Pengaruh gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur perangkat desa dalam pelaksanaan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri Desa Weragati Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka

(1)

130 DATA PRIBADI

Nama : Erwin Setiawan

Tempat Tanggal Lahir : Majalengka, 06 Januari 1989 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Status : Menikah

Nama Ayah : Edi Suhaedi

Pekerjan : Wiraswasta

Nama Ibu : Eti Yuhaeti

Pekerjan : Ibu Rumah Tangga

Alamat Orang Tua : Desa Weragati Rt 02/01 Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka


(2)

131

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia

2 2004-2007 SMA Muhammadiyah Cirebon Berijazah

3 2001-2004 SMP Negeri I Palasah Berijazah

4 1995-2001 SD Negeri Weragati III Berijazah

Bandung, 28 Agustus 2013

Erwin Setiawan NIM. 41707886


(3)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana

pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Disusun oleh : Erwin Setiawan

41707886

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(4)

viii

rahmat dan hidayahnya peneliti dapat menyusun skripsi yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Desa Terhadap Kinerja Aparatur Perangkat Desa Dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Desa Weragati Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka”.

Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademis Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran sangat diharapkan dalam skripsi ini dengan tangan terbuka dari berbagai pihak.

Peneliti banyak sekali mendapat bantuan dari berbagai pihak yang memberi bimbingan, dorongan dan segala fasilitas yang bermanfaat. Dalam kesempatan yang berharga ini dengan segala kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, Ibu Dr. Dewi Kurniasih, S. IP., M. Si Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan, Ibu Tatik Fidowaty, S. IP., M. Si sebagai Dosen Pembimbing Peneliti yang telah memberikan bimbingan, dan saran-saran, serta Motivasi kepada Peneliti dalam menyelesaikan penulisan skripsi


(5)

ix

perangkat Desa Weragati Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka yang telah bekerjasama dalam memberikan data-data untuk keperluan pennelitian dalam penulisan skripsi. Selama penelitian di Desa Weragati, peneliti mendapat dukungan yang baik serta keramah-tamahan yang diberikan oleh kepala Desa, aparatur perangkat desa serta masyarakat Desa Weragati selama proses penelitian berlangsung.

Peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ayah, Ibu dan istri tercinta serta Kaka dan Adik yang telah banyak memberikan dorongan semangat dalam penelitian dan tidak henti-hentinya memanjatkan do’a serta dukungan kepada peneliti untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi.

Ucapan terimakasih tidak lupa pula disamapaikan kepada sahabat-sahabat peneliti, yang telah memberikan dukungan serta bantuan dan selalu memberikan semangat kepada peneliti dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi peneliti sendiri serta pembaca pada umumnya.

Bandung, 28 Agustus 2013

Peneliti


(6)

x

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR REVISI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR BAGAN ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 6


(7)

xi

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan ... 8

2.1.2 Pengertian Gaya Kepemimpinan ... 11

2.1.3 Pengertian Kepala Desa ... 16

2.1.4 Pengertian Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri ... 20

2.1.4.1 Gambaran Umun PNPM mandiri ... 20

2.1.4.2 Prinsip Pokok PNPM Mandiri ... 21

2.1.4.3 Cara Kera PNPM Mandiri ... 22

2.1.5 Pengertian Kinerja ... 25

2.1.6 Pengertian Aparatur ... 27

2.1.7 Pengertian Kinerja Aparatur ... 39

2.1.8 Teori Penghubung ... 34

2.2 Kerangka Pemikiran ... 35

2.3 Hipotesis ... 38

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 39

3.1.1 Sejarah Desa Weragati ... 39

3.1.2 Visi dan Misi Desa Weragati ... 44


(8)

xii

3.2.1 Desain Penelitian ... 51

3.2.2 Teknik Pengumpulan data ... 51

3.2.3 Populasi ... 52

3.2.4 Teknik Penarikan Sampel ... 54

3.2.5 Operasional Variabel ... 55

3.2.6 Teknik Analisa Data ... 55

3.2.6.1 Uji Validitas ... 55

3.2.6.2 Uji Reliabilitas ... 58

3.2.6.3 Uji Statistik Penelitian ... 60

3.3 Jadwal Penelitian ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 65

4.1.1 Kondisi Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Wearagati ... 67

4.1.1.1 Suasana Desa Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 67

4.1.1.2 Konsistensi Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 68

4.1.2 Waktu Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 70


(9)

xiii

4.1.2.3 Cara Kerja Kepala Desa Dalam Pelaksanaan

Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 72 4.1.3 Ruang Desa Weragati Dalam Pelaksanaan Program

PNPM Mandiri ... 75 4.1.3.1 Sikap Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Program

PNPM Mandiri Desa Weragati ... 75 4.1.3.2 Perilaku Kepala Desa Dalam Pelaksanaan

Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 76 4.1.3.3 Daerah Desa Weragati Dalam Pelaksanaan

Program PNPM Mandiri ... 77 4.1.3.4 Penduduk Desa Weragati Dalam Pelaksanaan

Program PNPM Mandiri ... 78 4.2 Kinerja Aparatur Desa Dalam Pelaksanaan Program PNPM

Mandiri Desa Weragati ... 83 4.2.1 Produktivitas Aparatur Desa Dalam Pelaksanaan

Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 83 4.2.1.1 Input Data Dalam Pelaksanaan Program PNPM

Mandiri Desa Weragati ... 83 4.2.1.2 Output Dalam Pelaksanaan Program PNPM

Mandiri Desa Weragati ... 84 4.2.2 Kualitas Layanan Aparatur Perangkat Desa Dalam

Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 87 4.2.2.1 Kepuasan Masyarakat Terhadap Program PNPM

Mandiri Desa Weragati ... 87 4.2.2.2 Masyarakat Desa Dalam Pelaksanaan Program


(10)

xiv

Weragati ... 91

4.2.3.2 Kebutuhan Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 92

4.2.4 Responsibilitas Aparatur Perangkat Desa Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 95

4.2.4.1 Kebijakan Aparatur Perangkat Desa Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 95

4.2.4.2 Administrasi Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 96

4.2.5 Akuntabilitas Aparatur Perangkat Desa Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 99

4.2.5.1 Konsistensi Aparatur Perangkat Desa Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 99

4.2.5.2 Pencapaian Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 100

4.3 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Desa Terhadap Kinerja Aparatur Dalam Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Desa Weragati ... 105

4.4 Analisis Koefisien Pearson Product Moment ... 107

4.5 Pengujian Hipotesis ... 108

4.6 Koefisien Determinasi ... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 111


(11)

xv


(12)

113

--- . 2007. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Badudu J.S dan Zain, Sutan Mohammad. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Susetyo, Budi. 2010. Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT. Refika Aditama

Dwiyanto, Agus. 2006. Reformasi Birokrasi Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada. Echols dan Hassan Shadili. 1996. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia

Hasibuan, S.P. M. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasibuan, Malayu S.P. 2007. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara

Hasibuan, Malayu. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan VII Jakarta: Haji Masagung

Kartono, Kartini. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan. Apakah Kepemimpinan

Abnormal Itu? Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mangkunegara, Prabu Anwar. 2005. Perilaku Dan Budaya Organisasi. Bandung: PT. Refika Aditama.

Riduwan. 2012. Pengantar Statistika Sosial. Bandung: Alfabeta

Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju.

Siagian, Sondang P. 1991. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

---. 2009. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta


(13)

114

Taniredja dan Mustafidah, Tukiran Hidayati. 2011. Penelitian Kuantitatif (Sebuah

Pengantar). Bandung: Alfabeta

Thoha, Miftah. 1993. “Kepemimpinan Dalam Manajemen”. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Thoha, Miftah. 2004. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta:. PT Raja Grafindo Persada.

Veithzal Rivai. 2004. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Edisi Kedua.

Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Veithzal Rivai., 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Edisi Ketiga.

Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Dokumen

Peraturan Daerah No.14 tahun 2006 tentang tugas dan fungsi kepala desa beserta aparaturnya

Peraturan Pemerintah No.72 tahun 2005 tentang pemerintahan desa

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.

NO: 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007 Tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri)

Rujukan Elektronik


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perubahan zaman yang semakin maju, memberikan dampak yang positif bagi pembangunan suatu desa. Pencapaian pembangunan suatu desa menuntut peran seorang pemimpin yang berkualitas, dengan kata lain untuk mengimbangi tuntutan perubahan kearah yang lebih maju setiap desa harus memiliki figur seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi aparat bawahannya supaya bekerja dengan maksimal sehingga output yang dihasilkan bisa lebih baik. Oleh karena itu, ada baiknya setiap Kepala Desa berusaha meningkatkan kualitas gaya kepemimpinannya.

Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk memperbaiki keterbelakangan dan ketertinggalan dalam semua bidang kehidupan menuju suatu keadaan yang lebih baik dari pada keadaan sebelumnya. Dengan adanya pembangunan akan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik material maupun spiritual.

Agar tujuan tercapai, pembangunan dilakukan dengan rangkaian upaya pembangunan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah menuju terwujudkan masyarakat adil dan makmur. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang.


(15)

Aparatur memiliki peranan strategis dalam menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan tidak lepas dari arahan atau bimbingan seorang pemimpin. Peranan aparatur tersebut sesuai dengan tuntutan zaman terutama untuk menjawab tantangan masa depan. Aparatur yang berkualitas sangat dibutuhkan dalam rangka menghadapi tantangan masa depan. Kemampuan untuk melaksanakan setiap tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Hal lainnya adalah mampu memelihara dan mengembangkan kecakapan dan kemampuannya secara berkesinambungan. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas pimpinan pada setiap organisasi pemerintahan untuk memelihara dan membina semua aparatur agar dapat lebih berkualitas dalam rangka pencapaian tujuan.

Pengelolaan sumber daya manusia, terkait dalam mempengaruhi kinerja instansi pemerintahan dengan cara menciptakan nilai atau menggunakan keahlian sumber daya manusia yang berkaitan dengan praktek manajemen dan sasarannya cukup luas, tidak hanya terbatas aparatur pemerintah semata, namun juga meliputi tingkatan pemimpin.

Pencapaian tujuan dari setiap organisasi pemerintahan juga didukung oleh kinerja dari setiap aparaturnya. Kinerja yang tinggi timbul apabila seseorang bersikap dan memandang kerja sebagai sesuatu hal yang luhur untuk eksistensi manusia. Hal ini dijadikan sebagai suatu kesempatan untuk mengembangkan diri dan berbuat sesuatu untuk masyarakat. Sebaliknya, kinerja yang rendah terjadi apabila seseorang tidak mempunyai pandangan atau sikap terhadap kerja dan memandang kerja yang dilakukan asal dilakukan saja.


(16)

Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuhan bagi setiap instansi pemerintahan untuk tetap dapat bertahan di era globalisasi. Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan organisasi pemerintahan. Walaupun didukung dengan sarana dan prasarana serta sumber dana yang berlebihan, tetapi tanpa dukungan sumber daya manusia yang andal kegiatan organisasi pemerintahan tidak akan terselesaikan dengan baik.

Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya. Sebagai kunci pokok, sumber daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan organisasi pemerintahan. Tuntutan organisasi pemerintahan untuk memperoleh, mengembangkan dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas semakin mendesak sesuai dengan dinamika lingkungan yang selalu berubah.

Sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat penting dalam pembangunan suatu desa, karena sumber daya manusia mampu melahirkan seorang pemimpin beserta aparat yang berkualitas, yang bisa membuat pembangunan suatu desa dapat berkembang lebih maju. Peran yang begitu besar sumber daya manusia sebagai pelaku utama dan juga merupakan input dari proses produksi dalam suatu pembangunan akan tercapai.

Keseluruhan aspek penilaian tersebut di ibaratkan bahwa semua aparatur memiliki tingkat kemampuan dan latar belakang yang sesuai dengan tuntutan kerja sebagaimana diatur dalam tugas pokok dan fungsi dari instansi tersebut. Penilaian kinerja aparatur yang merupakan cara pembinaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi perlu dilakukan dengan prinsip-prinsip pembinaan personil


(17)

yang tepat sesuai dengan kesepakatan bersama. Hal ini tidak dianut didalam sistem penilaian kinerja yang dilakukan oleh instansi pemerintah, disamping itu jarak antara pekerjaan dan penilaian kinerja selama satu tahun sangat kesulitan dalam penilaian, hal ini akan berakibat bahwa sipenilai tidak lagi obyektif dalam menilai anak buahnya bahkan yang ditemukan dilapangan penilaian kinerja aparatur justru diisi oleh pegawai yang dinilai sedangkan atasannya yang mempunyai hak untuk menilai hanya melegalkan hasil dari penilaian tersebut.

Berdasarkan NO: 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007 Tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) dan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, pemberdayaan masyarakat selama ini telah banyak diupayakan melalui berbagai pembangunan sektoral maupun regional. Namun karena dilakukan secara tidak berkelanjutan, efektivitasnya terutama untuk penanggulangan kemiskinan dipandang masih belum optimal. Untuk itu, melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri diharapkan dapat terjadi harmonisasi prinsip-prinsip dasar, pendekatan, strategi, serta berbagai mekanisme dan prosedur pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga proses peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

Jelas sekali terlihat bahwa dalam pembangunan suatu desa dapat berkembang lebih maju melalui PNPM Mandiri itu membutuhkan peran seorang kepala desa yang mempunyai hubungan baik dengan para aparatur yang lainnya,


(18)

sehingga program tersebut akan beralan dengan efektif dan efisien dan masyarakat akan hidup dengan seahtera.

Penerapan gaya kepemimpinan situasional dalam pelaksanaannya belum terlalu berpengaruh, terlihat dari sikap/karakter kepala desa yang bersifat laissez faire terhadap program PNPM Mandiri, terbukti dengan produktivitas kinerja aparatur rendah, aparatur kurang disiplin dalam melaksanakan tugas dalam program PNPM Mandiri. kesemua masalah ini berdampak pada program PNPM Mandiri yang tidak sesuai dengan harapan. Salah satunya adalah proyek pembuatan jalan penghubung antara Desa Weragati dan Dukuh Maja yang sedang berjalanpun masih mengalami permasalahan mengenai waktu, yang direncanakan beres dalam 30 hari dalam kenyataannya sampai 60 haripun masih belum selesai sehinnga target selesaipunpun tidak tercapai.

Gaya kepemimpinan kepala desa yang mampu mempengaruhi Kinerja aparatur menjadi lebih baik akan mendukung pelaksanaan pembangunan di Desa Weragati. Penilaian kinerja aparatur Desa Weragati juga digunakan untuk mengukur perilaku kerja dan kemampuan setiap aparatur atau unit kerja dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi. Penilaian kinerja juga dapat menumbuhkan pengembangan perilaku dan motivasi. Perilaku dan motivasi yang terbangun akan membantu pencapaian tujuan organisasi.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Desa Terhadap Kinerja Aparatur Perangkat Desa Dalam Pelaksanaan Program Nasional


(19)

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Desa Weragati Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut :

Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur dalam program PNPM Mandiri desa weragati?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk menguraikan dan mengetahui mengenai seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan kepala desa terhadap kinerja aparatur desa weragati, juga bertujuan sebagai berikut :

Untuk mengetahui besarnya pengaruh gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur dalam program PNPM Desa Weragati.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini selain untuk kepentingan akademik, penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai solusi dalam meningkatkan kepemimpinan terhadap aparatur desa sehingga dapat meningkatkan kinerja aparaturnya. Selain itu juga hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis sebagai berikut :


(20)

1. Bagi kepentingan peneliti, hasil penelitian ini dapat berguna untuk menambah pengalaman, wawasan, pengetahuan dan memahami bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan kepala desa terhadap kinerja aparatur desa sehingga dapat memperoleh gambaran mengenai kesesuaian fakta dilapangan dengan teori yang ada.

2. Aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu pemerintahan tentang teori gaya kepemimpinan situasional dan kinerja aparatur, dan dapat memberikan kontribusi positif bagi Kepala Desa dalam memimpin aparatur Desa Weragati.

3. Aspek praktis adalah hasil penelitian yang diharapkan akan dapat memberikan masukan dan solusi bagi Desa Weragati dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh desa weragati dalam meningkatkan kinerja aparatur melalui gaya kepemimpinan kepala desa.


(21)

8 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Bagi suatu organisasi apapun jenisnya, kaderisasi kepemimpinan merupakan hal biasa dilakukan. Karena hal ini dapat dilakukan untuk tujuan regenerasi atau menjaring dalam rangka suksesi kepemimpinan, atau untuk pembekalan atau pemantapan para pengurus organisasi.

Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Istilah pemimpin, kepemimpinan dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar pimpin. Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Pemimpin adalah suatu peran dalam sistem tertentu karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang.

Menurut Miftah Toha dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan dalam

management mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut :

“Kegiatan mempengaruhi orang lain atau seni mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perorangan maupun kelompok, kepemimpinan dapat terjadi dimana saja, asalkan


(22)

seseorang menunjukan kemampuannya untuk mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan terentu” (Thoha, 1983:123) Peneliti menarik kesimpulan, dimana setiap perilaku yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam tercapainya suatu tujuan dalam suatu organisasi akan pasti mempengaruhi orang yang ada dalam pengawsannya, agar dapat mencapai tujuan yang dikehendakinya.

Menurut Malayu Hsibuan dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia

yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah “Cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi”.(Hasibuan, 2003:170)

Berdasarkan pendapat diatas, bahwa seorang pemimpin harus bisa mempengaruhi bawahan supaya setiap bawahan atau aparatur yang dipimpinnya dapat bekerja lebih keras sehingga tujuan suatu organisasi dapat tercapai sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemimpin.

Buku Kartini Kartono yang berjudul Pemimpin dan Kepemimpinan,

mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut :

“Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki keterampilan teknis, khususnya dalam suatu bidang, sehingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan”.(kartono, 1998:74)

Pemimpin harus memliki kemampuan lebih dari orang lain atau bawahannya supaya proses mempengaruhi orang lain ataupun bawahannya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan sehingga akan terjadi keselarasan dalam bekerja dan tujuan-tujuan tertentu akan tercapai.


(23)

Gibson dalam Harbani Pasolong mengemukakan bahwa yang dimaksud

dengan kepemimpinan adalah “Satu usaha menggunakan suatu gaya

mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan”.(Hasibuan, 2003:170)

Pendapat diatas menunjukan bahwa untuk memotivasi aparatur supaya lebih baik lagi dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, seorang pemimpin dituntut untuk menggunakan suatu gaya yang sesuai dengan keadaan situasi yang dihadapinya.

Menurut Harbani Pasolong dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan

Birokrasi mengemukakan bahwa kepemimpinan yang baik sebagai berikut :

“Perilaku yang diharapkan dari kepemimpinan birokrasi adalah perilaku yang menyesuaikan dengan situasi di lingkungan birokrasi. Jika dilingkungan birokrasi banak yang tidak jujur , maka pemimpin birokrasi harus memberikan contoh kepada bawahannya dengan berperilaku jujur. Jika para bawahan ditemukan tidak disiplin, maka pemimpin memberikan contoh kepada bawahannya dengan berperilaku disiplin. Jika dalam birokrasi ditemukan banyak yang korup, maka pemimpin birokrasi harus berani memberikan sanksi berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada, dn pemimpin birokrasi memberikan contoh bahwa memang dirinya bersih tidak bebas dari perilaku korup”.(Pasolong, 2013:80)

Pendapat diatas mencerminkan bahwa sebagai seorang pemimpin yang baik harus bisa memberika contoh yang baik pula bagi bawahanya, kemudian jika dalam suatu organisasi ada yang melanggar peraturan yang sudah ada maka pemimpin harus berani bertindak tegas untuk memberikan sanksi terhadap bawahannya yang melanggar peraturan tersebut.


(24)

2.1.2 Pengertian Gaya Kepemimpinan

Tercapainya visi dan misi suatu organisasi akan ditentukan oleh gaya kepemimpinan seorang pemimpin, karena pemimpin merupakan leader yang akan diikuti oleh setiap bawahan, dan tentunya setiap gerak gerik dari gaya kepemimpinannya akan sangat berpengaruh terhadap proses kinerjanya.

Menurut Veithzal Rivai dalam bukunya Kepemiminan dan Perilaku

Organisasi menjelaskan bahwa :

“Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku dan strategi yang disukai

dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin dalam rangka mencapai sasaran organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yaitu pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan pemimpin, dengan menyatukan tujuan organisasi dengan tujuan individu atau pegawai, dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran yang telah menjadi komitmen bersama”(Rivai,2009:107)

Berdasarkan pendapat Veithzal Rivai diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang sering dipakai untuk menapai tujuan atau sasaran yang menjadi kesepakatan bersama adalah gaya kepemimpinan yang berdasarkan pola perilaku dan strategi yang disukai seorang pemimpin.

Sementara itu gaya kepemimpinan menurut S Suarli dan Yayang Bahtiar dalam buku Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis adalah “pola

tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan”(Suarli dan Bahtiar, 2006:24)

Pendapat diatas menunjukan bahwa gaya seorang pemimpin merupakan suatu penggabungan dari apa yang pemimpin tersebut inginkan secara individu dan apa yang mejadi tujuan organisasi, dan gaya kepemimpinan tersebut akan terlihat dari pola dan tingkah laku pemimpin tersebut.


(25)

Masih dalam bukunya Veithzal Rivai Kepemiminan dan Perilaku

Organisasi membagi gaya kepemimpinan kedalam beberapa indikator, yaitu :

1. Watak 2. Visi

3. Kemampuan 4. Memberi Motivasi 5. Memberikan Arahan 6. Melakukan Evaluasi (Rivai,2009:105)

Pertama, Watak dianggap sangat penting dalam mempengaruhi orang lain atau bawahan karena sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat atau sifat seseorang.

Kedua, Visi merupakan suatu pandangan jauh tentang tujuan dan apa yag harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara jelas menerangkan gambaran sistem yang ingin dicapai sesuai dengan yang disepakati bersama.

Ketiga, Kemampuan seorang pemimpin merupakan suatu usaha yang secara sistenatis dan dilakukan untuk mengubah situasi dan kondisi ke taraf yang lebih sempurna.

Keempat, Memberi motivasi harus mampu membuat sistem yang bisa mengawasi dinamika diantara para bawahan atau pegawai dan keadaan emosional didalam batin seorang kariawan.

Kelima, Memberikan arahan perintah resmi seorang pemimpin perusahaan kepada bawahannya yang berupa petunjuk untuk melaksanakan sesuatu dan jika tidak dilaksanakan akan mendapat sanksi.


(26)

Keenam, Melakukan evaluasi mrupakan proses pengukuran atau penilaian efektifitas strategi yang digunakan untuk dalam upaya mencapai tujuan suatu perusahaan.

Menurut Harbani Pasolong dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan

Birokrasi mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut :

“Kepemimpinan adalah gaya yang digunakan pemimpin dalam mempengaruhi pengikut atau bawahannya dalam melakukan kerja sama mencapai tujuan yang telah ditentukan”. (Pasolong, 2013:5)

Pendapat diatas menunjukan bahwa dalam pencapaian suatu tujuan sangat perlu adanya gaya kepemimpinan yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya dalam rangka mengarahkan dan mempengaruhi setiap bawahannya.

Keberhasilan pembangunan suatu desa tidak luput dari gaya kepemimpinan seseorang dalam memimpin desa tersebut. Berikut macam-macam gaya kepemimpinan menurut Siagian dalam buku Teori dan Praktek Kepemimpinan.

1. Otokratik 2. Paternalistik 3. Kharismatik

4. Laissez Fire

5. Demokratik (Siagian, 1988:27)

Gaya kepemimpinan yang otokratik adalah gaya seseorang memimpin dengan sangat egois, egoismenya yang sangat besar akan mendorong memutarbalikan kenyataan yang sebenarnya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterprestasikannya sebagai kenyataan.


(27)

Gaya kepemimpin yang paternalistik banyak terdapat dilingkungan masyarakat yang masih bersifat tradisional, salah satu ciri utama dari masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Orang-orang tersebut dihormati terutama karena orang-orang demikian biasanya memproyeksikan sifat-sifat dan gaya hidup yang pantas dijadikan teladan atau panutan oleh para anggota masyarakatnya, dan biasanya di dampingi oleh harapan pengikutnya.

Pemimpin yang kharismatik biasanya memiliki daya tarik yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar, pemimpin yang kharismatik juga seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelakan secara konkret mengapa orang tertentu dikagumi.

Seorang pemimpin yang laissez faire cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi harus dijalankan dan digerakan. Hal ini terjadi karena pemimpin mempunyai presepsi bahwa para bawahannya sudah dewasa sehingga mereka tahu akan kerjaan dan tanggung jawabnya. Karena itu, demikian pandangan pemimpin yang laissez faire, nilai yang tepat dalam hubungan atasan-bawahan adalah nilai yang didasarkan kepada saling mempercayai yang besar.

Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas. Seorang pemimpin yang bersifat demokratik


(28)

biasnya menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa demi tercapainya tujuan dan berbagai sasaran organisasi.

Tercapainya pembangunan suatu desa tidak luput dari gaya kepemimpinan seseorang dalam memimpin desa tersebut. Berikut gaya kepemimpinan situasional menurut Siagian dalam buku Teori dan Praktek Kepemimpinan yaitu Kondisi, Waktu dan Ruang.(Siagian, 1988:17)

Ketiga indikator menurut Siagian diatas merupakan suatu hal yang penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin bergaya situasional dalam memimpin suatu organisasi, begitu pula dengan Kepala Desa Weragati dalam memimpin Desa Weragati, dengan memperhatikan dan memaksimalkan ketiga hal tersebut, Kepala Desa Weragati maka akan didapatkan suatu program-program kerja yang akan berjalan secara optimal, menyangkut kinerja aparatur dalam PNPM mandiri.

Kondisi diluar organisasi mutlak perlu dikenali secara tepat. Misalnya suasana persaingan yang dihadapi oleh suatu desa. Seandainya suatu desa dipimpin oleh seorang pemimpin dengan gaya yang laissez faire misalnya dalam hal pesaingan antar desa mendapat dana bantuan dari pemerintah. Sikap, perilaku dan gaya yang santai yang merupakan satu ciri utama seorang pemimpin yang

laissez faire, akan berakibat fatal apabila dipertahankan terus pada hal desa yang

dipimpinya menghadapi suasana persaingan yang ketat dan bahkan mungkin tidak sehat. Konsistensi gaya kepemimpinan dalam hal ini tidak hanya merugikan diri sendiri, akan tetapi juga merugikan desa sebagai keseluruhan.

Segi kepemimpinan lain yang perlu diperhatikan adalah yang berkaitan dengan faktor waktu, inilah yang dimaksud dengan faktor temporal. Akan ada


(29)

saat-saat tetentu dalam kehidupan organisasi dimana inovasi dan kreativitas merupakan unsur penentu keberhasilan. Misalnya dalam menghadapi tekanan untuk merubah struktur dan cara kerja dalam organisasi sebagai akibat perkembangan teknologi yang mau tidak mau harus diterapkan.

Faktor lain yang perlu mendapat perhatian adalah faktor ruang atau faktor

spatial. Gaya kepemimpinan yang dituntut dalam menggerakan satu organisasi di

satu daerah mungkin saja lain dari gaya kepemimpinan yang diperlukan bila seseorang memimpin organisasi di tempat yang lain. Artinya, sikap dan perilaku yang tegas dan keras mungkin cocok di satu daerah yang penduduknya cenderung bersifat keras juga. Sikap dan perilaku demikian akan tidak cocok bila diterapkan di satu daerah yang penduduknya kebalikan dari sebelumnya.

2.1.3 Pengertian Kepala Desa

Kekepalaan mempunyai konotasi adanya kedudukan dalam hirarkhi organisasi, yang di dalamnya terkandung tugas, wewenang dan tanggung jawab yang telah ditentukan secara formal. Kekepalaan berkaitan dengan wewenang sah berdasarkan ketentuan formal, untuk membawahi dan memberi perintah-perintah kepada kelompok orang-orang “bawahan” tertentu dan dalam bidang masalah tertentu pula. Seorang kepala unit belum tentu dapat menjadi leader. Demikian pula seorang leader belum tentu mempunyai kedudukan sebagai kepala.

Seorang yang tidak mempunyai pengaruh dapat saja menjadi seorang kepala instansi, dan ia baru menjadi seorang leader kalau ia mampu mempengaruhi orang lain. Oleh karena itu, pimpinan yang mengepalai suatu


(30)

organisasi atau salah satu unitnya harus menyadari bahwa kedudukan formal saja belum tentu merubah perilaku anak buahnya sesuai dengan yang diharapkan agar memudahkan dan melancarkan pencapaian tujuan organisasinya, atau mampu menciptakan kerjasama yang baik antara bawahannya.

Bedasarkan pengertian tentang kepemimpinan tersebut di atas, jelas kepemimpinan itu tidak perlu terkait dengan batasan-batasan dan ketentuan-ketentuan formal. Maka seseorang yang melaksanakan kekepalaan mungkin belum dapat disebut sebagai orang pemimpin. la sekaligus dapat disebut sebagai seorang pemimpin, apabila ia juga mampu mempengaruhi bawahan sehingga mereka dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti dan mentaati kehendak atau perintah-perintahnya.

Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat iatiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang pemerintah desa yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mngatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan SDA, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.


(31)

Tipologi dari masyarakat desa dilihat dari kegiatan pokok yang ditekuni masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, selain itu tipologi desa bisa dilihat dari segi pemukiman maupun dari tingkat perkembangan masyarakat desa itu sendiri, dilihat dari segi mata pencaharian pokok yang dikerjakan.

Seorang kepala desa adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang kepala desa adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama, Kepala desa merupakan seorang pemimpin yang mampu mempengaruhi bawahannya dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya.

Kepala Desa adalah pemimpin dari desa di Indonesia. Kepala Desa merupakan pimpinan dari pemerintah desa. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Kepala Desa tidak bertanggung jawab kepada Camat, namun hanya dikoordinasikan saja oleh Camat. Jabatan Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya wali nagari (Sumatera Barat), pambakal (Kalimantan Selatan),

hukum tua (Sulawesi Utara), perbekel (Bali).

Wewenang Kepala Desa antara lain:

1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


(32)

3. Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.

4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD.

Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik (namun boleh menjadi anggota partai politik), merangkap jabatan sebagai Ketua atau Anggota BPD, dan lembaga kemasyarakatan, merangkap jabatan sebagai Anggota DPRD, terlibat dalam kampanye Pemilihan Umum, Pemilihan Presiden, dan Pemilihan Kepala Daerah.Kepala Desa dapat diberhentikan atas usul Pimpinan BPD kepada Bupati/Walikota melalui Camat, berdasarkan keputusan musyawarah BPD. Istilah

Lurah seringkali rancu dengan jabatan Kepala Desa. Memang, di Jawa pada

umumnya, secara historis pemimpin dari sebuah desa dikenal dengan istilah

Lurah. Namun dalam konteks Pemerintahan Indonesia, sebuah Kelurahan

dipimpin oleh Lurah, sedang desa dipimpin oleh Kepala Desa. Tentu saja keduanya berbeda, karena Lurah adalah Pegawai Negeri Sipil yang bertanggung jawab kepada Camat, sedangkan Kepala Desa bisa dijabat siapa saja yang memenuhi syarat (bisa berbeda-beda antar desa) yang dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).


(33)

2.1.4 Pengertian Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM-Perdesaan atau Rural PNPM) merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998. PNPM Mandiri sendiri dikukuhkan secara resmi oleh Presiden RI pada 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah.

2.1.4.1 Gambaran Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Dalam pelaksanaannya, program ini memusatkan kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah perdesaan. Program ini menyediakan fasilitasi pemberdayaan masyarakat/ kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) kepada masyarakat secara langsung. Besaran dana BLM yang dialokasikan sebesar Rp750 juta sampai Rp3 miliar per kecamatan, tergantung jumlah penduduk.

Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses


(34)

perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.

Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Kementrian Dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana pinjaman/hibah luar negeri dari sejumlah lembaga pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank Dunia.

2.1.4.2 Prinsip Pokok PNPM Mandiri Perdesaan

Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan menekankan prinsip-prinsip pokok SiKOMPAK, yang terdiri dari Transparansi dan Akuntabilitas. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung-gugatkan, baik secara moral, teknis, legasl maupun administratif.

Desentralisasi, merupakan kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat, sesuai dengan kapasitasnya.

Keberpihakan pada Orang/ Masyarakat Miskin, yaitu semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Otonomi, Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan


(35)

mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola. Partisipasi/Pelibatan Masyarakat, Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong-royong menjalankan pembangunan.

Prioritas Usulan, Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat, dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas.

Kesetaraan dan Keadilan Gender, Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan tersebut. Kolaborasi, semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar-pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan.

Keberlanjutan, Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

2.1.4.3 Cara Kerja PNPM Mandiri Perdesaan

PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan melalui upaya-upaya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat di wilayah perdesaan melalui tahapan-tahapan kegiatan berikut:

1. Sosialisasi dan penyebaran informasi program. Baik secara langsung melalui fórum-forum pertemuan maupun dengan mengembangkan/


(36)

memanfaatkan media/ saluran informasi masyarakat di berbagai tingkat pemerintahan.

2. Proses Partisipatif Pemetaan Rumahtangga Miskin (RTM) dan Pemetaan Sosial. Masyarakat diajak untuk bersama-sama menentukan kriteria kurang mampu dan bersama-sama pula menentukan rumah tangga yang termasuk kategori miskin/ sangat miskin (RTM). Masyarakat juga difasilitasi untuk membuat peta sosial desa dengan tujuan agar lebih mengenal kondisi/ situasi sesungguhnya desa mereka, yang berguna untuk mengagas masa depan desa, penggalian gagasan untuk menentukan kegiatan yang paling dibutuhkan, serta mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pemantauannya.

3. Perencanaan Partisipatif di Tingkat Dusun, Desa dan Kecamatan. Masyarakat memilih Fasilitator Desa atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) satu laki-laki, satu perempuan untuk mendampingi proses sosialisasi dan perencanaan. KPMD ini kemudian mendapat peningkatan kapasitas untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam mengatur pertemuan kelompok, termasuk pertemuan khusus perempuan, untuk melakukan penggalian gagasan berdasarkan potensi sumberdaya alam dan manusia di desa masing-masing, untuk Menggagas Masa Depan Desa. Masyarakat kemudian bersama-sama membahas kebutuhan dan prioritas pembangunan di desa dan bermusyawarah untuk menentukan pilihan jenis kegiatan pembangunan yang prioritas untuk didanai. PNPM Mandiri Perdesaan


(37)

sendiri menyediakan tenaga konsultan pemberdayaan dan teknis di tingkat kecamatan dan kabupaten guna memfasilitasi/membantu upaya sosialisasi, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Usulan/gagasan dari masayarakat akan menjadi bahan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)

4. Seleksi/ Prioritas Kegiatan di Tingkat Desa dan Kecamatan. Masyarakat melakukan musyawarah di tingkat desa dan kecamatan untuk memutuskan usulan kegiatan prioritas yang akan didanai. Musyawarah ini terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan yang paling prioritas/ mendesak. Keputusan akhir mengenai kegiatan yang akan didanai, diambil dalam forum musyawarah antar-desa (MAD) di tingkat kecamatan, yang dihadiri oleh wakil–wakil dari setiap desa dalam kecamatan yang bersangkutan. Pilihan kegiatan adalah open menu untuk semua investasi produktif, kecuali yang tercantum dalam daftar larangan (negative list). Dalam hal terdapat usulan masyarakat yang belum terdanai, maka usulan tersebut akan menjadi bahan kajian dalam Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

5. Masyarakat Melaksanakan Kegiatan Mereka. Dalam forum musyawarah, masyarakat memilih anggotanya sendiri untuk menjadi Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) di setiap desa untuk mengelola kegiatan yang diusulkan desa yang bersangkutan dan mendapat prioritas pendanaan program. Fasilitator Teknis PNPM Mandiri


(38)

Perdesaan akan mendampingi TPK dalam mendisain sarana/prasarana (bila usulan yang didanai berupa pembangunan infrastruktur perdesaan), penganggaran kegiatan, verifikasi mutu dan supervisi. Para pekerja yang terlibat dalam pembangunan sarana/prasarana tersebut berasal dari warga desa penerima manfaat.

6. Akuntabilitas dan Laporan Perkembangan. Selama pelaksanaan kegiatan, TPK harus memberikan laporan perkembangan kegiatan minimal dua kali dalam pertemuan terbuka desa, yakni sebelum program mencairkan dana tahap berikutnya dan pada pertemuan akhir, dimana TPK akan melakukan serah terima kegiatan kepada desa, serta badan operasional dan pemeliharaan kegiatan atau Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana (TP3)

2.1.5 Pengertian Kinerja

Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan tugas organisasi, baik itu dalam lembaga pemerintahan maupun swasta. Kinerja berasal dari bahasa job performanceatau

atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang di capai

oleh seseorang atau suatu institusi).

Kamus bahasa indonesia. Berikut pengertian kinerja :

“Menurut Anwar Prabu Mangku Negara dalam bukunya yang berjudul evaluasi kinerja sumber daya manusia kinerja sumber daya manusia adalah pre stasi kerja atau hasil kerja output baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai dalam persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. (Mangku Negara 2005:9)


(39)

Kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu organisasi atau lembaga pemerintahan dalam mencapai misinya. Untuk organisasi atau lembaga pemerintahan pelayana publik, informasi kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaia terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis.

Berhasil tidaknya tujuan dan cita-cita dalam organisasi pemerintahan tergantung bagaimana proses kinerja itu dilaksanakan. Kinerja tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebagaimana yang dikemukakan oleh Keith Davis dalam buku Anwar Prabu Mangku Negara.

1. Faktor Kemampuan Ability

Secara psikologis, kemampuan ability terdiri dari kemampuan IQ dan kemampuan reality knowledge+skill. Artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki Iqsuperior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatan dan terampil dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari maka akan mudah menjalakan kinerja maksimal.

2. Faktor Motivasi Motivation

Motivasi diartikan sebagai suatu sikap attitude pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja situation dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif fro terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka berfikir negatif kontra terhadap situasi kerjanya akan menunjukan pada motivasi kerja yang rendah. Situasi yang dimaksud meliputi hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.”


(40)

Berdasarkan pengertian diatas bahwa suatu kinerja sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan penghambat berjalannya proses kerja untuk mencapai kinerja yang maksimal, faktor tersebut meliputi faktor yang berasal dari

intern maupun ekstern. Dalam menilai kerja apakah sudah berjalan dengan apa

yang direncanakan perlu diadakan suatu evaluasi kinerja sebagaimana yang dikemukakan oleh Andrew E. Sikula dalam buku Anwar Prabu Mangku Negara.

“Evaluasi kinerja atau penilaian merupakan penilaian yang sistematis dari pekerjaan dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penaosiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa objek orang ataupun sesuatu barang.”(Mangku Negara, 2005:69)

Dari beberapa pendapat tentang penilaian atau evaluasi kinerja dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk menilai kerja pegawai dan organisasi. Disamping itu juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja dengan tepat dan memberikan tanggung jawab kepada pegawai atau organisasi sehingga dapat meningkatkan kinerjanya dimasa yang akan datang.

2.1.6 Pengertian Aparatur

Aparatur merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu lembaga pemerintahan bila dibandingkan dengan faktor-faktor lain seperti uang, komputer dan internet. Oleh karena itu, sumber daya aparatur harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi pemerintahan untuk mewujudkan profesional kerja pegawai dalam melakukan pekerjaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Soewarno Handayaningrat bahwa :


(41)

“Aparatur adalah aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam menyelenggarakan pemerintahan atau negara, sebagai alat untuk mencapai tujuan nasional. Aspek organisasi itu terutama pengorganisasian atau kepegawaian”.(Soewarno, 1982:154)

Pendapat tersebut mengemukakan bahwa aparatur merupakan aspek-aspek administrasi yang diperlukan oleh pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan atau Negara. Sedangkan Sarwono mengemukakan lebih jauh tentang aparatur pemerintahan bahwa yang dimaksud tentang aparatur pemerintahan ialah orang-orang yang menduduki jabatan dalam kelembagaan pemerintahan. (Soewarno, 1982:154)

Kinerja aparatur tidak lepas dari apa yang dinamakan dengan sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penunjang dalam menjalankan tugas kepegawaian bagi aparatur. Setiap aparatur mempunyai tugas menjalankan fungsi organisasi dan pemerintahan dengan baik dan terarah, berikut pengertian tentang sumber daya aparatur.

Sumber daya aparatur menurut Badudu dan Sutan dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, adalah terdiri dari kata sumber yaitu, tempat asal dari mana sesuatu datang, daya yaitu usaha untuk meningkatkan kemampuan, sedangkan aparatur yaitu pegawai yang bekerja di pemerintahan. Jadi, sumber daya aparatur adalah kemampuan yang dimiliki oleh pegawai untuk melkukan sesuatu. (Badudu dan Sutan, 1996:1372)

Berdasarkan pendapat diatas, bahwa sumber daya aparatur merupakan skill

yang dimiliki seorang pegawai yang berkemampuan untuk melakukan pekerjaan yang telah dibebankan kepadanya. Sumber daya aparatur merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan kinerja suatu pemerintahan. Untuk itu sumber


(42)

daya aparatur perlu dikelola melalui pemberian pendidikan dan pelatihan yang diterapkan oleh pemerintah, untuk mengembangkan sumber daya aparatur. Sehingga kinerja suatu pemerintahan khususnya pemerintah Provinsi Jawa Barat Pada Badan Pertanahan Kabupaten Cirebon dapat mewujudkan profesional pegawai. Sehingga kinerja aparatur tersebut berdasarkan jabatan dan pekerjaan yang dibebankan kepada aparatur tersebut.

Berhubungan dengan pengertian di atas, untuk mewujudkan profesional pegawai. Menurut Jhon M. Echols dan Hassan Shadily dalam kamus Inggris

Indonesia, bahwa profesional adalah tenaga ahli, pekerjaan yang sesuai dengan

bidangnya, dan berdasarkan jabatan. (Echols dan Hassan, 1996:449)

2.1.7 Pengertian Kinerja Aparatur

Kerangka organisasi terdapat hubungan kinerja perorangan (individual

performance) dengan kinerja organisasi (organization performance). Suatu

organisasi pemerintah maupun swasta besar maupun kecil dalam tujuan yang telah ditetapkan harus melalui kegiatan-kegiatan yang digerakan oleh orang atau sekelompok orang yang aktif berperan sebagai pelaku, dengan kata lain tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena adanya upaya yang dilakukan oleh orang atau kinerja aparatur dalam organisasi tersebut.

Kinerja organisasi akan sangat ditentukan oleh faktor aparaturnya karena itu dalam mengukur kinerja suatu organisasi sebaiknya diukur dalam tampilan kinerja dari aparaturnya. Terdapat beberapa pengertian dari kinerja aparatur yang diungkapkan oleh beberapa pakar berikut ini :


(43)

Adapun pengertian kinerja aparatur yang dikemukakan oleh Agus Dharma dalam bukunya “Manajemen Prestasi” yaitu sebagai berikut : “Kinerja aparatur adalah sesuatau yang dicapai oleh aparatur, prestasi kerja yang diperhatikan oleh aparatur, kemampuan kerja dikaitkan dengan penggunaan peralatan kantor”. (Dharma, 1991:105)

Pendapat tersebut mengemukakan bahwa kinerja aparatur merupakan hasil yang dicapai dari suatu kegiatan aparatur pada sebuah organisasi yang tidak lepas dari memanfaatkan peralatan kantor yang menunjang pada suatu pencapaian hasil tujuan organisasi.

Sejalan dengan pengertian tersebut, A.A. Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya “Evaluasi Kinerja SDM”, mengatakan bahwa:

“Kinerja aparatur adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang aparatur dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”(Mangkunegara, 2005:9)

Berdasarkan pengertian diatas bahwa kinerja aparatur sangat erat kaitannya dengan hasil kerja apalagi jika melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab akan menghasilkan hasil kerja yang memiliki kualitas dan kuantitas.

Pengertian kinerja aparatur menurut Bambang Kusriyanto yang dikutip oleh Harbani Pasolong dalam bukunya “Teori Administrasi Publik” adalah “Kinerja aparatur adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi”. (Pasolong, 2007:175)

Berdasarkan pengertian kinerja aparatur dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa kinerja aparatur erat kaitannya dengan hasil pekerjaan


(44)

seseorang dalam suatu organisasi, hasil pekerjaan tersebut dapat menyangkut kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu. Berikut penilaian kinerja apakah sudah berjalan dengan apa yang direncanakan sebagaimana yang dikemukakan oleh Salim dan Woodward.

“Kinerja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi, efesiensi, efektifitas, dan persamaan pelayanan”(Salim dan Woodward, 1992:52). Berdasarkan pengertian kinerja yang dikemukakan oleh Salim dan Woodward, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa kinerja yang baik adalah kinerja yang didalamnya memiliki pertimbangan-pertimbangan ekonomi, efesiensi, efektifitas dan persamaan pelayanan.

Dalam konteks kinerja Kumoromotomo menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, antara lain :

1. Efesiensi

Efesiensi menyangkut pertimbangan tentangkeberhasilan organisai pelayanan publik mendapatkan laba, mamanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakn kriteria efesiensi yang sangat relevan.

2. Efektifitas

Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaintannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

3. Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.


(45)

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenhi kriteria daya tanggap ini.

(Kumoromotomo, 1996:52)

Berdasarkan indikator-indikator dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa kinerja aparatur dapat dikatakan berkualitas dalam tingkatannya apabila berdasarkan indikator efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap atau responsivitas.

Kinerja tidak lepas dari beberapa indikator yang mempengaruhi. Berikut indikator yang mempengaruhi kinerja sebagaimana yang dikemukakan oleh Dwiyanto dalam buku Reformasi Birokrasi Publik.

1. Produktivitas 2. Kualitas Layanan 3. Responsivitas 4. Responsibilitas 5. Akuntabilitas (Dwiyanto, 1995:50)

Konsep produktivitas diatas tidak hanya mengukur tingkat efesiensi, tetapi juga efektivitas. Produksivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input

dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General

Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas

yang lebih luas dengan memasukan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator yang penting.

Kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikaor kinerja organisasi publik. Keuntungan menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali


(46)

tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh dari media masa atau diskusi publik. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik.

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukan sebagai salah satu indkator karena secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukan dengan ketidak selarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula.

Menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit (Lenvine, 1990). Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas.


(47)

Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu mempresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

2.1.8 Teori Penghubung Gaya Kepemimpinan Dengan Kinerja Aparatur Adanya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja aparatur diperjelas oleh pendapat Siagian “keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi terttentu, sangat tergantung pada mutu kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan”.(Siagian, 1991:2)

Pendapat di atas menunjukan bahwa besarnya peran seorang pemimpin dalam suatu organisasi sehingga seorang pemimpin diharapkan mampu untuk memotivasi, mengarahkan, mempengaruhi dan berkomunikasi yang baik dengan


(48)

bawahannya sehingga aparatur bawahannya dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dengan lebih baik.

Sejalan dengan pengertian diatas, Harbani Pasolong memperjelas dalam

bukunya “Kepemimpinan Birokrasi”, mengatakan bahwa:

“Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi, mengarahkan, mendorong, dan mengendalikan bawahannya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efisien dan efektif”. (Pasolong, 2013:37)

Pendapat diatas menunjukan bahwa peran seorang pemimpin dituntut untuk cerdas membaca situasi yang ada dan menyesuaikan gaya memimpinnya supaya tugas dan fungsi mengarahkan dan mempengaruhi bawahannya sehingga kinerja aparatur kedepannya akan menjadi lebih baik.

Bedasarkan beberapa teori yang dikemukakan sebelumnya menerangkan bahwa adanya hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja Aparatur. Terlihat jelas bahwa untuk mencapai tujuan suatu kelompok atau organisasi pemerintahan sangat diharapkan para aparatur yang mempunyai kinerja dengan sangat baik. Para aparatur dapat bekerja secara maksimal dan bekerja dengan dengan sangat baik tidak lepas dari peran seorang pemimpin yang suka memberikan masukan, membimbing, mengarahkan dan memberikan contoh yang baik.

2.2 Kerangka Pemikiran

Gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin sangat berpengruh terhadap kinerja aparatur gaya kepemimpinan merupakan suatu cara atau sikap seorang pemimpin dalam memimpin bawahannya. Oleh karena itu,


(49)

Dalam sebuah organisasi keberhasilan seorang pemimpin dalam memimpin bawahannya harus memiliki gaya kepemimpinan memimpin agar aparat yang dipimpinnya dapat bekerja dengan baik.

Berangkat dari bagaimana gaya seorang pemimpin dalam memimpin aparatur bawahannya yang bertujuan mempengaruhi aparatur bawahannya agar dapat bekerja secara produktivitas, responsivitas, responsibilitas, akuntabilitas

dan berdasarkan kualitas layanan yang baik bagi msyarakat.

Seorang pemimpin yang tepat untuk dijadikan sebagai contoh dan panutan bagi aparatur bawahannya dalam bekerja adalah seorang pemimpin yang mempunyai kapasitas untuk membaca situasi yang dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapinya. Siagian memaparkan bahwa indikator gaya kepemimpinan ada tiga yaitu, kondisi, waktu dan ruang.

Kondisi diluar organisasi mutlak perlu dikenali secara tepat. Misalnya suasana persaingan yang dihadapi oleh suatu desa. Seandainya suatu desa dipimpin oleh seorang pemimpin dengan gaya yang laissez faire misalnya dalam hal pesaingan antar desa mendapat dana bantuan dari pemerintah. Sikap, perilaku dan gaya yang santai yang merupakan satu ciri utama seorang pemimpin yang

laissez faire, akan berakibat fatal apabila dipertahankan terus pada hal desa yang

dipimpinya menghadapi suasana persaingan yang ketat dan bahkan mungkin tidak sehat. Konsistensi gaya kepemimpinan dalam hal ini tidak hanya merugikan diri sendiri, akan tetapi juga merugikan desa sebagai keseluruhan.


(50)

Segi kepemimpinan lain yang perlu diperhatikan adalah yang berkaitan dengan faktor waktu, inilah yang dimaksud dengan faktor temporal. Akan ada saat-saat tetentu dalam kehidupan organisasi dimana inovasi dan kreativitas merupakan unsur penentu keberhasilan. Misalnya dalam menghadapi tekanan untuk merubah struktur dan cara kerja dalam organisasi sebagai akibat perkembangan teknologi yang mau tidak mau harus diterapkan.

Faktor lain yang perlu mendapat perhatian adalah faktor ruang atau faktor

spatial. Gaya kepemimpinan yang dituntut dalam menggerakan satu organisasi di

satu daerah mungkin saja lain dari gaya kepemimpinan yang diperlukan bila seseorang memimpin organisasi di tempat yang lain. Artinya, sikap dan perilaku yang tegas dan keras mungkin cocok di satu daerah yang penduduknya cenderung bersifat keras juga. Sikap dan perilaku demikian akan tidak cocok bila diterapkan di satu daerah yang penduduknya kebalikan dari sebelumnya.

Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti diharapkan dapat menentukan seberapa besar gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi yang ada agar pemimpin dapat mempengaruhi para aparatur bawahannya dalam bekerja dan dapat menghasilkan kinerja aparatur yang sangat berkualitas.

Kerangka pemikiran diatas dapat dilihat dalam model kerangka penelitian sebagai berikut:


(51)

Gambar 2.1

Model Kerangka Pemikiran Variabel X

Gaya Kepemimpinan

Variabel Y Kinerja Aparatur 1. Kondisi

2. Waktu 3. Ruang

(Siagian, 1988:17)

1. Produktivitas 2. Kualitas Layanan 3. Responsivitas 4. Responsibilitas 5. Akuntabilitas (Dwiyanto, 1995:50)

2.3 Hipotesis

Uji hipotesis penelitian digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian secara komprehensif, yaitu besarnya Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Kinerja Aparatur Desa Weragati Kabupaten Majalengka ditentukan oleh sub variabel gaya kepemimpinan situasional yaitu kondisi, waktu ruang, dan sub variabel kinerja aparatur yaitu produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas.

Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :

H0 = Tidak ada pengaruh gaya kepemimpinan kepala desa terhadap kinerja aparatur Desa Weragati Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka.

H1 = Ada pengaruh gaya keemimpinan kepala desa terhadap kinerja aparatur Desa Weragati Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka.


(52)

39 3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Sejarah Desa Weragati

Sejarah desa ini disusun berdasarkan cerita rakyat yang beredar secara turun-temurun dan dihubungkan dengan bukti-bukti sejarah yang ada sebagai pendukung. Desa Weragati berdiri sekitar akhir abad ke-16, sejak dibukanya hutan belantara dipinggir sungai ciherang untuk dijadikan pemukiman, yang kemudian diberi nama “Wanagati” (hutan lebat yang indah). Sebagai penghormatan jasa-jasa, tokoh pembuka hutan tersebut dijuluki “Buyut Wanagati”.

Setelah pemukiman tersebut semakin luas dan penghuninya semakin banyak, maka berkembang menjadi sebuah desa yang diberi nama “Weragati” (indah nan lestari). Pada masa itu, wilayah Desa Weragati cukup luas hingga mencakup Desa Nanggewer, dan di pimpin oleh para demang yang memiliki kesaktian tinggi seperti Demang Sisipi, Demang Jaya Maindra, Demang Rangajaya, Demang Ranggapati dan Demang Kalang Banteng.

Khusus mengenai Demang Kalang Banteng, nama ini sebenarnya merupakan julukan atas keaktian dan tenaganya yang luar biasa laksana banteng. Menurut sebuah versi cerita, tokoh ini gugur dalam Perang Bantarjati pada saat membantu tokoh sejarah Ki Bagus Ranginmengusir penjajah.


(53)

Selanjutnya, sejalan dengan terjadinya penyerahan daerah kekuasaan kerajaan sumedang larang bagian timur mulai cilintung sampai brebes kepada Kesultanan Cirebon, maka pengaruh-pengaruh cirebonpun semakain kuat masuk ke Weragati. Julukan demang bagi seorang kepala desa, berubah menjadi Kuwu. Dan karna seorang Kuwu merupakan seorang tokoh yang sangat bepengaruh dan dituangkan oleh masyarajatnya, maka selain sebagai pemimpin pemerintah juga harus mampu menjadi petugas pernikahan warganya yang merupakan tugas seorang “Lebe”. Itulah sebabnya, kepala desa pada saat itu disebut “Bewu” yang berarti Kuwu merangkap Lebe.

Masa pemerintahan Bewu berjalan sekitar 45 tahun. Pada masa itu terjadi sebuah peristiwa penting saat Bewu menikahkan anak perempuannya dimeriahkan dengan pagelaran wayang. Pesta perkawinan berakhir dengan kekacauan karena pengantin perempuan tergoda oleh sang dalang wayang yang kemudian membawa lari perempuan dan ditemukan dipohon beringin. Bewupun murka dan mengeluarkan “supata” (kutukan) bahwa sejak saat itu di Weragati dengan semua keturnannya tidak boleh ada wayang dan pohon beringin.

Setelah era pemerintahan Bewu, Kepala Desa Weragati dijabat oleh Jasri yang memerintah selama 20 tahun. Pada masa itu, Nanggewer resmi terpisah dari Weragati dan berdiri sendiri sebagai sebuah desa.

Pengganti Jasri adalah Siah. Walaupun memerintah selama satu tahun, Siah berhasil memindahkan pusat pemerintahan Desa Weragati dari Dukuh Maja ketempat yang sekarang. Pemerintah Desa Weragati kemudian dipimpin oleh


(54)

Ajem yang berhasil mendirikan sebuah pesantren di dukuh katuk (RW. 01 Blok Dalem).

Pengganti Ajem adalah Wangsa Dinata. Pada masa ini Weragati mencapai jaman keemasan dengan dibangunnya Mesjid Jami Nur Huda dan Balai Desa pada tahun 1893,sekolah (sekarang Bangunan TK Binangkit) tahun 1926,serta menciptakan tata ruang Desa Weragati dengan membuat jalan lingkar desa.Atas berbagai keberhasilan itu, pada tahun 1935 Desa Weragati mendapat penghargaan Bintang Jasa dari pemerintah Hindia Belanda.

Masa Pemerintahan Wangsa Dinata berakhir pada tahun 1936 dan diganti Kasah hingga tahun 1941.Pada masa pemerintah Kasah, dilakukan pematan lingkungan alun-alun, termasuk penanaman pohon kelapa disekelilingnya.

Tahun 1942 Jeni menggantikan Kasah selama satu tahun karna meninggal dunia, dan digantikan oleh Murhawi Nata Sasmita berakhir karna ditahan Belanda, dan diganti oleh Naspan hingga tahun 1950.

Naspan digantikan oleh Madrawi. Pada masa ini, pembangunan Desa Weragati kembali berkembang. Pada tahun 1952 dibangun Sekolah Dasar Gotong Royong (sekarang SDN1) dan lapangan sepak bola. Pada tahun 1958 Weragati untuk pertama kali dapat kunjungn seorang Gubernur Jawa Barat (Bapak Mashudi), karna berhasil menjadi juara kebersihan sekolah tingkat Provinsi.

Tahun 1963 Madrawi berhenti karna lanjut usia, dan digantikan Rusgi Alsaenah hinga tahun 1968. Pada masa itu, pembangunan desa kembali terhambat sehubungan dengan terjadinya gejolak politik nasional, terutama meletusnya G30S/PKI. Pembangunan mulai berjalan kembakli pada masa pemerintahan Basar


(55)

yang menggantikan Rusgi Al Saenah tahun 1968. Basar mulai menerapkan system pemerintahan moderen di samping meneruskan arah pembangunan para pendahulunya. Berbagai perstasi telah dicapai seperti juara II lomba Desa tingkat Provinsi, dan Weragati untuk kedua kalinya mendapat kunjungan Gubernur (Aang Kunaefi).

Dalam bidang infastruktur BASAR behasil membangun jalan-jalan gang yang menghubungkan jalan lingkar desa dengan jalan raya dan membangun bendungan Batu Nunggul.

Awal tahun 1980 Basar habis masa jabatannya dan digantikan M.Yunus Badasena, yang menjabat selama satu setengah tahun karna meninggal dunia. Dan untuk mengisi kekosongan Kabawati diangkat menjadi pejabat kepala desa hingga tahun 1984 saat Basar terpilih kedua kalinya menjadi Kepala Desa.

Masa pemerintahan Basar periode ke-2 dilalui dengan pencapaian berbagai prestasi. Beliau berhasil merehab Mesjid Nurul Huda, pembanguna SD Impres (sekarang SDN III) dan SDN II, serta membangun jembatan ciherang menjadi permanen. Weragati juga dinobatkan sebagai Desa Binaan Pemuda tingkat Provinsi Jawa Barat dan dikunjugi Menpora, Bpk Akbar Tanjung.

Tanggal 18 oktober 1993 Ali Hasan menggantikan Basar yang sudah habis masa jabatannya. Dengan visi yang cukup tajam serta pengalamannya ikut merancang konsep-konsep pembangunan Weragati pada saat kepemimpinan Basar dan sebagai Kepala Desa yang cukup berhasil di Sulawesi Tenggara, Ali Hasan berhasil meletakan pondasi-pondasi kemajuan Desa yang belum tergarap pada masa pemerintahan Basar.


(56)

Beliau berhasil melakukan pengaspalan jalan gang diseluruh wilayah Weragati, dan membangun pasar desa walaupun belum sampai tuntas karna habis masa jabatan. Dalam bidang pendidikanberhasil menetapkan MTsN Palasah di Desa Weragati, dan dalam bidang kesehatan beliau berhasil membangun Puskesmas Pembantu (Pustu), serta mengganti pohon kelapa yang sudah terlalu tua dengan pohon mangga.

Tahun 2001, Ali Hasan digantikan Jono Harjono S.S walaupun tidak sampai tuntas memangku jabatan karna mengundurkan diri, Jono Harjono S.S berhasil merehab kembali Balai Desa dan memasang paving blok di alun-alun, serta merehab SDN III.

Tahun 2004 Jono Harjono S.S mengundurkan diri, dan untuk mengisi jabatan Kepala Desa diangkat Jayus yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Desa menjadi Penjabat Sementara Kepala Desa. Walaupun hanya selama 8 bulan jabatannya, Jayus telah berhasil membangun pagar lingkungan Mesjid Nurrul Huda dan berhasil menyelenggarakan pemilhan Kepala Desa.

Tanggal 22 juli 2005, Drs Askari dilantik menjadi Kepala Desa hingga sekarang dengan visi “Tercapainya Sugih Mukti dan mewujudkan Panca Sembada berbasis masyarakat religius dan partisipatif, Askari berusaha menciptakan lima kemandirian desa dalam bidang pangan, pendidikan, kesehatan, perekonomian (daya beli), dan pemerintahan dengan berpedoman kepada kaedah-kaedah religius dan partisipasi masyarakat. Dalam bidang pangan, Askari berhasil menumbuhkan lumbung pangan di setiap RW. Bidang pendidikan berhasil merehab TK “Binangkit”, rehab SDN I dan II, membangun Madrasah “Miftahull Rahmat” dan


(57)

“Al-Kautsar”, membangun PAUD/Kober “puputon” dan membangun perpustakaan “Binekas” yang sempat menjadi perpustakaan desa terbaik di Jawa Barat.

Bidang kesehatan beliau berhasil meningkatkan stara posyandu dari purnama menjadi mandiri dan membangun tempat pembuangan akhir sampah, hingga Weragati menjadi juara lomba Desa Siaga tingkat abupaten Majalengka Tahun 2008 dan Juara II lomaba 10 program PKK tingkat Jawa Barat tahun 2007. Bidang perekonomian, beliau berhasil mengembangkan koprasi “Bina Mandiri”, menciptakan produk-produk umggulan desa, dan lembaga ekonomi mikro, hingga Weragati dinobatkan menjadi desa pertumbuhan terbaik di Jawa Barat tahun 2007.

Bidang pemerintahan, berhasil diterapkan otonomi sampai ke tingkat RW, dan berhasil menjadi juara II lomba Desa tingkat Provinsi dan dijadikan tempat penyeleggaraan bulan bakti gotong royong tingkat provinsi tahun 2007 yang dihadiri Gubernur Dani Setiawan.

3.1.2 Visi Dan Misi Desa Weragati

Visi dan misi merupakan dua faktor yang saling berhubungan untuk menuju kedalam perubahan yang lebih baik, untuk itu Desa Weragati mempunyai visi dan misi sebagai berikut:

3.1.2.1 Visi Desa Weragati

WERAGATI SUGIH MUKTI RAHARJA PANA SENBADA (Weragati subur makmur mandiri dalam 5 indikator)


(58)

1. Bidang Pangan 2. Bidang Pendidikan 3. Bidang Kesehatan 4. Bidang Perekonomian 5. Bidang Pemerintahan

3.1.2.2 Misi Desa Weragati

1. terpenuhnya kebutuhan bahan pangan masyarakat melalui sistem pengelolaan tanah titisara dan tersdianya lumbung pangan sebagai sentra ketahanan pangan di tiap RW.

2. Menciptakan generasi Weragati yang terbina dan terdidik sejak usia dini baik mental, spiritual dan intelektual.

3. Menciptakan masyarakat Weragati yang sehat sejak dalam kandungan melalui pelaksanaan program Desa Siaga, Revitalisasi pos yandu dan menjag ingkungan bersih dan sehat.

4. Meningkatkan kualias dan kuantitas KUMKM (Koperasi Usaha Menengah Kecil Mikro), mendorong serta mendukung dan meindungi sistem usaha dan pelaku usaha.

5. Mendorong pelaksanaan otonomi RW dan menciptakan pelaanan prima kepada masyarakat.

3.1.2.3 Struktur Organisasi Desa Weragati

Bedasarkan Peraturan Daerah No. 14 Tahun 2006 tentang tugas dan fungsi Kepala Desa berserta aparaturnya. Adapun tugas dan kewajiban Kepala Desa beserta Aparaturnya yaitu:


(1)

4.4 Analisis Koefisien Kolerasi Pearson Product moment

Untuk melihat keeratan hubungan antara variabel yang sedang diteliti, yaitu gaya kepemimpinan situasional dengan kinerja aparatur di hitung dengan rumus Pearson Produc moment yaitu:

  

 

 

  2 2 2 2 y y N x x N y x xy N r

Korelasi Pearson Produc moment dihitung dengan menggunakan bantuan software SPSS untuk mempermudah pekerjaan dan supaya hasilnya lebih akurat karena perhitungan kolerasi Pearson Produc moment secara manual cukup rumit dan memungkinkan terjadinya kesalahan dalam perhitungannya. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.33

Kolerasi Pearson Productmoment

Correlations

Gaya Kepemimpinan

Situasional

Kinerja Aparatur

Gaya Kepemimpinan Situasional

Pearson Correlation 1 .145 Sig. (2-tailed) .165

N 94 94

Kinerja Aparatur

Pearson Correlation .145 1 Sig. (2-tailed) .165

N 94 94

Menurut hasil perhitungan kolerasi Pearson Produc moment di atas, diperoleh nilai koefisien kolerasi antara variabel gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja aparatur sebesar 0.145, Berdasarkan kriteria keeratan hubungan,


(2)

108

maka hubungan variabel gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur termasuk dalam kategori hubungan sangat lemah.

4.5 Pengujian Hipotesis

Untuk membuktikan seberapa besar hubungan antara gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja aparatur maka, dilakukan pengujian dengan hipotesis statistik sebagai berikut:

H0 : ρ = 0 Tidak ada pengaruh antara gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur Desa Weragati

H1 : ρ > 0 Ada pengaruh antara gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur Desa Weragati

Untuk menguji hipotesis di atas digunakan statistik uji t dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

406 , 1 97584207 , 93 145 , 0 978975 , 0 92 145 , 0 021025 , 0 1 92 145 , 0 145 , 0 1 2 94 145 , 0 1 2 2 2            t t t t t r n r thitung

Menurut tabel distribusi t-student untuk tingkat signifikasi 10 % (α = 0.1) dan derajad bebas 92 ( n-2 ) diperoleh nilai t tabel = 1.658, berdasarkan kriteria pengujian hipotesis diatas t hitung = 1,406 < t tabel = 1.662. Jadi H0 ditolak dan H1


(3)

diterima, artinya adalah ada pengaruh yang tidak signifikan antara gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur Desa Weragati.

4.6 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh antara gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur Desa Weragati. Koefisien determinasi diperoleh dari nilai kolerasi, yaitu dengan mengkuadratkan koefisien kolerasi (r 2), dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien determinasi sebagai berikut:

KD = r 2 x 100% = (0,145)2 x 100% = 0.021025 x 100% = 2,10 %

Ada pengaruh antara gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur Desa Weragati sebesar 2,10%, sementara sisanya 97,90 % di pengaruhi oleh faktor lain.

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi sebesar 2,10%. Hal ini menunjukan adanya pengaruh gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur perangkat desa dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri, akan tetapi pengaruh itu sangat kecil bahkan bisa dianggap tidak ada pengaruh. Hal ini terjadi karena kinerja aparatur perangkat desa masih dipengaruhi oleh faktor lain, salah satunya adalah adanya masyarakat yang pro dan kontra terhadap masa kepemimpinan kepala desa sekarang, serta masih


(4)

110

melekatnya gaya kepemimpinan kepala desa sebelumnya tergadap kinerja aparatur perangkat Desa Weragati.


(5)

111 5.1 Kesimpulan

Bertitik tolak dari hasil penelitian, analisis data dan pembahasan mengenai masalah pengaruh gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur dalam program nasional pmberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri desa weragati kecamatan palasah kabupaten majalengka, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Variabel X yaitu gaya kepemimpinan situasional berada dalam kategori baik, hal ini menunjukan bahwa gaya kepemimpinan situasional dapat dikatakan efektif, karena dari hasil pengolahan data jumlah skor tanggapan responden berjumlah 3270 yang menurut garis kontinum berada pada kategori baik. 2. Variabel Y yaitu kinerja aparatur berada dalam kategori baik, hal ini

menunjukan bahwa kinerja aparatur Desa Weragati mendapat kepercayaan dari masyarakat, karena dari hasil pengolahan data jumlah skor tanggapan responden berjumlah 3586 yang menurut garis kontinum berada pada kategori baik.

3. Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi, pengaruh antara gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur sebesar 2,10%. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh antara variabel x dan variabel y itu sangat kecil bahkan bisa dianggap tidak ada, karena masih dipengaruhi oleh faktor yang lain.


(6)

112

5.2 Saran-Saran

Peneliti akan mencoba mengajukan beberapa saran untuk Desa Weragati sebagai sumbangan pemikiran dari peneliti berdasarkan hasil penelitian, observasi di lapangan dan analisis data yang peneliti lakukan. Adapun saran-saran tersebut adalah:

1. Gaya kepemimpinan situasional kepala desa diharapkan dapat ditingkatkan lagi, agar dapat dirasakan oleh setiap aparatur perangkat Desa Weragati. Upaya pemerintah dalam mempengaruhi aparatur terhadap kinerjanya, dengan memahami situasi dan kondisi yang ada merupakan kunci keberhasilan terhadap gaya kepemimpinan yang dipakai.

2. Kinerja aparatur perangkat Desa Weragati dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri agar lebih ditekankan lagi kepada setiap aparaturnya. Karena setiap aparatur mempunyai tanggungjawab yang sama terhadap keberhasilan program PNPM Mandiri yang dijalankan.

3. Hubungan antara gaya kepemimpinan situasional kepala desa terhadap kinerja aparatur agar di perbaiki lagi melalui evaluasi program kerja PNPM Mandiri yang sudah berjalan. Seyogyanya hal tersebut dapat dijadikan kunci keberhasilan terhadap suatu program baru yang akan dijalankan.


Dokumen yang terkait

Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik Studi Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi)

15 191 104

Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) mandiri Pedesaan terhadap Pembangunan Desa di desa Suka Damai.

12 108 132

Sosialisasi Pemanfaatan Fasilitas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (Study Deskriptif di Desa Purbadolok, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbanghasundutan)

4 63 111

Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan ( Studi Kasus Irigasi Pertanian Di Desa Aritonang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara)

3 57 116

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Peningkatan Pertisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan (Studi Pada Desa Galang Suka Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

18 209 128

Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Desa Pulo Dogom Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten Labuhan Batu Utara

1 39 106

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa...

9 93 2

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa

3 35 1

Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

2 51 132

PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERKOTAAN DI DESA KETAON KECAMATAN BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

0 0 7