Bambu hias sekarang ini tengah banyak dicari konsumen. Alasannya penampilan tanaman bambu unik dan menawan. Tak heran jika bambu pun
banyak ditanam sebagai elemen taman. Apalagi makin disukainya taman bergaya jepang atau tropis yang memasukkan unsur bambu sebagai salah satu
daya tariknya. Jenis bambu yang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias antara lain bambu kuning, bambu cendani, bambu sian, bambu macan, bambu
jepang, bambu perling, bambu talang, bambu uncue, bambu loleba, dan lain- lain. Untuk pemanfaatan di halaman pekarangan yang luas jenis bambu besar
bisa digunakan, misalnya bambu tutul, bambu ampel yang berwarna hijau mengkilap, bambu ater, bambu hitam, bambu nigra Phyllostachys nigra, dan
bambu berlekuk Bambusa ventricosa. Untuk pekarangan yang terbatas dapat digunakan jenis kecil, yaitu bambu pagar, bambu uncue P. aurea, bambu
jepang, bambu nigra; jenis kerdil yaitu bambu pagar varietas elegans, dan bambu Phylostachys sp; jenis bambu yang dapat dipangkas atau dibentuk
yaitu bambu pagar, bambu T. siamensis, dan bambu ampel. Untuk ditanam di dalam pot dapat digunakan jenis bambu pagar, bambu berlekuk, bambu ampel,
bambu T. siamensis, bambu talang janis kuning, bambu uncue, dan bambu jepang Dephut, 2004.
5. Jenis- jenis dan kualitas tanaman bambu
Pada Tabel 1 diuraikan beberapa jenis bambu yang mempunyai manfaat atau nilai ekonomis tinggi Dephut, 2004,
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Jenis- jenis Bambu dan Penggunaannya :
No Nama Daerah dan Latin
Bambu Penggunaannya
1 Bambu Apus
Gigantochloa apus Batang bambu apus berbatang kuat, liat, dan lurus.
Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya
yang panjang, kuat, dan lentur. Ada juga yang menggunakannya untuk alat musik.
2 Bambu Ater
Gigantochloa atter Batang bambu ater biasanya digunakan orang
untuk dinding rumah, pagar, alat-alat rumah tangga, kerajinan tangan dan ada juga yang
menggunakan untuk alat musik 3
Bambu Andong Gigantochloa verticillata
Gigantochloa pseudo arundinacea
Batang bambu andong banyak digunakan untuk bahan bangunan, chopstick, dan untuk membuat
berbagai jenis kerajinan tangan. 4
Bambu Betung Dendrocalamus asper
Bambu betung sifatnya keras dan baik untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar dan
ruasnya panjang. Dapat dimanfaatkan untuk saluran air, penampung air aren yang disadap,
dinding rumah yang dianyam, gedek atau bilik, dan berbgai jenis barang kerajinan.
5 Bambu Kuning
Bambusa vulgaris Bambu kuning dapat dimanfaatkan untuk mebel,
bahan pembuat kertas, untuk kerajinan tangan dan dapatditanam di halaman rumah karena cukup
menarik sebagai tanaman hias serta untuk obat penyakit kuning atau lever.
6 Bambu Hitam
Gigantochloa atroviolacea Bambu hitam sangat baik untuk dibuat alat musik
seperti angklung, gambang, atau calung dan dapat juga digunakan untuk furniture dan bahan
kerajinan tangan. 7
Bambu Talang Schizostachyum
brachycladum Bambu talang banyak digunakan untuk bahan
atap, dinding, dan lantai rumah adat Toraja. Selain itu bambu talang juga digunakan untuk rakit,
tempat air, dan bahan kerajinan tangan seperti
Universitas Sumatera Utara
ukiran dan anyaman. 8
Bambu Tutul Bambusa vulgaris
Bambu tutul banyak digunakan untuk peralatan rumah tangga seperti tirai, meja, kursi, dinding,
dan lantai rumah, serta untuk kerajinan tangan. 9
Bambu Cendani Bambusa multiplex
Batang bambu cendani dapat digunakan untuk tangkai payung, pipa rokok, kerajinan tangan
seperti tempat lampu, vas bunga, rak buku, dan berbagi mebel dari bambu.
10 Bambu Cangkoreh
Dinochloa scandens Bambu cangkoreh dapat digunakan untuk
anyaman atau tempat jemuran tembakau dan untuk obat misalnya obat tetes mata dan obat
cacing. 11
Bambu Perling Schizostachyum zollingeri
Batang bambu perling dapat digunakan untuk membuat dinding, tali, tirai, dan alat memancing
12 Bambu Tamiang
Schizostachyum blumei Bambu tamiang paling cocok digunakan untuk
sumpit, suling, alat memancing, dan kerajinan tangan.
13 Bambu Loleba
Bambusa atra Bambu loleba dapat digunakan untuk dinding
rumah, tali tongkat, bahan anyaman dan sebagai tanaman hias.
14 Bambu Batu
Dendrocalamus strictus Batang bambu batu sangat kuat dan dapat
digunakan untuk bahan baku kertas dan untuk bahan anyaman.
15 Bambu Belangke
Gigantochloa pruriens Jenis bambu dengan batang lurus, kuat, dan ringan
ini banyak digunakan sebagai galah untuk panen kelapa sawit, selain itu juga untuk bahan
bangunan. 16
Bambu Sian Thyrsostachys siamensisi
Bambu ini baik digunakan untuk tangkai payung, dan sebagai tanaman hias karena rumpunnya
mempunyai tajuk melebar dengan daun kecil-kecil yang banyak.
17 Bambu Jepang
Arundinaria japonica Bambu jepang banyak digunakan sebagai tanaman
hias. 18
Bambu Gendang Bambusa ventricosa
Karena bentuk batangnya yang unik dan cukup menarik maka bambu ini biasa digunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
tanaman hias. 19
Bambu Bali Schizostachyum
brachycladum Oleh karena penampilan tanamannya unik dan
menarik maka bambu ini biasa digunakan sebagai tanaman hias.
20 Bambu Pagar
Bambusa glaucescens Bambu ini juga menarik sebagai tanaman hias
yang dipangkas dengan berbagai bentuk.
Pembagian berdasarkan penggunaan akhir ke dalam konstruksi dan non konstruksi disebabkan oleh banyaknya penggunaan bambu di bidang konstruksi.
Di Indonesia sekitar 80 batang bambu dimanfaatkan untuk bidang konstruksi. Selebihnya dimanfaatkan dalam bentuk lainnya seperti kerajinan, furniture,
chopstick, industri pulp dan kertas, serta keperluan lainnya Dephut, 2004. Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Bambu
Tanaman bambu baik dalam skala kecil maupun besar mempunyai nilai ekonomi yang meyakinkan. Budaya masyarakat menggunakan bambu dalam
berbagai aktivitas kehidupan sehingga bambu dapat dikategorikan sebagai multipurpose free species MPTS = jenis pohon yang serbaguna. Pada umumnya
jenis-jenis bambu yang diperdagangkan adalah jenis bambu yang berdiameter besar dan berdinding tebal. Jenis-jenis tersebut diwakili oleh warga Bambusa 3
jenis, Dendrocalalamus 2 jenis dan Gigantochloa 8 jenis Widayati dan Riyanto, 2005. Dari jenis-jenis tersebut dapat dibudidayakan secara massal untuk
menunjang industri kertas, chopstick, flowerstick, ply bamboo, particle board dan papan semen serat bambu serta kemungkinan dikembangkan bangunan dari bahan
bambu yang tahan gempa dll Zain,1998.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, secara ekonomis bambu juga memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.
Di Indonesia terdapat lebih kurang 125 jenis bambu Dephut, 2004.
Produk Olahan Bambu
1. Bambu Lapis
Seperti halnya kayu diolah menjadi kayu lapis maka bambu juga digunakan sebagai bahan baku kayu lapis. Berbagai macam produk bambu lapis
dibuat baik dari sayatan bambu maupun pelepuh bambunya. Jenis yang umum dipakai untuk bambu lapis adalah bambu tali Gigantocloa apus.
2. Bambu Lamina
Bambu lamina adalah produk olahan bambu dengan cara merekatkan potongan-potongan dalam panjang tertentu menjadi beberapa lapis yang
selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang. Lapisannya umumnya 2-5 lapis. Banyaknya lapisan tergantung ketebalan yang diinginkan dan penggunaannya.
Kualitas bambu lamina ini sangat ditentukan oleh bahan perekatnya. Dengan bahan perekat yang baik maka kekuatan bambu lamina dapat disejajarkan dengan
kekuatan kayu kelas III. 3.
Papan Semen Papan semen bambu terbuat dari bambu, semen dan air kapur. Bambu
terlebih dahulu diserut, kemudian direndamkan dalam air selama dua hari. Selanjutnya dicampur ketiga bahan tersebut dan kemudian dibentuk papan pada
suhu 56 C dengan waktu selama 9 jam.
4. Arang bambu
Universitas Sumatera Utara
Pembuatan arang dari bambu dilakukan dengan cara destilasi kering dan cara timbun skala semi pilot. Bambu yang sudah dicobakan adalah bambu tali,
bambu ater, bambu andong dan bambu betung. Nilai kalor arangnya rata-rata 6602 kalgr, dan yang paling baik dijadikan arang adalah bambu ater dimana sifat
arangn yang dihasilkan relatif sama dengan sifat arang dari kayu bakau. 5.
Pulp Pabrik kertas sangat potensial dalam memanfaatkan bambu sebagai bahan
kertas. Cara pembuatan bahan kertas dari bambu mula-mula bambu dipotong dan diserpih dengan ukuran 25 mm x 25 mm x 1 mm. Dengan tekanan dan suhu
tertentu serpihan bambu tersebut dimasak selama 1,5 jam. Kemudian pulp dicuci dan disaring. Kemudian pulp diurai dengan pengaduk 3-4 jam. Hasil uraian
disaring, dicuci dan diputihkan. Setelah dicuci pulp dibuat lembaran sebagai bahn pembuat kertas.
Bambu memiliki kandungan selulosa yang sangat cocok untuk dijadikan bahan kertas dan rayon. Pemanfaatan bambu sebagai bahan kertas di Indonesia
telah diterapkan pada industri di Gowa dan Banyuwangi. Namun industri ini memiliki kendala dari segi bahan baku sehingga dibuat modifikasi yaitu campuran
pulp bambu dengan perbandingan 70 : 30 . 6.
Kerajinan dan Handicraft Berbagai kerajinan dan handycraft dibuat dari bambu antara lain : tempat
pulpen, gantungan kunci, cup lampu, keranjang, tas, topi dan lain-lain. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah keterampilan dan kreativitas dalam memanfaatkan
bambu. 7.
Supit
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan bahan bambu sebagai bahan industri telah pula mencakup kebutuhan peralatan makan berupa supit, tusuk sate dan tusuk gigi.
Perkembangannnya sangat cepat karena mudah dalam pengerjaan apalagi bila dikerjakan dengan mesin secara otomatis. Bambu yang bagus untuk dijadikan
supit adalah bambu mayan dan bambu andong. Bambu yang bagus untuk supit bambu yang berumur 3 tahun dimana untuk meningkatkan kualitasnya setelah
ditebang sebaiknya jangan langsung diproses tetapi dikeringkan terlebih dahulu selama kurang lebih 4 hari.
8. Furniture dan Perkakas Rumah Tangga
Bambu yang dipergunakan untuk mebel harus memenuhi beberapa syarat. Selain warna yang menarik juga dapat dibentuk secara istimewa dengan nilai seni
yang tinggi tetap memenuhi kekokohannya. Olesan pengawet dan penghias, seperti pernis meningkatkan keawetan dan penampilan dengan tetap berkesan
alami. Perkakas rumah tangga dan hiasan dari bambu digemari karena disamping tidak berkarat juga mencerminkan kesederhanaan tapi anggun.
Bambu hitam dan bambu betung banyak digunakan untuk furniture antara lain: meja, kursi, tempat tidur, meja makan lemari pakaian dan lemari hias.
Disamping itu bambu juga banyak dipakai menjadi peralatan rumah tangga dan assesoris penghias rumah.
9. Komponen Bangunan dan Rumah
Bambu yang dipergunakan sebagai bahan bangunan sebaiknya diawetkan lebih dahulu dengan cara perendaman dalam air selama beberapa minngu
kemudian dikeringkan. Kadand-kadang juga dilakukan pengasapan belerang agar ham yang ada mati dan tidak dikunjungi oleh hama perusak. Sebagai bahan
Universitas Sumatera Utara
kontruksi yang tidak mementingkan keindahan, ter juga sering dipergunakan untuk menutup pori-pori buluh.
Bambu bersama dengan kayu dan bahan organik lainnya banyak digunakan pada pemabngunan rumah rakyat di pedesaan. Dengan perkembangan
harga bahan dasar dan kebutuhan perumahan rakyat yang sederhana, maka pengembangan rumah berbahan kayu dan bambu sesuai untuk membantu rakyat
ayng berpenghasilan rendah, terutanma di daerah yang mempunyai ketersediaan bambu. Penggunaan bambu oleh masyarakat sebagai bahan bangunan perumahan
selain mudah didapat, bahan bambu dipercaya oleh masyarakat sebagi bahan yang kuat dan awet dengan catataan penggunaan terhindar untuk berhubungan langsung
dengan air. 10.
Rebung Bambu dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam bentuk rebung. Jenis-
jenis tertentu rebungnya dapat dimakan karena kadar HCN kecil atau sama sekali tidak ada, rasanya memenuhi selera, lunak dan warnanya menarik. Kandungan
gijinya cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin. 11.
Bahan Alat Musik Tradisional Sesuai dengan ketebalan dinding, diameter dan panjang buluh, bambu
dapat dibuat alat musik tradisional yang menghasilkan nada dan alunan suara yang khas. Faktor ketepatan memilih jenis dan tingkat pengeringan diperlukan guna
memperoleh kualitas yang memadai. Bambu dapat dibuat alat musik tiup, alat musik gesek maupun alat musik pukul. Contoh yang terkenal adalah seruling,
angklung, gambang, calung, kentongan, dll. Pembuatan alat musik dari bambu dituntut pengetahuan nada dan ketelatenan penanganan pekerjaan. Misalnya pada
Universitas Sumatera Utara
pembuatan angklung, bambu dipilih dari jenis bambu tertentu. Bambu temen, bambu hitam, bambu lengka dan bambu tali cocok dipergunakan untuk membuat
kerangkanya. Waktu penebangan bambu harus cukup umur 2-3 tahun tepat waktunya yakni pada musim kemarau. Pengeringan dilakukan dalam ruang, tidak
boleh langsung dengan sinar matahari. Setelah bambu dibentuk, kemudian distem nadanya sebelum dan sesudah dipasang tabung-tabung nadanya Batubara, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Teori Pemasaran
Perkembangan pengusahaan bambu batangan, rebung maupun produk-
produk bambu lain ditentukan oleh pertumbuhan masing-masing pasarnya. Analisis pertumbuhan pasarnya menyangkut bukan saja permasalahan mengenai
hubungan antara volume penjualan pemasaran dengan harga dan faktor-faktor lain, tetapi juga menyangkut permasalahan mengenai kondisi segmen pasarnya
yang meliputi perilaku dan lokasi individu atau kelompok pembeli dan penjual. Hubungan-hubungan yang terjadi antara penjual dan pembeli membentuk struktur
pasar dan tataniaga tertentu. Tingkat efisiensi tataniaga ditentukan oleh struktur pasar yang terbentuk. Misalnya, struktur pasar monopoli cenderung menyebabkan
tingkat efisiensi tataniaga yang rendah, dan sebaliknya, struktur pasar bersaing cenderung menyebabkan tingkat efisiensi tataniaga yang tinggi. Oleh sebab itu,
pengetahuan mengenai struktur biaya, margin dan distribusi keuntungan dari rantai tataniaga yang terbentuk menjadi unsur-unsur informasi yang krusial dalam
menganalisis pertumbuhan pasar masing-masing produk bambu yang dikaji Rahayu dkk, 2004.
Berdasarkan skala usahanya, industri bambu dapat dikelompokkan menjadi industri skala besar, menengah dan kecil atau industri rumah tangga
home industry. Dalam uraian ini, perhatian ditujukan hanya kepada pemasaran dari industri bambu skala kecil dan menengah. Yang dimaksud industri skala kecil
disini adalah industri yang tidak mempekerjakan tenaga kecuali tenaga keluarga yang hidup bersama dalam satu rumah dengan pemilik industri seperti kepala
keluarga, istri dan anak-anak home industry. Sedangkan industri bambu skala menengah didefinisikan sebagai industri yang mempekerjakan tenaga kerja luar
Universitas Sumatera Utara
keluarga selain mungkin tenaga kerja keluarga yang hidup dalam satu atap dengan pemilik. Industri skala menengah dibedakan dari industri besar darijumlah
tenaga kerja yang diserap. Batasan industri skala menengah di sini adalah industri yang mempekerjakan tenaga kerja di bawah 50 orang termasuk bila ada anggota
keluarga pemilik Frick, Heinz, 2004
.
Efisiensi pemasaran adalah kemampuan jasa-jasa pemasaran untuk dapat menyampaikan suatu produk dari produsen ke konsumen secara adil dengan
memberikan kepuasan pada semua pihak yang terlibat untuk suatu produk yang sama. Kriteria efisiensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: margin
pemasaran, share petani produsen, distribusi keuntungan, dan volume penjualan Zain, 1998.
Margin Pemasaran
Margin pemasaran atau margin tataniaga menunjukkan selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran. Perbedaan nilai ini juga direpresentasikan sebagai
jarak vertikal dan jarak antara kurva permintaan atau antara kurva penawaran. Margin tataniaga hanya merepresentasikan perbedaan harga yang dibayarkan
konsumen dengan harga yang diterima petani, tetapi tidak menunjukkan jumlah kuantitas produk yang dipasarkan. Margin tataniaga merupakan penjumlahan
antara biaya tataniaga dan margin keuntungan. Nilai margin pemasaran adalah perbedaan harga di kedua tingkat sistim pemasaran dikalikan dengan kuantitas
produk yang dipasarkan. Cara perhitungan ini sama dengan konsep nilai tambah value added. Pengertian ekonomi nilai margin pemasaran adalah harga dari
sekumpulan jasa pemasarantataniaga yang merupakan hasil dari interaksi antara permintaan dan penawaran produk–produk tersebut. Oleh karena itu nilai margin
Universitas Sumatera Utara
pemasaran dibedakan menjadi dua yaitu marketing costs dan marketing charges. Hubungan antara elastisitas permintaan di tingkat rantai tataniaga yang berbeda
memberikan beberapa kegunaan analisis. Hubungan bergantung pada perilaku dari margin pemasaran Kustiari, 2003.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November 2009 di Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun. Secara
Geografis hutan bambu Pondok Buluh terletak diantara 99
o
56
’
BT sd 99
o
00’BT dan antara 2
o
43’LU sd 2
o
47
’
LU. Berdasarkan administratif pemerintahan, areal hutan Pondok buluh berada di kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten
Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, sedangkan berdasarkan wilayah pemangkuan hutannya termasuk dalam pengelolaan wilayah Resort Polisi Hutan
Tiga Dolok Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Kawasan Pondok Buluh juga dekat dengan lokasi wisata Danau Toba, yaitu sekitar 15 Km atau dapat
ditempuh dalam waktu 20 menit. Di Desa Pondok Buluh masih ditemukan lahan hutan rakyat bambu yang masih dikelola oleh petani pada lahan milik mereka.
Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun memiliki luas 2100 ha dan dihuni sekitar 361 KK. Sebagian besar masyarakat
desa bekerja sebagai petani dan didominasi oleh suku Batak. Desa Pondok Buluh memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Dolok Parmonangan
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Girsang Sipangan
Bolon •
Sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Jawa •
Sebelah Barat berbatasan dengan Jorlang Hataran
Universitas Sumatera Utara
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah: 1
Kamera Digital untuk dokumentasi dan visualisasi obyek kegiatan guna kelengkapan pelaporan.
2 Alat inventarisasi hutan pita ukur, tambang, alat pengukur tinggi pohon,
tally sheet, dll. Bahan yang digunakan adalah:
1 Objek pengamatan adalah Hutan Rakyat Bambu Pondok buluh Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara. 2
Peta wilayah kabupaten dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi studi.
3 Kuesioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun primer
4 Laporan-laporan hasil penelitian individu dan lembaga terdahulu dan
berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder untuk melengkapi pengamatan langsung di lapangan.
Metode Penelitian Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, digunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah data hasil inventarisasi bambu, data
sosial ekonomi, bentuk pengelolaan dan hasil pemasaran. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah: kondisi umum lokasi penelitian atau data umum
yang ada pada instansi pemerintahan desa dan kecamatan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengambilan sampel akan digunakan metode sensus. Dalam metode sensus, sampel yang diambil adalah seluruh petani hutan rakyat bambu
yang ada di Desa Pondok Buluh.
Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian, sebagai berikut:
1. Inventarisasi tanaman bambu pada hutan rakyat bambu.
2. Melakukan observasi dan analisis pengelolaan di lapangan guna
mengetahui sistem pengelolaan hutan rakyat bambu. 3.
Wawancara dan diskusi dengan menggunakan kuesioner terhadap para pelaku aktor utama atau yang mewakili dan para pihak pemangku
kepentingan dalam pengelolaan hutan rakyat bambu. 4.
Keseluruhan data, baik primer maupun sekunder yang selanjutnya ditabulasikan sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan
analisis data. Data primer selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, serta dilakukan analisis para pihak yang terkait
dalam pengelolaan hutan rakyat bambu. Sedangkan data yang bersifat kuantitatif diolah secara tabulasi.
Teknik untuk memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan dengan wawancara dan dengan pengukuran langsung dilapangan. Informasi yang
diperoleh dari setiap responden diantaranya: a
Identifikasi diri responden. b
Luas lahan yang dimiliki.
Universitas Sumatera Utara
c Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan tanaman bambu atau
teknik budidayanya penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan serta waktu kegiatan tersebut dilaksanakan.
d Kebutuhan input untuk kegiatan budidaya dan harga input yang digunakan
pemupukan, pemberantasan hama penyakit dan lain sebagainya. e
Metode penjualan hasil pemanenan dan harga jualnya.
Metode Inventarisasi Bambu
Teknik penempatan petak ukur pada inventarisasi bambu dilakukan secara sistematik. Bentuk satuan contoh tegakan bambu dewasa berupa jalur dengan
lebar 10 meter mengikuti jalur pada setiap jarak 100 meter. Peletakan jalur ukur pada inventarisasi bambu dilakukan secara purposive.
Teknik penempatan petak ukur untuk tegakan bambu tingkat permudaan mengikuti jalur ukur pada setiap 100 meter berselang seling dengan ukuran petak
ukur 5 x 5 meter. Secara skematis gambar jalur ukur dan petak ukur dalam inve ntarisasi bambu dapat dilihat pada Gambar 2.
a1
a2
Hm-1 Gambar 2. Bentuk Jalur Inventarisasi Bambu
Keterangan: A1, A2, A3
= Petak ukur permudaan 5 x 5 meter Hm-1
= Petak ukur tingkat pertumbuhan dewasa 10 x 100 meter a1
= Garis sumbu jalur a2
= Garis tepi
A1 A2
A3
Universitas Sumatera Utara
Analisis Data Hasil Inventarisasi Bambu
Inventarisasi bambu yang dilakukan di lapangan menggunakan metode jalur. Kemudian data yang di dapat dihitung jumlah batang pada setiap rumpun
bambu menggunakan taksiran jumlah batang tiap rumpun suatu jenis bambu dengan rumus:
dimana : Kr
= Jumlah batang tiap rumpun suatu jenis bambu Ri
= Jumlah rumpun suatu jenis bambu tiap jalur ke i Bi
= Jumlah batang suatu jenis bambu tiap jalur ke i Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1998.
Pendapatan dan Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu
Untuk menghitung besarnya pendapatan masyarakat pada saat penelitian, baik dari hasil pengelolaan maupun pendapatan di luar pengelolaan dihitung
dengan menggunakan rumus : I = TR – TC Rahayu dkk, 2004.
Keterangan : I
= Pendapatan TR
= Total penerimaan TC
= Total biaya Selanjutnya dihitung pendapatan total petani dengan menggunakan rumus:
I
Total
= I
Bambu
+ I
Non
Rahayu dkk, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian dihitung Persentase besarnya pendapatan masyarakat dengan menggunakan rumus:
Rahayu dkk, 2004. Besarnya pemanfaatan bambu terhadap kontribusi masyarakat yang
diperoleh disajikan dalam bentuk tabulasi, kemudian data-data tersebut dianalisis dengan analisis deskriptif.
Pengolahan Bambu dan Nilai Tambah Pengolahan
Untuk mengetahui sistem pengolahan bambu dilakukan dengan wawancara mengenai produk yang dihasilkan oleh masyarakat yang kemudian
dikaitkan dengan harga jual tiap produknya. Sehingga diketahui besarnya nilai tambah yang diperoleh oleh masyarakat. Kemudian data hasil wawancara dihitung
dengan menggunakan rumus margin pemasaran. Menurut Andayani 2004 dalam Awang 2005, secara sistematis margin pemasaran yaitu :
Mji = Pr – Pf Andayani, 2004 dalam Awang, 2005. Keterangan:
Mji = Margin Pemasaran Pr = Harga Penjualan Pemasaran di Tingkat Konsumen
Pf = Harga Pembelian Pemasaran di Tingkat Produsen Secara matematis parameter pengukur distribusi keuntungan dan bagian biaya
yang diterima petani dirumuskan sebagai berikut:
100 Pr
x ki
Ski =
Andayani, 2004 dalam Awang, 2005. Keterangan:
Ski = Analisis distribusi keuntungan
Ki = Margin keuntungan
Pr = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen
Universitas Sumatera Utara
100 Pr
x Pf
Sp =
Andayani, 2004 dalam Awang, 2005. Keterangan:
Sp = Harga yang diterima petani
Pf = Harga pembelian pemasaran di tingkat produsen
Pr = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen
Universitas Sumatera Utara
Adapun matrik metodologi yang akan digunakan dalam penelitian dan dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian.
Tujuan Studi Pokok Bahasan
Data Kunci Sumber dan
Metoda Hasil yang di
Harapkan 1 Identifikasi
sistem pengelolaan
hutan rakyat bambu di Desa
Pondok Buluh Kecamatan
Panribuan Kabupaten
Simalungun. Kondisi umum
lokasi penelitian Kondisi alam
Pustaka, data statistik, peta,
wawancara, observasi
lapangan, dokumentasi.
: Tipe bentang alam,
iklim, geologi dan tanah, topografi,
flora dan fauna. Gambaran umum
kondisi lingkungan lokasi penelitian.
Kondisi sosial, ekonomi, dan
budaya Kondisi sosekbud
Pustaka, data statistik,
wawancara. :
Kependudukan, pemukiman, sosial
budaya, administrasi
pemerintahan. Informasi
kemungkinan dan kendala dalam
kegiatan pengelolaan hutan
rakyat bambu
Kondisi terkini hutan rakyat
bambu di lokasi studi
Potret lokasi studi; Visi dan misi,
peluang, tantangan, dan permasalahan
pengelolaan hutan rakyat bambu.
Pustaka, wawancara,
diskusi, observasi lapangan, data
statistik, dokumentasi.
Informasi kondisi terkini pengelolaan
hutan rakyat bambu
Strategi dan kebijakan yang
dibuat dalam pengelolaan hutan
rakyat bambu Strategi
pengelolaan: pengakuan instiusi
lokal; peningkatan kualitas SDM;
resolusi konflik; penegakan hukum;
Kebijakan Pustaka,
wawancara, diskusi kelompok,
observasi lapangan,
dokumentasi, dan data statistik
: Perda, SK Bupati, dan
peraturan sah lainnya
Informasi strategi dan kebijakan
dalam pengelolaan hutan rakyat
bambu
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1 Lanjutan
Tujuan Studi Pokok Bahasan
Data Kunci Sumber dan
Metoda Hasil yang di
Harapkan 2. Analisis
pengolahan produk-produk
bambu yang dihasilkan oleh
masyarakat pengelola hutan
rakyat bambu. Dinamika
pegolahan dan perkembangan
produk-produk yang dihasilkan
Perencanaan pengolahan,
pelaksanaan Wawancara,
pustaka, observasi, telaahan terhadap:
dokumentasi, Informasi produk
yang dihasilkan dari pengolahan
bambu
Faktor internal Demografi :
Perkembangan penduduk
Sosial ekonomi : Potensi SDM ,
orientasi ekonomi, Sosial budaya
Pustaka, wawancara, diskusi
kelompok, observasi
lapangan, dokumentasi, dan
data statistik
: Perkembangan
budaya dan teknologi
Informasi yang berasal dari
masyarakat yang mempengaruhi
pembuatan dan perkembangan
pelaksanaan pengolahan bambu
Faktor Eksternal Sumberdaya alam:
Ketersedian sumber daya dan
Dinamika ekonomi
Pustaka, wawancara, diskusi
kelompok, observasi
lapangan, dokumentasi, dan
data statistik
: Perhubungan,
pasar, kerjasama dengan pihak lain
Informasi di luar masyarakat yang
mempengaruhi pembuatan dan
perkembangan pengolahan bambu
3. Analisis saluran pemasaran
produk-produk bamboo
Pemberdayaan masyarakat dalam
pemasaran hutan rakyat bambu
Sumberdaya manusia: Peningkatan
kapasitas SDM, pelibatan masyarakat
dalam pengolahan bambu
Kelembagaan Analisis pustaka,
wawancara, diskusi kelompok, observasi
lapangan, dokumentasi, dan
data statistik
: Pembenahan dan
kesiapan kelembagaan lokal
Potensi lokal terkait pemberdayaan
masyarakat yang perlu dibenahi dalam
pemasaran bambu
Kegiatan pemasaran yang
dilakukan masyarakat di
wilayah studi Industri, rumah
tangga, pedagang, respon masyarakat
dan kegiatan lain Analisis pustaka,
wawancara, diskusi kelompok,
observasi lapangan,
dokumentasi, dan data statistik
Besarnya pendapatan yang
diperoleh masyarakat dari
kegiatan pemasaran
Pengaruh dari pengolahan dan
pemasaran produk- produk yang
dihasilkan Positif:
Kemandirian, peningkatan taraf
perekonomian
Negatif Analisis pustaka,
wawancara, diskusi kelompok,
observasi lapangan,
dokumentasi, dan data statistik
: kerusakan lingkungan,
perubahan sosial dan budaya
masyarakat Kesesuaian antara
pengelolaan bambu dan
pengaruhnya terhadap
perekonomian masyarakat
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu
Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun memiliki luas 2100 Ha dan memiliki potensi bambu sebesar 7.02 Ha. Hutan
rakyat bambu di Desa Pondok Buluh sudah lama dikembangkan secara turun temurun. Hutan bambu Pondok Buluh merupakan hasil kerja sama pemilik lahan
dan masyarakat sekitar hutan dengan dinas kehutanan pemerintahan Kab. Simalungun dengan tujuan untuk mengurangi lahan kritis di daerah simalungun
khususnya desa Pondok Buluh. Untuk itu dibutuhkan perhatikan dan peranan pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat unutk kepentingan pengelolaan hutan
dengan baik seperti alat-alat, sarana penampungan hasil industri kerajinan yang telah dihasilkan masyarakat.
Adapun jenis bambu yang terdapat di desa Pondok Buluh yaitu: 1.
Bambu andong Gigantochloa pseudoarundinacea Steudel Widjaja 2.
Bambu betung Dendrocalamus asper Schult.f 3.
Bambu apus Gigantochloa apus Bl 4.
Bambu kuning Bambusa vulgaris Schrad Dari berbagai jenis bambu inilah masyarakat desa Pondok Buluh dapat
mengembangkan bambu menjadi salah satu sumber penghasilan yang dominan. Berikut klasifikasi bambu menurut Plantamor 2008 :
Universitas Sumatera Utara
Bambu Andong Gigantochloa pseudoarundinacea Steudel Widjaja
Klasifikasi bambu andong :
Gambar 3. Bambu Andong Nama lokal : Bambu gombong, bambu andong, awi andong
Sunda,pring gombong, pring surat Jawa
Kingdom : Plantae Tumbuhan
Sub kingdom : Tracheobionta Tumbuhan berpembuluh Super Divisi : Spermatophyta Menghasilkan biji
Divisi : Magnoliophyta Tumbuhan berbunga
Kelas : Liliopsida berkeping satu monokotil
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae suku rumput-rumputan
Genus : Gigantochloa
Spesies : Gigantochloa pseudoarundinacea Steudel Widjaja
Universitas Sumatera Utara
Batang bambu andong berwarna hijau kekuningan dengan garis kuning yang sejajar dengan batangnya. Bambu ini membentuk rumpun yang tidak terlalu
rapat. Diameter batangnya sekitar 5-13 cm, panjang ruas rata- rata 40 sampai 60 cm, dan ketebalan dinding batangnya 20 mm. Tanaman ini tingginya sekitar 7- 30
m. Pelepah batang yang muda berwarna hiaju pada bagian atas, bagian dalamnya licin mengilap dan kaku seperti kertas. Pelepah batang yang kering warnanya abu-
abu dan mudah gugur. Pelepah ini tertutup oleh miang berwarna cokelat tua. Helaian daunnya berbentuk lanset, tidak berbulu, panjang helaian daun 22- 25 cm,
dan leebarnya 2,5 sampai 5 cm. Batang bambu andong biasa digunakan untuk bahan bangunan, chopstick, dan untuk membuat berbagai kerajinan tangan.
Rebung bambu andong dapat dimakan tapi rasanya agak pahit, menurut Berlian dan Estu 1995 bahwa rebung bambu andong rasanya agak pahit, biasanya
direbus dulu sebelum dimakan.
Bambu Apus Gigantochloa apus Kurz
Klasifikasi bambu apus :
Gambar 4. Bambu Apus
Universitas Sumatera Utara
Nama lokal : Bambu apus, awi tali Sunda, pring tali Jawa Kingdom
: Plantae Tumbuhan Sub kingdom : Tracheobionta Tumbuhan berpembuluh
Super Divisi : Spermatophyta Menghasilkan biji
Divisi : Magnoliophyta Tumbuhan berbunga
Kelas : Liliopsida berkeping satu monokotil
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae suku rumput-rumputan
Genus : Gigantochloa
Spesies : Gigantochloa apus Kurz
Bambu Apus memiliki tinggi mencapai 20 m dengan warna batang hijau cerah sampai kekuning- kuningan. Batangnya tidak bercabang di bagian bawah.
Diameter batang 2,5- 15 cm, tebal dinding 3- 15 mm, dan panjang ruasnya 45- 65 cm. Panjang batang yang dapat dimanfaatkan antara 3- 15 mm. Bentuk batang
bambu apus sangat teratur. Bambu apus berbatang kuat, liat dan lurus. Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena
seratnya yang panjang, kuat, dan lentur, ada juga yang menggunakannya untuk
alat musik.
Universitas Sumatera Utara
Bambu Betung Dendrocalamus asper Schult.f
Klasifikasi bambu betung :
Gambar 5. Bambu Betung Nama lokal
: Bambu betung, awi bitung Sunda, pring petung Jawa, awo
petung Bugis, Bambu swanggi Papua Kingdom
: Plantae Tumbuhan Sub kingdom : Tracheobionta Tumbuhan berpembuluh
Super Divisi : Spermatophyta Menghasilkan biji Divisi
: Magnoliophyta Tumbuhan berbunga Kelas
: Liliopsida berkeping satu monokotil Sub Kelas
: Commelinidae Ordo
: Poales Famili
: Poaceae suku rumput-rumputan Genus
: Dendrocalamus Spesies
: Dendrocalamus asper Backer
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengukuran di lapangan diperoleh data bahwa bambu betung mempunyai jenis rumpun yang agak rapat. Warna batang hijau kekuningan-
kuningan. Ukurannya lebih tinggi dan lebih besar daripada jenis bambu lain, tinggi batang mencapai 20 m dengan diameter batang yang bisa mencapai 20 cm.
Menurut Berlian dan Estu 1995 ruas bambu betung cukup panjang dan tebal, panjangnya antara 40- 60 cm dan ketebalan dindingnya 1- 1,5 cm. Daun pelepah
buluh sempit dan melipat ke bawah. Bambu betung sifatnya keras dan baik untuk bahan bangunan karena serat-
seratnya besar-besar dan ruasnya panjang, dapat dimanfaatkan untuk saluran air, penampung air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam gedek atau
bilik, dan berbagai jenis barang kerajinan. Sedangkan rebung bambu betung terkenal paling enak karena rasanya manis, sehingga masyarakat sekitar desa
Pondok Buluh sering memanfaatkannya sebagai sayuran. Menurut Berlian dan Estu 1995 tidak semua jenis bambu rebungnya enak
dan dapat dijadikan bahan makanan. Rebung bambu mengandung gula dan pati selain itu juga mengandung asam sianida HCN sehingga beberapa jenis rebung
bambu pahit rasanya, seperti bambu apus. Jenis bambu yang rebungnya enak dimakan antara lain bambu betung dan bambu ater. Namun, rebung bambu betung
yang paling sedap rasanya.
Universitas Sumatera Utara
Bambu kuning Bambusa vulgaris Schrad
Klasifikasi bambu kuning :
Gambar 6. Bambu Kuning Nama lokal : Bambu Bambu gading, Trieng meduroi, Meduri, Aor duri,
Bulu duri, Buluh baduri, Buluh batu, Auwe duri, Jajang ori, pring ori, Dore, pereng duri, Hori, Horwi, Orwi, Aru
kramat, Koaeng tanada, Tomo usi, Tomo ruri, Tetewanga, Tabadiko gulau.
Kingdom : Plantae Tumbuhan
Sub kingdom : Tracheobionta Tumbuhan berpembuluh Super Divisi
: Spermatophyta Menghasilkan biji Divisi
: Magnoliophyta Tumbuhan berbunga Kelas
: Liliopsida berkeping satu monokotil Sub Kelas
: Commelinidae Ordo
: Poales Famili
: Gramineae Genus
: Bambusa Spesies
: Bambusa vulgaris Schrad Bambu kuning hanya terdapat sedikit saja di sekitar lahan hutan rakyat
bambu di desa Pondok buluh, dan belum ada dimanfaatkan masyarakat sekitar
Universitas Sumatera Utara
potensinya. Bambu memiliki banyak manfaat yaitu memiliki keunggulan untuk memperbaiki sumber tangkapan air yang sangat baik, sehingga mampu
meningkatkan aliran air bawah tanah secara nyata. Memperhatikan manfaat bambu, beberapa negara asia diantaranya China telah menggunakannya bambu
sebagai tanaman utama konservasi alam selain untuk memperbaiki dan meningkat sumber tangkapan air, sehingga mampu meningkatkan aliran air bawah tanah juga
pertimbangan budaya dan meningkatkan ekonomi masyarakat melalui aneka kerajinan serta kebutuhan konstruksi.
Sumatera dan Peneng 2005 menyatakan bahwa Masyarakat Bali Desa Pakraman Angseri telah sukses menggunakan Bambu sebagai tanaman hutan
rakyat seluas 12 ha, ternyata telah membantu menjaga dan memulihkan aliran air bawah tanah dan mata air panas, meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar
hutan bamboo untuk usaha kerajinan serta menunjang kehidupan komunitas kera untuk dijadikan sebagai tempat wisata
Terdapatnya berbagai jenis bambu di lahan masyarakat desa Pondok Buluh membuat bambu menjadi salah satu sumber penghasilan yang dominan dan cukup
menjanjikan apabila dapat dikembangkan dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara, luas lahan yang dikelola petani sebagai lahan milik dengan pola
kawasan rakyat diperkirakan mencapai 2029,98 Ha 99,66. Lahan ini digunakan oleh masyarakat sebagai lahan pemukiman dan lahan pertanian dari
total luas desa. Dari luas lahan milik tersebut berdasarkan hasil wawancara, luas total lahan yang ditanami bambu mencapai 7,02 Ha 0,34, dengan luas lahan
yang dimiliki petani berkisar antara 0,12 sampai 1,00 Ha.
Universitas Sumatera Utara
Hasil inventarisasi yang telah dilakukan di Desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun didapat bahwa potensi
bambu yang terdapat di Desa Pondok Buluh sebesar 117 rumpun Ha, dimana terdapat 5449 batang Ha, untuk bambu permudaan ada 19 batang Ha dan untuk
tanaman bambu terdapat 34 batang Ha. Jumlah batang tiap rumpun KR bambu pada hutan rakyat bambu di Desa Pondok Buluh sebesar 46 batang rumpun
Lampiran 1. Di desa Pondok Buluh terdapat 15 KK yang merupakan petani bambu dengan total luas lahan bambu sebesar 7,02 Ha. Produksi bambu di Desa
Pondok Buluh cukup besar, mencapai 115.030 batangtahun Lampiran 3. Manalu 2008, mengemukakan bahwa di Desa Empus yang terdapat 15
KK yang merupakan petani bambu dengan total luas lahan ladang bambu 4,32 ha. Dari total luas lahan tersebut produksi bambu yang dihasilkan adalah sekitar
23.220 batangtahun dan di Desa Timbang Lawan terdapat 26 KK yang memiliki lahan ladang bambu dengan total luas lahan 12,88 ha. Dari total luas lahan
tersebut produksi bambu yang dihasilkan sekitar 66.350 batangtahun. Dibandingkan dengan desa Pondok Buluh maka potensi bambu yang lebih besar
adalah desa Pondok buluh sebesar 115.030 batangtahun.
Pola Pengelolaan dan Pengolahan Bambu
Dalam kegiatan silvikulturnya, pengelolaan hutan rakyat Desa Pondok Buluh menggunakan pola tanam campuran karena ditanam dengan tanaman
lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darusman dan Hardjanto 2006 bahwa pada umumnya hutan rakyat terdiri dari satu jenis pohon monokultur atau
beberapa jenis pohon yang ditanam secara campuran sebagai usaha kombinasi
Universitas Sumatera Utara
berupa tanaman kayu-kayu dan tanaman semusim. Adapun kegiatan silvikulturnya yaitu:
1. Persiapan Lahan
Para responden petani hutan rakyat bambu di desa Pondok Buluh tidak melakukan persiapan lahan secara khusus. Persiapan lahan yang dilakukan
biasanya 2 bulan sebelum penanaman, sebagian petani mempekerjakan 4 orang untuk melakukan persiapan lahan. Kegiatan yang dilakukan dalam persiapan
lahan biasanya adalah melakukan pembabatan terhadap rumput-rumput liar untuk pembersihan lahan, pembuatan batas, dan pengelolaan tanah. Alat yang digunakan
dalam kegiatan pembersihan lahan adalah cangkul dan parang. 2.
Penanaman Jenis bambu yang paling dominan ditanam oleh masyarakat desa Pondok
buluh adalah bambu Andong. Bambu ini sudah tumbuh sejak lama di lahan masyarakat. Adapun alasan petani memilih jenis bambu ini adalah dapat
digunakan sebagai pembatas lahan, pelindung dari angin dan air, selain itu cukup menambah penghasilan masyarakat, pembelinya juga lumayan banyak dan
pemeliharaannya gampang. Berdasarkan hasil wawancara, penanaman bambu
dilakukan dengan tunas dengan jarak tanam tiap rumpunnya 3 x 3 meter. 3.
Pemeliharaan Umumnya tidak dilakukan pemeliharaan khusus sejak awal penanaman.
Hal ini dikarenakan bambu itu sendiri cepat tumbuh dan berkembang, sehingga hanya dilakukan pembersihan seperti pembabatan pada saat pemanenan. Menurut
sebagian responden, ada juga yang mengupahkan pembersihan lahan kepada orang lain dengan upah Rp. 3000 jam.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Keadaan Hutan Rakyat Bambu di Desa Pondok Buluh 4.
Pemanenan Tujuan utama dari tanaman hutan rakyat bambu yang ditanam adalah
untuk pertukangan. Bambu yang ditanam pertama kali dipanen pada umur 3 tahun dan untuk pemanenan selanjutnya dapat dilakukan pada umur 3 sampai 6 bulan.
Sistem pemanenan bambu yang dilakukan di desa Pondok Buluh yaitu sistem tebang pilih, hal ini sesuai dengan pernyataan Berlian dan Estu 1995 bahwa
pemanenan bambu yang biasa diterapkan di Indonesia adalah sistem tebang pilih. Adapun ciri- ciri bambu yang siap panen seperti jenis bambu andong yaitu: batang
berwarna hijau tua kusam, dan terdapat lingkaran putih pada batang atau batang berpanu. Jumlah bambu yang siap untuk ditebang berkisar antara 2-4
batangrumpun. Adapun jumlah batang bambu yang bisa dipanen menurut para responden hasil wawancara tergantung kebersihan lahan dan lama waktu panen
umur bambu tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Bambu yang Telah Siap Untuk Dipanen Pada proses pengelolaan hutan bambu ini dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan hutan ini telah menggunakan sistem silvikultur yang lumayan baik. Hal ini dapat dilihat dari pola penanaman yang memiliki jarak yang teratur dan
proses penjarangan yang sesuai dengan syarat sistem silvikultur. Menurut responden, umumnya bambu digunakan hanya untuk kebutuhan
masing- masing orang dan untuk menjaga daerah warga sekitar agar tidak mudah longsor. Untuk bambu gelondongan dijual seharga Rp.4000batang, sedangkan
untuk bambu bulat 4 meter yaitu Rp.2000. Produk bambu yang dihasilkan adalah bambu belah yang digunakan untuk membuat pagar. Dalam pemasarannya
bambu yang dijual di daerah tersebut berbentuk bambu olahan yaitu bambu pagar, sedangkan bambu gelondongan hanya sebagian kecil yang menjualnya, dan
sebagian hanya digunakan untuk kebutuhan pribadi seperti membuat gubuk, tiang dan sebagainya. Dalam hal mempromosikan produk mereka, petani tidak
menawarkan secara langsung ke para pedagang. Tetapi mereka hanya menunggu para pembeli yang datang ke tempat mereka langsung dan umumnya pembeli
tersebut adalah orang-orang yang telah lama menjadi pelanggan tetap tempat pemasaran tersebut.
Biaya dari sistem pengelolaan bambu di tingkat petani Desa Pondok Buluh dapat diklasifikasikan atas biaya pemanenan penebangan, pembersihan, biaya
Universitas Sumatera Utara
peralatan dan biaya transportasi. Karena tanaman bambu cepat tumbuh dan tidak perlu perawatan yang intensif, maka petani bambu tidak mengeluarkan banyak
biaya dalam pengelolaan hutan rakyat bambu yang mereka miliki. Tabel 3 adalah komponen biaya dan rekapitulasinya:
Tabel 3. Biaya Pengusahaan Tanaman Bambu andong Gigantochloa pseudoarundinacea Steudel Widjaja RpHa
No. Jenis Biaya
Biaya Usahatani Rpha
1 Biaya Investasi Langsung
Biaya Pemanenan 145.320.000
2 Biaya Investasi tetap
Peralatan 285.000
3 Biaya Operasional
Transportasi 175.000
Keterangan: •
Biaya pemanenan meliputi penebangan, pembersihan dan pembelahan bambu dari bambu gelondongan menjadi bambu belah bambu pagar
• Biaya peralatan meliputi biaya penggantian peralatan yang dikeluarkan
petani dalam pengelolaan hutan rakyat bambu •
Biaya transportasi yang dibayar oleh petani untuk mengangkut bambu dari dalam hutan ke luar hutan
Adapun jenis bambu yang merupakan prioritas untuk dikembangkan dari segi ekonominya adalah bambu andong. Hal ini dikarenakan bambu andong
merupakan jenis bambu paling dominan dan memiliki banyak manfaat, disamping pengerjaannya telah dilakukan secara turun temurun sehingga masyarakat sudah
memahami pengerjaannya.
Produk Utama dari Hutan Rakyat Bambu
Tujuan produksi utama dari tanaman hutan rakyat bambu yang di tanam adalah sebagai kayu pertukangan. Produk utama dari hutan rakyat bambu di Desa
Pondok Buluh adalah pagar dan kandang ayam. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu Andong. Pada pembuatan pagar memerlukan 4-6 ikat bambu yang
sudah dibelah dari 1 batang bambu. Dalam 1 ikat bambu itu terdapat 13-15 buah
Universitas Sumatera Utara
yang ukuran pada umumnya 1 meter. Pada pembuatan kandang dibutuhkan 1 batang bambu dengan panjang 3 meter. Alat yang digunakan oleh para pengrajin
bambu untuk membuat pagar dan kandang tersebut yaitu; parang, gergaji, pisau dan kapak.
a c
b d
Gambar 9. Proses Pembelahan Bambu Bulat Menjadi Bambu Belah Harga 1 bambu gelondongan yaitu Rp. 4000 batang, sedangkan apabila
dijual dalam bentuk bambu belah dalam 1 bambu gelondongan menghasilkan sekitar 4-6 ikat bambu belah dimana 1 ikatnya dihargai Rp. 5000ikat. Nilai
tambah dari bambu tersebut sangat signifikan, yaitu dalam bentuk gelondongan Rp. 4000 batang, sedangkan dalam bentuk bambu belah sebanyak 4-6 ikat dari 1
Universitas Sumatera Utara
bambu gelondongan tersebut yaitu Rp. 20000- Rp. 30000 dan untung yang didapat sekitar Rp. 15000- Rp. 25000.
Bambu betung biasanya dimanfaatkan untuk saluran air, penampung air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam gedek atau bilik, dan berbagai
jenis kerajinan lainnya. Rebung bambu terkenal yang paling enak untuk di sayur diantara jenis- jenis bambu lainnya, maka banyak sekali masyarakat di desa
Pondok Buluh yang memanfaatkan rebung bambu tersebut. Jenis bambu dari bambu apus berbatang kuat, liat dan lurus. Jenis ini terkenal paling bagus untuk
dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang kuat dan lentur. Ada juga yang menggunakannya untuk alat musik. Sedangkan rebung bambu apus
tidak bisa dimakan karena rasanya pahit. Hasil produksi bambu tersebut telah dilakukan secara turun temurun.
Setiap daerah yang memiliki hutan rakyat bambu pada umumnya menghasilkan produk bambu yang khas dari daerah masing- masing. Seperti yang telah di teliti
sebelumnya, Robesman melakukan penelitian tentang bambu dari daerahnya yang menghasilkan produk bambu berupa keranjang buah, sedangkan Sigit yang
melakukan penelitian di Langkat mengatakan bahwa produk bambu yang di hasilkan di daerahnya adalah tepas.
Keterbatasan modal menyebabkan kurangnya promosi produk olahan bambu. Keterampilan masyarakat untuk mengolah hasil hutan rakyat bambu
berakibat pada terbatasnya produk olahan dari hutan rakyat bambu tersebut. Bambu belah yang merupakan hasil produk bambu dari desa Pondok buluh.
Produksi lainnya adalah Gedek yang biasa digunakan sebagai dinding rumah, dan kandang yang dibuat sebagai rumah atau tempat hewan peliharaan penduduk
Universitas Sumatera Utara
sekitar. Selain itu, perubahan produksi utama dari bambu selama tiga tahun terakhir agak menurun, dikarenakan keterbatasan modal tersebut. Tak sedikit
masyarakat yang mengalihkan mata pencahariannya ke tanaman lain yang hanya memerlukan sedikit modal dan keterampilan juga waktu yang sebentar seperti
tanaman palawija.
Nilai Pendapatan dari Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu
Bambu merupakan salah satu komoditi yang memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat desa Pondok Buluh Kecamatan Dolok Panribuan
Kabupaten Simalungun. Hal ini dikarenakan bambu merupakan sumber penghasilan terbesar dan paling utama bagi masyarakat tersebut. Dimana produk
utama yang dihasilkan dari hutan rakyat bambu ini adalah pagar. Sumber pendapatan masyarakat Desa Pondok buluh dari sektor bambu dapat dilihat pada
Lampiran 2. Tabel 4. Kontribusi Tanaman Bambu dalam Menambah Pendapatan Masyarakat
Tahun 2008 Rptahun
Sumber Pendapatan I
Bambu Olahan Pagar
Lain- lain Jumlah
Nilai pendapatan Rp
467.137.000 163.607.000
630.744..000 74,06
25,94 100
Berdasarkan Tabel 4 didapat perolehan persentase dari bambu olahan berupa pagar sebesar 74,06 lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan diluar
bambu yang hanya sebesar 25,94 . Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan masyarakat diperoleh dari hasil pengusahaan hutan rakyat bambu dan
hampir sepenuhnya masyarakat bergantung pada keberadaan hutan rakyat bambu tersebut. Dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari, masyarakat Desa pondok
Universitas Sumatera Utara
Buluh pada umumnya membuat pagar atau kandang. Pengerjaan pagar tersebut dapat di produksi dari 40 ikat bambu yang telah dibelah untuk membuat pagar.
Lembaga Tataniaga Pada Pola Distribusi Produk Hutan Rakyat Bambu
Lembaga tataniaga pada pola distribusi produk hutan rakyat bambu dapat dijelaskan dalam deskripsi pelaku ekonomi sebagai berikut :
1. Produsen Petani
Sebagian besar petani pemilik lahan merupakan produsen bambu dalam bentuk olahan seperti pagar, kandang, dll. Pagar dipilih sebagai komoditi
yang dominan diusahakan petani karena jenis bambu untuk membuat pagar tersebut merupakan jenis pengusahaannya budidaya, proses, dan
pemasarannya telah lama dikuasai dan dikembangkan oleh petani secara turun temurun. Petani membuat pagar apabila tanaman bambu berumur 3 tahun.
2. Pedagang Pengumpul 1, 2, dan 3
Pedagang pengumpul 1 adalah petani bambu yang sekaligus sebagai agen lokal di Desa Pondok buluh. Pengumpul 1 ini menerima bambu yang telah
dibelah ini jika ada petani yang menjual bambu gelondongan maupun bambu olahan yang sudah dibelah ke dalam 1 ikat. Pedagang pengumpul 2 adalah
agen yang datang dari luar desa secara langsung membeli beberapa bambu olahan tersebut kepada petani dan kepada pengumpul 1 yang kemudian
pengumpul 2 menjual bambu olahan tersebut kepada pengumpul 3. Pengumpul 3 adalah pengusaha panglong agen yang datang dari luar desa
yang membeli tepas dari petani, pengumpul 1 dan pengumpul 2. Selanjutnya oleh pengumpul 3 bambu olhan dijual kepada konsumen, baik dalam jumlah
yang banyak ataupun eceran tergantung permintaan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
3. Konsumen
Konsumen akhir dalam penelitian ini adalah pemakai atau pengguna bambu olahan.
Pola Distribusi Hutan Rakyat Bambu
Sistem pemasaran bambu di desa Pondok Buluh masih secara tradisional mereka tidak mempromosikan produk mereka atau menawarkan ke distributor
besar melainkan hanya menunggu para pembeli yang langsung datang ke tempat mereka. Oleh karena itu penjualan bambu tergantung pembeli yang datang. Selain
menjual bambu dalam bentuk olahan, masyarakat di desa Pondok Buluh juga menjual bambu gelondongan. Yang termasuk biaya pemasaran adalah biaya-
biaya yang dikeluarkan dalam pergerakan barang dari tangan produsen sampai konsumen akhir atau setiap biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran itu
sendiri. Besar kecilnya biaya pemasaran tergantung lembaga pemasaran yang bersangkutan itu masing- masing.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10. Tempat Penjualan Berbagai Jenis Bambu Bulat dan Bambu Olahan
Terdapat empat jalur pasar dalam rantai pemasaran di Desa Pondok Buluh ini dimana pelaku pasarnya terdiri dari petani, petani yang sekaligus agen local,
pengumpul agen dari luar, pengusaha panglong agen dari luar dan masyarakat sebagai konsumen.
1. Pola Distribusi 1
Pada pola ini, petani produsen menjual hasil produksinya yang berupa bambu belah kepada pengumpul III pengusaha panglong yang datang dari luar
desa. Kemudian pengumpul III tersebut memasarkan kepada konsumen akhir yaitu masyarakat.
2. Pola Distribusi 2
Pada pola ini, petani produsen menjual bambu belah kepada pengumpul 1 petani sekaligus agen lokal. Kemudian pengumpul 1 tersebut memasarkan
bambu belah itu ke pengumpul II agen dari luar desa dan selanjutnya oleh pengumpul II, bambu belah tersebut dijual ke pengumpul III pengusaha
panglong. Kemudian dari pengumpul III dijual ke masyarakat sebagai konsumen akhir.
3. Pola Distribusi 3
Universitas Sumatera Utara
Pada pola distribusi 3 ini, petani produsen menjual bambu belah ke pengumpul I petani sekaligus agen, lalu pengumpul I menjual bambu itu ke
pengumpul III pengusaha panglong. Dari pengumpul III, bambu belahan tersebut dipasarka ke konsumen akhir masyarakat.
4. Pola Distribusi 4
Pada pola berikut ini, pengumpul I produsenpetani sekaligus agen lokal menjual bambu belah ke pengumpul II agen dari luar desa, kemudian dari
pengumpul II dijual ke pengumpul III pengusaha panglong. Kemudian pengumpul III, bambu belah dijual ke konsumen akhir masyarkat.
5. Pola Distribusi 5
Pada pola ke 5, pengumpul I produsen petani sekaligus agen lokal menjual bambu belah ke pengumpul III pengusaha panglong. Kemudian oleh
pengumpul III, bambu belah dijual ke masyarakat sebagai konsumen akhir. Pola distribusi bambu belah yang diteliti di Desa Pondok Buluh tergambar sebagai
berikut:
P - III P - III
Konsumen Akhir A
Petani produsen Pengumpul I
P - I
P - II P - I
B P - III
C P - II
P - III D
P - III E
Universitas Sumatera Utara
Gambar 11. Pola Distribusi Bambu Belah di Desa Pondok Buluh
Biaya Tataniaga Pada Pedagang Pengumpul II
Berdasarkan data yang dilapangan yang telah diuraikan, diperoleh kesimpulan bahwa pedagang pengumpul II di wilayah penelitian membeli tepas
kepada petani dan pengumpul I. kemudian pengumpul II menjual bambu belah ke pengumpul III. Untuk lebih jelas, rekapitulasi biaya tataniaga tersebut disajikan
pada Tabel 5. Tabel 5. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Bambu dari Pedagang Pengumpul II ke
Petani, Pedagang Pengumpul I dan Pedagang Pengumpul III
No Jenis Biaya Tataniaga
Produk Bambu Biaya RpIkat
1 Pengumpul II ke Petani dan
Pengumpul I Transportasi
Bambu belah 50
Tenaga Kerja Bambu belah
300 Total Biaya
Bambu belah 350
2 Pengumpul II ke Pengumpul III
Transportasi Bambu belah
50 Tenaga kerja
Bambu belah 300
Total Biaya Bambu belah
350
Biaya Tataniaga Pada Pedagang Pengumpul III
Universitas Sumatera Utara
Berikut di uraikan bahwa pengumpul III di wilayah penelitian tersebut membeli bambu olahan kepada petani dan pengumpul I, adapun rekapitulasi biaya
tataniaga tersebut disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rekapitulasi Biaya Tataniaga Bambu dari Pedagang Pengumpul III ke
Petani, Petani dan Pedagang Pengumpul I
No Jenis Biaya Tataniaga
Produk Bambu Biaya RpIkat
1 Pengumpul III ke Petani dan
Pengumpul I Transportasi
Bambu Belah 2000
2 Tenaga Kerja
Bambu Belah 300
3 Total Biaya
Bambu Belah 2300
Pada Tabel 5 dan Tabel 6, maka dapat diketahui besarnya biaya tataniaga dari pola distribusi yang telah diuraikan sebelumnya. Untuk dapat mengetahui
besarnya biaya tataniaga pada berbagai pola distribusi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Biaya Tataniaga Bambu Pada Berbagai Pola Distribusi Rp Ikat
No Pola Distribusi Biaya Tataniaga Masing-masing Pedagang Rp Ikat
Pedagang Pengumpul I
Pedagang Pengumpul
II Pedagang
Pengumpul III
Total Biaya 1
Pola 1 350
350 2
Pola 2 350
350 3
Pola 3 2300
2300 4
Pola 4 350
350 5
Pola 5 2300
2300
Analisis Margin Tataniaga dan Margin Keuntungan 1. Pola Distribusi 1
Pada pola distribusi 1 ini, tingkat keunutungan Profit margin terbesar diterima petani produsen, yaitu sebesar Rp 4000. Sedangkan keuntungan yang
dinikmati masing- masing lembaga pemasaran yang terlibat pada sistem distribusi secara singkat disajikan pada Tabel 8. Untuk mengetahui besarnya margin
pemasaran produk bambu di lokasi penelitian, pada Tabel 9 disajikan dengan
Universitas Sumatera Utara
singkat. Tabel 9 tersebut menunjukkan bahwa harga di tingkat petani hanya sebesar dan dari harga di tingkat konsumen akhir.
Pada Tabel 9, besarnya persentase margin pemasaraan di tingkat petani hanya sebesar 21,43. Margin pemasaran distribusi bambu belah di Desa Pondok
Buluh sebesar Rp. 22000,-ikat untuk bambu belah.
Tabel 8. Analisis Margin Keuntungan Profit Margin Distribusi Bambu Belah Pola 1
Pelaku Pasar Distribusi Harga Pada Pola Tataniaga
Rpikat Persen
Bambu Belah Bambu belah
Petani Harga Produksi
Harga Jual Biaya Tataniaga
Magin Keuntungan
6000 10000
- 4000
Persen Margin Keuntungan 40
Pengumpul II Harga beli
Harga Jual Biaya Tataniaga
Magin Keuntungan
10000 12000
500 1500
Persen Margin Keuntungan 12,50
Pengumpul III Harga beli
Harga Jual Biaya Tataniaga
Magin Keuntungan
12000 28000
- 14000
Persen Margin Keuntungan 50
Konsumen Akhir Harga Beli
Total Margin Keuntungan
22000 20500
Tabel 9. Analisis Margin Pemasaran marketing margin Distribusi Bambu Belah Pola 1
Pelaku Pasar Jenis Harga
Nilai Rpikat Persentase
Petani Harga Produksi
6000 21,43
Pengumpul II Harga Beli
10000 35,72
Pengumpul III Harga Beli
12000 42,85
Konsumen Akhir
Harga Beli 28000
100 Margin Pemasaran
22000
2. Pola Distribusi 2