Glukosa Sebagai Gula Pereduksi

Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO 2 Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel, 2009. USU Repository © 2009 O C C C C C H H H OH OH CH 2 OH H OH H OH C C C C C CH 2 OH H H H H H HO OH OH O OH OH C C C CH C H H H H O OH CH 2 OH H OH D-Glukosa bentuk rantai terbuka a-D-glukopiranosa Konformasi piranosa dari glukosa lebih disukai adalah bentuk kursi. Pada konformasi ini ada dua konformasi yaitu 4 C 1 atom C-4 berada pada posisi atas dari kursi dan atom C-1 berada pada bawah dan 1 C 4 atom C1 berada pada posisi atas dari kursi dan atom C-4 berada pada posisi bawah. Konformasi 4 C 1 memiliki stabilitas yang tingi secara termodinamika karena gugus OH khususnya CH 2 OH berada pada posisi equatorial, sedangkan α-D-glukopiranosa kurang stabil karena salah satu gugus OH berada pada posisi aksial Belitz dan Grosh, 1987.

2.1.1. Glukosa Sebagai Gula Pereduksi

Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida dan keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam seperti ion Cu 2+ dan Ag + yang terdapat pada reaksi-reaksi tertentu. Beberapa contoh diberikan : Pereaksi Fehling Pereaksi ini dapat direduksi selain oleh karbohidrat yang mempunyai sifat mereduksi. Pereaksi Fehling terdiri dari dua larutan yaitu Fehling A dan Fehling B. Fehling A adalah larutan CuSO 4 alam air, sedangkan larutan B adalah K-Na tartarat dan NaOH dalam air. Dengan larutan glukosa 1 pereaksi fehling menghasilkan endapan merah Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO 2 Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel, 2009. USU Repository © 2009 bata, sedangkan apabila digunakan larutan glukosa 0,1 endapan yang terjadi berwarna hijau kekuningan. Pereaksi Benedict Larutan ini berupa larutan kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sulfat. Glukosa dapat mereduksi kuprisulfat menjadi ion Cu + yang kemudian mengendap sebagai Cu 2 O. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, merah bata. Warna endapan ini diperoleh berdasarkan konsentrasi larutan karbohidrat yang diperiksa Poedjadi, 1994. Beberapa metode kimia untuk penentuan monosakarida dan oligosakarida dipisahkan berdasarkan banyaknya agen pereduksi yang dapat bereaksi dengan senyawa lain untuk diendapkan atau membentuk warna secara kuantitatif. Konsentrasi dari karbohidrat dapat ditentukan dengan metode gravimetri, spektrofotometri dan titrasi volumetri. a. Metode titrasi Metode Lane-Eynon adalah metode titrasi volumetri untuk penentuan gula pereduksi. Penentuan gula reduksi dengan metode ini didasarkan atas pengukuran standar yang dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang diketahui volumenya. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan hilangnya warna indikator metilen biru. Titik akhir titrasi merupakan jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga Apriyantono, 1989. 2.2.Sorbitol Sorbitol atau D-sorbitol atau D-glucitol adalah suatu gugus alkohol dengan rumus kimia C 6 H 14 O 6. Sorbitol ditemukan pada cerry, pir, apel dan alga. Pada industri, sorbitol dihasilkan melalui hidrogenasi glukosa pada tekanan tinggi. Dalam tubuh manusia 1 g sorbitol menghasilkan 3.994 kalori yang sebanding dengan 3.940 kalori dari 1 g gula tebu Merc Index, 2001 . Sifat-sifat dari sorbitol adalah Lewis, 1987 : Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO 2 Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel, 2009.