1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan keterkaitan antara alih kode dan campur kode dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Fenomena
keterkaitan bahasa dan masyarakat disebut dengan sosiolinguistik dan dilatarbelakangi oleh beberapa faktor sehingga penerapannya dalam
komunikasi tidak dapat dihindari. 2.
Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
a. Masyarakat, untuk mengetahui bahwa dalam keseharian baik disadari
atau tidak mereka memakai alih kode dan campur kode dalam berbicara dan berkomunikasi.
b. Kalangan akademisi, dapat berguna sebagai referensi dalam kajian
kebahasaan yang sangat luas lingkupnya untuk diteliti lebih jauh.
1.5 Kerangka Teoretik
1. Bahasa dan Bilingualisme
Bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat, untuk bekerjasama, berinteraksi, dan
mengidentifikasi diri. Menurut Kridalaksana 2008: 24 bahasa ialah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bloomfield dalam Sumarsono, 2009:18 mengatakan bahwa bahasa
adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang
arbitrer yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi.
Kalau definisi bahasa dari beberapa pakar di atas dipahami, akan didapat beberapa ciri atau fakta yang hakiki dari bahasa. Sifat atau ciri
tersebut antara lain, 1 bahasa itu adalah sebuah sistem, 2 bahasa itu berwujud lambang, 3 bahasa itu berupa bunyi, 4 bahasa itu bersifat
arbitrer, 5 bahasa itu bermakna, 6 bahasa itu bersifat konvensional, 7 bahasa itu bersifat unik, 8 bahasa itu bersifat universal, 9 bahasa itu
bersifat produktif, 10 bahasa itu bervariasi, 11 bahasa itu bersifat dinamis, 12 bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan 13
bahasa merupakan identitas penuturnya Chaer, 2007: 33. Kontak yang intensif antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi
yang bilingual multilingual cenderung mengakibatkan timbulnya gejala alih kode code-switching dan campur kode code-mixing. Istilah
bilingualisme dalam
bahasa Indonesia
disebut juga
kedwibahasaan. Dari istilah secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan
penggunaan bahasa atau dua kode bahasa. Ada beberapa ahli yang menerangkan tentang pengertian
kedwibahasaan atau bilingualisme. Salah satunya adalah Weinrich dalam Suwito
,1983: 39, ia menyebutkan kedwibahasaan sebagai ‘The practice of alternately using two language’, yaitu kebiasaan menggunakan dua bahasa
atau lebih secara bergantian. Dalam penggunaan dua bahasa atau lebih,
jika melihat pengertian menurut Weinrich, penutur tidak diharuskan menguasai kedua bahasa tersebut dengan kelancaran yang sama. Artinya
bahasa kedua tidak dikuasai dengan lancar seperti halnya penguasaan terhadap bahasa pertama. Namun, penggunaan bahasa kedua tersebut
kiranya hanya sebatas penggunaan sebagai akibat individu mengenal bahasa tersebut. Pendapat tersebut sejalan dengan rumusan Mackey dalam
Suwito, 1996: 47 bahwa kedwibahasaan diartikan sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih oleh seorang penutur. Menurut Mackey yang dikutip
Fishman dalam Abdul Chaer dan Leony Agustina, 1995: 112 bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang
penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Nababan 1993:27 mengemukakan bilingualisme adalah kebiasaan menggunakan
dua bahasa dalam berinteraksi dengan orang lain.
2. Sosiolinguistik