MK itu menjungkirbalikkan mekanisme sistem proporsional dalam pemilu yang ditetapkan UU sebab bukan distrik murni. Seharusnya tetap ada kebebasan pada
partai untuk menentukan sistem yang dipakai dan dihormati sebab ada kedaulatan rakyat serta kedaulatan partai menentukan caleg.
9
1.6. Ruang Lingkup
1.6.1. Pokok masalah
Penggunaan sistem pemilu tertentu mempengaruhi fenomena-fenomena yang muncul. Pada suatu sistem pemilu, mungkin akan memunculkan sebuah fenomena
yang tidak dijumpai pada sistem pemilu yang lain. Melihat hal tersebut, maka peneliti akan memfokuskan pada fenomena mobilisasi yang muncul pada sistem
proporsional terbuka penuh.
1.6.2. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Gerakan Indonesia Raya di Kabupaten Demak.
Pemilihan obyek ini dikarenakan ketertarikan peneliti terhadap PDIP dan PKB sebagai sebuah partai besar dan berpengalaman dalam menjadi peserta Pemilu, Pada
Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, PDIP berhasil menjadi pemenang di Kabupaten Demak, serta menjadi mayoritas di DPRD kabupaten Demak. Namun, pada Pamilu
2009, PDIP mengalami penurunan perolehan kursi yang sangat tajam, 100 dar kursi yang PDIP peroleh pada Pemilu 2004, dari 16 kursi menjadi 8 kursi.
9
Yes Caleg terpilih oleh suara terbanyak http:www.kompas.comreadXML2008122404240134yes.caleg.terpilih.oleh.suara.terbanyak
Pengalaman sebagai partai besar dan beberapa Pemilu yang PDIP miliki, memunculkan pertanyaan pertanyaan kenapa penurunan terjadi begitu drastic dalam
sistem pemilu yang berbeda dari pemilu 1999 dan 2004. PKB mengalami kenaikan 1 kursi, dan mampu menjadi partai yang memperoleh kursi terbanyak. Begitu juga
dengan Partai Demokrat yang mengalami kenaikan kursi sebesar 100 pada Pemilu 2009.
Partai Gerindra merupakan partai pendatang baru pada Pemilu 2009. Secara pengalaman, Partai Gerindra belum pernah menjadi peserta Pemilu sebelumnya.
Pada Pemilu 2009, pemilu pertama, Partai Gerindra berhasil memperoleh kursi di DPRD Kabupaten Demak, yakni 3 kursi. Dari sisi masa, Partai Gerindra merupakan
partai yang tidak jauh beda dari PDIP. Kedua partai mengklaim basis massa mereka adalah rakyat kecil. Upaya-upaya yang dilakukan oleh DPC PDIP dan Partai
Gerindra maupun para calon anggota DPRD nya dalam memobilisasi pemilih, di dalam mengimplementasikan sebuah system pemilihan umum yang baru inilah yang
kemudian menjadi obyek penelitian.
1.7. Perumusan Masalah
Dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 dan diberlakukannya Ketetapan Mahkamah Konstitusi, maka memunculkan perubahan
model kampanye, baik oleh Partai Politik maupun oleh Calon Anggota Legislatif. Partai Politik, sebagai sebuah organisasi Partai, tentu akan mengkampanyekan visi
misi yang akan diperjuangkan. Namun, ada yang menarik pada Pemilu 2009, dimana
eksistensi kampanye Caleg, dalam komunitas masyarakat langsung, melebihi eksistensi kampanye Partainya. Hal ini disebabkan karena penentuan anggota
legislatif berdasarkan suara terbanyak, sebagaimana yang dijelaskan di atas. Suasana ini tidak ditemukan pada kampanye Pemilu 2004.
Seorang Caleg dituntut untuk mengkampanyekan 2 hal. Pertama, mengkampanyekan Partai yang mengusung Caleg. Kedua, mengkampanyekan
pribadi Caleg tersebut. Caleg dipacu untuk memperkenalkan dirinya kepada pemilih, agar memilih dirinya, di samping memilih Partainya, pada pemungutan suara.
Namun, dapat dipastikan, para Caleg cenderung mengedepankan kampanye pribadinya dari pada mengkampanyekan Partainya. Model kampanye seperti ini tentu
akan mengarahkan pemilih pada pemilihan caleg. Beberapa Partai juga tampaknya menyadari hal ini, dan bahkan mengharapkan hal ini. Sehingga Partai
mempersiapkan orang orang yang popular di masyarakat sebagai caleg dari partai tersebut.
Dalam Pemilu Legislatif, kondisi ini dirasa baru oleh para pemilih. Namun, mungkin kondisinya tidak jauh beda dengan Pilkades, Pilkada, atau Pilpres. Jumlah
aktor Kandidat lah yang membedakan antara Pilkades, Pilkada, Pilpres, dengan Pemilu Legislatif 2009. Pada Pilkades, jumlah aktor kandidat, mungkin hanya
berkisar antara 2 sampai 5 kandidat. Di Pilkada, jumlah aktor kandidat hanya berkisar 2 sampai 5 pasang. Begitupun dengan Pilpres. Namun, jumlah aktor
kandidat dalam Pemilu Legislatif 2009, bisa mencapai 50 bahkan ratusan orang lebih per Daerah Pemilihan. Jumlah aktor yang banyak dalam Pemilu Legislatif 2009, serta
model kampanye yang dilakukan, memunculkan tekanan yang kuat pada perubahan cara pandang pemilih, dari memilih Partai menjadi memilih Caleg.
Setelah melihat fenomena di atas, penulis ingin melihat kinerja partai politik sebagai sebuah lembaga dalam melakukan mobilisasi pemilih, prilaku Calon
legislatif dalam memobilisasi pemilih untuk mendapatkan suara bagi dirinya, serta melihat bentuk-bentuk mobilisasi yang muncul sebagai akibat dari perubahan sistem
pemilu.
1.3. Tujuan Dan Manfaat