ORAN G- ORAN G KUKLUX

ORAN G- ORAN G KUKLUX

Sampai sekarang kata ‘Kuklux’ masih menjadi teka-teki walaupun banyak yang sudah merumuskan definisi atau mencoba mengartikannya dari berbagai sudut. Menurut pendapat segelintir orang, nama Kukluxklan, atau yang juga ditulis Ku-Klux- Klan, hanya merupakan tiruan bunyi yang dihasilkan oleh pelatuk senapan. Sementara itu, sebagian orang lagi mengatakan bahwa kata itu terbentuk dari susunan kata cuc yang berarti peringatan, gluck bunyi yang timbul ketika orang meneguk air dan clan, satu kata dari bahasa Skotlandia yang berarti suku, keluarga, atau perkumpulan. Kata tersebut bisa diartikan apa saja, tergantung orang yang memakainya, dan tidak ada definisi yang pasti. Bahkan anggota Ku-Klux-Klan sendiri pun tidak tahu tentang asal dan arti kata tersebut. Tapi bagi mereka, hal itu tidak penting. Barangkali dulu kata itu diucapkan tanpa sengaja oleh salah seorang dari mereka kemudian diteruskan oleh anggota yang lain tanpa mempedulikan arti dari bunyi tersebut.

Terlepas dari ketidakjelasan makna ini perkumpulan tersebut mempunyai tujuan yang jelas. Mula-mula kelompok ini berkembang di beberapa puri di daerah Carolina Utara lalu menyebar dengan cepat ke Carolina Selatan, Georgia, Alabama, Mississippi, Kentucky, dan Tennesse. Belakangan anggotanya pun dikirim ke Texas untuk berjuang demi tercapainya cita-cita perkumpulan. Perkumpulan ini sendiri terdiri dari sekelompok orang yang menjadi musuh besar negara-negara Utara. Dengan segala cara, bahkan dengan cara yang paling keji dan kejam, mereka berjuang melawan semua bentuk peraturan yang dikeluarkan setelah berakhirnya perang saudara di negara-negara Selatan. Karena itu bisa dibayangkan, aksi Kuklux menimbulkan kekacauan selama bertahun-tahun di sana: harta benda menjadi tidak aman, juga perkembangan industri dan perdagangan terhambat. Tindakan tegas yang diambil untuk menghentikan perbuatan yang keterlaluan itu pun tidak membuahkan hasil.

Perkumpulan rahasia ini terbentuk akibat munculnya undang-undang rekonstruksi yang terpaksa dikeluarkan pemerintah terhadap negara-negara Selatan yang kalah dalam peperangan. Anggota kelompok ini direkrut dari para pendukung sistem perbudakan dan mereka menjadi musuh Partai Union serta Partai Republik. Semua anggota harus disumpah untuk menyimpan rapat-rapat rahasia perkumpulan. Hukuman mati siap dijatuhkan kepada anggota yang membocorkan rahasia. Mereka tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan, pembakaran, dan pembunuhan. Secara teratur mereka mengadakan pertemuan rahasia. Bila hendak melakukan perbuatan jahat, mereka datang dengan menunggang kuda dan menyamar. Pastor

yang sedang berkhotbah di atas mimbar atau hakim yang sedang duduk di meja pengadilan ditembak. Para kepala keluarga yang tidak bersalah diserang kemudian mayat mereka ditinggalkan di tengah-tengah keluarganya dengan punggung yang tercabik-cabik. Tak ada penjahat dan pembunuh yang lebih menakutkan daripada Ku- Klux-Klan. Kelompok ini makin lama makin meresahkan sehingga gubernur Carolina Selatan mengajukan permohonan kepada Presiden Grant untuk mengirimkan bantuan militer mengingat kelompok ini tak bisa ditaklukkan lagi. Grant mengajukan usul itu dalam rapat kongres. Maka terbentuklah sebuah Undang-Undang Anti Ku-Klux yang memberikan kuasa penuh kepada presiden untuk membubarkan mereka dan undang- undang ini terpaksa menyetujui penggunaan cara-cara kekerasan. Hal ini merupakan bukti bahwa baik secara individu maupun kolektif, seluruh bangsa telah terjerumus ke dalam krisis akibat ulah Kuklux. Lambat laun perhimpunan ini berubah menjadi kawah mengerikan yang memuntahkan berbagai pemikiran revolusioner. Suatu hari, dari atas mimbar seorang pastor mendoakan keselamatan arwah keluarga yang telah dibunuh anggota Kuklux di siang bolong. Dalam khotbah dan nasihat bijaknya, sang pastor mengumpamakan perbuatan anggota Kuklux seperti pertempuran antara anak-anak setan melawan anak-anak Tuhan. Tiba-tiba dari balkon di bagian belakang gereja muncul seseorang yang menyamar dan menembak kepala pastor itu. Sebelum umat sadar dari keterkejutannya, setan itu sudah lebih dulu menghilang.

----------------------------------------------------------------------------------------- ------------- Ketika kapal kami tiba di La Grange, hari sudah malam. Kapten kapal menjelaskan kepada kami, bahwa hari itu dia tidak berani meneruskan pelayaran karena di dalam sungai akan ada saja bahaya yang mengancam. Jadi kami terpaksa mendarat di La Grange. Winnetou turun lebih dahulu melalui tangga kapal lalu segera menghilang di antara rumah-rumah yang diliputi kegelapan malam.

Di La Grange terdapat juga agen kapal yang siap mengurus kepentingan para penumpang. Old Death segera menuju ke tempat itu. “Sir, kapan kapal terakhir dari Matagorda tiba di sini dan apakah semua penumpangnya sudah turun?” “Kapal terakhir telah tiba dua hari yang lalu, kira-kira pada jam yang sama seperti hari ini. Semua penumpang turun ke darat karena kapal itu baru berangkat lagi keesokan harinya.”

“Dan Anda berada di sini ketika kapal itu berangkat?” “Tentu, Sir.”

“Jika demikian barangkali Anda bisa memberikan informasi kepada saya. Kami mencari dua orang teman yang berlayar dengan kapal tersebut dan tentu turun juga di sini. Kami ingin tahu apakah mereka meneruskan perjalanannya atau tidak.”

“Hmmm, saya tidak bisa menjawabnya. Saat itu hari sudah gelap dan para penumpang tergesa-gesa turun dari kapal sehingga saya tidak bisa memperhatikan mereka satu persatu. Bisa jadi semua penumpang melanjutkan perjalanan pada keesokan harinya. Tapi seseorang yang bernama Clinton tidak.”

“Clinton? Ya, dialah yang saya maksudkan. Mari, mendekatlah ke lampu! Teman saya akan memperlihatkan sebuah potret kepada Anda untuk memastikan, apakah orang itu benar Master Clinton.”

Dengan penuh keyakinan sang agen mengatakan bahwa memang dialah orang yang dimaksud. “Tahukah Anda, di mana dia sekarang?” tanya Old Death. “Saya tidak tahu pasti. Tapi sangat mungkin dia tinggal di rumah Sennor 1 Cortesio karena orang yang mengambilkan kopornya adalah anak buah Sennor Cortesio. Dia adalah seorang agen untuk semua urusan dan dia berasal dari Spanyol. Saya yakin, saat ini dia sedang sibuk mengurus penyelundupan senjata secara rahasia ke Mexico.”

“Apakah dia termasuk orang baik-baik?” “Sir, pada zaman sekarang ini setiap orang mengaku dirinya orang baik-baik,

meskipun dia memikul pelana kuda di bahunya.” Tentu saja itu merupakan suatu sindiran bagi kami berdua yang berdiri di hadapannya sambil memikul pelana kuda. Namun sindiran itu tidak dimaksudkan untuk mengejek kami. Karena itu Old Death bertanya dengan nada yang tak kalah halusnya,

“Apakah tidak jauh dari sini ada sebuah penginapan, di mana orang bisa tidur nyenyak tanpa diganggu oleh manusia atau nyamuk?” “Di tempat ini hanya ada sebuah penginapan. Tapi karena Anda sudah sekian lama bercakap-cakap dengan saya di sini, tentu penumpang lain sudah mendahului Anda dan mengisi beberapa kamar yang kosong.”

“Ini sungguh tidak menyenangkan,” jawab Old Death yang pura-pura tidak mempedulikan sindiran itu. “Apa kami tidak boleh menumpang di rumah-rumah penduduk?”

“Hmmm, Sir. Saya tidak mengenal Anda. Dan saya pun tak bisa menerima Anda di tempat saya karena rumah saya sangat kecil. Tapi saya mempunyai seorang

Spanyol: Seňor (Senyor) = Tuan .

kenalan yang tidak akan mengusir Anda dari pintu rumahnya jika Anda orang jujur. Dia seorang Jerman, seorang pandai besi yang datang dari Missouri.”

“Nah,” sahut Old Death, “teman saya ini juga orang Jerman dan saya pun lancar berbahasa Jerman. Kami bukan orang jahat. Kami mampu dan mau membayar sewa penginapan. Jadi dalam perhitungan saya, kenalan Anda tak perlu khawatir menerima kami. Maukah Anda menunjukkan rumahnya?”

“Seandainya tak ada pekerjaan lagi di kapal, tentu saya akan mengantar kalian ke sana. Sekarang Master Lange, demikian namanya, tidak berada di rumah. Biasanya pada saat seperti ini dia berada di kedai minum. Demikianlah kebiasaan orang Jerman di sini. Jadi tanyakan saja nama Master Lange dari Missouri. Katakan kepadanya bahwa agen kapal yang menyuruh kalian datang menemuinya. Berjalanlah terus dan setelah melalui rumah kedua dari sini, Anda mesti belok kiri. Kemudian Anda akan melihat rumah makan itu karena di sana cahaya lampunya sangat terang. Kedai itu pasti masih buka.”

Saya memberikan tip pada lelaki itu atas informasi yang diberikannya. Kami melanjutkan perjalanan sambil memikul pelana kuda. Kedai ini tak hanya dikenal karena lampu-lampunya tapi juga karena suara gaduh yang terdengar melalui jendela yang terbuka. Di atas pintu terpampang gambar binatang yang menyerupai penyu raksasa tapi memiliki sayap dan hanya dua kaki. Di bawahnya tertera tulisan “Hawks

I nn”. Penyu itu melambangkan burung pemangsa dan rumah itu adalah penginapan bagi ‘elang-elang pemangsa’.

Ketika pintu dibuka, asap rokok yang tebal dan berbau tajam langsung menerpa kami. Rupanya tamu-tamu itu memiliki paru-paru yang sangat kuat karena mereka tidak hanya dapat menahan asap yang pengap itu melainkan juga merasa nyaman berada di sana. Di samping itu kekuatan paru-paru mereka juga tampak dari

cara mereka saat berbicara. Tak ada seorang pun yang berkata pelan, setiap orang harus berteriak. Tak seorang pun yang sabar mendengarkan omongan rekannya. Suasana benar-benar hiruk-pikuk. Kami berdiri selama beberapa saat di ambang pintu dan membiasakan mata melihat ke dalam asap tebal sampai bisa mengenali orang- orang dan benda-benda yang ada di sana. Kami lihat, kedai ini memiliki dua buah ruang. Ruang yang besar untuk tamu biasa dan ruang yang kecil untuk tamu yang lebih terhormat. Di Amerika penataan seperti ini sungguh berbahaya karena sebagai negara demokratis, penduduk negara itu tidak mengakui perbedaan tingkat atau derajat sosial.

Karena semua kursi di ruang depan telah penuh, dengan diam-diam kami berjalan menuju ruang belakang tanpa sepengetahuan pengunjung kedai lainnya. Di tempat itu masih ada dua kursi kosong. Setelah meletakkan pelana di pojok ruangan, Karena semua kursi di ruang depan telah penuh, dengan diam-diam kami berjalan menuju ruang belakang tanpa sepengetahuan pengunjung kedai lainnya. Di tempat itu masih ada dua kursi kosong. Setelah meletakkan pelana di pojok ruangan,

Ketika kami duduk, kedua orang itu menggeser tempat duduknya agak jauh sehingga ada jarak di antara kami. Suatu isyarat halus bagi kami bahwa mereka tak ingin bercakap-cakap dengan kami.

“Tetaplah duduk, Mesch’schurs!” kata Old Death. “Kami bukan orang yang berbahaya meskipun sejak pagi tadi kami belum makan. Dapatkah kalian mengatakan kepada kami, di mana kami bisa mendapatkan makanan agar perut kami ini tidak lagi keroncongan?”

Seseorang dari mereka, tampaknya ayah dari orang yang satunya, memicingkan sebelah matanya lalu menjawab sambil tertawa. “Apa yang diinginkan oleh orang terhormat seperti Anda, tentu akan kami sediakan, Sir! Tapi bukankah Anda ini Old Death? Saya kira, Anda tak perlu malu menyembunyikan identitas diri Anda yang sebenarnya.”

“Old Death? Siapakah orang itu?” tanya sahabat saya ini sambil berlagak bodoh. “Seorang yang sangat terkenal. Dia adalah seorang westm an dan pencari jejak. Dalam sebulan dia lebih banyak mengumpulkan petualangan daripada orang lain sepanjang hidupnya. Anak saya, Will, pernah melihatnya.”

Pemuda yang dimaksud lelaki itu kira-kira berusia dua puluh enam tahun. Mukanya coklat akibat sengatan matahari. Kesannya seolah-olah dia dapat berkelahi menghadapi dua belas orang sekaligus. Old Death mengamati pemuda itu dari samping dan bertanya,

“Anak Anda pernah melihatnya? Di mana?” “Pada tahun enam puluh dua di Arkansas, tidak lama sebelum meletus

pertempuran di dekat Pea Ridge. Tapi Anda pasti tidak mengetahui peristiwa itu.” “Mengapa tidak? Saya sering mengembara di Arkansas. Saya yakin, pada waktu itu saya berada tidak jauh dari tempat itu.”

“Oh ya? Jika saya boleh bertanya, partai manakah yang Anda dukung saat itu? Keadaan yang terjadi sekarang di daerah kami memaksa kami mengetahui aliran politik yang dianut orang yang duduk semeja dengan kami.”

“Jangan khawatir, Master! Saya kira, Anda tidak memihak kepada kaum pemilik budak belian yang kini sudah ditaklukkan. Saya pun demikian. Anda pun dapat menyimpulkan bahwa saya bukan termasuk orang seperti itu. Saya orang Jerman, buktinya saya sudah berbicara dengan Anda dalam bahasa Jerman.”

“Selamat datang, Sir! Tapi Anda jangan salah paham. Bahasa Jerman bukanlah tanda pengenal yang dapat dipercaya. Beberapa orang dari pihak asing memahami bahasa Jerman dan menggunakan bahasa itu hanya untuk mendapat kepercayaan dari kami. Saya sudah seringkali mengalaminya. Tapi sekarang kita bicara saja tentang Arkansas dan Old Death. Barangkali Anda sudah tahu bahwa negara bagian ini hendak memihak kepada Partai Union pada saat pecahnya perang saudara. Namun kenyataannya sungguh lain. Banyak orang kritis yang sebelumnya tidak menyetujui perbudakan dan menganggap terbentuknya kelompok bangsawan di negara Selatan sebagai tindakan kekejaman, kemudian bersatu dan menyatakan penolakan terhadap pemisahan. Namun dengan cepat para pemberontak, di dalamnya termasuk juga para bangsawan, berhasil merebut kekuasaan yang sah. Para cendekiawan diteror. Akhirnya Arkansas jatuh ke tangan negara Selatan. Tentu saja hal ini menimbulkan kepedihan di kalangan penduduk keturunan Jerman. Untuk sementara mereka tak dapat berbuat apa-apa dan terpaksa membiarkan bagian utara negeri yang indah itu mengalami penderitaan luar biasa akibat peperangan. Pada waktu itu saya tinggal di Missouri, di Poplar Bluff, dekat perbatasan Arkansas. Anak saya yang duduk di depan Anda ini tentu saja masuk menjadi anggota pasukan Jerman. Mereka hendak menolong Partai Union di Arkansas dan mengirimkan pasukan kecil melewati perbatasan untuk melakukan mata-mata. Will ikut dalam pasukan itu. Tiba-tiba mereka bertemu dengan pasukan musuh yang sangat besar jumlahnya. Lalu pasukan Jerman itu berhasil dikalahkan setelah mereka melakukan perlawanan sengit.”

“Jadi mereka ditawan? Saat itu pasti sangat berat. Kita tahu bagaimana pasukan negara Selatan memperlakukan tawanannya, karena dari seratus tawanan paling kurang delapan puluh orang meninggal akibat siksaan yang sangat kejam. Tapi yang lain pun pasti tidak bisa bertahan hidup, bukan?”

“Oho! Anda keliru besar. Para pemberani itu mempertahankan dirinya dengan gigih. Mereka menembak terus hingga pelurunya habis lalu menyerang dengan gagang senapan dan pisaunya. Akibatnya kelompok sesessionis mengalami kerugian yang sangat besar. Mereka sangat marah atas kejadian itu dan m “Oho! Anda keliru besar. Para pemberani itu mempertahankan dirinya dengan gigih. Mereka menembak terus hingga pelurunya habis lalu menyerang dengan gagang senapan dan pisaunya. Akibatnya kelompok sesessionis mengalami kerugian yang sangat besar. Mereka sangat marah atas kejadian itu dan m

“Bagaimana, Master? Anda membuat saya penasaran. Apakah pencari jejak itu membawa bala bantuan untuk membebaskan para tawanan?” “Tidak, jika demikian halnya maka tentu semuanya sudah terlambat dan pembunuhan itu pasti telah terjadi sebelum tiba bantuan. Dia bertindak seperti seorang westm an sejati yang gagah berani. Dia sendirian yang membebaskan para tawanan.”

“Bukan main , benar-benar tindakan yang nekat!” “Memang! Dia merayap masuk ke dalam perkemahan seperti orang Indian.

Dengan mudah dia menyelinap karena malam itu terjadi hujan lebat yang mengakibatkan banjir dan memadamkan api unggun. Kemudian penjaga yang berada di garis depan ditusuknya dengan pisau. Kelompok sesessionis menduduki sebuah tanah pertanian. Satu batalion berada di tempat itu. Semua opsir menempati rumah khusus dan serdadu-serdadu ditempatkan di bagian lain. Sementara itu para tawanan yang berjumlah lebih dari dua puluh orang dikurung dalam gudang gula. Pada setiap sisi gudang ditempatkan empat penjaga untuk mengawasi mereka. Keesokan harinya orang-orang malang itu akan ditembak mati. Pada malam harinya, tidak lama setelah pertukaran penjaga, para tawanan mendengar bunyi aneh di atas kepala mereka. Namun suara itu bukan bunyi air hujan. Mereka memasang telinga dengan lebih seksama. Tiba-tiba terdengar bunyi berderak. Atap gudang yang terbuat dari kayu lapuk itu terkuak. Rupanya seseorang telah melubangi atap itu hingga air hujan masuk ke dalam. Tapi selama sepuluh menit kemudian keadaan masih sunyi senyap. Setelah itu sebatang pohon yang masih tampak sisa-sisa cabangnya diturunkan dari atas atap. Pohon itu cukup kuat sehingga bisa dipanjat naik turun. Lalu seorang demi seorang memanjat batang pohon itu dan naik ke atap yang rendah lalu melompat ke tanah. Di sana mereka melihat keempat penjaga yang bukannya tertidur melainkan terbaring di tanah dan tidak lagi bergerak. Para tawanan segera melucuti senjata mereka. Dengan cerdik sang penyelamat itu membawa tawanan keluar dari sana dan menunjukkan jalan menuju perbatasan yang sudah diketahui oleh mereka. Di tempat itu barulah mereka tahu bahwa orang yang menolong mereka dengan mempertaruhkan nyawa sendiri itu ialah Old Death, sang pencari jejak.”

“Lalu apakah dia melanjutkan perjalanan bersama mereka?” tanya Old Death. “Tidak. Dia mengatakan bahwa masih ada urusan penting yang harus

dikerjakannya. Kemudian dia menghilang dalam guyuran hujan lebat di tengah kegelapan malam tanpa memberi kesempatan kepada mereka untuk mengucapkan dikerjakannya. Kemudian dia menghilang dalam guyuran hujan lebat di tengah kegelapan malam tanpa memberi kesempatan kepada mereka untuk mengucapkan

“Tentu dia sudah tahu akan hal itu. Dalam perhitungan saya, anak Anda bukan orang Jerman pertama yang dijumpainya. Omong-omong, Sir, barangkali Anda mengenal seseorang yang bernama Master Lange dari Missouri?”

Anaknya tercengang. “Lange?” dia bertanya. “Mengapa Anda menanyakannya?” “Saya khawatir, kami tidak mendapat lagi tempat di rumah penginapan ini.

Maka kami bertanya kepada agen kapal di pinggir sungai apakah ada seseorang yang bisa memberi kami tumpangan. Dia menyebut nama Master Lange dan menganjurkan agar kami mengatakan kepadanya bahwa agen itulah yang menyuruh kami datang ke sini. Dan dia tahu, kami akan bertemu dengan orang itu di sini.”

Lelaki yang lebih tua itu memandang kami dengan tatapan menyelidik dan berkata, “Memang benar apa yang dikatakan sang agen, karena saya sendirilah Master Lange. Karena dia yang menyuruh Anda datang ke mari dan karena saya menganggap Anda orang yang jujur, maka saya ucapkan selamat datang. Siapakah teman seperjalanan Anda yang duduk di sana dan dari tadi hanya diam saja?”

“Dia sebangsa dengan Anda dan berasal dari Saksen. Bahkan dia seorang terpelajar yang datang ke sini untuk mengadu nasib.” “Ya, Tuhan! Orang di negeri itu mengira bahwa mereka hanya duduk berpangku tangan menunggu datangnya rejeki. Dengar baik-baik, Sir, orang yang datang ke negeri ini harus bekerja lebih keras dan mengalami lebih banyak kekecewaan daripada di tanah airnya sendiri. Tapi bukan berarti semuanya tidak bisa diraih. Saya berharap, semoga Anda berhasil dan saya mengucapkan selamat datang kepada Anda.”

Dia juga berjabat tangan dengan saya. Old Death menganggukkan kepala dan berkata, “Dan jika Anda masih ragu-ragu dan belum mempercayai kami, saya hendak berbicara sebentar dengan anak Anda. Dialah nanti yang akan membuktikan bahwa saya tidak patut dicurigai.”

“Anak saya? Will?” tanya Lange heran.

“Ya, yang saya maksud anak Anda dan bukan orang lain. Tadi Anda mengatakan bahwa dia telah bercakap-cakap dengan Old Death dan masih ingat setiap perkataan yang diucapkannya pada waktu itu. Anak muda, maukah Anda mengatakan kepada saya apa yang dibicarakan waktu itu? Saya ingin mengetahuinya.”

Will menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya itu dengan bersemangat, “Saat Old Death membawa kami ke jalan yang harus kami tempuh, dia berjalan paling depan. Saya menderita luka tembak di lengan. Rasanya sakit sekali, karena luka itu tidak dibalut dan lengan baju saya melekat pada luka itu. Kami

berjalan melewati semak-semak. Old Death tiba-tiba membuang sebuah dahan dan dahan itu mengenai lengan saya yang luka. Bukan main sakitnya sehingga saya berteriak kesakitan dan…”

“Dan si pencari jejak itu menyebut Anda keledai,” sela Old Death. “Dari mana Anda tahu?” tanya Will keheranan. Old Death tidak menjawab dan melanjutkan perkataannya, “Kemudian Anda berkata kepadanya bahwa lengan Anda kena tembak dan luka

itu bernanah. Dia juga menganjurkan Anda untuk membasahi lengan baju dengan air agar tak melekat pada luka serta mengompres luka dengan getah way-bread yang berkhasiat mencegah luka melepuh.” “Ya, itu betul! Bagaimana Anda bisa tahu semuanya, Sir?” seru pemuda itu terkejut. “Mengapa Anda masih bertanya? Saya sendirilah yang memberikan nasihat itu kepada Anda. Tadi ayah Anda mengatakan bahwa saya mirip dengan Old Death. Nah, betul katanya, karena saya serupa benar dengan dia bagaikan pinang dibelah dua.”

“Jadi… jadi… jadi Andalah Old Death?” seru Will girang. Dia bergegas bangkit dari kursinya sambil merentangkan tangan hendak memeluk Old Death. Namun ayahnya menghalangi maksudnya dan menariknya agar duduk kembali. Ayahnya berkata,

“Tunggu anakku! Jika kamu ingin memeluknya, maka sebagai seorang ayah sebenarnya sayalah yang memiliki hak dan kewajiban pertama untuk memeluk dewa penolong ini. Tapi hal itu harus kita tangguhkan, karena kamu tahu, di mana kita sekarang berada. Semua gerak-gerik kita selalu diamati orang. Duduklah dengan tenang!”

Sambil berpaling kepada Old Death, dia melanjutkan perkataannya, “Tolong jangan tersinggung atas penolakan ini, Sir! Saya mempunyai alasan

kuat untuk mencegahnya memeluk Anda. Di sini berkeliaran banyak setan. Percayalah! Saya sangat berterima kasih kepada Anda. Karena itu saya merasa berkewajiban mencegah segala sesuatu yang bisa membahayakan Anda. Seperti yang saya ketahui kuat untuk mencegahnya memeluk Anda. Di sini berkeliaran banyak setan. Percayalah! Saya sangat berterima kasih kepada Anda. Karena itu saya merasa berkewajiban mencegah segala sesuatu yang bisa membahayakan Anda. Seperti yang saya ketahui

“Saya pun tahu, Master Lange. Tapi saya tidak mempedulikan semua itu,” jawab Old Death acuh tak acuh. “Saya sebenarnya tidak mau digantung, namun seringkali orang mengancam ingin menggantung saya. Hingga kini ancaman itu tidak pernah terwujud. Baru saja ada segerombolan rowdies yang hendak menggantung kami berdua pada cerobong asap di kapal. Mereka pun tidak berhasil melakukannya.”

Old Death menceritakan peristiwa sebelumnya yang terjadi di atas kapal. Setelah dia selesai bercerita, Lange berkata dengan suara berat, “Capt’n kapal itu sungguh berani. Namun tindakan itu bisa membahayakan nyawanya sendiri. Dia harus tinggal di La Grange sampai besok pagi. Barangkali rowdies itu akan tiba di sini malam hari dan akan membalas dendam. Mungkin juga

nasib Anda akan lebih buruk lagi.” “Pah! Saya tidak takut kepada kawanan kecil itu. Saya pernah berkelahi dengan orang-orang yang lebih berbahaya daripada mereka.” “Jangan terlalu yakin, Sir! Di sini rowdies memiliki banyak sekutu yang akan memberikan bantuan. Sejak beberapa hari yang lalu situasi di La Grange tidak terkendali. Banyak orang asing yang tak dikenal berdatangan dari segala penjuru. Mereka berdiri bergerombol di tiap-tiap sudut dan melakukan sesuatu secara diam- diam. Di sini mereka tidak berdagang, karena hanya berkeliaran tanpa melakukan apa pun yang berhubungan dengan perdagangan. Saat ini mereka duduk di ruangan sebelah dan berteriak-teriak sehingga telinga kita pekak dibuatnya. Mereka sudah tahu bahwa kami orang Jerman, lalu mereka iseng-iseng mengajak kami bercakap-cakap dalam bahasa Jerman. Jika kami melayani percakapan mereka, pasti akan mengakibatkan pembunuhan atau pemukulan. Omong-omong, hari ini saya tidak ingin berlama-lama duduk di sini. Anda tentu juga ingin beristirahat. Tetapi tampaknya makan malam kita tidak begitu nikmat. Karena saya seorang duda, maka kehidupan

Kaum penentang perbudakan.

kami bagaikan kehidupan lelaki bujang. Pada siang hari kami selalu makan di rumah makan. Beberapa hari yang lalu saya sudah menjual rumah saya, karena menurut saya situasi di sini sudah mulai memanas. Tapi bukan berarti saya tidak menyukai orang-orang yang ada di sini. Sebenarnya mereka tidak lebih buruk daripada orang- orang di tempat lain. Namun di negeri Amerika ini peperangan yang mengerikan tak kunjung berakhir dan akibatnya masih terasa di tempat ini. Di Mexico orang masih saling membantai, dan Texas terletak tepat di antara kedua negeri itu. Yang dialami di sini hanyalah kengerian. Gerombolan perusuh dari berbagai daerah datang kemari sehingga saya merasa tidak betah lagi tinggal di sini. Karena itu saya memutuskan untuk menjual rumah saya dan pergi ke rumah anak perempuan saya yang sudah menikah. Di tempat suaminya saya bisa mendapat pekerjaan, meski pekerjaan itu tidak lebih baik dari yang saya harapkan. Tak disangka-sangka ternyata ada orang yang merasa cocok dengan rumah saya dan ingin membelinya serta langsung membayar harganya dengan uang tunai. Dua hari yang lalu dia sudah menyerahkan uangnya, jadi saya bisa pergi kapan pun saya mau. Saya akan ke Mexico.”

“Apa Anda sudah gila?” seru Old Death. “Saya? Mengapa?” “Baru saja Anda mengeluh tentang keadaan Mexico. Anda bilang, di sana

orang masih terus membunuh dan sekarang malah Anda sendiri ingin pergi ke sana!” “Tak ada jalan lain bagi saya, Sir. Lagipula keadaan di tempat yang akan saya tuju tidak sama dengan keadaan di wilayah Mexico lainnya. Tempat itu terletak di belakang Chihuahua. Di sana peperangan sudah berakhir. Mula-mula Juarez memang harus mengungsi ke El Paso, namun dia segera datang kembali dan dengan gigih mengusir orang Perancis ke arah selatan. Waktu mereka sangat terbatas. Tak lama lagi mereka akan diusir dari negeri itu dan Maximilian yang malang harus menanggung akibatnya. Sayang kejadian ini harus terjadi. Saya sendiri orang Jerman dan saya berdoa semoga dia baik-baik saja. Perang yang hebat berkecamuk di sekeliling ibukota. Sementara itu propinsi yang terletak di bagian utara tidak mendapat gangguan dan aman-aman saja. Nah, menantu saya tinggal di propinsi tersebut. Ke sanalah saya dan Will akan pergi. Semua yang kami harapkan sedang menunggu di sana, Sir. Menantu saya yang jujur itu adalah pemilik pertambangan perak yang kaya raya. Hingga saat ini dia sudah tinggal di Mexico selama satu setengah tahun. Dalam suratnya yang terakhir dia mengatakan bahwa anak laki-lakinya telah lahir, dan sekarang anak itu sudah bisa memanggil-manggil nama kakeknya. Persetan dengan semuanya! Apalagi yang menahan saya di sini? Saya akan mendapat pekerjaan yang bagus di pertambangan, begitu juga Will, anak saya ini. Selain itu saya bisa mengajari cucu saya berdoa sebelum tidur dan menghitung perkalian. Anda lihat sendiri,

Mesch’schurs, saya tidak bisa tinggal lebih lama lagi di tempat ini. Seorang kakek memang harus mendampingi cucunya. Jika tidak, kakek itu berada di tempat yang salah. Jadi saya akan pergi ke Mexico dan saya akan senang sekali jika Anda mau

pergi bersama kami.” “Hmmm!” gumam Old Death. “Jangan bercanda, Sir! Karena bisa jadi kami akan memegang janji Anda.” “Apa? Jadi Anda mau ikut? Ide yang bagus! Putuskan sekarang juga, Sir! Lalu kita pergi bersama-sama.” Dia mengulurkan tangannya kepada orang itu. “Tunggu, tunggu dulu!”, kata Old Death sambil tertawa. “Memang kami

bermaksud pergi ke Mexico, tapi itu belum pasti. Dan jika kami akan pergi, kami masih belum tahu jalan mana yang akan kami tempuh.”

“Jika demikian, saya akan ikut ke mana pun Anda pergi, Sir. Semua jalan yang ada di sini menuju ke Chihuahua. Tidak menjadi soal, apakah saya tiba di sana hari ini atau besok. Saya tadi sedikit egois dan hanya mementingkan diri sendiri. Anda adalah seorang westm an yang berpengalaman dan pencari jejak yang handal. Jika saya boleh pergi bersama Anda, pasti saya akan tiba di sana dengan aman. Apalagi saat kacau seperti ini, keamanan menjadi barang yang mahal. Ke mana Anda akan pergi sekarang?”

“Ke rumah seseorang yang bernama Sennor Cortesio. Barangkali Anda mengenal laki-laki itu?” “Bagaimana mungkin saya tidak mengenalnya. La Grange ini kota kecil, sehingga semua orang saling mengenal. Selain itu Sennor Cortesiolah yang telah membeli rumah saya.”

“Tapi yang paling ingin saya ketahui, apakah dia seorang bajingan atau seorang lelaki yang jujur?” “Dia orang yang jujur. Tentu saja saya tidak peduli dengan aliran politik yang dianutnya. Tidak masalah apakah negara ini akan diperintah oleh seorang kaisar atau presiden. Yang paling penting dia mau menjalankan kewajibannya dengan baik. Kelihatannya Sennor Cortesio menjalin hubungan dengan orang yang tinggal di seberang perbatasan. Tiap malam saya mengamati tempat itu dan melihat kuda-kuda yang mengangkut peti-peti berat. Secara diam-diam orang berkumpul di rumahnya lalu pergi ke Rio del Norte. Dari kejadian-kejadian itu saya dapat mengambil kesimpulan bahwa dia menyelundupkan senjata dan peluru untuk pengikut Juarez dan mengirimkan juga pasukan khusus yang akan bertempur melawan tentara Perancis. Tindakannya sungguh berani. Dalam situasi seperti ini, orang akan bersedia “Tapi yang paling ingin saya ketahui, apakah dia seorang bajingan atau seorang lelaki yang jujur?” “Dia orang yang jujur. Tentu saja saya tidak peduli dengan aliran politik yang dianutnya. Tidak masalah apakah negara ini akan diperintah oleh seorang kaisar atau presiden. Yang paling penting dia mau menjalankan kewajibannya dengan baik. Kelihatannya Sennor Cortesio menjalin hubungan dengan orang yang tinggal di seberang perbatasan. Tiap malam saya mengamati tempat itu dan melihat kuda-kuda yang mengangkut peti-peti berat. Secara diam-diam orang berkumpul di rumahnya lalu pergi ke Rio del Norte. Dari kejadian-kejadian itu saya dapat mengambil kesimpulan bahwa dia menyelundupkan senjata dan peluru untuk pengikut Juarez dan mengirimkan juga pasukan khusus yang akan bertempur melawan tentara Perancis. Tindakannya sungguh berani. Dalam situasi seperti ini, orang akan bersedia

“Di mana tempat tinggalnya? Sekarang juga saya harus berbicara dengannya.” “Anda bisa bertemu dengannya pukul sepuluh nanti. Sebenarnya masih ada yang harus saya bicarakan dengan dia. Namun pada intinya urusan kami sudah selesai sehingga tak perlu lagi dibicarakan. Dia mengatakan bahwa saya boleh mengunjunginya pada pukul sepuluh dan dia akan tiba di rumah sesaat sebelumnya.”

“Apakah pernah dia dikunjungi tamu ketika Anda ke rumahnya?” “Ya, saat itu ada dua orang laki-laki yang duduk bersamanya. Yang satu masih

muda dan yang seorang lagi lebih tua.” “Tahukah Anda, siapa nama mereka?” tanya saya penasaran. “Ya, hampir satu jam kami duduk bersama-sama. Dalam waktu selama itu,

tentu saya bisa mengetahui nama-nama mereka. Yang lebih muda bernama Ohlert dan yang tua bernama Sennor Gavilano. Orang terakhir ini tampaknya teman Cortesio, karena keduanya berbicara tentang pertemuan mereka beberapa tahun lalu di ibukota Mexico.”

“Gavilano? Saya tidak mengenalnya. Apakah sekarang Gibson kembali mengubah namanya?” Pertanyaan ini sebenarnya ditujukan kepada saya. Saya mengeluarkan potret dan menunjukkannya kepada tukang besi itu. Dia langsung mengenalinya dan berkata, “Ya, merekalah orangnya, Sir! Pria berwajah kurus dan pucat ini adalah Sennor Gavilano. Sedangkan yang satu ini bernama Master Ohlert, dan dia beberapa kali menyulitkan saya dengan pertanyaannya tentang orang yang belum pernah saya temui dalam hidup, misalnya tentang seorang Negro bernama Othello, tentang seorang gadis muda dari Orleans bernama Johanna, yang pada mulanya menggembalakan biri-biri, lalu pergi berperang bersama raja, juga tentang Master Fridolin, seorang yang menjadi anggota geng setelah melepaskan pekerjaannya sebagai pembuat palu besi, tentang Lady Maria Stuart yang malang, yang kepalanya dipenggal di Inggris, tentang sebuah lonceng yang seharusnya mendentangkan lagu dari Schiller, juga tentang seorang Sir yang sangat puitis, namanya Ludwig Uhland. Dia mencaci maki dua orang penyanyi, walaupun demikian dia memperoleh simpati dari seorang ratu. Ohlert sangat bangga ketika bertemu dengan saya yang juga orang Jerman. Kemudian secara berturut-turut dia menyebut berbagai hal seputar nama orang, puisi dan naskah drama, yang membuat saya pusing tujuh keliling, seperti yang sudah saya singgung tadi. Semuanya berputar-putar di dalam kepala saya seperti roda kincir air. Master Ohlert tampaknya seorang baik hati dan tidak berbahaya, tapi saya “Gavilano? Saya tidak mengenalnya. Apakah sekarang Gibson kembali mengubah namanya?” Pertanyaan ini sebenarnya ditujukan kepada saya. Saya mengeluarkan potret dan menunjukkannya kepada tukang besi itu. Dia langsung mengenalinya dan berkata, “Ya, merekalah orangnya, Sir! Pria berwajah kurus dan pucat ini adalah Sennor Gavilano. Sedangkan yang satu ini bernama Master Ohlert, dan dia beberapa kali menyulitkan saya dengan pertanyaannya tentang orang yang belum pernah saya temui dalam hidup, misalnya tentang seorang Negro bernama Othello, tentang seorang gadis muda dari Orleans bernama Johanna, yang pada mulanya menggembalakan biri-biri, lalu pergi berperang bersama raja, juga tentang Master Fridolin, seorang yang menjadi anggota geng setelah melepaskan pekerjaannya sebagai pembuat palu besi, tentang Lady Maria Stuart yang malang, yang kepalanya dipenggal di Inggris, tentang sebuah lonceng yang seharusnya mendentangkan lagu dari Schiller, juga tentang seorang Sir yang sangat puitis, namanya Ludwig Uhland. Dia mencaci maki dua orang penyanyi, walaupun demikian dia memperoleh simpati dari seorang ratu. Ohlert sangat bangga ketika bertemu dengan saya yang juga orang Jerman. Kemudian secara berturut-turut dia menyebut berbagai hal seputar nama orang, puisi dan naskah drama, yang membuat saya pusing tujuh keliling, seperti yang sudah saya singgung tadi. Semuanya berputar-putar di dalam kepala saya seperti roda kincir air. Master Ohlert tampaknya seorang baik hati dan tidak berbahaya, tapi saya

Tidak diragukan lagi, dia telah berbicara dengan William Ohlert. Sementara itu Gibson, orang yang selalu menemaninya, sudah mengganti namanya dua kali. Mungkin juga nama Gibson bukan nama sebenarnya. Saya sudah tahu kalau wajah orang yang menculik dan melarikan William itu pucat kekuning-kuningan, karena saya pernah melihatnya. Mungkin dia benar-benar berasal dari Mexico dan dulu namanya

Gavilano, dan nama itulah yang diperkenalkannya kepada Sennor Cortesio. Gavilano 3 artinya burung elang kecil, sebuah sebutan untuk orang-orang terhormat. Hal paling penting yang ingin saya ketahui adalah alasan di balik usahanya melarikan William. Barangkali alasan bahwa William Ohlert sakit jiwa sangat menarik untuk disimak dan mungkin berkaitan erat dengan ide untuk menulis sebuah tragedi tentang penyair gila tersebut. Mungkin Ohlert juga menyinggungnya kepada pandai besi itu. Karena itu, saya bertanya,

“Bahasa apa yang digunakan pemuda itu selama berbicara dengan Anda?” “Dia berbicara dalam bahasa Jerman dan banyak bercerita tentang lakon sedih

yang ingin ditulisnya. Tapi katanya, sangat penting jika orang lebih dulu mengumpulkan pengalaman sebelum menulis cerita.”

“Sungguh tidak masuk akal!” “Tidak masuk akal? Saya justru berpikir sebaliknya, Sir. Orang sering dianggap

gila karena mampu melakukan sesuatu yang tidak mungkin dikerjakan oleh orang yang berpikiran waras. Dia sering menyela dengan cerita tentang seorang wanita

bernama Sennorita 4 Felisa Perilla. Gadis itu akan diculiknya dengan bantuan temannya tadi.” “Itu sudah gila, benar-benar gila! Jika dia ingin membuat cerita tragedi itu menjadi kenyataan, maksud tersebut harus dihalangi. Apa dia masih berada di La Grange?”

Ejaan seharusnya: Gavillano. 4 Spanyol: Seňorita, Senyorita: Nona.

“Tidak, dia sudah pergi kemarin. Dia juga pergi bersama dengan Sennor Cortesio ke pertanian Hopkin, dan dari sana terus ke Rio Grande.” “Sungguh menjengkelkan, benar-benar menjengkelkan! Kita harus pergi secepat mungkin, kalau bisa hari ini. Anda mungkin tahu, di mana orang bisa membeli dua ekor kuda yang bagus di sini?”

“Ya, di tempat Sennor Cortesio. Dia selalu mempunyai kuda untuk dijual khusus kepada orang-orang yang mau direkrutnya untuk mendukung Juarez. Tapi saya menganjurkan Anda supaya tidak berkuda pada malam hari. Anda tidak tahu jalan ke sana, karena itu Anda pasti membutuhkan juga seorang pemandu. Sayang saat ini hari sudah malam, Anda tidak bisa lagi mendapatkan seorang pemandu.”

“Barangkali masih bisa. Kami akan berusaha agar bisa berangkat hari ini. Tapi terlebih dahulu kami harus berbicara dengan Cortesio. Sekarang sudah jam sepuluh lewat, dan sekitar jam ini pasti dia sudah ada di rumah. Kalau bisa Anda bisa menunjukkan rumahnya sekarang.”

“Dengan senang hati. Ayo kita berangkat jika Anda mau, Sir!” Saat kami berdiri dan hendak berangkat, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda di

depan rumah. Beberapa menit kemudian masuklah beberapa orang ke ruangan depan. Saya tercengang. Dengan perasaan yang tidak menentu saya memandangi mereka. Mereka adalah sembilan atau sepuluh orang sesessionis yang diturunkan nakhoda kapal di tepi sungai siang tadi. Mereka tampaknya mengenal orang-orang yang sudah ada di sana, karena mendapat sambutan yang hangat. Dari perbincangan mereka, kami sempat mendengar sesuatu. Rupanya kedatangan mereka sudah ditunggu- tunggu. Mereka lalu asyik berbicara satu sama lain sehingga tidak sempat memperhatikan kami. Bagi kami hal itu menguntungkan karena kami juga tidak menghendaki jika perhatian mereka beralih ke kami. Karena itu kami kemudian duduk lagi. Jika kami pergi sekarang, kami harus berlalu di depan mereka dan pasti kesempatan ini akan digunakan untuk mencari persoalan baru dengan kami. Ketika Lange mengetahui siapa mereka, dia menutup pintu penyekat ruangan supaya kami terlindung, tetapi kami bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Selain itu, kami bertukar tempat duduk sehingga Old Death dan saya duduk membelakangi mereka.

“Mereka tidak perlu melihat Anda,” kata pandai besi itu. “Sejak tadi situasi di luar sana tidak menguntungkan bagi kita. Jika mereka melihat Anda dan menganggap Anda sebagai mata-mata, maka Anda akan segera digantung, dan berakhirlah huru- hara itu.”

“Bagus,” jawab Old Death. “Tapi apakah Anda pikir, kami senang duduk terus di sini sampai mereka pergi? Tak ada waktu untuk itu. Kami harus segera pergi menemui Cortesio.”

“Jika itu keinginan Anda, Sir, terserahlah! Kita akan melalui jalan lain sehingga mereka tidak bisa melihatnya.” Old Death menebarkan pandangan ke sekeliling ruangan kemudian bertanya, “Di mana? Kita hanya bisa melewati kamar depan.” “Tidak! Lewat di sana rasanya lebih aman,” katanya sambil menunjuk ke

sebuah jendela. “Apa Anda bersungguh-sungguh?” tanya si pencari jejak itu. “Anda rupanya penakut! Apakah kita harus menuruti pepatah Perancis: ibarat tikus yang menyelinap ke lubang sempit karena takut dimangsa kucing? Orang akan tertawa terbahak-bahak melihat kita.”

“Saya tidak mengenal rasa takut. Tetapi ada juga pepatah Jerman yang sudah tua namun masih sarat makna: orang pandai sebaiknya mengalah. Rasanya itu sudah cukup. Saya hanya mau mengatakan, saya tidak melakukan hal itu karena takut, melainkan karena ingin berhati-hati. Saya pun tidak gentar, walaupun yang duduk di luar sana jumlahnya sepuluh kali lebih besar daripada kita. Kaum perusuh itu akan berang dan bersikap membabi buta. Mereka tidak akan membiarkan kita pergi tanpa mencari gara-gara, dan saya bukan orang yang mau membiarkan perbuatan seperti itu. Anda juga bukan orang yang mau menerima hal itu begitu saja. Itu artinya akan terjadi baku hantam. Saya tidak takut berkelahi dengan tangan, kaki, atau dengan patahan kaki meja. Saya seorang pandai besi dan saya tahu benar, bagaimana menghantam kepala orang dengan palu. Tetapi pistol adalah senjata paling terkutuk. Orang paling pengecut sekalipun dapat merobohkan seorang raksasa berbadan tegap hanya dengan sebutir peluru sebesar biji kacang. Karena itu saya lebih menganjurkan supaya kita mengelabui mereka dengan cara kabur diam-diam melalui jendela. Mereka akan lebih marah karena dibodohi dengan siasat ini daripada jika kita menampakkan diri lalu membiarkan kepala kita dipalu satu per satu. Hidung kita tentu akan berdarah dan mungkin terjadi hal yang lebih buruk lagi.”

Dalam hati saya membenarkan pendapatnya. Tak lama kemudian kata Old Death, “Pendapat Anda memang tidak salah. Saya pun akan menerobos jendela yang sempit itu sambil membawa semua barang saya. Tapi coba dengarkan obrolan mereka! Saya kira, mereka sedang berbicara tentang pengalaman di atas kapal.”

Dia benar. Kelompok yang baru datang itu bercerita tentang peristiwa yang mereka alami di atas kapal uap, lalu menyebut-nyebut tentang Old Death, seorang Indian, dan saya. Juga tentang tipu daya sang kapten. Tapi mereka rupanya tidak sepakat tentang cara membalas dendam. Ada enam rowdies dan para pengikutnya Dia benar. Kelompok yang baru datang itu bercerita tentang peristiwa yang mereka alami di atas kapal uap, lalu menyebut-nyebut tentang Old Death, seorang Indian, dan saya. Juga tentang tipu daya sang kapten. Tapi mereka rupanya tidak sepakat tentang cara membalas dendam. Ada enam rowdies dan para pengikutnya

“Tentu kami tidak bisa duduk berlama-lama di tepi sungai,” cerita salah seorang dari mereka. “Kami harus segera ke sini karena sedang ditunggu. Untunglah kami bisa menemukan pertanian yang tidak jauh dan di tempat itulah kami bisa meminjam beberapa ekor kuda.”

“Meminjam?” tanya salah seorang sambil tertawa. “Ya, meminjam. Tapi tentunya meminjam dengan cara kita. Sayang jumlah

binatang itu tidak cukup. Dengan demikian setiap kuda harus ditunggangi dua orang. Tapi kesulitan ini selanjutnya teratasi setelah kami sampai di pertanian lainnya. Akhirnya setiap orang bisa menunggangi seekor kuda.”

Semua tertawa terbahak-bahak mendengar cerita pencurian itu. Lalu dia melanjutkan, “Apakah semuanya beres? Apakah orang-orang yang dicari itu sudah ditemukan?” “Ya, sudah.” “Dan pakaian itu?” “Kami sudah membawa dua peti, itu sudah cukup.” “Sekarang kita boleh bersenang-senang. Mata-mata dan si kapten itu akan

mendapat bagiannya. Kapal itu akan berlabuh malam ini di La Grange. Jadi kapten itu mudah ditemukan, begitu juga orang Indian dan kedua mata-mata itu. Kita tidak akan membutuhkan waktu yang lama karena mereka sangat mudah dikenali. Salah seorang mengenakan pakaian pemburu yang masih baru dan keduanya membawa pelana tapi tanpa kuda.”

“Pelana?” seseorang bertanya dengan nada gembira. “Bukankah kedua orang yang baru masuk tadi dan sekarang duduk di dalam

kamar sana membawa…” Dia mengatakannya dengan suara yang sangat pelan. Tentu maksudnya adalah kami. “Mesch’schurs,” kata sang pandai besi. “Kini saatnya kita harus melarikan diri karena tidak lama lagi mereka akan ke mari. Cepat naik ke jendela! Pelana Anda akan kami turunkan nanti.”

Dia benar. Tanpa malu-malu saya cepat-cepat melompat keluar melalui jendela, kemudian diikuti Old Death. Lange memegangi barang-barang dan senjata kami lalu menurunkannya dari jendela. Kemudian dia pun melompat.

Kami sudah berada di sebuah kebun kecil yang berpagar dan berumput. Saat hendak melompati pagar, kami melihat tamu-tamu yang lain yang tadi berada di Kami sudah berada di sebuah kebun kecil yang berpagar dan berumput. Saat hendak melompati pagar, kami melihat tamu-tamu yang lain yang tadi berada di

“Kini,” kata Lange sambil tertawa. “Mereka akan tercengang jika melihat kita sudah hengkang dari tempat itu. Ini memang benar-benar jalan terbaik.” “Tapi perbuatan kita merupakan sesuatu yang sangat memalukan!” kata Old Death bersungut-sungut. “Rasanya saya mendengar mereka tertawa mengejek kita.” “Biarkan mereka tertawa! Nanti giliran kitalah yang akan menertawakan mereka. Saya akan membuktikannya kepada Anda, bahwa saya tidak takut mereka, hanya saya tidak mau membuat keributan di dalam rumah makan."

Pandai besi itu dan anaknya menurunkan pelana dari punggung kami lalu memikulnya. Mereka bilang, tamu tidak boleh dibiarkan memikul bebannya sendiri. Tak lama kemudian kami sudah berdiri di antara dua bangunan. Bangunan di sebelah kiri benar-benar gelap, sedangkan yang di sebelah kanan tampak terang. Ini terlihat dari cahaya lampu yang menerobos keluar melalui celah jendela.

“Sennor Cortesio ada di rumah,” kata Lange. “Dia tinggal di sana, di rumah yang diterangi lampu itu. Anda hanya tinggal mengetuk pintunya, dia akan membukakannya untuk Anda. Jika urusan Anda sudah selesai, maka datanglah ke gedung sebelah kiri, ke tempat tinggal kami. Ketuklah jendela yang terletak di samping pintu! Selama Anda masih di sana, kami akan menyiapkan makan malam.”

Keduanya lalu pergi menuju ke rumahnya, sedangkan kami berdua berbelok ke kanan. Setelah kami mengetuk, pintu hanya dibuka sedikit, lalu terdengar suara orang bertanya dari dalam,

“Siapa adalah di luar?” “Dua orang teman,” jawab Old Death. “Apakah Sennor Cortesio ada di rumah?” “Mau apakah dari Sennor?” Dari caranya bertanya bisa dipastikan bahwa pemilik suara itu seorang Negro. “Sebuah urusan yang harus kami selesaikan dengan dia.” “Apa? Sebuah urusan? Katakanlah! Jika tidak, dilarang boleh masuk!” “Katakan bahwa Master Lange mengutus kami ke sini!” “Massa Lange? Dia adalah baik. Kalau begitu boleh masuk. Tapi tunggu

sebentar!” Dia menutup pintu sebentar tapi kemudian membukanya lagi setelah beberapa saat dan berkata, “Silakan masuk! Sennor telah berujar boleh berbicara dengan manusia asing.” Kami berjalan melalui lorong sempit menuju ke sebuah kamar kecil yang

kelihatannya digunakan sebagai kantor. Di sana ada sebuah meja tulis, meja biasa, kelihatannya digunakan sebagai kantor. Di sana ada sebuah meja tulis, meja biasa,

“Buenos tardes! 5 ” katanya menjawab salam kami. “Sennor Lange mengutus Anda? Boleh saya tahu, mengapa Anda kemari, Sennores?” Saya penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Old Death. Dia sudah meminta saya untuk menyerahkan semua urusan ini ke tangannya. “Mungkin ini suatu urusan bisnis atau mungkin juga hanya sebuah pertanyaan, Sennor. Kami sendiri juga belum tahu,” kata Old Death. “Kita lihat saja nanti. Silahkan duduk dan ambillah zigarillo itu.” Dia menyodorkan kami satu bungkus cerutu dan pemantik. Tentu kami tidak

bisa menolaknya. Orang-orang Mexico tidak bisa bekerja apalagi berbincang-bincang atau merundingkan sesuatu tanpa rokok. Old Death yang lebih menyukai rokok lintingan daripada cerutu terbaik, menggulung sebatang cerutu, lalu membakarnya. Hanya setelah beberapa tarikan, cerutu itu sudah menjadi puntung kecil. Saya sendiri menikmati cerutu saya perlahan-lahan.

“Kami datang kepada Anda,” kata Old Death memulai pembicaraan, “bukan karena suatu alasan yang penting. Terpaksa kami datang malam-malam karena sepanjang hari Anda tidak bisa ditemui. Kami tidak ingin menunda kunjungan ini sampai besok pagi karena keadaan di sekitar sini sangat mengkhawatirkan. Kami tidak bisa berlama-lama di sini. Kami bermaksud pergi ke Mexico dan menawarkan bantuan kami pada Juarez. Tentu saja kami tidak dapat berbuat seperti itu tanpa perhitungan. Sebelumnya kami sudah mendapat kabar bahwa kami akan disambut dan diterima dengan baik. Jadi kami mencari keterangan di mana-mana dan kami diberitahu bahwa kami akan diterima dengan baik di La Grange ini. Karena orang menyebut nama Anda, Sennor, jadi kami datang kemari. Sekarang katakanlah, apakah kami benar berada di rumah orang yang dimaksud.”

Orang Mexico itu tidak langsung menjawab melainkan menatap kami dengan pandangan penuh selidik. Matanya memandang saya puas. Saya masih muda dan terlihat kuat. Old Death rupanya kurang berkenan di hatinya. Badan si Tua yang kurus dan bungkuk itu tampaknya tidak tahan menderita dalam peperangan. Lalu dia bertanya,

“Siapakah orang yang memberitahu nama saya, Sennor?” “Seorang pria yang kami jumpai di atas kapal,” jawab Old Death berbohong.

“Kemudian tanpa sengaja kami juga bertemu dengan Master Lange dan mengetahui

Spanyol: Selamat Petang/Malam.

dari dia, bahwa sebelum jam sepuluh malam Anda tidak berada di rumah. Kami orang Amerika Utara berdarah Jerman dan telah berperang melawan negara Selatan. Kami juga memiliki pengalaman militer sehingga kami berharap bisa menyumbangkan tenaga kami buat Presiden Mexico.”

“Hmmm! Kedengarannya bagus, Sennor. Tapi saya harus berkata terus terang, dari bentuk tubuh Anda, tampaknya Anda tidak akan kuat menanggung penderitaan selama peperangan.”

“Ya, memang benar juga, Sennor,” kata Old Death sambil tertawa. “Tapi saya hanya ingin menyebut nama saya supaya Anda bisa percaya. Nama saya Old Death.” “Old Death?” seru Cortesio terkejut. “Sungguh? Jadi Anda pencari jejak terkenal, yang sudah menimbulkan kerugian besar bagi negara Selatan?” “Ya, sayalah orangnya. Lihatlah sendiri badan saya.” “Tentu, tentu saja, Sennor. Saya harus berhati-hati. Tak seorang pun yang

boleh tahu kalau saya menampung orang-orang yang mendukung Juarez. Terutama pada saat ini saya dituntut bertindak ekstra hati-hati. Tapi karena Anda Old Death, tak ada alasan bagi saya untuk berhati-hati. Saya dapat mengatakan terus terang, bahwa Anda masuk ke alamat yang tepat. Dengan senang hati saya siap menerima Anda. Saya bahkan bisa memberikan jaminan keamanan istimewa kepada Anda, karena seorang seperti Old Death harus diperlakukan secara khusus dan tidak boleh ditempatkan bersama para prajurit biasa.”

“Saya pun berharap demikian, Sennor. Dan mengenai sahabat saya ini, mungkin dia akan ditempatkan bersama prajurit biasa, namun dia akan segera menunjukkan kehebatannya. Meskipun masih muda, dia telah mencapai pangkat kapten karena sukses berperang di pihak abolisionis. Namanya Müller. Tapi barangkali Anda sudah mendengar tentang dia. Dia bergabung bersama pasukan Sheridan dan sebagai letnan, dia sendiri berjalan paling depan untuk memimpin pasukan yang terkenal itu melewati Missionary Ridge. Anda tentu tahu, apa akibat dari raids (penyerbuan) itu. Müller lalu menjadi anak kesayangan Sheridan. Dia bahkan mendapat kehormatan untuk memimpin pasukan khusus itu jika ada tugas penting. Dia pulalah prajurit berkuda yang dihormati karena sukses membebaskan Jenderal Sheridan yang tertangkap dalam pertempuran yang dahsyat di Five Forks. Karena itu menurut saya, tidak ada salahnya jika dia juga diterima dalam pasukan Anda, Sennor!”

Old Death menceritakan kebohongan yang tiada taranya! Tapi haruskah saya menghukumnya atas kebohongan itu? Saya merasa pipi saya memerah. Namun Cortesio menyangka bahwa saya tersipu-sipu malu. Karena itu dia meraih tangan saya lalu sambil membual seperti seorang wartawan dia berkata,

“Anda tidak usah malu-malu mendengar pujian itu, Sennor Müller. Saya telah mendengar tentang Anda dan semua perbuatan Anda. Kini saya mengucapkan selamat datang kepada Anda. Tentu saja Anda akan segera mendapat pangkat perwira. Sekarang saya akan menyerahkan sejumlah uang kontan kepada Anda untuk membeli barang-barang yang Anda perlukan.”

Sebenarnya Old Death pun menyetujui tawaran itu. Saya bisa membaca gelagat ini di wajahnya, tapi cepat-cepat saya menyela, “Tidak perlu, Sennor. Kami tidak mau dibebani dengan berbagai barang. Pada saat ini tak ada yang kami butuhkan selain dua ekor kuda, yang mungkin bisa kami dapatkan dari Anda. Kami sendiri sudah memiliki pelana.”

“Ya, benar sekali. Saya bisa menyerahkan dua ekor kuda yang bagus kepada Anda. Jika Anda benar-benar ingin membayarnya, maka saya akan menetapkan harganya. Besok pagi kita bisa pergi ke kandang. Di sana saya akan menunjukkan kuda-kuda terbaik yang saya miliki. Apakah Anda sudah mendapat tempat menginap untuk malam ini?”

“Ya, Master Lange akan menampung kami di rumahnya.” “Luar biasa. Jika Anda belum mendapat penginapan, saya akan mengajak Anda

tinggal di rumah saya, meski tempat ini sangat sempit. Bagaimana pendapat Anda, apakah urusan lainnya akan diselesaikan sekarang atau besok pagi?”

“Lebih baik sekarang,” jawab Old Death. “Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi?” “Untuk sekarang tidak ada. Karena Anda sendiri yang membayar semuanya, maka Anda baru akan diangkat sumpah jika sudah diterima dalam pasukan. Satu- satunya yang harus saya lakukan adalah memberi Anda surat pengantar dan surat rekomendasi yang memberi jaminan sehingga Anda diberi kedudukan yang sesuai dengan kemampuan Anda. Lebih baik saya segera menyelesaikan semua dokumen itu sekarang, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi kelak. Bersabarlah barang seperempat jam. Saya akan bergegas mengurusnya. Di sana ada zigarillos. Saya juga akan menyediakan sebotol minuman yang enak yang tidak pernah saya suguhkan kepada orang lain. Sayang hanya tinggal sebotol saja.”

Dia menyodorkan cerutu dan mengambil sebotol anggur, kemudian melangkah menuju meja tulis. Old Death menyeringai di belakang orang Mexico itu. Tampaknya dia merasa begitu puas dengan tipu muslihatnya. Dia mengisi penuh gelasnya dengan minuman lalu bersulang untuk kesejahteraan Cortesio dan langsung menghabiskannya dengan sekali teguk. Sejauh ini saya tidak begitu puas seperti Old Death, karena kedua orang yang saya kejar belum disinggung dalam pembicaraan. Maka saya Dia menyodorkan cerutu dan mengambil sebotol anggur, kemudian melangkah menuju meja tulis. Old Death menyeringai di belakang orang Mexico itu. Tampaknya dia merasa begitu puas dengan tipu muslihatnya. Dia mengisi penuh gelasnya dengan minuman lalu bersulang untuk kesejahteraan Cortesio dan langsung menghabiskannya dengan sekali teguk. Sejauh ini saya tidak begitu puas seperti Old Death, karena kedua orang yang saya kejar belum disinggung dalam pembicaraan. Maka saya

Seperempat jam kemudian Old Death sudah menghabiskan seluruh isi botol seorang diri saja. Cortesio pun sudah selesai menulis dokumen. Sebelum diberi cap, surat itu dibacanya. Kami sangat puas dengan isi surat. Anehnya, dia tidak hanya memberikan kami dua lembar surat melainkan empat. Jadi masing-masing dari kami mendapatkan dua lembar. Saya sungguh terkejut, karena yang disodorkan adalah paspor. Yang satu ditulis dalam bahasa Perancis dan yang lainnya dalam bahasa Spanyol. Yang pertama ditandatangani oleh Bazaine dan yang kedua oleh Juarez. Cortesio segera menangkap keheranan saya. Sambil tersenyum puas dia berkata,

“Anda lihat sendiri, Sennor. Kami mampu memberikan perlindungan kepada Anda seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Bagaimana saya bisa mendapatkan paspor berbahasa Perancis, Anda tidak perlu tahu. Anda pun tidak tahu, apa yang akan Anda jumpai. Jadi mulai dari sekarang lebih baik keamanan Anda diprioritaskan. Saya tidak akan memberikan paspor ganda ini kepada orang lain. Surat ini hanya dicetak terbatas. Para prajurit yang saya kirim dari sini pun tidak mendapat paspor dari saya.”

Ucapan itu memberi kesempatan kepada Old Death untuk mengajukan pertanyaan yang sudah lama saya nanti-nantikan. “Sejak kapan pasukan terakhir pergi dari sini?” “Kemarin. Saya sendirilah yang mengantar lebih dari tiga puluh prajurit yang

baru direkrut hingga ke pertanian Hopkin. Tapi kali ini ada dua orang sipil yang ikut serta.”

“Aha, jadi Anda juga mempekerjakan orang sipil?” tanya Old Death pura-pura heran. “Tidak, hal itu bisa berbahaya. Tapi kemarin ada pengecualian karena seorang dari kedua pria itu adalah kenalan baik saya. Omong-omong Anda mendapatkan kuda yang bagus. Anda bisa menyusul detachem ent 6 itu sebelum mereka tiba di Rio Grande, jika Anda berangkat pagi-pagi benar dari sini.” “Di mana mereka akan menyeberangi sungai?” “Mereka menuju ke Eagle-Pass. Karena keberadaan pasukan itu harus

dirahasiakan maka mereka berjalan sedikit ke arah utara. Mereka melintasi jalan kuda yang terletak di antara Rio Nueces dan Rio Grande. Jalan itu membentang dari San Antonio melalui Benteng Inge, tapi benteng itu pun dihindari. Lalu mereka melewati Sungai Rio Grande. Mereka memilih jalan di antara dua sungai kecil Las Moras dan

Detasemen. Kelompok prajurit yang bergerak terpisah dari induk satuannya.

Moral. Di sana ada jalan yang mudah dilalui dan hanya diketahui oleh pemandu kami. Dari sana mereka bergerak ke arah barat lalu melewati Baya, Cruces, San Vincente, Tabal, dan San Carlos hingga akhirnya tiba di kota Chihuahua.”

Semua tempat ini terdengar seperti nama-nama dusun udik di daerah Bohemia. Saya tidak mengenalnya. Namun Old Death mengangguk-anggukkan kepala dan mengulang nama setiap tempat itu dengan suara keras seolah-olah dia telah mengenalnya dengan baik.

“Kami pasti akan menyusul mereka kalau kuda kami lebih bagus daripada kuda mereka,” katanya. “Tapi apakah mereka membiarkan kami ikut bergabung?” Cortesio mengangguk pasti. Tapi teman saya terus bertanya, “Tapi apakah kedua pria yang tadi Anda sebut sebagai orang sipil juga setuju?” “Tentu saja. Mereka tidak berhak melarangnya. Mestinya mereka bersyukur

karena boleh pergi dengan pengawalan detachem ent. Karena Anda akan bertemu mereka, maka saya menasehati supaya Anda memperlakukan mereka sebagai lelaki terhormat. Salah seorang dari keduanya adalah kelahiran Mexico, namanya Gavilano dan dia adalah kenalan baik saya. Saya pernah mengalami masa-masa yang indah bersamanya di ibukota. Dia mempunyai seorang adik perempuan yang meluluhlantakkan hati banyak pemuda.”

“Kalau begitu dia pun pasti tampan.” “Tidak, wajah mereka jauh berbeda, karena gadis itu adalah saudari tirinya.

Namanya Felisa Perillo. Dulu ia cantora (penyanyi) yang mempesona sekaligus ballerina (penari balet) yang mengagumkan di kalangan bangsawan. Tak lama kemudian ia menghilang dan baru sekarang saya mendengar dari saudaranya bahwa ia tinggal di daerah sekitar Chihuahua. Alamat yang pasti tidak bisa saya berikan karena dia sendiri pun harus mencari dulu adiknya setelah tiba di sana.”

“Boleh saya tanya, apa sebenarnya pekerjaan Sennor itu?” “Penyair.” Old Death menampakkan raut wajah kaget, tapi kemudian tersenyum

menyeringai. Cortesio melanjutkan, “Sennor Gavilano menulis puisi hanya untuk bersenang-senang tanpa meminta bayaran. Dia memiliki banyak harta dan tidak mau puisinya dibayar.” “Pasti orang lain akan merasa iri.” “Semua orang merasa iri kepadanya sehingga dia difitnah dan dibenci. Bahkan

dia terus didesak untuk meninggalkan kota dan negaranya. Sekarang dia datang kembali dengan seorang yankee yang ingin mengenal Mexico dari dekat. Orang itu meminta Gavilano untuk mengajarinya seni sejati tentang puisi. Keduanya ingin membangun teater di ibukota.”

“Semoga cita-cita mereka berhasil! Jadi apakah Gavilano tahu, bahwa Anda sekarang tinggal di La Grange?” “Oh, tidak. Kebetulan saya berdiri di pinggir sungai ketika kapal itu merapat sehingga penumpangnya dapat bermalam di sini. Saya langsung mengenali Sennor itu lalu mengundang dia bersama rekan seperjalanannya untuk menginap di tempat saya. Saya juga diberitahu, bahwa keduanya akan pergi ke Austin lalu dari sana melewati perbatasan. Saya lalu menunjukkan tempat penyeberangan yang paling cepat dan aman. Karena bagi orang asing, apalagi jika dia bukan pengikut sesessionis, sama sekali tidak dianjurkan untuk tinggal di sini. Sekarang di Texas berkeliaran banyak orang yang suka memancing di air keruh. Mereka disokong oleh banyak gerombolan penjahat yang sangat berbahaya yang asal dan tujuan hidupnya pun tidak jelas. Di mana-mana terdengar cerita tentang tindak kekerasan, perampokan, kekejaman dengan alasan yang tak pernah diungkapkan. Pelakunya menghilang tanpa jejak seperti halnya kedatangan mereka. Dan polisi pun tidak berdaya menindak kejahatan itu.”

“Mungkinkah perbuatan itu dilakukan Ku-Klux-Klan?” tanya Old Death. “Banyak orang menduga seperti itu. Dalam beberapa hari terakhir baru

diketahui bahwa kemungkinan besar pelakunya adalah gerombolan rahasia itu. Dua hari yang lalu ditemukan dua mayat di Halletsville. Pada tubuh mereka disematkan

kertas dengan tulisan “Yankee Hounds” 7 . Di Shelby ada keluarga yang hampir mati dicambuk karena ayah mereka ikut berperang di bawah pimpinan Jenderal Grant. Dan hari ini saya mendengar bahwa penduduk Lyons menemukan selubung kepala berwarna hitam dengan potongan kain putih yang dijahit menyerupai cecak putih.”

“Astaga! Topeng semacam ini memang dipakai orang Kuklux!” “Ya, mereka menutup wajahnya dengan selubung hitam dengan gambar figur-

figur tertentu yang berwarna putih. Tiap-tiap orang mempunyai gambar yang berbeda sebagai tanda pengenal, karena mereka tidak mengenal nama masing-masing.”

“Jadi bisa dipastikan bahwa perkumpulan rahasia itu pun mulai mengembangkan sayapnya di sini. Berhati-hatilah, Don Cortesio. Mereka pasti akan datang ke sini. Mula-mula mereka berada di Halletsville. Sebuah selubung kepala mereka ditemukan di Lyons. Bukankah letak Lyons lebih dekat ke sini daripada ke Halletsville?”

“Tentu, Sennor. Anda benar! Mulai hari ini saya akan mengunci jendela dan pintu rapat-rapat. Saya juga akan menyiapkan senjata.”

Inggris: Anjing Yankee. Yankee: nama olok-olok orang Amerika Serikat bagian Utara.

“Itu cara yang tepat. Penjahat itu tak boleh diberi hati, karena mereka pun tidak mengenal belas kasihan. Siapa yang menyerah tanpa perlawanan, dan mengharapkan pengampunan dari mereka, maka dia sungguh keliru. Saya hanya akan menjawab mereka dengan peluru dan mesiu. Omong-omong, suasana di rumah makan tadi tampaknya tidak terlalu menggembirakan. Di sana saya melihat beberapa orang yang tidak bisa dipercaya. Anda sungguh cerdik bisa menyembunyikan paham yang Anda anut sehingga mereka tidak tahu bahwa sebenarnya Anda berpihak pada Juarez. Peliharalah terus sikap hati-hati itu hari ini. Lebih baik Anda berhati-hati, walaupun tampaknya berlebihan, karena akibat kelalaian kecil saja Anda bisa dicambuk atau bahkan ditembak mati. Saya kira, sekarang urusan kita sudah selesai. Besok pagi kita akan bertemu lagi. Atau barangkali masih ada yang ingin Anda katakan?”

“Tidak, Sennores. Untuk hari ini tidak ada lagi. Saya sangat senang bisa berkenalan dengan Anda dan saya harap kelak saya bisa mendengar kabar baik dari Anda. Saya yakin, Anda akan mendapat keuntungan besar dalam kerjasama dengan Juarez dan segera mendapat kenaikan pangkat.”

Dengan kalimat ini maka urusan kami selesai. Dengan ramah Cortesio menjabat tangan kami, dan kemudian kami pun pergi. Ketika pintu ditutup dan kami menyeberangi jalan menuju ke rumah Lange, saya tidak dapat lagi menahan diri untuk menggamit Old Death. Saya bertanya,

“Tapi Sennor, apa yang sudah merasuki pikiran Anda sehingga Anda mengarang cerita bohong yang begitu indah? Kebohongan Anda tadi sudah keterlaluan.”

“Oh ya? Hmmm! Anda belum memahaminya, Sir? Sejak awal saya sudah was- was, mungkin saja kita akan ditolaknya. Karena itu saya berusaha merebut simpati dari Sennor itu agar dia bisa mempercayai kita.”

“Bukankah Anda juga ingin menerima uangnya? Perbuatan itu jelas-jelas sebuah penipuan!” “Hmmm, belum tentu, karena dia sama sekali tidak tahu kalau sedang ditipu. Lalu mengapa saya tidak mau menerima sesuatu yang ditawarkan dengan suka rela?”

“Karena kita tidak bermaksud mencari uang dengan bekerja untuknya!” “Ya! Pada saat ini kita memang tidak berniat demikian. Tapi dari mana Anda

tahu bahwa kita tidak akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja pada Juarez? Mungkin saja kelak kita terpaksa menempuh cara itu demi kelangsungan hidup kita sendiri. Tapi saya tidak mau menyalahkan Anda. Syukurlah kita tidak menerima uang darinya. Karena sebagai gantinya kita diberikan paspor dan surat rekomendasi. Dan yang terpenting dari semuanya, sekarang kita tahu, ke mana Gibson kabur. Saya tahu tahu bahwa kita tidak akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja pada Juarez? Mungkin saja kelak kita terpaksa menempuh cara itu demi kelangsungan hidup kita sendiri. Tapi saya tidak mau menyalahkan Anda. Syukurlah kita tidak menerima uang darinya. Karena sebagai gantinya kita diberikan paspor dan surat rekomendasi. Dan yang terpenting dari semuanya, sekarang kita tahu, ke mana Gibson kabur. Saya tahu

Kami tidak perlu mengetuk pintu rumah Lange. Dia sudah berdiri di bawah ambang pintu. Kami diantarnya masuk. Rumah itu memiliki tiga jendela dan ketiganya ditutup rapat dengan tirai tebal.

“Jangan heran melihat tirai-tirai itu, Mesch’schurs!” katanya. “Saya memang sengaja menggantungkannya di sana. Dan kalau boleh, sedapat mungkin kita berbicara dengan suara pelan. Orang-orang Kuklux itu tidak boleh tahu, bahwa kini Anda berada di rumah kami.”

“Jadi Anda sudah melihat bajingan-bajingan itu?” “Belum, tapi mata-matanya sudah kelihatan. Ketika Anda masih di rumah

Sennor Cortesio, saya merasa bosan. Maka saya pergi ke luar untuk menunggu Anda, agar Anda tidak perlu mengetuk pintu kalau kembali. Pada saat itulah saya mendengar seseorang mengendap-endap dari samping, dari arah rumah makan. Saya membuka pintu sedikit dan mengintip melalui celah. Tampak tiga orang datang dan berdiri diam di dekat pintu. Meskipun suasana gelap, saya dapat melihat tubuh mereka yang sangat tinggi. Mereka memakai celana lebar juga jaket lebar dan penutup kepala, yang menutupi seluruh wajahnya. Semua pakaiannya terbuat dari bahan berwarna gelap dan ditambal dengan gambar berwarna terang.”

“Kedengarannya seperti pakaian yang biasa dipakai orang Kuklux.” “Tepat sekali. Dua dari mereka tetap berdiri di dekat pintu. Sedangkan orang

ketiga menyelinap ke depan jendela dan berusaha mengintip melalui celah-celah jendela. Setelah kembali ke temannya, dia melapor bahwa di dalam kamar hanya ada seorang anak muda, tampaknya seperti Lange yunior. Lange sendiri tidak ada, tetapi ada makanan tersedia di atas meja. Karena itu salah seorang dari mereka berkata, bahwa sekarang kami akan makan malam dan kemudian pergi tidur. Mereka ingin mengelilingi rumah untuk mencari jalan terbaik agar bisa menyusup ke dalam rumah. Tiba-tiba mereka menghilang di sudut, dan tidak lama kemudian Anda datang, setelah kami menggantungkan tirai jendela. Oh ya, karena bajingan-bajingan itu, saya hampir lupa bahwa saya sedang mendapat tamu. Mari, silahkan duduk! Makan dan minumlah! Hanya makanan sederhana ini yang dapat saya suguhkan. Tapi semua yang saya miliki, saya berikan dengan tulus hati. Sambil makan kita juga bisa membicarakan bahaya yang kini sedang mengancam.”

“Tentu saja kami tidak akan membiarkan Anda dalam bahaya,” kata Old Death. “Tapi di mana putra Anda?”

“Ketika Anda keluar, dia pun menyelinap pergi. Saya memiliki beberapa teman baik, mereka orang Jerman yang dapat dipercaya. Mereka harus dijemput dengan diam-diam ke sini. Dua dari mereka telah Anda kenal. Ketika di rumah makan, mereka duduk semeja dengan kita.”

“Mereka berusaha masuk ke rumah ini secara diam-diam? Hal itu tentu menguntungkan Anda! Orang-orang Kuklux pasti menganggap bahwa mereka hanya akan menghadapi Anda dan putra Anda.”

“Jangan khawatir! Teman-teman saya sudah tahu apa yang harus mereka lakukan. Lagipula saya sudah membisikkan ke telinga Will, apa yang harus dilakukannya.”

Makanan yang dihidangkan hanya berupa daging yang diiris tipis, roti, dan bir. Ketika kami baru saja mulai makan, tiba-tiba terdengar suara anjing menyalak, hanya beberapa rumah jauhnya dari tempat kami.

“Itu isyaratnya,” kata Lange sambil berdiri tegang. “Mereka sudah datang!” Dia beranjak ke depan untuk membukakan pintu kemudian kembali seraya

disertai anaknya beserta lima lelaki yang bersenjatakan senapan, revolver, dan pisau. Tanpa bersuara, mereka mencari sesuatu yang bisa dijadikan alas duduk. Tak seorang pun yang berbicara. Mereka semua memandang tegang ke jendela, apakah jendela itu sudah cukup rapat tertutup dengan tirai. Sungguh, mereka adalah orang-orang yang tepat. Tidak berbicara, hanya diam membisu, namun siap untuk bertindak. Di antara mereka ada seorang yang sudah tua, berambut uban dan berjenggot abu-abu. Tak henti-hentinya dia memandang Old Death. Dia adalah orang pertama yang memecahkan kesunyian.

“Maaf, Master! Will telah mengatakan kepada saya tentang orang yang akan saya jumpai di sini. Dan saya benar-benar sangat senang, karena rasanya dulu kita sudah pernah bertemu.”

“Mungkin saja!” jawab Old Death. “Saya telah bertemu dengan sekian banyak orang.” “Anda tidak ingat lagi pada saya?” Old Death memperhatikan orang itu lebih seksama lalu berkata, “Dalam perhitungan saya, rasanya kita memang pernah bertemu. Tapi saya

sendiri sudah lupa, di mana.” “Di California, kira-kira dua puluh tahun yang lalu, di sebuah pemukiman orang Tionghoa. Coba Anda ingat baik-baik! Pada waktu itu orang ramai-ramai bermain judi dengan taruhan yang besar sambil mengisap opium 8 . Saya mempertaruhkan seluruh

Sejenis narkoba.

uang saya, jumlahnya hampir mendekati seribu dollar. Pada akhirnya saya hanya mempunyai sekeping dollar di saku. Namun saya tidak ingin memasang untuk taruhan, melainkan membeli opium. Setelah itu saya berniat menembakkan peluru ke kepala sendiri. Saya adalah seorang penjudi kelas kakap dan sudah kehilangan segala- galanya karena….”

“Ya! Sekarang saya mulai ingat!” kata Old Death menyela. “Tidak perlu Anda meneruskan cerita itu lagi!” “Oh, tidak, Sir! Karena Anda telah menyelamatkan saya. Waktu itu Anda memenangkan kembali setengah dari jumlah uang yang saya pertaruhkan. Lalu Anda mengembalikan uang itu kepada saya dengan perjanjian, bahwa saya tidak boleh lagi bermain judi dan saya harus melepaskan ketergantungan pada opium untuk selama- lamanya. Saya mengucapkan janji itu di hadapan Anda dan hingga kini saya masih menepatinya, walaupun godaan terus datang silih berganti. Anda telah menyelamatkan saya. Sekarang saya sudah menjadi orang yang sukses. Dan saya akan merasa lebih bahagia, jika Anda bersedia menerima kembali uang Anda.”

“Saya tidak sebodoh itu,” jawab Old Death sambil tertawa. “Sudah lama saya merasa bangga karena sudah melakukan perbuatan baik. Saya tidak bermaksud menukar terimakasih itu dengan uang Anda. Kelak jika saya mati, tidak ada sesuatu pun yang dapat saya bawa kecuali kebaikan ini. Tidak, saya tidak ingin mengambilnya kembali! Mari kita bicarakan hal lain yang jauh lebih penting saat ini. Dulu saya memperingatkan Anda akan dua setan, yang juga telah berhasil menghancurkan hidup saya. Tapi sebenarnya kemauan Andalah yang telah menarik Anda keluar dari dunia kelam. Ah, lebih baik kita tidak perlu mengungkit-ungkit masa lalu!”

Mendengar ucapan pemburu itu, tiba-tiba saya teringat akan ceritanya dulu. Di New Orleans dia pernah mengatakan kepada saya, sebelum meninggal ibunya telah menunjukkan kepadanya jalan menuju kebahagiaan. Tapi dia menempuh jalannya sendiri. Sekarang dia sendiri mengakui, bahwa dulu dia seorang penjudi dan pengisap opium. Apakah dia bisa memperoleh kekuatan untuk bertobat setelah memperhatikan nasib orang lain? Sangat sulit. Saya kira, dulu dia sendiri adalah seorang penjudi ulung, mungkin juga sampai sekarang. Dan mengenai opium, bukankah tubuhnya yang kurus kering seperti kerangka itu sudah menjadi bukti bahwa dirinya digerogoti oleh bubuk kenikmatan itu? Apakah sekarang dia masih mengisap opium secara sembunyi-sembunyi? Mungkin tidak lagi, karena racun opium mengakibatkan orang lupa diri selama waktu yang lama. Dan dalam perjalanan kami, saya tahu benar, bahwa dia tidak memiliki banyak waktu untuk terbuai dalam kenikmatan itu. Mungkin dulu dia adalah seorang pecandu. Tapi tampaknya sampai sekarang pun dia masih bergantung pada bahan berbahaya ini. Jika tidak tentu badannya lambat laun kembali Mendengar ucapan pemburu itu, tiba-tiba saya teringat akan ceritanya dulu. Di New Orleans dia pernah mengatakan kepada saya, sebelum meninggal ibunya telah menunjukkan kepadanya jalan menuju kebahagiaan. Tapi dia menempuh jalannya sendiri. Sekarang dia sendiri mengakui, bahwa dulu dia seorang penjudi dan pengisap opium. Apakah dia bisa memperoleh kekuatan untuk bertobat setelah memperhatikan nasib orang lain? Sangat sulit. Saya kira, dulu dia sendiri adalah seorang penjudi ulung, mungkin juga sampai sekarang. Dan mengenai opium, bukankah tubuhnya yang kurus kering seperti kerangka itu sudah menjadi bukti bahwa dirinya digerogoti oleh bubuk kenikmatan itu? Apakah sekarang dia masih mengisap opium secara sembunyi-sembunyi? Mungkin tidak lagi, karena racun opium mengakibatkan orang lupa diri selama waktu yang lama. Dan dalam perjalanan kami, saya tahu benar, bahwa dia tidak memiliki banyak waktu untuk terbuai dalam kenikmatan itu. Mungkin dulu dia adalah seorang pecandu. Tapi tampaknya sampai sekarang pun dia masih bergantung pada bahan berbahaya ini. Jika tidak tentu badannya lambat laun kembali

Kata-katanya yang terakhir: “Lebih baik kita tidak perlu lagi mengungkit-ungkit masa lalu” diucapkannya dengan tegas, sehingga orang Jerman yang tua itu pun tidak berani membantahnya. Dia menjawab,

“Well, Sir! Sekarang kita akan menghadapi musuh yang sama-sama berbahaya dan kejam seperti judi dan opium. Tapi untunglah musuh kita kali ini lebih mudah dikalahkan daripada musuh di masa lalu. Dan mereka pasti akan kita kalahkan. Orang Kuklux membenci semua yang berbau Jerman. Kita semua harus melawan, bukan saja mereka yang ditimpa penderitaan karena ulah kaum Kuklux. Mereka adalah makhluk- makhluk biadab yang anggotanya terdiri dari ribuan atau bahkan jutaan orang. Memberi mereka pengampunan adalah kesalahan yang fatal, karena pasti mereka akan membalasnya secara sadis. Pada penyerangan kali ini harus kita tunjukkan, bahwa kita pun tidak mengenal belas kasihan. Jika perkumpulan rahasia itu dibiarkan berkembang di sini, maka kita semua akan binasa. Mereka akan menyerang dan menghabisi kita satu per satu. Karena itu menurut hemat saya, hari ini kita harus menyiapkan penyambutan yang matang. Mereka harus dibuat kapok, sehingga tidak berani lagi datang ke mari. Saya harap, kalian sependapat dengan saya.”

Yang lainnya setuju dengan pendapatnya. “Bagus!” katanya lagi. Dia dibiarkan terus berbicara karena dianggap orang

yang paling tua. “Jadi kita harus mengadakan persiapan sebaik mungkin. Rencana mereka sajalah yang boleh gagal. Selain itu mereka sendiri pun harus merasakan akibat dari tindak-tanduknya sendiri. Mungkin ada di antara kalian yang ingin mengajukan usul? Siapa saja yang mempunyai usul, dia boleh mengungkapkannya.”

Setelah mengucapkan kalimat itu, pandangan orang itu dan semua yang lain tertuju kepada Old Death. Sebagai seorang westm an berpengalaman, tentu dia tahu lebih baik bagaimana orang harus menghadapi musuh semacam ini. Dia membalas tatapan penuh pengharapan dari mereka. Dalam tatapan mereka terkandung permintaan yang tidak terucapkan. Lalu dia tersenyum menyeringai, mengangguk- anggukkan kepalanya dan berkata,

“Jika tak ada usul lain, maka saya ingin mengatakan beberapa hal, Mesch’schurs. Pertama-tama harus kita pikirkan, bahwa mereka tidak mungkin datang sebelum Master Lange tidur. Bagaimana Anda menutup pintu belakang, Master Lange? Dengan palang?”

“Tidak, dengan kunci sebagaimana semua pintu yang lain.” “Well! Pasti mereka pun mengetahuinya. Dalam perhitungan saya, mereka

datang dengan membawa kunci-kunci palsu. Bodoh sekali, jika mereka tidak memiliki kunci-kunci tersebut. Perkumpulan itu pasti juga memiliki anggota yang berprofesi sebagai tukang kunci atau yang sekurang-kurangnya mengetahui cara membuka pintu rahasia. Jadi mereka pasti dapat masuk ke sini. Hal terpenting yang harus kita lakukan sekarang adalah berunding dan menentukan siasat terbaik untuk menyambut kedatangan mereka.”

“Tentu saja dengan senjata. Kita langsung menembak mereka!” “Dan mereka juga akan menembak Anda, Sir! Dari percikan api pada moncong

senapan Anda mereka akan tahu, di mana Anda berdiri, di mana Anda bersembunyi. Tidak, jangan sekali-kali menembak. Dalam perhitungan saya, cara terbaik menghadapi mereka adalah dengan menangkap mereka hidup-hidup. Kita tidak perlu menentang bahaya diterjang oleh peluru-peluru mereka.”

“Anda yakin, ide itu bisa diterapkan?” “Saya sangat yakin, inilah ide yang paling mudah. Kita bersembunyi di dalam

rumah dan membiarkan mereka masuk. Begitu mereka berada di kamar Anda, kita segera menutup pintu dan menguncinya dari luar. Beberapa orang dari kita menjaga di depan pintu ini, sementara yang menjaga di luar, di depan jendela. Jadi mereka tidak dapat keluar karena terkepung dan terpaksa harus menyerah.”

Orang Jerman tua itu menggelengkan kepalanya tidak setuju dan tetap bersikeras menembak gerombolan yang mau membobol rumah itu. Old Death memicingkan sebelah matanya ketika mendengar penolakan si tua itu. Lalu dia memasang wajah jenaka sehingga semua orang yang melihatnya pasti akan tertawa geli, seandainya suasananya tidak setegang sekarang.

“Mengapa Anda menunjukkan raut wajah seperti itu, Sir?” tanya Lange. “Apakah Anda tidak setuju?”

“Ya, Master. Usul dari teman kita ini tampaknya begitu praktis dan mudah dilaksanakan. Tapi dalam perhitungan saya, yang terjadi nanti justru sangat lain daripada yang dia bayangkan. Perkumpulan rahasia itu tidak terlalu tolol seperti yang disangkanya. Dia pikir, bajingan-bajingan itu akan masuk serempak ke dalam lalu berbaris di depan moncong senapan kita dan siap menjadi sasaran empuk peluru kita. Jika mereka benar-benar melakukannya, berarti mereka tidak memiliki otak. Saya justru berpikir sebaliknya, mereka akan membuka pintu belakang perlahan-lahan. Kemudian satu atau dua orang dibiarkan mengendap-endap ke dalam untuk memeriksa keadaan. Tentu saja salah satu atau kedua-duanya dapat kita tembak. Namun yang lainnya pasti berusaha secepat mungkin kabur dari kamar dan akan kembali lagi untuk membalas dendam. Tidak, Sir, rencana Anda terlalu beresiko. Kita harus membiarkan mereka semua masuk sehingga mudah ditangkap. Untuk itu saya juga masih memiliki alasan lain yang sangat kuat dan beralasan. Jika rencana Anda berhasil, saya pun tidak sampai hati mengirim orang sebanyak itu ke akhirat, tanpa memberi kesempatan bagi mereka untuk bertobat dan merenungkan dosa-dosanya. Kita adalah sesama manusia, kita juga umat Kristiani, Mesch’schurs. Kita memang ingin mengangkat senjata melawan mereka dan membuat mereka tidak berani lagi datang ke mari. Tetapi hal itu dapat kita lakukan tanpa harus menumpahkan darah. Jika Anda tetap bersikeras menembak mereka seperti kawanan binatang liar, silahkan saja. Saya dan teman saya tidak akan ikut campur. Kami akan pergi dan mencari tempat lain untuk bermalam. Kami tak ingin merasa tertekan karena terus dihantui rasa bersalah.”

Penjelasan ini sungguh keluar dari hatinya yang paling dalam. Karena itu kata- katanya mampu menggugah perasaan semua yang hadir. Mereka mengangguk- anggukkan kepala. Lalu kata si Jerman Tua,

“Kalimat terakhir yang Anda ucapkan tadi benar, Sir, dan hal itu sangat beralasan. Sebelumnya saya mengira, sambutan semacam itu akan mengusir mereka untuk selama-lamanya dari La Grange. Tapi saya tidak memikirkan tanggung jawab moral yang harus kita pikul akibat tindakan itu. Karena itu saya akan menerima usul Anda, walaupun sebenarnya saya masih ragu-ragu, apakah usul Anda tersebut akan berhasil.”

“Setiap rencana, bahkan rencana terbaik sekali pun, dapat juga gagal, Sir! Saya yakin, rencana kita bukan hanya manusiawi, melainkan juga sangat luhur jika kita membiarkan mereka masuk, kemudian menguncinya dari luar. Dengan cara itu kita bisa menangkap mereka hidup-hidup. Percayalah, itu jauh lebih baik daripada jika kita menembak. Pikirkan juga, seluruh gerombolan itu akan menaruh dendam pada Anda, jika Anda berhasil membunuh begitu banyak anggotanya. Tentu Anda tidak akan “Setiap rencana, bahkan rencana terbaik sekali pun, dapat juga gagal, Sir! Saya yakin, rencana kita bukan hanya manusiawi, melainkan juga sangat luhur jika kita membiarkan mereka masuk, kemudian menguncinya dari luar. Dengan cara itu kita bisa menangkap mereka hidup-hidup. Percayalah, itu jauh lebih baik daripada jika kita menembak. Pikirkan juga, seluruh gerombolan itu akan menaruh dendam pada Anda, jika Anda berhasil membunuh begitu banyak anggotanya. Tentu Anda tidak akan

“Saya rasa sebaiknya Anda mengurungkan niat itu, Sir!” kata Lange. “Tadi Anda sendiri mengatakan, mungkin mereka menempatkan seorang mata-mata di luar. Orang ini pasti akan melihat Anda.”

“Melihat saya?” tanya Old Death sambil tertawa. “Belum pernah saya mendengar orang berkata seperti itu! Old Death tidak sebodoh itu. Dia tak akan membiarkan dirinya terlihat, jika sedang memata-matai rumah atau orang! Master, hal itu menggelikan! Jika Anda memiliki sebatang kapur tulis, coba gambarkan denah rumah Anda dan halamannya di atas meja, supaya saya mendapat gambaran umum dan bisa menyusun strategi selanjutnya. Saya akan keluar melalui pintu belakang. Tunggulah sampai saya kembali. Nanti saya tidak akan mengetuk pintu, melainkan menggaruknya dengan tangan. Jadi jika ada yang mengetuk pintu, itu pasti orang lain dan Anda tidak boleh membukanya.”

Lange mengambil sebatang kapur di ambang pintu dan menggambar keadaan di sekeliling rumah. Old Death memperhatikannya dengan cermat dan tersenyum puas. Kemudian kedua orang itu pergi ke pintu. Ketika mereka sudah berada di depan pintu, tiba-tiba Old Death berpaling dan bertanya pada saya,

“Pernahkah Anda mengintai orang, Sir?” “Belum,” jawab saya bohong karena janji saya kepada Winnetou. “Jadi sekarang Anda memiliki kesempatan emas untuk melihat sendiri,

bagaimana orang melakukannya. Jika Anda mau, Anda boleh ikut!” “Jangan, Sir!“ potong Lange. “Perbuatan itu terlalu berbahaya. Teman Anda baru saja mengaku sendiri bahwa dia tidak berpengalaman dalam urusan ini. Jika terjadi kesalahan kecil saja, mata-mata itu akan segera melihat Anda berdua dan hancurlah seluruh rencana kita!”

“Tidak mungkin! Saya memang belum lama mengenal Master muda ini, tapi saya tahu, dia memiliki potensi yang besar untuk menjadi seorang westm an handal. Dia pasti akan berusaha tidak membuat kesalahan. Ya, tapi jika kini kami pergi mengintai seorang kepala suku Indian, tentu saya tidak berani mengajaknya. Tapi saya tegaskan kepada Anda, tak seorang pun di antara kaum Ku-Klux-Klan yang berpengalaman seperti seorang pemburu prairie. Maka bisa dipastikan, mata-mata itu juga masih butuh banyak latihan dan keterampilan supaya bisa memergoki kami.

Kalaupun misalnya dia melihat kami, Old Death akan tampil untuk memulihkan situasinya. Saya akan membawa anak muda ini. Dia harus ikut! Ayo, Sir! Tapi tinggalkan dulu topi sombrero Anda di sini. Saya pun akan meninggalkan kepunyaan saya. Anyaman topi yang berwarna menyala bisa berbahaya karena orang akan tahu di mana kita. Jatuhkan rambut Anda ke atas dahi dan tinggikan kerah baju, sehingga wajah Anda tertutup. Anda harus tetap mengikuti saya dari belakang dan melakukan semua yang saya lakukan. Kita lihat saja nanti, apakah orang Klux atau Klex itu bisa melihat kita!”

Tak ada seorang pun yang berani membantah lagi. Kami berjalan melalui lorong menuju pintu belakang, lalu Lange melepas kepergian kami. Dia membuka pintu perlahan-lahan dan setelah kami berada di luar, dia kembali menutupnya. Begitu kami berada di luar, Old Death langsung berjongkok. Saya pun melakukan yang sama. Dia mencoba melihat menembusi kegelapan malam. Beberapa kali dia mengendus- endus dengan hidungnya.

“Dalam perhitungan saya, tidak ada seorang pun di depan kita,” bisik si Tua sambil menunjuk sebuah kandang di seberang halaman. “Tetapi bagaimanapun juga, saya harus memeriksanya. Orang harus selalu bertindak hati-hati. Barangkali waktu kecil Anda pernah belajar meniru suara jangkrik dengan cara menjepit daun alang- alang di antara dua jari?”

“Ya,” jawab saya pelan. “Di sana, di depan pintu itu tumbuh banyak rumput. Ambillah sehelai daun dan

tunggulah sampai saya kembali. Jangan beranjak dari tempat itu! Tapi jika terjadi sesuatu, buatlah bunyi jangkrik. Saya akan segera datang!”

Dia merebahkan dirinya di atas tanah. Dalam posisi merangkak, dia menghilang dalam kegelapan malam. Setelah sepuluh menit, dia kembali. Anehnya saya sama sekali tidak melihat ketika dia datang. Hanya dari bau tubuhnya saya tahu, kalau dia sudah berada di dekat saya.

“Seperti yang saya duga,” bisiknya pelan. “Tak seorang pun terlihat di halaman, juga di sudut atau di samping rumah. Tetapi di sudut depan jendela kamar tidur berdiri seseorang. Rebahkan diri Anda dan merangkaklah di belakang saya! Tapi caranya bukan seperti ular melainkan seperti kadal, yakni merangkak dengan menggunakan ujung jari tangan dan kaki. Telapak kaki Anda jangan sampai menyentuh tanah. Lebih dulu periksa tanahnya dengan tangan, biar Anda tidak tersandung pada ranting. Kancinglah baju Anda rapat-rapat, supaya tidak ada bagian yang menggelantung ke tanah! Sekarang, mari kita pergi!”

Kami merangkak sampai ke sudut rumah. Di tempat itu Old Death berhenti. Saya pun ikut berhenti. Beberapa saat kemudian dia menoleh kepada saya dan berbisik,

“Di sana ada dua orang. Berhati-hatilah!” Dia kembali merangkak maju dan saya mengikutinya sekali lagi. Di dekat

dinding rumah dia tidak berhenti, melainkan terus merayap menuju pagar tinggi yang dijalari anggur liar atau tanaman sejenisnya. Pagar itu mengelilingi sebuah kebun. Dari pagar itu kami merangkak maju dan berusaha sejajar dengan bagian samping rumah, namun dengan jarak kira-kira sepuluh langkah. Sambil merayap tiba-tiba saya melihat onggokan berwarna hitam yang kelihatan hampir seperti tenda. Kemudian saya tahu bahwa benda itu adalah tonggak atau tiang yang ditanam sebagai tempat menjalarnya kacang panjang. Di tiang-tiang itu terdengar suara orang yang berbisik-bisik. Old Death mundur sejenak lalu menarik leher baju saya supaya lebih dekat, sampai mulutnya berada persis di samping telinga saya. Kemudian dia berbisik,

“Lihat, mereka duduk di sana. Kita harus mendengarkan pembicaraan mereka. Sebenarnya saya bisa pergi ke sana sendirian, karena Anda masih seorang greenhorn yang dapat merusak semua rencana ini. Tapi dua orang akan mendengar lebih baik daripada satu orang. Apakah Anda berani merayap sampai begitu dekat sehingga dapat mendengarkan pembicaraan mereka?”

“Ya,” jawab saya. “Kalau begitu mari kita coba. Anda mendatangi mereka dari sini dan saya dari

sisi yang lain. Begitu Anda sudah di dekat mereka, tundukkan wajah ke tanah agar mereka tidak melihat kilatan mata Anda. Namun jika Anda sampai terlihat, mungkin karena Anda bernapas terlalu keras, maka kita harus segera melumpuhkan mereka!”

“Mereka harus dibunuh?” tanya saya berbisik. “Tidak. Tidak boleh ada keributan. Keduanya bisa dihabisi dengan pisau, tapi

untuk itu Anda sama sekali belum terampil. Jangan sekali-kali menembak, karena suara tembakan pistol bisa menimbulkan kecurigaan. Begitu mereka memergoki Anda atau saya, maka saya akan menyerang salah seorang dan Anda yang lainnya. Cekik lehernya dengan kedua tangan lalu tekan batang tenggorokannya kuat-kuat sehingga dia tidak bisa mengeluarkan suara. Untuk melakukan hal itu Anda harus merobohkannya ke atas tanah. Akan saya katakan pada Anda, apa yang harus Anda lakukan selanjutnya. Tapi yang paling penting, jangan ada keributan! Saya tahu, Anda berbadan kekar. Apa Anda yakin dapat merobohkan mereka tanpa menimbulkan suara?”

“Tentu saja,” jawab saya “Baiklah. Kalau begitu mari kita mulai, Sir!”

Dia merayap perlahan-pelan mengelilingi tiang kebun kacang. Saya merayap dari sisi yang lain. Sekarang saya sudah sampai di tempat tiang-tiang yang ditanam membentuk piramida. Kedua bajingan itu duduk berdekatan, sedang menghadap ke rumah. Tanpa menimbulkan bunyi, saya berhasil menghampiri mereka. Jarak di antara kami sangat dekat, bahkan tubuh mereka hanya berada satu hasta dari kepala saya. Kini saya menelungkup dan menundukkan wajah ke tanah dengan beralaskan kedua tangan. Saya segera sadar, cara ini memberikan keuntungan ganda. Pertama, kulit wajah saya yang berwarna terang tidak akan terlihat. Dan kedua, saya bisa mendengar lebih baik dalam posisi itu daripada jika mendongakkan kepala. Mereka berbicara dengan berbisik-bisik, namun semuanya bisa saya tangkap.

“Kapten itu tidak perlu lagi kita ganggu,” kata seorang yang duduk paling dekat dengan saya. “Dia memang telah menurunkan kalian ke darat, tetapi secara umum hal itu bisa dimengerti karena sebenarnya dia hanya melakukan kewajibannya. Tahukah kamu, Locksmith, dia memang seorang Jerman yang brengsek! Tak ada untungnya jika kita membunuhnya, justru sebaliknya kita sendirilah yang akan dirugikan. Jika kita ingin menyebarkan pengaruh di Texas dan mau tinggal di sini, maka kita tidak boleh bertindak kasar terhadap orang-orang kapal.”

“Benar! Tepat seperti yang Anda katakan, Capt’n. Orang Indian itu lolos dari tangan kita, seperti yang sudah saya duga. Tapi tak seorang Indian pun yang mau pergi dan bermalam di La Grange untuk menunggu keberangkatan kapal pada keesokan harinya. Sedangkan kedua orang lainnya, anjing Jerman yang ingin kita gantung itu, pasti masih berkeliaran di tempat ini. Mereka adalah mata-mata dan harus dihukum mati. Seandainya kita tahu di mana mereka! Seperti udara, mereka menghilang dari ruang tamu di rumah makan, lalu kabur melalui jendela. Dasar pengecut!”

“Kita pasti segera menemukan mereka. Untuk itulah si ‘Siput’ tetap tinggal di rumah makan. Dia tidak akan beranjak dari tempatnya sebelum tahu di mana mereka bersembunyi. Dia memang dewa pembawa keberuntungan. Berkat jasanya kita akhirnya tahu bahwa Lange telah menjual rumahnya kepada orang Mexico itu dan sudah menerima uangnya. Jadi kita bisa mendapat keuntungan berlipat ganda dan boleh hidup berfoya-foya. Anak si Lange itu seorang perwira dan dia pernah bertempur melawan kita, karena itu dia juga harus dihukum. Ayahnya telah membelikannya seragam tentara, kini dia harus membayar mahal semua kesalahannya. Tapi kita tidak akan menggantungnya. Dia akan dicambuki, sampai semua daging di punggungnya terkelupas. Kemudian dia dilempar ke luar dan rumahnya kita bakar.”

“Dia tidak akan dirugikan karena rumah itu bukan lagi miliknya!” bantah temannya. “Orang Mexico itu pasti akan lebih kebakaran jenggot jika tak ada lagi orang yang dikirimnya ke seberang Rio Grande untuk bertempur demi Juarez. Tempat ini akan kita bumi hanguskan kemudian kita layangkan sepucuk surat ancaman kepadanya supaya dia sadar. Orang-orang itu sudah diperalat. Tapi Locksmith, apa kamu benar-benar yakin, bahwa semua kuncimu cocok?”

“Jangan membuat saya malu, Capt’n! Saya sungguh menguasai bidang saya. Semua pintu rumah itu dapat dibuka dengan kunci palsu yang saya buat.” “Kalau begitu semuanya sesuai rencana. Seandainya keparat-keparat itu tidur lebih awal! Orang-orang kita sudah tidak sabar lagi. Mereka sudah pegal-pegal karena terlalu lama menunggu dalam semak di belakang kandang. Lange telah menanam pecahan kaca di tempat itu. Saya ingin agar Anda segera pergi dan memberi tanda kepada teman-teman kita. Saya sendiri akan pergi sekali lagi ke dekat kamar untuk memeriksa apakah orang-orang Jerman itu masih terjaga. Dasar burung hantu!”

Kapten itu bangkit lalu melangkah perlahan-lahan menuju jendela kamar. Dia disapa Capt’n oleh rekannya. Dari julukan atau sapaan ini bisa disimpulkan bahwa dia memegang pucuk pimpinan perkumpulan. Yang seorang lagi dipanggil “Locksmith”. Kata itu artinya tukang kunci. Tapi mungkin memang itulah namanya. Tapi mungkin juga karena pekerjaannya sebagai tukang kunci, dia dijuluki demikian. Pada saat dia sedikit bergerak, saya mendengar suara gemerincing kunci. Jadi dia memiliki kunci- kunci palsu. Konsentrasi saya tiba-tiba buyar karena kaki saya ditarik dari belakang. Saya merayap mundur. Ternyata Old Death berbaring di belakang saya, di antara tiang-tiang. Saya merapatkan wajah ke wajahnya. Dia bertanya dengan suara pelan, apakah saya mendengar dan mengerti semua pembicaraan mereka. Saya mengangguk.

“Jadi sekarang kita tahu, apa yang harus kita lakukan. Bajingan itu akan kita permainkan, sehingga dia hanya bisa menggeleng-geleng kepala tanpa henti seakan tak percaya. Seandainya Anda bisa diandalkan untuk tugas ini!”

“Percayakan tugas itu kepada saya! Apa yang harus saya lakukan?” tanya saya. “Mencekik leher salah seorang dari keduanya!” “Well, Sir. Akan saya lakukan!” “Bagus, agar semuanya bisa berjalan dengan lancar, terlebih dahulu saya ingin

menjelaskan bagaimana Anda harus melakukannya. Dengar! Dia pasti tidak akan datang sampai ke mari, ke tempat tiang-tiang ini!”

Pada saat itu, kapten itu kembali. Untunglah dia segera duduk kembali di tempatnya semula. Menurut Old Death, kami tidak perlu lagi menguping pembicaraan mereka. Dia berbisik ke telinga saya, “Baik, akan saya jelaskan, bagaimana Anda harus membekuknya. Anda merangkak ke sana, tapi harus tetap berada di belakangnya. Setelah Anda mendengar teriakan agak keras dari saya, Anda harus segera mencekik lehernya, tapi dengan cara yang tepat. Anda mengerti? Kedua ibu jari harus Anda tekan ke tengkuknya sampai kedua ujungnya beradu. Sedangkan kedelapan jari lain harus Anda cengkeramkan di sekeliling lehernya. Dengan kedelapan ujung jari itu Anda harus menekan kerongkongannya kuat-kuat, semampu Anda!”

“Dia pasti akan mati lemas!” “Tidak mungkin! Secepat itu orang tidak akan mati, apalagi karena cekikan.

Semua penjahat, manusia biadab dan bajingan seperti mereka tergolong binatang buas yang sangat sulit dibinasakan. Jika Anda sudah menangkapnya, robohkan dia ke tanah. Dengan cara itu Anda makin mudah melumpuhkannya. Tapi jangan gegabah! Saya ulangi sekali lagi, Anda harus tetap berada di belakangnya. Dia tidak boleh ditarik ke tubuh Anda. Anda harus membantingnya ke kiri. Setelah dia roboh dan jatuh telungkup di tanah, loncatlah segera dan duduklah di atas punggungnya. Saat itu dia pasti sudah tidak berdaya lagi. Karena Anda masih asing dengan teknik ini, mungkin dia akan mengeluarkan suara, tapi paling-paling hanya terdengar “beehhh”. Jika dia tidak bergerak lagi, Anda harus mengawasinya sampai saya datang. Anda sanggup melakukannya?”

“Jangan khawatir. Dulu saya sering berkelahi!” “Berkelahi?” kata si Tua heran, “Itu belum berarti apa-apa! Anda jangan lupa

bahwa badan sang Capt’n lebih tinggi daripada yang lainnya. Jangan membuat malu guru Anda, Sir! Dan jangan sampai semua orang di dalam rumah nanti menertawakan ketololan Anda. Ayo maju! Tunggu sampai saya memberi tanda!”

Dia kembali merangkak menjauhi saya. Saya merangkak ke tempat semula, di mana saya tadi berbaring. Ya, saya maju mendekati kapten lalu menekuk rapat kedua lutut. Kini saya berada dalam posisi siap menyerang.

Kedua orang Ku-Klux itu melanjutkan percakapannya. Rupanya mereka kesal seperti teman-temannya yang lain, karena sudah menunggu terlalu lama. Lalu keduanya menyinggung nama kami dan berharap semoga si “Siput” bisa mengendus tempat persembunyian kami. Pada saat itu saya mendengar Old Death memberikan tanggapan setengah berbisik,

“Kami ada di sini Mesch’schurs! Waspadalah!”

Dengan cepat saya melompat ke belakang kapten dan mencekik lehernya, seperti petunjuk Old Death. Sambil menekan ujung jari kuat-kuat ke pangkal tenggorokannya, saya membantingnya ke tanah. Dengan lutut saya membaliknya sehingga wajahnya menelungkup ke tanah. Lalu saya langsung menindihnya dengan lutut. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Hanya tangan dan kakinya meronta- ronta sejenak tetapi kemudian lunglai dan tidak bergerak. Tiba-tiba muncul Old Death dari depan. Si Tua itu lantas menghantam kepala kapten dengan gagang revolver. Dia menarik tangan saya,

“Jangan diteruskan, Sir, nanti dia benar-benar mati lemas! Sebagai seorang pemula, Anda telah melakukan awal yang sangat baik. Kelihatannya Anda memiliki bakat alam. Dalam perhitungan saya, kelak Anda akan menjadi seorang penjahat terkenal atau seorang westm an tangguh. Pikullah orang ini dan ikutilah saya!”

Dia memikul seorang dan saya memikul seorang lagi, lalu kami kembali ke pintu belakang. Begitu tiba di sana Old Death mulai menggaruk pintu seperti yang sudah disepakati. Lange membiarkan kami masuk.

“Apa yang Anda pikul?” dia bertanya pelan. Walaupun gelap, dia tahu kalau kami sedang memikul sesuatu. “Lihat saja nanti,” jawab Old Death jenaka. “Tutup dulu pintunya dan masuklah!” Betapa terkejutnya mereka, ketika kami meletakkan kedua tawanan tersebut ke atas lantai papan. “Astaga!” seru si Jerman tua. “Dua orang Kuklux! Apa mereka sudah mati?” “Semoga saja tidak,” jawab Old Death. “Anda lihat, saya telah bertindak tepat

dengan membawa Master muda ini. Dia sangat berani, bahkan dia mampu mengalahkan pemimpin gerombolan itu!”

“Pemimpinnya? Wah, sungguh luar biasa! Tapi, di mana anak buahnya? Mengapa Anda membawa keduanya kemari?” “Haruskah saya menjelaskannya lagi kepada Anda? Mudah sekali, kami berdua yakni saya dan Sir muda ini, akan memakai baju kedua penjahat ini kemudian menggiring gerombolan yang masih bersembunyi di kandang ke sini.”

“Apakah Anda sudah gila? Anda hanya mempertaruhkan nyawa sendiri. Bagaimana seandainya mereka tahu bahwa Anda orang Kuklux palsu?” “Tidak ada yang bakal tahu,” jawab scout itu dengan pasti. “Old Death adalah manusia cerdik dan Master muda ini pun tidak bodoh meskipun penampilannya kurang meyakinkan.”

Old Death menceritakan semua yang telah kami dengar dan apa saja yang telah kami perbuat. Lalu dia menjelaskan rencana selanjutnya kepada mereka. Saya Old Death menceritakan semua yang telah kami dengar dan apa saja yang telah kami perbuat. Lalu dia menjelaskan rencana selanjutnya kepada mereka. Saya

“Tentu saja,” Old Death menambahkan, “kita harus berbicara pelan-pelan. Dan pada waktu berbisik, suaranya harus tetap sama.” “Baiklah, jika Anda berani melakukannya, silahkan!” kata Lange. “Bukan nyawa kami yang dipertaruhkan, melainkan nyawa Anda sendiri. Tetapi selama Anda pergi, apa yang harus kami kerjakan?”

“Pertama-tama, menyelinaplah ke luar dan ambillah beberapa tiang atau balok yang kuat. Semuanya akan kita gunakan untuk mengganjal pintu kamar, sehingga pintu tidak bisa dibuka dari dalam. Setelah itu padamkan lampu dan bersembunyilah di dalam rumah. Itu saja yang harus Anda kerjakan. Apa yang terjadi selanjutnya, belum dapat diramalkan sekarang.”

Ayah dan anaknya itu pergi ke pekarangan untuk mengambil tiang yang dimaksud. Sementara itu kami melucuti pakaian kedua tawanan. Pakaian itu berwarna hitam dan di atasnya dijahit simbol khusus berwarna putih. Pakaian kapten dibubuhi simbol berupa pedang pada topi, bagian dada dan pahanya. Sedangkan pada pakaian Locksmith tampak gambar kunci. Jadi pedang adalah simbol untuk sang pemimpin. Seorang lagi disebut dengan julukan si “Siput”. Dialah yang duduk di rumah makan untuk memantau tempat persembunyian kami. Dia juga pasti mengenakan pakaian yang sama, tentu dengan gambar siput. Celana yang dipakai kapten mirip potongan celana yang biasa dipakai oleh petani di Swiss dengan bagian kaki yang sempit. Ketika kami menggulungnya sampai ke lutut, tiba-tiba dia siuman. Dia memandang kami dengan bingung bercampur heran. Lalu dia ingin berdiri dan meraba-raba sekujur tubuhnya untuk mencari tasnya yang berisi revolver. Tapi Old Death segera menendangnya sehingga dia terjatuh lagi ke tanah. Lalu dia mengarahkan ujung pisau Bowie ke dada orang itu sambil mengancam,

“Tenang, anakku! Suara atau gerakan kecil saja yang mencurigakan, maka besi tajam ini akan menusuk ke dadamu!” Pria Kuklux itu berumur kira-kira tiga puluh tahun. Janggutnya dipotong pendek seperti tentara. Potongan wajahnya yang mencolok, berwarna sedikit kehitam- hitaman dan agak keriput menunjukkan bahwa dia berasal dari daerah Selatan. Dengan kedua tangannya dia mengelus-elus kepalanya yang nyeri terkena gagang revolver. Lalu dia bertanya,

“Di mana saya sekarang? Lalu siapakah Anda?”

“Anda berada di dalam rumah Lange, orang yang ingin Anda rampok, boy. Saya dan anak muda ini adalah orang Jerman, dan sebenarnya kamilah yang ingin dicari si Siput. Lihat, sekarang engkau berada di tempat yang sudah lama kau impi- impikan.”

Orang itu menggigit bibirnya. Dia melayangkan pandangan ke sekeliling lalu tampak bingung dan terkejut. Pada saat itu Lange dan anaknya kembali. Mereka membawa beberapa tonggak dan sebuah gergaji.

“Tali-tali untuk mengikat sudah ada, cukup untuk dua puluh orang,” kata Lange. “Kalau begitu berikan kemari. Untuk sementara cukup dulu untuk kedua orang ini.” “Tidak, saya tidak mau diikat!” seru Capt’n sambil berusaha sekali lagi untuk bangun. Tapi dengan segera Old Death menodongkan pisau dan berkata, “Jangan coba-coba bergerak! Rupanya orang lupa memberitahu kamu, siapa saya sebenarnya. Orang memanggil saya Old Death dan engkau akan tahu apa arti nama itu. Atau apa kau kira, saya bersahabat dengan para pedagang budak atau orang-orang Kuklux?”

“Jadi... Anda... Old… Old Death?” ulangnya dengan suara terbata-bata karena terkejut. “Ya, anakku, sayalah orangnya. Sekarang jangan bertindak bodoh. Saya tahu, kamu berencana mencambuk Lange hingga tubuhnya hanya menyisakan tulang, lalu menggantung anaknya kemudian membakar hangus rumah ini. Bagus, jika kamu berharap mendapat keringanan, maka jangan berbuat yang bukan-bukan.”

“Old Death, Old Death!” katanya sekali lagi dengan wajah pucat pasi. “Kini tamatlah riwayat saya!” “Oh, belum. Kami bukan pembunuh yang tidak mengenal perikemanusiaan seperti kalian. Kami akan membiarkan kalian tetap hidup, jika kalian menyerah tanpa syarat. Tapi jika kalian tidak menurut, maka besok pagi orang akan melihat mayat kalian mengapung di sungai. Sekarang pasang telinga baik-baik, apa yang hendak

saya katakan. Jika kamu ingin hidup, maka enyahlah segera dari county 9 ini dan kalau perlu dari daerah Texas. Dan jangan pernah kembali lagi! Jika kamu melanggarnya, maka seluruh anggotamu akan turut binasa. Sekarang saya akan memancing mereka ke sini. Mereka pun akan ditawan seperti dirimu. Perintahkan agar mereka menyerah. Jika kamu menolak, maka kami akan menembaki kalian dengan membabi buta, seperti menembak kawanan merpati liar di atas pohon!”

Sebuah bentuk daerah pemerintahan.

Kami mengikatnya dan menyumbat mulutnya dengan sepotong kain. Yang seorang lagi rupanya telah sadar, tapi dia lebih suka diam. Dia juga diikat dan disumbat mulutnya. Kemudian keduanya digotong ke tempat tidur yang biasanya dipakai Lange dan anaknya. Lalu mereka diikat kuat-kuat pada tempat tidur sehingga tidak dapat bergerak sama sekali. Sebuah selimut dibentang di atas tubuh mereka sampai ke leher.

“Bagus!” Old Death tertawa puas. “Sekarang sandiwara bisa dimulai. Kita akan membuat bedebah-bedebah itu tercengang, jika mereka akhirnya tahu, bahwa yang sedang tidur pulas di sini ternyata temannya sendiri. Ini akan menjadi tontonan yang sangat menyenangkan! Tapi katakan, Master Lange, jika mereka sudah tertangkap, bagaimana kita dapat berbicara dengan mereka, tanpa terlihat dan tersentuh oleh mereka, tapi pada saat yang sama kita tetap bisa mengawasi mereka?”

“Hmmm!” orang yang ditanya bergumam lalu menunjuk ke atap. “Dari atas sana. Atap itu hanya tersusun dari lembaran-lembaran papan. Kita bisa membongkar salah satu di antaranya.”

“Bagus, mari kita keluar. Bawalah senjata kalian. Naiki tangga itu dan tinggallah di sana sampai tiba saatnya untuk bertindak. Tapi sebelumnya kita harus menyiapkan palang kayu yang pas untuk pintu.”

Beberapa tiang dipotong pendek menggunakan gergaji sehingga menjadi ukuran yang sesuai dengan rencana kami. Kemudian persiapan dimulai. Saya mengenakan celana dan baju Locksmith, sedangkan Old Death baju bosnya. Tak lupa saya memasukkan rangkaian kunci palsu ke kantong celana.

“Anda sama sekali tidak memerlukannya,” kata Old Death. “Anda bukan seorang tukang kunci, bukan pula seorang pencuri, dan Anda akan ketahuan karena kurang terampil. Lebih baik cabutlah kunci asli dari gagang pintu dan bawalah. Tapi buatlah seolah-olah Anda membuka dengan kunci palsu. Pisau dan revolver kita bawa. Sedangkan senjata kita dititipkan saja buat sobat-sobat kita. Mereka segera ke atap dan membongkar sebilah papan begitu kita keluar rumah. Namun terlebih dahulu semua lampu harus dipadamkan.”

Perintah itu segera dijalankan. Lalu pintu dibuka agar kami bisa keluar. Setelah tiba di luar, saya mengunci semua pintu di rumah itu. Saya juga membawa tiga kunci, yakni kunci pintu depan, kunci kamar samping dan kunci kamar tidur. Old Death memberikan saya petunjuk-petunjuk secara lebih gamblang daripada sebelumnya. Ketika terdengar suara papan di atap mulai dibongkar, kami segera berpisah. Dia pergi ke bagian samping rumah, di mana berdiri tiang-tiang untuk kacang, sedangkan saya berjalan melalui pekarangan untuk menjemput “para sahabat saya” yang sudah tidak sabar lagi menunggu. Di sana saya berbelok menuju ke kandang. Dengan sengaja Perintah itu segera dijalankan. Lalu pintu dibuka agar kami bisa keluar. Setelah tiba di luar, saya mengunci semua pintu di rumah itu. Saya juga membawa tiga kunci, yakni kunci pintu depan, kunci kamar samping dan kunci kamar tidur. Old Death memberikan saya petunjuk-petunjuk secara lebih gamblang daripada sebelumnya. Ketika terdengar suara papan di atap mulai dibongkar, kami segera berpisah. Dia pergi ke bagian samping rumah, di mana berdiri tiang-tiang untuk kacang, sedangkan saya berjalan melalui pekarangan untuk menjemput “para sahabat saya” yang sudah tidak sabar lagi menunggu. Di sana saya berbelok menuju ke kandang. Dengan sengaja

“Stop!” katanya. “Apakah itu kamu, Locksmith?” “Yes. Sekarang kalian boleh ke sana, tetapi harus pelan-pelan.” “Saya akan melapor dulu pada letnan. Tunggu di sini!” Dia menghilang dengan diam-diam. Jadi mereka juga memiliki seorang letnan!

Tampaknya Ku-Klux-Klan memiliki struktur organisasi seperti militer. Belum sampai satu menit, datang lagi seorang. Dengan suara berbisik, dia berkata,

“Kita telah lama menunggu. Apakah orang-orang Jerman biadab itu sudah tidur?” “Ya! Bahkan sangat nyenyak sekarang. Hari ini mereka terlalu banyak minum brandy.” “Kalau begitu, pekerjaan kita akan lebih mudah. Bagaimana dengan pintu- pintunya?” “Semuanya sudah beres.” “Kalau begitu kita bisa pergi sekarang. Waktu sudah menunjukkan pukul satu.

Dan penyerangan yang sama akan terjadi di rumah Cortesio seperti yang sudah direncanakan. Tunjukkan kami jalannya!”

Di belakangnya muncul sekelompok orang yang menyamar dan mereka segera mengikuti saya. Ketika kami tiba di dekat rumah, Old Death berjalan pelan-pelan menghampiri kami. Dalam kegelapan tak seorang pun yang dapat membedakannya dengan sang kapten.

“Ada perintah khusus, Capt’n?” tanya orang kedua. “Tidak,” jawab Old Death dengan nada yang pasti dan penuh percaya diri. “Kita

baru akan bertindak setelah mengetahui situasi di dalam rumah. Ayo, Locksmith, kita harus membuka pintu rumah itu.”

Saya melangkah ke pintu sambil memegang kunci asli. Namun tentu saja berlagak seolah-olah berkali-kali saya kesulitan membukanya. Setelah pintu itu berhasil dibuka, mereka dibiarkan masuk. Saya dan Old Death tetap berdiri di luar. Letnan juga berdiri bersama kami. Ketika semua sudah masuk dengan pelan-pelan, dia bertanya,

“Haruskah kita nyalakan lenteranya?” “Untuk sementara ini hanya milik Anda.” Kemudian kami melangkah masuk. Saya kembali menutup pintu namun tidak

menguncinya. Dari saku celananya letnan mengeluarkan sebuah lentera yang terang cahayanya.

Pakaiannya ditandai dengan gambar putih berbentuk pisau Bowie. Mereka semua berjumlah lima belas orang. Tiap orang memakai simbol yang berbeda. Ada simbol peluru, bulan sabit, salib, ular, bintang, katak, roda, hati, gunting, burung, binatang-binatang berkaki empat dan figur-figur lain. Tampaknya letnan senang memberi perintah. Sementara yang lain diam berdiri, dia menerangi sekelilingnya dan kemudian bertanya,

“Haruskah seseorang berjaga di pintu?” “Untuk apa?” tanya Old Death. “Tidak perlu. Locksmith sudah menguncinya,

jadi tak seorang pun dapat masuk ke sini.” Dengan segera saya menguncinya untuk meyakinkan letnan itu, tetapi kunci itu saya biarkan tertancap pada pintu. “Kita semua harus masuk,” kata Old Death. “Pandai besi biasanya orang-orang yang sangat kuat.” “Hari ini perilaku Anda lain dari biasanya, Capt’n!” “Karena situasinya juga lain. Ayo maju!” Dia mendorong saya ke pintu kamar dan peristiwa yang sama pun kembali

terulang. Saya berbuat seolah-olah saya kesulitan menemukan kunci yang cocok. Lalu kami semua masuk. Old Death mengambil lentera dari tangan letnan dan mengarahkan ke pintu kamar.

“Ke sana!” katanya. “Tapi pelan-pelan!” “Bukankah sebaiknya kita juga mengeluarkan lentera-lentera yang lain?” “Jangan, nanti setelah kita tiba di kamar.” Old Death mencegahnya supaya orang yang sedang tidur pulas itu tidak segera

dikenali, walau kamar tidurnya mampu menampung kelima belas orang itu. Yang penting sekarang, bagaimana memasukkan semua orang itu sehingga mereka tidak harus terkepung di lorong rumah. Sekarang saya membuka pintu kamar dengan lebih pelan dan sangat berhati-hati. Pintu berhasil dibuka. Old Death membiarkan cahaya lentera menerangi kamar tidur. Sejenak dia melongok ke dalam dan berbisik,

“Mereka sedang tidur. Ayo, cepat masuk! Tapi pelan-pelan! Letnan lebih dulu!” Dia tidak memberikan kesempatan kepada letnan untuk membantah dan

berpikir. Orang itu ditariknya masuk dan yang lain mengikutinya sambil berjalan berjinjit. Setelah orang terakhir masuk, saya segera menutup pintu lalu menguncinya.

“Cepat ambil baloknya!” kata Old Death. Potongan balok itu terletak di sana dan cukup panjang, sehingga dapat dipakai

untuk mengganjal bingkai jendela dan daun pintu. Kami melakukannya dengan baik. Mungkin hanya seekor gajah yang mampu mendobrak pintu itu. Saya cepat-cepat pergi ke luar menuju ke tangga.

“Anda bisa mendengarkan saya?” tanya saya sambil menengadah ke atap. “Mereka sudah masuk perangkap. Turunlah!” Mereka melompat turun dengan tergesa-gesa. “Mereka semua terkurung di kamar tidur. Tiga orang dari kalian harus segera

ke luar, ke depan jendela untuk menahan jendela itu dengan palang. Jika ada yang ingin melompat melalui jendela, langsung tembak!”

Saya membuka pintu belakang dan tiga orang segera pergi keluar. Yang lain mengikuti saya ke ruang tengah. Pada saat itu dari dalam kamar terdengar suara yang sangat gaduh. Rupanya bajingan-bajingan itu sudah sadar bahwa mereka terkurung. Mereka mengeluarkan lentera dan dengan bantuan cahaya tersebut mereka mengenali siapa yang terbaring di tempat tidur. Caci maki dan sumpah serapah terdengar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu pintu pun digedor-gedor dengan keras.

“Buka, buka, kalau tidak semuanya akan kami hancurkan!” terdengar teriakan dari dalam. Ketika ancaman mereka sama sekali tidak membuahkan hasil, mereka mencoba mendobrak pintu. Tetapi tentu saja pintu tidak goyah sedikit jua, tiang penopangnya berdiri terlalu kokoh. Lalu kami mendengar mereka membuka jendela dan mencoba mendorong daun jendela.

“Tidak bisa!” teriak seseorang dengan marah. “Jendela ini telah dipalang dari luar”. Dari luar terdengar teriakan teman kami yang mengancam, “Mundurlah dari jendela! Kalian sudah terperangkap. Jika ada yang ingin

menerobos jendela, dia akan ditembak!” “Ya, “ sahut Old Death dengan keras dari dalam kamar. “Pintu ini juga dijaga. Di sini berdiri cukup banyak orang yang siap mengirim kalian ke neraka. Tanyakan pada Capt’n, apa yang harus kalian lakukan!”

Lalu dengan suara pelan dia berbisik kepada saya, “Mari ikut saya ke atas. Bawa lentera dan senapan Anda! Teman-teman yang

lain boleh menyalakan lampu di sini.” Kami menuju ke atas, ke kamar loteng yang berada tepat di atas kamar tidur. Dengan sangat mudah kami menemukan papan yang dibongkar. Setelah lentera kami ditutup dan topeng penutup wajah diturunkan, kami menyingkirkan papan itu. Kini kami dapat melihat kamar tidur di bawahnya yang terang karena lentera-lentera gerombolan itu.

Mereka berdiri berdesak-desakan. Ikatan dan sumbat mulut dari kedua tawanan sudah dilepaskan. Kapten berbicara kepada anak buahnya dan perintahnya terdengar tegas.

“Oho!” kata letnan itu lebih keras. “Kita harus menyerah! Memangnya berapa jumlah musuh yang harus kita hadapi?” “Cukup banyak sehingga bisa menembak mati kalian semua hanya dalam lima detik!” teriak Old Death dari atas. Semua mata menengadah ke atas. Pada saat itu terdengar bunyi tembakan dari luar, lalu disusul tembakan kedua. Old Death segera memahami maksud dari tembakan itu. Dia berkata,

“Kalian dengar itu?” lanjutnya. “Teman-teman kalian juga sudah ditembak di rumah Cortesio. Seluruh penduduk La Grange kini bangkit melawan kalian. Semua orang sudah tahu bahwa kalian datang ke sini dan mereka sudah siap menyambut kalian tanpa kalian duga. Kami tidak membutuhkan Ku-Klux-Klan. Di kamar di sampingmu ada dua belas orang, di luar di depan jendela ada enam dan kami di atas atap berjumlah enam orang. Nama saya Old Death. Mengerti? Saya memberi waktu sepuluh menit. Letakkan senjata kalian, maka kalian akan kami perlakukan dengan baik. Tapi jika kalian menolak, maka kami akan menghujani kalian semua dengan peluru. Selanjutnya tidak ada lagi penjelasan dari saya, ini ucapan saya yang terakhir. Pikirkan baik-baik!”

Dia kembali menutup atap dengan papan itu lalu berbisik kepada saya, “Sekarang cepat turun dan bantu Cortesio!” Kami juga membawa dua orang lain sehingga hanya tinggal Lange dan

anaknya di kamar itu. Dua orang yang bertugas di dekat jendela juga ikut, karena untuk sementara satu penjaga saja sudah cukup. Jadi jumlah kami lima orang. Tiba- tiba terdengar lagi bunyi tembakan. Kami merangkak ke sana dan memergoki empat atau lima orang yang sedang menyamar. Dari belakang rumah Cortesio pun datang lima orang lain. Salah seorang darinya berteriak keras,

“Mereka juga menembak dari belakang rumah. Kita tidak bisa masuk ke dalam!” Saya menelungkup ke tanah dan merangkak lebih dekat. Lalu saya mendengar salah seorang dari mereka yang berdiri di depan menjawab, “Sialan! Siapa yang mengira semuanya akan menjadi seperti ini? Orang Mexico itu telah mengendus gelagat kita dan dia membangunkan penduduk dengan bunyi tembakannya. Lihat, di rumah penduduk lampu-lampu kembali dihidupkan. Di belakang sana bahkan sudah terdengar derap langkah orang. Dalam beberapa saat kita akan terkepung. Mari kita pergi sekarang. Kita dobrak saja pintu itu dengan gagang senapan! Kalian setuju?”

Saya tidak menunggu jawaban mereka. Dengan cepat saya merangkak kembali mendapati teman-teman saya dan meminta mereka,

“Mesch’schurs! Cepat, mari kita hadang kawanan itu dan pukul mereka dengan gagang senapan! Mereka ingin mendobrak pintu rumah Cortesio.” “Well, well! Ayo maju!” jawab mereka. Beberapa saat kemudian gagang senapan sudah melayang dengan cepat seperti sambaran petir dan menghantam kepala bajingan yang kebingungan itu. Mereka lari tercerai-berai sambil berteriak dan meninggalkan keempat temannya yang cedera dan tidak bisa lari. Semua senjata mereka kami lucuti. Kemudian Old Death melangkah ke pintu rumah Cortesio dan mengetuknya.

“Siapa di luar?” terdengar seseorang bertanya dari dalam. “Old Death, Sennor. Kami sudah mengusir semua bedebah yang ingin

merenggut nyawa Anda. Mereka sudah kabur. Tolong bukakan pintunya!” Pintu dibuka dengan hati-hati. Pria Mexico itu segera mengenali Old Death meskipun scout itu masih menyamar dengan celana dan kemeja kapten. Lalu dia bertanya,

“Benarkah mereka sudah pergi?” “Sudah sangat jauh. Tapi empat orang berhasil kami tangkap. Apakah Anda

tadi melepaskan tembakan?” “Ya. Syukurlah, Anda telah mengingatkan saya. Jika tidak, pasti nasib saya menjadi lain. Saya menembak di depan rumah dan pelayan Negro saya di belakang, sehingga mereka tidak bisa masuk. Lalu dengan jelas saya melihat Anda datang menyerang mereka.”

“Ya, kami telah membebaskan Anda dari bahaya. Sekarang bantulah kami! Mereka tidak akan kembali lagi ke rumah Anda. Tapi masih ada lima belas orang yang kami tahan di sana. Dan kami tak ingin mereka lolos. Suruh pelayan Negro itu berlari dari rumah ke rumah dan membuat suara gaduh. Seluruh penduduk La Grange harus bangkit dan menghukum penjahat-penjahat itu.”

“Kalau begitu dia harus pergi mencari sherif. Dengar itu, orang-orang sudah datang! Saya juga akan segera ke sana, Sennor.” Dia masuk lagi ke rumahnya. Dari arah kanan datang dua orang dengan senjata di tangan dan bertanya apa maksud dari tembakan tadi. Setelah kami memberikan penjelasan, mereka langsung menyatakan siap menolong kami. Bahkan penduduk La Grange yang pro sesessionis pun tidak lagi berpihak pada orang-orang Ku-Klux karena perbuatan pengikutnya yang secara politis sangat kejam. Kami mencengkeram kerah baju kedua orang yang terluka itu dan menyeretnya ke kamar Lange. Seorang dari mereka berusaha mempengaruhi kami dengan dalih, sampai sekarang orang-orang Ku-Klux tidak berbuat onar. Sennor Cortesio datang kemudian dan segera disusul oleh penduduk La Grange. Mereka datang berduyun-duyun, “Kalau begitu dia harus pergi mencari sherif. Dengar itu, orang-orang sudah datang! Saya juga akan segera ke sana, Sennor.” Dia masuk lagi ke rumahnya. Dari arah kanan datang dua orang dengan senjata di tangan dan bertanya apa maksud dari tembakan tadi. Setelah kami memberikan penjelasan, mereka langsung menyatakan siap menolong kami. Bahkan penduduk La Grange yang pro sesessionis pun tidak lagi berpihak pada orang-orang Ku-Klux karena perbuatan pengikutnya yang secara politis sangat kejam. Kami mencengkeram kerah baju kedua orang yang terluka itu dan menyeretnya ke kamar Lange. Seorang dari mereka berusaha mempengaruhi kami dengan dalih, sampai sekarang orang-orang Ku-Klux tidak berbuat onar. Sennor Cortesio datang kemudian dan segera disusul oleh penduduk La Grange. Mereka datang berduyun-duyun,

“Sekarang,” kata Old Death, “sepuluh menit sudah lewat. Apa yang kalian putuskan?” Tak terdengar jawaban. Salah seorang memaki-maki dengan kasar. “Semuanya diam? Baik, saya mengartikannya bahwa kalian tidak mau

menyerah. Kalau begitu kami mulai menembak.” Dia membidikkan senjatanya dan saya pun melakukan yang sama. Anehnya, tak seorang pun dari mereka yang meraih senjatanya dan balas membidik ke arah kami. Bajingan-bajingan itu ternyata pengecut. Mereka hanya berani melawan orang- orang yang tidak bersenjata.

“Jawablah sekarang atau saya tembak!” teriak Old Death mengancam. “Ini kata-kata saya terakhir.” Tak seorang pun menjawab. Lalu Old Death berbisik kepada saya, “Tembak saja mereka. Kita harus mencederai mereka, jika tidak mereka tidak

akan patuh kepada kita. Bidiklah tangan sang letnan! Saya sendiri akan membidik Capt ’n- nya!”

Kedua tembakan kami melesat secara bersamaan. Peluru-peluru kami tepat mengenai sasaran. Kedua perwira itu berteriak keras, lalu semua anak buahnya ikut berteriak dan menjerit panik. Rupanya tembakan kami terdengar juga di kejauhan. Orang-orang mengira, kami sedang terlibat baku tembak dengan orang Ku-Klux. Karena itu terdengar tembakan sahutan dari dalam rumah dan di luar jendela. Peluru- peluru beterbangan menembus pintu rumah dan jendela menuju ke kamar tidur. Beberapa Ku-Klux terkena timah panas. Mereka semua merebahkan diri ke lantai agar terhindar dari peluru, lalu berteriak keras seolah-olah mereka akan dipanggang di tiang siksaan. Kapten berlutut di depan tempat tidur. Dia membalut tangannya yang berdarah dengan sapu tangan linen lalu menengadah dan berkata kepada kami,

“Hentikan! Kami menyerah!” “Bagus!” jawab Old Death. “Semuanya minggir dari tempat tidur! Buang

senjata kalian ke atasnya, setelah itu baru kalian akan digiring ke luar. Siapa yang coba-coba menyimpan senjatanya secara diam-diam, dia harus siap-siap menerima senjata kalian ke atasnya, setelah itu baru kalian akan digiring ke luar. Siapa yang coba-coba menyimpan senjatanya secara diam-diam, dia harus siap-siap menerima

Situasi yang dihadapi perkumpulan rahasia itu benar-benar tidak memberikan pilihan lain. Tak ada kemungkinan untuk melarikan diri. Mereka tahu hal itu. Tapi jika mereka menyerah, apa yang akan kami lakukan pada diri mereka? Rencana mereka belum dilaksanakan. Jadi mereka tidak bisa divonis bersalah atas suatu tindakan yang belum dilakukan. Tentu saja lebih baik jika mereka menyetujui tawaran Old Death daripada mencoba melakukan hal yang bodoh yaitu dengan menerobos kepungan penduduk La Grange. Resiko yang harus mereka tanggung akan jauh lebih besar. Akhirnya mereka melempar pisau dan senjatanya ke tempat tidur.

“Bagus, Mesch’schurs!” seru Old Death. “Dan sekarang dengarkan, saya akan menembak siapa saja yang coba-coba bergerak untuk mengambil senjatanya setelah pintu dibuka. Baik, tunggu sebentar.”

Dia menyuruh saya ke ruang tengah untuk menyampaikan kepada Lange agar dia segera membuka pintu supaya orang-orang Kuklux bisa keluar. Setelah itu mereka langsung ditahan. Ternyata hal ini tidak semudah yang kami bayangkan. Sepanjang lorong rumah yang diterangi dengan lentera-lentera itu penuh dijejali manusia. Selain topi, saya pun masih mengenakan pakaian Locksmith, sehingga orang mengira bahwa saya juga seorang anggota perkumpulan rahasia itu. Karena itu saya langsung diserang. Mereka sama sekali tidak menghiraukan penjelasan saya. Saya ditinju dan ditendang berkali-kali, sehingga bagian tubuh yang terkena masih terasa sakit hingga beberapa hari kemudian. Bahkan mereka bermaksud menyeret saya ke depan rumah untuk digantung di sana.

Posisi saya sangat terjepit, karena para penyerang itu tidak mengenali wajah saya. Terutama seorang laki-laki yang tinggi dan berbadan kekar yang terus menerus meninju saya di bagian samping sambil berteriak,

“Seret dia keluar, keluar! Pohon-pohon itu mempunyai dahan-dahan yang bagus, indah, dan kuat yang tentu tidak akan patah jika seorang manusia jahat seperti ini digantung di sana!”

Sambil berkata, dia mendorong saya ke pintu belakang. “Tapi, Sir,” teriak saya. “Saya bukan anggota Kuklux. Tanyakan saja pada

Mast er Lange!” “Dahan yang bagus, dahan yang besar!” jawabnya sambil menghadiahkan sebuah pukulan ke pinggang saya.

“Saya mohon, bawalah saya ke kamar Master Lange! Saya memakai pakaian ini hanya untuk...”

“Benar-benar dahan yang sangat indah! Dan seutas tali pun mudah ditemukan di La Grange ini. Seutas tali dari rami yang bagus, halus tapi benar-benar kuat!” Dia kembali mendorong saya dan memukul saya berkali-kali di bagian yang sama. Lama-kelamaan kesabaran saya hilang. Sikap orang itu bisa mempengaruhi orang lain sehingga akhirnya saya betul-betul digantung. Jika saya dibawa keluar, pasti saya akan dikeroyok.

“Tuan,” teriak saya sekali lagi. “Anda tidak berhak memperlakukan saya seperti ini! Saya mau pergi ke Master Lange, mengerti?” “Dahan yang kokoh! Tali yang tak ada tandingannya!” dia berteriak lebih lantang sambil memukul keras ke rusuk saya. Sekarang darah saya benar-benar mendidih. Dengan sekuat tenaga, saya meninjunya tepat pada hidung. Dia pasti sudah terlempar dan jatuh ke lantai, jika tempat ini cukup luas. Di sana orang berdiri berhimpit-himpitan, namun saya menemukan tempat yang sedikit lapang. Saya harus menggunakan kesempatan ini. Dengan sekuat tenaga, saya maju dan berteriak sambil meninju, menendang, dan memukul membabi buta ke sekeliling sehingga membuat mereka melangkah mundur sejauh mungkin. Saya terus maju melalui lorong yang sempit dan akhirnya mencapai kamar Lange. Namun ketika saya berusaha menerobos ke depan, tiba-tiba pintu itu tertutup dengan sendirinya. Tubuh saya babak belur dihajar oleh pukulan orang-orang yang masih sempat menjangkau saya. Seorang Kuklux palsu saja sudah dihajar sampai babak belur seperti ini, betapa parahnya nasib seorang Kuklux sungguhan! Pria berbadan kekar tadi kembali memburu saya dengan langkah cepat. Dia berteriak seperti babi jantan yang sedang mengamuk. Dia tiba di kamar Lange hampir bersamaan dengan saya. Ketika melihatnya, Lange bertanya,

“Astaga, apa yang terjadi, Sir? Mengapa Anda menjerit seperti itu? Mengapa hidung Anda berdarah?” “Gantung saja si Kuklux ini di pohon!” jawabnya dengan marah. “Dia telah mematahkan tulang hidung saya, merontokkan dua, tiga, atau mungkin empat gigi saya. Gigi yang sangat indah! Satu-satunya gigi yang masih saya miliki adalah gigi bagian depan! Gantung dia!”

Kini kemarahannya kedengaran lebih beralasan daripada sebelumnya, karena memang banyak darah keluar dari hidungnya. “Orang ini?” tanya Lange sambil menunjuk ke arah saya. “Tapi, Sir yang terhormat, dia itu bukan seorang Kuklux! Dia teman kita. Berkat jasanya kita berhasil menangkap bajingan-bajingan itu. Tanpa bantuannya, kami dan Sennor Cortesio pasti sudah menjadi mayat dan rumah-rumah kita pun sudah menjadi abu!”

Orang itu membelalakkan matanya. Mulutnya yang berdarah menganga lebar. Dia menunjuk ke arah saya dan bertanya,

“Tanpa... tanpa... orang ini?” Fam oses Tableau 10 ! Semua orang tertawa. Dengan sapu tangan, dia mengusap

peluh di kening serta darah yang keluar dari mulut dan hidungnya. Saya memijat bagian-bagian tubuh saya yang terkena pukulan. Beberapa hari kemudian tubuh saya bengkak dan hampir mirip dengan tubuh si pria kekar itu.

“Sekarang baru Anda tahu, Sir!” saya membentaknya. “Tadi Anda seperti orang gila dan hendak menggantung saya! Karena pukulan-pukulan Anda yang keras tadi, saya merasakan bilur-bilur di sekujur tubuh saya. Saya seperti seorang ksatria yang harus menanggung banyak penderitaan, Sir!”

Orang itu tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya mengusap mulutnya beberapa kali dan tanpa suara memperlihatkan sesuatu di tangan kirinya. Di telapak tangannya tampak dua gigi depannya. Hanya kedua gigi depan itulah yang sebelumnya dimilikinya. Sekarang saya juga tidak dapat menahan tawa, karena tampangnya sangat menyedihkan. Akhirnya saya kemudian menyampaikan perintah kepada orang-orang di situ.

Semua tali yang tersedia telah dikumpulkan. Tali-tali itu berserakan di sudut. Ada tali, kain linen dan tambang, dan semuanya bisa dipakai. “Sekarang, suruh mereka keluar!” perintah saya. “Tetapi satu persatu. Setiap orang harus segera diikat begitu keluar. Old Death sama sekali tidak mentolerir kalau kita bertele-tele menjalankan perintahnya. Sherif pasti segera datang. Pelayan Cortesio yang berdarah Negro itu sudah pergi menjemputnya!”

“Sherif?” tanya Lange keheranan. “Dia sudah ada di sini! Jadi Anda belum tahu siapa orang yang mendorong Anda tadi? Dialah sherif kita!” Dia menunjuk kepada pria berbadan kekar tadi. “Ya ampun, Sir!” kata saya. “Jadi Anda seorang sherif? Anda kepala eksekusi

tertinggi di county nan indah ini? Semestinya Anda bertindak sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku. Tapi nyatanya Anda ingin mengangkat diri sebagai hakim dan ingin menjatuhkan hukuman gantung pada orang lain tanpa proses hukum? Ini kesalahan yang fatal! Tidak mengherankan, jika orang-orang Kuklux itu berani menyusup ke daerah Anda!”

Tak terlukiskan betapa malunya dia. Dia tidak mampu berbuat apa-apa, selain memperlihatkan kedua giginya sekali lagi lalu berkata dengan terbata-bata, “Pardon, Sir! Saya khilaf, karena Anda memiliki tampang kriminal!” “Terima kasih! Tapi akibat kesalahan Anda sendirilah, maka kini wajah Anda

lebih jelek daripada sebelumnya. Mulai sekarang jalankan kewajiban Anda dengan

Perancis: Pertunjukan hebat.

benar supaya Anda tidak dicurigai karena ingin menggantung orang baik-baik, dan dengan itu dikira bersekutu dengan orang Kuklux secara diam-diam!”

Kini dia kembali sadar akan tugas dan tanggung jawab yang harus dipikulnya sebagai seorang sherif. “Oho!” teriaknya sambil membusungkan dada. “Saya, sherif dari county Fayett yang sangat indah ini dituduh memihak orang-orang Kuklux? Akan saya buktikan bahwa tuduhan itu tidak benar. Hukuman yang akan dijatuhkan kepada semua bajingan itu harus diputuskan malam ini juga, tidak bisa ditunda-tunda. Minggirlah, Mesch’schurs, supaya kami bisa pergi menemui mereka. Keluarlah dan pergilah ke lorong, tetapi arahkan senapan kalian ke pintu, supaya para bajingan ini melihat, siapa yang kini memegang kendali di rumah ini. Ambillah tali dan bukakan pintunya!”

Perintah itu segera dilaksanakan. Enam ujung senjata berlaras ganda ditodongkan ke pintu. Kini sherif masuk ke kamar, lalu disusul Master Lange dan anaknya, Sennor Cortesio, kedua orang Jerman yang sejak awal bahu-membahu menolong kami, dan yang terakhir saya. Di luar, orang-orang berteriak dan menuntut supaya sidang dipercepat. Karena itu jendela dibuka agar mereka bisa melihat bahwa kami tengah menjalankan kewajiban kami. Kini tiang-tiang pengganjal pintu disingkirkan. Saya membuka pintu kamar. Tidak satu pun anggota Kuklux yang mau keluar lebih dulu. Saya memerintahkan kapten dan letnan untuk maju. Keduanya telah membalut tangannya yang terluka dengan sapu tangan. Selain mereka, masih ada tiga atau empat orang lain lagi yang terluka. Old Death masih duduk di atas loteng dan mengarahkan senjatanya ke bawah melalui lubang di loteng. Berkat siasatnya yang begitu cemerlang, kini kami berhasil mengikat tangan para tawanan itu ke balik punggung. Kemudian mereka digiring melewati keempat rekannya yang juga terikat, setelah dibekuk di rumah Cortesio dan dibawa ke mari. Orang-orang yang berdiri di luar menyaksikan semua yang terjadi dan segera menyambutnya dengan teriakan Hallo dan Hore. Kami masih membiarkan para tawanan mengenakan topengnya, kecuali kapten dan letnan, supaya semua bisa melihat wajah mereka. Atas permintaan dan usaha saya, maka didatangkan seorang pria yang kemudian diperkenalkan kepada saya sebagai ahli bedah. Orang ini berkata, dia mampu membalut, mengoperasi, dan menyembuhkan luka dalam waktu yang singkat. Dia akan memeriksa pasiennya. Tetapi sebelumnya dia menyuruh separuh penduduk La Grange untuk mengobrak- abrik rumah masing-masing guna mencari kapas, serat rami, kain pembalut, plester, lemak, sabun, dan barang-barang lain yang biasa diperlukan untuk mengobati orang- orang sakit.

Setelah semua orang Kuklux itu diobati, maka timbul pertanyaan, ke mana mereka harus dibawa. Di La Grange tidak ada penjara yang bisa menampung sembilan belas orang sekaligus.

“Bawa saja mereka ke bar di rumah makan!” sherif mengajukan usul. “Yang paling penting sekarang, urusan ini harus diselesaikan secepat mungkin. Kita akan membentuk dewan pengadilan dengan anggota yang diangkat sumpahnya lalu menjatuhkan hukuman secepatnya. Kasus yang kita tangani kali ini sangat lain. Karena itu prosedur hukumnya juga dibuat agak lain.”

Berita tentang acara pengadilan itu segera tersiar ke mana-mana. Maka orang datang berduyun-duyun dan berdesak-desakan masuk ke rumah makan untuk mendapatkan tempat duduk. Yang tidak kebagian tempat, terpaksa harus berdiri di tangga, di lorong dan di halaman di depan rumah makan. Mereka menyambut kedatangan orang Kuklux dengan teriakan mengancam. Karena itu para pengawal harus menjaga dengan sangat ketat supaya mereka tidak dikeroyok massa. Dengan susah payah kami berhasil mencapai bar. Ruangan itu besar tapi sangat rendah, karena dulu digunakan sebagai arena dansa. Tempat pertunjukan itu rupanya telah dipenuhi orang. Agar para tawanan bisa dibawa ke tengah maka tempat itu harus segera dikosongkan. Ketika topeng mereka dibuka, tampak jelas bahwa tidak seorang pun dari mereka yang berasal dari daerah di sekitar La Grange.

Sidang pengadilan telah dibentuk. Sherif sendiri yang memimpinnya. Sidang tersebut terdiri dari seorang jaksa penuntut, seorang pembela, seorang panitera dan beberapa orang yang sudah disumpah. Susunan dewan itu membuat saya ngeri, tapi karena tuntutan masyarakat sekitar dan kasus yang unik ini, maka semuanya bisa diterima.

Sebagai saksi ditampilkan Lange dan anaknya, Cortesio, kelima orang Jerman, Old Death, dan saya. Senjata para terdakwa diletakkan di atas meja sebagai barang bukti, begitu juga senapan mereka. Old Death sudah mengupayakan sehingga semua senjata yang disembunyikan di belakang istal pun dibawa ke mari. Ternyata semuanya masih berisi peluru. Maka sherif mulai membuka sidang dengan berkata,

“Pengambilan sumpah para terdakwa tidak perlu dilakukan karena moral mereka sudah bobrok, sehingga gentlem en yang bermoral dan terhormat yang hadir di sini tidak pantas menerima sumpah mereka.”

Selain Kuklux, yang hadir di dalam rumah makan hanya orang-orang yang “memiliki pengetahuan yang teruji tentang hukum dan undang-undang, dan proses pengadilan seperti ini mereka terima dengan senang hati tanpa protes.” Mereka bersorak riuh mendengar pujian sherif lalu membungkukkan badan untuk menyatakan Selain Kuklux, yang hadir di dalam rumah makan hanya orang-orang yang “memiliki pengetahuan yang teruji tentang hukum dan undang-undang, dan proses pengadilan seperti ini mereka terima dengan senang hati tanpa protes.” Mereka bersorak riuh mendengar pujian sherif lalu membungkukkan badan untuk menyatakan

Mula-mula para saksi diminta memberikan keterangan. Old Death maju dan menceritakan semua peristiwa secara terperinci. Kami hanya bisa menyetujuinya. Setelah itu bangkitlah “Jaksa Penuntut Umum”. Dia mengulangi pernyataan kami dan menegaskan bahwa para terdakwa termasuk anggota perkumpulan terlarang yang didirikan hanya untuk menebarkan aksi-aksi teror. Mereka ingin memperkosa hukum, menggantikan dasar negara, dan melakukan kejahatan terkutuk lainnya. Semua tindakan kriminal tersebut melanggar hukum dan terancam hukuman penjara selama beberapa tahun, atau mungkin seumur hidup, atau bahkan hukuman mati. Dengan masuk menjadi anggota perkumpulan saja, orang sudah diancam hukuman minimal sepuluh atau dua puluh tahun penjara. Selain itu mereka pun terbukti menyusun suatu pembunuhan berencana atas seorang bekas pejabat dari Partai Republik, mencambuk keji dua orang yang terpandang dan ingin membakar sebuah rumah di kota nan indah ini. Dan tuduhan terakhir, mereka pun bermaksud menggantung dua orang asing yang cinta damai dan jujur. Ketika mengatakan kalimat terakhir ini, dia membungkuk ke arah Old Death dan saya. Ya, semua penduduk La Grange berhutang budi pada kami, karena berkat jasa kami, mereka terhindar dari malapetaka. Karena itu mereka menuntut, barang siapa yang bermaksud membunuh kami, harus diganjar dengan hukuman yang paling berat. Maka sherif mendesak hakim untuk menjatuhkan hukuman tanpa memberi keringanan sedikit pun. Para hakim diminta memilih beberapa orang Kuklux yang dianggap paling jahat untuk segera digantung. Sedangkan anggota yang lainnya hanya mendapat hukuman cambuk karena alasan “perikemanusiaan”. Tapi mereka pun akan disekap dalam penjara seumur hidup supaya tidak lagi melakukan gerakan-gerakan yang berbahaya bagi negara atau yang meresahkan masyarakat.

Tuntutan jaksa penuntut itu juga mendapat dukungan dari para bravos 11 . Kepada mereka pun dia membungkuk sebagai tanda terima kasih. Setelah selesai giliran jaksa penuntut umum, kini pembela diberi kesempatan berbicara. Dia menegaskan bahwa ketua pengadilan membuat kesalahan besar, karena tidak menanyakan nama terdakwa. Padahal itu diperlukan untuk surat keterangan kematian dan surat keterangan lainnya... dia juga masih memaparkan beberapa aspek lain, dan harus saya akui, argumennya memang benar. Dia pun tidak menyangkal bahwa orang-orang Kuklux telah menyusun rencana jahat dan memang begitulah kenyataannya. Tetapi rencana tersebut belum sempat dilaksanakan, karena keburu

Hadirin yang gagah berani.

digagalkan. Jadi mereka bersalah hanya karena mencoba melakukan kejahatan. Karena pertimbangan ini, hukuman gantung atau penjara seumur hidup tidak mungkin diputuskan. Dia bertanya pada setiap orang, apakah seseorang sudah dirugikan oleh suatu kejahatan yang masih sebatas ide atau rencana. Tak pernah ada pengadilan yang menjatuhkan keputusan untuk kasus seperti itu. Hal yang sama pun harus dipraktekkan di sini! Karena tidak ada kerugian yang diderita oleh seseorang, maka pembela mendesak agar para terdakwa dibebaskan dari segala tuduhan. Dengan begitu anggota mahkamah dan semua anggota saksi yang hadir menunjukkan bahwa mereka adalah manusia bermoral dan orang Kristiani yang cinta damai. Setelah selesai, dia juga mendapat tepuk tangan, walaupun cuma sedikit. Dia membungkuk dalam-dalam, seolah-olah seluruh dunia menyambutnya dengan sorak riuh rendah.

Kemudian ketua pengadilan berdiri untuk kedua kalinya. Pertama-tama dia berkata, dengan sengaja dia tidak menanyakan nama dan “kebiasaan lain” dari para terdakwa, karena dia yakin, mereka akan berbohong. Dia mengajukan usul, setelah hukuman gantung dilaksanakan, akan dibuat surat kematian yang singkat untuk semua orang tersebut. Isinya kira-kira begini: “Sembilan belas orang Kuklux ini harus digantung karena kesalahannya sendiri”. Dia juga mengakui, bahwa para terdakwa hanya melakukan usaha pembunuhan, lalu mempertanyakan kembali definisi “bersalah” dalam kasus ini. Tak lupa dia juga menyinggung bahwa berkat usaha kami berdua, usaha mereka untuk membunuh berhasil digagalkan. Usaha pembunuhan itu memang berbahaya dan karena mengandung potensi membahayakan orang lain, maka pelakunya harus dihukum. Dia tidak berminat dan tidak mempunyai waktu untuk duduk berjam-jam mendengar debat antara jaksa penuntut umum dan pembela. Dia juga tidak mau lama-lama berurusan dengan komplotan itu, suatu kelompok yang memang aneh. Jumlah mereka sembilan belas orang dan bersenjata lengkap. Tetapi dengan mudah mereka dapat dikalahkan oleh dua orang asing. Sikap kepahlawanan seperti ini tentu tidak boleh dipandang sebelah mata. Dia juga dikira bersekutu dengan Kuklux. Hal itu tidak diterimanya. Dia berusaha agar orang-orang itu dipermalukan di muka umum dan menguburkan niatnya untuk menyerang kota ini sekali lagi. Dia mengajukan pertanyaan kepada anggota mahkamah, apakah para terdakwa akan dinyatakan bersalah atas usaha pembunuhan, perampokan, pencurian, penganiayaan, dan pembakaran. Dia meminta supaya jawaban tidak ditunda sampai akhir bulan Desember tahun depan, karena di depan para juri telah berkumpul orang-orang yang sudah tidak sabar lagi mendengarkan keputusan hakim.

Sindirannya disambut dengan tepuk tangan meriah. Para juri pergi ke sudut ruangan dan berunding tidak lebih dari dua menit. Kemudian ketua juri memberitahukan keputusan akhir kepada sherif. Bunyinya: mereka dinyatakan Sindirannya disambut dengan tepuk tangan meriah. Para juri pergi ke sudut ruangan dan berunding tidak lebih dari dua menit. Kemudian ketua juri memberitahukan keputusan akhir kepada sherif. Bunyinya: mereka dinyatakan

“Mesch’schurs,” katanya. “Para terdakwa telah dinyatakan bersalah. Saya kira, keputusan inilah yang kalian harapkan. Saya tidak akan berkata panjang lebar karena kita telah berdebat sangat alot tentang bentuk hukuman, antara hukuman gantung dan pelaksanaannya. Tapi semua kejahatan yang mereka rencanakan tidak jadi dilaksanakan. Karena itu seperti alasan yang diajukan pembela yang dilandaskan pada rasa kemanusiaan dan nilai agama Kristiani, maka hukuman gantung terpaksa dibatalkan...”

Para terdakwa menarik napas lega, hal itu terlihat sangat jelas. Dari barisan penonton terdengar beberapa suara yang tidak puas. Sherif berkata lebih lanjut, “Sudah saya katakan tadi, rencana untuk tindak kejahatan sendiri sudah mengandung bahaya. Jika kita tidak menghukum orang-orang Kuklux ini, maka paling tidak kita harus mengusir mereka pergi jauh-jauh sehingga tidak lagi menjadi sumber keresahan bagi kita. Karena itu kami memutuskan untuk mengusir mereka dari Texas dengan cara yang memalukan sehingga mereka tidak berani lagi menampakkan batang hidungnya di sini. Pertama-tama rambut dan janggut mereka harus dicukur habis. Beberapa gentlem en yang hadir di sini tentu dengan senang hati menerima tugas ini. Siapa yang rumahnya paling dekat, boleh pulang untuk mengambil gunting. Sedangkan mereka yang sama sekali tidak tahu cara menggunting rambut akan diberikan kesempatan pertama oleh sidang pengadilan untuk tugas mulia ini.”

Semua tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu membuka jendela dan berseru menyampaikan kepada yang berdiri di luar, “Bawa gunting ke sini! Rambut orang-orang Kuklux akan digunduli. Siapa yang membawa gunting, dia akan diizinkan masuk!” Saya menduga, semua orang yang berdiri paling belakang pasti segera berlari mengambil gunting. Dan memang benar. Dalam sekejap mata terdengar derap kaki yang disusul teriakan shears dan scissars 12 . Bahkan sebuah suara berteriak keras shears for clipping t rees dan shears for clipping sheeps, yaitu gunting pohon dan

gunting untuk mencukur bulu domba. “Selain itu,” kata sherif lebih lanjut, “juga sudah diputuskan, bahwa orang- orang hukuman ini harus dibawa ke kapal, yang malam tadi datang dari Austin jam

12

Inggris: Gunting besar dan Scissor: Gunting rambut.

sebelas lewat. Besok pagi-pagi benar kapal itu akan berangkat ke Matagorda. Setibanya di sana, mereka akan dinaikkan ke kapal pertama yang berangkat meninggalkan Texas tanpa kembali lagi. Mereka dinaikkan ke dek tanpa mempedulikan siapa mereka, dari mana asal mereka dan ke mana kapal itu akan berlayar. Mulai sekarang hingga saat naik kapal nanti, mereka tidak boleh menanggalkan pakaiannya, supaya tiap-tiap penumpang bisa melihat, bagaimana kita penduduk Texas memperlakukan orang-orang Kuklux. Tangan mereka pun harus tetap terikat. Mereka baru mendapat roti dan air setelah tiba di Matagorda. Semua biaya perjalanan dibayar dengan uang hasil rampokan mereka, yang semuanya berjumlah lebih dari tiga ribu dollar. Selain itu semua barang mereka, terutama senjata, akan disita dan dilelang. Sidang pengadilan telah memutuskan bahwa hasil pelelangan itu akan digunakan untuk membeli bir dan brandy, supaya saksi-saksi yang telah bersikap kooperatif ini bersama-sama istrinya boleh minum-minum sedikit dan menari pada pesta yang akan diadakan di tempat ini setelah sidang berakhir. Kita terus berpesta hingga besok pagi dan mengiringi kepergian orang-orang Kuklux ini ke kapal dengan musik duka dan kidung-kidung ratapan. Semua tawanan hanya bisa menyaksikan kita berdansa, tapi mereka tidak boleh ikut serta atau beranjak dari tempatnya. Jika pembela ingin mengajukan keberatan terhadap keputusan itu, kami bersedia mendengarnya, tapi kami minta dengan hormat supaya dia berbicara dengan singkat. Kami masih harus mencukur kepala mereka, dan barang-barang mereka pun harus dilelang. Jadi masih banyak tugas yang harus kami kerjakan sebelum pesta dimulai.”

Terdengar tepukan tangan lebih keras daripada sebelumnya dan diselingi dengan teriakan-teriakan keras. Hakim ketua dan pembela harus berusaha keras menenangkan massa supaya suara pembela bisa didengarkan.

“Apa yang saya katakan berikut ini bermanfaat bagi klien saya,” kata pembela. “Saya kira, keputusan sidang pengadilan ini memang keras, tetapi hal itu sudah diimbangi dengan kebijaksanaan yang menetapkan bahwa uang mereka akan digunakan untuk membeli bir, brandy, dan lain-lain untuk keperluan pesta. Maka atas nama semua klien saya, saya menegaskan bahwa saya sangat setuju dengan keputusan hakim. Saya pun berharap, semoga setelah keputusan ini mereka bisa memulai hidup baru yang lebih baik dan lebih berguna di masa mendatang. Saya juga ingin mengingatkan mereka supaya jangan coba-coba datang lagi ke sini, karena saya sudah muak menjadi pembela dan terlibat dalam perkara aneh seperti ini. Untuk urusan administrasi perlu saya jelaskan, setiap klien dituntut membayar dua dollar untuk biaya pembelaan. Jadi untuk sembilan belas orang, saya harus mendapat tiga puluh delapan dollar. Tapi saya tidak perlu menulis kwitansinya, jika uang tersebut segera dibayar di hadapan semua orang yang hadir di sini. Dalam perkara ini pun saya “Apa yang saya katakan berikut ini bermanfaat bagi klien saya,” kata pembela. “Saya kira, keputusan sidang pengadilan ini memang keras, tetapi hal itu sudah diimbangi dengan kebijaksanaan yang menetapkan bahwa uang mereka akan digunakan untuk membeli bir, brandy, dan lain-lain untuk keperluan pesta. Maka atas nama semua klien saya, saya menegaskan bahwa saya sangat setuju dengan keputusan hakim. Saya pun berharap, semoga setelah keputusan ini mereka bisa memulai hidup baru yang lebih baik dan lebih berguna di masa mendatang. Saya juga ingin mengingatkan mereka supaya jangan coba-coba datang lagi ke sini, karena saya sudah muak menjadi pembela dan terlibat dalam perkara aneh seperti ini. Untuk urusan administrasi perlu saya jelaskan, setiap klien dituntut membayar dua dollar untuk biaya pembelaan. Jadi untuk sembilan belas orang, saya harus mendapat tiga puluh delapan dollar. Tapi saya tidak perlu menulis kwitansinya, jika uang tersebut segera dibayar di hadapan semua orang yang hadir di sini. Dalam perkara ini pun saya

Kemudian dia duduk kembali. Sherif pun menyatakan sependapat dengannya. Saya duduk di sana dan menyaksikan semua prosedur hukum seperti dalam

mimpi saja. Jadi semuanya disetujui seperti itu? Tak ada keraguan lagi. Saya melihat pembela itu menerima uangnya dan banyak orang berlari ke rumah untuk menjemput istri masing-masing ke tempat pesta. Pada saat yang sama datang juga orang-orang yang membawa berbagai jenis gunting. Sebenarnya saya ingin marah, tetapi tidak jadi. Saya harus ikut tertawa bersama Old Death yang sudah terkekeh-kekeh menyaksikan semua kejadian itu. Orang-orang Kuklux benar-benar dicukur sampai gundul. Kemudian dimulailah pelelangan barang-barang mereka. Senjata mereka cepat sekali laku dan harganya pun tinggi. Barang-barang lainnya pun habis terjual. Tidak bisa dibayangkan betapa hiruk pikuknya suasana ketika penduduk kota itu datang-pergi dan saling berdesak-desakkan. Semua orang ingin masuk ke dalam bar, padahal ruangan itu hanya mampu menampung sepersepuluh dari semua yang hadir.

Kemudian tampillah sekelompok pemusik, yang terdiri dari seorang pemain klarinet 13 , pemain biola, peniup terompet, dan seseorang dengan seruling tua. Kelompok orkes ini segera mengambil tempat di pojok dan mulai menyetel alat-alat musiknya yang kedengaran sumbang. Suatu tanda bahwa kami tidak akan disuguhi musik yang indah seperti yang diharapkan.

Saya hendak pergi karena kini para ladies mulai bermunculan dalam ruangan. Namun tiba-tiba Old Death datang mendekat. Dia menjelaskan, bahwa kami berdua adalah tamu-tamu istimewa dan kami pun boleh sedikit bersenang-senang setelah melewati bahaya dan perjuangan yang keras. Rupanya sherif juga mendengar percakapan kami. Dia mendukung, bahkan mendukung dengan sepenuh hati pendapat Old Death. Dia berkata, jika kami berdua menolak untuk berdansa pada putaran pertama, maka hal itu merupakan suatu penghinaan besar bagi seluruh penduduk La Grange. Dia lalu mempersilahkan Old Death dan saya untuk berdansa dengan istri dan putrinya. Kedua wanita itu sangat pandai menari. Karena saya sudah merontokkan dua giginya dan dia beberapa kali memukul tulang rusuk saya, maka kini kami harus memulihkan kembali hubungan. Karena itu jika saya tidak memenuhi ajakannya untuk tetap tinggal, maka hal tersebut dapat menyakiti hatinya sekali lagi. Dia menyuruh

Sejenis alat tiup.

supaya disediakan sebuah meja khusus untuk kami berdua. Apa yang harus saya perbuat? Sialnya, pada meja tersebut sudah duduk istri dan putrinya yang tadi sudah berkenalan dengan saya. Mula-mula hanya ikut-ikutan, terperangkap, lalu harus menanggung akibatnya! Terpaksa saya harus menerima tawarannya untuk berdansa. Mungkin saya harus membuat beberapa gerakan meluncur dan melompat. Ya, hari ini saya memang seorang pahlawan – dan detektif privat yang menyamar.

Sherif yang baik itu merasa sangat senang karena telah memberikan dua kembang terindah yang dimilikinya. Dia memang menyiapkan meja khusus untuk kami, namun sialnya meja itu hanya cukup ditempati empat orang. Maka tanpa ampun kami harus duduk semeja dengan kedua ladies itu. Mereka tampak begitu anggun. Mereka dituntut bersikap anggun mengingat kedudukan suami dan ayah mereka yang begitu terpandang. Sang nyonya berusia kira-kira lebih dari lima puluh tahun. Ia merenda sebuah kemeja dari wol dan satu kali menyinggung tentang Codex Napoleon. Selanjutnya ia hanya diam membisu. Anak gadisnya yang berumur kira-kira tiga puluh tahun, membawa sebuah buku berisi kumpulan puisi. Meskipun suasana sangat gaduh, ia tetap maju dan membacakan puisinya dengan berapi-api. Ia juga menyanjung- nyanjung Old Death dengan berbagai pujian dan membandingkannya dengan Pierre Jean de Béranger. Namun ketika scout itu mengaku jujur bahwa dia tidak mengenal Sir yang disebut, maka gadis itu segera diam seribu bahasa. Ketika bir disuguhkan, kedua wanita itu tidak minum. Namun ketika sherif datang membawa dua gelas brandy, maka wajah mereka yang tadinya judes dan cemberut kini tampak kembali bersinar.

Pada saat itu pejabat tinggi itu mencolek saya dan berbisik, “Sekarang saatnya untuk berdansa. Silahkan maju!” “Tapi bagaimana jika ajakan dansa yang kami ajukan ditolak?” tanya saya

dengan suara senormal mungkin sehingga tidak tampak bahwa sebenarnya dalam hati saya pun menginginkannya.

“Oh, tidak! Istri dan puteri saya sudah diberitahu sebelumnya.” Maka saya bangkit dan membungkuk memberi hormat kepada gadis itu.

Dengan sopan saya mengungkapkan perasaan bangga, bahagia, dan terhormat jika boleh berdansa dengannya. Sebagai jawaban, saya diberi buku berisi puisi yang selalu dibawanya. Old Death menggunakan cara yang lebih praktis. Dia berseru kepada istri sherif,

“Nah, kemarilah, Mis’siss! Berputar ke kanan atau ke kiri, bagi saya sama saja. Terserah Anda! Yang jelas, saya akan melompat-lompat dengan kedua kaki.” Bagaimana kami berdansa, atau tentang kecelakaan yang dialami oleh teman karib saya itu ketika dia jatuh ke lantai bersama istri sherif, dan bagaimana “Nah, kemarilah, Mis’siss! Berputar ke kanan atau ke kiri, bagi saya sama saja. Terserah Anda! Yang jelas, saya akan melompat-lompat dengan kedua kaki.” Bagaimana kami berdansa, atau tentang kecelakaan yang dialami oleh teman karib saya itu ketika dia jatuh ke lantai bersama istri sherif, dan bagaimana

Orang Amerika memang luar biasa. Apa yang mereka butuhkan selalu ada. Saya tidak tahu, dari mana mereka memperoleh dan mengambilnya begitu cepat. Namun semakin banyak orang yang ikut dalam rombongan. Kecuali para pengkhotbah dan ladies, mereka semua membawa peralatan rumah tangga yang bisa dijadikan alat musik. Setelah semua berdiri dalam barisan, sherif memberikan isyarat supaya iringan mulai bergerak. Kelompok yang berjalan paling depan segera mengumandangkan dendang yankee-doodle. Sedangkan pada bagian akhir barisan terdengar alunan musik yang hiruk-pikuk. Bagaimana mereka berteriak-teriak, bersorak-sorai dan bernyanyi, semuanya tak bisa dilukiskan. Saya seolah-olah sedang berada di antara orang-orang gila. Begitulah iringan duka itu bergerak pelan menuju ke sungai. Setibanya di sana, tawanan diserahkan kepada kapten kapal. Dia berjanji, dan kami juga percaya, bahwa para tawanan langsung dikurung. Bahkan dia menjamin, tak ada celah bagi mereka untuk bisa melarikan diri. Selain itu mereka juga dijaga ketat oleh orang-orang Jerman yang ikut berlayar.

Pada saat kapal mulai bergerak, pemain musik mulai memperdengarkan lagu perpisahan yang sangat memilukan. Dan yang lainnya pun mulai menabuh “instrumen” yang tadi dibawanya dari rumah. Ketika semua mata mengiringi kepergian kapal, saya menggamit lengan Old Death dan mengajaknya pulang bersama Lange dan anaknya ke rumah. Setelah tiba di sana, kami memutuskan untuk beristirahat sebentar. Tapi ternyata kami tidur lebih lama daripada yang direncanakan. Ketika saya bangun, saya melihat Old Death sudah terjaga. Dia tidak dapat tidur karena sakit di pangkal pahanya. Saya sungguh terkejut ketika dia mengatakan bahwa hari ini kami tidak bisa melanjutkan perjalanan. Dia merasa sakit akibat jatuh ketika berdansa tadi malam. Kami menyuruh orang memanggil ahli bedah. Ahli bedah itu datang lalu memeriksa pasiennya. Menurutnya, tulang kaki Old Death terlepas dari posisinya dan harus dikembalikan. Rasanya saya ingin menjewer kuping dukun itu. Berjam-jam dia Pada saat kapal mulai bergerak, pemain musik mulai memperdengarkan lagu perpisahan yang sangat memilukan. Dan yang lainnya pun mulai menabuh “instrumen” yang tadi dibawanya dari rumah. Ketika semua mata mengiringi kepergian kapal, saya menggamit lengan Old Death dan mengajaknya pulang bersama Lange dan anaknya ke rumah. Setelah tiba di sana, kami memutuskan untuk beristirahat sebentar. Tapi ternyata kami tidur lebih lama daripada yang direncanakan. Ketika saya bangun, saya melihat Old Death sudah terjaga. Dia tidak dapat tidur karena sakit di pangkal pahanya. Saya sungguh terkejut ketika dia mengatakan bahwa hari ini kami tidak bisa melanjutkan perjalanan. Dia merasa sakit akibat jatuh ketika berdansa tadi malam. Kami menyuruh orang memanggil ahli bedah. Ahli bedah itu datang lalu memeriksa pasiennya. Menurutnya, tulang kaki Old Death terlepas dari posisinya dan harus dikembalikan. Rasanya saya ingin menjewer kuping dukun itu. Berjam-jam dia

“Kita harus mengolesinya dengan minyak gosok atau spiritus. Mungkin cara itu bisa menolong Anda,” kata saya. “Ya, setidaknya hari ini Anda harus beristirahat. Tapi sayang, Gibson mendapat kesempatan untuk melarikan diri!”

“Melarikan diri?” tanya si Tua. “Jangan khawatir, Sir! Jika orang memiliki hidung seekor anjing berburu, seperti saya, maka jejaknya pasti bisa diendus sampai ke mana pun. Dan dia tidak akan berhenti sebelum buruannya tertangkap. Percayalah!”

“Saya percaya. Tapi Gibson dan Willian Ohlert tentu sudah terlalu jauh di depan kita.” “Kita masih bisa mengejarnya. Dalam perhitungan saya, kita mungkin menangkapnya satu hari lebih awal atau lebih lama. Tapi yang jelas dia akan tertangkap. Jangan putus asa! Sherif yang terhormat itu mengacaukan rencana kita dengan pesta dan anak bininya. Tapi percayalah, saya akan memperbaiki kesalahan ini. Orang menyebut saya Old Death. Dan Anda tahu, apa arti nama itu, bukan?”

Hati saya senang mendengarnya. Saya percaya kepada si Tua dan saya yakin, dia tidak berbohong. Karena itu saya berusaha meredam kekhawatiran yang tidak perlu. Saya tidak dapat meneruskan perjalanan sendirian. Itulah sebabnya saya sangat senang ketika kami makan siang, Master Lange berkata bahwa dia pun hendak pergi bersama kami karena arah tujuan kami sama.

“Saya dan anak saya tidak akan menyusahkan Anda,” katanya. “Saya mahir berkuda dan menembak. Seandainya di tengah jalan kita berpapasan dengan penjahat kulitputih dan kulitmerah, jangan takut, kami tidak akan lari. Jadi apakah Anda keberatan jika kami ikut? Katakan!”

Tentu saja kami tidak keberatan. Kemudian datanglah Cortesio yang ternyata tidur lebih lama daripada kami. Dia ingin menunjukkan kedua kuda yang ingin kami beli. Walaupun masih pincang, Old Death bergegas ke halaman. Dia ingin melihat sendiri kuda-kuda itu.

“Master muda ini pernah mengatakan, dia pandai menunggang kuda,” ujarnya. “Namun kita tahu, apa artinya. Saya sendiri tidak yakin bahwa dia tahu banyak tentang kuda. Jika saya ingin membeli seekor kuda, maka kadang-kadang saya “Master muda ini pernah mengatakan, dia pandai menunggang kuda,” ujarnya. “Namun kita tahu, apa artinya. Saya sendiri tidak yakin bahwa dia tahu banyak tentang kuda. Jika saya ingin membeli seekor kuda, maka kadang-kadang saya

Saya harus menunggangi semua kuda yang ada di dalam istal itu satu persatu di hadapannya. Dia mengamati setiap gerak-gerik binatang itu dengan seksama. Tapi sebelumnya, dengan berhati-hati dia telah menanyakan harga tiap-tiap kuda. Dan apa yang tadi dikatakannya memang benar-benar terjadi: dia tidak memilih kedua kuda yang sebenarnya disiapkan untuk kami.

“Kuda-kuda itu kelihatan bagus, tapi jelek,” katanya. “Setelah ditunggangi beberapa hari, binatang itu sudah loyo. Tidak, kita mengambil kedua kuda tua itu. Aneh, harganya pun begitu murah.”

“Tetapi kuda-kuda itu hanya cocok untuk menarik pedati!” kata Cortesio. “Anda tidak mengerti, Sennor! Itulah sebabnya Anda berpendapat demikian.

Kuda-kuda itu adalah kuda prairie yang tidak terpelihara dengan baik, namun kegesitannya tidak berkurang. Dalam perhitungan saya, kuda-kuda itu akan tetap tegar menghadapi berbagai rintangan. Kami membelinya. Habis perkara!”