22
memiliki tujuan sebagai pencegah terjadinya kemaksiatan, perzinaan dan pelacuran.
33
Menurut hukum agama Kristen-Katolik, tujuan perkawinan adalah untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang kekal antara laki-laki dan perempuan
berdasarkan cinta kasih, serta untuk melahirkan anak dan mendidiknya.
34
Menurut hukum agama Hindu, tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan dan untuk menebus dosa-dosa orangtua dengan
menurunkan seorang putra laki-laki yang diyakini dapat menyelamatkan orangtuanya dari neraka Put.
35
Menurut hukum agama Buddha, tujuan perkawinan adalah untuk membentuk suatu keluarga bahagia yang diberkahi Sanghyang Adi BuddhaTuhan
Yang Maha Esa, para Buddha dan para Bodhisatwa-Mahasatwa yang berlandaskan cinta kasih metta, kasih sayang karuna, dan rasa
sepenanggungan mudita.
E. Arti Perkawinan bagi Penganut Kong Hu Chu
Perkawinan bagi penganut Kong Hu Chu merupakan peristiwa yang penting. Perkawinan dimaknai sebagai pangkal generasi dan merupakan
perpaduan dua manusia dari marga yang berbeda, yang ditujukan untuk
33
Ibid., hlm. 25.
34
Ibid..
35
Ibid..
23
memelihara jabatan bajik dengan orang-orang yang berhubungan dekat. Seorang istri menjadi satu dengan suami yang menjadi pasangannya.
36
Urgennya makna perkawinan bagi penganut Kong Hu Chu adalah didasarkan atas legitimasi kitab suci, yaitu kitab YA KENG dan LEE KIE. Kitab
YA KENG bagian Si Kwa B:31-32 menyebutkan: “Ada langit dan bumi barulah kemudian ada berlaksa benda-
makhluk ini. Ada berlaksa benda-makhluk ini baru kemudian ada pria dan wanita. Ada pria dan wanita barulah kemudian ada
suami-istri. Ada suami-istri barulah kemudian ada hubungan orangtua-anak. Ada hubungan orangtua-anak barulah kemudian
ada raja-menteri. Ada raja-menteri baru kemudian ada Kesusilaan dan Kebenaran. Ada rasa sepenanggungan itulah
Jalan suci suami-istri yang harus dilalui dalam waktu lama ditanggung bersama.”
37
Ayat ini memaparkan tentang realitas kejadian makrokosmos dan mikrokosmos yang memaparkan secara sistematis kejadian di alam semesta,
dimulai dari munculnya langit dan bumi, kemudian dilanjutkan dengan adanya berbagai makhluk di dunia, dan dari makhluk-makhluk tersebut terdapat makhluk
yang bernama manusia, yang saling berpasangan, yaitu laki-laki dan perempuan suami-istri. Kemudian, dari hasil hubungan laki-laki dan perempuan tersebut,
lahirlah generasi manusia yang semakin banyak jumlahnya dan berkembang menjadi sebuah sekelompok masyarakat yang membutuhkan raja dan menteri
untuk memimpin setiap kebijakan dalam memajukan peradaban dan menjaga kedamaian masyarakat. Munculah ajaran tentang kesusilaan dan kebenaran yang
menjadi pedoman kehidupan masyarakat. Ajaran ini pun menjadi pedoman
36
J. Dwi Helly Purnomo, op. cit., hlm. 91.
37
Ibid., hlm. 90.
24
berbagai pasangan suami-istri keluarga dalam konteks masyarakat tersebut dan siap ditanggung bersama, senasib sepenanggungan, sebagai sebuah jalan suci.
Urgensi makna perkawinan bagi penganut Kong Hu Chu ini berkaitan erat dengan eksistensi penganut Kong Hu Chu, sebab prosesi pelaksanaannya sesuai
dengan normativitas agama Kong Hu Chu, oleh karena itu, persoalan ini patut memperoleh tanggapan yang serius dari pihak pemerintah dengan dibentuk dan
diberlakukannya Undang-Undang yang adil, sebagaimana dicita-citakan dalam Pancasila dan UUD 1945, sebagai bentuk kepedulian pemerintah untuk merestui
perkawinan yang dilakukan oleh warganya demi kesejahteraan bangsa. Adapun tujuan dari perkawinan menurut agama Kong Hu Chu adalah
untuk menjalankan tugas suci manusia yang memungkinkan manusia melangsungkan sejarahnya dan mengembangkan benih-benih Firman Thian
Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud Kebajikan yang bersemayam di dalam dirinya serta selanjutnya memungkinkan manusia membimbing putra-putrinya.
38
F. Syarat Perkawinan