaran militer dan turis.

3) Neraca transfer unilateral (unilateral transfers balance).

Neraca transfer unilateral (unilateral transfers balance) mencatat hibah, baik dari perseorangan maupun pemerintah (misalnya bantuan luar negeri dan bantuan militer).

b) Rekening Modal (Capital Account)

Rekening modal (capital account) menunjukkan aliran modal finansial, baik yang langsung diperdagangkan (perubahan portofolio dalam bentuk saham, obligasi dan surat berharga internasional yang lain) maupun untuk membayar barang dan jasa. Dengan kata lain, rekening modal mencerminkan perubahan kepemilikan jangka panjang dari suatu negara (baik berupa investasi asing langsung maupun pembelian surat-surat berharga dengan jatuh tempo lebih dari satu tahun), dan kekayaan finansial jangka pendek


(66)

(surat-surat berharga dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun). Transaksi dalam rekening modal terdiri dari:

1) Investasi portofolio, yang meliputi pembelian aset finansial dengan masa jatuh tempo lebih dari satu tahun.

2) Investasi jangka pendek, yang meliputi surat berharga dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun.

3) Investasi asing langsung, terdapat kontrol manajemen, baik parsial maupun penuh.

4) Pinjaman luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah.

G. Rasio Ekspor Terhadap Impor 1. Pengertian Ekspor-Impor

Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan menggunakan sistem pembayaran, kualitas, kuantitas, dan syarat penjualan lainnya yang telah disetujui oleh pihak eksportir dan importir. Impor adalah proses pembelian barang dan jasa dari negara lain. Menurut UU No.17 tahun 2006, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean, sedangkan impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku undang-undang ini.


(1)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 1802.719 1222.120 1.475 .153

Cadangan_Devisa .003 .007 .152 .508 .616

Suku_Bunga -58.451 58.193 -.463 -1.004 .325

Inflasi 14.780 24.485 .232 .604 .552

Neraca_Pembayaran -.048 .024 -.413 -1.953 .063

Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor 147.636 587.408 .052 .251 .804

a. Dependent Variable: ABS

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 521.5713 2118.7588 1348.6898 354.28948 30

Residual -1462.04114 1857.03162 .00000 754.56835 30

Std. Predicted Value -2.335 2.174 .000 1.000 30

Std. Residual -1.763 2.239 .000 .910 30


(2)

3. UJI AUTOKORELASI

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor, Neraca_Pembayaran, Inflasi, Cadangan_Devisa,

Suku_Bungaa

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Kurs

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .917a .841 .808 1764.474

a. Predictors: (Constant), Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor, Neraca_Pembayaran, Inflasi, Cadangan_Devisa, Suku_Bunga

b. Dependent Variable: Kurs

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 395009132.029 5 79001826.406 25.375 .000a

Residual 74720861.838 24 3113369.243

Total 469729993.867 29

a. Predictors: (Constant), Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor, Neraca_Pembayaran, Inflasi, Cadangan_Devisa, Suku_Bunga


(3)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -4114.804 2599.783 -1.583 .127

Cadangan_Devisa .102 .015 .920 6.984 .000

Suku_Bunga -168.683 123.793 -.277 -1.363 .186

Inflasi 79.933 52.085 .260 1.535 .138

Neraca_Pembayaran -.117 .052 -.210 -2.256 .033

Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor 6182.456 1249.578 .454 4.948 .000

a. Dependent Variable: Kurs

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 875.51 12929.59 6766.93 3690.665 30

Residual -3259.588 3701.145 .000 1605.173 30

Std. Predicted Value -1.596 1.670 .000 1.000 30

Std. Residual -1.847 2.098 .000 .910 30

a. Dependent Variable: Kurs

Runs Test


(4)

PENGUJIAN HIPOTESIS

1. UJI HIPOTESIS SIMULTAN

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor, Neraca_Pembayaran, Inflasi, Cadangan_Devisa,

Suku_Bungaa

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Kurs

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 395009132.029 5 79001826.406 25.375 .000a

Residual 74720861.838 24 3113369.243

Total 469729993.867 29

a. Predictors: (Constant), Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor, Neraca_Pembayaran, Inflasi, Cadangan_Devisa, Suku_Bunga


(5)

2. UJI HIPOTESIS PARSIAL

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor, Neraca_Pembayaran, Inflasi, Cadangan_Devisa,

Suku_Bungaa

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Kurs

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -4114.804 2599.783 -1.583 .127

Cadangan_Devisa .102 .015 .920 6.984 .000

Suku_Bunga -168.683 123.793 -.277 -1.363 .186

Inflasi 79.933 52.085 .260 1.535 .138

Neraca_Pembayaran -.117 .052 -.210 -2.256 .033

Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor 6182.456 1249.578 .454 4.948 .000


(6)

3. KOEFISIEN DETERMINASI

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor, Neraca_Pembayaran, Inflasi, Cadangan_Devisa,

Suku_Bungaa

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Kurs

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .917a .841 .808 1764.474

a. Predictors: (Constant), Rasio_Ekspor_Terhadap_Impor, Neraca_Pembayaran, Inflasi, Cadangan_Devisa, Suku_Bunga