Implementasi Teori-Teori HAM di Indonesia

2.4 Implementasi Teori-Teori HAM di Indonesia

1) Teori Hak Kodrati Teori hak kodrati melahirkan Fundamental Rights atau Basic Rights, yaitu:

a) Hak untuk hidup

b) Hak bebas dari penyiksaan

c) Hak untuk bebas dari perbudakan

d) Hak untuk bebas beragama

e) Equlity before the law

f) Hak untuk tidak dituntut oleh hukum yang berlaku surut atau non retroaktif atau ex post facto

48 Andrey Sujatmoko, op. cit., hlm. 7. Lihat dalam Scott Davidson, op. cit., hlm. 10. Lihat juga dalam Rhona K. M. Smith, op. cit., hlm. 19-20.

g) Hak untuk tidak dituntut secara pidana atas kegagalan memenuhi kewajiban kontraktual. Di Indonesia cenderung menggunakan teori hak kodrati karena setiap warga Negara telah memiliki hak asasi manusia/fundamental rights sejak mereka lahir bahkan sejak dalam kandungan. Ada atau tidak adanya hukum/konstitusi yang mengatur tentang HAM, hak tersebut tidak akan hilang dan tetap dimiliki oleh warga Negara. Adanya konstitusi atau aturan yang mengatur tentang Hak asasi manusia tersebut, adalah untuk menegaskan atau menguatkan bahwa HAM yang melekat itu diakui oleh Negara. Sehingga Negara yang menjamin adanya hak asasi manusia. Landasan hukum yang mengatur mengenai hak-hak tersebut adalah:

a) Hak untuk bebas dari perbudakan dan penyiksaan • Pasal 3 DUHAM

Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu. • Pasal 4 DUHAM Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perhambaan dan

perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang. • Pasal 5 DUHAM Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau

dikukum secara tidak manusiawi atau dihina. • Pasal 8 CCPR

Tidak seorang pun dapat diperbudak, perbudakan dan perdagangan budak dalam segala bentuknya harus dilarang.

• Pasal 7 CCPR Tidak seorang pun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain

yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Pada khususnya, tidak seorang pun dapat dijadikan obyek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan yang diberikan secara bebas.

• Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

• Pasal 28I UUD NRI 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,

hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. ▪ Contoh :

Benjina merupakan pulau terpencil di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, Indonesia yang menjadi salah satu kawasan industri perikanan laut dunia yang terdapat di Indonesia. Salah satu perusahaan industri perikanan di Pulau Benjina yaitu PT. Pusaka Benjina Resources. PT. Pusaka Benjina Resources adalah perusahaan asal Thailand yang berafiliasi dengan perusahaan Indonesia untuk menjalankan usaha pada sektor perikanan di Indonesia. Hasil usaha yang diperoleh PT. Pusaka Benjina Resources dikirim ke Thailand dan kemudian diekspor ke berbagai negara melalui perdagangan internasional.

Dalam menjalankan usahanya, PT. Pusaka Benjina Resources membutuhkan sumber daya manusia atau pekerja yang bekerja untuk menangkap ikan. Para pekerja tersebut adalah pria yang sebagian besar berasal dari Myanmar (tergolong sebagai negara miskin di dunia). Para pekerja tersebut dikirim ke Indonesia melalui Thailand untuk menangkap ikan. Namun, PT. Pusaka Benjina Resources menjalankan usaha tersebut tidak sejalan dengan tindakan yang menghargai hak asasi manusia. Dengan kata lain, PT. Pusaka Benjina Resources tidak menganggap para pekerja sebagai pekerja, melainkan sebagai budak.

Dalam Pasal 28I ayat (1), memberikan gambaran bahwa ada hak asasi manusia yang tak dapat disimpangi atau tak dapat diderogasi. Hak untuk tidak diperbudak menjadi hak yang tak dapat disimpang, berbeda seperti hak menyatakan pendapat yang masih dapat diderogasi. Pemerintah sebagai nahkoda dalam penyelenggaraan negara wajib bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Berdasarkan asas teritorial yang dianut oleh Negara Indonesia, yang menyatakan bahwa warga negara Indonesia dan warga negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia harus tunduk terhadap ketentuan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Prinsip ini lahir dari pandangan bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap orang, benda, dan terhadap kejadian-kejadian di dalam wilayahnya, sehingga dapat menjalankan yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum.

Dengan begitu, para nelayan yang merupakan warga negara asing juga dijamin oleh UUD 1945. Berdasarkan asas teritorial yang dianut oleh Indonesia tersebut, maka PT. Pusaka Benjina Resources terikat dan harus tunduk terhadap ketentuan UUD 1945. Oleh Dengan begitu, para nelayan yang merupakan warga negara asing juga dijamin oleh UUD 1945. Berdasarkan asas teritorial yang dianut oleh Indonesia tersebut, maka PT. Pusaka Benjina Resources terikat dan harus tunduk terhadap ketentuan UUD 1945. Oleh

b) Hak untuk Hidup • Pasal 28A UUD NRI 1945

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. ▪ Pasal 3 DUHAM

Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu. • Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

• Pasal 6 CCPR Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang- wenang.

• Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib

dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang- wenang. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan oleh siapapun.

49 http://pelanggaranham-kelompok4.blogspot.co.id/2015/05/hukum-hak-asasi-manusia-pelanggaran- ham.html, Diakses pada 10 Mei 2017, pkl. 13.50 WIB.

• Contoh : Komnas HAM membentuk tim investigasi dalam kasus antara masyarakat dengan

korporasi yaitu, adanya penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal dan luka dalam penolakan penambangan pasir ilegal di Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Dalam peristiwa tersebut, terdapat sejumlah bukti yang cukup untuk menduga adanya pelanggaran HAM.

Sesuai dengan data yang ada, terdapat korban yang meninggal dunia atas nama Salim Kancil akibat mengalami tindak kekerasan yang berujung pada kehilangan hak untuk hidup. Hal itu, terbukti dari tindakan pelaku yang tega menganiaya dan membunuh Salim Kancil secara sadis karena berani menolak penambangan pasir besi secara terang-terangan. Tindakan pembunuhan tersebut secara jelas melanggar hak hidup sesuai yang tertera di dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” dan dikatakan bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Hak untuk hidup merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable rights) sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945, Pasal 4 dan 9 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM serta Pasal 6 ayat (1) Kovenan Internasional

Hak-hak Sipik dan Politik yang telah diratifikasi melalui UU 12 Tahun 2005. 50 Lebih lanjut, pembunuhan berencana yang dipelopori oleh Kepala Desa dan Tim 12 yang mengakibatkan tewasnya Salim Kancil adanya hal tersebut, merupakan salah bentuk kelalaian negara untuk melindungi hak atas hidup dari warga negaranya dan menunjukkan kemandulan aparat penegak hukum di Indonesia karena tidak berkutik menghadapi

kelompok kekerasan. 51

c) Hak untuk bebas beragama • Pasal 28E UUD NRI 1945

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

50 Ibid. 51 Amicus Curiae dalam Sidang Perkara Pembunuhan Berencana terhadap Aktivis Tani Salim Kancil dan Tosan &

Pelanggaran Izin Usaha Tambang oleh PT. IMMS dan Kepala Desa Selok Awar-Awar, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, 2016, hlm. 24.

• Pasal 29 UUD NRI 1945 (1) Negara berdasar atas Ketuhahan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamnya dan kepercayaannya itu. • Pasal 18 DUHAM Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.

• Pasal 18 CCPR (1) Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini

mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.

(2) Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya. (3) Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.

• Contoh : Citra Indonesia sebagai negara pluralis yang menghormati keberagaman agama,

keyakinan, suku, dan ras sempat tercoreng pasca peristiwa penyerangan terhadap warga Ahmadiyah di Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten

Padegelang, Banten yang terjadi pada tanggal 6 Februari 2011. 52 Berdasarkan laporan dari Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), peristiwa penyerangan tersebut

telah menyebabkan tiga orang meninggal, yakni Roni Passaroni, Tubagus Candra Mubarok

Syafai, dan Warsono. 53 Selain itu, terdapat korban luka-luka yakni Muhammad Ahmad alias

Bebi, Ahmad Masihudin, Ferdias, Apip Yuhana, dan Deden Sudjana. Peristiwa tersebut

52 Ibid., Laporan Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Negara tak kunjung terusik hlm. 1. 53 Ibid. hlm. 16.

ternyata menjadi perhatian masyarakat internasional. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, ada tiga surat keprihatinan yang dikirimkan oleh pemerintah Amerika Serikat, Kanada, dan perwakilan Uni Eropa.

Paska terjadinya kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (selanjutnya disingkat dengan JAI) di Cikeusik, tensi penolakan terhadap keberadaan JAI semakin meninggi. Pada tanggal 13 Januari 2012 Front Umat Islam yang terdiri dari berbagai organisasi massa mengerahkan ratusan orang untuk menggelar aksi di komplek SMK Piri I Yogyakarta. Massa aksi tersebut menuntut agar aktivitas pengajian gerakan Ahmadiyah Indonesia dibubarkan. Aksi tersebut baru berakhir ketika Walikota dan Kepolisian Yogyakarta meminta Jemaat Ahmadiyah tidak lagi melanjutkan pengajian karena situasi yang tidak kondusif. 54

Selain itu, Eskalasi penyerangan JAI juga terjadi di Kampung Cisalada, Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Bogor, Jawa Barat tanggal 13 Juli 2012. Penyerangan tersebut dilakukan oleh ratusan warga dari Kampung Pasar Salasa dan Kebon Kopi yang mendatangi daerah tersebut dan melakukan pelemparan seusai shalat jumat yang mengakibatkan 5

(lima) rumah Jemaat Ahmadiyah mengalami kerusakan. 55 Bupati Bogor yang menjabat pada saat itu adalah Rachmat Yasim meminta jemaat Ahmadiyah untuk tidak melakukan aktivitas

keagamaannya agar tidak mengundang emosi warga dan mematuhi Surat Keputusan Bersama 3 (tiga) Menteri (selanjutnya disingkat dengan SKB 3 Menteri) dan Peraturan Gubernur Jawa Barat nomor 12/2011 tentang pelarangan Ahmadiyah. 56

SKB 3 Menteri sebagaimana dimaksud adalah Surat yang diterbitkan bersama oleh Menteri Agama Muhammad M. Basyumi, Menteri Dalam Negeri H. Mardiyanto, dan Jaksa Agung Hendarman Supandji berupa Surat Keputusan Bersama Nomor 3 Tahun 2008, KEP- 033/A/JA/6/2008, dan Nomor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat (selanjutnya disebut SKB 3 Menteri) yang mengatur pelarangan JAI untukmelakukan kegiatan di Indonesia. Terbitnya SKB 3 (tiga) menteri tersebut ternyata oleh sejumlah kalangan justru dipandang sebagai perenggutan hak-hak JAI dalam berkeyakinan, beragama dan beribadah. Dengan adanya kasus tersebut mengindikasikan

54 Wahyudi Djafar dan Roichatul Aswidah, Intimidasi Dan Kebebasan: Ragam, Corak dan Masalah Kebebasan Berekspresi di Lima Propinsi Periode 2011-2012, (Jakarta: ELSAM, 2013) hlm. 134.

55 http://nasional.tempo.co/read/news/2012/07/14/063416960/serangan-kampungahmadiyah-terkait- jurnalis-asing, Diakses pada 15 Mei 2017, pkl. 14.57 WIB.

56 Halili, et. al., Kepemimpinan Tanpa Prakarsa Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia 2012, (Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2013), hlm. 102.

bahwa negara telah melakukan pelanggaran HAM. Di satu sisi negara menerbitkan peraturan-peraturan yang mendiskriminasikan Jemaat Ahmadiyah sedangkan di sisi lain negara tidak melakukan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan yang dilakukan kelompok intoleran terhadap kaum jemaat Ahmadiyah. Hal ini tentu menjadi ironi karena kebebasan untuk memeluk agama dan meyakini kepercayaannya di Indonesia yang sesungguhnya telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), khususnya di dalam Pasal 28 huruf E yang pada intinya menyatakan setiap orang bebas untuk memeluk agamanya, bebas untuk meyakini kepercayaannya dan bebas untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat. Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU HAM) juga menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama atau keyakinannya dan beribadat sesuai agama dan keyakinannya serta menjamin kemerdekaan setiap orang dalam beragama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. 57

2) Teori Positivisme Dalam teori ini, setiap warga Negara baru mempunyai hak setelah ada aturan yang jelas dan tertulis yang mengatur tentang hak-hak warga Negara tersebut. Jika terdapat pengabaian atas hak-hak warga Negara tersebut dapat diajukan gugatan atau klaim. Individu hanya menikmati hak-hak yang diberikan Negara. Indonesia menganut teori ini dengan landasan hukum pengaturan hak-hak yang diatur oleh negara sebagai berikut:

a. Hak pendidikan ▪ Pasal 28C UUD RI 1945 Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. ▪ Pasal 28E ayat (1) UUD RI 1945

Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

• Pasal 13 CESCR tentang Pendidikan

1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Mereka menyetujui bahwa pendidikan harus diarahkan pada perkembangan kepribadian

57 Indonesia, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999, Pasal 22.

manusia seutuhnya dan kesadaran akan harga dirinya, dan memperkuat penghormatan atas hak-hak asasi dan kebebasan manusia yang mendasar. Mereka selanjutnya setuju bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras, etnis atau agama, dan lebih memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara perdamaian.

2. Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui bahwa untuk mengupayakan hak tersebut secara penuh:

a) Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-cuma bagi semua orang;

b) Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk pendidikan teknik dan kejuruan tingkat lanjutan pada umumnya, harus tersedia dan terbuka bagi semua orang dengan segala cara yang layak, dan khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;

c) Pendidikan tinggi juga harus tersedia bagi semua orang secara merata atas dasar kemampuan, dengan segala cara yang layak, khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;

d) Pendidikan mendasar harus sedapat mungkin didorong atau ditingkatkan bagi orang- orang yang belum mendapatkan atau belum menyelesaikan pendidikan dasar mereka;

e) Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkatan harus secara aktif diupayakan, suatu sistem beasiswa yang memadai harus dibentuk dan kondisi- kondisi materiil staf pengajar harus terus menerus diperbaiki.

2. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan wali yang sah, bila ada, untuk memilih sekolah bagi anak-anak mereka selain yang didirikan oleh lembaga pemerintah, sepanjang memenuhi standar minimal pendidkan sebagaimana ditetapkan atau disetujui oleh negara yang bersangkutan, dan untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka.

• Contoh : Di Indonesia hak pendidikan bisa didapatkan oleh warga Negara jika dia memiliki akta

kelahiran. Salah satu syarat agar warga Negara bisa sekolah adalah harus memiliki akta kelahiran. Sehingga hak untuk mendapatkan pendidikan tergantung akan adanya akta kelahiran. Akta Kelahiran, sebagai identitas formal, sangat penting begitu seorang anak memasuki usia sekolah. Dokumen tersebut mencerminkan sebuah tiket yang harus dipegang kelahiran. Salah satu syarat agar warga Negara bisa sekolah adalah harus memiliki akta kelahiran. Sehingga hak untuk mendapatkan pendidikan tergantung akan adanya akta kelahiran. Akta Kelahiran, sebagai identitas formal, sangat penting begitu seorang anak memasuki usia sekolah. Dokumen tersebut mencerminkan sebuah tiket yang harus dipegang

Salah satu contohnya adalah kasus Macicha Muochtar yang menuntut adanya pengakuan atas status perkawinannya dan status anaknya. Anak Macicha Mochtar tidak bisa memiliki akta kelahiran karena orang tuanya (Macicha Mochtar) tidak memiliki surat nikah dengan Almarhum Moerdiono. Sebelumnya Macicha dan Moerdiono menikah secara dengan bukti adanya saksi pada waktu pernikahan siri tersebut terjadi. Dalam hal ini, hak pendidikan anak

Macicha tidak bisa timbul tanpa adanya akta kelahiran. 58 Hal ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM, karena hak seorang anak bisa hilang karena tidak memiliki akta

kelahiran dan ketentuan dalam Pasal 13 CESCR tidak dapat terlaksana bahwa setiap orang memiliki hak atas Pendidikan. Padahal kewajiban Negara tercantum dalam pasal Pasal 6 The Convention on The Rights of the Child bahwa :

1. Negara-negara Pihak mengakui bahwa tiap-tiap anak mempunyai hak yang melekat atas kehidupan.

2. Negara-negara Pihak harus menjamin sampai pada jangkauan semaksimum mungkin ketahanan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, seharusnya pembatasan tentang hak anak terutama hak pendidikan yang bisa didapatkan setelah memiliki akta kelahiran lebih dipertimbangkan lagi. Mengingat pendidikan adalah salah satu sarana untuk mewujudkan masa depan anak yang lebih baik.

b. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga (hak dalam soal perkawinan) • Pasal 16 ayat 1 DUHAM Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan,

kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.

• Pasal 28B UUD RI 1945 (4) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui

perkawinan yang sah. (5) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

58 http://ika260691.blogspot.com/2013/04/teori-ham.html, Diakses pada Diakses pada 10 Mei 2017, pkl. 17.23 WIB.

• Contoh : Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan

tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Di Indonesia, pernikahan harus dicatatkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) atau Catatan Sipil agar pernikahan tersebut diakui oleh Negara (pasal 22 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Seseorang yang melakukan nikah siri tidak akan mendapatkan pengakuan dari Negara sebelum pernikahan tersebut disahkan dan didaftarkan di KUA/catatan sipil. Sehingga seseorang yang melakukan nikah siri tidak akan mendapatkan hak-haknya seperti hak untuk mendapatkan nafkah dan dalam hal pewarisan anak-anak yang lahir dari pernikahan siri maupun istri yang dinikahi secara siri, akan sulit untuk menuntut haknya, karena tidak ada bukti yang menunjang tentang adanya hubungan hukum antara anak tersebut dengan bapaknya atau antara istri siri dengan suaminya tersebut.

Salah satu contohnya adalah kasus Macicha Mochtar yang menikah siri dengan Almarhum Moerdiono dimana Macicha menuntut adanya pengakuan atas pernikahan sirinya dengan bukti saksi hingga dia mengajukan uji materiil terhadap MK (Judicial review ) UU No. 1 1974 Tentang Perkawinan tentang pengakuan status anak diluar pernikahan sah (nikah siri) yang tidak dicatatkan dan MK berdasarkan surat keputusannya Nomor 46/PUU-VIII/2010 mengabulkan uji materi (Judicial Review) UU No. 1 Tahun 1974 memutuskan bahwa anak hasil di luar perkawinan memiliki hubungan perdata (status hukum) dengan laki-laki. Sehingga dalam hal pelanggaran HAM-nya adalah hak Macicha tidak bisa didapatkan sebagai istri sah (secara agama) dari alm. Moerdiono karena tidak mencatatkan pernikahan mereka. Terjadi pembatasan hak perkawinan oleh konstitusi (hak tersebut ada setelah diatur dalam konstitusi). 59

c. Hak untuk berkumpul dan berserikat • Pasal 28 UUD NRI 1945

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.

• Pasal 20 DUHAM (1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat tanpa kekerasan. (2) Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki suatu perkumpulan.

59 Ibid.

• Contoh : Tragedi Trisakti terjadi pada tanggal 12 Mei 1998. Tragedi ini dilatarbelakangi oleh

krisis finansial pada awal tahun 1998 dan massa menuntut agar Soeharto turun dari jabatannya. Demonstrasi di depan gedung MPR/DPR diawali dengan mimbar bebas oleh civitas akademika Universitas Trisakti. Massa pun membuat aksi damai, namun dihambat oleh blokade dari aparat. Negosiasi pun dilakukan dan didapat keputusan bahwa mahasiswa dan aparat sama-sama mundur. Massa pun mundur dan kembali ke Universitas Trisakti, namun aparat maju dan mulai menembak dengan peluru ke arah mahasiswa. Korbanpun berjatuhan, dengan 4 orang meninggal dunia dan belasan lainnya luka-luka. Dari Tragedi Trisakti, terlihat jelas ada pelanggaran hak menyampaikan pendapat. Para mahasiswa hanya melakukan mimbar bebas, namun diserang oleh aparat keamanan.

Dari tragedi tersebut, dapat dikatakan bahwa terjadi pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup, karena ada 4 korban yang meninggal dunia. Padahal pada UUD 1945 pasal 28 A dikatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat penting untuk ditegakkan, karena bisa mempengaruhi kemajuan bangsa. Suatu bangsa perlu banyak inovasi dan inspirasi untuk bisa memperbaiki keadaan. Inovasi dan inspirasi tidak hanya berasal dari para pemimpin ataupun pihak luar, melainkan bisa berasal dari rakyatnya. Dengan demikian, rakyat bisa aktif dalam penentuan nasib bangsa kedepan. Apabila kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dapat direalisasikan, niscaya akan ada banyak masukkan dari rakyat, dan pemimpin juga akan mengetahui apa saja yang menjadi kebutuhan rakyatnya. Dengan demikian, akan terjadi hubungan yang baik antara pemimpin dan rakyatnya, dan rakyatpun akan senantiasa

aktif bekerja sama dalam pembangunan suatu bangsa. 60

3) Relativisme Budaya Teori ini merupakan salah satu bentuk anti-tesis dari teori hak-hak alami (natural rights). Teori ini berpandangan bahwa hak itu bersifat universal merupakan pelanggaran satu dimensi kultural terhadap dimensi kultural yang lain, atau disebut dengan imperialisme kultural (cultural imperialism). Yang ditekankan dalam teori ini adalah bahwa manusia merupakan interaksi sosial dan kultural serta perbedaan tradisi budaya dan peradaban berisikan perbedaan cara pandang kemanusiaan (different ways of being human). Oleh

60 http://www.kompasiana.com/bpanjipradipta/hak-kebebasan-berserikat-berkumpul-dan-mengemukakan- pendapat_54f5e2cfa33311dd6d8b461d, Diakses pada 25 Mei 2017, pkl. 12.30 WIB.

karenanya, penganut teori ini mengatakan, that rights belonging to all human beings at all times in all places would be the rights of desocialized and deculturized beings. Teori ini melahirkan beberapa hak asasi, yaitu:

a. Hak Masyarakat Adat Pasal 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (1) Dalam rangka penegakkan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam

masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah.

(2) Indentitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan jaman.

b. Hak atas Identitas Budaya Masyarakat Tradisional Pasal 28I UUD NRI 1945 Ayat (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan

perkembangan zaman dan peradaban.

c. Hak untuk Mengembangkan Diri Pasal 28C ayat (1) UUD NRI 1945 Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,

berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

d. Hak Memperoleh Manfaat Ilmu Pengetahuan/Teknologi Pasal 13 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu dan

teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya, bangsa dan umat manusia. • Contoh:

Penguasaan sumber daya alam oleh segelintir Penguasa pusat dan lokal telah membuat masyarakat Papua marah. Protes masyarakat ditanggapi dengan kekerasan oleh aparat. Aparat justru menuduh masyarakat yang melakukan protes adalah anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang bertujuan mengacaukan keamanan demi tujuan jangka panjang untuk memisahkan diri dari Indonesia. Serangan aparat kepada masyarakat ini kemudian berkembang tidak hanya ditujukan pada kelompok yang dituduh OPM, tetapi juga kepada kelompok-kelompok yang kritis terhadap kebijakan Pemerintah. Pelanggaran HAM sering terjadi, tetapi hanya sedikit dari para pelaku pelanggaran HAM di Papua diseret ke Penguasaan sumber daya alam oleh segelintir Penguasa pusat dan lokal telah membuat masyarakat Papua marah. Protes masyarakat ditanggapi dengan kekerasan oleh aparat. Aparat justru menuduh masyarakat yang melakukan protes adalah anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang bertujuan mengacaukan keamanan demi tujuan jangka panjang untuk memisahkan diri dari Indonesia. Serangan aparat kepada masyarakat ini kemudian berkembang tidak hanya ditujukan pada kelompok yang dituduh OPM, tetapi juga kepada kelompok-kelompok yang kritis terhadap kebijakan Pemerintah. Pelanggaran HAM sering terjadi, tetapi hanya sedikit dari para pelaku pelanggaran HAM di Papua diseret ke

Meski reformasi telah bergulir, tetapi Pemerintah masih tergagap-gagap dalam menangani masalah Papua. Tuntutan masyarakat Papua kepada Pemerintah untuk berdialog selalu diabaikan, sehingga tuntutan pemisahan diri dari Indonesia semakin mengeras. Tetapi pada tahun 2000, Theys Hiyo Eluay, tokoh rakyat Papua yang gigih menyuarakan hak-hak rakyat Papua, ditemukan meninggal dunia akibat dibunuh oleh para penculiknya, yang di kemudian hari terbukti aparat Kopassus. Sejak terbunuhnya Theys, seruan untuk merdeka sedikit menurun. Untuk mencegah kembali meningkatnya suara masyarakat Papua untuk melepaskan diri dari Indonesia, maka pada tahun 2001 Pemerintahan Megawati memberikan “hadiah khusus” berupa UU Otonomi Khusus (Otsus) kepada rakyat Papua. Dengan adanya Otsus itu maka rakyat Papua diberikan kekuasaan untuk mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kekhasan Papua. Terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam Papua, konsideran UU Otsus butir g menyatakan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Provinsi Papua belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli, sehingga telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara Provinsi Papua dan daerah lain, serta merupakan pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua. Berdasarkan pasal 4 ayat (3) maka dengan adanya UU Otsus, Pemerintah Provinsi diberi kewenangan mengurus kekayaan alam Papua melalui Perdasus atau Perdasi. 62

Sedangkan mengenai Pembangunan dan Lingkungan Hidup, UU Otsus mengaturnya di dalam Bab XIX pasal 63 dan 64 namun, ternyata UU Otsus tidak diimplementasikan dengan baik di Papua. Bahkan sejak pemberlakuannya selama kurang lebih 14 tahun masih belum ada Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) maupun Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) yang dibuat untuk pengelolaan potensi kekayaan alam di Papua. Akibatnya hasil kekayaan alam berupa kayu, tambang, hutan, perikanan belum memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat Papua. Di sisi lain, Pemerintah justru masih menggunakan cara-cara top down bagi pembangunan di Papua.

Sedangkan di daerah, para bupati dan walikota, hingga gubernur berlomba-lomba mengeluarkan surat ijin bagi masuknya investasi di Papua tanpa melibatkan masyarakat dan

61 Poengky Indarti, “Bisnis dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua,” Jurnal HAM Komnas HAM Vol. 12 Tahun 2016 (2015), hlm. 16.

62 Ibid.

tanpa memikirkan dampaknya bagi keberlangsungan lingkungan. Akibatnya masyarakat menjadi tersingkir dan lahan yang dulunya subur saat ini menjadi banjir 63 , Banyak tanah-

tanah ulayat yang dulu dimiliki keluarga, saat ini menjadi milik perusahaan-perusahaan. Bahkan ada mob atau humor ala Papua yang berkembang di masyarakat, yang mengatakan bahwa, Sekarang ada nama fam baru di Papua, Fam TNI AD, TNI AU, TNI AL dan POLRI. Coba lihat di tanah itu, di atasnya ada papan bertuliskan, “Tanah ini milik TNI AD”. Jika kondisi ini dibiarkan terus-menerus, maka kekayaan alam Papua akan habis dinikmati oleh para pengusaha, aparat Pemerintah sipil dan militer, serta elit-elit Pemerintahan Daerah.

Rakyat Papua lagi-lagi akan menjadi korban di tanahnya sendiri. 64

4) Teori Marxisme Marxisme sejatinya tentang perjuangan kelas, perlawanan terhadap penindasan. Karl Marx dan Friedrich Engels mengembangkan Marxisme agar setiap manusia tertindas sadar dan memperjuangkan hak-haknya. Marx dan Engels percaya pada akhir dari kepemilikan pribadi, eksploitasi, kelas sosial dan negara seperti yang kita tahu saat ini adalah hadirnya kesetaraan bagi semua orang. Kesetaraan yang sesungguhnya yang bukan berarti memperlakukan semua orang sama, tapi menghadirkan kesetaraan kepada kebutuhan yang berbeda untuk setiap orang. Ini adalah jenis masyarakat yang Marx bayangkan kedepannya. Kebutuhan manusia tidak semua sepadan dengan satu sama lain. Kita tidak bisa mengukur mereka semua dengan ukuran yang sama. Semua orang bagi Marx memiliki hak yang setara

untuk realisasi diri, dan untuk berpartisipasi aktif dalam membentuk kehidupan sosial. 65 Teori ini melahirkan beberapa hak asasi, yaitu:

a. Hak untuk Tidak Diperbudak Pasal 20 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (1) Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba. (2) Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala

perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.

b. Hak Milik Pasal 36 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

63 http://fokus.news.viva.co.id/news/read/181513-lumpuh-diterjang-banjir-bandang, Diakses pada 15 Mei 2017, pkl. 17.32 WIB.

64 Poengky Indarti, op. cit., hlm. 18. 65 Terry Eagleton, op. cit., hlm. 104.

(1) Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat, dengan cara yang tidak melanggar hukum.

(2) Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dengan secara melawan hukum. (3) Hak milik mempunyai fungsi sosial.

c. Hak untuk Pekerjaan • Pasal 38 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(1) Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak. (2) Setiap orang berrhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil. (3) Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara, dan serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.

(4) Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.

• Pasal 28H ayat (4) UUD NRI 1945 Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

d. Hak untuk Membentuk Serikat Kerja Pasal 39 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

• Contoh: Perlindungan hukum dan hak asasi manusia terhadap pekerja merupakan pemenuhan

hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur dalam pasal

27 ayat (2) Undang-Undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Pereknomian disusun sebagai usaha bersama atas kekeluargaan”, dengan demikian pelanggaran terhadap hak dasar yang 27 ayat (2) Undang-Undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Pereknomian disusun sebagai usaha bersama atas kekeluargaan”, dengan demikian pelanggaran terhadap hak dasar yang

Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia, saat ini terkait dengan hubungan kerja tidak seimbang antara pengusaha dangan pekerja dalam pembuatan perjanjian kerja. Selain itu, adanya perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang demikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat yang menyebabkan perusahaan melakukan proses efisiensi dan efektivitas perusahaan, salah satunya dengan mengurangi jumlah sumber daya manusia dalam hal ini pekerja yang ada. Salah satu cara untuk melakukan perampingan sumber daya manusia tersebut, perusahaan umumnya

menggunakan sistem kontrak (outsourcing). 66 Seperti halnya dalam kasus tersebut, diduga adanya penekanan perusahaan terhadap

pekerja kontrak wanita, mendasarkan pada hal tersebut Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) menuding PT Musim Mas telah melakukan penekanan kepada pekerja perempuan selama enam bulan terakhir. Perusahaan perkebunan sawit tidak menghargai derajat dan kodrat perempuan, termasuk permasalahan kewajiban perusahaan memberikan cuti haid kepada pekerja wanita. Karyawan wanita tidak diberikan istirahat saat haid atau datang bulan. Meski telah dikritisi oleh pekerja lain dan difasilitasi organisasi pekerja, PT Musim Mas tetap melakukan penekanan terhadap karyawan yang masih berstatus Buruh Harian Lepas (BHL). Sistem kerja yang tidak mempertimbangkan kemampuan buruh perempuan lainnya yakni, aktivitas melansir pupuk dari gudang ke mobil pengangkut. Selanjutnya, setelah di lapangan pekerja wanita kembali mengangkat pupuk tersebut dari kendaraan operasional hingga ke titik-titik penempatan pupuk. Dari 600 orang karyawan perempuan di PT Musim Mas, sebanyak 35 orang ditugasi melansir pupuk setiap hari untuk kepentingan produksi perusahaan. Bahkan, pupuk yang bobot satu karung hingga 50 kilogram itu diangkat di atas pundak atau kepala dan berjalan sampai 50 meter untuk sampai ke tempat

66 Barzah Latupono, “Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia terhadap Pekerja Kontrak (Outsourcing) di Kota Ambon,” Jurnal Sasi Vol. 17 No. 3 (Juli-September 2011), hlm. 59.

penitipan. Padahal, dalam beberapa peraturan terkait ketenagakerjaan dilarang mempekerjakan karyawan perempuan yang sedang datang bulan. Apalagi untuk item pekerjaan berat seperti mengangkat dan melansir pupuk berkarung-karung. PT Musim Mas hanya satu diantara puluhan perusahaan beroperasi di Pelalawan yang melakukan penindasan kepada karyawannya. Ratusan laporan dan pengaduan dalam setahun terakhir terkait pemutusan hubungan kerja sepihak dari perusahaan, kecelakaan kerja, hingga penghilangan hak-hak karyawan oleh managemen.

Jika terdapat pelanggaran berat terhadap pekerja dan hak asasi manusia, Pemda akan melakukan tindakan tegas terhadap managemen. Menanggapi permasalahan tersebut ribuan buruh yang melakukan aksi damai, berasal dari berbagai perusahaan dengan membawa bendera SBSI 92. Para pendemo menggunakan seragam dan pengikat kepala berwarna hijau. Mereka datang menggunakan puluhan mobil truk dan ratusan sepeda motor. Sebelum menuju kantor Bupati, massa sempat konvoi mengelilingi kota Pangkalan Kerinci. Di lain sisi, PT Musim Mas membantah tidak memberikan cuti terhadap karyawan wanita yang sedang datang bulan. Menurut mereka libur berlangsung selama dua hari dan difokuskan untuk istirahat di rumah. Perusahan berdalih untuk menentukan seorang buruh perempuan sedang datang bulan, dapat dilihat dari pemeriksaan medis. Dalam kasus ini, dapat disimpulkan bahwa PT Musim Mas melakukan penekanan kepada pekerja perempuan dengan tidak memberikan cuti haid kepada pekerja wanita dengan adanya permasalahan

tersebut dapat dikatakan bahwa perusahaan melanggar hukum dan hak asasi manusia terhadap pekerja yang merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur dalam pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas kekeluargaan”, dengan demikian hal itu merupakan pelanggaran terhadap hak dasar yang dilindungi oleh

konstitusi. 67