Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biogas Dari Hasil Fermentasi Thermofilik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sistem Recycle Menjadi Energi Listrik Untuk Kapasitas 60 Ton TBS/Jam

(1)

PRA RANCANGAN PABRIK

PEMBUATAN BIOGAS DARI HASIL FERMENTASI

THERMOFILIK LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT

SISTEM RECYCLE MENJADI ENERGI LISTRIK

UNTUK KAPASITAS 60 TON TBS/JAM

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Teknik Kimia

DISUSUN OLEH:

VANDI DESRIANDY

NIM: 080405069

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalammu‘alaikum Wr. Wb

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, ridho dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biogas Dari Hasil Fermentasi Thermofilik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sistem Recycle Menjadi Energi

Listrik Untuk Kapasitas 60 Ton TBS/Jam.

Pra rancangan pabrik ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pada Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata kepuasan dan kebahagian penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis selama mengerjakan skripsi. Penulis menyadari sepenuhnya tanpa dukungan dan bantuan mereka, penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan skripsi ini. Perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Eng. Irvan, MSi sebagai Dosen Pembimbing I sekaligus Ketua Departemen Teknik Kimia FT USU yang telah membimbing, memberikan masukan dan arahan selama menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.Si sebagai Dosen Pembimbing II sekaigus dosen penguji I yang telah membimbing, memberikan masukan dan arahan selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Ir. Renita Manurung, MT sebagai Koordinator Tugas Akhir Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Ir. Fatimah, MSi, Sekretaris Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Ir. Rosdanelli Hasibuan, MT sebagai Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan kritik pada Tugas Akhir saya ini.

6. Ibu Dr. Ir. Hamidah Harahap, MSc sebagai Dosen Penguji III yang telah memberikan saran dan kritik pada Tugas Akhir saya ini.


(4)

7. Dan yang paling Teristimewa Ayahanda tercinta Yen Rizal dan Ibunda tercinta Dra. Erniati yang selalu sabar dan mendoakan, memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8. Seluruh staf pengajar dan pengurus administrasi Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan seperjuangan Febriansyah A.R, atas kerjasamanya dalam penulisan tugas akhir ini dalam suka dan duka.

10. Teman-teman seperjuang penulis, Juki purnomo, Rizky martua Hsb, Edenta Ginting, Ahmad Syahrun Hsb, Alexander, Edwin Fauzi, Rendy ramadhan, yang tergabung dalam kelompok “PASKAS” , Cristopel Tobing, Rossi Wedana Tarigan dan teman-teman Eks-D4 2005 semua yang terus menyemangati dan selalu berbagi ilmu kepada penulis selama penyusunan skripsi.

11. Para pembimbing tambahan, Halim Cahjadi, ST, Riki Handoko, ST, Azlansyah, ST, Amalia Yolanda, ST, Senafati, ST, Dahyat, ST, yang telah memotivasi dan membantu dalam kelengkapan bahan penyusunan skripsi.

12. Pasukan LPPM yaitu bg Joel “Gondes”, Elton Jhon Situmeang, Dedy Anwar, Alfy syahrin, nanta “blak-blakan”, Basril, dan Jhon Almer. dan adik-adik junior 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 semua yang telah memberikan bantuan dan doa kepada penulis.

13. Serta pihak-pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan penulisan ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, 20 Juli 2011 Penulis, Vandi Desriandy


(5)

INTISARI

Palm Oill Mill Effluent (POME) merupakan hasil buangan limbah cair kelapa sawit yang mempunyai kandungan senyawa glukosa, protein dan karbohidrat tinggi dan apabila diolah dengan baik maka dapat menghasilkan Biogas. Biogas ini selanjutnya akan mengalami proses purifikasi sebelum disintesa menjadi senyawa kimia baru yang secara luas dibutuhkan dalam kehidupan manusia, Selama ini biogas dikenal hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar keperluan rumah tangga khususnya untuk memasak saja, padahal biogas bisa juga dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit generator listrik.

Pra rancangan pabrik pembuatan Biogas menjadi energi listrik ini direncanakan menghasilkan listrik dengan kapasitas 84,56 MWh/hari dan beroperasi selama 365 hari dalam satu tahun.

Lokasi pabrik yang direncanakan adalah di Perbaungan, Sumatera Utara dengan luas areal 3.180 m2. Tenaga kerja yang dibutuhkan 37 orang dengan melakukan kerjasama dengan PTPN IV Adolina dalam hal pengolahan limbah.

Hasil evaluasi ekonomi Pabrik Pembuatan Biogas menjadi Energi listrik ini sebagai berikut:

• Total Modal Investasi : Rp 150.527.388.651,- • Total Biaya Produksi : Rp 66.339.804.366,- • Hasil Penjualan : Rp 157.405.374.000,- • Laba Bersih : Rp 63.444.669.250,- • Profit Margin (PM) : 57,56 % Break Even Point (BEP) : 41,49 % Return on Investment (ROI) : 42,15 % Pay Out Time (POT) : 2,37 tahun Return on Network (RON) : 70,25 % Internal Rate of Return (IRR) : 59,8 %

Dari hasil evaluasi ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pabrik Pembuatan Biogas menjadi energi listrik ini layak untuk didirikan


(6)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ...i

INTISARI ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB I PENDAHULUAN ... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Rumusan Masalah ... I-2 1.3 Tujuan Pra Rancangan Pabrik ... I-2 1.4 Manfaat Pra Rancangan Pabrik ... I-3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1 2.1 Pengertian Biogas ... II-1 2.2 Sejarah Biogas ... II-2 2.3 Faktor Yang Berpengaruh Pada Proses Anaerobik ... II-3 2.3.1 Temperatur ... II-3 2.3.2 Derajat Keasaman (pH) ... II-4 2.3.3 Ketersediaan Unsur Hara ... II-4 2.3.4 Alkalinitas ... II-5 2.4 Tahapan Metabolisme dalam Degradasi Anarobik ... II-5 2.4.1 Hidrolisis... II-5 2.4.2 Asidogenesis ... II-5 2.4.3 Asetogenesis ... II-6 2.4.3 Metagenesis... II-6 2.5 Palm Oill Mill Effluent (POME) ... II-7 2.6 Pengaruh Sistem Recycle Terhadap Proses Pengolahan POME ... II-9 2.7 Kegunaan Biogas ... II-11 2.8 Deskripsi Proses dan Sifat-sifat Bahan Baku dan Produk ... II-11


(7)

2.8.1 Deskripsi Proses Pra Rancangan Pabrik Pembuatan

Biogas dari Hasil Fermentasi Thermofilik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sistem Recycle ... II-11 2.8.2 Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk ... II-12 2.8.2.1 Ferro Klorida (FeCl2) ... II-12 2.8.2.2 Natrium Karbonat (NaHCO3) ... II-13 2.8.2.3 Nikel (II) Klorida (NiCl2) ... II-13 2.8.2.4 Kobalt (II) Klorida (CoCl2) ... II-13 2.8.2.5 Kalium Karbonat (K2CO3) ... II-14 2.8.2.6 Air (H2O) ... II-14 2.8.2.7 Metana (CH4) ... II-14 2.8.2.8 Karbondioksida (CO2) ... II-15 BAB III NERACA MASSA ...III-1 3.1 Tangki Neutralisasi ...III-1 3.2 Tangki Pencampur ...III-1 3.3 Reaktor Fermentasi ...III-2 3.4 Bak Sedimentasi ...III-2 3.5 Water Trap...III-3 3.6 Desulfurisasi ...III-3 3.7 Generator ...III-3 BAB IV NERACA ENERGI ... IV-1 4.1 Tangki Neutraliser (M-112) ... IV-1 4.2 Tangki Pencampur (M-122) ... IV-1 4.3 Fermentor (R-210/R-220) ... IV-1 BAB V SPESIFIKASI PERALATAN ... V-1 5.1 Bak Umpan POME (BP-01) ... V-1 5.2 Pompa Umpan POME (P-01) ... V-1 5.3 NaHCO3 Screw Conveyor (T-01)... V-2 5.4 FeCl2 Screw Conveyor (T-02) ... V-2 5.5 Tangki Neutralisasi (M-01) ... V-2 5.6 Pompa Neutralisasi (P-02) ... V-3


(8)

5.7 Pompa Sedimentasi (P-05) ... V-3 5.8 Pompa Sedimentasi (P-06) ... V-3 5.9 Tangki Pencampur (M-02) ... V-4 5.10 Pompa Umpan Fermentor I (P-04) ... V-4 5.11 Fermentor I (R-01) ... V-5 5.12 Pompa Umpan Reaktor Floating Roof (P-03) ... V-5 5.13 Bioreaktor Floating roof (R-02) ... V-6 5.14 Tangki Sedimenatsi (RC-01/02) ... V-7 5.15 Water Trap(DT-01) ... V-7 5.18 Desulfuriser (D-01) ... V-8 5.19 Generator (GE-01) ... V-8 5.19.1 Kompresor ... V-8 5.19.1 Turbin ... V-9 BAB VI INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA ... VI-1 6.1 Instrumentasi ... VI-1 6.1.1 Tujuan Pengendalian ... VI-2 6.1.2 Syarat Perancangan Pengendalian ... VI-7 6.2 Keselamatan Kerja Pabrik ... VI-13 BAB VII UTILITAS ... VII-1 7.1 Kebutuhan Uap (Steam) ... VII-1 7.3 Kebutuhan Listrik ... VII-2 7.6 Limbah Pabrik Pembuatan Biogas ... VII-4 BAB VIII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK ... VIII-1 8.1 Lokasi Pabrik ... VIII-1 8.1.1 Faktor Primer/Utama ... VIII-2 8.1.2 Faktor Sekunder ... VIII-3 8.2 Tata Letak Pabrik ... VIII-7 8.3 Perincian Luas Tanah ... VIII-8 BAB IX ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERUSAHAAN ... IX-1 9.1 Organisasi Perusahaan ... IX-1 9.1.1 Bentuk Organisasi Garis ... IX-2 9.1.2 Bentuk Organisasi Fungsionil... IX-2


(9)

9.1.3 Bentuk Organisasi Garis dan Staf ... IX-3 9.1.4 Bentuk Organisasi Fungsionil dan Staf ... IX-3 9.2 Manajemen Perusahaan... IX-3 9.3 Bentuk Hukum Badan Usaha ... IX-4 9.4 Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab ... IX-7 9.5 Struktur Tenaga Kerja ... IX-7 9.5.1 Pembagian Struktur Tenaga Kerja ... IX-7 9.5.2 Jumlah Karyawan dan Tingkat Pendidikan ... IX-8 9.5.3 Hak dan Kewajiban Karyawan ... IX-9 9.5.4 Keselamatan Kerja ... IX-11 BAB X EVALUASI EKONOMI ... X-1 10.1 Modal Investasi... X-1 10.1.1 Modal Investasi Tetap/Fixed Capital Investment (FCI) ... X-1 10.1.2 Modal Kerja/Working Capital (WC)... X-3 10.2 Biaya Produksi Total (BPT)/Total Cost (TC) ... X-4 10.2.1 Biaya Tetap (BT)/Fixed Cost (FC) ... X-4 10.2.2 Biaya Variabel (BV)/Variable Cost (VC) ... X-4 10.3 Total Penjualan (Total Sales) ... X-5 10.4 Bonus Perusahaan ... X-5 10.5 Perkiraan Rugi/Laba Usaha ... X-5 10.6 Analisa Aspek Ekonomi ... X-5 10.6.1 Profit Margin (PM) ... X-5 10.6.2 Break Even Point (BEP) ... X-6 10.6.3 Return On Investment (ROI) ... X-6 10.6.4 Pay Out Time (POT) ... X-6 10.6.5 Return On Network (RON) ... X-7 10.6.6 Internal Rate of Return (IRR) ... X-7 BAB XI KESIMPULAN ... XI-1 DAFTAR PUSTAKA ... xi


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Biogas ... II-1 Tabel 2.2 Komposisi Kimia Limbah Cair POME ... II-8 Tabel 2.3 Karakteristik Limbah POME dan Baku Mutu Limbah ... II-9 Tabel 3.1 Neraca Massa pada Tangki Neutralisasi ...III-1 Tabel 3.2 Neraca Massa Tangki Pencampur ...III-1 Tabel 3.3 Neraca Massa Reaktor Fermentasi ...III-2 Tabel 3.4 Neraca Massa Bak Sedimentasi ...III-2 Tabel 3.5 Neraca Massa Water Trap...III-3 Tabel 3.6 Neraca Massa Desulfurisasi ...III-3 Tabel 3.7 Neraca Massa Generator ...III-3 Tabel 4.1 Neraca Energi Tangki Neutraliser (M-01) ... IV-1 Tabel 4.2 Neraca Energi Tangki Pencampur (M-02) ... IV-1 Tabel 4.3 Neraca Energi Fermentor (R-01/R-02) ... IV-II Tabel 6.1 Daftar Penggunaan Intrumentasi pada Pra-Rancangan Pabrik

Pembuatan Biogas Sebagai sumber energi Listrik ... VI-8 ... Tabel 7.1 Kebutuhan Uap... VII-1 Tabel 7.2 Pemakaian Air untuk Berbagai Kebutuhan ... VII-2 Tabel 7.3 Kebutuhan Daya pada Unit Proses ... VII-3 Tabel 7.4 Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit ... VII-4 Tabel 8.1 Perincian Luas Tanah ... VIII-8 Tabel 9.1 Pembagian Shift Karyawan ... IX-8 Tabel 9.2 Jumlah Karyawan dan Kualifikasinya ... IX-8 Tabel 9.3 Proporsi Gaji Karyawan per 1 shift ... IX-9 Tabel LB.1 Nilai Kontribusi Unsur Atom ... LB-1 Tabel LB.2 Kapasitas Panas Beberapa Senyawa Pada 298,25 oC ... LB-2 Tabel LB.3 Data Kapasitas Panas Gas ... LB-3 Tabel LB.4 Data Kapasitas Panas Cair ... LB-3 Tabel LB.5 Panas Reaksi Pembentukan ... LB-3 Tabel LB.6 Tabel Kontribusi Gugus dengan Metode Benson et al ... LB-4


(11)

Tabel LB.7 Perhitungan Energi Masuk ke dalam Tangki Neutraliser ... LB-5 Tabel LB.8 Perhitungan Energi Keluar dari Tangki Neutraliser ... LB-6 Tabel LB.9 Perhitungan Energi Alur Recycle dari Tangki Sedimentasi ... LB-7 Tabel LB.10 Perhitungan Temperatur Keluar Tangki Pencampur (M-122) ... LB-7 Tabel LB.11 Entalpi POME Yang Keluar dari Fermentor ... LB-9 Tabel LB.12 Entalpi Biogas Yang Keluar dari Fermentor ... LB-9 Tabel LD.1 Perincian Harga Bangunan dan Sarana Lainnya ... LD-1 Tabel LD.2 Harga Indeks Marshall dan Swift ... LD-2 Tabel LD.3 Estimasi Harga Peralatan Proses ... LD-5 Tabel LD.4 Biaya Sarana Transportasi ... LD-8 Tabel LD.5 Perincian Gaji Pegawai ... LD-10 Tabel LD.6 Perincian Biaya Kas ... LD-11 Tabel LD.7 Perincian Modal Kerja ... LD-12 Tabel LD.8 Aturan Depresiasi Sesuai UU RI No. 17 Tahun 2000 ... LD-13 Tabel LD.9 Perhitungan Biaya Depresiasi Sesuai UU RI No. 17 Tahun 2000 . LD-14 Tabel LD.10 Data Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) ... LD-22


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Fermentasi Metana Pada Proses Anaerobik ... II-7 Gambar 2.2 Flowsheet Proses Pembuatan Gas Hidrogen dari Biogas ... II-17 Gambar 6.1 Sebuah Loop Pengendalian ... VI-3 Gambar 6.2 Suatu Proses Terkendali ... VI-3 Gambar 6.3 Instrumentasi pada Pompa ... VI-9 Gambar 6.4 Instrumentasi pada Tangki Cairan... VI-9 Gambar 6.5 Instrumentasi pada Tangki Cairan... VI-10 Gambar 6.6 Instrumentasi pada tangki fermentasi ... VI-10 Gambar 6.7 Instrumentasi pada Floating Roof ... VI-11 Gambar 6.8 Instrumentasi pada Tangki Pengendapan ... VI-11 Gambar 6.9 Instrumentasi pada Drain tank ... VI-12 Gambar 6.10 Instrumentasi pada Tangki Desulfurisasi... VI-12 Gambar 6.11 Generator ... VI-13 Gambar 6.12 Tingkat Kerusakan di Suatu Pabrik ... VI-14 Gambar 8.1 Peta Lokasi Pabrik Biogas ... VIII-5 Gambar 9.1 Struktur Organisasi Perusahaan ... IX-6 Gambar LD.1 Harga Peralatan untuk Tangki Pelarutan ... LD-4 Gambar LD.2 Kurva Break Even Point Pabrik Pembuatan Biogas ... LD-23


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A PERHITUNGAN NERACA MASSA ... LA-1 LAMPIRAN B PERHITUNGAN NERACA PANAS ... LB-1 LAMPIRAN C PERHITUNGAN SPESIFIKASI PERALATAN ... LC-1 LAMPIRAN D PERHITUNGAN ASPEK EKONOMI ... LD-1


(14)

INTISARI

Palm Oill Mill Effluent (POME) merupakan hasil buangan limbah cair kelapa sawit yang mempunyai kandungan senyawa glukosa, protein dan karbohidrat tinggi dan apabila diolah dengan baik maka dapat menghasilkan Biogas. Biogas ini selanjutnya akan mengalami proses purifikasi sebelum disintesa menjadi senyawa kimia baru yang secara luas dibutuhkan dalam kehidupan manusia, Selama ini biogas dikenal hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar keperluan rumah tangga khususnya untuk memasak saja, padahal biogas bisa juga dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit generator listrik.

Pra rancangan pabrik pembuatan Biogas menjadi energi listrik ini direncanakan menghasilkan listrik dengan kapasitas 84,56 MWh/hari dan beroperasi selama 365 hari dalam satu tahun.

Lokasi pabrik yang direncanakan adalah di Perbaungan, Sumatera Utara dengan luas areal 3.180 m2. Tenaga kerja yang dibutuhkan 37 orang dengan melakukan kerjasama dengan PTPN IV Adolina dalam hal pengolahan limbah.

Hasil evaluasi ekonomi Pabrik Pembuatan Biogas menjadi Energi listrik ini sebagai berikut:

• Total Modal Investasi : Rp 150.527.388.651,- • Total Biaya Produksi : Rp 66.339.804.366,- • Hasil Penjualan : Rp 157.405.374.000,- • Laba Bersih : Rp 63.444.669.250,- • Profit Margin (PM) : 57,56 % Break Even Point (BEP) : 41,49 % Return on Investment (ROI) : 42,15 % Pay Out Time (POT) : 2,37 tahun Return on Network (RON) : 70,25 % Internal Rate of Return (IRR) : 59,8 %

Dari hasil evaluasi ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pabrik Pembuatan Biogas menjadi energi listrik ini layak untuk didirikan


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangkit listrik sangat diperlukan untuk menggerakkan roda pembangunan di semua bidang. Pada saat sumber energi suatu pembangkit melimpah, di saat itu pula biaya pembangkitan akan murah. Begitu juga sebaliknya, pada saat sumber energi mulai berkurang, maka di saat itu pula biaya pembangkitan akan menjadi mahal. Konsumsi listrik Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Kebutuhan listrik untuk masyarakat maupun industri diperkirakan belum akan tercukupi (Antara, 2008). Untuk itu, perlu dilakukan pencarian sumber baru untuk mencukupi kebutuhan listrik.

Salah satu sumber energi yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan listrik adalah biogas. Selama ini biogas dikenal hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar keperluan rumah tangga khususnya untuk memasak saja, padahal biogas bisa juga dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit generator listrik. Biogas sebenarnya sudah mulai dimanfaatkan sejak beberapa puluh tahun yang lalu, namun tidak banyak digunakan oleh masyarakat. Biogas yang dikenal masyarakat lebih banyak dihasilkan dari pengolahan kotoran ternak atau kotoran manusia. Sebenarnya biogas juga bisa dihasilkan dari biomassa yang lain. Gas metana (CH4) yang merupakan komponen utama biogas adalah gas yang dihasilkan dari perombakan anaerobik senyawa-senyawa organik, seperti limbah cair kelapa sawit. Indonesia saat ini merupakan negara produsen minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil, CPO) terbesar di dunia. Luas areal perkebunan sawit di Indonesia terus bertumbuh dengan pesat, demikian pula produksi dan ekspor minyak sawitnya. Dari data terakhir yang kami peroleh bahwa Luas areal tanaman kelapa sawit meningkat dari 5,45 juta hektar pada tahun 2005 menjadi 7,5 juta hektar pada tahun 2009. Dalam kurun waktu yang sama, produksinya berupa CPO dan CPKO (minyak inti sawit mentah), meningkat dari 11,8 juta ton menjadi 18,6 juta ton (Departemen Pertanian, 2009).

Pada PKS dengan kapasitas olah 40 ton TBS/jam menghasilkan limbah cair sebanyak 33.700 kg/jam atau sekitar 360–480 m3/hari dengan konsentrasi BOD


(16)

rata-rata sebesar 25.000 mg/l. Saat ini, diperkirakan jumlah limbah PKS di Indonesia yang berupa TKKS sebesar 15,2 juta ton/tahun dan POME mencapai 28,7 juta ton /tahun. Secara alami gas metana dihasilkan pada kolam-kolam pengolahan limbah cair Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Limbah cair yang ditampung di dalam kolam-kolam terbuka akan melepaskan gas metan (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Kedua gas ini merupakan emisi gas penyebab efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Selama ini kedua gas tersebut dibiarkan saja menguap ke udara. Berdasarkan penelitian, limbah cair kelapa sawit termasuk sumber energi alternatif (biogas) yang besar konversinya yaitu sebesar 20 m3 biogas/m3 limbah cair (Asian Palm Oil, 2007). Konversi listrik sekitar 6 kWh/ m3 biogas (Green Indonesia, 2008)

1.2Perumusan Masalah

Konsumsi listrik Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, perlu dicari solusi untuk menanggulangi kebutuhan listrik di Indonesia. Limbah cair kelapa sawit yang selama ini pemanfaatannya belum optimal dapat digunakan sebagai sumber kebutuhan listrik. Untuk itu, perlu dibuat suatu pra rancangan pabrik untuk mengolah limbah cair kelapa sawit menjadi gas metana sebagai sumber kebutuhan listrik. Produk utama dari proses ini adalah listrik.

1.3Tujuan Pra Rancangan Pabrik

Ada beberapa tujuan pembuatan pra rancangan pabrik pembuatan biogas dari limbah cair kelapa sawit dengan metode recycle sebagai sumber kebutuhan listrik, yaitu :

1. Untuk memberikan informasi awal tentang kelayakan pendirian pabrik pembuatan biogas dari limbah cair kelapa sawit dengan metode recycle sebagai sumber kebutuhan listrik.

2. Untuk memberikan informasi tentang perkiraan tata rancangan pabrik pembuatan biogas dari limbah cair kelapa sawit.

3. Untuk memperkirakan total biaya yang diperlukan serta tata letak pabrik yang akan didirikan.


(17)

1.4Manfaat Pra Rancangan Pabrik

Manfaat dari pra rancangan pabrik pembuatan biogas dari limbah cair kelapa sawit adalah agar dapat menerapkan ilmu teknik kimia yang telah didapatkan selama kuliah seperti neraca massa, neraca energi, utilitas, proses perancangan dan perencanaan pabrik kimia. Dengan dibuatnya pra rancangan pabrik pembuatan biogas ini, maka mahasiswa dapat memahami kegunaan dari ilmu yang selama ini dipelajari dan didapatkan di kuliah.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Biogas

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh dari bahan-bahan domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah bersih daripad karbon dioksida yang lebih sedikit. Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan (Anonim, 2007).

Biogas sebagian besar mengandung gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hydrogen sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) serta hydrogen dan (H2), nitrogen yang kandungannya sangat kecil (Wahyuningsih, 2009). Tetapi secara umum rentang komposisi biogas adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Komposisi Biogas

Komponen %

Metana (CH4) 55-75

Karbon dioksida (CO2) 25-45

Nitrogen (N2) 0-0,3

Hidrogen (H2) 1-5

Hidrogen sulfida (H2S) 0-3

Oksigen (O2) 0,1-0,5

Sumber : id. Wikipedia.org, 2007

Perkembangan proses anaerobik digestion telah berhasil pada banyak aplikasi. Proses ini memiliki kemampuan untuk mengolah sampah / limbah yang keberadaanya melimpah dan tidak bermanfaat menjadi produk yang lebih bernilai. Aplikasi anaerobik digestion telah berhasil pada pengolahan limbah industri, limbah pertanian limbah peternakan dan municipal solid waste (MSW). Umumnya, apabila


(19)

sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar (Wahyuningsih, 2009).

Adapun khusus mengenai gas CH4 perlu diperhatikan adanya kemungkinan ledakan. Karakteristik lain dari CH4 murni adalah mudah terbakar. Kandungan metana dengan udara akan menentukan pada kandungan berapa campuran yang mudah meledak dapat dibentuk. Pada lower explosion limit (LEL) 5,4 vol % metana dan upper explosion limit (UEL) 13,9 vol %. Dibawah 5,4 % tidak cukup metana sedangkan diatas 14 % terlalu sedikit oksigen untuk menyebabkan ledakan. Temperatur yang dapat menyebabkan ledakan sekitar 650–750 oC , percikan api dan korek api cukup panas untuk menyebabkan ledakan ( Iqbal, 2008).

2.2 Sejarah Biogas

Gas CH4 (metana) terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik oleh bakteri metana atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik sehingga terbentuk gas metana (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Gas metana sama dengan gas LPG (Liquidified Petroleum Gas), perbedaannya adalah gas metana mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. (Rahman, 2005).

Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas. Adapun orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah Alessandro Volta pada tahun 1776. Pada tahun 1806 Willam Henry mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai CH4, lalu Becham pada tahun 1868, murid Louis Pasteur dan Tappeiner memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan CH4.

Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit


(20)

pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM (Bahan Bakar Minyak) semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900.

Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Niugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit biogas dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran gas bio yang terbentuk (Nandiyanto, 2007)

Dengan teknologi tertentu, gas metana dapat dipergunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas metana dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas sebagaimana halnya LPG (Rahman, 2005).

2.3 Faktor yang Berpengaruh Pada Proses Anaerobik

Aktivitas metabolisme mikroorganisme penghasil metana tergantung pada faktor:

2.3.1 Temperatur

Gas metana dapat diproduksi pada tiga range temperatur sesuai dengan bakteri yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0 – 7 oC, bakteri mesophilic pada temperatur 13 – 40 oC sedangkan thermophilic pada temperatur 55 – 60 oC Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30 – 35 oC, kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi methana di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada kondisi buffer yang mantap (well buffered) dan dapat tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil, khususnya bila


(21)

perubahan berjalan perlahan. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 40oC produksi gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari itu hanya akan diproduksi gas yang sedikit. Perubahan temperatur tidak boleh melebihi batas temperatur yang diijinkan. Untuk bakteri psychrophilic selang perubahan temperatur berkisar antara 2 oC/ jam, bakteri mesophilic 1 oC/jam dan bakteri thermophilic 0.5 o

C/jam (Fry, 1973).

2.3.2 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi biologi dan mempertahankan pH agar stabil penting untuk semua kehidupan. Kebanyakan dari proses kehidupan memiliki kisaran pH antara 5 – 9. Nilai pH yang dibutuhkan untuk digester antara 7 – 8,5. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH bahannya pada keadaan alkali (basa). Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7 – 8,5. Bila derajat keasaman lebih kecil atau lebih besar dari batas, maka bahan tersebut akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogenik. Derajat keasaman dari bahan didalam digester merupakan salah satu indikator bagaimana kerja digester. Untuk bangunan digester yang kecil, pengukuran pH dapat diambil dari keluaran/effluent digester atau pengambilan sampel dapat diambil di permukaan digester apabila telah terpasang tempat khusus pengambilan sampel (Fry, 1974).

2.3.3 Ketersediaan Unsur Hara

Bakteri Anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt. Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester. Nutrisi yang penting bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik apabila konsentrasi di dalam bahan terlalu banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat penting untuk


(22)

mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester yang baik tanpa adanya efek toksik (Amaru, 2004)

2.3.4Alkalinitas

Alkalinitas limbah cair dapat dihasilkan dari hidrokarbon, karbonat(CO32-) dan bikarbonat (HCO3-) yang berikatan dengan kalsium, magnesium, kalium dan amonia. Alkalinitas limbah cair membantu mempertahankan pH agar tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan asam. Selain itu, alkalinitas juga mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan biologi serta dibutuhkan sebagai nutrisi bagi mikroba. Kadar alkalinitas diperoleh dengan menitrasi sampel dengan larutan standar asam dan diperoleh hasil dalam satuan mg/L CaCO3 (Amaru, 2004)

2.4 Tahapan Metabolisme dalam Degradasi Anaerobik

Umumnya, proses anaerob terjadi pada empat tahapan utama, yaitu : hidrolisis, fermentasi, asetogenesis, dan metagenesis. Setiap tahapan melibatkan populasi mikroba yang berbeda.

2.4.1 Hidrolisis

Material organik polimerik dihidrolisis menjadi monomer seperti glukosa, asam lemak dan asam amino oleh bakteri hidrolitik. Proses hidrolisis adalah proses yang sangat penting pada limbah organik tinggi. Solubilisasi melibatkan proses hidrolisis dimana senyawa – senyawa organik kompleks dihidrolisis menjadi monomer – monomer. Lemak dihidrolisis menjadi asam – asam lemak atau gliserol; protein dihidrolisis menjadi asam – asam amino atau peptida sedangkan karbohidrat dihidrolisis menjadi monosakarida dan disakarida. Reaksi hidrolisis dapat dilihat sebagai berikut:

Lemak asam lemak rantai panjang, gliserol Protein asam-asam amino, peptida rantai pendek Polisakarida monosakarida, disakarida


(23)

Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam lemak volatil, alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam – asam organik yang terbentuk adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valerat. Reaksi asidogenesis dapat di lihat di bawah ini:

C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2 glukosa asam butirat

C6H12O6 + 2 H2 CH3CH2COOH + 2 H2O

glukosa asam propionat

2.4.3 Asetogenesis

Asam lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat digunakan secara langsung oleh metanogen. Asam-asam organik ini dioksidasi terlebih dahulu menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik penghasil hidrogen melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga temasuk pada produksi asetat dari hidrogen dan karbon dioksida oleh asetogen dan homoasetogen. Kadang-kadang proses asidogenesis dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu tahapan saja. Reaksi asetogenesis dapat dilihat di bawah ini:

CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 + 3 H2

asam propionat asam asetat

CH3CH2CH2COOH 2 CH3COOH + 2 H2

asam butirat asam asetat

2.4.4 Metagenesis

Pada akhirnya gas metana diproduksi dengan dua cara. Pertama adalah mengkonversikan asetat menjadi karbon dioksida dan metana oleh organisme asetropik dan cara lainnya adalah dengan mereduksi karbon dioksida dengan hidrogen oleh organisme hidrogenotropik. Metanogen yang dominan digunakan pada

reaktor biogas adalah Methanobacterium, Methanothermobacter,

Methanobrevibacter, Methanosarcina dan Methanosaeta. Reaksi metanogenesis dapat dilihat dibawah ini:


(24)

CO2 + 4H2 CH4 +2H2O (Lang, 2007)

Gambar 2.1 Skema fermentasi metana pada proses anaerobik (Speece, 1996)

2.5 Palm Oil Mill Effluent (POME)

Palm oill mill effluent (POME) berasal dari air kondensat pada proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. Jumlah air buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah pabrik, dan keadaan peralatan klarifikasi. Limbah cair POME mengandung bahan organik yang relatif tinggi dan tidak bersifat toksik karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi minyak kelapa sawit (Siregar, 2009).

Komponen organik kompleks (Karbohidrat, protein, lipid)

Asam-asam lemak rantai panjang (Propionat, butirat dan lain-lain)

35 %

17 % 13 %

10 % Hidrolisis

Asidogenesis

20 % 5 %

Komponen organic sederhana (Gula, asam amino, peptida)

CH4, CO2

72 % 28 %


(25)

Komposisi kimia limbah cair POME dan komposisi asam amino limbah cair segar disajikan pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Limbah Cair POME

Komponen % Berat Kering

Ekstrak dengan ether 31.60

Protein (N x 6,25) 8.20

Serat 11.90

Ekstrak tanpa N 34.20

Abu 14.10

P 0.24

K 0.99

Ca 0.97

Mg 0.30

Na 0.08

Energi (kkal / 100 gr) 454.00

Sumber : Siregar, 2009

Limbah cair POME umumnya bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Parameter yang menggambarkan karakteristik limbah terdiri dari sifat fisik, kimia, dan biologi. Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisik meliputi suhu, kekeruhan, bau, dan rasa, berdasarkan sifak kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, chemical oxygen demand (COD), sedangkan berdasakan sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah (Siregar, 2009).

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup ada 6 (enam) parameter utama yang dijadikan acuan baku mutu limbah meliputi :

a. Tingkat keasaman (pH), ditetapkannya parameter pH bertujuan agar mikroorganisme dan biota yang terdapat pada penerima tidak terganggu, bahkan diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima.

b. BOD, kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima akan semakin tinggi.


(26)

c. COD, kelarutan oksigen kimiawi adalah oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar dari BOD.

d. Total suspended solid (TSS), menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi.

e. Kandungan total nitrogen, semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada biota.

f. Kandungan oil and grease, dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada saat kondisi aerobic (Siregar, 2009).

Adapun karakteristik dari limbah POME yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3 Karaktersitik Limbah POME dan Baku Mutu Limbah

Parameter Komposisi

BOD5 (mg/L) 23000-26000

COD (mg/L) 42500-55700

Soluble COD (mg/L) 22000-24000 TVFAs (mg acetic acid/l) 2500-2700

SS (mg/L) 16500-19500

Oil and grease (mg/L) 4900-5700

Total N (mg/L) 500-700

pH 3,8-4,4

Sumber : Zinatizadeh, et al, 2007

Berdasarkan data di atas, ternyata semua parameter limbah cair POME berada diatas ambang batas baku mutu limbah. Jika tida dilakukan pencegahan dan pengolahan limbah, maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti pencemaran air yang mengganggu bahkan meracuni bota perairan, menimbulkan bau, dan menghasilkan gas metan dan CO2 yang merupakan emisi gas penyebab efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan (Siregar, 2009).

2.6 Pengaruh Sistem Recycle Terhadap Proses Pengolahan POME

Laju dekomposisi COD yang tinggi dapat menghasilkan biogas yang lebih banyak. Dari penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa untuk meningkatkan


(27)

laju dekomposisi COD dapat dilakukan dengan meningkatkan Sludge Retention Time (SRT) dengan mengembalikan lumpur dari digester ke reaktor. Oleh karena itu pengaruh dari fermentasi POME dengan sistem recycle sludge diharapkan dapat meningkatkan laju dekomposisi COD di atas 80%.

Konversi Volatile Solid menjadi gas adalah fungsi dari SRT. Pada fermentasi POME dengan digester anaerobik berpengaduk HRT sama dengan SRT tetapi pada kondisi fermentasi dengan recycle HRT tidak sama dengan SRT. SRT yang lama akan meningkatkan laju dekomposisi VS pula (Burke, 2001).

Selain parameter-parameter yang mengukur efisiensi suatu proses anaerob dari segi kualitas dan kuantitas biogas yang dihasilkan, parameter yang menjadi indikator kualitas cairan fermentasi yang dikeluarkan atau discharged slurry juga sangat penting dan harus memperhatikan baku mutu limbah buangan industri yang berlaku. Parameter yang paling sering digunakan dalam hal ini adalah COD (chemical oxygen demand), yakni ukuran tak langsung dari jumlah senyawa organik, baik yang dapat terbiodegradasi maupun yang tidak dapat terbiodegradasi. Pengujian COD biasanya dilakukan dengan mengukur kemampuan kalium dikromat untuk mengoksidasi senyawa organik.

Dari penelitian yang pernah dilakukan diperoleh data bahwa :

1. Produksi gas pada fermentasi dengan recycle sludge ataupun non recycle memberikan tren yang hampir sama namun pada fermentasi dengan recycle sludge produksi gas lebih tidak stabil dibanding fermentasi non recycle sludge dikarenakan adanya penumpukan amonium yang berlebihan. Dari hasil yang diperoleh di dalam penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa mikroba di dalam fermentor untuk fermentasi dengan recycle sludge terus berproduksi dan berkembang, namun pada akhir masa fermentasi mengalami keracunan karena nutrisi yang diberi tidak dapat diserap secara keseluruhan. Sehingga hendaknya dilakukan pengurangan pemberian amonium bikarbonat.

2. semakin lama waktu tinggal sludge dalam reaktor akan meningkatkan laju dekomposisinya pada HRT yang sama dengan cara mengembalikan lumpur ke dalam reaktor (recycle sludge).


(28)

3. disimpulkan bahwa fementasi dengan recycle sludge memiliki performa lebih baik dibandingkan fermentasi non recycle sludge.

4. disimpukan bahwa fermentasi anaerobik dengan recycle sludge lebih meningkatkan laju dekomposisi COD yang berarti limbah buangan yang dihasilkan lebih rendah konsentrasinya dan memenuhi standar baku mutu limbah buangan. Laju dekomposisi COD yang diperoleh dari penelitian ini telah memenuhi persyaratan CDM yaitu laju dekomposisi COD > 80%. (Senafati&Amalia, 2009)

2.7 Kegunaan Biogas

Biogas memiliki kandungan energi tinggi yang tidak kalah dari kandungan energi dalam bahan bakar fosil. Nilai kalori dari 1 m3 biogas sekitar 6000 watt jam, setara dengan setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu biogas sangat cocok menggantikan minyak tanah, LPG, butana, batu bara, dan bahan bakar fosil lainnya. Biogas mengandung 75% metana. Semakin tinggi kandungan metana dalam bahan bakar, semakin besar kalor yang dihasilkan. Oleh karena itu, biogas juga memiliki karakteristik yang sama dengan gas alam. Sehingga jika biogas diolah dengan benar, biogas bisa digunakan untuk menggantikan gas alam. Dengan demikian jumlah gas alam bisa dihemat. Limbah biogas dapat digunakan sebagai pupuk. Limbah biogas, kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsure-unsur yang sangat dibutuhkan tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulosa, dan lignin tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Dengan demikian kita juga bisa mengurangi anggaran untuk membeli pupuk (Can, 2008).

2.8 Deskripsi Proses dan Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk

Berdasarkan kajian literatura yang telah dipaparkan pada sub-sub bab sebelumnya, berikut ini disajikan deskripsi proses dan sifat-sifat dari bahan baku dan produk.

2.8.1 Deskripsi Proses Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biogas Dari Hasil Fermentasi Thermofilik Limbah Cair Kelapa Sawit Sistem Recycle


(29)

Sistematik proses Pembuatan biogas Dari Hasil Fermentasi Thermofilik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sistem Recycle disajikan dalam Gambar 2.2. Palm Oil Mill Effluent (POME) ditampung di dalam Bak Penampungan (BP-01) untuk persediaan selama satu minggu, selanjutnya POME dipompa menuju Bak Neutralisasi (M-101) untuk dicampur dengan NaHCO3 , FeCl2, NiCl2 dan CoCl2. Penambahan senyawa NaHCO3 dilakukan untuk menetralkan pH POME karena fermentasi berlangsung dengan baik dalam pH 6-8, sedangkan penambahan senyawa FeCl2, NiCl2 dan CoCl2 bertujuan sebagai nutrisi bagi inokulum.

Setelah itu, POME dari M-01 dialirkan ke Bak Pencampur (M-02) untuk dicampur dengan aliran recyle dari Tangki Sedimentasi (RC-01/RC-02). Umpan POME dialirkan ke fermentor. Suhu di dalam fermentor dijaga 550C, dimana bakteri yang digunakan adalah bakteri thermofilik. Proses yang terjadi meliputi proses hidrolisis, asidifikasi, dan proses pembentukan metana dengan hydraulic retention time 6 hari. Dari fermentor, limbah yang tidak terolah ditampung kedalam RC-01/RC-02 untuk diendapkan, sebagian dari limbah pada RC-RC-01/RC-02 di recyle kembali ke M-02 dan sisanya dialirkan ke Bak Penampung Akhir untuk diolah lanjut sebagai land application

Biogas yang dihasilkan terdiri atas CH4, CO2, H2S dan H2O. Biogas yang dihasilkan dialirkan ke Water Trap (DT-01) untuk memisahkan air yang terkandung di dalam biogas. Gas H2S yang terdapat di dalam biogas perlu dihilangkan, karena gas ini dapat memepengaruhi kinerja dari Generator listrik apabila tidak dihilangkan. Proses desulfurisasi (penghilangan sulfur) dari gas dilakukan dengan penyerapan di dalam adsorber Tangki Desulfurisasi (D-01) menggunakan adsorben zinc oxide (ZnO) yang bekerja pada suhu 60 OC dan tekanan 1 atm.

2.8.2 Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk 2.8.2.1 Ferro Klorida (FeCl2)

Fungsi: sebagai sumber nutrisi bagi mikroba 1. Berat molekul : 126,751 gr/mol

2. Titik lebur : 677 0C

3. Kelarutan dalam air : 64,4 gr/100 ml pada 10 0C 4. Densitas : 3,16 gr/cm3


(30)

5. Agen flokulan dalam pengolahan air limbah buangan 6. Tidak larut dalam tetrahidrofuran

7. Merupakan padatan paramagnetik (Wikipedia, 2010)

2.8.2.2 Natrium karbonat (NaHCO3)

Fungsi : sebagai agen penetral pH. 1. Berat molekul : 84,0079 gr/mol 2. Titik lebur : 500 C (323 K) 3. Densitas : 2,159 gr/cm3

4. Kelarutan dalam air : 7,89 g / 100 ml pada 180 C 5. Tingkat kebasaan (pKb) : -2,43

6. Berwarna padatan putih

7. Merupakan senyawa ampoterik (Wikipedia,2010)

2.8.2.3 Nikel(II)Clorida (NiCl2)

Fungsi : sebagai nutirisi bagi mikroba 1. Berat molekul : 129,599 gr/mol 2. Titik lebur : 10010 C

3. Densitas : 3,55 gr/cm3

4. Kelarutan dalam air : 64 g / 100 ml pada 250 C 5. Berwarna padatan hijau muda

6. Memiliki struktur kristal monoclinic 7. Bersifat eksotermis

(Wikipedia,2010)

2.8.2.4 Kobalt (II)Klorida (CoCl2)

Fungsi : sebagai nutirisi bagi mikroba 1. Berat molekul : 129,839 gr/mol 2. Titik lebur : 735 0C


(31)

3. Densitas : 3,356 gr/cm3

4. Kelarutan dalam air : 52,9 g / 100 ml pada 200 C 5. Berwarna coklat kemerahan

6. Memiliki koordinat geometri oktahedral (Wikipedia,2010)

2.8.2.5 Metana (CH4)

Fungsi : merupakan komponen unsur terbesar di dalam biogas. 1. Berat Molekul : 16,043 g/mol

2. Temperatur kritis : -82,7oC 3. Tekanan kritis : 45,96 bar 4. Fasa padat

• Titik cair : -182,5oC • Panas laten : 58,68 kJ/kg 5. Fasa cair

• Densitas cair : 500 kg/m3 • Titik didih : -161,6oC • Panas laten uap : 510 kJ/kg 6. Fasa gas

• Densitas gas : 0,717 kg/m3 • Faktor kompresi : 0,998 • Spesifik graviti : 0,55 • Spesifik volume : 1,48 m3/kg • CP : 0,035 kJ/mol.K • CV : 0,027 kJ/mol.K • Viskositas : 0,0001027 poise • Kelarutan : 0,054 vol/vol (Wikipedia,2010)


(32)

2.8.2.6 Karbon Dioksida (CO2)

Fungsi : merupakan salah satu komponen di dalam biogas. 1. Berat Molekul : 44,01 g/mol

2. Temperatur kritis : 31oC 3. Tekanan kritis : 73,825 bar 4. Densitas kritis : 464 kg/m3 5. Fasa padat

• Densitas padat : 1562 kg/m3 • Panas laten : 196,104 kJ/kg 6. Fasa cair

• Densitas cair : 1032 kg/m3 • Titik didih : -78,5oC

• Panas laten uap : 571,08 kJ/kg • Tekanan uap : 58,5 bar

7. Fasa gas

• Densitas gas : 2,814 kg/m3 • Spesifik graviti : 1,521

• Spesifik volume : 0,547 m3/kg • CP : 0,037 kJ/mol.K

• CV : 0,028 kJ/mol.K

• Viskositas : 0,0001372 poise • Kelarutan : 1,7163 vol/vol (Wikipedia,2010) risi bagi mikroba


(33)

BAB III

NERACA MASSA

3.1 Tangki Neutralisasi

Tabel 3.1 Neraca Massa pada Tangki Neutralisasi

Kompone n

Masuk (kg/hari) Keluar

(kg/hari)

1 2 3 4 5 6

POME 591.780,821 591.780,821

NaHCO3 1.479,45 1.479,452

FeCL2 53,083 53,083

NiCl2 0,710 0,710

CoCl2 2,006 2,006

Total 593.316,073 593.316,073

3.2 Tangki Pencampur

Tabel 3.2 Neraca Massa pada Tangki Pencampur

Komponen

Masuk (kg/hari)

Keluar (kg/hari)

6 21 7

POME 591.780,8219 - 591.780,8219

NaHCO3 1.479,4521 493,151 1.972,6027

FeCL2 53,0827 17,694 70,7770

NiCl2 0,7101 0,237 0,9468

CoCl2 2,0061 0,669 2,6748

Air - 170.567,576 170.567,5763

Padatan

Organik - 18.290,193 18.290,1929


(34)

3.3 Reaktor Fermentasi

Tabel 3.3 Neraca Massa pada Reaktor Fermentasi

Komponen Masuk (kg/hari) Keluar (kg/hari)

8 9 19 20 10

POME 295.890,411 295.890,411 - - -

NaHCO3 986,301 986,301 986,301 986,301 -

FeCL2 35,388 35,388 35,388 35,388 -

NiCl2 0,473 0,473 0,473 0,473 -

CoCl2 1,337 1,337 1,337 1,337 -

Air 85.283,788 85.283,788 364.862,970 364.862,970 - Padatan

Organik 9.145,096 9.145,096 12.852,568 12.852,568 -

CH4 - - - - 6.657,534

H2O - - - - 62,895

H2S - - - - 2,574246

CO2 - - - - 18.484,511

Total 391.342,796 391.342,796 378.739,039 378.739,039 25207,514

782.685,593 782.685,593

3.4 Bak Sedimentasi

Tabel 3.4 Neraca Massa pada Bak Sedimentasi

Komponen Masuk (kg/hari) Keluar (kg/hari)

19 20 21 22

NaHCO3 986,301 986,301 493,151 1.479,452

FeCL2 35,388 35,388 17,694 53,083

NiCl2 0,473 0,473 0,237 0,710

CoCl2 1,337 1,337 0,669 2,006

Air 364.862,970 364.862,970 170.567,576 559.158,365 Padatan

Organik 12.852,568 12.852,568 18.290,193 7.414,943

Total 378.739,039 378.739,039 189.369,520 568.108,559


(35)

3.5 Water Trap

Tabel 3.5 Neraca Massa Pada Water Trap

Komponen Masuk Keluar

11 13 12

CH4 6.657,534 6.657,534 -

H2O 62,895 - 62,895

H2S 2,574246 2,574246 -

CO2 18.484,511 18.484,511 -

Total 25.207,514 25.144,619 62,895

25.207,514

3.6 Desulfurisasi

Tabel 3.6 Neraca Massa pada desulfurisasi

Komponen

Masuk

(kg/hari) Keluar (kg/hari)

13 15 14

CH4 6.657,534 6.657,534 -

H2S 2,574246 - 2,5742465

CO2 18.484,511 18.484,511 -

Total 25.144,619 25.142,045 2,574246 25.144,619

3.7 Generator

Tabel 3.7 Neraca Massa pada Generator

Komponen Alur masuk (kg/hari) Alur keluar (kg/hari)

14 15 16

CH4 6.664,92 - -

CO2 14.049,40 - 32.378,04

O2 - 32.124,4816 5.464,642

N2 - 120.350,1424 120.350,1424

H2O - - 14.996,16

20.714,32 152.474,62 173.188,98


(36)

BAB IV

NERACA ENERGI

Basis perhitungan : 1 hari Satuan operasi : kJ/hari

Temperatur basis : 25oC (298,15 K)

4.1 Tangki Neutraliser (M-01)

Tabel 4.1 Neraca Energi pada Bak Neutralizer (M-112) Komponen Masuk (kJ) Keluar (kJ)

Umpan 11.966.979,4 -

Produk - 12.241.547,84

∆H solution - -274.568,44

Total 11.966.979,4 11.966.979,4

4.2 Tangki Pencampur (M-02)

Tabel 4.2 Neraca Energi pada Tangki Pencampur (M-122)

Komponen Masuk (kJ) Keluar (kJ)

6 20 7

Umpan 12.241.547,84 8.824.840,699 -

Produk - - 21.086.392,83


(37)

4.3 Fermentor (R-01/R-02)

Tabel 4.3 Neraca Energi pada Fermentor (R210/R220) Komponen Masuk (kJ) Keluar (kJ)

8/9 10/11 19

Umpan 21.086.392,83 - -

Produk - 92.536.738,93 185.754,2752

∆H reaksi - -2.4851.000

dQ/dT - -8,8586370


(38)

BAB V

SPESIFIKASI PERALATAN

5.1 Bak Umpan POME (BP-01)

Fungsi : Menampung POME

Bentuk : Bak Silinder vertikal dengan alas datar Bahan konstruksi : Beton

Jumlah : 1 unit Kondisi operasi :

• P = 1 atm • T = 30 0C

Waktu tinggal ( τ ) : 7 hari

Dengan demikian,

Panjang bak (p) = 23,31 m Tinggi bak (t) = 5,83 m

Lebar bak (l) = 11,65 m Tinggi larutan dalam bak = x 5,83 m

4970,95 4142,465

= 4,85 meter

5.2 Pompa Umpan POME (P-01)

Fungsi : Memompa POME ke Tangki Neutralisasi Jenis : Pompa screw pump

Bahan konstruksi : Commercial Steel Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi :

• Tekanan = 1 atm • Temperatur = 30 oC Daya = 12 Hp

5.3 NaHCO3 Screw Conveyor (T-01)


(39)

Bahan konstruksi : Carbon steel

Bentuk : Horizontal scew conveyor Jumlah : 1 unit

Jarak angkut = 30 ft = 9,144 m Diameter screw conveyor = 12 in,

Daya = 0,1 Hp

5.4 FeCl2 Screw Conveyor (T-02)

Fungsi : Mengalirkan FeCl2 ke Tangki Neutralisasi Bahan konstruksi : Carbon steel

Bentuk : Horizontal scew conveyor Jumlah : 1 unit

Jarak angkut = 30 ft = 9,144 m Diameter screw conveyor = 12 in,

Daya = 0,01 Hp

5.5 Tangki Neutralisasi (M-01)

Fungsi : Mencampur POME dengan NaHCO3 dan Nutrisi Bentuk : Silinder vertikal dengan alas datar dan tutup elipsoidal Bahan Konstruksi : Carbon steel SA-285 grade C

Jumlah : 1 unit Kondisi operasi :

P = 1 atm

T = 30,2 0C

Waktu tinggal ( τ ) = 1 hari

Volume tangki = 711,837m3 Diameter tangki = 8,46 m Tinggi tangki = 12,69 m Tinggi tutup = 2,115 m Tebal shell tangki = 2 in


(40)

Jenis Pengaduk = flat 6 blade turbin impeller Jumlah Baffle = 4 buah

Daya Motor = 19 Hp

5.6 Pompa Neutraliser (P-02)

Fungsi : Memompa bahan baku ke tangki pencampur Jenis : Pompa screw pump

Bahan konstruksi : Commercial Steel Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi :

Tekanan = 1 atm

Temperatur = 30,12 oC = 303,15 K Daya motor = 1 Hp

5.7 Pompa Sedimentasi (P-05)

Fungsi : Memompa umpan recycle ke tangki pencampur Jenis : Pompa screw pump

Bahan konstruksi : Commercial Steel Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi :

Tekanan = 1 atm Temperatur = 37 oC Daya = 1/4 Hp

5.8 Pompa Sedimentasi (P-06)

Fungsi : Memompa bahan baku ke tangki pencampur Jenis : Pompa screw pump

Bahan konstruksi : Commercial Steel Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi :


(41)

Temperatur = 37 oC Daya = 1/4 Hp

5.9 Tangki pencampur (M-02)

Fungsi : Mencampur POME dengan umpan recycle

Bentuk : Silinder vertikal dengan alas datar dan tutup elipsoidal Bahan Konstruksi: Carbon steel SA-285 grade C

Jumlah : 1 unit Kondisi operasi :

P = 1 atm

T = 32 0C

Waktu tinggal ( τ ) = 1 hari

Volume tangki = 82,13 m3 Diameter tangki = 4,116 m Tinggi tangki = 6,17 m Tinggi tutup = 1,03 m Tebal shell = 1 ½ in

Jenis Pengaduk = flat 6 blade turbin impeller Jumlah baffle = 4 buah

Daya Motor = 9,5 hp

5.10 Pompa Umpan Bioreaktor Berpengaduk (P-04)

Fungsi : Memompa bahan baku ke tangki pencampur Jenis : Pompa screw pump

Bahan konstruksi : Commercial Steel Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi :

Tekanan = 1 atm Temperatur = 32 oC

Daya =

2 1 Hp


(42)

5. 11 Fermentor (R-01)

Fungsi : Tempat berlangsungnya reaksi fermentasi Tipe : Bioreaktor berpengaduk

Bentuk : Silinder vertikal dengan alas datar dan tutup elipsoidal Bahan Konstruksi: Carbon steel SA-285 grade C

Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi :

P = 1 atm

T = 55 0C

Waktu tinggal ( τ ) = 6 hari

Volume tangki = 2956,8 m3 Tinggi tangki = 20,38 m Diameter tangki = 13,59 m Tinggi tutup = 2,27 m

Jenis Pengaduk = flat 6 blade turbin impeller Jumlah Baffle = 4 buah

Daya = 7 hp

5.12 Pompa Umpan Reaktor Floating Roof (P-03)

Fungsi : Memompa bahan baku ke tangki pencampur Jenis : Pompa screw pump

Bahan konstruksi : Commercial Steel Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi :

Tekanan = 1 atm Temperatur = 32 oC Daya = 12 Hp


(43)

5.13 Bioreaktor Floating Roof (R-02)

Fungsi : Tempat berlangsungnya reaksi fermentasi Bentuk : Floating Roof Tank

Bahan Konstruksi : Carbon steel SA-285 grade C Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi :

• Tekanan = 1 atm • Temperatur = 55 0C

Desain Tangki

Volume Tangki = 2956,8 m3 Diameter Tangki = 13,59 m Tinggi Tangki = 20,38 m Tebal Tangki = 2,35 in Desain Tutup

Volume Tutup = 2557,489 m3

Diameter = 13,52 m

Tinggi = 17,79 m

Jarak Dasar Tutup ke Tangki = 2,59 m Blower

Jenis = blower sentrifugal Bahan konstruksi = carbon steel

Daya =5,7 Hp

Q = 21,79 m3/min.

Daya = 6 Hp

5.14 Bak Sedimentasi (RC-01/02)

Fungsi : Mengendapkan sebagian padatan-padatan yang keluar dari fermentor.

Jenis : Gravity Thickner Jumlah : 2 unit


(44)

Bahan konstruksi : Carbon steel SA-212, GradeC Kondisi Operasi

• Tekanan masuk = 1 atm • Suhu masuk = 55 oC Volume = 70,035 m3 Diameter = 3,9 m Tinggi = 7,15 m Kedalaman bahan = 5 m Waktu pengendapan= 2 jam

5.15 Pompa Bak Penampungan Akhir (P-07)

Fungsi : Memompa ampas menuju bak penampungan akhir Bentuk : Pompa sentrifugal

Bahan konstruksi : Commercial steel Jumlah : 1 unit

Kondisi operasi :

Tekanan = 1 atm Temperatur = 40 oC Daya = 1 Hp

5.16 Water Trap (WT-01)

Fungsi : Sebagai wadah pemisah air dan biogas. Bahan konstruksi : Carbon Steel SA –285 Grade C

Bentuk : Silinder vertikal dengan alas dan tutup ellipsoidal Jenis sambungan : Double welded butt joints

Jumlah : 1 unit Kondisi operasi :

• Tekanan = 1 atm • Temperatur = 30 oC Waktu Tinggal = 1 hari


(45)

Volume Tangki = 173,983 m3 Tinggi Tangki = 7,41 m Diameter Tangki = 4,94 m Tinggi Tutup = 1,235 m Tebal Tangki = 1,5 in

5.17 Desulfuriser (D-01)

Fungsi : menyerap gas H2S. Jenis : Fixed bed ellipsoidal

Bahan : Carbon steel, SA-283, grade C Kondisi operasi

• Temperatur = 65 0C • Tekanan = 1 atm Jenis Adsorben = ZnO Jumlah Katalis = 6,6 kg Tinggi Kolom = 2,1 m Diameter Kolom = 1,4 m Tinggi Tutup = 0,35 m Tebal Kolom = 1,5 in.

5.18Generator (G-01) 5.18.1 Kompressor

Fungsi : menaikkan tekanan produk gas dari tangki penampung Jenis : compressor

Jumlah : 1 unit dengan 5 stages Kondisi operasi:

• Tekanan masuk (P1 ) = 1atm • Tekanan Keluar (P2) = 6 atm • Temperatur (T) = 30 0C

Dipilih material pipa commercial steel 2 inchi Sch 40 • Diameter dalam (ID) = 2,067in


(46)

• Luas penampang (A) = 0,023 ft2 • Daya yang dihasilkan = 778,39 hp • Efisiensi motor 80% = 972,99 hp

5.18.2 Turbin

Fungsi : Menurunkan tekanan gas dari ruang pembakaran Jenis : Centrifugal expander

Jumlah : 1 unit Kondisi operasi:

• Tekanan masuk (P1 ) = 6 atm • Tekanan Keluar (P2) = 1 atm • Temperatur (T) = 28 0C

Dipilih material pipa commercial steel 0,5 inchi Sch 40 • Diameter dalam (ID) = 0,622 in

• Diameter luar (OD) = 0,84 in • Luas penampang (A) = 0,00211 ft2 • Daya yang dihasilkan = -7.122,20 hp • Efisiensi motor 80% = -5.697,76 hp


(47)

BAB VI

INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA

6.1 Instrumentasi

Instrumentasi adalah suatu alat yang dipakai di dalam suatu proses control untuk mengatur jalannya proses agar diperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Dalam suatu pabrik kimia, pemakaian instrumen merupakan suatu hal yang sangat penting karena dengan adanya rangkaian instrumen tersebut maka operasi semua peralatan yang ada di dalam pabrik dapat dimonitor dan dikontrol dengan cermat, mudah dan efisien, sehingga kondisi operasi selalu berada dalam kondisi yang diharapkan. Namun pada dasarnya, tujuan pengendalian tersebut adalah agar kondisi proses di pabrik mencapai tingkat kesalahan (error) yang paling minimum sehingga produk dapat dihasilkan secara optimal (Perry, 1999).

Fungsi instrumentasi adalah sebagai pengontrol, penunjuk (indicator), pencatat (recorder), dan pemberi tanda bahaya (alarm). Instrumentasi bekerja dengan tenaga mekanik atau tenaga listrik dan pengontrolannya dapat dilakukan secara manual atau otomatis. Instrumen digunakan dalam industri kimia untuk mengukur variabel – variabel proses seperti temperatur, tekanan, densitas, viskositas, panas spesifik, konduktifitas, pH, kelembaman, titik embun, tinggi cairan (liquid level), laju alir, komposisi, dan moisture content. Instrumen – instrumen tersebut mempunyai tingkat batasan operasi sesuai dengan kebutuhan pengolahan (Timmerhaus, 2004).

Variabel – variabel proses yang biasanya dikontrol/diukur oleh instrument adalah (Considine,1985) :

1. Variabel utama, seperti temperatur, tekanan, laju alir, dan level cairan.

2. Variabel tambahan, seperti densitas, viskositas, panas spesifik, konduktivitas,

pH, humiditas, titik embun, komposisi kimia, kandungan kelembaban, dan variabel lainnya.

Secara umum, kerja dari alat – alat instrumentasi dapat dibagi dua bagian yaitu operasi secara manual dan operasi secara otomatis. Penggunaan instrumen pada suatu peralatan proses bergantung pada pertimbangan ekonomis dan sistem peralatan


(48)

itu sendiri. Pada pemakaian alat – alat instrumentasi juga harus ditentukan apakah alat – alat itu dipasang pada peralatan proses (manual control) atau disatukan dalam suatu ruang kontrol yang dihubungkan dengan bagian peralatan (automatic control) (Perry,1999).

Menurut sifatnya konsep dasar pengendalian proses ada dua jenis, yaitu :

● Pengendalian secara manual

Tindakan pengendalian yang dilakukan oleh manusia. Sistem pengendalian ini merupakan sistem yang ekonomis karena tidak membutuhkan begitu banyak instrumentasi dan instatalasinya. Namun pengendalian ini berpotensi tidak praktis dan tidak aman karena sebagai pengendalinya adalah manusia yang tidak lepas dari kesalahan.

● Pengendalian secara otomatis

Berbeda dengan pengendalian secara manual, pengendalian secara otomatis menggunakan instrumentasi sebagi pengendali proses, namun manusia masih terlibat sebagai otak pengendali. Banyak pekerjaan manusia dalam pengendalian secara manual diambil alih oleh instrumentasi sehingga membuat sistem pengendalian ini sangat praktis dan menguntungkan.

Hal – hal yang diharapkan dari pemakaian alat – alat instrumentasi adalah:  Kualitas produk dapat diperoleh sesuai dengan yang diinginkan

 Pengoperasian sistem peralatan lebih mudah  Sistem kerja lebih efisien

 Penyimpangan yang mungkin terjadi dapat diketahui dengan cepat

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam instrumen – instrumen adalah (Timmerhaus, 2004) :

1. Range yang diperlukan untuk pengukuran 2. Level instrumentasi

3. Ketelitian yang dibutuhkan 4. Bahan konstruksinya


(49)

6.1.1 Tujuan Pengendalian

Tujuan perancangan sistem pengendalian dari pabrik biogas dari limbah cair kelapa sawit sebagai sumber energi listrik adalah sebagai keamanan operasi pabrik yang mencakup :

- Mempertahankan variabel – variabel proses seperti temperatur dan tekanan tetap berada dalam rentang operasi yang aman dengan harga toleransi yang kecil.

- Mendeteksi situasi berbahaya kemungkinan terjadinya kebocoran alat, karena komponen zat yang digunakan pada pabrik biogas dari limbah cair kelapa sawit sebagai sumber energi listrik ini sangat mudah terbakar. Pendeteksian dilakukan dengan menyediakan alarm dan sistem penghentian operasi secara otomatis (automatic shut down systems).

- Mengontrol setiap penyimpangan operasi agar tidak terjadi kecelakaan kerja maupun kerusakan pada alat proses. Untuk pengukuran nilai variabel proses di atas dapat digunakan sebuah penganalisis (analyzer).(Timmerhaus, 2004)

Gambar 6.1 Sebuah loop Pengendalian

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dalam proses terdapat variable proses yang diantisipasi oleh elemen primer sebagai nilai perubahan proses misalnya naik turunnya level suatu tangki, tinggi rendahnya temperatur, cepat lambatnya aliran fluida, dan tinggi rendahnya tekanan dalam suatu tangki. Variabel proses ini bersifat relatif atau dalam kondisi berubah – ubah. Sensor diterjemahkan sebagai harga pengukuran. Untuk lebih jelasnya, gambar di bawah ini merupakan suatu contoh aktual dari suatu proses yang terkendali.


(50)

Gambar 6.2 Suatu Proses Terkendali Pada dasarnya sistem pengendalian terdiri dari (Considine,1985) :

a. Elemen Primer (Primary Element)

Elemen Primer berfungsi untuk menunjukkan kualitas dan kuantitas suatu variabel proses dan menerjemahkan nilai itu dalam bentuk sinyal dengan menggunakan transducer sebagai sensor. Ada banyak sensor yang digunakan tergantung variabel proses yang ada.

- Sensor untuk temperatur, yaitu bimetal, thermocouple, termal mekanik, dll. - Sensor untuk tekanan, yaitu diafragma, cincin keseimbangan, dll.

- Sensor untuk level, yaitu pelampung, elemen radioaktif, perbedaan tekanan, dll.

- Sensor untuk aliran atau flow, yaitu orifice, nozzle dll.

b. Elemen Pengukuran (Measuring Element)

Elemen Pengukuran berfungsi mengonversikan segala perubahan nilai yang dihasilkan elemen primer yang berupa sinyal ke dalam sebuah harga pengukuran yang dikirimkan transmitter ke elemen pengendali.

- Tipe Konvensional

Tipe ini menggunakan prinsip perbedaan kapasitansi. - Tipe Smart

Tipe smart menggunakan microprocessor elektronic sebagai pemroses sinyal.

c. Elemen Pengendali (Controlling Element)

Elemen pengendali berfungsi menerima sinyal dari elemen pengukur yang kemudian dibandingkan dengan set point di dalam pengendali (controller). Hasilnya


(51)

berupa sinyal koreksi yang akan dikirim ke elemen pengendali menggunakan processor (computer, microprocessor) sebagai pemroses sinyal pengendalian. Jenis elemen pengendali yang digunakan tergantung pada variabel prosesnya.

Untuk variabel proses yang lain misalnya :

a. Temperatur menggunakan Temperature Controller (TC) b. Tekanan menggunakan Pressure Controller (PC)

c. Aliran/flow menggunakan Flow Controller (FC) d. Level menggunakan Level Controller (LC)

d. Elemen Pengendali Akhir

Elemen pengendali akhir berperan mengonversikan sinyal yang diterimanya menjadi sebuah tindakan korektif terhadap proses. Umumnya industri menggunakan control valve dan pompa sebagai elemen pengendali akhir.

1. Control valve

Control valve mempunyai tiga elemen penyusun, yaitu:

- Positioner yang berfungsi untuk mengatur posisi actuator.

- Actuator Valve berfungsi mengaktualisasikan sinyal pengendali (valve). Ada dua jenis actuator valve berdasarkan prinsip kerjanya yaitu : a. Actuator spring/per.

Actuator ini menggunakan spring/per sebagai penggerak piston actuator. b. Actuator aksi ganda (double acting)

Untuk menggerakkan piston, actuator ini menggunakan tekanan udara yang dimasukkan ke rumah actuator.

- Valve, merupakan elemen pengendali proses. Ada banyak tipe valve berdasarkan bentuknya seperti butterfly valve, valve bola, dan valve segmen. 2. Pompa Listrik

Elemen pompa terdiri dari dua bagian, yaitu : - Actuator Pompa.

Sebagai actuator pompa adalah motor listrik. Motor listrik mengubah tenaga listrik menjadi tenaga mekanik. Prinsip kerjanya berdasarkan induksi elektromagnetik yang menggerakkan motor.


(52)

cair, gas dan padat.

Secara garis besar, fungsi instrumentasi adalah sebagai berikut : 1. Penunjuk (indicator)

2. Pencatat (recorder) 3. Pengontrol (regulator)

4. Pemberi tanda bahaya (alarm)

Adapun instrumentasi yang digunakan di pabrik ini mencakup : 1. Pressure Controller (PC)

Adalah alat/instrumen yang dapat digunakan sebagai alat pengatur tekanan atau pengukur tekanan atau pengubah sinyal dalam bentuk gas menjadi sinyal mekanis. Pengatur tekanan dapat dilakukan dengan mengatur jumlah uap/gas yang keluar dari suatu alat dimana tekanannya ingin dideteksi.

Prinsip kerja :

Pressure control (PC) akibat tekanan uap keluar akan membuka/menutup diafragma valve. Kemudian valve memberikan sinyal kepada PC untuk mengukur dan mendeteksi tekanan pada set point.

2. Flow Controller (FC)

Adalah alat/instrumen yang bisa digunakan untuk mengatur kecepatan aliran fluida dalam pipa line atau unit proses lainnya. Pengukuran kecepatan aliran fluida dalam pipa biasanya diatur dengan mengatur output dari alat, yang mengakibatkan fluida mengalir dalam pipa line.

Prinsip kerja :

Kecepatan aliran diatur oleh regulating valve dengan mengubah tekanan discharge dari pompa. Tekanan discharge pompa melakukan bukaan/tutupan valve dan FC menerima sinyal untuk mendeteksi dan mengukur kecepatan aliran pada set point.

3. Level Controller (LC)

Adalah alat/instrumen yang dipakai untuk mengatur ketinggian (level) cairan dalam suatu alat dimana cairan tersebut bekerja. Pengukuran tinggi permukaan cairan dilakukan dengan operasi dari sebuah control valve, yaitu dengan mengatur rate cairan masuk atau keluar proses.


(53)

Prinsip kerja :

Jumlah aliran fluida diatur oleh control valve. Kemudian rate fluida melalui valve ini akan memberikan sinyal kepada LC untuk mendeteksi tinggi permukaan pada set point.

Alat sensing yang digunakan umumnya pelampung atau transducer diafragma untuk mendeteksi dan menunjukkan tinggi permukaan cairan dalam alat dimana cairan bekerja.

Proses pengendalian pada pabrik ini menggunakan feedback control configuration karena selain biayanya relatif lebih murah, pengaturan system pengendaliannya menjadi lebih sederhana. Konfigurasi ini mengukur secara langsung variabel yang ingin dikendalikan untuk mengatur harga variabel yang dimanipulasi. Tujuan pengendalian ini adalah untuk mempertahankan variabel yang dikendalikan pada level yang diinginkan (set point).

Sinyal output yang dihasilkan oleh pengendali oleh pengendali feedback ini berupa pneumatic signal yaitu dengan menggunakan udara tekan. Tipe pengendali feedback yang digunakan pada perancangan ini, yaitu :

1. Jenis – P (Proportional), digunakan untuk mengendalikan tekanan gas. 2. Jenis – PI (Proportional Integral), digunakan untuk mengendalikan laju

alir

(flow), ketinggian (level) cairan, dan tekanan zat cair.

3. Jenis – PID (Proportional Integral Derivative), digunakan untuk mengendalikan temperatur.

6.1.2 Syarat Perancangan Pengendalian

Beberapa syarat penting yang harus diperhatikan dalam perancangan pabrik antara lain :

1. Tidak boleh terjadi konflik antar unit, di mana terdapat dua pengendali pada satu aliran.

2. Penggunaan supervisory computer control untuk mengkoordinasikan tiap unit pengendali.


(54)

opening position 70 %.

4. Dilakukan pemasangan check valve pada mixer dan pompa dengan tujuan untuk menghindari fluida kembali ke aliran sebelumnya. Check valve yang dipasangkan pada pipa tidak boleh lebih dari satu dalam one dependent line. Pemasangan check valve diletakkan setelah pompa.

5. Seluruh pompa yang digunakan dalam proses diletakkan di permukaan tanah dengan pertimbangan syarat safety dari kebocoran.

6. Pada perpipaan yang dekat dengan alat utama dipasang flange dengan tujuan untuk mempermudah pada saat maintenance.

Tabel 6.1 Daftar penggunaan instrumentasi pada pra rancangan pabrik pembuatan biogas sebagai sumber kebutuhan listrik

No Nama alat Jenis

instrumen Kegunaan

1 Pompa FC Mengontrol laju alir cairan dalam pipa

2 Tangki Neutralizer

LC Menunjukkan tinggi cairan dalam tangki TC Mengontrol suhu dalam tangki 3 Tangki pencampuran LC Menunjukkan tinggi cairan dalam tangki

TC Mengontrol suhu dalam tangki 4 Raktor fermentasi TC Mengontrol suhu dalam tangki

LC Menunjukkan tinggi cairan dalam tangki 5 Tangki Pengendapan LC Menunjukkan tinggi cairan dalam tangki 7 Desulfurisasi PC Mengontrol tekanan gas dalam pipa Contoh jenis-jenis instrumentasi yang digunakan pada pra rancangan pabrik

pembuatan biogas dari limbah cair kelapa sawit sebagai sumber energi listrik :

1. Pompa

Variabel yang dikontrol pada pompa adalah laju aliran (flow rate). Untuk mengetahui laju aliran pada pompa dipasang flow control (FC). Jika laju aliran


(55)

pompa lebih besar dari yang diinginkan maka secara otomatis katup pengendali (control valve) akan menutup atau memperkecil pembukaan katup.

Gambar 6.3 Instrumentasi pada pompa

2. Tangki neutralizer

Pada tangki ini dilengkapi dengan Level Controller (LC) yang berfungsi untuk mengontrol ketinggian cairan di dalam tangki dan TC yang berfungsi untuk mengontrol suhu dalam tangki. Jumlah aliran fluida diatur oleh control valve. Kemudian rate fluida melalui valve ini akan memberikan sinyal kepada LC untuk mendeteksi tinggi permukaan pada set point.

TC LC

Gambar 6.4 Instrumentasi pada tangki cairan

3. Tangki pencampuran (cairan)

Pada tangki ini dilengkapi dengan Level Controller (LC) yang berfungsi untuk mengontrol ketinggian cairan di dalam tangki dan Temperatur Controller (TC) yang berfungsi untuk mengontrol suhu dalam tangki. Jumlah aliran fluida diatur oleh


(56)

control valve. Kemudian rate fluida melalui valve ini akan memberikan sinyal kepada LC untuk mendeteksi tinggi permukaan pada set point.

TC LC

Gambar 6.5 Instrumentasi pada tangki cairan

4. Reaktor Fermentasi

Reaktor fermentasi adalah alat tempat berlangsungnya reaksi kimia antara bahan-bahan yang digunakan. Dalam pabrik ini, reaktor merupakan tempat bereaksinya limbah cair kelapa sawit menghasilkan biogas dan produk sampingnya. Untuk mengendalikan ketinggian cairan dalam reaktor digunakan level controller (LC) dengan tujuan agar tidak terjadi kelebihan muatan dan Temperatur Controller TC yang berfungsi untuk mengontrol suhu dalam tangki

FC

TC LC

. Gambar 6.6 Instrumentasi pada tangki Fermentasi

5. Tangki Floating Roof

Tangki floating roof ialah alat untuk menampung biogas yang dihasilkan dari reaksi limbah cair kelapa sawit. Untuk mengendalikan ketinggian cairan dalam reaktor digunakan level controller (LC) dengan tujuan agar tidak terjadi


(57)

kelebihan muatan dan Temperatur Controller (TC) yang berfungsi untuk mengontrol suhu dalam tangki

FC

TC LC

Gambar 6.7 Instrumentasi pada tangki penampung gas

5. Tangki Pengendapan

Tangki pengendapan ini dilengkapi dengan Level Controller (LC) yang berfungsi untuk mengontrol ketinggian cairan di dalam tangki. Jumlah aliran fluida diatur oleh control valve. Kemudian rate fluida melalui valve ini akan memberikan sinyal kepada LC untuk mendeteksi tinggi permukaan pada set point.

LC

Gambar 6.8 Instrumentasi pada tangki Pengendapan

5. Water Trap

Water Trap ialah alat untuk untuk menangkap air yang ada didalam biogas sehingga biogas yg keluar dari Water Trap lebih murni.


(58)

E-95

Gambar 6.9 Instrumentasi pada Water Trap

6. Tangki Desulfurisasi

Tangki desulfurisasi ialah alat tempat terjadinya pengurangan kandungan sulfur yang ada pada biogas sehingga jumlah sulfur yang ada pada biogas tersaring di tangki sulfurisasi.

FC

Gambar 6.10 Instrumentasi pada Tangki Desulfurisasi

7. Generator

Komponen dalam generator terdiri dari tiga komponen utama, yaitu turbin, ruang bakar dan kompresor. Kompresor akan menghisap udara kemudian akan dialirkan ke ruang bakar. Dalam ruang bakar terjadi proses pembakaran antara udara yang termampatkan dengan biogas. Gas hasil pembakaran akan dialirkan ke dalam turbin. Turbin akan mengubah energi mekanis menjadi listrik.


(59)

Gambar 6.11 Generator

6.2 Keselamatan Kerja Pabrik

Aktivitas masyarakat umumnya berhubungan dengan resiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada badan atau usaha. Karena itu usaha – usaha keselamatan merupakan tugas sehari – hari yang harus dilakukan oleh seluruh karyawan. Keselamatan kerja dan keamanan pabrik merupakan faktor yang perlu diperhatikan secara serius. Dalam hubungan ini bahaya yang dapat timbul dari mesin, bahan baku dan produk, sifat zat, serta keadaan tempat kerja harus mendapat perhatian yang serius sehingga dapat dikendalikan dengan baik untuk menjamin kesehatan karyawan.

Perusahaan yang lebih besar memiliki divisi keselamatan tersendiri. Divisi tersebut mempunyai tugas memberikan penyuluhan, pendidikan, petunjuk – petunjuk, dan pengaturan agar kegiatan kerja sehari – hari berlangsung aman dan bahaya – bahaya yang akan terjadi dapat diketahui sedini mungkin, sehingga dapat dihindarkan (Bernasconi, 1995)

Statistik menunjukkan bahwa angka kecelakan rata – rata dalam pabrik kimia relatif tidak begitu tinggi. Tetapi situasi beresiko memiliki bentuk khusus, misalnya reaksi kimia yang berlangsung tanpa terlihat dan hanya dapat diamati dan dikendalikan berdasarkan akibat yang akan ditimbulkannya. Kesalahan – kesalahan dalam hal ini dapat mengakibatkan kejadian yang fatal (Bernasconi, 1995).


(60)

Gambar 6.12 Tingkat kerusakan di suatu pabrik

Kerusakan (badan atau benda) dapat terjadi secara tiba – tiba tanpa dikehendaki dan diduga sebelumnya. Keadaan atau tindakan yang bertentangan dengan aturan keselamtan kerja dapat memancing bahaya yang akut dan mengakibatkan terjadinya kerusakan.

Untuk menjamin keselamatan kerja, maka dalam perencanaan suatu pabrik perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu :

Lokasi pabrik

- Sistem pencegahan kebocoran - Sistem perawatan

- Sistem penerangan

- Sistem penyimpanan material dan perlengkapan - Sistem pemadam kebakaran

Disamping itu terdapat beberapa peraturan dasar keselamatan kerja yang harus diperhatikan pada saat bekerja di setiap pabrik – pabrik kimia, yaitu:

- Tidak boleh merokok atau makan

- Tidak boleh minum minuman keras (beralkohol) selama bertugas

Bahaya dan tindakan – tindakan yang tidak memperhatikan keselamatan akan mengakibatkan kerusakan. Yang menjamin keselamatan kerja sebetulnya adalah


(1)

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

(Rp. 30.000.000,- )

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak

Rp. 4.945.500.000,-

Pajak yang Terutang (5% x NPOPKP) (Z)

Rp 247.275.000,-

Total Biaya Tetap = P + Q + R + S + T + U +V + W + X + Y +Z

= Rp 64.586.032.674,-

3.2

Biaya Variabel

3.2.1

Biaya Variabel Bahan Baku Proses dan Utilitas per tahun

Biaya persediaan bahan baku proses dan utilitas selama 1 tahun adalah

Rp 1.572.184.394,-

Biaya Variabel Tambahan

1. Perawatan dan Penanganan Lingkungan

Diperkirakan 1

%

dari biaya variabel bahan baku

Biaya variabel pemasaran

= 0,01

×

Rp 1.572.184.394,-

= Rp 15.721.844,-

2. Biaya Variabel Pemasaran dan Distribusi

Diperkirakan 10

%

dari biaya variabel bahan baku

Biaya perawatan lingkungan

= 0,1

×

Rp 1.572.184.394,-

= Rp 157.218.439,-

Total biaya variabel tambahan = Rp 172.940.283,-

3.2.2

Biaya Variabel Lainnya

Diperkirakan 5

%

dari biaya variabel tambahan

= 0,05

×

Rp 172.940.283,-

= Rp 8.647.014,-

Total biaya variabel = Rp 1.753.771.692,-

Total biaya produksi = Biaya Tetap + Biaya Variabel

= Rp 64.586.032.674,- + Rp 1.753.771.692,-

= Rp 66.339.804.366,-


(2)

4

Perkiraan Laba/Rugi Perusahaan

4.1

Laba Sebelum Pajak (Bruto)

Laba atas penjualan = total penjualan – total biaya produksi

= Rp 157.405.374.000 - Rp 66.339.804.366,-

= Rp 91.065.569.634,-

Bonus perusahaan untuk karyawan 0,5 % dari keuntungan perusahaan

= 0,005 x Rp 91.065.569.634,-

= Rp 455.327.848,-

Pengurangan bonus atas penghasilan bruto sesuai dengan UURI No. 17/00

Pasal 6 ayat 1 sehingga :

Laba sebelum pajak (bruto) = Rp 91.065.569.634,-

− Rp

455.327.848

= Rp

90.610.241.786,-4.2

Pajak Penghasilan

Berdasarkan UURI Nomor 17 ayat 1 Tahun 2000, Tentang Perubahan

Ketiga atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

adalah (Rusjdi, 2004):

Penghasilan sampai dengan Rp 50.000.000,- dikenakan pajak sebesar 10

%

.

Penghasilan Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 100.000.000,- dikenakan

pajak sebesar 15

%

.

Penghasilan di atas Rp 100.000.000,- dikenakan pajak sebesar 30

%

.

Maka pajak penghasilan yang harus dibayar adalah:

-

10

%

×

Rp 50.000.000

= Rp 5.000.000,-

-

15

%

×

(Rp 100.000.000- Rp 50.000.000) = Rp 7.500.000,-

- 30

%

×

(Rp 90.610.241.786,- – Rp 100.000.000) = Rp 27.153.072.536,-

Total PPh

= Rp

Laba setelah pajak

Laba setelah pajak = laba sebelum pajak – PPh

= Rp 90.610.241.786,- – Rp 27.165.572.536,-

= Rp


(3)

63.444.669.250,-5

Analisa Aspek Ekonomi

5.1

Profit Margin (PM)

PM =

penjualan total

pajak sebelum Laba

×

100

%

PM =

x 100%

4.000,-157.405.37 Rp .786,-90.610.241 Rp

= 57,56 %

5.2

Break Even Point (BEP)

BEP =

Variabel

Biaya

Penjualan

Total

Tetap

Biaya

×

100

%

BEP =

x 100%

692,-1.753.771. Rp 4.000,-157.405.37 Rp .674,-64.586.032 Rp

= 41,49%

Produksi Biogas

= 71.874,60 kg/hari

= 71.874,60 kg/hari x 365 hari/tahun x

kg

1000

Ton

1

= 25.587,36 ton/tahun

Kapasitas produksi pada titik BEP

= 41,49%

×

25.587,36 ton/tahun

= 10.817,21 ton/tahun

Nilai penjualan pada titik BEP

= 41,49% x Rp 157.405.374.000,-

= Rp 65.313.742.214,-

5.3

Return on Investment (ROI)

ROI

=

investasi

modal

Total

pajak

setelah

Laba

×

100

%

ROI =

x 100%

8.651,-150.527.38 Rp .250,-63.444.669 Rp

= 42,15 %

5.4

Pay Out Time (POT)

POT =

x 1 tahun 0,4212


(4)

5.5

Return on Network (RON)

RON =

sendiri

Modal

pajak

setelah

Laba

×

100

%

RON =

x 100%

.190,-90.316.433 Rp

.250,-63.444.669 Rp

RON = 70,25 %

5.6

Internal Rate of Return (IRR)

Untuk menentukan nilai IRR harus digambarkan jumlah pendapatan dan

pengeluaran dari tahun ke tahun yang disebut “Cash Flow”. Untuk

memperoleh cash flow diambil ketentuan sebagai berikut:

-

Laba kotor diasumsikan mengalami kenaikan 10

%

tiap tahun

-

Masa pembangunan disebut tahun ke nol

-

Jangka waktu cash flow dipilih 10 tahun

-

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan nilai pada tahun ke – 10

-

Cash flow adalah laba sesudah pajak ditambah penyusutan.


(5)

Tabel LE.10 Data Perhitungan Internal Rate of Return (IRR)

59,00%

60,00%

Thn

Laba sebelum

pajak

Pajak

Laba Sesudah

pajak

Depresiasi

Net Cash Flow

P/F

pada i =

59%

PV pada i =

59%

P/F

pada i

= 60%

PV pada i =

60%

0

-

-

-

-

-150527388651

1 -150527388651

1 -150527388651

1

90610241786

27165572536

63444669250

17286220948

80730890198

0,6289

50774144778

0,6250

50456806374

2

99671265964

29883879789

69787386175

17286220948

87073607123

0,3956

34442311270

0,3906

34013127782

3

109638392561 32874017768

76764374792

17286220948

94050595740

0,2488

23397538893

0,2441

22961571226

4

120602231817 36163169545

84439062272

17286220948

101725283219

0,1565

15916237477

0,1526

15522046390

5

132662454998 39781236499

92881218499

7877653383

100758871882

0,0984

9915113153

0,0954

9609114826

6

145928700498 43761110149

102167590349

7877653383

110045243732

0,0619

6810649503

0,0596

6559207662

7

160521570548 48138971164

112382599384

7877653383

120260252767

0,0389

4681038813

0,0373

4480043529

8

176573727603 52954618281

123619109322

7877653383

131496762705

0,0245

3219126673

0,0233

3061647590

9

194231100363 58251830109

135979270254

7877653383

143856923637

0,0154

2214912886

0,0146

2093393758

10

213654210399 64078763120

149575447279

7877653383

157453100663

0,0097

1524684461

0,0091

1432027608

2368369257

-338401906

IRR = 59% +

338401906 Rp

2368369257 Rp

,-2368369257 Rp.

+

× (43% - 42%)


(6)

Gambar LD.2 Kurva Break Even Point Pabrik Pembuatan Biogas

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

H

a

rg

a

(

R

p

x

1

0

^

9

)

Kapasitas Produksi (%)

biaya tetap

biaya variabel biaya produksi total penjualan


Dokumen yang terkait

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biohidrogen Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Fermentasi Anaerobik Pada Kondisi Termofilik Untuk Kapasitas Produksi 371,3771 Ton/Tahun

10 136 450

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biogas dan Pupuk Cair dari Pengolahan Limbah Cair Kelapa Menggunakan Konsep Zero Emisi dengan Kapasitas 60 ton TBS/jam

19 99 220

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biogas Dari Hasil Fermentasi Thermofilik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sistem Recycle Menjadi Energi Listrik Untuk Kapasitas 45 Ton TBS/Jam

5 45 186

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biogas Dari Hasil Fermentasi Thermofilik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sistem Recycle Menjadi Energi Listrik Untuk Kapasitas 60 Ton TBS/Jam

19 125 186

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Compressed Natural Gas (CNG) Dari Biogas Hasil Fermentasi Thermofilik Limbah Cair Kelapa Sawit Dengan Kapasitas 45 Ton Tbs /Jam

9 42 371

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Compressed Natural Gas (CNG) Dari Biogas Hasil Fermentasi Thermofilik Limbah Cair Kelapa Sawit Dengan Kapasitas 60 Ton TBS /Jam

5 64 371

Pembuatan Biogas Dari Limbah Cair Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Listrik Dengan Kapasitas 237.600 Mwh/Tahun

5 46 149

Pembuatan Biogas Dari Berbagai Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

2 4 5

Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biohidrogen Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Fermentasi Anaerobik Pada Kondisi Termofilik Untuk Kapasitas Produksi 371,3771 Ton/Tahun

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Biohidrogen Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Fermentasi Anaerobik Pada Kondisi Termofilik Untuk Kapasitas Produksi 371,3771 Ton/Tahun

0 2 29