Analisis Kekerabatan Rayap Tanah Macrotermes gilvus Hagen (Blattodea Termitidae) dan Inventarisasi Bakteri Simbionnya di Bogor

(1)

ANALISIS KEKERABATAN RAYAP TANAH

Macrotermes gilvus HAGEN (BLATTODEA: TERMITIDAE)

DAN INVENTARISASI BAKTERI SIMBIONNYA DI BOGOR

NADZIRUM MUBIN

PROGRAM STUDI ENTOMOLOGI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kekerabatan Rayap Tanah Macrotermes gilvus Hagen (Blattodea: Termitidae) dan Inventarisasi Bakteri Simbionnya di Bogor adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Nadzirum Mubin

NIM A351130296

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.


(4)

(5)

NADZIRUM MUBIN. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah Macrotermes gilvus

Hagen (Blattodea: Termitidae) dan Inventarisasi Bakteri Simbionnya di Bogor. Dibimbing oleh IDHAM SAKTI HARAHAP, GIYANTO, dan RIKA RAFFIUDIN.

Rayap tanah M. gilvus yang termasuk ke dalam subfamili Macrotermitinae

tersebar luas di Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia, Singapura, Myanmar, Filipina, Vietnam, dan Thailand. Kajian tentang rayap ini sudah banyak dilakukan, akan tetapi kajian tentang hubungan kekerabatan rayap pada beberapa lokasi belum ada, sedangkan keanekaragaman bakteri simbion di dalam saluran pencernaannya masih sedikit informasinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kekerabatan rayap tanah M. gilvus dari Cagar Alam Yanlappa (CA Yanlappa), Jasinga dan

Kampus IPB Dramaga. Rayap dikoleksi dengan memasang tujuh transek (1m x 10m) pada masing-masing lokasi dan semua rayap yang dikoleksi berada di dalam transek. Rayap hasil koleksi digunakan untuk tiga perlakuan: a) uji agonistik; b) molekuler rayap; dan c) identifikasi morfologi, fisiologi, dan molekuler bakteri simbion.

Pengujian agonistik digunakan untuk melihat bahwa rayap-rayap tersebut berasal dari tetua yang sama atau tidak. Masing-masing koloni diadu dalam suatu arena tertutup dengan koloni yang lain sampai semua koloni rayap hasil koleksi berpasangan dan diamati agresifitasnya. DNA total rayap hasil ekstraksi kemudian diamplifikasi menggunakan gen COI dari DNAmt, dan disekuensing. Bakteri simbion diisolasi dari saluran pencernaan rayap kemudian digerus dan diencerkan, lalu di-platting ke media Nutrient Agar (NA). Koloni bakteri yang tumbuh di media

kemudian dimurnikan dan diidentifikasi berdasarkan karakter mofologi dan fisiologi. Koloni bakteri yang murni kemudian diekstraksi untuk identifikasi molekuler.

Tiga koloni rayap dari masing-masing lokasi dikoleksi. Perilaku agresif rayap hanya teramati pada rayap-rayap yang berasal dari koloni yang berbeda. Hasil pengujian agonistik menunjukkan bahwa rayap berasal dari tetua yang berbeda.

Hasil amplifikasi gen COI pada koloni rayap dari masing-masing lokasi disekuensing. Hasil sekuensing nukleotida dari empat koloni (dua koloni dari masing-masing lokasi) menunjukkan homologi dengan M. gilvus dari Laos (No.

aksesi AB909015) dengan kemiripan 97% berdasarkan BLAST-N. Hal ini berarti bahwa hasil identifikasi berdasarkan morfologi dan molekuler menunjukkan hasil yang sama yaitu M. gilvus.

Delapan isolat bakteri (tiga isolat dari rayap CA Yanlappa dan lima isolat dari rayap Kampus IPB) dari hasil isolasi saluran pencernaan dikoleksi kemudian disekuensing. Hasil sekuensing nukleotida dari delapan isolat menunjukkan homologi dengan Paenibacillus naphthalenovorans, Kocuria palustris, Stenotrophomonas sp., Escherichia coli, Kluyvera sp., Ochrobactrum sp., Chryseobacterium sp., dan Pseudomonasnitroreducens (J4M1, J5P1, J5P2, D4M1,

D6P1, D6P2, D6P3, dan D6P5 secara berurutan).


(6)

SUMMARY

NADZIRUM MUBIN. Kinship Analysis of Subterranean Termites Macrotermes gilvus Hagen (Blattodea: Termitidae) and Inventory of Its Bacterial Symbiont in

Bogor. Supervised by IDHAM SAKTI HARAHAP, GIYANTO, and RIKA RAFFIUDIN.

Subterranean termites M. gilvus belong to subfamily of Macrotermitinae

distributed widely in Southeast Asia: Indonesia, Malaysia, Singapore, Myanmar, Philippine, Vietnam, and Thailand. Studies on these termites has been done, but the study of kinship termites at some locations do not exist, while the diversity of bacterial symbionts in the digestive tract was still little information.The aim of this research was to analyse the kinship of M. gilvus collected from Yanlappa Nature

Reserve (Yanlappa NR), Jasinga and IPB Dramaga Campus. Termites collection was conducted by setting up seven transects (1m x 10m) in each location and collected all termites found inside the transects. Collected termites were used for three studies: a) agonistic assesment; b) termites molecular studies; and c) bacterial symbiont identification and its molecular characteristics.

Agonistic studies were conducted to confirm whether they were coming from the same parental or not. Each of the colony was paired to other colonies untill all the colonies collected were paired and observed their aggressiveness. Total DNA of termites were extracted, amplified used COI gene of mtDNA, and sequenced. Bacterial symbiont were isolated then grinding and diluting the digestive tract, and then platted on Nutrient Agar (NA) medium. Bacterial colony grew on the media then purified and idenfication based on morphological and physiological characters. Pure bacterial colonies then extracted for molecular identification.

Three colonies of termites from each location were collected. Termites agressiveness were only observed when those from Yanlappa NR and IPB Dramaga Campus were paired. The result of agonistic assesment showed that they were coming from different parental.

The result of amplified COI gene from two colonies of termites from each location were sequenced. The result of nucleotide sequenced of four termites colonies (two colonies from each location) were showed a homology with M. gilvus

from Laos (No. accession AB909015) with 97% similarity based of BLAST-N. This means that the result of identification based on morphological and molecular techniques was the same i.e M. gilvus.

Eight bacterial isolate (three isolates from Yanlappa NR’s termites and five isolates from IPB Dramaga Campus’s termites) from isolated digestive tract were collected and then sequenced. The results of nucleotide sequence of eight isolates homology Paenibacillus naphthalenovorans, Kocuria palustris, Stenotrophomonas

sp., Escherichia coli, Kluyvera sp., Ochrobactrum sp., Chryseobacterium sp., and Pseudomonasnitroreducens (J4M1, J5P1, J5P2, D4M1, D6P1, D6P2, D6P3, and

D6P5 respectively).


(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2014

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(8)

(9)

ANALISIS KEKERABATAN RAYAP TANAH

Macrotermes gilvus HAGEN (BLATTODEA: TERMITIDAE)

DAN INVENTARISASI BAKTERI SIMBIONNYA DI BOGOR

NADZIRUM MUBIN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Entomologi

PROGRAM STUDI ENTOMOLOGI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(10)

(11)

Judul Tesis : Analisis Kekerabatan Rayap Tanah Macrotermes

gilvus Hagen (Blattodea: Termitidae) dan Inventarisasi

Bakteri Simbionnya di Bogor Nama Mahasiswa : Nadzirum Mubin

NIM : A351130296

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si. Ketua

Dr. Ir. Giyanto, M.Si. Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si. Anggota Anggota

Diketahui oleh

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus: 16 September 2104

Ketua Program Studi Entomologi

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.

Dekan Sekolah Pascasarjana


(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Analisis Kekerabatan Rayap Tanah Macrotermes gilvus Hagen (Blattodea:

Termitidae) dan Inventarisasi Bakteri Simbionnya di Bogor”. Tugas akhir ini dibuat sebagai syarat untuk memenuhi gelar Master di Sekolah Pascasarjama, Institut Pertanian Bogor.

Tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik karena bantuan berbagai pihak. Untuk itu dengan penuh hormat, cinta, dan kasih sayang penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda H. Ahmad Romlan (alm) dan Ibunda Hj. Nau’ul Masdariyah, serta keluarga besar penulis yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis. Ucapan terima kasih juga saya berikan kepada Bapak Idham Sakti Harahap, Bapak Giyanto, dan Ibu Rika Raffiudin selaku dosen pembimbing tesis yang telah banyak memberikan masukan, motivasi, dan bimbingan. Teman-teman penulis dari kosan “PODJOK” yaitu Tody dan Samsi; teman-teman seperjuangan di Lab Bakteriologi Tumbuhan: Dika, Auzan, Arfi, Kak Tatit, Kak Ida, Mas Syaiful, Mas Rizal, dan Mbak Okti, teman-teman seperjuangan di Pascasarjana IPB: Bu Arinana, Mbak Uche, Mas Rion, Mbak Lutfi, Wiwi, dan Andi yang senantiasa menemani, membantu dan memberikan semangat; serta teman-teman angkatan 46 Proteksi Tanaman: Suryadi, Fahmi, Daniar dan yang lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang senantiasa membantu dan memberikan semangat sehingga dimudahkan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Semoga kebaikan dan perhatian yang telah diberikan memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis juga menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap karya ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya, khususnya di bidang ilmu proteksi tanaman.

Bogor, Desember 2014


(14)

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Rayap Tanah Macrotermes gilvus Hagen 5

Kekerabatan Rayap Berdasarkan Pendekatan Perilaku dan Molekuler

Bakteri Simbion pada Saluran Pencernaan Rayap 6

BAHAN DAN METODE 9

Tempat dan Waktu 9

Metode Penelitian 9

Pengambilan dan Identifikasi Sampel Rayap Tanah M. gilvus 9

Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan

Pendekatan Perilaku 9

Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Teknik

Molekuler 10

Inventarisasi Bakteri Simbion Rayap Tanah M. gilvus 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Pengambilan Sampel Rayap di Lapangan 16 Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan

Perilaku 19

Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Teknik

Molekuler 20

Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus 25

Inventarisasi Bakteri Simbion Rayap Tanah M. gilvus 26

Analisis Bakteri Simbion di dalam Saluran Pencernaan Rayap Tanah

M. gilvus

28

SIMPULAN 32


(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Saluran pencernaan rayap kasta pekerja (Brune 2014) 7 2 Skema uji agonistik rayap kasta pekerja M. gilvus 10

3 Posisi primer forward dan reverse untuk amplifikasi gen COI

berdasarkan DNAmt M. barneyi (No. aksesi JX050221)

11 4 Rayap M. gilvus kasta prajurit mayor dan minor 16

5 Karakter hyaline tip dan fontanel pada kasta prajurit rayap M. gilvus 17

6 Ruas antena rayap M. gilvus 17

7 Karakter mesonotum dan metanotum pada kasta prajurit rayap M. gilvus

17 8 Visualisasi hasil amplifikasi DNA rayap dari CA Yanlappa dan

Kampus IPB Dramaga menggunakan primer spesifik 21 9 Pohon filogeni antara M. gilvus dan M. annandalei menggunakan

metode Neighbor-Joining dengan bootstrap 1000 x

24 10 Pohon filogeni antara M. gilvus dan M. annandalei menggunakan

metode Maximum-Parsimony dengan bootstrap 1000 x

24 11 Hasil amplifikasi DNA bakteri simbion dari rayap CA Yanlappa dan

Kampus IPB Dramaga 27

DAFTAR TABEL

1 Primer untuk amplifikasi gen COI dan posisi primer berdasarkan DNAmt M. barneyi (No. aksesi JX050221)

11 2 Database gen COI in-group dan out-group yang diperoleh dari

GenBank untuk analisis filogeni dan jarak genetik 12 3 Lokasi pengambilan sampel rayap di lapangan 15 4 Ukuran tubuh rayap kasta prajurit M. gilvus di CA Yanlappa-Jasinga

dan Kampus IPB Dramaga 18

5 Hasil uji agonistik rayap M. gilvus dari CA Yanlappa-Jasinga dan

Kampus IPB Dramaga 19

6 Hasil BLAST-N gen sekuen COI dari rayap pekerja CA Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB Dramaga 21 7 BLAST-N gen COI M. gilvus haplotipe baru pada penelitian ini

menggunakan program BLAST-N 22 8 Posisi nukleotida gen COI M. gilvus penelitian ini dengan database

sekuen nukleotida berdasarkan GenBank yang menunjukkan variasi haplotipe

22 9 Jarak genetik M. gilvus gen COI dengan sampel dari GenBank 25

10 Hasil karakterisasi morfologi dan fisiologi bakteri simbion dari kasta pekerja rayap M. gilvus dariCA Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB

Dramaga


(17)

11 Homologi sekuen gen 16S rRNA bakteri simbion hasil isolasi rayap

M. gilvus dariCA Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB Dramaga

27 12 Isolat bakteri yang pernah diisolasi dari saluran pencernaan rayap 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta pengambilan sampel rayap 40 2 Media NA (Nutrient Agar) 40

3 Media NB (Nutrient Broth) 40

4 Bufer Tris-EDTA (TE) 41

5 Fontanel pada kasta prajurit mayor 41 6 Hasil Alignment sekuens M. gilvus gen COI asal Bogor dan Laos 41


(18)

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rayap (Blattodea: Termitoidae) merupakan serangga sosial yang mempunyai persebaran sangat luas. Benua Afrika, Eropa, Asia, dan Amerika merupakan benua yang dihuni oleh rayap (Pearce 1997). Benua-benua yang berada di daerah tropis lebih banyak ditemukan dibandingkan di daerah yang lainnya seperti daerah subtropis (Krishna 1969). Kelimpahan dan keanekaragaman spesies rayap meningkat ke arah ekuator (Pearce 1997).

Keanekaragaman rayap lebih dari 2600 spesies yang tersebar di seluruh dunia (Pearce 1997; Ohkuma et al. 2004). Keanekaragaman rayap yang besar tersebut

terbagi atas tujuh famili. Tujuh famili rayap tersebut adalah Termitidae, Hodotermitidae, Termopsidae, Mastotermitidae, Serritermitidae, Kalotermitidae, Rhinotermtidae (Krishna 1969). Termitidae merupakan famili rayap yang mempunyai anggota koloni paling banyak dibandingkan famili rayap yang lain. Anggota koloninya sekitar 80% dari total semua rayap (Krishna 1969).

Rayap dari famili Temitidae mempunyai lima subfamili. Subfamili dari rayap Termitidae yaitu Amitermitinae, Termitinae, Apicotermitinae, Nasutitermitinae, dan Macrotermitinae (Noirot 1969). Kelima subfamili dari rayap anggota famili Termitidae, subfamili Macrotermitinae merupakan subfamili dari famili Termitidae yang mempunyai perilaku berkebun jamur (fungus growth) di dalam sarangnya.

Jamur genus Termitomyces merupakan jamur yang banyak ditanam di dalam sarang

(Sands 1969).

Subfamili Macrotermitinae terdiri atas lima genus yaitu Macrotermes, Odontotermes, Microcerotermes, Hypotermes dan Microtermes (Noirot 1969; Tho

1992). Macrotermes merupakan genus rayap dari subfamili Macrotermitinae yang

banyak dijadikan bahan kajian penelitian. Kajian tentang rayap Macrotermes

seperti pada spesies rayap M. barneyi (Wei et al. 2012), M. subhyalinus (Cameron et al. 2012), M. bellicossus (Noirot 1969), M. mulleri (Noirot 1969), M. lilljeborgi

(Noirot 1969), M. michaelseni (Ngugi et al. 2005; Mackenzie et al. 2007), dan M. gilvus (Hyodo et al. 2000; Primanda et al. 2003; Subekti 2010; Pribadi et al. 2011;

Mubin 2013; Febriyanto 2013).

Macrotermes gilvus (Termitidae: Macrotermitinae) tersebar luas di Asia

Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Myanmar, Vietnam, dan Thailand (Tho 1992). Spesies rayap ini tersebar luas di seluruh daratan Indonesia (Tarumingkeng 1971). Spesies rayap yang mempunyai persebaran luas ini banyak dilakukan kajian penelitian. Kajian penelitian yang dilakukan seperti pengamatan morofologi rayap (Roonwal dan Chhotani 1961), morfologi dan struktur sarang (Subekti 2008; Subekti 2010), perkembangan kasta (Hyodo et al. 2000),

keanekaragaman (Primanda et al. 2003; Pribadi et al. 2011; Mubin 2013), dan

perubahan fisiologis pada kasta prajurit (Neoh dan Lee 2010; Foo et al. 2011).

Kajian tentang rayap M. gilvus sudah banyak dilakukan, akan tetapi kajian tentang

hubungan kekerabatan rayap M. gilvus pada beberapa lokasi belum ada, sedangkan

keanekaragaman bakteri yang ada di dalam saluran pencernaan pada spesies ini masih sedikit informasinya yaitu bakteri Paracoccus yeei yang dikarakterisasi pada


(20)

2

Bacteriadales dan Clostridales yang ditemukan pada rayap M. gilvus berdasarkan

kasta dan umur rayap pekerja (Hongoh et al. 2006).

Kekerabatan rayap dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan seperti pendekatan perilaku dan molekuler. Pendekatan perilaku digunakan untuk melihat agresifitas rayap yaitu dengan melihat perilaku agonistiknya. Perilaku agonistik adalah perilaku yang terlihat pada rayap saat proses pengenalan isyarat (Shelton dan Grace 1996). Pengenalan isyarat dapat dilakukan dengan mengetuk-ketukkan antena ke antena atau tubuh rayap yang lainnya (Delphia et al. 2003). Isyarat yang dikeluarkan dari rayap akan dikenali oleh

rayap lain. Rayap yang agresif menunjukkan bahwa rayap mampu mengenali isyarat yang dikeluarkan dari rayap yang lain. Perilaku agresif pada rayap disebabkan karena rayap mengenali isyarat yang tidak sama dengan anggota koloninya (nestmate) sendiri (Shelton dan Grace 1996). Perilaku agresif

ditunjukkan dengan menggigit atau menyerang rayap lain karena dianggap bukan anggota koloninya atau sebagai musuh dari rayap tersebut (Delphia et al. 2003).

Hubungan kekerabatan juga dapat dilakukan menggunakan pendekatan molekuler. Pendekatan menggunakan teknik molekuler merupakan pendukung dari identifikasi berdasarkan morfologi (Busse et al. 1996). Identifikasi morfologi yang

didukung dengan pendekatan molekuler akan diperoleh data yang lebih akurat (Jinbo et al. 2011). Teknik molekuler biasanya menggunakan gen-gen yang

menyandikan hubungan kekerabatan yang diturunkan dari induk betina maupun dari kedua tetuanya.

Beberapa kajian dilakukan untuk melihat kekerabatan menggunakan gen pada inti maupun mitokondria. Rayap sebanyak 40 sampel yang mewakili setiap famili dianalisis menggunakan gen dari mitokondria dan inti (12S rDNA, 16S rDNA, 18S rDNA, 28S rDNA, cytochrome oxidase I, cytochrome oxidase II dan cytochrome b). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semua sampel rayap yang digunakan

membentuk cabang monofiletik dengan rayap Mastotermes darwinensis (famili

Mastotermitidae) sebagai sister group dari rayap yang paling primitif. Famili

Kalotermitidae menjadi sister group dengan famili rayap yang lain. Famili

Kalotermitidae, Hodotermitidae, dan Termitidae membentuk cabang monofiletik, sedangkan famili Termopsidae dan Rhinotermidae membentuk cabang parafiletik. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis filogenetik dapat berimpilkasi pada evolusi dari rayap pekerja dan perilaku mencari makannya (Legendre et al. 2008).

Rayap genus Odontotermes, Microtermes, dan Microcerotermes (Termitidae:

Macrotermitinae) membentuk satu cluster, sedangkan rayap genus Reticulitermes

(Rhinotermitidae: Heterotermitinae) membentuk cluster tersendiripada kladogram

pohon filogenetik berdasarkan analisis gen 12S rRNA dari DNAmt (Singla et al.

2013).

Kajian dengan menggunakan gen COII dari DNAmt yaitu diperoleh bahwa rayap M. gilvus dan M. annandalei dari subfamili Macrotermitinae membentuk cluster monofiletik yang terdapat di basal dari famili Termitidae, sedangkan

subfamili Termitinae dan Nasutitermitinae (Termitidae) membentuk cluster monofiletik di apikal (atas) dari famili Termitidae (Ohkuma et al. 2004).

Hubungan kekerabatan rayap di alam berkorelasi dengan perilaku rayap dalam mencari makan (foraging) (Krishna 1969). Bahan organik seperti kayu

lapuk, ranting, dan daun kering di alam mampu didegradasi oleh rayap lebih cepat (Bignell 2006). Peranan rayap dalam mendegradasi bahan organik lebih cepat


(21)

dibandingkan dengan cacing, cendawan, dan mikroba tanah lainnya. Bahan organik pada kayu-kayu lapuk tersebut menjadi makanan utama pada rayap karena mengandung banyak selulosa (Li et al. 2006).

Peranan rayap yang penting di alam tidak terlepas dari organisme lain yang membantu dalam mendegradasi selulosa (Bignell 2000). Rayap terbagi atas dua kelompok besar berdasarkan organisme simbionnya yaitu rayap tingkat rendah dan tingkat tinggi (Noirot dan Noirot-Timothee 1969). Rayap tingkat rendah mempunyai simbion yang didominasi oleh kelompok protozoa. Rayap tingkat rendah terdiri dari tujuh famili yaitu Hodotermitidae, Termopsidae, Mastotermitidae, Serritermitdae, Kalotermitidae, dan Rhinotermitidae. Sedangkan rayap tingkat tinggi mempunyai simbion yang didominasi oleh bakteri yang terdiri dari famili Termitidae (Noirot dan Noirot-Timothee 1969).

Bakteri simbion rayap merupakan organisme yang hidup di dalam saluran pencernaan rayap. Bakteri simbion ini dapat membantu dalam proses degradasi selulosa (Li et al. 2006). Bakteri simbion pada rayap famili Termitidae mempunyai

keanekaragaman yang tinggi. Bakteri Wolbachia ditemukan pada saluran

pencernaan rayap Odontotermes spp. (Salunke et al. 2010), Bacillus licheniformis

ditemukan di saluran pencernaan rayap M. michaelseni (Mackenzie et al. 2007).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis kekerabatan rayap tanah M. gilvus Hagen di Cagar Alam

Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB Dramaga berdasarkan pendekatan perilaku dan molekuler dengan gen COI DNAmt

2. Menginventarisasi bakteri simbion pada rayap tanah M. gilvus Hagen di


(22)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Rayap Tanah Macrotermes gilvus Hagen

Rayap termasuk ke dalam ordo Blattodea, superfamili Termitoidea (Lo et al.

2000; Inward et al. 2007). Superfamili Termitoidea dapat diklasifikasikan ke dalam

7 famili rayap yaitu meliputi: Mastotermitidae, Kalotermitidae, Termopsidae, Hodotermitidae, Rhinotermitidae, Serritermitidae, dan Termitidae (Pearce 1997; Thompson et al. 2000). Enam dari tujuh famili termasuk ke dalam kelompok rayap

tingkat rendah, sedangkan famili Termitidae merupakan satu-satunya famili yang merupakan kelompok rayap tingkat tinggi. Rayap tanah Macrotermes termasuk ke

dalam famili Termitidae subfamili Macrotermitinae. Nandika et al. (2003)

menyatakan bahwa rayap jenis M. gilvus merupakan rayap tanah yang banyak

tersebar di Indonesia. Klasifikasi rayap tanah M. gilvus sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Klas : Insecta Subklas : Pterygota Super-ordo : Dictyoptera Ordo : Blattodea Superfamili : Termitoidea Famili : Termitidae Subfamili : Macrotermitinae Genus : Macrotermes

Spesies : Macrotermes gilvus Hagen

Famili Termitidae merupakan famili terbesar diantara famili-famili yang lain (Krishna 1969). Hal ini disebabkan karena 80% anggota ordo Blattodea superfamili Termitoidea termasuk ke dalam famili ini. Rayap merupakan serangga yang hidup dalam kelompok dengan pembagian sistem kasta yang berkembang sempurna. Sistem kasta pada rayap terdiri dari dari 3 yaitu kasta reproduktif, prajurit, dan pekerja (Krishna 1969).

Kasta prajurit dan pekerja pada M. gilvus mempunyai polimorfisme. Kasta

prajurit dikenal prajurit mayor dan minor. Ciri-ciri dari kasta prajurit adalah mandibel yang berkembang dengan baik, simetris, dan tanpa gigi yang berfungsi untuk memotong atau mencabik, kepala berwarna coklat kemerahan, labrum dengan ujung hialin, meso - dan metanotum melebar, dan antena terdiri atas 17 ruas (Ahmad 1959). Kasta prajurit mayor berukuran lebih besar dibandingkan dengan prajurit minor. Prajurit mayor mempunyai warna kepala berwarna coklat kemerahan, sedikit berambut, terdapat fontanel di kepala, panjang kepala dengan mandibel 4.80-5.48 mm, panjang kepala tanpa mandibel 3.40-3.65 mm, dan lebar kepala 2.30-2.68 mm (Ahmad 1958). Prajurit minor mempunyai bagian ujung labrum pendek, bagian metanotum lebih lebar dibanding mesonotum, ruas antena ketiga lebih panjang dari ruas kedua dan sama panjang dengan ruas keempat, panjang kepala dengan mandibel 3.07-3.43 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1.84-2.08 mm, lebar kepala 1.18-1.40 mm (Ahmad 1958).


(23)

Kasta pekerja juga dikenal dengan pekerja mayor dan minor. Kasta pekerja mayor bertugas mencari sumber makanan dari luar sarang dan mencari spora-spora jamur untuk ditanam di sarangnya. Rayap pekerja minor mempunyai tugas yang berbeda yaitu menyeleksi spora-spora yang dibawa oleh kasta pekerja mayor untuk ditanam di dalam sarangnya (Sands 1969).

Kekerabatan Rayap Berdasarkan Pendekatan Perilaku Agonistik dan Molekuler

Kekerabatan Rayap Kasta Pekerja Menggunakan Pendekatan Perilaku Agonistik

Perilaku agonistik mirip dengan sifat antagonisme dimana satu individu dengan individu yang lain akan menunjukkan perilaku yang agresif untuk mendapatkan sumberdaya yang ada. Perilaku agonistik pada rayap merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui isyarat pengenalan yang dikeluarkan oleh individu rayap untuk dikenali anggota koloninya (Shelton dan Grace 1996).

Rayap yang berasal dari induk yang sama tidak akan bersifat agresif, akan tetapi jika rayap berasal dari induk yang berbeda akan bersifat agresif. Perilaku agresif antar rayap terjadi disebabkan karena diantara individu tersebut akan menghasilkan senyawa yang berbeda. Senyawa dari koloni yang berasal dari induknya hanya akan dikenali oleh satu koloninya sendiri, sedangkan koloni yang lain tidak akan mengenali. Individu yang tidak mengenali senyawa yang dikeluarkan oleh anggota koloni yang lain akan dianggap sebagai musuh sehingga akan terjadi pertarungan ataupun respon penolakan (Shelton dan Grace 1996).

Pengujian perilaku agonistik pada rayap pekerja Reticulitermes spp.

mempunyai fenotipik hidrokarbon kutikula (CA) yang berbeda yaitu CA-A, CA-B, dan CA-C. Kode A, B, dan C merupakan koloni rayap yang berbeda pada saat pengujian (Delphia et al. 2003). Hasil perilaku agonistik diantara individu pekerja

tersebut dapat digunakan untuk menyatakan hubungan pekerja Reticulitermes spp.

dari perbedaan kelompok mencari makan (foraging) karena identifikasi spesies Reticulitermes sering menyulitkan (Delphia et al. 2003).

Rayap dengan spesies yang sama, tetapi dipisahkan oleh jarak yang jauh akan berpotensi mempunyai sifat agresif karena isyarat yang dikeluarkan dari individu satu dengan individu yang lainnya sudah berbeda. Pengujian perilaku agonistik pada rayap pekeja Nasutitermes rippertii dengan cara mencuci dengan air. Hasil

yang diperoleh yaitu terjadi agresifitas diantara pekerja dari satu koloni. Rayap pekerja dari spesies yang sama tersebut saling menyerang karena dianggap pekerja yang dicuci tersebut bukan dari anggota koloninya (Andrews 1991). Rayap pekerja tidak mampu mengenali rayap yang telah dicuci karena isyarat yang dikeluarkan dari kutikulanya (cuticular hydrocarbon) sudah hilang (Andrews 1991).

Hubungan inter- dan intra koloni pada rayap tanah R. flavipes dan R. virginicus dilakukan untuk melihat perilaku agonistik dan kematiannya (mortalitas)

(Harahap et al. 2005). Perilaku agonistik rayap dihubungkan dengan mengukur

kematian (mortality) diantara spesies tersebut, diperoleh hasil bahwa perilaku


(24)

6

(intraspesies), sedangkan pada koloni dari spesies yang berbeda (interspesies) sangat tinggi (Harahap et al. 2005).

Komposisi bakteri simbion yang ada di dalam saluran pencernaan rayap dapat mempengaruhi perilaku agonistik. Bakteri simbion akan menghasilkan senyawa kimia dan memberikan isyarat untuk mengenali anggota koloni yang lainnya (Matsuura 2001; Kirchner & Minkley 2003). Rayap R. speratus diuji dengan

memanipulasi antibiotik dari bakteri. Perilaku pekerja R. speratus dalam mengenali

anggota koloni yang lain berhasil berubah, hal ini mengindikasikan bahwa bakteri pencernaan rayap mempunyai peran dalam pengenalan anggota koloni yang lain (Matsuura 2001).

Analisis Kekerabatan Rayap Menggunakan Karakter Gen COI

DNA mitokondria (DNAmt) adalah DNA yang terletak pada organel mitokondria. DNAmt memiliki ukuran 14 000 sampai 16 000 pb. DNAmt terdapat dalam jumlah yang banyak yaitu 1000 kopi dalam tiap sel. DNAmt juga memiliki laju mutasi 5 sampai 10 kali lebih cepat, pola pewarisan sifat murni diturunkan secara maternal (induk betina) tanpa mengalami rekombinasi, sehingga mampu mengungkapkan perbedaan yang lebih teliti dalam membedakan intraspesies (Simon et al. 1994, 2006).

Gen penyusun DNAmt mempunyai 13 gen pengkode protein (COI, COII, COIII, Cyt-b, ATPase 6, NADH dehydrogenase), 2 gen pengkode rRNA (12S

rRNA dan 16S rRNA), 22 gen pengkode tRNA dan daerah pengontrol (Avise 1987). Daerah pengontrol pada serangga adalah daerah yang kaya akan kandungan basa A dan T yang menggambarkan komposisi dari sekuennya. Jumlah persentase AT yang tinggi merupakan ciri dari DNAmt serangga (Simon et al. 1994).

Analisis genom mitokondria telah berhasil dilakukan untuk rayap spesies

Macrotermes barneyi (No. aksesi JX050221) dan M. subyalinus (No. aksesi

JX144937) (Wei et al. 2012; Cameron et al. 2012). Panjang genom DNAmt yang

diperoleh masing-masing sebesar 15 940 pb dan 16 351 pb dengan jumlah komposisi %AT berturut-turut 80.2% dan 80.4%.

Gen penyusun DNAmt yang sering digunakan untuk karakterisasi variasi genetik spesies adalah gen COI dan COII (King et al. 2002; Kourti 2006). Gen COI

digunakan sebagai penanda genetic dalam studi molekuler untuk mempelajari karakteristik genetik intraspesies, karena memiliki variasi genetik yang tinggi sehingga mampu membedakan antar spesies. Penanda genetik pada gen ini memiliki ukuran yang pendek yaitu 648 pb (Hebert et al. 2003a, 2003b). Rayap

yang telah diidentifikasi berdasarkan morfologi sebanyak 31 spesies, akan tetapi setelah dilihat kembali menggunakan penanda genetik gen COI ada tiga spesies kriptik dari 31 spesies tersebut (Bourguignon et al. (2013)

Bakteri Simbion pada Saluran Pencernaan Rayap

Rayap terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu rayap tingkat rendah dan tingkat tinggi. Rayap tingkat rendah yaitu terdiri dari 6 famili dari 7 famili rayap yaitu Rhinotermitidae, Serritermitidae, Kalotermitidae, Termopsidae, Hodotermitidae, dan Mastotermitidae (Noirot dan Noirot-Timothee 1969; Zhang dan Leadbetter 2012). Sedangkan rayap tingkat tinggi hanya terdiri dari satu famili yaitu Termitidae. Rayap tingkat rendah mempunyai dominansi simbion berupa


(25)

protozoa. Sedangkan rayap tingkat tinggi mempunyai dominansi simbion berupa bakteri (Noirot dan Noirot-Timothee 1969).

Bakteri simbion merupakan bakteri yang bersimbiosis di dalam saluran pencernaan rayap yang bersifat menguntungkan (mutualisme) (Bignell 2000). Bakteri simbion berperan dalam membantu menghasilkan enzim selulolitik untuk mendegradasi selulosa dari makanan yang telah dimakan oleh rayap (Li et al. 2006).

Keberadaan bakteri simbion di dalam saluran pencernaan rayap akan membantu proses degradasi selulosa yang lebih cepat (Bignell 2000). Rayap akan memperoleh makanan dari hasil degradasi oleh bakteri simbion, sedangkan bakteri antara lain mendapatkan tempat untuk hidup dan berkembang biak di dalam saluran pencernaan.

Rayap mempunyai beragam jenis bakteri simbion. Rayap merupakan sistem model terbaik yang dapat dipelajari untuk mengetahui hubungan simbiosis antara mikroba dengan hewan (Bignell 2000). Mikroba simbion yang berasosiasi dengan saluran pencernaan rayap dan berperan penting dalam mencerna lignoselulosa, metanogenesis, acetogenesis, dan fiksasi nitrogen (Li et al. 2006; Manjula et al.

2014).

Gambar 1 Saluran pencernaan rayap kasta pekerja (Brune 2014)

Rayap mempunyai 3 bagian saluran pencernaan yaitu saluran pencernaan depan (stomodeum/foregut), saluran pencernaan tengah (mesenteron/midgut), dan saluran pencernaan belakang (proktodeum/hindgut). Umumnya ukuran saluran pencernaan tengah serangga lebih besar dibandingkan dengan saluran pencernaan belakang, tetapi pada rayap mempunyai ukuran saluran pencernaan belakang yang lebih besar dibandingkan saluran pencernaan tengah (Noirot dan Noirot-Timothee 1969) (Gambar 1).

Rayap mempunyai perbedaan dalam proses pencernaannya. Serangga pada umumnya akan melakukan proses pencernaan di saluran pencernaan bagian tengah (mesenteron), akan tetapi pada rayap terjadi di saluran pencernaan bagian belakang (proktodeum) (Bignell 2000). Mikrob simbion seperti bakteri akan berperan aktif pada saluran pencernaan belakang. Mikrob simbion sangat berkembang di saluran pencernaan belakang karena ukuran dari saluran pencernaan belakang pada rayap lebih besar dibandingkan dengan saluran pencernaan tengah (Noirot dan Noirot-Timothee 1969).

Spesies bakteri yang mampu mendegradasi selulosa dan hemiselulosa pada rayap yang terdiri dari berbagai macam jenis. Bakteri dari saluran pencernaan rayap


(26)

8

Z. angusticolis telah berhasil diisolasi sebanyak 119 strain bakteri selulolitik

(Wenzel et al. 2002). Bakteri selulolitik yang diperoleh sebanyak 23 kelompok dari

bakteri aerobik, an-aerob fakultatif atau mikroaerofili. Bakteri Gram positif dari ordo Aktinomycetales yaitu genus Cellulomonas/ Oerskovia, Microbacterium dan Kocuria. Bakteri Gram positif dari Ordo Bacillales yaitu Bacillus, Brevibacillus

dan Paenibacillus. Bakteri lain yang ditemukan yaitu Agrobacterium/Rhizobium, Brucella/ Ochrobactrum, Pseudomonas dan Sphingomonas/ Zymomonas dari

kelompok Proteobacteria dan mirip Spirosoma dari kelompok Flexibacteriaceae

yang mewakili dari bakteri Gram negatif (Wenzel et al. 2002).

Bakteri dari saluran pencernaan rayap M. barneyi telah berhasil diisolasi dan

diperoleh sebanyak 105 klon bakteri dari yaitu Bacteroidetes sebesar 47.6%, Firmicutes sebesar 28.6%, Proteobacteria sebesar 14.3%, Deferribacteres sebesar

4.8%, Actinobacteria sebesar 2.8%, dan Planctomycetes sebesar 1.9% (Zhu et al.

2012). Bakteri dari saluran pencernaan rayap Odontotermes formosanus juga

berhasil ditemukan yaitu bakteri Firmicutes, Bacteriodates/ Chlorobi, Proteobacteria, dan Actinobacteria dari saluran pencernaan rayap (Shinzato et al.

2007).

Bakteri simbion Paracoccus yeei ditemukan di dalam saluran pencernaan

rayap M. gilvus (Febriyanto 2013). Bakteri simbion tersebut bersifat aerob dan

an-aerob fakultatif. Bakteri simbion juga ditemukan dari saluran pencernaan rayap M. gilvus yaitu bakteri dari Ordo Bakteriodales dan Clostridales (Hongoh et al. 2006).

Bakteri simbion yang telah ditemukan merupakan hasil identifikasi berdasarkan amplifikasi gen 16S rRNA.


(27)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Sampel rayap diambil dari Cagar Alam Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB-Dramaga, Bogor. Rayap diidentifikasi dan diuji perilaku agonistiknya di Laboratorium Biosistematika Serangga. Ekstraksi dan amplifikasi gen COI rayap dan gen 16S rRNA bakteri simbion di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai Juni 2014.

Metode Penelitian

Pengambilan dan Identifikasi Sampel Rayap Tanah M. gilvus

Sampel rayap diambil dengan menggunakan teknik transek strip sensus dengan ukuran 1 x 10 meter. Metode ini dilakukan dengan cara peneliti berjalan sepanjang garis transek dan pengamatan dilakukan pada kedua sisi transek. Bila menjumpai sarang rayap peneliti berhenti di suatu titik (di sarang rayap) dan mencatat secara langsung posisi sampel dengan menggunakan GPS (Lampiran 1).

Rayap yang sudah dikoleksi dari lapangan dibedakan untuk perlakuan lanjutan yaitu rayap kasta prajurit mayor dan minor disimpan di dalam alkohol 70% untuk diidentifikasi hingga tingkat spesies menggunakan buku identifikasi Ahmad (1959) dan Tho (1992) dengan mengukur panjang kepala dan mandibel, lebar kepala, meso- dan metanotum, dan ruas antena. Sebagian rayap disimpan di alkohol absolut untuk ekstraksi DNA rayap dan sebagian disimpan dalam botol dalam keadaan segar atau hidup untuk pengujian perilaku agonistik dan isolasi bakteri simbion dari saluran pencernaannya.

Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku

Uji Agonistik

Rayap yang telah diidentifikasi kemudian digunakan untuk pengujian agonistik. Perilaku agonistik adalah kemampuan anggota koloni dalam mengenali dan membedakan antara anggota koloninya atau bukan anggota koloninya (Shelton dan Grace 1996). Rayap kasta pekerja dari setiap koloni digunakan untuk pengujian agonistik. Satu individu rayap pekerja dari dua koloni yang berbeda ditempatkan di wadah plastik sebagai arena pengujian dan diamati perilaku agonistiknya (Gambar 2). Setiap koloni rayap yang ditemukan, diujikan dengan keseluruhan koloni rayap yang ditemukan (Tabel 1). Hasil perilaku agonistik pada tiap koloni rayap dicatat dan dianalisis.

Rayap pekerja yang diadu di dalam arena diamati dengan melihat perilakunya yaitu (1) tidak terlihat adanya reaksi, (2) antenasi dan grooming satu sama lain, (3)

berkerumun atau thigmotaxis, (4) mengetuk-ketukkan kepala atau tubuh ke substrat,

(5) lari berputar-putar, (6) menghindari satu sama lain, atau (7) berusaha menggigit. Perilaku nomor 1-4 menunjukkan bahwa rayap bersifat pasif, perilaku 5-6 merupakan respon menghindari atau menolak, sedangkan perilaku nomor 7 merupakan respon menyerang secara langsung (Delphia et al. 2003).


(28)

10

Rayap yang mempunyai perilaku menolak dilaporkan ketika kedua rayap saling menjauh, berusaha melarikan diri atau mundur dari yang lain. Rayap dengan perilaku menyerang secara langsung dilaporkan ketika rayap menyerang dan menggigit atau berusaha menggigit satu sama lain.

Gambar 2 Skema uji agonistik rayap kasta pekerja M. gilvus Keterangan: (a) pekerja dari koloni a, (b) pekerja dari koloni b

Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Teknik Molekuler

Ekstraksi, Amplifikasi, dan Sekuensing DNA gen COI pada Rayap

Ekstraksi DNA rayap. DNA total rayap diekstraksi menggunakan metode

Sambrook et al. (1989) yang telah dimodifikasi. Torak rayap kasta pekerja dipotong

menggunakan scalpel dan dimasukkan ke dalam tabung 1.5 mL. Bagian torak

dihancurkan sampai halus menggunakan micropestle di dalam tabung 1.5 mL

kurang lebih selama 1 menit dengan terlebih dahulu ditambah bufer CTAB 2% (pH 8) sebanyak 200 μl yang mengandung mercapto-ethanol 0.2%. Suspensi diinkubasi

pada suhu 65 ⁰C selama 15 menit. Larutan Chlorofoam: Isoamil alcohol (CI) (24:1)

(v/v) sebanyak 200 μL ditambahkan ke dalam suspensi dan dibolak-balik selama 30 menit. Suspensi yang sudah dibolak-balik kemudian disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 10 000 rpm sehingga dihasilkan supernatan.

Supernatan yang telah diperoleh dipindah ke tabung 1.5 mL yang baru sebanyak 150 μL. Larutan RNAse ditambahkan sebanyak 2 μL dan diinkubasi pada suhu 37 ⁰C selama 20 menit. Larutan Isopropanol sebanyak 200 μL ditambahkan ke dalam supernatan untuk proses presipitasi (pengendapan DNA) dan diinkubasi di lemari pendingin pada suhu -20 ⁰C selama 3 jam atau semalam (overnight).

Tabung yang berisi cairan supernatan DNA total rayap hasil inkubasi disentrifugasi pada suhu 4 ⁰C dengan kecepatan 12 000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang dan tersisa pelet yang mengandung DNA total. Pelet dicuci dengan etanol 70% sebanyak 700 μL dan disentrifugasi kembali pada suhu 4 ⁰C dengan kecepatan 12 000 rpm selama 3 menit. Supernatan yang terbentuk kembali dibuang dan tersisa pelet DNA yang sudah bersih. Pelet DNA total rayap disuspensikan kembali dengan larutan Tris-EDTA (TE) pH 8(0.5 mM) (Lampiran

4) sebanyak 30 μL.

Amplifikasi gen COI pada rayap. Amplifikasi gen COI pada rayap hasil

ekstraksi dilakukan untuk dua individu M. gilvus dari tiap lokasi pengambilan

sampel. Proses amplifikasi menggunakan mesin PCR (ESCO). Amplifikasi

a b


(29)

fragmen gen COI M. gilvus menggunakan primer forward dan reverse dengan

panjang amplikon sebesar 762 pb (pasang basa).

Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen COI dari rayap M. gilvus

merupakan hasil design manual dan perangkat lunak Primer 3

(http://frodo.wi.mit.edu/). Primer forward dan reverse dibuat karena primer spesifik

untuk gen COI pada rayap M. gilvus belum ada. Sekuen DNA mitokondria dari

rayap M. barneyi (No. Akses Genbank: JX050221) digunakan sebagai dasar

pembuatan design primer pada penelitian ini. Panjang amplikon dari primer forward dan reverse dari gen COI rayap M. barneyi berukuran sekitar 762 basa

(Gambar 3). Masing-masing sekuen primer forward dan reverse mempunyai

panjang 23 basa (Tabel 1).

Gambar 3 Posisi primer forward dan reverse untuk amplifikasi gen COI

berdasarkan DNAmt M. barneyi (No. aksesi JX050221)

Tabel 1 Primer untuk amplifikasi gen COI dan posisi primer berdasarkan DNAmt

M. barneyi (No. aksesi JX050221)

Keterangan: F: Primer Forward, R: Primer Reverse, Mt: Mitokondria, D: Design

Total volume reaksi PCR yang digunakan adalah 25 μl yang terdiri atas 9.5 μl air destilata steril, 1 μl primer forward 20 pM, 1 μl primer reverse 20 pM, 1 μl

DNA cetakan, dan 12.5 μl PCR Master Mix 2X (Dream taqGreen Fermentas). Kondisi PCR menggunakan modifikasi Singla et al. (2013) yaitu pre-denaturation

pada suhu 94 oC selama 5 menit, siklus yang digunakan sebanyak 35 (denaturation

pada suhu 94 oC selama 1 menit, annealing pada suhu 50 oC selama 30 detik, extension pada suhu 72 oC selama 1 menit), dan final elongation pada suhu 72 oC

selama 7 menit. Nama

Primer Sekuen primer 5’-3’ Posisi primer

Panjang amplikon (bp) F-Mt D3 GATTACTACCACCATCACTAACC 1773-1796 762

R-Mt D3 ACTACTCCTGTAAGTCCTCCTAT 2489-2512

tRNA-Tyr COI tRNA-Leu

F-Mt D3

1733-1796 R-Mt D3

2489-2512

1468 3017


(30)

12

Hasil PCR kemudian dielektroforesis menggunakan agarose 1% pada tegangan 75 volt selama 30 menit dan divisualisasi menggunakan UV transilluminator. Pita-pita yang tervisualisasi kemudian dianalisis ukuran masing-masing fragmen DNA yang dibandingkan dengan marker 1 kb (Fermentas).

Sekuensing DNA gen COI pada rayap. Identifikasi spesies lebih lanjut

dilakukan analisis homologi basa nukleotida. Produk PCR disekuensing (proses ini dilakukan oleh perusahaan sekuensing) selanjutnya diolah menggunakan perangkat lunak BioEdit 7.2. (http://bioedit.software.informer. com/7.2/) untuk dibandingkan

dengan sekuen database dari GenBank (www.ncbi.nlm.nih.gov).

Analisis Homologi Sekuen DNA Gen COI pada Rayap Tanah M. gilvus

Analisis homologi dilakukan pada sekuen gen COI M. gilvus dengan data

GenBank. Program Basic Local Alignment Seacrh Tool-Nucleotide (BLAST-N)

(www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/) digunakan untuk analisis homologi. Sekuen nukleotida gen COI M. gilvus di-alignment dengan data sekuen nukleotida gen COI

rayap anggota Termitidae yang diperoleh dari GenBank (Tabel 2). Data sekuen nukleotida untuk gen COI M. gilvus yang diperoleh dari GenBank dianalisis

homologi sekuen nukleotida gen COI menggunakan program Clustal W (Thompson

et al. 1994) dan program BioEdit Versi 7.2.

Analisis Filogeni dan Jarak Genetik Rayap Tanah M. gilvus

Konstruksi pohon filogeni dilakukan antar gen COI M. gilvus (in-group) dan

spesies rayap M. annandalei (out-group) (Tabel 2). Proses analisis filogeni tersebut

menggunakan metode Neighbor-Joining (NJ) dan Maximum-Parsimony (MP)

dengan bootstrap 1000x pada program MEGA 6 (Tamura et al. 2011).

Analisis jarak genetik dilakukan antara gen COI M. gilvus dan M. annandalei

(Tabel 2). Proses analisis jarak gen COI menggunakan program BioEdit Versi 7.2.

Tabel 2 Database gen COI in-group dan out-group yang diperoleh dari GenBank

untuk analisis filogeni dan jarak genetik

Group Organisme Famili Kode No. aksesi

In-group

M. gilvus Termitidae Mg 4 DMG -

M. gilvus Termitidae Mg 6 DMG -

M. gilvus Termitidae Mg 4 JSG -

M. gilvus Termitidae Mg 5 JSG -

M. gilvus Termitidae Mg 13 LAO AB909013 M. gilvus Termitidae Mg 14 LAO AB909014 M. gilvus Termitidae Mg 15 LAO AB909015 M. gilvus Termitidae Mg 16 LAO AB909016 M. gilvus Termitidae Mg 17 LAO AB909017

Out-group

M. annandalei Termitidae Man 09 LAO AB909009 M. annandalei Termitidae Man 10 LAO AB909010 Keterangan: Mg: Macrotermes gilvus, Man: M. annandalei, DMG: Kampus IPB Dramaga, JSG: Cagar Alam Yanlappa-Jasinga,LAO: Laos (negara asal spesimen rayap)


(31)

Inventarisasi Bakteri Simbion Rayap Tanah M. gilvus

Isolasi Bakteri Simbion pada Saluran Pencernaan Rayap

Isolasi bakteri simbion pada saluran pencernaan dilakukan pada rayap kasta pekerja. Sebanyak tiga rayap kasta pekerja diambil dari masing-masing lokasi pengambilan sampel kemudian dicuci dengan air steril dan disterilisasi permukaan tubuhnya dengan alkohol 70% sebanyak 3 kali. Bagian tubuh yang telah disterilisasi permukaan kemudian dikelupas kutikula abdomen luarnya untuk diambil saluran pencernaan tengah (mesenteron) dan belakang (proktodeum).

Saluran pencernaan tengah dan belakang yang sudah diperoleh lalu digerus di dalam tabung 1.5 mL menggunakan hand pestle dan ditambahkan air steril 1 mL.

Tabung yang berisi suspensi bakteri diambil sebanyak 1 mL untuk ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi air steril 9 mL dan dilakukan pengenceran berseri yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5. Tabung reaksi yang berisi suspensi bakteri

diambil sebanyak 0.1 mL untuk dilakukan pencawanan (platting) ke dalam media

NA (Nutrient Agar) (Lampiran 2). Suspensi bakteri hasil pencawanan

diinkubasikan pada suhu ruang (25 oC) selama 24 sampai 48 jam sebelum

dikarakterisasi morfologi dan fisiologinya.

Identifikasi Morfologi, Fisiologi, dan Molekuler Bakteri Simbion

Identifikasi morfologi dan fisiologi. Isolat bakteri yang telah diisolasi

diamati secara morfologi yaitu berdasarkan ciri-ciri warna, bentuk, dan pinggiran koloni. Isolatbakteri yang telah diisolasi diamati secara fisiologi yaitu berdasarkan sifat fisiologi menggunakan uji gram, dan uji aerobik (Schaad et al. 2001). Uji Gram

dilakukan dengan mengambil satu inokulum dari isolat bakteri kemudian ditambahkan larutan KOH 3%. Suspensi bakteri yang terbentuk menunjukkan Gram positif (+) jika suspensi tidak berlendir (menggumpal) dan jika terbentuk terlihat adanya lendir menunjukkan isolat bakteri termasuk Gram negatif (-).

Uji aerobik dilakukan dengan menumbuhkan bakteri ke media aerobik (Schaad et al. 2001). Isolat bakteri yang tumbuh jika berwarna hijau maka termasuk

bersifat an-aerobik, jika tidak terlihat adanya perubahan warna pada media maka isolat bakteri bersifat aerobik.

Identifikasi molekuler

a. Ekstraksi DNA Bakteri Simbion

Ekstraksi DNA total bakteri menggunakan metode Sambrook et al. (1989)

yang telah dimodifikasi. Pelet bakteri yang sudah diperoleh dari hasil pembiakan di media NB (Nutrient Broth) (Lampiran 3), kemudian digunakan untuk ektraksi

DNA bakteri. Pelet disuspensikan dengan 250 uL buffer TE (mengandung 5 mg/ml lisozym) kemudian di vortex sampai homogen. Suspensi bakteri diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Larutan SDS 10% sebanyak 50 uL ditambahkan dan

dibolak-balik agar tercampur. Suspensi diinkubasi kembali pada suhu 37 oC selama

1 jam. Larutan NaCl 5M sebanyak 65 uL dan 80 uL CTAB-NaCl ditambahkan ke dalam suspensi dan diinkubasi kembali pada suhu 65 oC selama 20 menit. Larutan Clhorofoam:isoamil alkohol (24:1) (v/v) sebagai pelarut organik ditambahkan

sebanyak 450 uL ke dalam suspensi dan dikocok dengan gentle menggunakan

tangan selama 30 menit. Suspensi disentrifugasi pada kecepatan 11 000 rpm selama 15 menit pada suhu 25 0C. Supernatan yang terbentuk ditransfer ke tabung


(32)

14

eppendorf baru sebanyak + 400 uL. Supernatan yang ditransfer ke tabung baru ditambahkan dengan isopropanol sebanyak 400 uL kemudian diinkubasi selama 30 menit atau semalam (overnight) pada suhu -20 0C.

Supernatan yang mengandung DNA total bakteri hasil presipitasi disentrifugasi pada suhu 4 ⁰C dengan kecepatan 12 000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang dan tersisa pelet yang mengandung DNA total. Pelet dicuci dengan etanol 70% dan disentrifugasi pada suhu 4 ⁰C dengan kecepatan 12 000 rpm selama 3 menit. Supernatan yang terbentuk kembali dibuang dan tersisa pelet DNA yang sudah bersih. Pelet disuspensikan kembali dengan larutan TE pH 8 (0.5 mM) sebanyak 30 μL.

b. Amplifikasi gen 16S rRNA Bakteri Simbion

Amplifikasi gen 16S rRNA bakteri simbion hasil ekstraksi dilakukan pada bakteri simbion hasil identifikasi morfologi dan fisiologi dari masing-masing isolat. Proses amplifikasi menggunakan mesin PCR (ESCO). Primer yang digunakan adalah primer unversal 27F (5’-AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-3’) (Lane 1991) dan

1492R (5’-TTACCTTGTTACGACTT-3’) (Turner et al. 1999). Amplifikasi fragmen

gen 16S rRNA menggunakan primer universal forward dan reverse yang akan

menghasilkan amplikon dengan panjang 1500 pb (pasang basa).

Total volume reaksi PCR yang digunakan adalah 25 μl yang terdiri atas 9.5 μl air destilata steril, 1 μl primer forward 20 pM, 1 μl primer reverse 20 pM, 1 μl

DNA cetakan, dan 12.5 μl PCR Master Mix 2X (Dream taqGreen Fermentas). Kondisi PCR, pre-denaturation pada suhu 95 oC selama 5 menit, siklus yang

digunakan sebanyak 35 (denaturation pada suhu 95 oC selama 1 menit, annealing

pada suhu 55 oC selama 1 menit, extension pada suhu 72 oC selama 2 menit), dan final elongation pada suhu 72 oC selama 10 menit.

Hasil PCR kemudian dielektroforesis menggunakan agarose 1% pada tegangan 75 volt selama 30 menit dan divisualisasi menggunakan UV transilluminator. Pita-pita DNA yang tervisualisasi kemudian dianalisis ukuran masing-masing fragmen DNA yang dibandingkan dengan marker 1 kb (Fermentas).

c. Sekuensing DNA Gen 16S rRNA Bakteri Simbion

Identifikasi spesies lebih lanjut dilakukan dengan analisis homologi basa nukleotida. Hasil amplifikasi gen 16S rRNA bakteri simbion disekuensing (proses ini dilakukan oleh perusahaan sekuensing) selanjutnya diolah menggunakan perangkat lunak BioEdit 7.2 (http://bioedit.software.informer.com/7.2/) untuk

dibandingkan dengan sekuen database dari GenBank (www.ncbi.nlm.nih.gov).

d. Homologi DNA Gen 16S rRNA Bakteri Simbion

Analisis homologi dilakukan pada sekuen gen 16S rRNA bakteri simbion

dengan data GenBank. Program Basic Local Alignment Seacrh Tool-Nucleotide


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan Sampel Rayap di Lapangan

Rayap yang dikoleksi dari lapangan ditemukan pada lokasi dengan ketinggian yang berbeda. Lokasi CA Yanlappa-Jasinga berada pada ketinggian 106 m dpl, sedangkan rayap yang berlokasi di Kampus IPB Dramaga berada pada ketinggian 205-213 m dpl (Tabel 3). Hal ini membuktikan bahwa rayap spesies M. gilvus dapat

ditemukan pada lokasi dengan ketinggian yang berbeda.

Pohon yang menjadi naungan pada lokasi pengambilan sampel di CA Yanlappa-Jasinga pada petak 46, 29, dan 28 secara berurutan yaitu Hymaneae caubaril, Schima walichi, dan Artocarpus altisima, sedangkan pohon yang menjadi

naungan pada lokasi pengambilan sampel di Kampus IPB Dramaga yaitu

Cyrtostachys sp., Ficus sp., Elaeis guineensis, Hevea brasiliensis (Tabel 3). Lokasi

CA Yanlappa-Jasinga mempunyai naungan pohon-pohon yang besar, sehingga persentase naungannya lebih dari 90% dan sinar matahari yang masuk sangat sedikit ke dalam tanaman di bawahnya. Lokasi Kampus IPB Dramaga mempunyai naungan dengan persentase yang cukup tinggi juga yaitu sekitar 80% (Mubin 2013), sehingga sinar matahari yang masuk juga tidak terlalu banyak. Kanopi dengan jumlah yang semakin banyak akan menutupi permukaan tanah maka akan berpengaruh dengan kelimpahan dan keanekaragaman jenis rayap (Dibog et al.

1999).

Tabel 3 Lokasi pengambilan sampel rayap di lapangan Plot Lokasi petak

(tanaman pelindung) Kode isolat Koordinat Elevasi (m dpl) CA Yanlappa-Jasinga

1 Petak 46

(Hymaneae caubaril)

Mg 3 JSG S: 060 24.951’

E: 1060 29.972’ 106

2 Petak 29

(Schima walichi}

Mg 4 JSG S: 060 25.080’

E: 1060 30.013’ 106

3 Petak 28

(Artocarpus altisima)

Mg 5 JSG S: 060 25.080’

E: 1060 30.013’ 106

Kampus IPB-Dramaga 1 Perumahan Dosen IPB

(Cyrtostachys sp., Ficus sp.)

Mg 2 DMG S: 06033.229’

E: 106043.428’ 209

2 Kebun Percobaan Kelapa Sawit Cikabayan

(Elaeis guineensis)

Mg 4 DMG S: 06033.119’

E: 106043.997’ 213

3 Kebun Percobaan Karet Rektorat

(Hevea brasiliensis)

Mg 6 DMG S: 06033.640’

E: 106043.476’ 205 Keterangan: CA: Cagar Alam, Mg: Macrotermes gilvus, JSG: Jasinga, DMG: Dramaga, S: South (Lintang Selatan), E: East (Lintang Timur), m dpl: meter di atas permukaan laut


(34)

16

Rayap yang diperoleh dari CA Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB Dramaga mempunyai spesies yang sama yaitu M. gilvus. Spesies ini melimpah di Cagar Alam

Yanlappa (Subekti 2010) dan di Kampus IPB Dramaga (Mubin 2013). Koloni rayap yang ditemukan di lapangan sebanyak 3 koloni pada setiap lokasi yaitu 3 koloni dari CA Yanlappa-Jasinga dengan kode koloni Mg 3 JSG, Mg 4 JSG, dan Mg 5 JSG, sedangkan koloni rayap dari Kampus IPB Dramaga yaitu Mg 2 DMG, Mg 4 DMG, dan Mg 6 DMG. Lokasi penemuan koloni rayap di CA Yanlappa-Jasinga mempunyai jarak yang berdekatan, begitu pula dengan koloni rayap yang ditemukan di Kampus IPB Dramaga (Tabel 3). Koordinat pada lokasi pengambilan sampel di CA Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB Dramga mempunyai perbedaan yaitu lokasi pengambilan sampel di CA Yanlappa-Jasinga hanya berbeda di bagian menit, sedangkan lokasi pengambilan sampel di Kampus IPB Dramaga hanya berbeda di bagian detik (Tabel 3). Akan tetapi, lokasi yang dijadikan pengambilan sampel di CA Yanlappa mempunyai elevasi yang sama (106 mdpl), sedangkan di Kampus IPB mempunyai elevasi yang berbeda (205, 209, dan 213 mdpl) (Tabel 3). Rayap yang diambil dari CA Yanlappa-Jasinga maupun dari Kampus IPB Dramaga merupakan rayap yang berasal dari koloni yang berbeda. Berdasarkan koordinat dan elevasi, sampel rayap yang diambil mempunyai lokasi yang yang berbeda meskipun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Koordinat yang telah tercatat hanya menunjukkan bahwa koloni rayap mempunyai perbedaan lokasi berdasarkan nilai menit dan detik, sehingga sampel rayap yang ditemukan pada lokasi pengambilan sampel tidak jauh berbeda dengan koloni yang lain. Sama halnya dengan nilai elevasi, sampel rayap yang diambil menunjukkan nilai elevasi yang mempunyai rentang yang dekat (Tabel 3).

Gambar 4 Rayap M. gilvus kasta prajurit mayor dan minor Keterangan: 1) prajurit mayor, 2) prajurit minor, a) CA Yanlappa- Jasinga, b) Kampus IPB Dramaga

1 2

(a) (b) 5 mm (a) (b)


(35)

Gambar 5 Karakter hyaline tip dan fontanel pada kasta prajurit rayap M. gilvus

Keterangan: a) prajurit mayor, b) Prajurit minor, lingkaran merah: hyaline tip, lingkaran kuning: fontanel

Gambar 6 Ruas antena rayap M. gilvus

Gambar 7 Karakter mesonotum dan metanotumkasta prajurit rayap M. gilvus Keterangan: 1: mesonotum, 2: metanotum. a) prajurit mayor, dan b) prajurit minor

1mm

a b

1 2

3 4

5 6

7

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

1 mm

1

2 1

2

a b


(36)

18

Karakter kepala pada kasta prajurit mayor yaitu kepala berwarna coklat kemerahan, berambut jarang, mempunyai panjang (kepala+mandibel) 5.18-5.20 mm, dan lebar kepala 2.90-2.93 mm. Bagian tengah kepala (nampak dorsal) akan terlihat adanya fontanel dan hialin tip yang berada di ujung kepala (dekat mandibel) (Gambar 5). Mandibel pada rayap prajurit mayor terlihat kuat (strong) dengan

warna hitam yang berfungsi untuk mencabik musuhnya. Ruas antena berjumlah 17 ruas (Gambar 6). Ukuran meso- dan metanotum hampir sama yaitu 2.21-2.24 mm (Tabel 4 dan Gambar 7).

Karakter kepala pada kasta prajurit minor yaitu kepala berwarna coklat terang, mempunyai panjang (kepala+mandibel) 3.16-3.18 mm, dan lebar kepala 1.11 mm. Bagian tengah kepala (nampak dorsal) akan terlihat adanya hialin tip yang berada di dekat mandibel (Gambar 5). Mandibel pada rayap prajurit minor tidak sekuat prajurit mayor tetapi mempunyai fungsi yang sama yaitu mencabik musuhnya. Ruas antena berjumlah 17 ruas (Gambar 6). Ukuran meso- dan metanotum tidak sama, ukuran mesonotum lebih kecil (1.10-1.12 mm) sedangkan ukuran metanotum lebih lebar (1.23 mm) (Tabel 4 dan Gambar 7).

Tabel 4 Ukuran tubuh rayap kasta prajurit M. gilvus dari CA Yanlappa-Jasinga

dan Kampus IPB Dramaga

Karakter Ukuran morfometrik (mm)

JSG DMG Ahmad*

Panjang kepala +

mandibel PM : 5.20 Pm : 3.18 PM : 5.18 Pm : 3.16 PM : 4.80-5.48 Pm : 3.07-3.43 Lebar kepala PM : 2.93

Pm : 1.11 PM : 2.90 Pm : 1.11 PM : 2.88-3.17 Pm : 1.14-1.35 Mesonotum PM : 2.23

Pm : 1.10 PM : 2.21 Pm : 1.12 PM : 2.10-2.30 Pm : 1.09-1.14 Metanotum PM : 2.24

Pm : 1.23 PM : 2.21 Pm : 1.23 PM : 2.20-2.40 Pm : 1.19-1.25

Keterangan: JSG: CA Alam Yanlappa-Jasinga, DMG: Kampus IPB Dramaga, PM: Prajurit mayor, Pm: Prajurit minor, *Ahmad (1958)

Rayap M. gilvus diidentifikasi berdasarkan kasta prajurit yang mempunyai

karakter morfologi yang mudah dibedakan dibandingkan kasta pekerja. Kasta prajurit mempunyai ukuran dan bentuk dari kepala dan mandibel yang mudah diamati, dibandingkan dengan kasta pekerja yang mempunyai struktur mandibel yang cukup rumit sehingga jarang dilakukan identifikasi. Ukuran kepala dan mandibel pada kasta prajurit digunakan sebagai karakter khusus dalam identifikasi. Kasta prajurit mayor dan minor yang ditemukan di CA Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB mempunyai ukuran kepala dan mandibel yang relatif sama pada kedua lokasi, sehingga identifikasi berdasarkan Ahmad (1958) dan Tho (1992) sudah tepat.


(37)

Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku

Uji Agonistik

Pengujian rayap di dalam arena dengan jarak + 5 cm memperlihatkan perilaku yang beragam. Hasil pengujian agonistik diperoleh hasil bahwa rayap dari koloni yang berasal dari lokasi yang sama (CA Yanlappa-Jasinga atau Kampus IPB Dramaga) tidak terlihat adanya perilaku agresif dengan ditandai rayap yang diujikan tidak saling menyerang (Tabel 5). Akan tetapi, rayap yang diuji dari lokasi yang berbeda (rayap dari CA Yanlappa-Jasinga vs Kampus IPB Dramaga) terlihat adanya perilaku saling menyerang yaitu kedua rayap saling menggigit.

Rayap pekerja yang diujikan memperlihatkan respon perilaku yang unik. Beberapa respon yang diperlihatkan yaitu pekerja langsung menjauh, pekerja mengetuk-ketukkan antena, dan ada yang langsung menyerang pekerja lain. Rayap dari lokasi yang sama (Dramaga vs Dramaga) memberikan respon yang langsung karena isyarat yang dikeluarkan sama dan respon yang dihasilkan yaitu rayap akan mengetuk-ketukkan antena kemudian berputar berkeliling. Berbeda halnya rayap dari lokasi yang berbeda (Dramaga vs CA Yanlappa) akan memberikan respon yang yang terlebih dahulu berputar-putar mengelilingi pekerja lain dan berusaha menyerang saat bertemu dengan rayap pekerja dari koloni yang lain tersebut. Jarak yang digunakan saat pengujian tidak menjadi pengaruh dalam respon pengenalan rayap pekerja lain. Rayap pekerja mayor dan prajurit minor antara M. subhyalinus

dan M. bellicosus diujikan dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak

terlihat adanya korelasi jarak spasial dan indeks agresi (Jmhasly dan Leuthold 1999).

Tabel 5 Hasil uji agonistik rayap M. gilvus dari CA Yanlappa-Jasinga dan Kampus

IPB Dramaga

1 2 3 4 5 6

[1] - - √ √ √

[2] - - √ √ √

[3] - - √ √ √

[4] √ √ √ - -

[5] √ √ √ - -

[6] √ √ √ - -

Keterangan: 1-3: koloni dari CA Yanlappa, 4-6: koloni dari Kampus IPB Dramaga, Mg: M. gilvus, JSG: CA Yanlappa-Jasinga, DMG: Kampus IPB-Dramaga, (√): menunjukkan perilaku agresif, (-): tidak menunjukkan perilaku agresif

Koloni rayap yang berasal dari lokasi yang sama tidak menunjukkan adanya perilaku agresif. Rayap dari koloni CA Yanlappa-Jasinga maupun Kampus IPB Dramaga terlihat adanya perilaku saling mendekat kemudian mengetuk-ketukkan antena ke individu yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kedua individu rayap yang diujikan melakukan pengenalan isyarat satu sama lain. Rayap pekerja yang terlihat saling menyerang mengindikasikan bahwa rayap mempunyai perilaku yang agresif pada saat proses pengenalan (Delphia et al. 2003). Individu rayap langsung


(38)

20

mengenali isyarat yang dikeluarkan dari individu yang lain dan secara langsung menyerang dan berusaha menggigit individu rayap tersebut.

Rayap yang terlihat adanya perilaku agresif mengindikasikan bahwa rayap masih mampu mengenali isyarat yang dikeluarkan oleh individu yang lain. Isyarat yang dikeluarkan dari individu rayap pekerja kemudian dikenali oleh individu rayap pekerja yang lain merupakan sifat dari perilaku pengenalan rayap di dalam koloninya (nestmate). Isyarat yang dikeluarkan berasal dari induk betina, sehingga

rayap yang berperilaku saling mengenali satu sama lain merupakan rayap yang masih berasal dari tetua yang sama. Rayap pekerja mayor dan prajurit minor dari

M. subhyalinus dan M. bellicosus diuji dan diperoleh hasil bahwa rayap pekerja

mayor M. subhyalinus mempunyai kemampuan membedakan ekspresi dari variasi

tingkat agresi terhadap pekerja mayor dari rayap M. bellicosus. Rayap prajurit

minor (M. subhyalinus maupun M. bellicosus) juga bereaksi terhadap koloni asing

dengan tingkat agresi yang berbeda (Jmhasly dan Leuthold 1999).

Rayap yang saling yang saling mendekat kemudian melakukan respon untuk menyerang atau menggigit mengindikasikan bahwa proses pengenalan isyarat dari individu satu dengan individu yang lain berhasil. Isyarat yang dikeluarkan dari individu satu kemudian diterima oleh individu rayap yang lain. Akan tetapi isyarat yang dikeluarkan tidak dikenali, sehingga menyebabkan rayap saling menyerang. Rayap menganggap bahwa proses pengenalan dari koloninya tidak berhasil karena isyarat yang dikeluarkan berbeda dengan yang dikeluarkannya. Rayap yang menganggap isyarat yang dikeluarkan tidak sama dengan koloninya, menganggap bahwa rayap lain tersebut sebagai musuh (Shelton dan Grace 1996). Koloni yang dulunya berasal dari tetua yang sama, tetapi karena sudah terlalu lama terpisah dapat menyebabkan pengenalan (recognize) dari koloni sebelumnya menjadi

semakin luntur. Pengenalan dari koloni yang semakin melemah terhadap pengenalan dari koloni sebelumnya menyebabkan kedua koloni yang terpisah tidak saling mengenal. Koloni yang tidak saling mengenal terhadap isyarat dari koloni yang lain menyebabkan perilaku agresif pada rayap (Andrews 1911).

Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Teknik Molekuler Hasil amplifikasi gen COI pada rayap. Primer forward dan reverse mampu

mengamplifikasi gen COI dengan baik, terlihat pita DNA 1 sampai 4 merupakan hasil amplifikasi gen COI dari rayap. Pita DNA 1 dan 2 berasal dari DNA total rayap pekerja dari CA Yanlappa-Jasinga, sedangkan pita DNA 3 dan 4 berasal dari DNA total rayap pekerja Kampus IPB. Pita yang terlihat sesuai dengan target yang diinginkan yaitu berukuran sekitar 750pb (Gambar 8).

Analisis homologi sekuen DNA gen COI pada rayap. Keempat sekuen

DNA rayap M. gilvus dari Bogor (CA Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB

Dramaga) mempunyai homologi dengan rayap M. gilvus dari Laos dengan nilai query cover, e-value, dan max-identity berturut-turut adalah 100%, 0.0, dan 98%

(Tabel 6). Rayap yang telah diidentifikasi secara morfologi dan berdasarkan hasil BLAST-N merujuk pada spesies yang sama yaitu M. gilvus.


(39)

Gambar 8 Visualisasi hasil amplifikasi gen COI rayap dari CA Yanlappa dan Kampus IPB Dramaga menggunakan primer spesifik

Keterangan: sumuran M, 1, 2, 3, dan 4 adalah Marker 1 kb, sampel Mg 4.2 JSG, Mg 6.2 JSG, Mg 4.1 DMG, dan Mg 6.1 DMG,

Tabel 6 Hasil BLAST-N sekuen gen COI dari rayap pekerja CA Yanlappa- Jasinga dan Kampus IPB Dramaga

No.

Aksesi Haplo- tipe Spesies Skor Maksimum Skor total Query cover e-value

Max-Ident

AB909015 H3 M. gilvus 1269 1269 100% 0.0 98%

AB909017 H5 M. gilvus 1264 1264 100% 0.0 98%

AB909014 H2 M. gilvus 1264 1264 100% 0.0 98%

AB909013 H1 M. gilvus 1264 1264 100% 0.0 98%

AB909016 H4 M. gilvus 1258 1258 100% 0.0 98% Keterangan: H: Haplotipe

Keempat sekuen rayap dari Bogor yang merujuk pada spesies rayap M. gilvus

mempunyai panjang DNA 732pb, dengan kandungan AT 57.92%, persentase kesamaan dan gap dengan M. gilvus asal Laos (No. aksesi AB909015) sebesar

97.67% dan 2.32 (Tabel 7). Persentase kesamaan nukleotida sampel rayap dari Bogor sangat tinggi karena sampel rayap berada pada tingkatan intraspesies yang sangat sulit dibedakan (Simon et al. 2006).

Alignment sekuen DNA rayap dari Bogor tidak memperlihatkan adanya

variasi nukleotida. Basa nukleotida 1 hingga 732 dari keempat sekuen dari Bogor mempunyai nukleotida yang sama. Hal itu menunjukkan rayap dari CA Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB Dramaga mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat berdasarkan gen COI dari DNAmt. Meskipun DNAmt mempunyai laju rekombinasi dan evolusi yang tinggi, tetapi organisme yang masih berkerabat sangat dekat akan sulit menemukan variasi nukleotidanya (Simon et al. 2006).

M 1 2 3 4

250 pb

762 pb 500 pb

750 pb 1000 pb


(40)

22

Tabel 7 BLAST-N gen COI M. gilvus haplotipe baru menggunakan program

BLAST-N (www.ncbi.nlm.nih.gov)

Karakter Mg 4 DMG Mg 6 DMG Mg 4 JSG Gen COI M. gilvus Mg 5 JSG Panjang DNA (pb) 732 732 732 732 Kandungan AT (%) 57.92 57.92 57.92 57.92 Spesies lain M. gilvus

(Mg.15.H3) M. gilvus (Mg.15.H3) M. gilvus (Mg.15.H3) M. gilvus (Mg.15.H3) No. Aksesi AB909015 AB909015 AB909015 AB909015

E-value 0.0 0.0 0.0 0.0

Persentase kesamaan

(%) 97.67 97.67 97.67 97.67

Gap 2.32

(17/732) 2.32 (17/732) 2.32 (17/732) 2.32 (17/732) Tabel 8 Posisi nukleotida gen COI M. gilvus dengan database sekuen nukleotida

berdasarkan GenBank yang menunjukkan variasi haplotipe Sampel Nukleotida ke- 12/90/384/399

414/639 33/264 39/174/341 /534/611 200 258 408 706

Mg 4 DMG C G T G T A T

Mg 6 DMG . . . . Mg 4 JSG . . . . Mg 5 JSG . . . . Mg 13 LAO T A C C C G . Mg 14 LAO T A C C C G . Mg 15 LAO T A C C . G . Mg 16 LAO T A C C C G G Mg 17 LAO T A C C . G G

Keterangan: Mg: M. gilvus, JSG: CA Yanlappa-Jasinga, DMG: Kampus IPB-Dramaga, LAO: Laos (asal spesimen rayap)

Sekuen DNA rayap dari Bogor di-alignment dengan sekuen DNA rayap M. gilvus gen COI dari Laos dengan nomor aksesi secara berurutan AB909013,

AB909014, AB909015, AB909016, AB909017 (secara berurutan Mg.13.H1, Mg.14.H2, Mg.15.H3, Mg.16.H4, dan Mg.17.H5). Sekuen-sekuen DNA rayap M. gilvus dari Bogor tidak ada perbedaannya setelah di-alignment. Akan tetapi,

sekuen-sekuen DNA rayap dari Bogor yang dibandingkan dengan sekuen DNA rayap dari Laos terdapat beberapa perbedaan sekuen nukleotida.

Sebanyak 17 basa nukleotida pada sekuen DNA rayap dari Bogor yang dibandingkan dengan sekuen DNA rayap haplotipe dari Laos (Tabel 8 dan Lampiran 6). Urutan basa ke-12, 90, 384, 399, 414, dan 639 pada sekuen rayap M. gilvus dari Bogor menunjukkan basa “Cytosin (C)”, sedangkan pada haplotipe M. gilvus dari Laos menunjukkan basa “Timin (T)”. Urutan basa ke-33 dan 264 dari

rayap sekuens rayap Bogor menunjukkan basa “Guanin (G)”, sedangkan pada haplotipe dari Laos menunjukkan basa Adenin “A”. Sekuen DNA rayap dari Bogor


(1)

(2)

Lampiran 1 Peta pengambilan sampel rayap

Lampiran 2 Media NA (

Nutrient Agar

)

Nama Bahan

Jumlah untuk 1 L

Jumlah untuk 200 ml

Peptone

5 g

1

Beef Extract

3 g

0.6

Bacto Agar

15 g

3

Akuades Steril Ditambahkan hingga

volume menjadi 1 L

Ditambahkan hingga volume

menjadi 200 ml

Lampiran 3 Media NB (

Nutrient Broth

)

Nama Bahan

Jumlah untuk 1 L

Jumlah untuk 200 ml

Peptone

5 g

1

Beef Extract

3 g

0.6

Akuades Steril Ditambahkan hingga

volume menjadi 1 L

Ditambahkan hingga volume

menjadi 200 ml

Cagar Alam Yanlappa-Jasinga

Kampus IPB-Dramaga


(3)

Lampiran 4 Bufer Tris-EDTA (TE)

Nama Bahan

Konsentrasi Jumlah untuk 100 ml

Tris

10 mM

0.1211 g

EDTA

1 mM

0.0372 g

Akuades Steril

Ditambahkan hingga volume

menjadi 100 ml

Lampiran 5 Fontanel pada kasta prajurit mayor

Lampiran 6 Hasil Alignment sekuens

M. gilvus

gen COI asal Bogor dan Laos

Mg_4_DMG TCACTAACCCTCCTTCTCACTAGTAGAACAGTGGAAAGTGGAGCAGGAACAGGATGAACA 60 Mg_6_DMG TCACTAACCCTCCTTCTCACTAGTAGAACAGTGGAAAGTGGAGCAGGAACAGGATGAACA 60 Mg_4_JSG TCACTAACCCTCCTTCTCACTAGTAGAACAGTGGAAAGTGGAGCAGGAACAGGATGAACA 60 Mg_5_JSG TCACTAACCCTCCTTCTCACTAGTAGAACAGTGGAAAGTGGAGCAGGAACAGGATGAACA 60 Mg_13.H1 TCACTAACCCTTCTTCTCACTAGTAGAACAGTAGAAAGCGGAGCAGGAACAGGATGAACA 60 Mg_14.H2 TCACTAACCCTTCTTCTCACTAGTAGAACAGTAGAAAGCGGAGCAGGAACAGGATGAACA 60 Mg_15.H3 TCACTAACCCTTCTTCTCACTAGTAGAACAGTAGAAAGCGGAGCAGGAACAGGATGAACA 60 Mg_16.H4 TCACTAACCCTTCTTCTCACTAGTAGAACAGTAGAAAGCGGAGCAGGAACAGGATGAACA 60 Mg_17.H5 TCACTAACCCTTCTTCTCACTAGTAGAACAGTAGAAAGCGGAGCAGGAACAGGATGAACA 60 *********** ******************** ***** ********************* Mg_4_DMG GTATACCCACCCCTTGCAAGAGGAATTGCCCACGCCGGAGCATCAGTAGACCTAGCCATC 120 Mg_6_DMG GTATACCCACCCCTTGCAAGAGGAATTGCCCACGCCGGAGCATCAGTAGACCTAGCCATC 120 Mg_4_JSG GTATACCCACCCCTTGCAAGAGGAATTGCCCACGCCGGAGCATCAGTAGACCTAGCCATC 120 Mg_5_JSG GTATACCCACCCCTTGCAAGAGGAATTGCCCACGCCGGAGCATCAGTAGACCTAGCCATC 120 Mg_13.H1 GTATACCCACCCCTTGCAAGAGGAATTGCTCACGCCGGAGCATCAGTAGACCTAGCCATC 120 Mg_14.H2 GTATACCCACCCCTTGCAAGAGGAATTGCTCACGCCGGAGCATCAGTAGACCTAGCCATC 120 Mg_15.H3 GTATACCCACCCCTTGCAAGAGGAATTGCTCACGCCGGAGCATCAGTAGACCTAGCCATC 120 Mg_16.H4 GTATACCCACCCCTTGCAAGAGGAATTGCTCACGCCGGAGCATCAGTAGACCTAGCCATC 120 Mg_17.H5 GTATACCCACCCCTTGCAAGAGGAATTGCTCACGCCGGAGCATCAGTAGACCTAGCCATC 120 ***************************** ****************************** Mg_4_DMG TTCTCACTACACCTAGCAGGTGTCTCATCAATCCTAGGAGCAGTAAACTTCATTTCAACA 180 Mg_6_DMG TTCTCACTACACCTAGCAGGTGTCTCATCAATCCTAGGAGCAGTAAACTTCATTTCAACA 180 Mg_4_JSG TTCTCACTACACCTAGCAGGTGTCTCATCAATCCTAGGAGCAGTAAACTTCATTTCAACA 180 Mg_5_JSG TTCTCACTACACCTAGCAGGTGTCTCATCAATCCTAGGAGCAGTAAACTTCATTTCAACA 180 Mg_13.H1 TTCTCACTACACCTAGCAGGTGTCTCATCAATCCTAGGAGCAGTAAACTTCATCTCAACA 180 Mg_14.H2 TTCTCACTACACCTAGCAGGTGTCTCATCAATCCTAGGAGCAGTAAACTTCATCTCAACA 180 Mg_15.H3 TTCTCACTACACCTAGCAGGTGTCTCATCAATCCTAGGAGCAGTAAACTTCATCTCAACA 180 Mg_16.H4 TTCTCACTACACCTAGCAGGTGTCTCATCAATCCTAGGAGCAGTAAACTTCATCTCAACA 180 Mg_17.H5 TTCTCACTACACCTAGCAGGTGTCTCATCAATCCTAGGAGCAGTAAACTTCATCTCAACA 180 ***************************************************** ******


(4)

Mg_4_DMG ACAATCAACATAAAACCAAGAAACATAAAGCCTGAACGAATTCCACTATTCGTATGATCA 240 Mg_6_DMG ACAATCAACATAAAACCAAGAAACATAAAGCCTGAACGAATTCCACTATTCGTATGATCA 240 Mg_4_JSG ACAATCAACATAAAACCAAGAAACATAAAGCCTGAACGAATTCCACTATTCGTATGATCA 240 Mg_5_JSG ACAATCAACATAAAACCAAGAAACATAAAGCCTGAACGAATTCCACTATTCGTATGATCA 240 Mg_13.H1 ACAATCAACATAAAACCAACAAACATAAAGCCTGAACGAATTCCACTATTCGTATGATCA 240 Mg_14.H2 ACAATCAACATAAAACCAACAAACATAAAGCCTGAACGAATTCCACTATTCGTATGATCA 240 Mg_15.H3 ACAATCAACATAAAACCAACAAACATAAAGCCTGAACGAATTCCACTATTCGTATGATCA 240 Mg_16.H4 ACAATCAACATAAAACCAACAAACATAAAGCCTGAACGAATTCCACTATTCGTATGATCA 240 Mg_17.H5 ACAATCAACATAAAACCAACAAACATAAAGCCTGAACGAATTCCACTATTCGTATGATCA 240 ******************* **************************************** Mg_4_DMG GTTGCCATTACAGCCCTTCTACTGCTCCTATCACTACCAGTGCTAGCAGGAGCAATCACA 300 Mg_6_DMG GTTGCCATTACAGCCCTTCTACTGCTCCTATCACTACCAGTGCTAGCAGGAGCAATCACA 300 Mg_4_JSG GTTGCCATTACAGCCCTTCTACTGCTCCTATCACTACCAGTGCTAGCAGGAGCAATCACA 300 Mg_5_JSG GTTGCCATTACAGCCCTTCTACTGCTCCTATCACTACCAGTGCTAGCAGGAGCAATCACA 300 Mg_13.H1 GTTGCCATTACAGCCCTCCTACTACTCCTATCACTACCAGTGCTAGCAGGAGCAATCACA 300 Mg_14.H2 GTTGCCATTACAGCCCTCCTACTACTCCTATCACTACCAGTGCTAGCAGGAGCAATCACA 300 Mg_15.H3 GTTGCCATTACAGCCCTTCTACTACTCCTATCACTACCAGTGCTAGCAGGAGCAATCACA 300 Mg_16.H4 GTTGCCATTACAGCCCTCCTACTACTCCTATCACTACCAGTGCTAGCAGGAGCAATCACA 300 Mg_17.H5 GTTGCCATTACAGCCCTTCTACTACTCCTATCACTACCAGTGCTAGCAGGAGCAATCACA 300 ***************** ***** ************************************ Mg_4_DMG ATGCTTTTAACTGACCGAAACCTAAATACATCATTCTTTGATCCAGCAGGAGGTGGAGAC 360 Mg_6_DMG ATGCTTTTAACTGACCGAAACCTAAATACATCATTCTTTGATCCAGCAGGAGGTGGAGAC 360 Mg_4_JSG ATGCTTTTAACTGACCGAAACCTAAATACATCATTCTTTGATCCAGCAGGAGGTGGAGAC 360 Mg_5_JSG ATGCTTTTAACTGACCGAAACCTAAATACATCATTCTTTGATCCAGCAGGAGGTGGAGAC 360 Mg_13.H1 ATGCTTTTAACTGACCGAAACCTAAATACATCATTCTTTGACCCAGCAGGAGGTGGAGAC 360 Mg_14.H2 ATGCTTTTAACTGACCGAAACCTAAATACATCATTCTTTGACCCAGCAGGAGGTGGAGAC 360 Mg_15.H3 ATGCTTTTAACTGACCGAAACCTAAATACATCATTCTTTGACCCAGCAGGAGGTGGAGAC 360 Mg_16.H4 ATGCTTTTAACTGACCGAAACCTAAATACATCATTCTTTGACCCAGCAGGAGGTGGAGAC 360 Mg_17.H5 ATGCTTTTAACTGACCGAAACCTAAATACATCATTCTTTGACCCAGCAGGAGGTGGAGAC 360 ***************************************** ****************** Mg_4_DMG CCAATCCTATATCAACACCTATTCTGATTCTTCGGACACCCCGAAGTATATATCCTAATT 420 Mg_6_DMG CCAATCCTATATCAACACCTATTCTGATTCTTCGGACACCCCGAAGTATATATCCTAATT 420 Mg_4_JSG CCAATCCTATATCAACACCTATTCTGATTCTTCGGACACCCCGAAGTATATATCCTAATT 420 Mg_5_JSG CCAATCCTATATCAACACCTATTCTGATTCTTCGGACACCCCGAAGTATATATCCTAATT 420 Mg_13.H1 CCAATCCTATATCAACACCTATTTTGATTCTTCGGACATCCCGAAGTGTATATTCTAATT 420 Mg_14.H2 CCAATCCTATATCAACACCTATTTTGATTCTTCGGACATCCCGAAGTGTATATTCTAATT 420 Mg_15.H3 CCAATCCTATATCAACACCTATTTTGATTCTTCGGACATCCCGAAGTGTATATTCTAATT 420 Mg_16.H4 CCAATCCTATATCAACACCTATTTTGATTCTTCGGACATCCCGAAGTGTATATTCTAATT 420 Mg_17.H5 CCAATCCTATATCAACACCTATTTTGATTCTTCGGACATCCCGAAGTGTATATTCTAATT 420 *********************** ************** ******** ***** ****** Mg_4_DMG CTACCAGGATTTGGTATAATCTCCCACATCATTTGCCACGAAAGAGGTAAAAAGGAAGCC 480 Mg_6_DMG CTACCAGGATTTGGTATAATCTCCCACATCATTTGCCACGAAAGAGGTAAAAAGGAAGCC 480 Mg_4_JSG CTACCAGGATTTGGTATAATCTCCCACATCATTTGCCACGAAAGAGGTAAAAAGGAAGCC 480 Mg_5_JSG CTACCAGGATTTGGTATAATCTCCCACATCATTTGCCACGAAAGAGGTAAAAAGGAAGCC 480 Mg_13.H1 CTACCAGGATTTGGTATAATCTCCCACATCATTTGCCACGAAAGAGGTAAAAAGGAAGCC 480 Mg_14.H2 CTACCAGGATTTGGTATAATCTCCCACATCATTTGCCACGAAAGAGGTAAAAAGGAAGCC 480 Mg_15.H3 CTACCAGGATTTGGTATAATCTCCCACATCATTTGCCACGAAAGAGGTAAAAAGGAAGCC 480 Mg_16.H4 CTACCAGGATTTGGTATAATCTCCCACATCATTTGCCACGAAAGAGGTAAAAAGGAAGCC 480 Mg_17.H5 CTACCAGGATTTGGTATAATCTCCCACATCATTTGCCACGAAAGAGGTAAAAAGGAAGCC 480 ************************************************************ Mg_4_DMG TTTGGAAACCTAGGAATAATTTTCGCTATACTAGCAATTGGACTACTAGGATTTGTAGTA 540 Mg_6_DMG TTTGGAAACCTAGGAATAATTTTCGCTATACTAGCAATTGGACTACTAGGATTTGTAGTA 540 Mg_4_JSG TTTGGAAACCTAGGAATAATTTTCGCTATACTAGCAATTGGACTACTAGGATTTGTAGTA 540 Mg_5_JSG TTTGGAAACCTAGGAATAATTTTCGCTATACTAGCAATTGGACTACTAGGATTTGTAGTA 540 Mg_13.H1 TTTGGAAACCTAGGAATAATTTTCGCTATACTAGCAATTGGACTACTAGGATTCGTAGTA 540 Mg_14.H2 TTTGGAAACCTAGGAATAATTTTCGCTATACTAGCAATTGGACTACTAGGATTCGTAGTA 540 Mg_15.H3 TTTGGAAACCTAGGAATAATTTTCGCTATACTAGCAATTGGACTACTAGGATTCGTAGTA 540 Mg_16.H4 TTTGGAAACCTAGGAATAATTTTCGCTATACTAGCAATTGGACTACTAGGATTCGTAGTA 540 Mg_17.H5 TTTGGAAACCTAGGAATAATTTTCGCTATACTAGCAATTGGACTACTAGGATTCGTAGTA 540 ***************************************************** ****** Mg_4_DMG TGGGCACACCATATATTCACAGTAGGAATAGATGTTGATACACGAGCCTACTTCACATCA 600 Mg_6_DMG TGGGCACACCATATATTCACAGTAGGAATAGATGTTGATACACGAGCCTACTTCACATCA 600 Mg_4_JSG TGGGCACACCATATATTCACAGTAGGAATAGATGTTGATACACGAGCCTACTTCACATCA 600 Mg_5_JSG TGGGCACACCATATATTCACAGTAGGAATAGATGTTGATACACGAGCCTACTTCACATCA 600 Mg_13.H1 TGGGCACACCATATATTCACAGTAGGAATAGATGTTGATACACGAGCCTACTTCACATCA 600 Mg_14.H2 TGGGCACACCATATATTCACAGTAGGAATAGATGTTGATACACGAGCCTACTTCACATCA 600 Mg_15.H3 TGGGCACACCATATATTCACAGTAGGAATAGATGTTGATACACGAGCCTACTTCACATCA 600 Mg_16.H4 TGGGCACACCATATATTCACAGTAGGAATAGATGTTGATACACGAGCCTACTTCACATCA 600 Mg_17.H5 TGGGCACACCATATATTCACAGTAGGAATAGATGTTGATACACGAGCCTACTTCACATCA 600 ************************************************************


(5)

Mg_4_DMG GCAACAATAATTATCGCAGTACCAACAGGAATTAAAATCTTCAGATGACTTGCAACAATA 660 Mg_6_DMG GCAACAATAATTATCGCAGTACCAACAGGAATTAAAATCTTCAGATGACTTGCAACAATA 660 Mg_4_JSG GCAACAATAATTATCGCAGTACCAACAGGAATTAAAATCTTCAGATGACTTGCAACAATA 660 Mg_5_JSG GCAACAATAATTATCGCAGTACCAACAGGAATTAAAATCTTCAGATGACTTGCAACAATA 660 Mg_13.H1 GCAACAATAATCATCGCAGTACCAACAGGAATTAAAATCTTCAGATGACTTGCAACAATA 660 Mg_14.H2 GCAACAATAATCATCGCAGTACCAACAGGAATTAAAATCTTCAGATGACTTGCAACAATA 660 Mg_15.H3 GCAACAATAATCATCGCAGTACCAACAGGAATTAAAATCTTCAGATGACTTGCAACAATA 660 Mg_16.H4 GCAACAATAATCATCGCAGTACCAACAGGAATTAAAATCTTCAGATGACTTGCAACAATA 660 Mg_17.H5 GCAACAATAATCATCGCAGTACCAACAGGAATTAAAATCTTCAGATGACTTGCAACAATA 660 *********** ************************************************ Mg_4_DMG TACGGAACCCGAATAACATACAGAGCAGCATGCCTATGAGCCCTTGGATTCGTATTCCTA 720 Mg_6_DMG TACGGAACCCGAATAACATACAGAGCAGCATGCCTATGAGCCCTTGGATTCGTATTCCTA 720 Mg_4_JSG TACGGAACCCGAATAACATACAGAGCAGCATGCCTATGAGCCCTTGGATTCGTATTCCTA 720 Mg_5_JSG TACGGAACCCGAATAACATACAGAGCAGCATGCCTATGAGCCCTTGGATTCGTATTCCTA 720 Mg_13.H1 TACGGAACCCGAATAACATACAGAGCAGCATGTCTATGAGCCCTTGGATTCGTATTCCTA 720 Mg_14.H2 TACGGAACCCGAATAACATACAGAGCAGCATGTCTATGAGCCCTTGGATTCGTATTCCTA 720 Mg_15.H3 TACGGAACCCGAATAACATACAGAGCAGCATGTCTATGAGCCCTTGGATTCGTATTCCTA 720 Mg_16.H4 TACGGAACCCGAATAACATACAGAGCAGCATGTCTATGAGCCCTGGGATTCGTATTCCTA 720 Mg_17.H5 TACGGAACCCGAATAACATACAGAGCAGCATGTCTATGAGCCCTGGGATTCGTATTCCTA 720 ******************************** *********** *************** Mg_4_DMG TTCACAATAGGA 732

Mg_6_DMG TTCACAATAGGA 732 Mg_4_JSG TTCACAATAGGA 732 Mg_5_JSG TTCACAATAGGA 732 Mg_13.H1 TTCACAATAGGA 732 Mg_14.H2 TTCACAATAGGA 732 Mg_15.H3 TTCACAATAGGA 732 Mg_16.H4 TTCACAATAGGA 732 Mg_17.H5 TTCACAATAGGA 732 ************

Lampiran 7 Saluran pencernaan rayap

M. gilvus

a

b

c

0.5 mm


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 14 April 1991 sebagai putra ke-6 dari

tujuh bersaudara dari pasangan H. Ahmad Romlan (alm) dan Hj. Nau’ul

Masdariyah. Penulis menamatkan Sekolah Dasar Negeri 01 padah tahun 2003,

kemudian melanjutkan ke SMP N 01 Tayu. Penulis menamatkan SMP pada tahun

2006 dan melanjutkan ke SMA N 01 Pati. Di tahun 2009 penulis menyelesaikan

sekolah di SMA Negeri 01 Pati dan pada tahun yang sama diterima di Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan

pilihan mayor Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.

Pada tahun 2013 penulis mendapatkan gelar Sarjana Pertanian dan mengikuti

program “FASTTRACK” di tahun yang sama untuk melanjutkan program Magister

di IPB. Penulis menamatkan Sekolah Pascasarjana pada tahun 2014 dan

mendapatkan gelar Magister Sains. Penulis tergabung dalam keanggotaan

Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI). Penulis pada tahun 2014 aktif sebagai

asisten praktikum mata kuliah Manajemen Perkebunan, Hama Gudang dan

Permukiman, dan Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat (PHPH). Penulis

juga aktif sebagai mentor dalam pelatihan “BIOLOGI MOLEKULER” di

National

Plant Protection Event

(NVP). Penulis juga aktif mengikuti pelatihan “Pengelolaan

Hama Gudang melalui Fumigasi yang Baik dan Benar”, pelatihan dan seminar

“Kutu Putih Singkong Vs Parasitoid: Pengelolaan Hama Asing Invasif Berbasis

Ekologi”, dan Seminar Nasional Perlindungan Tanaman II.