Rancang Bangun Alat Kontrol Suhu Dan Kelembaban Pada Sistem Tenaga Listrik k
RANCANG BANGUN KONTROL SUHU DAN KELEMBABAN PADA
SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK KUBIKEL 20 kV
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Program Pendidikan Strata I
Disusun Oleh :
ZUANSAH RACHMAT MUNGGARAN 3111101006 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2015
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Akhir yang berjudul: RANCANG BANGUN KONTROL SUHU DAN KELEMBABAN PADA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK KUBIKEL 20 kV
Tugas Akhir ini telah disidangkan Pada Tanggal 21 September 2015
Telah Diterima dan Disahkan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Menempuh Pendidikan Strata I (S1) Program Studi Fisika
Cimahi, 2015 Menyetujui,
Pembimbing Tugas Akhir
Abdi Wadud Syafi’i, S.Si, M.Si NIP. 412 217 782
Dekan Fakultas MIPA Ketua Jurusan Fisika Instrumentasi
Hernandi Sujono, S.Si., M.Si. Abdi Wadud Syafi’i, S.Si, M.Si NIP. 412 139 370
NIP. 412 217 782
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :
RANCANG BANGUN KONTROL SUHU DAN KELEMBABAN PADA SISTEM DISTRIBUSI KUBIKEL 20kV
Yang dibuat untuk memenuhi persyaratan menjadi sarjana sains pada program studi fisika fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, sejauh yang saya ketahui adalah asli dan bukan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan dilingkungan Universitas Jendral Achmad Yani ataupun institusi lainnya kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.
Cimahi, 15 Maret 2015
Zuansah Rachmat M 3111101006
ABSTRAK
Kubikel 20 kV adalah seperangkat peralatan listrik yang dipasang pada gardu distribusi yang berfungsi sebagai pembagi, pemutus, penghubung, pengontrol dan proteksi system penyaluran tenaga listrik tegangan 20 kV.
Permasalahan yang sering terjadi di kubikel saat ini adalah korona, yaitu suatu fenomena yang terjadi pada saat udara di sekitar konduktor atau penghantar terionisasi. Dari proses tersebut terjadilah pelepasan muatan yang dapat mengakibatkan kegagalan isolasi pada udara. Akibatnya sangat fatal karena bisa merusak peralatan di dalam kubikel dan menyebabkan rugi – rugi daya.
Penelitian ini menganalisis pengaruh dari kondisi udara terhadap tegangan pemunculan korona, dengan melakukan pengujian terhadap kelembaban, suhu dan tegangan tembus dalam kubikel dan membuat alat kendali kelembaban dan suhu.
Diharapkan alat yang dibuat dapat mengatasi masalah pemunculan korona akibat pengaruh dari kelembaban.
Kata Kunci : Kubikel, Korona, Tegangan Tembus, Kelembaban,
ABSTRACT
Cubicle 20 kV is a set of electrical equipment installed in contacts distribution substation that serves as a divider, breakers, control and protection for electric power distribution system voltage of 20 kV. Cubicle usually mounted in or substation distribution, ,grid form or kios.
Problems usually occur in Cubicle today is the corona, which is a phenomenon that occurs when air can not withstand capability appearance voltage corona and ionized, corona effect causing fatal problem because it can damage the equipment inside the cubicle and power loss on electrical system.
In this study the authors attempted to analyze and make a solution to prevent corona in cubicles by analyzing the characteristics of the air inside the cubicle and the effectiveness of the tools being made in reducing the risk of the appearance of the corona.
The author hoped that the tools created in this research will solve the problem of the appearance of the corona due to the influence of moisture as expected.
Keywords: Cubicle, corona, breakdown voltage
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum WR. WB.
Puji syukur penulis panjatkan atas rahmat dan karunia Allah SWT.Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul,
“RANCANG BANGUN KONTROL SUHU DAN KELEMBABAN PADA
SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK KUBIKEL 20 kV . ” Penulis menyadari bahwa karya tulis yang sederhana ini masih jauh dari
sempurna, bahkan terdapat kekurangan serta keterbatasan. Oleh karena itu, penulis akan menerima dengan sangat lapang dada, kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap agar karya ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi mereka yang membaca dan mempergunakannya.
Pada saat yang baik ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya pada semua pihak yang telah ikut membantu baik secara moril maupun materi, langsung ataupun tidak langsung dari berbagai pihak, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Abdi Wadud Syafi’I, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing serta Ketua Jurusan Fisika Instrumentasi, Yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada penulis, serta memberikan bimbingan dan masukan sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
2. Kedua orang tua yang kusayangi Ayahanda Akhmad Supriatna S.T dan Ibunda Iik Kartika Antadipura S.Pd.
3. Rekan – rekan pegawai PT.PLN (Persero) Area Garut
4. Rekan – rekan mahasiswa Fisika Instrumentasi angkatan 2010 dan 2011 terima kasih atas bantuannya dan semangat yang diberikan kepada penulis.
5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu penulis untuk menyelesaikan Tugas akhir ini semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan balasan yang berlipat atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
Wassalamu’alaikum WR.WB.
Cimahi, 21 September 2015
Zuansah Rachmat M
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap kubikel selalu dilengkapi dengan sarana penunjang berupa heater, yaitu alat untuk memanaskan udara di dalam kubikel agar terhindar dari kelembaban, namun heater tersebut pada kondisi suhu beranjak naik akibat beban atau arus yang besar tidak bisa menolong, justru panas yang dikeluarkan oleh heater tersebut menyebabkan kenaikan tingkat uap air jenuh udara yang ada di dalam kubikel tersebut. Kondisi ini akan meningkatkan nilai kelembaban yang bi sa menyebabkan terjadinya korona dan kegagalan isolasi udara.
Bila kondisi ini tidak segera diatasi, nilai tegangan pemunculan korona yang tinggi dan berkurangnya kemampuan dielektrik udara akan membuat fungsi udara sebagai isolator menjadi konduktor, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hubung singkat antara penghantar dengan bumi dan dampaknya langsung berpengaruh pada terganggunya sistem penyaluran tenaga listrik ke konsumen atau system distribusi akan terganggu, juga kerusakan atau kerugian material akan dialami oleh perusahaan.
Selain itu heater yang berfungsi terus menerus selain mengakibatkan overheat dan buruknya lifetime dan kondisi pada kubikel, heater juga memakan daya yang cukup besar dan meningkatkan pemakaian sendiri gardu distribusi, sehingga meningkat kan rugi- rugi daya. Oleh karena itu diperlukan alat kontrol suhu dan kelembaban yang bisa memaksimalkan kondisi kubikel agar tetap handal dan efisien.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah :
1. Heater berpotensi menyebabkan terjadinya uap air jenuh pada perangkat pendukung di dalam kubikel yang disebabkan oleh kondisi sirkulasi udara yang buruk .
2. Uap air jenuh menyebabkan kelembaban yang dapat menyebabkan meningkatkan nilai kerapatan udara sehingga mempermudah proses ionisasi 2. Uap air jenuh menyebabkan kelembaban yang dapat menyebabkan meningkatkan nilai kerapatan udara sehingga mempermudah proses ionisasi
3. Apakah alat pengatur suhu dan kelembaban udara yang dibuat dapat menjadi solusi yang tepat untuk keandalan kinerja kubikel?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Meneliti pengaruh kondisi udara terhadap tegangan tembus dan tegangan pemunculam korona.
2. Meneliti pengaruh alat yang dibuat terhadap kondisi udara dan tegangan pemunculan korona.
3. Menyediakan sistem baru yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan- perusahaan penyedia jasa tenaga listrik dalam hal pendistribusian.
4. Meningkatkan keandalan kubikel dan efisiensi penggunaan heater
1.4 Pembatasan Masalah
Suhu di set 40° C dan standar kelembaban (RH) 40 %. Sensor kelembaban menggunakan sensor kapasitif dengan merk DHT11,
sensor diasumsikan standar dan terkalibrasi, penelitian ini tidak membahas detail sistem kerja DHT11
Kontrol alat menggunakan Arduino uno, dimana board arduino adalah komponen rangkaian mikrokontrol yang sudah dirakit dan bisa langsung digunakan, sehingga penulis tidak merancang dan merakit rangkaian mikro kontrol, dan penelitian ini tidak membahas detail sistem kerja arduino
Aktuator pada sistem yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah fan dan heater, detail fan dan cara kerja fan tidak di bahas detail dan mendalam, fan dianggap mampu mengurangi tekanan dalam kubikel.
1.5 Metodologi
Untuk mencapai tujuan Tugas Akhir, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Studi Literatur Mengumpulkan buku serta referensi yang berhubungan dengan kelembaban,
kondisi udara pengaruh kondisi udara terhadap kemampuan dielektrik udara, kemampuan isolasi udara, korona dan pengaruh kondisi udara terhadap sistem ketenaga listrikan.
2. Pemodelan dan Simulasi Konvensional Simulasi pertama yang akan dilakukan adalah pengujian tegangan tembus, kelembaban, dan suhu dalam kubikel, setelah itu dilakukan perakitan rancang bangun sistem yang coba di aplikasikan pada salah satu kubikel yang terpasang di lapangan dan dilakukan pengujian ulang.
3. Analisa data Dari simulasi yang dilakukan akan didapatkan suatu hasil yang akan dianalisis.
Data yang akan dianalisis adalah kondisi udara, kemapuan dielektrik udara, tegangan tembus dan pemunculan korona.
4. Kesimpulan Kesimpulan tersebut merupakan jawaban dari permasalahan yang dianalisis. Selain itu juga akan diberikan saran sebagai masukan berkaitan dengan apa yang telah dilakukan. Berdasarkan analisa data, maka penulis dapat mengambil kesimpulan tentang kemampuan alat yang dibuat.
1.4 Relevansi
Hasil yang diperoleh dari Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Dapat menjadi referensi bagi PLN untuk merancang sistem kontrol yang dapat menjadi solusi alternatif pada permasalahan kubikel sehingga dapat menjadi handal, dan efisien
b. Dapat menjadi referensi bagi mahasiswa lain yang hendak mengambil masalah yang serupa untuk Tugas Akhirnya.
1.6 Sistematika
Dalam penulisan buku Tugas Akhir ini sistematika penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan
Bab ini berisi tentang penjelasan latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan, metode penelitian, sistematika penulisan, dan relevansi dari penelitian yang dilakukan untuk Tugas Akhir ini.
BAB 2 Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang dasar teori mengenai kubikel sebagai objek yang akan dipasang alat ini, pengaruh suhu dan kelembaban dan faktor faktor yang menjadi parameter dan acuan untuk dibuatnya alat ini.
BAB 3 Metodologi
Bab ini berisi tentang uraian langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data penelitian mulai dari membuat alat dan sistem yang digunakan, menjelaskan karakteristik dan prinsip kerja serta perhitungan matematis parameter dan pemodelan sistem yang akan di di pergunakan untuk mebuat alat ini.
BAB 4 Analisis dan Hasil Simulasi
Bab ini berisi tentang hasil simulasi sistem dengan prototype yang dibuat dan dapat dilihat bagaimana hasil dari simulasi sistem yang dirancang.
BAB 5 Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran mengenai hasil penulisan laporan Tugas Akhir yang telah diselesaikan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kegagalan Isolasi Dalam Gas
Bahan isolasi berfungsi untuk memisahkan dua penghantar listrik atau lebih yang bertegangan sehingga dapat mencegah terjadinya lompatan listrik (flashover) dan percikan listrik (sparkover). Salah satu bahan yang sering digunakan sebagai bahan isolasi peralatan ketenagalistrikan adalah gas atau udara karena pada kondisi normal udara hanya terdiri dari molekul-molekul netral.
Akan tetapi, dapat terjadi kegagalan pada isolasi gas atau udara yang berupa pelepasan muatan. Pelepasan muatan itu terjadi karena tegangan yang digunakan sangat tinggi dan sudah melewati kemampuan bahan isolasi. Proses pelepasan muatan tersebut dapat terjadi karena ionisasi yang bisa disebabkan beberapa faktor
seperti adanya tabrakan antara atom dan elektron bebas, cahaya, emisi elektron. 1
2.1.1. Ionisasi Dalam Udara atau Gas
Pada kondisi normal, gas atau udara terdiri dari molekul-molekul netral. Akan tetapi, pada kenyataannya pada udara terdapat ion-ion dan elektron-elektron bebas. Ion dan elektron bebas itu dapat menyebabkan udara mengalirkan arus listrik walaupun dengan jumlah terbatas. Banyaknya elektron dan ion bebas di udara
mempengaruhi terjadinya kegagalan listrik. 1 Apabila di antara dua elektroda yang terpisah oleh udara diterapkan tegangan
tinggi, maka akan timbul medan listrik (E). Dalam medan listrik tersebut, elektron dan ion-ion bebas di udara akan mendapat energi yang cukup kuat, sehingga dapat memicu terjadinya proses ionisasi. Besar energi sebesar :
U = Energi Potensial listrik (Joule)
e = jumlah elektron (e)
V = beda potensial antara dua elektroda (Volt)
2.1.2. Ionisasi Karena Tumbukan
Ionisasi adalah proses pelepasan elektron dari molekul gas yang bersamaan dengan itu menghasilkan ion positif. Dalam proses ionisasi karena tumbukan, elektron bebas bertumbukan dengan molekul netral dari gas dan akan menyebabkan terbentuknya electron dan ion positif baru. Jika pada medan listrik yang melintas antara bidang elektroda paralel seperti yang ditunjukan pada gambar 2.1 dibawah ini terdapat gas bertekanan rendah, maka setiap elektron akan semakin dipercepat karena tumbukan antar molekul gas dalam perjalanannya dari katoda menuju ke anoda. Apabila energy ( ) meningkat sepanjang lintasan karena tumbukan dan telah melampaui potensial ionisasi (Vi) yaitu energi yang diperlukan untuk melepas elektron dari kulit atom, maka akan terjadi ionisasi. Proses tersebut ditunjukan dalam persamaan :
Dimana,
e - = elektron bebas
A = Atom gas
A = Ion Positif
Katoda
Anoda
Resistor pembatas
R arus
Sumber tegangan tinggi yang dapat dikendalikan
Gambar 2. 1 Rangkaian Uji Ionisasi
Beberapa elektron dihasilkan di katoda yang disebabkan karena faktor luar misalnya seperti sinar ultraviolet yang jatuh pada katoda, menyebabkan terjadinya ionisasi pada partikel gas netral yang menghasilkan ion positif dan elektron tambahan. Elektron tambahan tersebut kemudian yang menyebabkan terjadinya Beberapa elektron dihasilkan di katoda yang disebabkan karena faktor luar misalnya seperti sinar ultraviolet yang jatuh pada katoda, menyebabkan terjadinya ionisasi pada partikel gas netral yang menghasilkan ion positif dan elektron tambahan. Elektron tambahan tersebut kemudian yang menyebabkan terjadinya
Gambar 2. 2 Pelipatgandaan Elektron
2.2. Mekanisme Kegagalan Dalam Gas
2.2.1. Mekanisme Towsend
Jika elektron diemisikan dari katoda, maka apabila elektron bertumbukan dengan partikel netral akan terbentuk ion positif dan elektron. P eristiwa ini disebut ionisasi karena tumbukan. 1
Peristiwa ini akan menyebabkan banjiran elektron yang berturut-turut sesuai dengan mekanisme Townsend. Jumlah elektron ( n e ) dalam banjiran elektron pada lintasan (dx) akan bertambah dengan dne elektron. 1
Banyaknya jumlah penambahan elektron bebas yang terjadi pada lapisan dx tersebut sesuai dengan Persamaan :
= α.n e . dx ………….……….…………………………..…………………….(2.3)
α = jumlah rata-rata tumbukan elektron persentimeter dalam lintasan biasa disebut koefisien pertama ionisasi Towsend.
n e = jumlah elektron dn e = Penambahan elektron bebas dx = panjang lintasan (cm)
Koefisien towsend adalah perbandingan dari Tegangan pemunculan korona
(E v )terhadap tekanan parsial udara (e a ) sehingga,
α=E v /e a (2.4) Banyaknya jumlah elektron bebas dn yang dihasilkan dalam proses ionisasi sama jumlahnya dengan ion positif dn e baru yang dihasilkan. Sehingga persamaan diatas sapat ditulis menjadi : dn e = dn+= α . n e (t). v d . dt …………………….……….…………………...........…(2.5) Pada medan seragam dengan syarat keadaaan awal � = � , x = 0, dan dengan
kondisi α konstan maka jumlah elektron yang terjadi adalah menjadi sebagai berikut :
n e =n 0 e αx ……...........………………………………………………….……….......…(2.6) jumlah elektron yang menumbuk anoda dengan jarak d dari katoda sama dengan jumlah dari ion positif yang dinyatakan dalam persamaan : n+=n d αd ……………………………………………………………………............…(2.7)
Jumlah elektron baru yang dihasilkan oleh tiap elektron dalam rata-rata :
αd
Oleh karena itu, arus rata-rata dalam celah, yang sama dengan jumlah elektron yang melintas tiap detik adalah :
�= � α ………………..…………………………………………………….…........(2.9) Dimana 1 � arus awal pada katoda.
Proses banjiran elektron yang dijelaskan di atas akan selesai ketika kumpulan elektron awal mencapai anoda. Akan tetapi, karena penguatan elektron � yang terjadi dalam medan, kemungkinan dibebaskannya elektron tambahan baru dalam celah yang disebabkam oleh mekanisme lain akan meningkat, dan elektron baru ini akan menyebabkan proses banjiran berikutnya. Mekanisme lain itu adalah seperti berikut :
Ion positif yang dibebaskan mungkin masih memiliki cukup energy untuk
melepaskan elektron dari katoda ketika ion positif tersebut mengenai katoda. Atom atau molekul yang mengalami peluruhan mungkin memancarkan
photon, dan hal ini akan menyebabkan emisi elektron karena photon.
Partikel metastabil yang disebarkan kembali yang menyebabkan emisi
elektron. Elekton yang dihasilkan pada proses banjiran elektron sekunder ini disebut
elektron sekunder. Koefisien dari proses ionisasi sekunder didefinisikan sebagai jumlah elektron sekunder yang dihasilkan tiap insiden ion positif, photon, peluruhan partikel, atau partikel metastabil, nilai total dari adalah jumlah tiap koefisien dari tiga proses yang berbeda, seperti = + + . Koefisien disebut sebagai koefisien ke-2 ionisasi Towsend. Sehingga persamaan jumlah elektron yang meninggalkan katoda dan mencapai anoda di atas menjadi :
Dan besar arus rata-rata dalam celah menjadi :
Arus I akan terus mengalami kenaikan hingga terjadi peralihan menjadi pelepasan bertahan sendiri (self sustaining discharge). Peralihan yang terjadi berupa percikan (spark), dan kemudian akan terjadi perubahan arus yang sangat cepat hingga penyebut pada persamaan arus di atas menjadi nol. Kondisi ini disebut criteria breakdown Towsend, dan dapat ditulis dalam persamaan :
α − = …………………………………………………….….....(2.12) Dimana α sangat besar atau α >>1, sehingga persamaan diatas menjadi : α = ……………………………………………………………………....……..(2.13)
Pada kondisi ini, secara teori arus menjadi tidak berhingga, tetapi hal ini sulit terjadi karena arus akan dibatasi oleh impedansi rangkaian dan sirkuit eksternal. Towsend membagi kriteria kondisi dumulainya percikan menjadi tiga ketentuan, yaitu :
a) α <1, arus pelepasan tidak bisa bertahan sndiri sehingga jika sumber arus primer � dihilangkan, arus pelepasan akan berhenti mengalir. b)
α =1, banjiran elektron menghasilkan jumlah ion α yang cukup besar sehingga ion positif yang dihasilkan pada peristiwa penumbukan dengan
katoda akan membebaskan satu elektron sekunder, dan proses banjiran elektron akan terulang. Pelepasan menjadi bertahan sendiri (self sustaining) dan terus berlangsung tanpa sumber penghasil �.
c) α >1, ionisasi yang disebabkan banjiran berturut-turut akan bertumpuk, sehingga hal ini akan menyebabkan pelepasan percikan tumbuh dengan cepat
sebanding dengan kelebihan α dari 1. Persamaan dan kriteria arus yang terbentuk di atas dapat dijelaskan melalui gambar grafik di bawah ini.
Breakdown
Self sustaining discharge
Non-self sustaining discharge �=� α
Gambar 2. 3 Grafik hubungan V vs I berdasarkan kriteria Towsend 1 Pada daerah , arus meningkat perlahan-lahan tetapi secara terus-menerus. Pada
daerah dan arus meningkat dengan tetap sesuai dengan mekanisme Towsend. Pada gambar terlihat bahawa pada tegangan V rendah, maka
α <<1. Jika tegangan V dinaikan, maka α juga akan meningkat, sehingga maka α =1. Penyebut persamaan menjadi nol dan I menjadi tak hingga, pada kondisi ini terjadi
breakdown (kegagalan). Melewati daerah maka arus akan meningkat dengan tajam dan akan muncul percikan (spark). 1
2.2.2. Mekanisme Streamer
Menurut mekanisme Towsend, arus akan menigkat sebagi hasil dari proses ionisasi.akan tetapi, pada kondisi sebenarnya tegagna breakdown tergantung pada tegangan gas dan ukuran dari celah. Semua kondisi-kondisi yang ada pada keadaan sebenernya yang tidak bisa dijelaskan dalam mekanisme Towsend dapat dijelaskan melalui mekanisme Streamer.
Pelepasan pada kegagalan mekanisme Streamer diawali dengan banjiran tunggal, kemudian dari banjiran tersebut tersebut akan terjadi muatan ruang dimana muatan ruang tersebut akan mengubah banjiran menjadi streamer plasma (celah aliran/kanal) kemudian konduktivitas akan mengalami kenaikan dengan ceapt, dan akan terjadi kegagalan dalam streamer tersebut. Ada dua jenis mekanisme Streamer, yaitu streamaer yang mengarah ke katoda yang disebut streamer positif dan streamer yang mnuju ke anoda yang disebut streamer negatif.
Dalam streamer positif untuk geometri medan deragam, pada waktu banjiran telah melewati celah, maka elektron akan tertarik ke arah anoda, dan ion-ion dalam anoda akan membentuk kerucut. Medan muatan ruang yang tinggi terjadi di dekat anoda dan d tempat lain kerapatan ionnya rendah. Oleh karena itu, kehadiran ion-
ion positif tidak akan menimbulkan kegagalan dalam celah. 1
Gas yang terionisasi pada tangkai banjiran akan mengeluarkan foton, dan hal ini akan menimbulkan fotoelektron-fotoelektron yang menyebabkan terjadinya proses banjiran sekunder. Apabila medan muatan yang disebabkan banjiran primer besarnya sama dengan medn luar, peralihan dari banjiran elektron ke streamer akan terjadi apabila medan � yang dihasilkan oleh ion-ion positif pada kepala banjiran sama dengan medan E yang diterapkan agar terjadi peningkatan ionisasi. 1
Pelipatgandaan paling besar terjadi sepanjang sumbu banjiran promer. Ion- ion positif yang ada di belakang banjiran akan memanjang dan memperkuat muatan ruang banjiran primer ke arah katoda. Kemudian akan terbentuk plasma dan hal ini tentu saja akan memperpendek jarak anoda dengan katoda. Streame akan terus memanjang hingga merintangi celah dan membentuk saluran penhantar yang
berupa gas terionisasi di antar elektroda. 1 Pada streamer negatif atau streamer yang menuju ke anoda, diawali dengan
mekanisme banjiran primer akan menghasilkan jumlah elektron ( � )yang cukup untuk menimbulkan medan ruang yang sebanding dengan medan yang diterapkan. Jumlah medan karena muatan ruang dan medan yang diterapkan akan meningkatkan banjiran elektron sekunder yang menuju anoda mendahului streamer negative yang terbentuk. Banjiran elektron terjadi disebabkan karena fotoionisasi
dalam celah di depan streamer. 1
Persamaan empiris yang menyatakan criteria spark streamer adalah sebegai berikut :
�� = 7.7 + ln � + ln � …………………………………………….….........(2.14)
Dimana � adalah medan yang dihasilkan di kepala banjiran, E adalah medan yang diterapkan, dan � adalah panjang banjiran dimana dihasilkannya elektron sekunder akibat fotoionisasi.
Peralihan dari banjiran elektron ke streamer terjadu pada saat medan � kira- kira sama dengan medan E yang diterapkan sehingga persamaan di atas menjadi :
�� = 7.7 + �� � …………………………………….…………………….…....(2.15) Nilai breakdown minimun untuk celah medan seragam pada mekanisme streamer yaitu pada saat terjadi peralihan dari banjiran ke streamer terjadi pada saat �=.
Medan yang dihasilkan di kepala banjiran pada radius r adalah : � �=.7� �� −
�/� (2.16) Dimana � adalah koefisien pertama ionisasi Towsend, p adalah tekanan gas dalam torr, dan x adalah jarak dimana streamer telah muncul dalam celah. Karena
tegangan minimum breakdown terjadi pada saat � = � dan x=d, maka persamaan tersebut menjadi :
2.3. Proses Terjadinya Korona
Bila dua elektroda yang penampangnya kecil (dibandingkan dengan jarak antara kedua elektroda tersebut) diberi tegangan bolak-balik, maka akan mungkin terjadi fenomena korona. Pada tegangan yang cukup rendah, tidak akan terjadi apa- apa. Bila tegangan tersebut dinaikan, maka akan terjadi korona secara bertahap. Pertama-tama, pada elektroda akan kelihatan bercahaya, mengeluarkan suara suara mendesis (hissing), dan berbau ozon. Warna cahaya yang terlihat adalah ungu muda (violet). Apabila tegangan dinaikan secara terus-menerus, maka karakteristik yang terjadi di atas akan semakin jelas terlihat, terutama pada bagian yang kasar, runcing, atau kotor. Apabila tegangan masih terus dinaikan, maka akan muncul busur api. Korona akan mengeluarkan panas, hal ini dapat dibuktikan dari pengukuran menggunakan wattmeter. Pada keadaan udara lembab, korona menghasilkan asam Bila dua elektroda yang penampangnya kecil (dibandingkan dengan jarak antara kedua elektroda tersebut) diberi tegangan bolak-balik, maka akan mungkin terjadi fenomena korona. Pada tegangan yang cukup rendah, tidak akan terjadi apa- apa. Bila tegangan tersebut dinaikan, maka akan terjadi korona secara bertahap. Pertama-tama, pada elektroda akan kelihatan bercahaya, mengeluarkan suara suara mendesis (hissing), dan berbau ozon. Warna cahaya yang terlihat adalah ungu muda (violet). Apabila tegangan dinaikan secara terus-menerus, maka karakteristik yang terjadi di atas akan semakin jelas terlihat, terutama pada bagian yang kasar, runcing, atau kotor. Apabila tegangan masih terus dinaikan, maka akan muncul busur api. Korona akan mengeluarkan panas, hal ini dapat dibuktikan dari pengukuran menggunakan wattmeter. Pada keadaan udara lembab, korona menghasilkan asam
Korona terjadi disebabkan karena medan listrik di sekitar penghantar cukup kuat sehingga elektron di udara saling bertabrakan (collision) dan mengionisasi udara, Karena terjadi ionisasi molekul dalam udara dan energi saat terionisasi cukup kuat atom melepaskan elektron lebih yang selanjutnya mengionisasi atom yang lain. Saat gradien potensial udara cukup besar pada suatu titik, maka udara yang
terionisasi tersebut akan bersifat konduktif. 1 Karena adanya medan listrik yang berada di sekitar elektroda penghantar
yang mempercepat gerak elektron hasil ionisasi tersebut, maka elektron tersebut akan menumbuk molekul-molekul gas atau udara di sekitarnya. Karena hal ini terjadi secara terus-menerus maka jumlah ion dan elektron bebas menjadi berlipat ganda. Apabila terjadinya eksitasi elektron atom gas, yaitu berubahnya kedudukan elektron gradien tegangan menjadi cukup besar maka akan timbul fenomena korona. Selain menyebabkan terjadinya ionisasi molekul, tumbukan elektron juga menyebabkan dari orbital awalnya ke tingkat orbital yang lebih tinggi. Pada saat elektron berpindah kembali ke tingkat orbital yang lebih rendah, maka akan terjadi
pelepasan energi berupa cahaya radiasi dan suara bising. 2 Mekanisme Terjadinya korona :
1. Sebuah molekul atau atom netralnya medium, di dalam sebuah wilayah medan listrik yang kuat (seperti gradien potensial yang tinggi di dekat elektrode melengkung) diionisasikan oleh peristiwa tumbukan, dan menciptakan sebuah ion positif dan elektron bebas.
Gambar 2. 4 Mekanisme awal terjadinya pelepasan muatan
2. Medan listrik lalu beroperasi pada partikel-partikel bermuatan lalu memisahkan, mencegah penggabungan kembali, serta mempercepat partikel- partikel itu, memberikan energi kinetik ke setiap partikel.
3. Sebagai akibat dari peningkatan energi pada elektron (yang memiliki nisbah massa/muatan dan kecepatan yang jauh lebih tinggi), lebih jauh lagi sejumlah pasangan ion elektron/positif bisa diciptakan dengan menabrakkan atom-atom netral. Lalu mereka mengalami proses pemisahan yang sama. Proses pemisahan ini menciptakan sebuah longsoran elektron (Bahasa Inggris: electron avalanche).
Gambar 2. 5 Mekanisme Ionisasi sekunder
4. Dalam berbagai proses yang membedakan korona positif dengan negatif, proses energi plasma ini diubah menjadi disosiasi elektron tahap awal untuk menyebabkan longsoran lebih jauh lagi.
5. Banyak ion terbentuk di dalam rangkaian longsoran ini (yang berlainan antara korona positif dengan negatif) ditarik ke elektrode tak melengkung, melengkapi sirkuit, dan mempertahankan aliran arus.
Gambar 2. 6 Banjiran elektron akibat proses yang berlangsung terus menerus Tegangan awalnya korona atau Tegangan Insepsi Korona (TIK) bisa dicari
dengan hukum Peek (1929), yang diformulasikan dari pengamatan empiris. 2
2.3.1. Pengaruh Tekanan Parsial Udara Terhadap Korona
Ionisasi udara mengakibatkan redistribusi tegangan gradien tegangan. Bila redistribusi ini menyebabkan gradien udara di antara dua elektroda lebih besar dari gradien udara normal maka bisa terjadi lompatan api. Bila hanya sebagian udara antara dua elektroda yang terionisasikan, maka korona merupakan sampul (envelope) mengelilingi elektroda. Gradien tegangan seragam yang dapat menimbulkan ionisasi kumulatif di udara normal (250 C, 76 cmHg) adalah 30 kV/cm. Gradien potensial yang menyebabkan terjadinya kerusakan dielektrik disebut kekuatan dielektrik material. Pada daerah yang sangat lebar kekuatan dielektrik udara berbanding lurus dengan kerapatannya, berbanding lurus terhadap Ionisasi udara mengakibatkan redistribusi tegangan gradien tegangan. Bila redistribusi ini menyebabkan gradien udara di antara dua elektroda lebih besar dari gradien udara normal maka bisa terjadi lompatan api. Bila hanya sebagian udara antara dua elektroda yang terionisasikan, maka korona merupakan sampul (envelope) mengelilingi elektroda. Gradien tegangan seragam yang dapat menimbulkan ionisasi kumulatif di udara normal (250 C, 76 cmHg) adalah 30 kV/cm. Gradien potensial yang menyebabkan terjadinya kerusakan dielektrik disebut kekuatan dielektrik material. Pada daerah yang sangat lebar kekuatan dielektrik udara berbanding lurus dengan kerapatannya, berbanding lurus terhadap
Pengaruh udara terhadap korona di jabarkan secara matematis oleh Peek pada jurnalnya, hukum peek menjelaskan bagaimana tegangan listrik yang dibutuhkan untuk memancing munculnya pelepasan muatan korona diantara dua penampang baik kawat fasa terhadap kawat fasa lainnya maupun kawat fasa ke
netral atau pembumian pada body suatu sistem. 2 Persamaannya tersebut dijelaskan sebagai berikut :
E v =m o .g v . r . ln ( ....................................................................................(2.18) Dimana,
Ev = tegangan pemunculan korona (kV) mo = Tetapan kekasaran penghantar/elektroda (0,8 untuk kabel) r = Jari – jari (cm) S = Jarak antara kawat penghatar (cm)
g v = Medan listrik visual kritis (kV/cm), gradien pada medan listrik untuk mempengaruhi collision pada molekul bebas disekitar penghantar gv bisa didapatkan dengan persamaan berikut :
g v =g 0 (1+ ) ...........................................................................................(2.19)
dimana,
g 0 = medan listrik pengrusak ( kV/cm) δ = faktor densitas
c = konstanta dimensi empiris dimana untuk udara adalah 0,301 [2] r = jari-jari penghantar (cm)
Untuk rugi – rugi daya yang didapat dari korona bisa menggunakan persamaan sebagai berikut,
2 P -5 loss = 241 . (f + 25) . √ . (E n –E v ) .10 .........................................................(2.20) dimana,
Ploss = Rugi daya akibat korona (kW) En = Tegangan kerja pada penghantar fasa ke netral (kV) Ev = Tegangan pemunculan korona (kV)
f = frekuensi kerja pada penghantar ( f )
2.4. Kubikel 20kV
Kubikel 20 kV adalah seperangkat peralatan listrik yang dipasang pada Gardu Hubung Distribusi yang berfungsi sebagai pembagi, pemutus, penghubung pengontrol dan proteksi sistem penyaluran tenaga listrik tegangan 20 kV. Kubikel biasanya terpasang pada gardu hubung distribusi atau gardu hubung Yang berupa beton maupun kios.
Kubikel yang terdapat di dalam gardu hubung (GH) merupakan panel tegangan menengah yang berfungsi sebagai salah satu sarana penunjang Utama Untuk mendistribusikan tenaga listrik ke konsumen, dimana di dalam GH selain terdapat Trafo Distribusi terdapat pula beberapa kubikel dengan beberapa peralatan bantu sesuai kebutuhan antara lain, pemutus beban pasangan dalam, disconecting switch , isolator, Rel busbar, Vacum sircuit breaker, Kabel saluran masuk atau keluar, Tranformator instrumen atau pengukuran antara lain Current Tranformer dan Potential Transformer. 3
2.4.1 Jenis dan fungsi kubikel.
Berdasarkan fungsi dan penempatannya, kubikel 20 kV di Gardu Induk antara lain : • Cubicle Incoming berfungsi sebagai penghubung dari sisi sekunder trafo daya ke busbar 20 Kv • Cubicle Outgoing : sebagai penghubung / penyalur dari busbar ke beban • Cubicle Pemakaian sendiri (Trafo PS) : sebagai penghubung dari busbar
ke beban pemakaian sendiri GI • Cubicle Kopel (bus kopling); sebagai penghubung antara rel 1 dan rel 2
• Cubicle PT / LA:: sebagai sarana pengukuran dan proteksi pengaman
tegangan surja. • Cubicle Bus Riser / Bus Tie (Interface): sebagai penghubung antar sel. 3
2.4.2 Bagian – bagian kubikel
Cubicle TM 20 kV terdiri dari empat kompartemen, yaitu :
a) Kompartemen PMT. Pada kompartemen ini terpasang “Withdrawable Circuit Breaker”. PMT
dan mekanisme penggeraknya dapat dengan mudah dikeluarkan/dimasukkan ke dalam kubikel untuk keperluan pemeliharaan.
b) Kompartemen Busbar Semua tertutup oleh bagian metal. Kompartemen busbar didesain agar bagian bagian yang bergerak pada bagian ini seminimum mungkin. Busbar dibuat dari tembaga atau aluminium dengan bentuk sesuai dengan desain dari masing-masing pabrik.
c) Kompartemen Sambungan Kabel Pada Kompartemen ini terdapat :
• Terminasi kabel tegangan menengah • 3(tiga) pembagi tegangan (potensial divider), dilengkapi pada setiap pasa
terminasi kabel, yang disambung dengan tiga neon indikator yang dipasang di muka panel. Fungsinya untuk melihat secara visual bahwa kabel tersebut dalam keadaan bertegangan atau tidak, sehingga aman terhadap petugas yang melaksanakan pengoperasian.
• Satu rangkaian hubung pendek dan pemisah tanah untuk sisi kabel. Dioperasikan dari depan panel, dilengkapi dengan mekanisme operasi kecepatan tinggi sehingga mempunyai kecepatan masuk yang tidak tergantung kecepatan operator.
• Trafo arus • Trafo tegangan (sesuai permintaan). Bisa type tetap atau lepasan.
Dilengkapi dengan pelebur dengan kapasitas pemutusan tinggi.
d) Kompartemen Tegangan Rendah
Kompartemen ini didisain untuk memperkecil resiko propagasi saat terjadi kegagalan. Auxiliary disambung ke PMT oleh susunan multi pin connector.
Gambar 2. 7 Bagian-bagian kubikel
2.5. Kelembaban
2.5.1. Kelembaban Udara
Definisi kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer. Udara atmosfer adalah campuran dari udara kering dan uap air. Kelembaban udara adalah tingkat kebasahan udara karena dalam udara air selalu terkandung dalam bentuk uap air. Kandungan uap air dalam udara hangat lebih banyak daripada kandungan uap air dalam udara dingin. Kalau udara banyak mengandung uap air didinginkan maka suhunya turun dan udara tidak dapat menahan lagi uap air sebanyak itu. Uap air berubah menjadi titik-titik air. Udara yang mengandung uap
air sebanyak yang dapat dikandungnya disebut udara jenuh. 4 Macam-macam kelembaban udara sebagai berikut :
1) Kelembaban relatif atau nisbi yaitu perbandingan jumlah uap air di udara dengan yang terkandung di udara pada suhu yang sama.
2) Kelembaban absolut atau mutlak yaitu banyaknya uap air dalam gram pada 1 m 3 . Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air.
Beberapa cara untuk menyatakan jumlah uap air yaitu :
1. Tekanan uap adalah tekanan parsial dari uap air. Dalam fase gas maka uap air di dalam atmosfer seperti gas sempurna (ideal).
2. Kelembaban mutlak yaitu massa air yang terkandung dalam satu satuan volume udara lengas.
3. Kelembaban spesifik didefinisikan sebagai massa uap air persatuan massa udara basah.
4. Kelembaban nisbi (RH) ialah perbandingan nisbah percampuran dengan nilai jenuhnya dan dinyatakan dalam %. Besaran yang sering dipakai untuk menyatakan kelembaban udara adalah kelembaban nisbi yang diukur dengan psikrometer atau higrometer. Kelembaban nisbi berubah sesuai tempat dan waktu. Pada siang hari kelembaban nisbi berangsur
– angsur turun kemudian pada sore hari sampai menjelang pagi bertambah besar. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air (pada keadaan jenuh) tergantung pada suhu udara Defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap aktual. Pengembunan terjadi bila kelembaban nisbi mencapai
2.5.2. Kerapatan Uap Air
Massa uap air per satuan volume udara yang mengandung uap air tersebut.(kelembaban mutlak)
ρ= M / V.............................................................................................................(2.21) dimana : ρ -3 = kerapatan uap air (kg m ) M= massa uap air (kg)
V = volume udara (m 3) Karena Hukum Gas Ideal adalah :
p V= n R T........................................................................................................(2.22) Dimana : p = Tekanan uap air (bar) R = Tetapan gas umum (8.3143 J K -1 mol -1 )
T = suhu mutlak (K)
V = volume udara (m 3 )
dan, n =
Maka, persamaan menjadi :
Berdasarkan persamaan di atas, kerapatan uap air ( ρ) ditentukan oleh tekanan (p) suhu udara (T). (2)
2.5.3. Relative humidity
Perbandingan antara kelembaban aktual dengan kapasitas udara untuk menampung uap air. RH = � .
dimana :
e a = kelembaban aktual atau tekanan uap air parsial
e s = kapasitas udara untuk menampung uap air/tekanan uap jenuh diambil dari tabel Bila kelembaban Relatif ( RH )100% maka, e a = e s , untuk tekanan saturasi (e s) tergantung pada suhu udara (T) Makin tinggi suhu, kapasitas untuk menampung uap air atau tekanan satuari (e s ) meningkat pada tekanan aktual (e a) yang tetap, RH akan lebih kecil bila suhu udara meningkat, sebaliknya RH makin tinggi bila suhu udara rendah.
Tekana aktual uap air jenuh (e a ) yang tetap antara siang dan malam, menyebabkan RH akan lebih rendah pada siang hari tetapi lebih tinggi pada malam hari, RH lebih tinggi pada malam hari dam mencapai maksimum pada pagi hari sebelum matahari terbit. Hal tersebut menyebabkan proses pengembunan bila udara bersentuhan dengan bidang/permukaan yang suhunya lebih rendah dari suhu titik embun. Embun terbentuk pada tempat-tempat yang terbuka atau tidak ternaungi seperti bagian terluar dari tajuk pohon dan di rumput (tidak terlindungi benda lain). Tempat tersebut memiliki suhu terendah karena paling banyak kehilangan energi melalui pancaran radiasi gelombang panjang.
2.6 Perhitungan Tekanan Parsial Udara
tekanan parsial uap air jenuh (e a ) adalah hasil akhir perhitungan yang didapat dari kelembaban, untuk mencari ea sendiri bisa didapat dari persamaan 2.24 untuk tekanan saturasi e s bisa didapatkan dari tabel tekanan uap air jenuh dibawah ini
Tabel 2. 1 Tekanan Uap Air Jenuh
Dari tabel di atas kita bisa dapatkan tekanan uap air jenuh (es), lalu dari es kita bisa mendapatkan tekanan air parsial uap air dengan memasukan ke persamaan (2.24).
Untuk kerapatan partikel udara relatif bisa didapatkan dari perbandingan massa jenis udara pada kondisi standar per masa jenis uap jenuh. Karena tekanan parsial (e a) adalah tekanan udara (p) maka kita pergunakan persamaan (2.23) untuk mencari kerapatan uap air jenuh di udara ρ(uap air jenuh) = �. �
dari persamaan (2.23)
Massa jenis udara relatif adalah perbandingan antara massa jenis udara standar dan massa jenis udara jenuh sehingga,
ρ(udara relatif) = ρ(udara standar)/ ρ(uap air jenuh).....................................(2.25) untuk mencari faktor densitas atau faktor kerapat partikel udara maka bisa
menggunakan persamaan sebagai berikut,
= ρ(udara) / ρ(SATP) ..................................................................................(2.26)
dimana, = rapat partikel udara relatif pada saat pengukuran
ρ(uap air jenuh) = masa jenis uap air jenuh dalam udara (kg/cm 3 )
3 ρ(udara standar)= masa jenis udara standar (1,2 kg/cm 0 pada 760 mmhg 27 C) ρ(udara relatif) = masa jenis relati udara saat pengukuran (kg/cm 3 ) ρ(SATP) = 1 (faktor densitas pada SATP)
2.6. Kontrol suhu dan kelembaban
Dalam penelitian ini, permasalahan yang diangkat adalah kelembaban, dikarenakan kelembaban dapat mempengaruhi faktor densitas ( ), dimana apabila faktor densitas makin kecil maka angka tegangan pemunculan korona akan semakin kecil, sehingga kemungkinan terjadina korona akan semakin besar.
Untuk menangani hal tersebut maka dibuatlah rancang bangun alat kendali kelembaban dan suhu yang dapat digunakan di dalam kubikel, bahan – bahan yang dipergunakan adalah :
1. Board Arduino uno sebagai mikrokontrol
2. Fan sebagai Aktuator
3. Heater sebagai Aktuator
4. Relay sebagai kendali I/O aktuator
5. LCD sebagai user interface
2.6.1. Arduino Uno
Arduino Merupakan board modul dari rangkain microcontroller yang telah dirangkai sehingga pengguna bisa membuat suatu rangkaian tanpa perlu marakit lagi bahan-bahan pendukung mikrokontrol.
Arduino Uno adalah board mikrokontroler berbasis ATmega328. Uno memiliki 14 pin digital input / output (dimana 6 dapat digunakan sebagai output PWM), 6 input analog, resonator keramik 16 MHz, koneksi USB, jack listrik, header ICSP, dan tombol reset. Uno dibangun berdasarkan apa yang diperlukan untuk mendukung mikrokontroler, sumber daya bisa menggunakan power USB (jika terhubung ke komputer dengan kabel USB) dan juga dengan adaptor atau baterai.
Arduino Uno berbeda dari semua papan sebelumnya dalam hal tidak menggunakan FTDI chip driver USB-to-serial. Sebaliknya, fitur Atmega16U2 (Atmega8U2 sampai versi R2) diprogram sebagai konverter USB-to-serial. Revisi
2 dari Uno memiliki resistor pulling 8U2 HWB yang terhubung ke tanah, sehingga lebih mudah untuk menggunakan mode DFU. Sumber Daya / Power Arduino Uno dapat diaktifkan melalui koneksi USB atau dengan catu daya eksternal. Sumber daya dipilih secara otomatis. Untuk sumber daya Eksternal (non- USB) dapat berasal baik dari adaptor AC-DC atau baterai. Adaptor ini dapat dihubungkan dengan memasukkan 2.1mm jack DC ke colokan listrik board. Baterai dapat dimasukkan pada pin header Gnd dan Vin dari konektor DAYA. Board dapat beroperasi pada pasokan eksternal dari 6 sampai 20 volt. Jika Anda menggunakan tegangan kurang dari 6 volt mungkin tidak akan stabil. Jika menggunakan lebih dari 12V, regulator tegangan bisa panas dan merusak papan. Rentang yang dianjurkan adalah 7 sampai 12 volt. Pin listrik yang tersedia adalah sebagai berikut:
1. VIN. Input tegangan ke board Arduino ketika menggunakan sumber daya eksternal. Anda dapat menyediakan tegangan melalui pin ini, atau, jika Anda ingin memasok tegangan melalui colokan listrik, gunakan pin ini. Pin ini merupakan output 5V yang telah diatur oleh regulator papan Arduino. Board dapat diaktifkan dengan daya, baik dari colokan listrik DC (7 - 12V), konektor USB (5V), atau pin VIN board (7-12V). Jika Anda memasukan tegangan melalui pin 5V atau 3.3V secara langsung (tanpa melewati regulator) dapat merusak papan Arduino. Penulis tidak menyarankan itu. Tegangan pada pin
3V3. 3.3Volt dihasilkan oleh regulator on-board. Menyediakan arus maksimum 50 mA.
2. GND. Pin Ground.
3. IOREF. Pin ini di papan Arduino memberikan tegangan referensi ketika mikrokontroler beroperasi. Sebuah shield yang dikonfigurasi dengan benar dapat membaca pin tegangan IOREF sehingga dapat memilih sumber daya yang tepat agar dapat bekerja dengan 5V atau 3.3V.
Memori
ATmega328 memiliki 32 KB (dengan 0,5 KB digunakan untuk bootloader). ATmega328 juga memiliki 2 KB dari SRAM dan 1 KB EEPROM (yang dapat dibaca dan ditulis dengan perpustakaan / library EEPROM). Input dan Output Masing-masing dari 14 pin digital Uno dapat digunakan sebagai input atau output, menggunakan fungsi pinMode(), digitalWrite(), dan digitalRead(). Mereka beroperasi pada tegangan 5 volt. Setiap pin dapat memberikan atau menerima maksimum 40 mA dan memiliki resistor pull-up internal (terputus secara default) dari 20-50 kOhms. Selain itu, beberapa pin memiliki fungsi spesial:
1. Serial: pin 0 (RX) dan 1 (TX) Digunakan untuk menerima (RX) dan mengirimkan (TX) data serial TTL. Pin ini terhubung dengan pin ATmega8U2 USB-to-Serial TTL.
2. Eksternal Interupsi: Pin 2 dan 3 dapat dikonfigurasi untuk memicu interrupt pada nilai yang rendah (low value), rising atau falling edge, atau perubahan nilai. Lihat fungsi attachInterrupt() untuk rinciannya.
3. PWM: Pin 3, 5, 6, 9, 10, dan 11 Menyediakan 8-bit PWM dengan fungsi analogWrite()
4. SPI: pin 10 (SS), 11 (MOSI), 12 (MISO), 13 (SCK) mendukung komunikasi SPI dengan menggunakan perpustakaan SPI
5. LED: pin 13. Built-in LED terhubung ke pin digital 13. LED akan menyala ketika diberi nilai HIGH Arduino Uno memiliki 6 input analog, berlabel A0 sampai A5, yang masing-
masing menyediakan resolusi 10 bit (yaitu 1024 nilai yang berbeda). Secara default mereka mengukur dari ground sampai 5 volt, perubahan tegangan maksimal masing menyediakan resolusi 10 bit (yaitu 1024 nilai yang berbeda). Secara default mereka mengukur dari ground sampai 5 volt, perubahan tegangan maksimal
1. AREF. Tegangan referensi untuk input analog. Dapat digunakan dengan fungsi analogReference().
2. Reset. Gunakan LOW untuk me-reset mikrokontroler. Biasanya digunakan untuk menambahkan tombol reset.
Komunikasi
Arduino Uno memiliki sejumlah fasilitas untuk berkomunikasi dengan komputer, Arduino lain, atau mikrokontroler lainnya. ATmega328 menyediakan UART TTL (5V) komunikasi serial, yang tersedia pada pin digital 0 (RX) dan 1 (TX). Pada ATmega16U2 saluran komunikasi serial melalui USB dan muncul sebagai com port virtual untuk perangkat lunak pada komputer. Firmware 16U2 menggunakan standar driver USB COM, dan tidak ada driver eksternal diperlukan. Namun, pada Windows, diperlukan file .inf. Perangkat lunak Arduino termasuk monitor serial yang memungkinkan data tekstual sederhana akan dikirim ke dan dari papan Arduino. RX dan TX LED di papan akan berkedip ketika data sedang dikirim melalui chip USB-to-serial dan koneksi USB komputer (tetapi tidak untuk komunikasi serial pada pin 0 dan 1). ATmega328 juga mendukung I2C (TWI) dan komunikasi SPI. Perangkat lunak Arduino termasuk perpustakaan Wire berfungsi menyederhanakan penggunaan bus I2C. Untuk komunikasi SPI, menggunakan perpustakaan SPI.
Pemrograman
Arduino Uno dapat diprogram dengan software Arduino
Karakteristik Fisik
Panjang maksimum dan lebar PCB Uno masing-masing adalah 2,7 dan 2,1 inci, dengan konektor USB dan colokan listrik yang melampaui dimensi tersebut. Empat lubang sekrup memungkinkan board harus terpasang ke permukaan. Perhatikan bahwa jarak antara pin digital 7 dan 8 adalah 0,16", tidak seperti pin lainnya. Adapun data teknis board Arduino UNO R3 adalah sebagai berikut :
Mikrokontroler : ATMEGA328
Tegangan Operasi : 5V
Tegangan Input (recommended) : 7 - 12 V
Tegangan Input (limit) : 6-20 V
Pin digital I/O : 14 (6 diantaranya pin PWM)
Pin Analog input : 6
Arus DC per pin I/O : 40 mA
Arus DC untuk pin 3.3 V : 150 mA
Flash Memory : 32 KB dengan 0.5KB digunakan untuk bootloader
SRAM : 2 KB EEPROM : 1 KB
Kecepatan Pewaktuan : 16 Mhz
Gambar 2. 8 Konstruksi Jalur Rangkaian Arduino Uno
2.6.2. DHT112