Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Mengenai Kejang Demam di Puskesmas Ciputat Timur 2012

(1)

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Nur Afida Fauzia

NIM: 109103000046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2012 M


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 September 2012


(3)

iii

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK DI PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR TAHUN 2012

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

Oleh

Nur Afida Fauzia

NIM: 109103000046

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Yanti Susianti, SpA dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1433 H/2012 M


(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK DI PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR 2012 yang diajukan oleh Nur Afida Fauzia (NIM: 109103000046), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, September 2012

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS

Pembimbing 1

dr. Yanti Susianti, SpA

Pembimbing 2

dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS

Penguji 1

dr. Risahmawati, PhD

Penguji 2

dr. Siti Nur Aisyah J, PhD

PIMPINAN FAKULTAS

DEKAN FKIK UIN

Prof. Dr(hc). dr. MK. Tadjudin, SpAnd

KAPRODI PSPD FKIK UIN


(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan ke haribaan Nabi Muhammad SAW yang telah membuka wawasan ummat manusia dari jaman Jahiliyah ke jaman Islamiyah yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini.

Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian

yang berjudul, “Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Mengenai Kejang

Demam di Puskesmas Ciputat Timur 2012” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam menyelesaikan laporan penelitian ini, penulis tentunya mendapatkan banyak kendala dan hambatan. Untuk mengatasi kendala dan hambatan tersebut penulis mendapat bantuan, dukungan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Para pembimbing riset penulis, dr. Yanti Susianti, SpA dan dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS yang telah mengarahkan dan memberi perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

2. drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku penanggung jawab riset Program Studi Pendidikan Dokter 2009

3. Orang tua penulis, Ayahanda Fatchul Umam dan Ibunda Yulianti Amiina yang selalu memberi semangat dan motivasi, dan mendukung penulis dalam pendidikan di kedokteran.

4. Kakak-kakak penulis, Fathi Nashrullah, Shofia Aniisa, dan Husna Lathiifa yang selalu mendoakan dan mendukung penulis selama ini.


(6)

vi

5. Sahabat-sahabat satu kelompok riset, Alvin Rifqy, Salwa, Ayu Wilda Ainusyifa, dan Ayu Indriyani Munggaran yang selalu mendukung, memberikan ide-ide dan semangat dalam berlangsungnya penelitian ini. 6. Teman yang telah membantu dalam pengambilan data di Puskesmas,

Syukran, dan juga telah banyak mendengar keluhan-keluhan penulis dan selalu memberi semangat.

7. Teman-teman PSPD 2009 beserta seluruh staf pengajar dari Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hiayatullah Jakarta yang ikut membantu dan memberi dukungan dalam penelitian ini.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan, dapat dijadikan pelajaran bagi adik-adik penulis selanjutnya serta dapat menambah pengetahuan kita semua.

Jakarta, September 2012


(7)

vii

ABSTRAK

Nur Afida Fauzia. Pendidikan Dokter. PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK DI PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR TAHUN 2012.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis tersering pada anak yaitu dengan prevalensi bervariasi antara 2-5%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai kejang demam pada anak di Puskesmas Ciputat Timur tahun 2012. Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan metode cross-sectional, teknik pengambilan sampel secara consecutive-sampling dan pengambilan data dilakukan dengan kuesioner. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012 di Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Sampel berjumlah 106 orang, 73 orang (68.3%) berada pada usia 25-35 tahun, 93 orang (87.7 %) sebagai ibu rumah tangga, 58 orang (54.7 %) memiliki tingkat pendidikan sedang, dan 45 orang (42.5 %) memiliki tingkat pendapatan sedang. Sebanyak 68 orang (64.2%) memiliki pengetahuan baik, 84 orang (79.2%) memiliki sikap baik, dan sebanyak 61 orang (57.5%) memiliki perilaku sedang mengenai kejang demam pada anak. Dengan uji hipotesis yaitu

uji chi-square, terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan responden

dengan perilaku responden tentang kejang demam pada anak dengan p<0.05 (p=0.036).

Kata kunci: Pengetahuan, sikap, perilaku, ibu, kejang demam, Puskesmas Ciputat Timur

ABSTRACT

Nur Afida Fauzia. Medical Education Study Programme. KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF MOTHERS AGAINTS FEBRILE SEIZURE IN

CHILDREN IN PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR, YEAR 2012.

Febrile seizure was the most neurological disorder in children with prevalency varies between 2% to 5%. The aims of this research was to determine the level of knowledge, attitude, and behaviour of women againts febrile seizure in

children in Puskesmas Ciputat Timur, year 2012. This was a descriptive and

analitic research performed utilizing cross-sectional method. The sampling technic was performed consecutively called consecutive-sampling. While the data acquisition was based on the written questionnaire. This data acquisition has

been undertaken on June and July 2012 in Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang

Selatan. The sample size was 106 women, 73 of them (68.3%) between 25–35 year of age, 93 of them (87.7%) household wife, 58 of them (54.7%) with moderate education, and 45 of them (42.5%) have moderate income. Some of them, 68 women (64.2%) have good knowledge, 84 of them (79.2%) with good attitude and 61 of them (57.5%) have moderate level to behave against febrile seizure. Chi-square test is applied to test its hypothesis. There are significant relationship


(8)

viii

between the knowledge of sample and her behaviour againts febrile seizure upon her children with p value < 0.05 (p=0.036).

Keywords: Knowledge, attitude, behavior, febrile seizures, mother, Puskesmas


(9)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Definisi Demam ... 4

2.2. Definisi Kejang Demam ... 4

2.3. Insiden Kejang Demam ... 5

2.4. Faktor Risiko Kejang Demam ... 5

2.5. Klasifikasi Kejang Demam ... 6

2.5.1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) ... 6

2.5.2. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure) ... 6

2.6. Patofisiologi Kejang Demam ... 7

2.7. Gejala Klinik Kejang Demam ... 9

2.8. Prognosis Kejang Demam ... 10

2.9. Penatalaksanaan Kejang Demam ... 11

2.9.1. Penatalaksanaan Saat Kejang ... 11

2.9.2. Pemberian Obat Pada Saat Demam... 12

2.9.3. Pemberian Obat Rumat ... 13

2.10. Reaksi Orang Tua terhadap Kejang Demam ... 14

2.11. Teori Pengetahuan, Sikap, Perilaku, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya... 15

2.12. Kerangka Konsep ... 16

2.13. Definisi Operasional... 16


(10)

x

3.1. Jenis Penelitian ... 19

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.3. Populasi dan Sampel ... 19

3.4. Variabel Penelitian ... 20

3.5 Cara Kerja ... 21

3.6. Managemen Data ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 22

4.1. Hasil dan Pembahasan Penelitian... 23

4.1.1. Analisis Univariat... 23

4.1.1.1. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 24

4.1.1.2. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik... 25

4.1.1.2. Sebaran Responden Berdasarkan Sikap ... 26

4.1.1.3. Sebaran Responden Berdasarkan Sikap Spesifik ... 27

4.1.1.4. Sebaran Responden Berdasarkan Perilaku ... 28

4.1.1.5. Sebaran Responden Berdasarkan Perilaku Spesifik ... 29

4.1.2. Analisis Bivariat ... 32

4.1.2.1. Hubungan Karakteristik Responden dengan Pengetahuan Kejang Demam Pada Anak ... 32

4.1.2.2. Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap Ibu Mengenai Kejang Demam pada Anak ... 33

4.1.2.3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Perilaku kejang demam pada anak ... 34

4.1.2.4. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden dengan Perilaku Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak ... 35

4.1.2.5. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Sikap Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak ... 35

4.2. Keterbatasan Penelitian ... 22

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1. Simpulan ... 37

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

Lampiran 1 ... 41

Lampiran 2 ... 42


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Usia, Pendidikan,

Pekerjaan Dan Pendapatan Keluarga. ... 23

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ...24

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik ...25

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap ...27

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Spesifik ...27

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku ...28

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Cara Penilaian

Suhu Anak Saat Demam ... 29

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku cara Penanganan

awal terhadap Demam pada anak ... 30

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Cara Penilaian Kejang Demam Pada Anak ...

31

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Penanganan Awal Kejang Demam Pada Anak ...

31

Tabel 4.11 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pengetahuan

kejang demam pada anak ... 32

Tabel 4.12 Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap Ibu

Mengenai Kejang Demam pada Anak ... 33

Tabel 4.13 Hubungan Karakteristik Responden dengan perilaku kejang

demam pada anak ... 34

Tabel 4.14 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden dengan Perilaku

Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak ... 45


(12)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4°C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.1 Kejang demam adalah kelainan neurologis tersering pada anak dan biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan – 5 tahun dengan puncak onset kira-kira pada umur 14-18 bulan.2

Prevalensi kejang demam pada anak berumur kurang dari lima tahun di Amerika Serikat dan Eropa Barat berjumlah antara 2% sampai 5%. Kejadian di tempat lain di dunia bervariasi antara 5-10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di Hongkong, dan 0.5-1.5% di China.3

Faktor pemicu kejang demam yang utama adalah demam itu sendiri. Demam yang dapat menimbulkan kejang bisa demam karena infeksi apa saja. Contohnya infeksi saluran pernapasan atas, gastroenteritis, infeksi saluran kemih, otitis media akut, infeksi virus, dan demam setelah imunisasi.4

Kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Anak-anak yang mengalami kejang demam sederhana tidak memiliki peningkatan risiko kematian. Pada kejang demam yang kompleks, yang terjadi sebelum usia 1 tahun, atau dipicu oleh suhu <39° C dikaitkan dengan angka kematian 2 kali lipat selama 2 tahun pertama setelah terjadinya kejang. Dibandingkan dengan populasi umum, anak-anak dengan kejang demam memiliki angka kejadian epilepsi yang lebih sering (2% vs 1%).2 Kejang yang lebih dari 15 menit diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap.1,3

Sekitar sepertiga dari anak yang mengalami kejang demam mengalami kekambuhan. Menurut suatu penelitian, risiko kejang berulang pada 1 tahun pertama sebanyak 25%, dan meningkat menjadi 30% pada tahun kedua.5


(13)

saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Akibat terjadinya kejang demam pada anak dapat menimbulkan gangguan psikologis yaitu, ansietas (kecemasan berlebihan), depresi, perasaan bersalah, ketakutan akan berulangnya kejang, ketakutan akan berlanjutnya kejang menjadi penyakit epilepsi, dan kekhawatiran pada demam yang tidak terlalu tinggi. Kecemasan orangtua ini harus dikurangi dengan edukasi yang efektif.3-4,6

Edukasi kesehatan yang efektif hanya bisa ditetapkan berdasarkan pemahaman yang kuat dari pengetahuan yang berlaku, sikap, dan penerapannya dalam sebuah komunitas (Knowledge, Attitude, Practice). Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai kejang demam dan penanganan awal yang tepat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada sub bab latar belakang masalah, dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai kejang demam di Puskesmas Ciputat Timur?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai kejang demam pada anak di Puskesmas Ciputat Timur mengenai kejang demam.


(14)

 Mengetahui karakteristik ibu yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat Timur.

 Untuk mengetahui hubungan usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan keluarga dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu terhadap kejang demam di Puskesmas Ciputat Timur.

 Untuk mengetahui perilaku ibu dalam menyikapi demam pada anak.

 Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap ibu dengan tingkat perilaku ibu terhadap kejang demam di Puskesmas Ciputat Timur.

1.4. Manfaat penelitian

 Memberi pengetahuan bagi subjek penelitian tentang kejang demam.

 Memberi gambaran kepada dinas kesehatan setempat mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu tentang kejang demam.


(15)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Demam

Suhu tubuh normal adalah berkisar antara 36,6˚C - 37,2˚C. Suhu oral sekitar 0,2 – 0,5˚C lebih rendah dari suhu rektal dan suhu aksila 0,5˚C lebih rendah dari suhu oral. Suhu tubuh terendah pada pagi hari dan meningkat pada siang dan sore hari. Pada cuaca yang panas dapat meningkat hingga 0,5˚C dari suhu normal. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas.3

Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh di atas normal, yaitu di atas 37,2˚C (99,5˚F) sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam sangat berguna sebagai pertanda adanya suatu proses inflamasi, biasanya tingginya demam mencerminkan tingkatan dari proses inflamasinya. Dengan peningkatan suhu tubuh juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri maupun virus.3

2.2. Definisi Kejang Demam

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam ini terjadi pada 2%-4% anak berumur 6 bulan –5 tahun.1-3,7

Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi. Epilepsi adalah kejang yang berulang tanpa demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi sistem saraf pusat (SSP), atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.7


(16)

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis, atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.7

2.3. Insiden Kejang Demam

Prevalensi kejang demam pada anak berumur kurang dari lima tahun di Amerika Serikat dan Eropa Barat berjumlah antara 2% sampai 5. Kejadian di tempat lain di dunia bervariasi antara 5-10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di Hongkong dan 0.5-1.5% di China. Di antara anak yang mengalami kejang demam, 70-75% mengalami kejang demam sederhana, 20-25% mengalami kejang demam kompleks, dan sekitar 5% mengalami kejang demam simtomatik.3

Kejang demam lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Hal ini dikarenakan kematangan otak terjadi lebih dulu pada anak perempuan daripada anak laki-laki.3

2.4. Faktor Risiko Kejang Demam

Faktor pemicu kejang demam yang utama adalah demam itu sendiri. Demam yang dapat menimbulkan kejang bisa demam karena infeksi apa saja. Infeksi saluran pernapasan atas yang paling sering dikaitkan dengan kejang demam. Penyebab lain yaitu gastroenteritis, khususnya yang disebabkan oleh bakteri Shigella sp. dan Campylobacter jejuni, infeksi saluran kemih yang sedikit lebih jarang tetapi mungkin terjadi, otitis media akut, infeksi virus, dan immunisasi.4

Faktor risiko lain adalah adanya riwayat kejang demam pada saudara kandung dan orang tua, yang menunjukkan adanya kecenderungan genetik. Selain itu, faktor lainnya adalah perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.8


(17)

2.5. Klasifikasi Kejang Demam

2.5.1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)

Kejang demam sederhana adalah kejang yang terjadi pada saat demam, umumnya terjadi dalam waktu kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.6

Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam sederhana, kejang timbul bukan disebabkan oleh infeksi, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Penderita yang sebelumnya pernah mengalami demam yang sangat tinggi tetapi tidak mengalami kejang, maka pada kejang yang terjadi berikutnya harus dipikirkan kemungkinan penyebab selain kejang demam.6

Kejang demam sederhana akan muncul ketika suhu sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam. Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik–klonik seperti kejang grand mal atau kadang–kadang hanya kaku umum atau mata mendelik tiba-tiba. Kejang dapat juga berulang, tetapi sebentar dan masih dalam waktu 16 jam peningkatan suhu tubuh.6

2.5.2. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

Kejang demam kompleks adalah kejang dengan salah satu ciri berikut :5 1. Kejang lama lebih dari 15 menit.

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. 3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Kejang demam kompleks adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang demam kompleks terjadi pada 8 % kejang demam . Kejang


(18)

fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % di antara anak yang mengalami kejang demam.5

2.6. Patofisiologi Kejang Demam

Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan baik susunan saraf pusat (korteks serebri). Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.9

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya:9

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya.

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.


(19)

Pada keadan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.9

Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang.9

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C. Pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih.9

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah. Dalam penanggulangan kejang perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang.9

Beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu:9

 Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.

 Cepatnya kenaikan suhu.

 Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.

 Metabolisme meningkat, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.


(20)

Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai dengan apnea dan meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot rangka. Hal ini menyebabkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis laktat karena metabolisme anaerobik. Aktivitas otot yang meningkat dapat menyebabkan denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh semakin tinggi. Gangguan peredaran darah yang terjadi mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan menimbulkan edema otak. Semua hal ini menyebabkan metabolisme otak meningkat dan berlanjut menjadi kerusakan neuron otak.9

Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi risiko adanya serangan epilepsi yang spontan di kemudian hari. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.9

2.7. Gejala Klinik Kejang Demam

Kejang demam terjadi pada dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya terjadi pada suhu tubuh mencapai 39 °C atau lebih. Tipe kejang menyeluruh, tonik–klonik selama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk pasca kejang. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi, seperti mata mendelik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. 7.9

Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan observasi menyeluruh. Ketika demam tidak lagi ada pada saat anak sampai di rumah sakit, tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab kejang demam. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit


(21)

neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparese sementara (hemiparese Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti hemiparese yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.7,9

2.8. Prognosis Kejang Demam

Prognosis kejang demam umumnya baik dan tidak menyebabkan kematian, jika ditangani dengan cepat dan tepat. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan terjadinya kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal (kejang demam kompleks). Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, biasanya diduga telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap.7,10

Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi :7 - Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.

Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.

- Epilepsi (Risiko untuk mendapatkan epilepsi rendah). - Kelainan motorik.

- Gangguan mental dan belajar.

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :4,7

a. Riwayat kejang demam dalam keluarga. b. Usia kurang dari 12 bulan.

c. Temperatur yang rendah saat kejang. d. Cepatnya kejang setelah demam.

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan


(22)

berulangnya kejang demam hanya 10% - 15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.5,7

Kemungkinan komplikasi kejang demam lainnya adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah:3,4,7

a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.

b. Kejang demam kompleks.

c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.

Masing–masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.7

2.9. Penatalaksanaan Kejang Demam

2.9.1. Penatalaksanaan Saat Kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.7,11

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.7,11

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila


(23)

setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.3 Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.7,11

2.9.2. Pemberian Obat Pada Saat Demam

a. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.7

b. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30 %-60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5° C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, irritable, dan sedasi yang cukup berat pada 25%-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.7


(24)

c. Pemberian kompres

Menurut IDAI, pemberian kompres air hangat dapat melebarkan pembuluh darah perifer sehingga dapat terjadi pengeluaran panas. Mengompres anak saat demam dengan air dingin atau alkohol akan membuat vasokonstriksi pembuluh darah sehingga sulit terjadi pengeluaran panas melalui evaporasi dan radiasi. 12

2.9.3. Pemberian Obat Rumat

a. Indikasi pemberian obat rumat

a. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :7

1. Kejang lama > 15 menit.

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, dan hidrosefalus.

3. Kejang fokal.

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

 Kejang demam > 4 kali per tahun.

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat.Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.7

b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,


(25)

maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.7

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 %-50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.7

2.10. Reaksi Orang Tua terhadap Kejang Demam

Orangtua seringkali dilanda kepanikan saat melihat anaknya kejang demam. Reaksi orangtua terhadap kejang demam dapat dibagi menjadi dua, yaitu reaksi fisik dan psikologis. Gejala fisik yang dirasakan orangtua pasien adalah dispepsia, anoreksia dan gangguan tidur. Sedangkan gejala psikologis adalah ansietas (kecemasan berlebihan), depresi, kemarahan, perasaan bersalah, ketakutan akan berulangnya kejang, ketakutan akan berlanjutnya kejang menjadi penyakit epilepsi, dan kekhawatiran pada demam yang tidak terlalu tinggi.4,6 Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan beberapa cara di antaranya :3,7

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. b. Memberitahukan cara penanganan kejang.

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang berulang.

d. Pemberian obat untuk mencegah kemungkinan kejang berulang memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.


(26)

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang : 3,7 a. Tetap tenang dan tidak panik.

b. Melonggarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun ada kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang. e. Tetap bersama pasien selama kejang.

f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti. g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau

lebih.

2.11. Teori Pengetahuan, sikap,, Perilaku, dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah usia, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, lingkungan, sosial-budaya, dan lain-lain.13

Sikap adalah bentuk evaluasi atau perasaan seseorang terhadap suatu objek yaitu perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi, atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu.13-14


(27)

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung dari maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku adalah pengetahuan, sikap,, keyakinan, kepercayaan, adanya niat, dukungan dari lingkungan, fasilitas, dan lain sebagainya.14

2.12. Kerangka Konsep

Keterangan bagan : Variabel dependen yang diteliti Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Karakteristik ibu: Usia

Pendidikan Pendapatan

Keluarga

Pengetahuan, sikap,, Prilaku Tentang


(28)

2.13. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur

1. Usia Lamanya hidup responden yang dihitung dalam tahun sejak lahir sesuai KTP sampai saat penelitian tahun

Wawancara Kuesioner Ordinal Univariat 1. 15-24 tahun 2. 25-35 tahun 3. 36-49 tahun Bivariat

1. <30 tahun 2. >30 tahun 2. Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir responden

yang mencakup tingkat SD, SMP, SMU, dan Perguruan Tinggi.

Wawancara Kuesioner Ordinal Univariat

1. Rendah: buta huruf/ tidak pernah sekolah, tamat/ tidak tamat SD dan yang sederajat, tamat/tidak tamat SMP dan yang sederajat. 2. Sedang: tamat/ tidak tamat SMU dan yang

sederajat.

3. Tinggi: tamat/ tidak tamat perguruan tinggi. Bivariat

1. Rendah : (buta huruf/ tidak pernah sekolah, tamat/ tidak tamat SD dan yang sederajat, tamat/tidak tamat SMP dan yang sederajat) 2. Tinggi : (tamat/ tidak tamat SMU dan yang

sederajat, tamat/ tidak tamat perguruan tinggi)

3. Pendapatan Keluarga

Hasil dari pekerjaan yang dilakukan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dalam satu bulan. Apabila suami dan istri bekerja, pendapatan masing-masing dijumlahkan.

1. Pendapatan rendah yaitu di bawah 1.500.000 per bulan

2. Pendapatan sedang yaitu 1.500.000 sampai 2.500.000 per bulan

3. Pendapatan tinggi yaitu di atas 2.500.000 per bulan


(29)

4. Pekerjaan Kegiatan rutin yang dilakukan dalam upaya mendapatkan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.

Wawancara Kuesioner Ordinal a. Ibu rumah tangga b. Karyawan c. Guru

d. Bidan/ petugas kesehatan e. Wiraswata

f. Lain-lain 5. Pengetahuan Segala informasi yang diketahui berkaitan

dengan proses observasi, pembelajaran ataupun penelitian. Yang diteliti adalah pengetahuan responden tentang kejang demam pada anak..

Wawacara Kuesioner Ordinal 1. Pengetahuan baik bila jumlah nilai skor > 17 2. Pengetahuansedang bila jumlah skor 14-16 3. Pengetahuan kurang bila jumlah nilai skor

<14. 6. Sikap Kecenderungan yang dipelajari untuk

bertingkah laku secara konsisten terhadap seseorang, sekelompok orang, suatu objek. Yang ingin diteliti adalah sikap responden tentang kejang demam pada anak melalui beberapa pernyataan mengenai kejang demam melalui kuesioner.

Wawancara Kuesioner Ordinal a. Baik bila jumlah nilai skor > 9 b. Sedang bila jumlah skor 7-8 c. Kurang bila jumlah nilai skor <7.

7. Perilaku Tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang untuk pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma kelompok yang bersangkutan serta merupakan konsekuensi logis (ideal dan normatif) dan eksistensi pengetahuan budaya atau pola pikir yang dimaksud. Hal yang ingin diteliti adalah perilaku responden terhadap penilaian dan penanganan kejang demam pada anak.

Wawancara Kuesioner Ordinal a. Baik bila jumlah nilai skor > 7 b. sedang bila jumlah skor 4-6 c. kurang bila jumlah nilai skor <4.


(30)

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian berupa penelitian cross-sectional, penelitian dilakuan secara deskriptif-analitik, dengan pengisian kuesioner untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan di Puskesmas Ciputat Timur Tahun 2012.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012 di Puskesmas Ciputat Timur Kecamatan Ciputat Tangerang Selatan.

3.3. Populasi dan Sampel

1. Populasi target adalah seluruh ibu yang berusia subur (18-49 tahun) yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur Kecamatan Ciputat Tangerang Selatan.

2. Populasi terjangkau adalah seluruh ibu yang berusia subur (18-49 tahun) yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat Timur pada bulan Juni-Juli 2012. 3. Sampel penelitian adalah ibu-ibu yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat

Timur dan telah masuk kriteria inklusi. a. Kriteria inklusi

1. Ibu yang berusia subur yaitu berada di antara 18-49 tahun. 2. Ibu yang telah menikah dan mempunyai anak berusia 0-6

tahun.

3. Ibu yang telah setuju dijadikan responden penelitian b. Kriteria eksklusi

1. Ibu yang mempunyai gangguan jiwa. 2. Kuesioner yang tidak terisi dengan lengkap.


(31)

4. Cara pengambilan sampel adalah dengan non-probability sampling yaitu

consecutive sampling.

5. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus:15

Keterangan :

α = 0,05 ; jadi Zα = 1,96 p = 50%

L = 10% q = 1- p

Jadi estimasi besar sampel minimal adalah sebanyak 96 orang. Estimasi besar sampel dengan estimasi drop out 10% sebanyak 106 orang, jadi sampel yang dibutuhkan adalah 106 orang.

3.4. Variabel Penelitian

Variabel bebas :

Usia ibu.

Pendidikan ibu.

Pendapatan keluarga. Variabel terikat :

Pengetahuan ibu mengenai kejang demam.

Sikap ibu mengenai kejang demam.

Perilaku ibu mengenai kejang demam.

Ketika menghubungkan antara pengetahuan ibu mengenai kejang demam dengan perilaku ibu, yang bertindak sebagai variabel bebas adalah pengetahuan ibu mengenai kejang demam, dan yang bertindak sebagai variabel terikat adalah perilaku ibu mengenai kejang demam.


(32)

3.5 Cara Kerja

1.Menentukan pertanyaan penelitiaan. 2.Mengidentifikasi variabel penelitian.

3.Menentukan populasi target, populasi terjangkau. 4.Menentukan besar dan cara pengambilan sampel. 5.Mengembangkan instrumen pengumpulan data. 6.Pengumpulan data

a. Menjelaskan kepada subjek penelitian tujuan dan cara kerja.

b. Meminta persetujuan subjek untuk dijadikan sampel dalam penelitian.

c. Meminta subjek penelitian untuk mengisi kuesioner. d. Memandu subjek penelitian dalam mengisi kuesioner.

3.6. Managemen Data

Data yang terkumpul pada penelitian ini akan dilakukan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi responden dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan jumlah dan ukuran persentase masing-masing kelompok.

Pada analisis bivariat akan dilakukan uji statistik chi-square dengan derajat kebebasan pada alpha 5%, jika tidak memenuhi syarat uji chi-square maka akan dilakukan penggabungan sel.


(33)

22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2012 di Puskesmas Ciputat Timur. Responden penelitian adalah ibu-ibu pengunjung puskesmas Ciputat Timur yang telah memenuhi kriteria inklusi sebanyak 106 responden.

4.1. Keterbatasan Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional. Pada penelitian cross sectional terkadang ditemukan bias temporal ambiguity yaitu tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat (kausalitas), hubungan yang ada hanya menunjukkan adanya keterkaitan saja (asosiasi).

Kerangka konsep pada penelitian ini hanya menghubungkan faktor-faktor yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan variabel dependen, sehingga masih ada kemungkinan variabel lain yang belum masuk dalam kerangka konsep seperti jumlah anak atau pengalaman ibu mengenai kejang demam sebelumnya.

Secara teoritis banyak faktor yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu. Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana peneliti maka penelitian ini hanya meneliti beberapa variabel yang berhubungan yaitu faktor umur, pendidikan, dan pendapatan keluarga. Kuesioner yang dirancang sebagai instrumen penelitian ini juga mempunyai keterbatasan karena pertanyaan bersifat tertutup (disediakan alternatif jawaban), sehingga tidak dapat menggali informasi lebih banyak lagi.

Pada penelitian ini terdapat fakta bahwa masih banyak ibu yang mempercayai mitos-mitos mengenai penanganan kejang demam dan masih banyak ibu yang berpengetahuan rendah mengenai demam dan kejang demam.


(34)

4.2. Hasil dan Pembahasan Penelitian

4.2.1. Analisis Univariat

Setelah dilakukan analisis univariat dari hasil penelitian pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu terhadap kejang demam pada anak di Puskesmas Ciputat Timur tahun 2012, diperoleh gambaran sebagai berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Usia, Pendidikan, Pekerjaan Dan Pendapatan Keluarga.

Variabel Karakteristik Jumlah Persentase (%)

Usia Responden 15-24 tahun 21 19.8

25-35 tahun 73 68.9

36-49 tahun 12 11.3

Pendidikan Pendidikan rendah 39 36.8

Pendidikan sedang 58 54.7

Pendidikan tinggi 9 8.5

Pekerjaan Ibu rumah tangga 93 87.7

Karyawan 5 4.7

Wiraswasta 5 4.7

Guru 2 1.9

Pembantu RT 1 0.9

Pendapatan

keluarga Pendapatan rendah 41 38.7

Pendapatan sedang 45 42.5

Pendapatan tinggi 20 18.9

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari seratus enam responden, maka diketahui dari tabel 4.1 bahwa pada umumnya responden berusia 25-35 tahun yaitu sebanyak 73 orang (68.9%), usia 15-24 tahun sebanyak 21 orang (19.8%), dan usia 36-49 tahun sebanyak 12 orang (11.3%). Saat pengolahan data, didapatkan rata-rata usia responden adalah 30 tahun. Hal ini sesuai dengan target responden penelitian ini, yaitu ibu-ibu usia subur yang memiliki anak balita.

Responden memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu sebanyak 58 orang (54.7 %), sebanyak 39 orang (36.8%) memiliki tingkat pendidikan rendah, dan sebanyak 9 orang (8.5%) memiliki tingkat pendidikan tinggi.

Dari tabel 4.1 terlihat bahwa mayoritas responden (87.7%) adalah ibu rumah tangga. Sebanyak 5 orang responden (4.7%) yang bekerja sebagai karyawan, 5 orang responden (4.7%) berwiraswasta, dan sisanya 2 orang


(35)

responden (1.9%) bekerja sebagai guru, serta 1 orang (0.9%) bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Dari tabel 4.1 terlihat bahwa sebanyak 45 responden (42.5%) memiliki pendapatan sedang, 41 responden (38.7%) memiliki pendapatan rendah, dan 20 responden (18.9%) memiliki pendapatan tinggi.

Menurut penelitian serupa yang dilakukan Pohan ITS pada tahun 2010 dengan sampel 90 orang, karakteristik responden adalah 45 responden (50%) berada pada usia 21-25 tahun, 49 orang (54.4%) berpendidikan terakhir di jenjang SMA, 75 orang (82.2%) sebagai ibu rumah tangga.16 Dalam hal pendidikan terakhir dan pekerjaan responden, penelitian Pohan ITS sesuai dengan penelitian ini.

4.2.1.1. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan

Pengetahuan responden tentang kejang demam pada anak dilihat dari pertanyaan dalam kuesioner mengenai kejang demam. Pertanyaan terdiri dari 10 pertanyaan. Skor tertinggi 20 dan skor terendah 10.

Untuk pengolahan lebih lanjut, maka skor nilai pengetahuan responden tersebut dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu baik, sedang, dan buruk. Pengetahuan baik bila jumlah skor ≥ 17, pengetahuan sedang bila jumlah skor 14-16 dan pengetahuan kurang bila jumlah skor <14. Berdasarkan pengkategorian tersebut, maka dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4. 2Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Pengetahuan Jumlah Persentase (%)

Pengetahuan baik 68 64.2

Pengetahuan sedang 38 35.8

Pengetahuan kurang 0 0.0

Jumlah 106 100.0

Dari tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden (64.2%) yaitu sebanyak 68 responden memiliki pengetahuan baik tentang kejang demam pada anak, sebanyak 35.8% yaitu sebanyak 38 responden memiliki pengetahuan


(36)

sedang, dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan kurang. Secara umum tingkat pengetahuan ibu tentang kejang demam pada anak adalah baik.

Menurut penelitian serupa yang dilakukan oleh Pohan ITS pada tahun 2010, sebanyak 81 responden 90% memiliki pengetahuan baik tentang kejang demam pada anak, dan hanya 9 responden (10%) yang memiliki pengetahuan sedang tentang kejang demam pada anak.16 Hal ini sesuai dengan penelitian ini.

4.2.1.2. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik

Pengetahuan responden diukur menggunakan kuesioner dengan pertanyaan-pertanyaan spesifik tentang kejang demam pada anak. Sebaran responden berdasarkan jawaban pertanyaan tentang pengetahuan responden tampak pada tabel 4.3.

Tabel 4. 3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik

No Item Pertanyaan Benar Salah

n (%) n (%)

1 Mengetahui definisi demam 77 72.6 29 27.4

2 Mengetahui bahwa demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam

98 92.5 8 7.5

3 Mengetahui penyakit yang paling sering menyebabkan kejang demam pada anak

74 69.8 32 30.2

4 Mengetahui bahwa kejang demam merupakan kelainan yang hanya dialami bayi dan balita

46 43.4 60 56.6

5 Mengetahui bahwa kejang demam dapat berulang jika demam kembali

82 77.4 24 22.6

6 Mengetahui bahwa kejang demam dapat meningkatkan risiko penyakit epilepsi atau ayan

58 54.7 48 45.3

7 Mengetahui bahwa kejang demam umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan kematian

24 22.6 82 77.4

8 Mengetahui bahwa kejang demam bukan suatu penyakit keturunan

76 71.7 30 28.3

9 Mengetahui penanganan awal kejang demam 99 93.4 7 6.6 10 Mengetahui bahwa kejang demam dapat dan perlu

dicegah

102 96.2 4 3.8

Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pertanyaan yang paling banyak dijawab benar adalah bahwa kejang demam dapat dan perlu dicegah yaitu sebanyak 102 orang (96.2%). Pertanyaan yang paling banyak dijawab salah


(37)

adalah bahwa kejang demam umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan kematian yaitu sebanyak 82 orang (77.4%).

Sebanyak 77 responden (72.6%) menjawab benar definisi suhu saat demam dan sebanyak 29 orang (27.4%) menjawab salah definisi suhu saat demam. Sebanyak 98 responden (92.5%) menjawab benar bahwa demam tinggi dapat menimbulkan kejang. Sebanyak 74 responden (69.8%) menjawab benar penyakit yang paling sering menyebabkan kejang demam. Akan tetapi sebagian besar responden yaitu sebanyak 60 responden (56.6%) menjawab salah bahwa kejang demam hanya terjadi pada bayi dan balita. Hal ini dapat disebabkan karena responden yang menyalahartikan antara penyakit ayan atau epilepsi dengan kejang demam.

Menurut penelitian serupa yang dilakukan Pohan ITS pada tahun 2010, sebanyak 100% yaitu 90 responden menjawab benar mengenai penyebab kejang demam, sedangkan sebanyak 53 responden 58.9% menjawab salah tentang frekuensi kejang demam.16 Penelitian yang dilakukan Tarigan dkk, 2006 menyebutkan bahwa responden terbanyak yaitu 31% menjawab batas demam adalah >37.5 °C.17

4.2.1.2. Sebaran Responden Berdasarkan Sikap

Sikap responden tentang kejang demam pada anak dilihat dari beberapa pernyataan dalam kuesioner mengenai kejang demam pada anak. Pernyataan terdiri dari 5 pernyataan. Skor pernyataan responden tertinggi 10 dan skor terendah 5. Untuk pengolahan lebih lanjut, maka skor sikap responden tersebut dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu baik, sedang, dan buruk. Sikap baik bila jumlah skor ≥ 9 , sikap sedang bila jumlah skor 7-8 dan pengetahuan kurang bila jumlah skor < 7. Berdasarkan pengkategorian tersebut, maka dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini.


(38)

Tabel 4. 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap

Sikap Jumlah Persentase (%)

Sikap baik 84 79.2

Sikap sedang 20 28.9

Sikap kurang 2 1.9

Jumlah 106 100.0

Pada tabel 4.6 terlihat bahwa sebesar 79.2 % responden yaitu 84 orang memiliki sikap yang baik terhadap pernyataan tentang kejang demam. Sebanyak 20 responden (28.9%) memiliki sikap sedang dan sebanyak 2 responden (1.9%) memiliki sikap kurang. Secara umum sikap responden tentang masalah kejang demam pada anak cukup baik.

Menurut Pohan ITS pada penelitiannya tahun 2010 menyebutkan bahwa sikap responden yang baik tentang kejang demam memiliki persentase cukup tinggi yaitu sebesar 72.2% (65 orang), sikap sedang sebanyak 24.4% (22 orang), dan sikap kurang sebanyak 3.3% (3 orang).16 Hal ini sesuai dengan penelitian ini.

4.2.1.3. Sebaran Responden Berdasarkan Sikap Spesifik

Tabel 4. 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Spesifik

No Item Pernyataan Setuju Tidak Setuju

n (%) n (%)

1 Setiap demam akan meyebabkan kejang 32 30.2 74 69.8 2 Demam di atas 38 °C dapat memicu terjadinya

kejang demam

88 83 18 12

3 Mengukur suhu badan anak saat demam adalah cara yang tepat mengantisipasi kejang demam

98 92.5 8 7.5

4 Kejang demam merupakan masalah serius oleh karenanya membutuhkan penanganan secepatnya

101 95.3 5 4.7

5 Anak yang mengalami kejang demam perlu diberikan obat lain selain obat penurun panas

65 61.3 41 38.7

Dari tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 101 responden (95.3) setuju bahwa kejang demam merupakan masalah serius dan harus mendapatkan penanganan secepatnya. Sebanyak 98 orang (92.5%) setuju bahwa pengukuran suhu badan anak saat demam adalah cara yang paling tepat untuk mengantisipasi kejang demam. Sebanyak 41 orang (38.7%)


(39)

tidak setuju anak yang mengalami kejang demam perlu diberikan obat lain selain obat penurun panas. Sebanyak 74 orang (69.8%) tidak setuju bahwa setiap demam akan menyebabkan kejang.

Pada penelitian Pohan ITS tahun 2010 pernyataan yang paling banyak dijawab dengan sikap positif adalah pernyataan bahwa anak yang mengalami kejang demam perlu diberikan obat lain selain obat penurun panas yaitu sebanyak 78 orang (86,7%). Sebanyak 49 orang (54,4%) bersikap tidak setuju pada pernyataan bahwa setiap demam akan meyebabkan kejang.16

4.2.1.4. Sebaran Responden Berdasarkan Perilaku

Perilaku responden tentang kejang demam pada anak dilihat dari beberapa pernyataan dalam kuesioner mengenai penilaian dan penanganan awal kejang demam. Pertanyaan terdiri dari 5 pernyataan. Skor pernyataan responden tertinggi 10 dan skor terendah 0.

Untuk pengolahan lebih lanjut, maka skor perilaku responden tersebut dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu baik, sedang, dan buruk. Perilaku baik bila jumlah skor ≥ 7, perilaku sedang bila jumlah skor 4-6, dan perilaku kurang bila jumlah skor < 4. Berdasarkan pengkategorian tersebut, maka dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini.

Tabel 4. 6 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku

Perilaku responden Jumlah Persentase (%)

Perilaku baik 36 34.0

Perilaku sedang 61 57.5

Perilaku kurang 9 8.5

Total 106 100.0

Pada tabel 4.6 terlihat bahwa sebanyak 61 responden (57.5%) responden memiliki perilaku sedang tentang kejang demam pada anak. Sebanyak 36 responden (34%) responden memiliki perilaku yang baik dan sisanya yaitu 9 responden (8.5%) memiliki perilaku kurang tentang kejang demam pada anak.


(40)

Secara umum sebagian besar responden berperilaku sedang tentang kejang demam pada anak.

Pada penelitian Pohan ITS tahun 2010 terdapat 42 responden (46,7%) berperilaku baik mengenai kejang demam pada anak, sedangkan perilaku yang sedang sebanyak 38 responden (42,2 %) dan perilaku yang kurang sebanyak 10 responden (11,1%).16 Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian ini dimana sebagian besar responden berperilaku sedang mengenai kejang demam pada anak.

4.2.1.5. Sebaran Responden Berdasarkan Perilaku Spesifik

Perilaku responden diukur menggunakan kuesioner dengan pernyataan spesifik mengenai perilaku responden tentang upaya penanganan kejang demam pada anak. Pada setiap pertanyaan responden dipersilahkan untuk memilih jawaban lebih dari satu. Sebaran responden berdasarkan perilaku responden tentang upaya penanganan kejang demam pada anak tampak pada tabel 4.7, 4.8, 4.9, dan 4.10.

Tabel 4. 7 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Cara Penilaian Suhu Anak Saat Demam

Perilaku Jumlah Persentase (%)

Mengukur dengan termometer 74 69.8

Meraba kening anak 32 30.2

Dari tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden (69.8%) berpendapat bahwa cara yang paling baik untuk menilai suhu anak adalah dengan memakai termometer. Dan sebanyak 32 responden (30.2%) memilih untuk meraba kening anak sebagai cara yang paling baik untuk menilai suhu anak.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Tarigan dkk, pada tahun 2006 dengan sampel 100 orang, didapatkan 38 responden merasakan demam melalui telapak tangan, 77 menjawab lokasi untuk merasakan demam adalah dahi.17 Pada penelitian Pohan ITS tahun 2010, sebanyak 50 responden (55.2%) mengukur suhu anak dengan meraba kening anak.16 Hal ini tidak sesuai dengan penelitian ini


(41)

karena sebanyak 74 responden (69.8%) yang mengukur suhu demam anak dengan termometer.

Tabel 4. 8 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku cara Penanganan awal terhadap Demam pada anak

Perilaku Jumlah Persentase (%)

Mengompres dengan air dingin 25 23.6

Mengompres dengan air hangat 46 43.4

Mengompres dengan alkohol 2 1.9

Meminumkan obat penurun panas 92 86.8

Dari tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yaitu 92 orang (86.8%) meminumkan obat penurun panas pada saat anak demam. Sebagian besar responden yaitu 46 orang (43.4%) juga berperilaku baik dengan mengompres badan anak saat demam dengan air hangat. Sebanyak 25 responden (23.6%) mengompres anaknya dengan air dingin dan hanya sebanyak 2 responden (1.9%) mengaku mengompres anaknya dengan alkohol.

Menurut penelitian Dwijaya A pada tahun 2012 tentang gambaran pengetahuan, sikap, dan pada pemberian parasetamol sebagai penatalaksanaan awal demam di kelurahan Tegal, Medan, sebanyak 77 responden (77%) berpengetahuan sedang dan 64 responden (64%) memiliki sikap sedang, serta 82 responden (82%) berperilaku baik.18 Hal ini sesuai dengan penelitian ini, sebanyak 92 responden (86.8%) memberikan anak yang sedang demam obat penurun panas.

Pada penelitian yang dilakukan Damayati TT pada tahun 2008 di ruang rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan sampel 34 orang, diambil kesimpulan bahwa sebagian besar pengetahuan ibu tentang demam dalam kategori sedang, perilaku kompres sebagian besar dalam kategori baik yaitu kompres dengan air hangat. Dan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan perilaku kompres.19 Hal ini sesuai dengan penelitian ini dimana sebanyak 46 responden (43.4%) mengompres anaknya dengan air hangat.

Menurut penelitian Tarigan dkk di Medan tahun 2006 menemukan bahwa 47 responden (47%) mengaku diedukasi oleh dokter untuk kompres menggunakan


(42)

air dingin dan hanya 22 responden (22%) mengaku dianjurkan dokter untuk kompres menggunakan air hangat.17 Hal ini tidak sesuai dengan penelitian ini karena sudah banyak ibu yaitu 46 responden (43.4%) yang mengompres anaknya dengan air hangat dan hanya sedikit ibu yaitu 25 responden (23.6%) yang mengompres anaknya dengan air dingin.

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Cara Penilaian Kejang Demam Pada Anak

Perilaku Jumlah Persentase (%)

Seluruh badan bergerak-gerak (kelojotan) 47 44.3

Mata mendelik ke atas 73 68.8

Badan kaku 43 40.5

Anak menangis keras 17 16.0

Dari tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa hanya 17 orang responden (16 %) berpendapat bahwa anak menangis keras adalah tanda-tanda dari kejang. Sebanyak 73 responden (68.8%) berpendapat bahwa mata mendelik ke atas merupakan tanda-tanda dari kejang. Sebagian responden telah menjawab benar tentang penilaian kejang demam pada anak. Tidak ditemukan penelitian lain yang dapat mendukung atau menyanggah penelitian dalam hal penilaian kejang pada anak.

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Penanganan Awal Kejang Demam Pada Anak

Perilaku Jumlah Persentase (%)

Menjauhkan dari benda berbahaya 12 11.3

Melonggarkan pakaian anak 16 15.0

Membawa ke RS atau Klinik terdekat 83 78.3

Memasukkan sendok yang dililit kain ke

mulutnya 54 50.9

Memasukkan kopi 22 20.7

Menyiram dengan air dingin 2 1.9

Dari tabel 4.10 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden (78.3%) yaitu 83 orang memilih untuk membawa anaknya ke Rumah Sakit atau Klinik dokter terdekat jika terjadi kejang demam pada anak. Sesuai dengan penelitian Tarigan dkk bahwa 70 responden (70%) mengaku bahwa hal yang


(43)

paling ditakutkan responden bila anak demam adalah jika terjadi kejang. Oleh karena itu, orang tua memilih untuk langsung membawa anaknya ke Rumah sakit atau Klinik dokter terdekat.17

Hanya 12 responden (11.3%) yang memilih untuk menjauhkan anaknya dari benda berbahaya saat anak mengalami kejang demam. Dan hanya 16 responden (15%) yang memilih untuk melonggarkan pakaian anak saat anak mengalami kejang demam. Sebagian responden yaitu 54 orang (50.9 %) memilih untuk memasukkan sendok yang dililit kain ke mulutnya. Dan 22 responden (20.7%) memilih untuk memasukkan kopi ke mulut anak saat kejang. Hanya 2 responden (1.9%) memilih untuk menyiram anak dengan air dingin jika terjadi kejang demam pada anak. Tidak ditemukan penelitian lain yang dapat mendukung atau menyanggah penelitian dalam hal penanganan awal kejang pada anak.

4.2.2. Analisis Bivariat

4.2.2.1. Hubungan Karakteristik Responden dengan Pengetahuan Kejang Demam Pada Anak

Tabel 4. 11 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pengetahuan kejang demam pada anak

Karakteristik Responden

Pengetahuan

X2 p value

sedang Baik

N % N %

Usia <30 th 22 37.3 37 62.7

0.120 0.729

Usia >31 th 16 34.0 31 66.0

Pendidikan rendah 14 35.9 25 64.1

0 0.994

Pendidikan tinggi 24 35.8 43 64.2

pendapatan rendah 15 36.6 26 63.4

1.177 0.555

pendapatan sedang 14 31.1 31 68.9

pendapatan tinggi 9 45.0 11 12.8

X2= chi-square

Pada tabel 4.11 ditampilkan hasil uji chi-square untuk melihat hubungan antara karakteristik responden dengan pengetahuan responden tentang kejang demam pada anak. Tidak terdapat hubungan antara usia responden dengan


(44)

pengetahuan responden dengan p>0.05 (p=0.729). Tidak ditemukan penelitian lain yang mendukung atau menyanggah hal ini.

Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga diharapkan pengetahuan, sikap, dan perilaku akan lebih baik. Akan tetapi dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang kejang demam pada anak dengan p>0.05 (p=0.994). Tidak ditemukan penelitian lain yang mendukung atau menyanggah hal ini.15,16

Dalam memenuhi kebutuhan primer dan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik lebih mudah mencari informasi sebagai kebutuhan sekunder daripada keluarga dengan status ekonomi rendah. Akan tetapi dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna antara tingkat pendapatan keluarga dengan pengetahuan ibu tentang kejang demam pada anak dengan p>0.05 (p=0.555). Tidak ditemukan penelitian lain yang mendukung atau menyanggah hal ini.15,16

4.2.2.2. Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap Ibu Mengenai Kejang Demam pada Anak

Tabel 4. 12 Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap Ibu Mengenai Kejang Demam pada Anak

Karakteristik Responden

Sikap

X2 p value sedang-kurang Baik

n % n %

Usia <30 th 14 23.7 45 76.3

0.716 0.398

Usia >31 th 8 17.0 39 83.0

Pendidikan rendah 10 25.6 29 74.4

0.896 0.344

Pendidikan tinggi 12 17.9 55 82.1

pendapatan rendah 9 22.0 32 78.0

0.058 0.809 pendapatan sedang-tinggi 13 20.0 52 79.2

X2= chi-square

Pada tabel 4.12 ditampilkan hasil uji chi-square untuk melihat hubungan antara karakteristik responden dengan sikap responden tentang kejang demam pada anak. Pada awalnya dilakukan uji chi-square dengan tabel 2x3 dan tidak


(45)

memenuhi syarat uji chi-square sehingga dilakukan penggabungan sel yaitu sikap sedang dan kurang digabung menjadi satu. Tidak terdapat hubungan antara usia responden dengan sikap responden dengan p>0.05 (p=0.398). Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan sikap responden dengan p>0.05 (p=0.344). Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendapatan responden dengan sikap responden dengan p>0.05 (p=0.809). Tidak ditemukan penelitian lain yang mendukung atau menyanggah hal ini.

4.2.2.3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Perilaku Kejang Demam pada Anak

Tabel 4. 13 Hubungan Karakteristik Responden dengan Perilaku Kejang Demam pada Anak

Karakteristik Responden

Perilaku

X2 p value sedang-kurang Baik

n % n %

Usia <30 th 38 64.4 21 35.6

0.158 0.691

Usia >31 th 31 68.1 15 31.9

Pendidikan rendah 29 74.4 10 25.6

0.896 0.344 Pendidikan tinggi 41 61.2 26 38.8

pendapatan rendah 27 65.9 14 34.1

0.192 0.909 pendapatan sedang 29 64.4 16 35.6

pendapatan tinggi 14 70.0 6 30.0

X2= chi-square

Pada tabel 4.13 ditampilkan hasil uji chi-square untuk melihat hubungan antara karakteristik responden dengan perilaku responden tentang kejang demam pada anak. Pada awalnya dilakukan uji chi-square dengan tabel 2x3 dan tidak memenuhi syarat uji chi-square sehingga dilakukan penggabungan sel yaitu perilaku sedang dan kurang digabung menjadi satu. Tidak terdapat hubungan antara usia responden dengan perilaku responden dengan p>0.05 (p=0.691). Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku responden dengan p>0.05 (p=0.344). Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendapatan responden dengan perilaku responden dengan p>0.05 (p=0.909). Tidak ditemukan penelitian lain yang mendukung atau menyanggah hal ini.


(46)

4.2.2.4. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden dengan Perilaku Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak

Tabel 4. 14 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden dengan Perilaku Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak

Karakteristik Responden

Perilaku

X2 p

value

sedang-kurang baik

n % n %

Pengetahuan sedang 30 42.9 40 57.1

4.402 0.036

Pengetahuan baik 8 22.2 28 77.8

Sikap sedang-kurang 14 63.6 8 36.4

0.071 0.789

Sikap baik 56 55.5 28 33.3

X2= chi-square

Pada tabel 4.14 ditampilkan hasil uji chi-square untuk melihat hubungan antara pengetahuan responden dengan perilaku responden tentang kejang demam pada anak. Pada awalnya dilakukan uji chi-square dengan tabel 2x3 dan tidak memenuhi syarat uji chi-square sehingga dilakukan penggabungan sel yaitu perilaku sedang dan kurang digabung menjadi satu. Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan responden dengan perilaku responden tentang kejang demam pada anak dengan p<0.05 (p=0.036).

Ketika melihat hubungan antara sikap dengan perilaku responden tentang kejang demam pada anak, dilakukan uji chi-square dengan tabel 3x3 dan tidak memenuhi syarat uji chi-square sehingga dilakukan penggabungan sel yaitu sikap sedang dan kurang digabung menjadi satu dan perilaku sedang dan kurang digabung menjadi satu. Tidak terdapat hubungan bermakna antara sikap responden dengan perilaku responden tentang kejang demam pada anak dengan p>0.05 (p=0.789). Tidak ditemukan penelitian lain yang mendukung atau menyanggah hal ini.

4.2.2.5. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Sikap Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak


(47)

Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan Responden dengan Perilaku Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak

Karakteristik Responden

Sikap

X2 p value

sedang-kurang baik

n % n %

Pengetahuan sedang 8 21.2 30 78.9

0.003 0.955

Pengetahuan baik 14 20.6 58 79.4

X2= chi-square

Ketika melihat hubungan antara sikap dengan perilaku responden tentang kejang demam pada anak, dilakukan uji chi-square dengan tabel 2x3 dan tidak memenuhi syarat uji chi-square sehingga dilakukan penggabungan sel yaitu perilaku sedang dan kurang digabung menjadi satu. Tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan responden dengan sikap responden tentang kejang demam pada anak dengan p>0.05 (p=0.955). Tidak ditemukan penelitian lain yang mendukung atau menyanggah hal ini.


(48)

37

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Responden berada pada usia 25-35 sebanyak 73 orang (68.3%), memiliki tingkat pendidikan sedang sebanyak 58 orang (54.7 %), ibu rumah tangga sebanyak 93 orang (87.7 %), dan tingkat pendapatan sedang sebanyak 45 orang (42.5 %).

2. Responden sebanyak 68 orang (64.2%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai kejang demam pada anak. Akan tetapi sebanyak 29 orang (27.4%) tidak mengetahui definisi demam, sebanyak 60 orang (56,6%) tidak mengetahui bahwa kejang demam hanya terjadi pada bayi dan balita, sebanyak 48 orang (45.3%) tidak mengetahui bahwa kejang demam dapat meningkatkan risiko penyakit epilepsi, dan sebanyak 82 orang (77.4%) tidak mengetahui bahwa kejang demam umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan kematian.

3. Responden sebanyak 84 orang (79.2%) memiliki sikap yang baik mengenai kejang demam pada anak. Akan tetapi sebanyak 32 orang (30.2%) setuju bahwa setiap demam akan menyebabkan kejang, dan sebanyak 41 orang (38.7%) tidak setuju bahwa anak yang mengalami kejang demam perlu diberikan obat lain selain obat penurun panas 4. Responden sebanyak 61 orang (57.5%) memiliki perilaku sedang

mengenai kejang demam pada anak. Sebanyak 83 orang (78.3%) memilih untuk membawa anaknya ke Rumah Sakit atau Klinik dokter terdekat jika terjadi kejang demam pada anak. Akan tetapi, sebanyak 54 orang (50.9%) memilih untuk memasukkan sendok yang dililit kain


(49)

ke mulut anak, dan 22 orang (20.7%) memilih untuk memasukkan kopi ke mulut anak saat kejang.

5. Responden sebanyak 92 orang (86.8%) meminumkan obat penurun panas pada saat anak demam.

6. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik responden yaitu usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan keluarga dengan pengetahuan, sikap, dan mengenai kejang demam pada anak dengan p> 0.05.

7. Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan responden dengan perilaku responden tentang kejang demam pada anak dengan p<0.05 (p=0.036).

5.2 Saran

1. Puskesmas diharapkan dapat membuat program penyuluhan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan definisi demam dan kejang demam, penilaian demam, penilaian kejang demam dan penanganan awal kejang demam pada anak. Dan diharapkan dapat membantah mitos-mitos yang ada mengenai penanganan awal kejang demam pada anak. 2. Bagi kedokteran komunitas dalam rangka meningkatkan kualitas

kesehatan komunitas secara menyeluruh, diperlukan peningkatan upaya promotif dan preventif kepada masyarakat yang berhubungan dengan masalah kejang demam pada anak.

3. Bagi peneliti lain perlu penelitian lanjutan dengan memasukkan kemungkinan-kemungkinan faktor lain yang lebih berpengaruh, dan pada populasi yang lebih besar.


(50)

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Hendarto SK. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran. 1982;27:h. 6–8.

2. Haslam RHA. Sistem saraf. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Wahab AS, editors. Nelson: ilmu kesehatan anak Vol 3Ed15.Jakarta: EGC. 2000;h.2059-60.

3. Tejani NR, Bachur, RG. 2010. Pediatric, Febrile Seizure. Cited at [28 Mei 2011] at http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview#a0199

4. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatric diagnosis and treatment LANGE. The McGraw-Hill Companies: 2007;17:h. 642-7.

5. Berg, AT, Shinnar S, Hauser WA, et al. A prospective study of recurrent febrile seizures. N Engl J Med 1992;327:1122-7.

6. Jones T, Jacobsen SJ. Childhood febrile seizures: overview and implications. Int J Med Sci 2007; 4(2): 110-114.

7. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan kejang demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006:h. 1–14.

8. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, et al. Neurologi anak. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FK Universitas Indonesia;2000.h. 434–7.

9. Staf Pengajar IKA FKUI. Buku ajar kesehatan anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1995.h. 15-25.

10. Saharso D. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya; 2006:h. 271-3.


(1)

Chi-square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-square .016a 1 .900

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .016 1 .900

Fisher's Exact Test 1.000 .531

Linear-by-Linear Association .016 1 .901

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,70. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

2kategorisikap

Total

sedang-kurang baik

kelompokusia2 <30 Count 14 45 59

Expected Count 12.2 46.8 59.0

% within kelompokusia2 23.7% 76.3% 100.0%

>31 Count 8 39 47

Expected Count 9.8 37.2 47.0

% within kelompokusia2 17.0% 83.0% 100.0%

Total Count 22 84 106

Expected Count 22.0 84.0 106.0

% within kelompokusia2 20.8% 79.2% 100.0%

Chi-square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-square .716a 1 .398

Continuity Correctionb .366 1 .545

Likelihood Ratio .725 1 .395

Fisher's Exact Test .474 .274

Linear-by-Linear Association .709 1 .400

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,75. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

2kategorisikap

Total

sedang-kurang baik

2 kategori pendidikan pendidikan

rendah (tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP)

Count 10 29 39

Expected Count 8.1 30.9 39.0

% within 2 kategori

pendidikan 25.6% 74.4% 100.0%

pendidikan tinggi (tamat SMA, tamat PT)

Count 12 55 67

Expected Count 13.9 53.1 67.0

% within 2 kategori

pendidikan 17.9% 82.1% 100.0%

Total Count 22 84 106

Expected Count 22.0 84.0 106.0

% within 2 kategori


(2)

Chi-square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-square .896a 1 .344

Continuity Correctionb .487 1 .485

Likelihood Ratio .879 1 .349

Fisher's Exact Test .457 .241

Linear-by-Linear Association .887 1 .346

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,09. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

2kategorisikap

Total

sedang-kurang baik

2 kategori pendapatan pendapatan rendah Count 9 32 41

Expected Count 8.5 32.5 41.0

% within 2 kategori

pendapatan 22.0% 78.0% 100.0%

pendapatan sedang-tinggi

Count 13 52 65

Expected Count 13.5 51.5 65.0

% within 2 kategori

pendapatan 20.0% 80.0% 100.0%

Total Count 22 84 106

Expected Count 22.0 84.0 106.0

% within 2 kategori

pendapatan 20.8% 79.2% 100.0%

Chi-square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-square .058a 1 .809

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .058 1 .810

Fisher's Exact Test .811 .497

Linear-by-Linear Association .058 1 .810

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,51. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

2 kategori perilaku

Total

sedang-kurang baik

kelompokusia2 <30 Count 38 21 59

Expected Count 39.0 20.0 59.0

% within kelompokusia2 64.4% 35.6% 100.0%

>31 Count 32 15 47

Expected Count 31.0 16.0 47.0

% within kelompokusia2 68.1% 31.9% 100.0%

Total Count 70 36 106

Expected Count 70.0 36.0 106.0


(3)

Chi-square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-square .158a 1 .691

Continuity Correctionb .036 1 .849

Likelihood Ratio .158 1 .691

Fisher's Exact Test .837 .425

Linear-by-Linear Association .156 1 .693

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,96. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

2 kategori perilaku

Total

sedang-kurang baik

2 kategori pendidikan pendidikan

rendah (tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP)

Count 29 10 39

Expected Count 25.8 13.2 39.0

% within 2 kategori

pendidikan 74.4% 25.6% 100.0%

pendidikan tinggi (tamat SMA, tamat PT)

Count 41 26 67

Expected Count 44.2 22.8 67.0

% within 2 kategori

pendidikan 61.2% 38.8% 100.0%

Total Count 70 36 106

Expected Count 70.0 36.0 106.0

% within 2 kategori

pendidikan 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-square 1.905a 1 .168

Continuity Correctionb 1.363 1 .243

Likelihood Ratio 1.949 1 .163

Fisher's Exact Test .205 .121

Linear-by-Linear Association 1.887 1 .170

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,25. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

Crosstab

2 kategori perilaku

Total

sedang-kurang baik

kategori pendapatan pendapatan rendah Count 27 14 41

Expected Count 27.1 13.9 41.0

% within kategori

pendapatan 65.9% 34.1% 100.0%

pendapatan sedang Count 29 16 45

Expected Count 29.7 15.3 45.0

% within kategori

pendapatan 64.4% 35.6% 100.0%

pendapatan tinggi Count 14 6 20

Expected Count 13.2 6.8 20.0

% within kategori

pendapatan 70.0% 30.0% 100.0%

Total Count 70 36 106

Expected Count 70.0 36.0 106.0

% within kategori

pendapatan 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-square .192a 2 .909

Likelihood Ratio .194 2 .908

Linear-by-Linear Association .059 1 .809

N of Valid Cases 106

kategori pengetahuan * 2 kategori perilaku Crosstabulation

2 kategori perilaku

Total

sedang-kurang baik

kategori pengetahuan sedang Count 30 8 38

Expected Count 25.1 12.9 38.0

% within kategori pengetahuan 78.9% 21.1% 100.0%

baik Count 40 28 68

Expected Count 44.9 23.1 68.0

% within kategori pengetahuan 58.8% 41.2% 100.0%

Total Count 70 36 106

Expected Count 70.0 36.0 106.0

% within kategori pengetahuan 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-square 4.402a 1 .036

Continuity Correctionb 3.550 1 .060

Likelihood Ratio 4.594 1 .032

Fisher's Exact Test .053 .028

Linear-by-Linear Association 4.360 1 .037

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,91. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

kategori pengetahuan * 2kategorisikap Crosstabulation

2kategorisikap

Total

sedang-kurang baik

kategori pengetahuan sedang Count 8 30 38

Expected Count 7.9 30.1 38.0

% within kategori pengetahuan 21.1% 78.9% 100.0%

baik Count 14 54 68

Expected Count 14.1 53.9 68.0

% within kategori pengetahuan 20.6% 79.4% 100.0%

Total Count 22 84 106

Expected Count 22.0 84.0 106.0

% within kategori pengetahuan 20.8% 79.2% 100.0%

Chi-square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-square .003a 1 .955

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .003 1 .955

Fisher's Exact Test 1.000 .571

Linear-by-Linear Association .003 1 .955

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,89. b. Computed only for a 2x2 table

2kategorisikap * 2 kategori perilaku Crosstabulation

2 kategori perilaku

Total

sedang-kurang baik

2kategorisikap sedang-kurang Count 14 8 22

Expected Count 14.5 7.5 22.0

% within 2kategorisikap 63.6% 36.4% 100.0%

baik Count 56 28 84

Expected Count 55.5 28.5 84.0

% within 2kategorisikap 66.7% 33.3% 100.0%

Total Count 70 36 106

Expected Count 70.0 36.0 106.0

% within 2kategorisikap 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-square .071a 1 .789

Continuity Correctionb .000 1 .989

Likelihood Ratio .071 1 .790

Fisher's Exact Test .804 .488

Linear-by-Linear Association .071 1 .790

N of Valid Casesb 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,47. b. Computed only for a 2x2 table


(6)