Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO
2
Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel, 2009.
USU Repository © 2009
Beberapa peneliti pendahulu telah melakukan hidrogenasi glukosa menjadi sorbitol dengan kondisi dan katalis yang berbeda diantaranya; Schimpf tahun 2002
telah melakukan hidrogenasi glukosa dengan kondisi reaksi: glukosa 50 pada suhu 353 K, tekanan 4 MPa dengan menggunakan katalis nikel. Tahun 2006, Claus
menggunakan katalis NiSiO
2
dengan larutan glukosa 20 pada suhu 393 K dengan tekanan 120 bar. Tahun 2007, Welasih juga telah menghidrogenasi glukosa dengan
katalis nikel pada suhu 95-105
o
C dan tekanan 60 Bar. Dari penelitian dihasilkan sorbitol sebesar 0,5963 g g sorbitol g glukosa awal .
Hidrogenasi glukosa merupakan industri yang sangat baik dikembangkan karena sorbitol merupakan poliol yang digunakan sebagai aditif pada makanan, obat-
obatan dan kosmetik.Hexing, 1999. Secara kimiawi, sorbitol lamban diserap oleh metabolisme tubuh, sehingga ketika digunakan kenaikan glukosa darah dan respon
insulin yang berhubungan dengan proses pencernaan glukosa terkurangi. Sorbitol sebagai pengganti gula dapat bermanfaat dalam menyediakan berbagai variasi produk
rendah kalori dan rendah gula serta memberikan pilihan yang bebas yang lebih luas bagi penderita diabetesDermawan, 2005.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meghidrogenasi glukosa menjadi sorbitol tanpa tekanan tinggi dengan adanya bentonit terpilar TiO
2
sebagai penghasil gas hidrogen dalam pelarut air dan dengan menggunakan sinar UV matahari.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang mungkin terjadi adalah apakah hidrogen yang dihasilkan bentonit terpilar TiO
2
dalam pelarut air dengan adanya sinar UV matahari, dapat digunakan untuk menghidrogenasi glukosa menjadi
sorbitol dengan adanya katalis nikel dan tanpa tekanan tinggi.
Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO
2
Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel, 2009.
USU Repository © 2009
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk memanfaatkan bentonit terpilar TiO
2
sebagai penghasil gas hidrogen dalam pelarut air sehingga dapat digunakan pada hidrogenasi glukosa menjadi sorbitol.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah terhadap perkembangan ilmu kimia terutama pemanfaatan bentonit dalam bidang kimia.
1.5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia Anorganik FMIPA-USU Medan, Karakterisasi spektroskopi FT-IR dilakukan di laboratorium Bea Cukai Medan dan
1
H-NMR dilakukan di laboratorium kimia organik FMIPA-UGM Yogyakarta.
1.6. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen laboratorium, dimana bahan-bahan yang digunakan adalah bentonit, glukosa, katalis nikel, akuadest. Reaksi dilakukan dalam
wadah transparan dengan mereaksikan glukosa dengan gas hidrogen yang dihasilkan oleh bentonit terpilar TiO
2
dalam pelarut air dengan dengan adanya sinar UV dari matahari dan juga menggunakan katalis nikel, dimana produk yang diperoleh
dikarakterisasi dengan spektroskopi FT-IR dan
1
H-NMR.
Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO
2
Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel, 2009.
USU Repository © 2009
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Glukosa
Glukosa merupakan salah satu karbohidrat yang paling banyak terdapat di alam. Glukosa juga sering disebut dengan gula anggur, gula darah, dan penting dalam proses
biologi. Glukosa dapat dijumpai dalam buah-buahan masak terutama anggur. Banyak karbohidrat lain seperti maltosa, sukrosa, pati, dan sellulosa apabila dihidrolisis akan
menghasilkan glukosa. Glukosa memiliki gugus aldehid dan juga hidroksil yang dapat berinteraksi intramolekuler untuk menghasilkan hemiasetal siklik Fessenden, 1998.
Rantai D-glukosa dapat ditata sehingga gugus hidroksil pada C-5 dapat mendekati karbon aldehida C-1 .
Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO
2
Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel, 2009.
USU Repository © 2009
4 3
O
5
H
6
1
HO H
6
HO H
OH H
13
H OH
HOH
2
C
OH H
C H
HO H
HO H
OH H
HOH
2
C
O
4 3
O
5
H
6
1
HO H
HO H
OH H
13
OH H
HOH
2
C β
β-D-glukosa td 150
°C, [α] + 19° bentuk hemiasetal siklik
α-D-glukosa td 146
°C, [α] + 112° bentuk hemiasetal siklik
D-Glukosa bentuk aldehida asiklik
α
2
Pada glukosa berbentuk aldehida asiklik, C-1 adalah akiral tetapi karbon ini menjadi kiral pada struktur siklik. Karena itu terdapat dua kemungkinan hemiasetal
yang merupakan pusat kiral tersebut dinamakan karbon anomerik. Dua monosakarida yang hanya berbeda pusat anomeriknya dinamakan anomer-anomer. Anomer-anomer
dibagi menjadi α dan β, bergantung pada kedudukan hidroksil. Bagi monosakarida
deret D, jika gugus OH terletak dibawah maka dinamakan isomer α, dan jika gugus
OH diatas dinamakan isomer β. Dalam D-glukosa bentuk siklik, gugus hidroksi pada
karbon anomerik berkedudukan aksial untuk anomer α dan ekuatorial untuk anomer β
Hart,1996.
Aldehida C-1 pada glukosa rantai terbuka dapat bereaksi dengan gugus hidroksil C-5 membentuk hemiasetal intramolekul. Gula cincin enam yang dihasilkan
disebut piranosa karena mirip dengan piran.
Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO
2
Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel, 2009.
USU Repository © 2009
O C
C C
C C
H
H H
OH
OH CH
2
OH H
OH H
OH C
C
C C
C CH
2
OH H
H H
H H
HO OH
OH O
OH OH
C C
C CH
C H
H H
H O
OH CH
2
OH H
OH
D-Glukosa bentuk rantai terbuka
a-D-glukopiranosa
Konformasi piranosa dari glukosa lebih disukai adalah bentuk kursi. Pada konformasi ini ada dua konformasi yaitu
4
C
1
atom C-4 berada pada posisi atas dari kursi dan atom C-1 berada pada bawah dan
1
C
4
atom C1 berada pada posisi atas dari kursi dan atom C-4 berada pada posisi bawah. Konformasi
4
C
1
memiliki stabilitas yang tingi secara termodinamika karena gugus OH khususnya CH
2
OH berada pada posisi equatorial, sedangkan
α-D-glukopiranosa kurang stabil karena salah satu gugus OH berada pada posisi aksial Belitz dan Grosh, 1987.
2.1.1. Glukosa Sebagai Gula Pereduksi
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan
identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida dan keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini
tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam seperti ion Cu
2+
dan Ag
+
yang terdapat pada reaksi-reaksi tertentu. Beberapa contoh diberikan :
Pereaksi Fehling
Pereaksi ini dapat direduksi selain oleh karbohidrat yang mempunyai sifat mereduksi. Pereaksi Fehling terdiri dari dua larutan yaitu Fehling A dan Fehling B. Fehling A
adalah larutan CuSO
4
alam air, sedangkan larutan B adalah K-Na tartarat dan NaOH dalam air. Dengan larutan glukosa 1 pereaksi fehling menghasilkan endapan merah
Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO
2
Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel, 2009.
USU Repository © 2009
bata, sedangkan apabila digunakan larutan glukosa 0,1 endapan yang terjadi berwarna hijau kekuningan.
Pereaksi Benedict
Larutan ini berupa larutan kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sulfat. Glukosa dapat mereduksi kuprisulfat menjadi ion Cu
+
yang kemudian mengendap sebagai Cu
2
O. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, merah
bata. Warna endapan ini diperoleh berdasarkan konsentrasi larutan karbohidrat yang diperiksa Poedjadi, 1994.
Beberapa metode kimia untuk penentuan monosakarida dan oligosakarida dipisahkan berdasarkan banyaknya agen pereduksi yang dapat bereaksi dengan
senyawa lain untuk diendapkan atau membentuk warna secara kuantitatif. Konsentrasi dari karbohidrat dapat ditentukan dengan metode gravimetri, spektrofotometri dan
titrasi volumetri. a. Metode titrasi
Metode Lane-Eynon adalah metode titrasi volumetri untuk penentuan gula pereduksi. Penentuan gula reduksi dengan metode ini didasarkan atas pengukuran
standar yang dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang diketahui volumenya. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan hilangnya warna indikator metilen
biru. Titik akhir titrasi merupakan jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga Apriyantono, 1989.
2.2.Sorbitol
Sorbitol atau D-sorbitol atau D-glucitol adalah suatu gugus alkohol dengan rumus kimia C
6
H
14
O
6.
Sorbitol ditemukan pada cerry, pir, apel dan alga. Pada industri, sorbitol dihasilkan melalui hidrogenasi glukosa pada tekanan tinggi. Dalam tubuh
manusia 1 g sorbitol menghasilkan 3.994 kalori yang sebanding dengan 3.940 kalori dari 1 g gula tebu Merc Index, 2001 .
Sifat-sifat dari sorbitol adalah Lewis, 1987 :
Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO
2
Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel, 2009.
USU Repository © 2009
- berwarna putih - bersifat higroskopis
- manis - densitas 1.47
- titik lebur 93 metastabil , 97,5 stabil - larut dalam air, gliserol, aseton, dan propilen glikol
- sedikit larut dalam metanol, etanol, asam asetat, phenol, asetamida dan tidak larut dalam pelarut organik lain.
Secara kimiawi sorbitol sangat tidak reaktif dan stabil. Sorbitol dapat berada pada suhu tinggi dan tidak mengalami pencoklatan, sehingga pada produksi kue
berwarna segar, tidak ada penmpilan warna coklatnya. Juga berkombinasi baik dengan ramuan makanan lain seperti gula, jelly, lemak sayuran dan protein Dermawan, 2005
Sorbitol disintesis secara komersial melalui hidrogenasi glukosa dangan menggunakan katalis nikel pada tekanan tinggi. Katalis pendukung yang dimasukkan
adalah garam magnesium, nikel phosfat dan besi. Katalis heterogen lain yang digunakan untuk menghidrogenasi glukosa adalah kobalt, paladium, platinum, dan
ruthenium. Reduksi glukosa menjadi sorbitol juga dapat terjadi dengan menggunakan ruthenium diklorotriphenil pospin sebagai katalis homogen, dan lebih disukai dengan
kehadiran asam kuat seperti HCl. Untuk membentuk sorbital, glukosa biasanya dihidrogenasi pada pH 4-8 Kick,1975.
2.3. Hidrogenasi
Suatu reaksi yang memungkinkan terjadinya reaksi senyawa organik adalah hidrogenasi katalitik, yaitu reaksi suatu senyawa dengan hidrogen dengan adanya
suatu katalis. Reaksi hidrogenasi katalitik biasanya dilakukan dengan pengadukan ataupun pengocokan larutan senyawa yang akan direduksi dengan suatu katalis
heterogen dibawah tekanan atmosfer gas hidogen.
Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO
2
Sebagai Katalis Pembuatan Hidrogen Dalam Pelarut Air Pada Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol Dengan Katalis Nikel, 2009.
USU Repository © 2009
Produk hasil reaksi biasanya diisolasi dengan penyaringan katalis diikuti dengan penguapan pelarut. Pemilihan pelarut, suhu reaksi dan tekanan gas hidrogen
untuk suatu hidrogenasi tergantung pada katalis yang dipilih. Umumnya katalis hidrogenasi dibagi dua kelompok, yaitu katalis nikel yang umumnya digunakan pada
tekanan dan suhu rendah 1-4 atm atau 0-60 psi, 0-100
o
C; dan kelompok katalis yang kurang aktif dan umumnya digunakan pada tekanan dan suhu tinggi 100-300 atm
atau 1500-4500 psi, 25-300
o
C , House, H. O, 1972. Beberapa contoh reaksi hidrogenasi sebagai berikut :
a. Hidrogenasi alkena
Etilen Hidrogen
Etana Pt, Pd, Ni atau Rh
C H
H +
H H
C C H
H H
H H
H C
H H
Ikatan dalam produk lebih kuat daripada ikatan dari reaktan, dua ikatan C-H dari alkana dibentuk dari pemutusan ikatan
H-H dan bagian ikatan dari ikatan rangkap alkena. Dengan demikian secara keseluruhan reaksi tersebut merupakan
reaksi eksotermik Robert, F, 2002 .
B. Hidrogenasi aldehida dan keton
Gugus karbonil dalam senyawa aldehida dan keton dapat mengalami reaksi hidrogenasi katalitik. Katalis yang digunakan delam mereduksi ikatan rangkap
karbon-karbon dan ikatan rangkap tiga yang juga berguna dalam reaksi adisi hidrogen terhadap gugus karbonil adalah platinum, palladium, dan nikel.
Rosida Marhusari : Bentonit Terpilar TiO