Manifestasi Klinis Diagnosis Tinjauan Tentang Kejang Demam

Pada suatu penelitian case-control menyatakan bahwa kekurangan besi dan seng mungkin juga menjadi faktor risiko kejang demam. Penelitian yang dilakukan pada anak Indian yang berusia 3 bulan sampai 5 tahun menunjukkan kadar seng serum lebih rendah pada pasien yang kejang dibandingkan pasa pasien demam tanpa kejang Reesee, 2012. Seng merupakan modulator penting dalam sintesis GABA. Kedua temuan ini meningkatkan kemungkinan bahwa penurunan inhibisi dari reseptor GABA pada keadaan demam, mengakibatkan terjadinya kejang demam. Pada kasus terinfeksi human herpes virus-6 HHV-6, menyatakan bahwa invasi virus secara langsung pada otak, ketika pada keadaan demam, menyebabkan bangkitan kejang demam dan virus tersebut mungkin diaktifkan kembali jika demam pada penyakit berikutnya, dan dapat menyebabkan kejang demam berulang. Penelitian pada hewan telah menunjukkan peningkatan rangsangan saraf selama pematangan otak normal, yang mungkin menjelaskan hubungan kerentanan usia anak kejang demam Shellhaas, 2014.

2.1.7. Manifestasi Klinis

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh dalam mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam kompleks menetap lebih lama dari 15 menit, adanya kejang berulang pada 24 jam, atau kejang fokalparsial selama periode mengantuk atau tertidur pasca-iktal Nelson, 2000.

2.1.8. Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk mencari fokus infeksi penyebab demam, tipe kejang, serta pengobatan yang telah diberikan sebelumnya. Tanyakan riwayat trauma, riwayat perkembangan dan fungsi Universitas Sumatera Utara neurologis, serta riwayat kejang demam maupun kejang tanpa demam pada keluarga. Pada kejang demam ditemukan perkembangan neurologis yang normal. Tidak ditemukan tanda-tanda meningitis maupun ensefalitis misalnya kaku kuduk atau penurunan kesadaran. Anak-anak harus segera dievaluasi setelah kejang awal. Kebanyakan pasien kejang demam datang untuk perawatan medis setelah kejang berhenti dan kembali dalam keadaan sadar penuh. Tanyakan pada orang tua mengenai imunisasi, penggunaan antibiotic, durasi kejang, lamanya fase pasca-iktal, dan gejala fokal lainnya. Pemeriksaan laboratorium seperti darah perifer lengkap tidak diperlukan pada pasien dengan kejang demam, karena jarang ditemui gangguan elektrolit atau infeksi bakteri berat. Dalam suatu penelitian retrospektif yang dilakukan pada 379 anak dengan kejang demam, hanya delapan orang yang ditemukan bakterimia. Pemeriksaan pungsi lumbal kini menjadi pilihan untuk anak usia 6-12 bulan yang belum pernah atau belum lengkap diimunisasi Haemophilus influenza tipe b dan S. pneumonia. Pungsi lumbal juga direkomendasikan untuk dilakukan pada semua anak yang berusia dibawah 12 bulan dan boleh dipertimbangkan untuk anak usia 12-18 bulan. Pungsi lumbal tidak rutin dilakukan pada anak usia 18 bulan, hanya dilakukan bila tanda meningitis positif atau infeksi intracranial. Elektroensefalografi EEG tidak rutin dilakukan, namun dianjurkan pada anak dengan kejang demam usia 6 tahun, ataupun ada gambaran kejang fokal. Pemeriksaan seperti X-ray, CT-Scan, atau MRI setelah kejang demam sederhana atau kompleks tidak dianjurkan. Tidak didapatkan manfaat untuk membantu nilai diagnosis atau prognosis. Pemeriksaan EEG dan neuroimaging hanya diindikasikan bila ada kelainan neurologis fokal, kelainan saraf cranial yang menetap, atau papiledem Reese,2012.

2.1.9. Penatalaksanaan