Tinjauan Pustaka

2. Latihan

a. Pengertian Latihan

Ada beberapa definisi menurut para ahli mengenai latihan. Menurut Harsono (1988:101),” latihan adalah proses yang sistematis dari latihan tau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah latihannya atau pekerjaannya”. Menurut Suharno HP (1993:7) “Latihan adalah suatu proses penyempurnaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik,teknik, tatik, dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang-ulang waktunnya”. Menurut Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145) bahwa, “Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”. Dari batasan yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan bahwa latihan olahraga adalah aktifitas olahraga yang dilakukan berulang-ulang, secara kontinyu dengan peningkatan beban latihan secara periodik dan berkelanjutan serta dilakukan

commit to user

yaitu meningkatkan prestasi olahraga. Penambahan beban harus secara teratur dan terus menerus dikontro. Dengan cara ini atlit tersebut mendapatkan informasi obyektif tentang kemajuannya. Dan pelatih mempunyai umpan baliik tentang efisiensi langkah- langkah latihan.

Jossef Nossek (1982:3), mengemukakan pengaturan latihan dilaksanakan dalam lima langkah yaitu :

1) Penentuan (diaknosis) teentang tingkat kondissi awal dan aktual dengan menggunakan berbagai jenis tes.

2) Persiapan program latihan, yang mempertimbangkan titik-titik kelemahan, kekurangan dan kelebihan.

3) Pelaksanan program latihan untuk periode tertentu yang telah direncanakan.

4) Pengecekan peningkatan kondisi fisik tersebut dengan menggunakan metode observasi, penilaian dan tes-tes kondisi yangkhusus atau kompetitif.

5) Perbandingan standar kondisi awal dengan kondisi sekarang, evaluasi dan penyimpulan.

b. Tujuan Latihan

Tujuan latihan dapat dicapai secara optimal jika berpedoman pada prinsip latihan yang benar. Dari prinsip-prinsip latihan tersebut harus dipahami dan dilaksanakan dengan baik dalam latihan. Latihan tanpa berpedoman pada prinsip- prinsip latihan yang tidak benar , maka tujuan latihan tidak akan tercapai. Menurut Fox, (1984: 47-51) “keberhasilan dalam penampilan olahraga tidak hanya ditentukan oleh pencapaian pada domain fisik saja, melainkan jaga ditentukan oleh pencapaian pada domain psikomotor, domain kognitif dan afektif”. Keempat domain tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Dalam pencapaian tujuan latihan harus diperhatikan beberapa prinsip dasar latihan khusus.

c. Aspek- aspek latihan

Prestasi olahraga merupakan akumulasi dari kualitas fisik, teknik, taktik dan kematangan mental atau psikis. Untuk mencapai prestasi yang tinggi diperlukan persiapan perancanaan dengan sasaran yang tepat meliputi persiapan

commit to user

tujuan latihan, ada empat aspek yang perlu diperhatikan oleh pelatih, yaitu latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik dan latihan mental”.

Keempat latihan tersebut sangatlah penting untuk pencapaian hasil latihhan yang maksimal, dikarenakan kempat aspek tersebut merupakan hal hal yang mendasar atau pondasi bagi seorang atlit dalam pertandingan atau perlombaan untuk mencapai prestasi yang maksimal. Keempat aspek latihan diuraikan sebagai berikut:

1) Latihan Fisik Pengertian fisik dalam olahraga adalah kemampuan biomotor atau

komponen kebugaran atau fitnes yang diperlukan atlet sesuai dengan cabang olahraga dan perannya. Pembinaan fisik merupakan pembinaan awal dan sebagai dasar pokok dalam latihan olahraga untuk mencapai suatu prestasi. Oleh karena itu kondisi fisik yang prima haruslah dimiliki oleh setiap atlit sesuai dengan cabang olaahraga yang ditekuninya. Latihan fisik prinsipnya adalah memberikan latihan secara teratur, sistematik, dan berkesinambungan sehingga meningkatkan kemampuan didalam melakukan aktifitas fisik sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuninya.

Pembinaan kondisi fisik dalam olahraga sangat penting sekali dan pertama yang harus dilatih secara intensif, karena fisik merupakan fondasi dari bangunan prestasi , sebab teknik, taktik dan psikis dapat dikembangkan dengan baik apabila atlet memiliki bekal kualitas fisik yang baik. Beberapa komponen fisik yang perlu dilatih dan dikembangkan adalah dayataha, kekuatan, kelentukan dan kecepatan.

2) Latihan Teknik Pengertian teknik dalam olahraga adalah cara paling efisien dan sederhana

untuk memecahkan kuajiban fisik atau masalah yang dihadapi dalam pertandingan. Latihan teknik juga dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik dan neuromuskuler menuju gerakan otomatis. Kesempurnaan teknik dasar setiap cabang olahraga akan menentukan sempurnanya keseluruhan gerakan. Oleh karena itu teknik diperlukan setiap cabang olahraga harus dikuasai dan dilatih dengan baik mulai dari teknik dasar, menengah dan

commit to user

tercapainya kecakapan teknik antara lain adalah analisis gerakan, mekanika, kinesiologi, dan biomekanika. Pada hakikatnya pengembangan teknik merupakan bagian dari usaha meningkatkan keterampilan menuju gerakan yang cermat, efisien dan efektif. Hal ini sesuai pendapat Suharno HP. (1993: 22) bahwa, “Untuk mengotomatisasikan penguasaan unsur gerak fisik, teknik, taktik dan keterampilan yang benar atlet harus melakukan latihan berulang-ulang dengan frekuensi sebanyak-banyaknya secara kontinyu”.

Mengulang-ulang gerakan merupakan salah satu cara untuk menguasai suatu teknik cabang olahraga. Setiap pengulangan gerakan teknik hendaknya dimulai dari gerakan yang mudah meningkat ke yang lebih sulit atau kompleks dan dapat dimulai dari bagian menuju keseluruhan atau sebaliknya.

Berdasarkan jenisnya penguasaan teknik menurut Sudjarwo (1993: 43) dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

1) Teknik dasar, ialah penguasaan teknik tingkat awal yang terdiri dari gerakan dasar dari proses gerak, bersifat sederhana dan mudah dilakukan. Teknik ini biasanya diberikan bagi mereka yang baru belajar keterampilan olahraga tingkat pemula.

2) Teknik menengah, ialah penguasaan teknik yang sudah menuntut kemampuan fisik yang meningkat, misalnya kekuatan, kecepatan, kelincahan, koordinasi dan sebagainya.

3) Teknik tinggi merupakan penguasaan tingkat akhir dari pengembangan tingkat dasar dan tingkat menengah yang menuntut gerakan dengan tempo tinggi, ketepatan dan kecermatan. Penguasaan teknik tinggi memerlukan kualitas kemampuan fisik seperti kecepatan, koordinasi, keseimbangan dan daya ledak (power) guna menunjang gerakan-gerakan yang sulit, simultan bahkan dalam posisi dan kondisi yang sulit pula.

Penguasaan teknik yang baik sangat penting dalam usaha pencapaian prestasi olahraga. Oleh karena itu, penguasaan teknik perlu dibina secara cermat dan teratur dengan frekuensi pengulangan yang sebanyak mungkin, sehingga dapat dikuasai dengan baik.

3) Latihan Taktik

commit to user

untuk mencapai kemenangan secara sportif pada saat bertanding. Latihan taktik juga dapat diartikan sebagai latihan untuk menumbuhkan perkembangan daya tafsir pada atlit, pola-pola permainan, strategi, atau siasat untuk mencapai kemenangan. Menurut H. M. Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 118) bahwa, “ taktik adalah kecakapan rohaniah atau kecakapan berfikir dalam melakukan kegiatan olahraga untuk mencapai kemenangan”. Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 119) menyatakan faktor-faktor pendukung taktik yaitu:

1) Kemampuan fisik. Kemampuan fisik yang baik tidak akan menyebabkan menurunnya tempo bertanding, sehingga tetap mampu melaksanakan taktik dengan segala macam variasinya.

2) Kemampuan teknik. Kecakapan teknik sangat membantu lancarnya tugas- tugas taktik. Dengan memiliki kemahiran teknik maka konsentrasi hanya tertuju kepada taktik saja.

3) Team work. Kerjasama menentukan berhasilnya suatu team. Team work menentukan pengertian-pengertian satu sama lain dalam melaksanakan taktik.

4) Distribusi energi. Pengaturan distribusi energi selama pertandingan harus sesuai dan tepat. Hal ini untuk menghindari menurunya tempo karena kehabisan tenaga sebelum atau selesai bertanding atau tempo bertanding rendah karena tidak menggunakan tenega semestinya.

5) Penguasaan pola-pola pertandingan. Pola pertandingan sebaiknya jangan statis, pola pertandingan hendaknya mempunyai variasi-variasi. Hal ini perlu agar tidak dapat diterka lawan. Di samping itu, dengan adanya variasi dapat digunakan untuk merubah taktik apabila usaha yang terdahulu gagal.

Taktik dalam bertanding akan sangat bermanfaat atau berjalan dengan lancar jika didukung kemampuan fisik yang prima, penguasaan teknik yang baik, memiliki kerjasama yang kompak, distribusi energi yang baik serta penguasaan pola-pola pertandingan. Bagian-bagian tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya, oleh karena itu harus dikuasai dan dimiliki oleh setiap atlet. Sasaran latihan taktik adalah pengembangan pola pikir untuk mengkondisikan saat bertanding.

4) Latihan Mental

commit to user

daya penggerak dan pendorong untuk mewujudkan kemampuan fisik, teknik maupun taktik. Perkembangan mental atlit tidak kalah penting dari perkembangan faktor fisik, teknik dan taktik. Seperti apapun sempurnanya kemampuan kondisi fisik, taktik dan mental seorang atlit, prestasi puncak tidak mungkin tercapai apabila mental atau psikis atlit tersebut lemah. Sebab setiap pertandingan bukan hanya pertandingan atau perlombaan fisik, namun juga pertandingan atauu perlombaan mental, bahkan 70% adalah mental dan hanya 30% masalah yang lainya. Jadi ketika saat bertanding mental yang mempuyai peran yang sangat penting dapat dikatakan sebagai faktor pembeda dan penentu hasil suatu pertandingan. Andi Suhendro (1999: 63) menyatakan, “Mental merupakan daya penggerak dan pendorong untuk mengejawantahkan kemampuan fisik, teknik dan taktik atlet dalam penampilan olahraga”.

Mental merupakan kondisi psikologis yang penting dalam kegiatan olaharga. Mental berfungsi sebagai penggerak, pendorong dan pemantap bagi atlet untuk mempraktekkan kemampuan fisik dan skill dalam mencapai pretasi yang tinggi. Alet yang memiliki mental baik akan mampu mengatasi segala kesulitan seperti kegagalan, gangguan emosi, putus asa dan lain sebagainya dengan penuh kesabaran, pengertian dan latihan yang teratur. A. Hamidsyah Noer (1995: 357) menyatakan, “Faktor-faktor penyebab yang dapat mempengaruhi kondisi mental, dapat dikelompokkan dalam dua faktor yaitu: (1) faktor-faktor yang berasal dari dalam atlet (faktor intern), (2) faktor-faktor yang berasal dari luar diri atlet (faktor ekstern)”.

d. Prinsip-Prinsip Latihan

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratrur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan latihan maka harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Menurut Sudjarwo (1993: 21) bahwa, “Prinsip-prinsip latihan digunakan agar pemberian dosis latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”.

commit to user

dalam latihan yang terorganisir dengan baik. Agar tujuan latihan dapat dicapai secara optimal, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat. Menurut Andi Suhendro (1999: 3.7) meliputi: “(1) Prinsip beban lebih, (2) Prinsip perkembangan menyeluruh, (3) Prinsip spesialisasi, (4) Prinsip individual, (5) Prinsip latihan bervariasi”.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, prinsip latihan yang harus diperhatikan meliputi lima aspek. Penerapan prinsip-prinsip latihan yang benar akan lebih memperbesar kemungkinan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya prinsip-prinsip latihan dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Prinsip Beban Lebih (Over Load Principle)

Prinsip beban lebih merupakan dasar dan harus dipahami seorang pelatih dan atlet. Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk memperoleh peningkatan kemampuan kerja. Kemampuan seseorang dapat meningkat jika mendapat rangsangan berupa beban latihan yang cukup berat, yaitu di atas dari beban latihan yang biasa diterimanya. Andi Suhendro (1999: 3.7) menyatakan, “Seorang atlet tidak akan meningkat prestasinya apabila dalam latihan mengabaikan prinsip beban lebih”. Sedangkan Rusli Lutan dkk. (1992: 95) berpendapat:

Setiap bentuk latihan untuk keterampilan teknik, taktik, fisik dan mental sekalipun harus berpedoman pada prinsip beban lebih. Kalau beban latihan terlalu ringan, artinya di bawah kemampuannya, maka berapa lama pun atlet berlatih, betapa sering pun dia berlatih atau sampai bagaimana capek pun dia mengulang-ulang latihan itu, prestasinya tidak akan meningkat.

Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, prinsip beban lebih bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh. Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat. Kemampuan tubuh yang meningkat mempunyai peluang untuk mencapai prestasi yang lebih baik.

Salah satu hal yang harus tetap diperhatikan dalam peningkatan beban latihan harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban latihan yang

commit to user

yaitu kemunduran kemampuan kondisi fisik atau dapat mengakibatkan atlet menjadi sakit.

2) Prinsip Perkembangan Menyeluruh

Prinsipnya komponen kondisi fisik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan baik dalam peningkatan maupun dalam pemeliharaannya. Perkembangan menyeluruh dari kemampuan kondisi fisik merupakan dasar dalam pembentukan prestasi, meskipun pada akhirnya tujuan dalam latihan adalah kemampuan yang bersifat khusus, namun kemampuan yang bersifat khusus tersebut harus didasari oleh kemampuan kondisi fisik secara menyeluruh. Harsono (1988: 109) menyatakan, “Secara fungsional spesialisasi dan kesempurnaan penguasaan suatu cabang olahraga didasarkan pada perkembangan multilateral”.

Perkembangan menyeluruh merupakan dasar (pondasi) bagi pelaksanaan program latihan setiap cabang olahraga. Prinsip perkembangan menyeluruh harus diberikan kepada atlet-atlet muda sebelum memilih spesialisasi dalam cabang olahraga tertentu dan mencapai prestasi puncak. Ketika perkembangan ini mencapai tingkat yang memuasakan, khususnya perkembangan fisik, maka atlet memasuki jenjang perkembangan kedua, yaitu spesialisasi pada olahraga tertentu. Jenjang ini akan membimbing atlet menggeluti karier olahraga yang paling tinggi, yaitu penampilan puncak yang merupakan prestasi atlet dalam bidang olahraga.

3) Prinsip Spesialisasi Pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan pada dasarnya bersifat khusus,

sesuai dengan karakteristik gerakan keterampilan, unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 10) menyatakan, "Latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilihnya serta memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang dipilih". Menurut Soekarman (1986: 60) "Latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan". Pendapat lain dikemukakan Bompa dalam Andi Suhendro (1999:3.13) menyatakan:

Spesialisasi latihan olahraga dianjurkan sebagai aktivitas-aktivitas motorik khusus. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam spesialisasi yaitu (1) melakukan latihan-latihan khusus sesuai dengan karakteristik cabang

commit to user

terhadap kemampuan dribble, shooting, dan (2) melakukan latihan mengembangkan kemampuan motorik yang dibutuhkan oleh cabang olahraga yang menjadi spesialisasinya. Misalnya latihan-latihan fisik khusus sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuni.

Berdasarkan prinsip spesialisasi latihan dapat disimpulkan bahwa, program latihan yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki ciri-ciri tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan, baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan.

4) Prinsip Individual

Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan latihan didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 13) menyatakan, "Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik yang sama, tetapi kecepatan kemajuan dan perkembangannya tidak sama". Menurut Andi Suhendro (1999: 3.15) bahwa, “Prinsip individual merupakan salah satu syarat dalam melakukan olahraga kontemporer. Prinsip ini harus diterapkan kepada setiap atlet, sekali atlet tersebut memiliki prestasi yang sama. Konsep latihan ini harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap individu agar tujuan latihan dapat tercapai”.

Berdasarkan dua pendapat tentang prinsip individual dapat disimpulkan bahwa, latihan yang diterapkan harus bersifat individu. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi setiap atlet. Seperti dikemukakan Patte Rotella Mc. Clenaghan (1993: 318) bahwa, "Faktor umur, seks (jenis kelamin), kematangan, tingkat kebugaran saat itu, lama berlatih, ukuran tubuh, bentuk tubuh dan sifat-sifat psikologis harus menjadi bahan pertimbangan bagi pelatih dalam merancang peraturan latihan bagi tiap olahragawan".

commit to user

Prestasi yang tinggi dalam olahraga dibutuhkan proses waktu latihan yang cukup lama. Latihan yang memakan waktu cukup lama tentu akan menimbulkan rasa jenuh atau bosan bagi atlet. Untuk itu seorang pelatih harus pandai untuk menghidari rasa bosan atau jenuh dari atlet. Seorang pelatih harus mampu merangcang program latihannya secara bervariasi, agar atlet tetap senang dalam berlatih, sehingga kondisi fisik maupun mental atlet tetap terpelihara dengan baik. Konsep ini harus dipegang teguh oleh seorang pelatih, agar atlet selama mengikuti latihan merasa senang dan dapat berkonsentrasi mengikuti latihan.

e. Komponen-Komponen Latihan

Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan seorang atlet, akan mengarah kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia dan kejiwaan. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya intensitas, serta frekuensi penampilan (densitas). Apabila seorang pelatih merencanakan suatu latihan yang dinamis, maka harus mempertimbangkan semua aspek yang menjadi komponen latihan tersebut di atas.

Semua komponen dibuat sedemikian dalam berbagai model yang sesuai dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga yang dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan secara pasti, komponen mana yang menjadi tekanan latihan dalam mencapai tujuan penampilannya yang telah direncanakan. Untuk lebih jelasnya komponen- komponen latihan dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :

1) Volume Latihan Sebagai komponen utama, volume adalah prasyarat yang sangat penting

untuk mendapatkan teknik yang tinggi dan pencapaian fisik yang lebih baik. Menurut Andi Suhendro (1999: 3.17) bahwa, “Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri atau set dan panjang jarak yang ditempuh”.

commit to user

olahraga yang memiliki komponen aerobik dan juga pada cabang olahraga yang menuntut kesempurnaan teknik atau keterampilan taktik. Hanya jumlah pengulangan latihan yang tinggi yang dapat menjamin akumulasi jumlah keterampilan yang diperlukan untuk perbaikan penampilan secara kuantitatif. Perbaikan penampilan seorang atlet merupakan hasil dari adanya peningkatan jumlah satuan latihan serta jumlah kerja yang diselesaikan setiap satuan latihan.

2) Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk dikaitkan dengan komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun waktu yang diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan dalam satuan waktu akan lebih tinggi pula intensitasnya.

Intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan geraknya, variasi interval atau istirahat diantara tiap ulangannya. Suharno HP. (1993: 31) menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan”.

Hasil latihan dapat dicapai secara optimal, maka intensitas latihan yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan yang tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang ditimbulkan sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila intensitas latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.

3) Densitas Latihan Menurut Andi Suhendro (1999: 3.24) bahwa, “Density merupakan ukuran

yang menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan”. Dengan demikian densitas berkaitan dengan suatu hubungan yang dinyatakan dalam waktu antara kerja dan pemulihan. Densitas yang mencukupi akan menjamin efisiensi latihan, menghindarkan atlet dari kelelahan yang berlebihan. Densitas yang seimbang akan mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan.

commit to user

langsung pada intensitasnya dan lamanya setiap rangsangan yang diberikan. Rangsangan di atas tingkat intensitas submaksimal menuntut interval istirahat yang relatif lama, dengan maksud untuk memudahkan pemulihan seseorang dalam menghadapi rangsangan berikutnya. Sebaliknya rangsangan pada intensitas rendah membutuhkan sedikit waktu untuk pemulihan, karena tuntutan terhadap organismenya pun juga rendah.

4) Kompleksitas Latihan Kompleksitas dikaitkan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan

dalam latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi, dapat menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang kompleks, dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam Bompa (1990: 28) “Semakin sulit bentuk gerakan latihan semakin besar juga perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya”. Misal pada olahraga lari 100 meter gerakan kompleks dimulai dari gerakan start sampai gerakan lari.

3. Latihan Acceleration Sprint

Metode acceleration sprint merupakan suatu bentuk latihan yang dimulai dari lari pelan, semakin cepat, dan lari secepatnya semaksimal dengan kecepatan yang dimilikinya. Acceleration sprint yakni meningkatkan kecepatan berlari dari sikap rolling start ke jogging, ditingkatkan lagi ke striding kemudian ke pace maksimal. Untuk mencapai kecepatan maksimum seorang pelari harus dapat mengembangkan kecepatan start atau kecepatan reaksi waktu start secepat mungkin. Menurut Fox (1984: 208) bahwa, “akselerasi adalah pertambahan secara gradual dalam kecepatan lari, mulai dari pelan- pelan, semakin cepat, dan secepatnya dalam jarak 50-120 yard”. Pelari atau sprinter yang bagus adalah pelari

commit to user

kecepatan maksimum pada jarak yang lebih panjang, dan kecepatan maksimum menurun lebih lambat dari pada rata-rata pelari cepat yang lain. Dengan metode latihan acceleration sprint pelari akan lebih mudah untuk membenahi teknik lari yangg belum sempurna. Akselerasi sprint dimulai dari kecepata rendah sehingga pelari dapat memperbaiki teknik larinnya. Latihan acceleration sprint bila dilakukan secara berulang-ulangtentunya dapat meningkatkan prestasi lari 100 meter.

a. Kelebihan dan Kelemahan Latihan Acceleration Sprint

Metode acceleratian sprint merupakan bentuk latihan yang pelaksanaannya dimulai dari pelan, samakin cepat, mempertahankan kecepatan maksimal sampai pada jarak tertentu. Tujuan metode latihan acceleration sprint adalah menekankan dan mempertahankan komponen teknik sprint(gerak teknik sprint) ketika kecepatan lari meningkat. Ditinjau dari pelaksanaan latihan acceleratian sprint ada kelebihan dan kelemahan pada metode latihan ini. Kelebihan latihan dengan metode acceleration sprint antara lain:

1) Waktu latihan lebih efisien, karena latihan acceleration sprint dilakukan secara berkelanjutan dalam satu set.

2) Penguasaan teknik lari lebih cepat tercapai, karana dalam latihan acceleration sprint terdapat session latihan dimulai dari intensitas rendah yang memungkinkan untuk memperbaiki teknik lari.

Sesuai dengan pendapat Frank S. Pyke( 1991 : 136) mngemukakan bahwa “ peningkatan teknk terjadi pada kecepatan rendah dengan memperbaiki kesalahan yang memerlukan perhatian”.

Disamping kelebihan di atas latihan acceleration sprint jaga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan acceleration sprint diantaranya: kurangnya frekuensi latihan kecepatan dengan intensitas maksimal karena dalam pelaksanannya hanya sekitar sepertiga jarak yang ditempuh. Lari acceleration sprint jika dilakukan secara berulang-ulang dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter tentunya dengan latihan dan program latihan yang benar. Perkembangan

commit to user

Menurut Mulyono B (1988: 4) “ATP-PC bila 98% dan LA-O 2 sebesar 2%, hal ini menandakan bahwa sistem energi yang baik pada lari 100 meter adalah ATP-PC LA atau anaerob”.

4. Latihan Repetition Sprint

Repetition sprint merupakan metode latihan yang dilakukan dengan intensitas tinggi atau kecepatan maksimal, pada latihan ini dibutuhkan jarak yang tetap, kecepatan lari yang konstan (80-100% kecepatan maksimal). Pada metode repetition sprint dibuttuhkan waktu istirahat atau waktu pemulihan yang cukup tiap repetisinya hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan bentuk dan kualitas teknik gerak. Menurut Mulyono B (1998: 8) bahwa “repetition sprint adalah suatu aktifitas yang dilakukan berulang-ulang dan setiap kali diselingi aktifitas yang lebih ringan”. Bentuk latihan dalam repetition sprint dapat berupa lari cepat dengan jarak tertentu.

• Pelaksanaan latihan repetition sprint pada lari 100 meter dengan intensitas tinggi dilakukan berulang-ulang pada jarak tertentu, misal dengan jarak 30 meteran, 40 meteran secara berulang-ulang dengan diselingi istirahat diantara ulangan repetisinya. Jadi tiap satu kali repetisi dilakukan dengan kecepatan maksimal. Menurut Suharno HP(1993: 49) bahwa “volume beban latihan lari cepat 5-10 kalii giliran lari, tiap-tiap giliran lari secepat- cepatnya dengan jarak 30-80 meter. Frekuensi dan tempo secepat- cepatnya”.

a. Kelebihan dan kelemahan Metode Repetition Sprint

Metode repetisi sprint merupakan bentuk latihan yang pelaksanaannya dari awal hingga finis berlari dengan menggunakan intensitas tinggi atau kecepatan maksimal yang pelaksanaannya diselingi istirahat tiap repetisinya.

Ditinjau dari pelaksanaan repetition sprint dapat diidentifikasikan kelebihan dan kelemahan. Kelebihan lari dengan metode repetition sprint antara lain :

commit to user

harus dengan intensitas maksimal.

2) Terdapat waktu recover atau waktu istirahat yang cukup, hal ini dikarenakan pemulihan diperlukan setelah melakukan kerja dengan intensitas beban latihan yang tinggi. Disamping kelebihan diatas, metode repetition sprint juga memiliki

kelemahan yaitu :

1) Penguasaan teknik sulit tercapai, karena gerakan yang dilakukan secara terus-menerus dengan intensitas tinggi hal ini menyebabkan kelelahan sehingga berpengaruh pada ketidak sempurnaan teknik.

2) Pengontolan dan perbaikan geraksulit dilakukan, karena gerakan yang terlalu cepat. Repetition sprint yang dilakukan secara berulang-ulang dapat

meningkatkan kemampuan kecepatan lari sesuai dengan tipe kerja dan sistem energi yang dikembangkan. Sistem energi pada repetition sprint adalah sistem anaerobic yaitu aktifitas kerja yang dilakukan dalam jangka waktu yang singkat dan memerlukan kerja dengan intensitas tinggi dan maksimal.

5. Panjang Tungkai

a. Definisi Panjang Tungkai

Setiap cabang olahraga menuntut syarat-syarat khusus dalam mencapai dalam mencapai prestasi secara maksimal, faktor antropometri mempunyai peranan penting pada cabang olahraga, untuk mendukung pencapaian prestasi yang maksimal. Menurut M Sajoto (1995:11) menyatakan “ salah satu aspek pencapaian prestasi dalam olahraga adalah asppek biologis yang meliputi struktur dan postur tubuh yaitu: (1) Ukuran tinggi dan panjang tungkai serta lengan, (2) Ukuran besar, lebar dan berat badan, (2) Somato type (bentuk tubuh)”. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan menurut Suharno HP (1993: 48) faktor-faktor kecepatan sprint: (1) Tergantung pada kekuatan otot yang bekerja. (2) Panjang Tungkai, (3) Frekuensi gerak, (4) teknik lari yang sempurna.”

commit to user

KONI Jawa Tengah (1986: 1) dijelaskan bahwa “ panjang tungkai adalah ukuran panjang yang diukur dari telapak kaki sampai pada spina illiaca anterior superior”. Bentuk tubuh yang atletis dan tungkai yang panjang disertai otot-otot yang bagus akan sangat berperan dalam prestasi olah raga. Yusuf hadisasmita dan Aip Syarifudin (1996: 73) mengatakan “ orang yang tinggi umumnya anggota badannya seperti lengan dan tungkainya juga panjang”.

Atlet yang mempunyai tungkai panjang, titik berat badannya lebih tinggi dari pada atlet yang mempunyai tungkai pendek. Atlet yang mempunyai tungkai panjang akan menghasilkan titik proyeksi berat badan yang lebih jauh dari titik tolaknya, dibandingkan dengan atlet yang tungkainya pendek. Jadi atlet yang mempunyai tungkai panjang akan mempunyai keuntungan lebih bila dibandingkan dengan yang tungkainya pendek. Karena atlet yang tungkainya panjang titk berat badannya lebih tinggi yang menyebabkan titik proyeksi berat badan lebih jauh. Sehingga dari teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang yang mempunyai tungkai yang lebih panjang akan diuntungkan dangan jarak tempuh terhadap sasaran, dibanding dengan yang mempunyai tungkai lebih pendek akan memerlukan sedikit pengaturan jarak tembak terhadap sasaran.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Panjang Tungkai

Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia tertentu ukuran dan proporsi tubuh selalu mengalami perkembangan. Demikian juga panjang tungkai juga mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Sugiyanto (1998: 194) menyatakan “secara proporsi anak, kaki dan tangan tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan togok”. Hal ini seperti halnya terjadi pada masa anak kecil. Dengan percepatan pertumbuhan kaki dan pertumbuhan togok tidak sama, maka anak yang masa pertumbuhan umumnya yang nampak adalah panjang tungkainya.

Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh dipengaruhi oleh makanan yang di komsumsi sehari-hari. Makanan yang bergizi tinggi dan dikomsumsi sehari-hari

commit to user

dan jaringan tubuh. Selain faktor gizi, keturunan merupakan faktor yang sangat menentukan panjang dan tinggi fisik seseorang. Sugiyanto (1996: 37) mengemukakan bahwa “ faktor keturunan atau genetik merupakan sifat bawaan lahir yang diperoleh dari orang tuanya”. Faktor ini juga menentukan potensi maksimum dan penampilan fisik.

Pendapat diatas menunjukan bahwa, faktor keturunan atau genetik sangat menentukan potensi dan penampilan fisik seseorang yang diturunkan dari orang tuanya. Lebih lanjut Sugiyanto (1996: 37) mengemukakan bahwa “terhadap sifat dan pertumbuhan fisik, faktor keturunan sangat berpengaruh nyata, yaitu terhadap ukuran, bentuk dan kecepatan atau irama pertumbuhan”.

c. Otot- otot yang Terdapat pada Tungkai

Yang dimaksud dengan tungkai adalah anggota gerak badan bagian bawah yang terdiri dari tulang anggota gerak bawah bebas (skeleton extremitas inferior liberae) . Adapun menurut Sudarminto (1992: 60) tuang- tulang anggota gerak bagian bawah terdiri dari:

1) Femur (tulang paha)

2) Crus (tungkai bawah)

a) Tibia

b) Fibula

3) Ossa pedis (kaki)

a) Ossa tarsalia: tulang-tulang pergelangan kaki yang terdiri dari 7buah tulang.

b) Ossa metatarsalia: tulang-tulang telapak kaki yang terdiri dari 5 buah tulang.

c) Ossa palangea digitorum pedis: tulang jari-jari kaki yang terdiri dari 3 ruas tulang kecuali ibu jari yang terdiri dari 2 ruas tulang.

Sebagai tulang anggota gerak bawah (skeleton extremitas inferior liberae), tungkai bawah mempunyai tugas yang sangat penting untuk melakukan gerak. Namun untuk melakukan gerak tersebut secara sistematis harus merupakan hasil dari gerak yang dilaksanakan oleh adanya suatu sistem penggerak yang meliputi otot, tulang, sendi dan saraf. Dalam hal ini otot-otot tungkai serta tulang-tulang

commit to user

dan syaraf-syaraf daerah tungkai. Ada tiga otot besar yang menggerakan tungkai, dimana masing-masing penggerak terdiri dari beberapa otot yaitu:

1) Otot penggerak tungkai atas : iliopsoas, rectus femoris, gluteus maximus, gluteus medius, gluteus minimus, tensor fascialatae, piriformis, adductor brevis, adductor longus, adduktor magnus, gracilis.

2) Otot penggerak tungkai bawah : rectus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, vastus intermedius, sartorius biceps femoris, semitendonsus, semi membranosus.

3) Otot penggerak kaki : tibialis anterior, gastrocnemius, soleus, peroneus

longus, peroneus brevis, tibialis posterior, peroneus tertius.