(3) Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami
(3) Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam Hasyiyah-nya (komentar / kritik) atas Al- Iidlaah karya An-Nawawi saat memberikan komentar ucapan An-Nawawi : “Al-Bazzar dan Ad-Daruquthi telah meriwayatkan dengan isnad mereka dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda :
34 +p # U2$ Q 2 |
“Siapapun yang menziarahi kuburanku maka ia pasti mendapat syafaatku.” Hadits di atas ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya dan telah dikategorikan shahih oleh sekelompok ulama seperti ‘Abdu Al-Haqq dan At-Taqi As- Subki. Penilaian shahih ini tidak bertentangan dengan ucapan Adz-Dzahabi :”Jalur-jalur periwayatan hadits ini seluruhnya lemah dimana sebagian menguatkan sebagiannya yang lain.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni, At-Thabarani dan Ibnu As-Subki yang sekaligus menilainya sebagai hadits shahih dengan redaksi :
J A7 ! n A+p # ] O3 n7^ ] 3 | '- J$ ^ # I ' n 0 | 3&c $ “Siapa yang datang kepadaku dalam rangka berziarah, tidak ada dorongan kepentingan kecuali hanya untuk ziarah kepadaku maka wajib atasku untuk memberinya syafaat kelak di hari kiamat. ” Dalam riwayat lain :
J A7 ! n A+p # ]
$ _ , 8 n7^ # ]
“Wajib atas Allah untuknya agar aku memberi syafaat kepadanya di hari kiamat.”Yang dimaksud dengan kalimat “Laa tahmiluhu haajatun illa ziyarati” (tidak ada dorongan kepentingan kecuali hanya untuk ziarah kepadaku) adalah : menghindari tujuan yang tidak ada kaitannya dengan ziarah. Adapun sesuatu yang masih terkait dengannya seperti tujuan beri’tikaf di masjid nabawi, memperbanyak ibadah di dalamnya, ziarah ke kuburan para sahabat dan sebagainya yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang disunnahkan bagi peziarah maka hal-hal ini tidak menghalangi diperolehnya syafaat baginya. Sahabat kami dan yang lain mengatakan disunnahkan bagi peziarah disamping niat taqarrub dengan berziarah juga niat taqarrub dengan pergi menuju masjid nabawi dan melaksanakan sholat di dalamnya sebagaimana disebutkan oleh pengarang (Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliki).
Kemudian hadits di atas mencakup berziarah kepada beliau Saw baik waktu masih hidup atau sesudah wafat dan juga mencakup peziarah lelaki dan wanita yang datang dari Kemudian hadits di atas mencakup berziarah kepada beliau Saw baik waktu masih hidup atau sesudah wafat dan juga mencakup peziarah lelaki dan wanita yang datang dari
! S #A . 84^ 3^ L3 , L. '- L3 S /^
“Tidak ada seorangpun yang menyampaikan salam kepadaku kecuali Allah akan mengembalikan nyawaku hingga aku menjawab salamnya .”
Renungkanlah keutamaan agung ini yaitu jawaban beliau kepada orang yang menyampaikan salam kepadanya. Karena beliau hidup di dalam kuburan sebagaimana para nabi yang lain. Berdasarkan sebuah hadits yang berstatus marfu’ :
. AI H o 3V JA719 X 7 . > J+ Y #^ . 89 > [ G 2 3V c A^ c A2&? #A
”Para nabi itu hidup dalam kuburan mereka dalam keadaan melaksanakan shalat.” Yang dimaksud dengan mengembalikan nyawa beliau yang mulia adalah mengembalikan kekuatan berbicara pada saat itu untuk menjawab salam . Al-Iidlaah hlm 488.
(4) Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
Al-Imam Ibnu Hajar dalam syarhnya atas Al-Bukhari mengatakan ketika mengomentari
hadits : /$ S J
8 - '- ^ / Y'
Kalimat “kecuali hendak menuju ke tiga masjid” obyek yang mendapat pengecualian (almustatsana minhu) dibuang. Pembuangan ini mungkin analogi obyek yang mendapat pengecualian yang bersifat umum kemudian ungkapannya menjadi : “Tidak boleh bersungguh-sungguh melakukan perjalanan menuju ke suatu tempat dengan tujuan apapun kecuali hendak menuju ke tiga masjid,” atau obyek yang mendapat pengecualian itu lebih spesifik dari “tempat”. Analogi yang pertama tidak bisa diterima karena berkonsekuensi menutup pintu bepergian untuk berdagang, silaturrahim, mencari ilmu dan sebagainya. Berarti analogi kedua adalah satu-satunya alternatif. Yang baik adalah analogi obyek yang mendapat pengecualian yang paling banyak relevansinya. Yaitu “Tidak boleh bersungguh-sungguh melakukan perjalanan -untuk ziarah ke masjid dalam rangka melaksanakan sholat di dalamnya- kecuali hendak menuju ke tiga masjid.” Dengan analogi ini berarti batallah pandangan orang yang melarang pergi menuju ziarah kuburan Nabi Saw yang mulia dan kuburan lain dari kuburan orang-orang shalih. Wallahu A’lam.
As-Subki dalam Al-Kabir mengatakan, “Persoalan di atas belum bisa dipahami dengan baik oleh sebagian orang. Mereka menganggap bahwa bersungguh-sungguh untuk berziarah di selain tiga masjid di atas masuk dalam kategori larangan. Pandangan ini keliru. Karena pengecualian hanya terjadi dari obyek yang mendapat pengecualian yang sejenis. Berarti pengertian hadits adalah sbb : “Jangan bersungguh-sungguh menuju ke salah satu masjid atau ke salah satu tempat karena tempat tersebut kecuali ke tiga masjid di atas. Sedang melakukan perjalanan hendak ziarah atau mencari ilmu, tempat bukanlah tujuan tapi orang yang berada di tempat itu yang menjadi tujuan. Wallahu a’lam. (Fathul Baari jilid 3 hlm 66)