HASIL DAN ANALISA UJI ALAT
BAB IV HASIL DAN ANALISA UJI ALAT
Pengujian dilakukan di Gardu dan menggunakan alat uji tegangan tembus, sepeti yang dibahas di bab pembahasan bahwa kegagalan isolasi udara di pengaruhi oleh kelembaban, dan kelembaban dipengaruhi oleh kerapatan partikel di udara, untuk melihat hubungan dari faktor-faktor tersebut dilakukan penelitian dan hasil yang didapat akan di bandingkan dengan teori yang telah dijelaskan di bab pembahasan.
4.1 Pengolahan Data
Dari data yang didapatkan tegangan tembus masih dalam satuan kV/2,5 mm maka untuk menjadi kV/cm harus dirubah dahulu, data yang didapat dari hasil pengujian adalah sebagai berikut :
Vb : Tegangan Tembus yang di dapat kan dari alat (kV/cm) RH
: kelembaban relatif dari sensor kelembaban (%) Suhu 0 : Dari sensor suhu ( C)
Dari data diatas diolah dengan persamaan yang dibahas di bab dua sehingga mendapatkan nilai-nilai sebagai berikut : e s : Tekanan saturasi uap jenuh air terhadap suhu (bar) e a : Tegangan pemunculan korona adalah tegangan dimana korona mulai timbul (bar) g v : Nilai medan listrik pengrusak pada kondisi pengujian (kV/cm)
: Faktor densitas/kerapatan partikel relatif udara Ev : Tegangan pemunculan korona karena tekanan saturasi uap air dipengaruhi oleh temperatur, makin tinggi temperatur maka makin besar uap air yang dapat di tampung, untuk mencari tekanan parsial maka kita gunakan rumus dari persamaan 2.24, e s bisa kita dapatkan
dari tabel, dan e a bisa digunakan untuk mencari rapat partikel. Korona sebagai fenomena dimana terjadi tegangan pengrusakan yang telah dijelaskan di bab pembahasan teori dapat dicari nilainya untuk mengetahui tegangan pemunculan dari persamaan (2.14).
E v =m o .g v . r . ln (
dari persamaan 2.18
Dengan m 2
0 = 0,8, luas penampang kabel terminasi kubikel jenis XLPE 240 mm , dengan jari – jari 8,74 dan d adalah jarak antara fasa nya sepanjang 20 cm. Untuk
g v dapat dicari menggunakan persamaan berikut,
g v =g 0 (1+ ) dari persamaan 2.19
Hasil dari pengukuran tegangan tembus yang berupa nilai Vb (tegangan tembus dalam kV/cm) adalah kemampuan udara untuk menahan tegangan kerja yang menjadi acuan untuk gradien potensial g 0 , dan dengan persamaan 2.18 tegangan tembus dapat digunakan untuk mencari gradien visual pengrusak sebagai variabel penting dalam penelitian ini untuk mencari tegangan pemunculan korona, dimana korona akan muncul apabila tegangan kerja sistem (E) melebihi tegangan pemunculan korona(Ev).
Untuk kondisi udara normal besarnya gradien udara yang dapat di tahan adalah 30 kV/cm, tetapi pada kondisi real, maka relatif besarnya tegangan kritis dimana korona tegangan pengrusak korona adalah :
g v = Vb (1+ )
Untuk mencari bisa kita dapatkan dari persamaan gas ideal, mengacu dari nilai yang didapat dari sensor kelembaban dan suhu. Dan nilai untuk es sebagai tekanan uap jenuh udara dapat di ambil dari tabel, sehingga harga ea adalah :
ea = RH . es / 100 setelah tekanan parsial uap air jenuh ditemukan kita cari ρ dengan persamaan ρ(uap air jenuh) = �. �
dari persamaan 2.25
setelah didapatkan ρ dari parsial uap air jenuh maka kita cari ρ untuk udara relatif ρ(udara relatif) = ρ(udara standar)/ ρ(uap air jenuh) setelah ρ relatif didapat maka kita bisa dapat kan faktor densitas udara di dalam kubikel nya
= ρ(udara) / ρ(SATP) dari persamaan 2.26 Untuk simulasi perhitungan dapat dilihat pada lampiran
4.2 Hasil Uji Dan Perhitungan Sebelum Pemasangan Alat
Berdasarkan Hasil Pengujian tegngan termbus pada kondisi variable berupa suhu dan kelembaban tanpa alat kontrol adalah sebagai berikut :
Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Hari Pertama Tanpa Alat
Hari Pertama 22/02/2015
JAM RH
Vb g v Ev Ploss
( 0 C) (kV/cm)
(kV)
(kV/cm) (kW)
Dari hasil pengujian pada kubikel tanpa alat kontrol kelembaban dan suhu di hari pertama dapat dilihat kelembaban tertinggi adalah 86 %, dan kelembaban terendah
79 %. Kelembaban relatif stabil dengan tegangan tembus yang juga relatif stabil, tegangan pemunculan korona berada diangka 3,75 kV dimana tegangan kerja PLN distribusi satu fasa nya adalah 11,56 kV sehingga korona dipastikan muncul karena udara tidak dapat menahan tegangan kerja PLN.
Tabel 4. 2 Hasil Pengujian Hari Kedua Tanpa Alat
Hari Kedua 23/02/2015
JAM RH T
Ploss (kW) (%)
Vb g v Ev
( 0 C) (kV/cm)
(kV)
(kV/cm)
Dihari kedua angka tidak menunjukan perubahan yang signifikan kelembaban terendah ada pada angka 79 % yaitu pada jam 13.00 dan 15.00, dan kelembaban tertinggi ada pada angka 85% pada jam 01.00, angka rata-rata tegangan pemunculan korona ada pada angka 4,1 kV.
Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Hari Ketiga Tanpa Alat
Hari Ketiga 24/02/2015
JAM RH T
Ploss (kW) (%)
Vb g v Ev (kV)
( 0 C) (kV/cm)
(kV/cm)
Pada hari ketiga didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hari kesatu dan kedua, nilai RH tertinggi ada pada angka 84% dan suhu tertinggi 40 C, sedangkan RH terendah ada pada 83% dan suhu terenda 35 C, untuk rata-rata tegangan pemunculan korona di angka 4,1 kV .
Dari data yang didapatkan bisa dilihat hasil pengukuran sesuai dengan kondisi di kubikel yang telah terindikasi adanya korona dan membuktikan bahwa semakin tinggi kelembaban maka semakin rendah tegangan pemunculan korona dimana kemampuan udara menahan gradien potensial listrik semakin berkurang dan menimbulkan fenomena korona.
4.3 Hasil Uji Dan Perhitungan Setelah Pemasangan Alat
Setelah dipasang alat kontrol kelembaban dan suhu di kubikel maka diperlukan pengujian ulang untuk melihat perbedaaan antara kondisi sebelum dan sesudah dipasang sehingga kinerja rancang bangun sistem yang dibut bisa diukur kemampuannya.
Pengujian dilakukan sama dengan pengujian pada saat sebelum dipasangnya alat pada kubikel dan hasil yang didapat adalah sebagai berikut :
Tabel 4. 4 Hasil Pengujian Hari Pertama Dengan Alat
Hari Pertama 26/02/2015
JAM RH
Vb g v Ev (kV) Ploss (%)
T( 0 C)
(kV/cm)
(kV/cm)
Di hari pertama terlihat kelembaban sudah mulai rendah suhu terjaga heater dengan daya 1300 watt terus menyala dikarenakan suhu yang selalu dibawah set point yaitu 40 o celcius, suhu tidak dapat mencapai set point tapi tingkat kelemababn
dapat dikurangi tegangan pemunculan korona pun terbilang tinggi dengan angka rata-rata 18 kV sehingga udara mampu menahan tegangan kerja sistem.
Tabel 4. 5 Hasil Pengujian Hari Kedua Dengan Alat
Hari Kedua 27/02/20115
JAM RH
Vb g v Ev (kV) Ploss
(%) ( 0 C) (kV/cm) (kV/cm) (kW)
Dihari kedua tidak jauh berbeda dengan hari kesatu kelembaban realtif stabil dengan kelembaban terendah pada angka 45% dan tertinggai pada 49% suhu pun
terkendali pada angka 36 sampai 39 o
C tegangan pemunculan korona tidak jauh berbeda dengan hari pertama yaitu pada angka rata-rata 17,4 kV, kondisi sama dengan hari pertama menunjukan tidak ada gejala korona dibuktikan dengan kondis kubikel yang aman tanpa ada gejala-gejala munculnya korona.
Tabel 4. 6 Hasil Pengujian Hari Ketiga Dengan Alat
Hari Ketiga 28/02/2015
JAM 0 RH (%) T ( C) Vb g v Ev (kV) Ploss
(kV/cm) (kV/cm)
Dari hasil perhitungan berdasarkan data hasil pengujian, terlihat tidak ada rugi daya dikarenakan udara mampu menahan gejala pemunculan korona sesuai dengan yang dijelaskan pada bab landasan teori dan hukum peek terbukti kelembaban dapat mempengaruhi kemampuan elektrifitas udara. .
4.4 Analisa hasil penelitian
Berdasarkan data yang didapat terlihat penurunan untuk tegangan pemunculan dan tegangan kritis pengrusak setelah dipasang alat pada kubikel dapat dilihat grafik untuk peurunan tegangan kritis :