27
perkawinan yang tidak sesuai dengan standarisasi umur yang telah ditentukan menurut Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dijelaskan pada Pasal
7 ayat 2 yang berbunyi: “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat 1 Pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain, yang ditunjuk
oleh kedua orangtua pihak pria maupun pihak wanita.
42
G. Pencatatan Perkawinan Agama di Indonesia
Pelaksanaan dan Pencatatan perkawinan di Indonesia, pada dasarnya mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 1974 yang berlandaskan Pancasila dan UUD
1945, artinya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dituntut mampu menampung segala kenyataan yang ada di dalam masyarakat. UU Nomor 1 Tahun 1974 dibuat
dan diberlakukan, agar dapat mengakomodir dan mengatur pelaksanaan perkawinan di Indonesia yang terdiri atas beragam adat-istiadat, budaya, dan
agama, sesuai dengan perkembangan zaman, dan baik menurut kenyataan sosial maupun menurut kenyataan dalam Hukum Adat dan Hukum Agama.
43
Pencatatan perkawinan, pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Hal ini merupakan suatu upaya yang
diatur melalui perundangan untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan dan lebih khusus lagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga melalui
pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan Akta Nikah, yang masing-masing suami istri mendapat salinannya. Apabila terjadi perselisihan di antara mereka
atau salah satu tidak bertanggung jawab, maka yang lain dapat melakukan upaya
42
Ibid., hlm. 222.
43
Hilman Hadikusumo, op. cit., hlm. 6.
28
hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing. Jadi, ada bukti otentik atas perbuatan hukum yang mereka lakukan.
44
Pelaksanaan dan pencatatan perkawinan yang sah di Indonesia berdasarkan agamanya, sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
bersifat menentukan. Apabila suatu perkawinan dilakukan tidak sesuai dengan hukum agama yang bersangkutan, berarti perkawinan yang dilakukan tidak sah.
Pencatatan perkawinan yang dilakukan di Kantor Catatan Sipil tanpa terlebih dahulu dilakukan menurut hukum agama tertentu dinyatakan tidak sah.
Perkawinan yang dilakukan menurut hukum adat atau aliran kepercayaan yang bukan agama, dan tidak dilakukan menurut tata cara agama yang diakui
pemerintah berarti tidak sah. Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut tata cara yang berlaku dalam agama Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu. Adapun mengenai pengaturan pencatatan perkawinan berdasarkan agamanya, selain Warga Negara Indoensia yang
beraagama Islam, pencatatan perkawinan dicatat di Kantor Catatan Sipil, sedangkan bagi Warga Negara Indonesia yang beragama Islam, pencatatan
perkawuinannya dilaksanakan di Kantor Urusan Agama oleh Petugas Pencatat yang telah ditentukan.
44
Ibid., hlm. 107.
BAB III METODE PENELITIAN