Sintesis etanol melalui reaksi hidrogenasi heksil asetat dengan menngunakan berbagai katalis

(1)

SINTESIS ETANOL MELALUI REAKSI HIDROGENASI

HEKSIL ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI

KATALIS

MUSTAOFIDATUL JAMALIAH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

SINTESIS ETANOL MELALUI REAKSI HIDROGENASI

HEKSIL ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI

KATALIS

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

MUSTAOFIDATUL JAMALIAH 106096003230

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

SINTESIS ETANOL MELALUI REAKSI HIDROGENASI

HEKSIL ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI

KATALIS

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

MUSTAOFIDATUL JAMALIAH 106096003230

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Achmad Hanafi Setiawan Isalmi Aziz, MT. NIP. 19520523 198003 1 004 NIP. 19751110 200604 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Drs. Dede Sukandar, M.Si


(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Sintesis Etanol Melalui Reaksi Hidrogenasi Heksil Asetat

dengan Menggunakan Berbagai Katalis” yang ditulis oleh Mustaofidatul

Jamaliah, NIM 106096003230 telah diuji dan dinyatakan “Lulus” dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Drs. Dede Sukandar, M.Si Hilyatuz Zahro, MP. Kim. NIP. 19650104 199103 1 004

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Achmad Hanafi Setiawan Isalmi Aziz, M.T.

NIP.19520523 198003 1 004 NIP.19751110 200604 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Drs. Dede Sukandar, M.Si NIP. 19680117 200112 1 001 NIP. 19650104 199103 1 004


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tugas akhir ini merupakan tahapan akhir dan tugas utama dari serangkaian kuliah yang harus diselesaikan dalam menempuh pendidikan strata satu pada Program Studi Kimia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam tugas akhir ini, penulis menyajikan Sintesis Etanol Melalui Reaksi Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Menggunakan Berbagai Katalis yang didukung dengan sumber referensi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan saran serta dukungannya kepada:

1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Dede Sukandar M.Si selaku ketua program studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Achmad Hanafi Setiawan selaku pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktunya, memberi saran, bimbingan dan motivasi dalam menjalankan kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.


(6)

4. Ibu Isalmi Aziz M.T. selaku pembimbing II atas saran, bimbingan dan motivasi dalam menjalankan kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Nurhasni, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah banyak

memberikan arahan dalam menyelesaikan kuliah ini dengan baik.

6. Bapak Yan Irawan, Ibu Savitri, Bapak Ghozali dan Ibu Ijah, atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian

7. Orang Tuaku tercinta, Ibunda Mulhimah kakakku Fajriatul Munawaroh, serta adik-adikku tersayang (Ayu, Upe, Mila, Egie, Nadin dan Sallu) terimakasih atas pengertian, dukungan dan do’a yang senantiasa mengiringi langkah penulis.

8. Dini Novalia Pratiwi atas semua bantuan, masukan, dan pengertiannya selama masa kuliah, penelitian serta penulisan skripsi, Achmad Fauzan atas do’a, support dan pengertiannya dan teman-teman seperjuangan yang juga telah memberikan semangat dan sarannya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta semoga Allah swt selalu melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amiin.

Jakarta, Juni 2011


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... Halaman

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Heksil Asetat ... 5

2.2. Hidrogenasi ... 5

2.2.1. Jenis Hidrogenasi ... 6

2.2.2. Proses Hidrogenasi ... 7

2.2.3. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Proses Hidrogenasi ... 7

2.3. Etanol ... 9

2.4. 1-Heksanol ... 10


(8)

2.5.1. Oksidasi dengan Kalium Dikromat (K2Cr2O7) ... 11

2.5.2. FTIR (Fourier Transform Infra Red) ... 11

2.5.3. GC-MS (Gas Chromatography – Mass Spestrofotometri) ... 14

2.6. Katalis ... 18

2.6.1. Klasifikasi Katalis ... 20

2.6.2. Katalis ZSM-5 ... 22

2.6.3. Nikel ... 24

2.6.4. Katalis CuO/ZnO ... 25

2.7. Distilasi (Penyulingan) ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

3.2. Alat dan Bahan ... 28

3.3. Cara Kerja ... 29

3.3.1. Proses Hidrogenasi Heksil Asetat ... 29

3.3.2. Proses Pemisahan Campuran dengan Metode Distilasi ... 29

3.3.3. Analisa Kualitatif ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Hidrogenasi Heksil Asetat ... 32

4.2. Analisa Kualitatif ... 33

4.2.1. Identifikasi Alkohol Oksidasi dengan Kalium Dikromat (K2Cr2O7).. 33

4.2.2. Analisa Kualitatif dengan FTIR ... 35

4.2.3. Analisa dengan GC-MS ... 39

4.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 46


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN ... 54


(10)

DAFTAR GAMBAR

... Halaman

Gambar 1. Struktur dan Bentuk Molekul Heksil Asetat ... 5

Gambar 2. Struktur dan Bentuk Molekul Etanol ... 9

Gambar 3. Struktur dan Bentuk Molekul 1-heksanol ... 10

Gambar 4. Spektrum Elektromagnetik ... 12

Gambar 5. Ragam Vibrasi ... 14

Gambar 6. Skema Instrumentasi GC-MS ... 18

Gambar 7. Diagram Energi Bolzman untuk Laju Reaksi ... 20

Gambar 8. Sistem Kanal ZSM-5 ... 23

Gambar 9. Pencegahan Migrasi Kristal-kristal Cu oleh ZnO ... 26

Gambar 10. Proses Distilasi ... 27

Gambar 11. Viskometer ... 30

Gambar 12. Spektrum FTIR Heksil asetat ... 36

Gambar 13. Spektrum FTIR Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan katalis CuO/ZnO 1% ………. .. 36

Gambar 14. Spektrum Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis Ni 1% . 37 Gambar 15. Spektrum Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis ZSM-5 1% ……… 37

Gambar 16 Kromatogram Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis CuO/ZnO 1 %... 40

Gambar 17. Kromatogram Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis Nikel 1% ... 42

Gambar 18. Kromatogram Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis ZSM -5 1% ... 43


(11)

Gambar 19. Kurva Kalibrasi Viskositas dan Densitas Campuran Etanol dengan Heksanol ... 46 Gambar 20. Kurva Laju Distilasi Campuran Etanol dan Heksanol ... 48


(12)

DAFTAR TABEL

... Halaman Tabel 1. Karakteristik Beberapa Jenis Katalis ... 22 Tabel 2. Karakteristik ZSM-5 ... 23

Tabel 3. Viskositas dan Densitas Reaktan dan Produk ………. 33

Tabel 4. Interpretasi Spektrum Heksil Asetat Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis CuO/ZnO 1% dengan Katalis Nikel 1% dengan katalis ZSM-5 1% ... 38 Tabel 5.Interpretasi Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis

CuO/ZnO 1% ... 41 Tabel 6. Interpretasi Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis Nikel

1% ... 42 Tabel 7. Interpretasi Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis ZSM-5

1% ... 43


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Judul ... Halaman

Lampiran 1. Proses Produksi Etanol ... 54

Lampiran 2. Reaktor Hidrogenasi (vinci-Tecnologies-ruel92) ... 55

Lampiran 3. Katalis yang Digunakan dan Hasil Uji K2Cr2O7 ... 56

Lampiran 4. Skema Kerja Hidrogenasi Heksil Asetat ... 57

Lampiran 5. Skema Kerja Penentuan Kurva Kalibrasi Distilasi ... 58

Lampiran 6. Kondisi Operasi GC-MS ... 59

Lampiran 7. Hasil Analisa FTIR Terhadap Senyawa Heksil Asetat pada Frekuensi 4000-500 cm-1 ... 60

Lampiran 8. Hasil Analisa FTIR Terhadap Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis CuO/ZnO 1% pada Frekuensi 4000-500 cm-1 ………... 61

Lampiran 9. Hasil Analisa FTIR Terhadap Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis Nikel 1% pada Frekuensi 4000-500 cm-1 ... 62

Lampiran 10. Hasil Analisa FTIR Terhadap Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis ZSM-5 1% pada Frekuensi 4000-500 cm-1 ... 63

Lampiran 11. Hasil Analisa GC Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis CuO/ZnO 1 ……… 64

Lampiran 12. Hasil Analisa MS Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis CuO/ZnO 1% ………. 65

Lampiran 13. Hasil Analisa GC Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis Nikel 1% ... 69


(14)

Lampiran 14. Hasil Analisa MS Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis Nikel 1% ... 70 Lampiran 15. Hasil Analisa GC Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan

Katalis ZSM-5 1% ... 75 Lampiran 16. Hasil Analisa MS Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan

Katalis ZSM-5 1% ... 76 Lampiran 17. Tabel Viskositas dan Densitas Etanol, Heksanol dan

Perbandingan Keduanya dalam Pembuatan Kurva Kalibrasi …. 82

Lampiran 18. Densitas dan Viskositas Sampling Saat Pemisahan ... 83 Lampiran 19. Data dan Grafik Penentuan Laju Alir Distilasi ... 84


(15)

Mustaofidatul Jamaliah. Sintesis Etanol Melalui Reaksi Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Menggunakan Berbagai Katalis, dibawah bimbingan Dr. Achmad Hanafi Setiawan dan Isalmi Aziz, M.T.

ABSTRAK

Dilakukan penelitian terhadap sintesis etanol melalui reaksi hidrogenasi heksil asetat dan pemisahan campuran etanol-heksanol dengan distilasi. Proses hidrogenasi berlangsung pada kondisi 160 oC selama 8 jam. Pada penelitian ini, katalis yang digunakan dalam reaksi hidrogenasi adalah CuO/ZnO, nikel, dan ZSM-5 dengan konsentrasi 1%. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan alkohol (etanol dan heksanol), mengetahui katalis yang lebih baik dalam reaksi hidrogenasi heksil asetat dan mendapatkan kurva kalibrasi distilasi produk. Hasil analisa FTIR menunjukkan telah terbentuknya alkohol yang ditandai dengan adanya vibrasi gugus C-O (ν = 1238,30 -1240,23 cm-1) dan O-H (ν = 3462,22 – 3643,35 cm-1). Hasil analisa GC-MS menunjukkan terbentuknya heksanol dengan similaritas 92% pada hasil hidrogenasi dengan katalis ZSM-5 1%.


(16)

Mustaofidatul Jamaliah. Synthesis of Ethanol by Hydrogenation of Hexyl Acetate Using Various Catalysts, supervised by Dr. Achmad Hanafi Setiawan and Isalmi Aziz, M.T.

ABSTRACT

The research has conducted on the synthesis of ethanol by hydrogenation of hexyl acetate and separation mixture of ethanol-hexanol by distillation. Hydrogenation process took place in condition of 160 ° C for 8 hours. In this study, the catalysts used in the hydrogenation reaction were CuO/ZnO, nickel, and ZSM-5 with a concentration of 1%. The purpose of this research is to get alcohols (ethanol and hexanol), find a better catalyst in the hydrogenation reaction of hexyl acetate and obtain the calibration curve distillation products. FTIR analysis results showed the formation of alcohol with signed of vibration of C-O groups (ν = 1238,30 -1240,23 cm-1) and O-H groups (ν = 3462,22 – 3643,35 cm-1). Result GC-MS analysis of hydrogenation showed the formation of hexanol with similarity 92% on the result of hydrogenation with the catalyst of ZSM-5 1%.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan energi di dunia semakin meningkat, hingga saat ini sebagian besar menggunakan minyak bumi dan bahan bakar fosil lainnya yang merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Pencarian energi alternatif khususnya dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui merupakan hal yang perlu dilakukan (Fatimah, 2007). Etanol merupakan salah satu energi alternatif yang mungkin untuk dimanfaatkan.

Metode yang digunakan untuk memproduksi etanol telah banyak digunakan. Namun yang dikerjakan dalam skala besar hanya dua metode. Metode pertama adalah reaksi etilen (C2H4) dengan air pada tekanan 7 Mpa dan suhu 250 – 300˚C dengan katalis asam posfat (H3PO4). Proses ini sangat efisien dan menghasilkan etanol berkualitas tinggi. Namun etilen merupakan salah satu produk gas alam cair yang mulai langka keberadaannya (Kiff et al., 1983).

Metode lainnya adalah melalui fermentasi karbohidrat. Pada umumnya etanol diproduksi dengan cara fermentasi dengan bantuan mikroorganisme oleh karenanya sering disebut sebagai bioetanol (Samsuri, 2007). Namun pembuatan etanol melalui fermentasi ini memerlukan banyak energi dalam tahap pemisahannya (Kiff et al, 1983).

Berdasarkan jurnal United State Patent no 4,421,939 oleh Kiff et al (1983) “Production of Ethanol from Acetic acid”, etanol dapat dibuat dari asam asetat yang direaksikan dengan olefin yang memiliki minimal empat atom karbon. Asam


(18)

asetat direaksikan dengan olefin melalui proses esterifikasi kemudian dihidrogenasi, dan pada tahap akhir produk etanol dipisahkan secara distilasi dari produk samping. Adapun olefin yang digunakan dapat diperoleh kembali.

Penelitian ini dilakukan untuk menemukan katalis yang sesuai dalam pembuatan etanol dengan biaya produksi rendah dengan bahan baku yang dapat diperoleh dengan mudah, yaitu dengan melalui reaksi hidrogenasi ester (heksil asetat) yang merupakan hasil esterifikasi dari asam asetat dengan suatu olefin (Kiff, et al, 1983).

Pada penelitian ini hidrogenasi heksil asetat dilakukan dengan menggunakan katalis tembaga (CuO/ZnO), katalis nikel dan katalis ZSM-5. Penelitian ini merupakan salah satu tahap membuat etanol dengan mereduksi ester yang dibentuk dari asam asetat (heksil asetat) melalui reaksi hidrogenasi ester tersebut, yang merupakan salah satu penelitian yang sedang dilakukan oleh pusat penelitian kimia LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Serpong.

Katalis CuO/ZnO sebagai katalis logam oksida dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kiff et al (1983) bahwa ester dapat dihidrogenasi menjadi alkohol dengan menggunakan katalis tersebut. Katalis nikel digunakan sebagai salah satu katalis logam yang umum digunakan dalam proses hidrogenasi ester (Zhang, 2010), dan katalis zeolit (ZSM-5) merupakan salah satu zeolit sintesis yang pada saat ini banyak digunakan di industri. ZSM-5 memiliki aktivitas dan selektivitas yang tinggi pada beberapa reaksi hidrokarbon dan tidak mudah terdeaktivasi (Zahrina, 2008). Pemilihan katalis-katalis ini berdasarkan kereaktifan katalis serta pertimbangan ekonomis.


(19)

1.2. Perumusan Masalah

Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah heksil asetat dapat dihidrogenasi menghasilkan etanol dan 1-heksanol?

2. Katalis manakah diantara CuO/ZnO, nikel dan zeolit (ZSM-5) yang lebih baik dalam reaksi hidrogenasi heksil asetat menjadi etanol dan 1-heksanol?

3. Bagaimana standar kalibrasi yang sesuai untuk proses distilasi campuran etanol-heksanol?

1.3. Hipotesis

Yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Heksil asetat dapat dihidrogenasi menghasilkan etanol dan 1-heksanol.

2. Katalis yang lebih baik dalam reaksi hidrogenasi heksil asetat menghasilkan alkohol dalam konsentrasi adalah katalis nikel dan ZSM-5

3. Standar kalibrasi campuran etanol-heksanol menggambarkan perbandingan komposisi produk yang dihasilkan dari reaksi hidrogenasi.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tujuan, antara lain :

1. Mendapatkan alkohol (etanol dan heksanol) dari reaksi hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan berbagai katalis.

2. Mengetahui katalis yang lebih baik dalam reaksi hidrogenasi heksil asetat hingga dihasilkan etanol diantara katalis CuO/ZnO, nikel dan ZSM-5.


(20)

1.5. Manfaat Penelitian

Dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukkan mengenai proses hidrogenasi heksil asetat sebagai salah satu proses pengembangan produksi etanol melalui reaksi hidrogenasi heksil asetat serta pemisahan etanol dan 1-heksanol hasil hidrogenasi dengan metode distilasi.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Heksil Asetat

Heksil asetat merupakan suatu ester yang secara fisik tidak berwarna, berwujud cair pada suhu kamar, mendidih pada 169°C. Senyawa ini larut dalam alkohol dan eter, larut dalam air, digunakan sebagai pelarut untuk damar dan ester selulosa (Aldrich, 2011).

Heksil asetat dikenal juga dengan beberapa nama, antara lain acetoxy-hexane, 2-hexanol acetate, acetic acid n-hexyl esteracetate c-6, hexyl ethanoate, hexanyl acetate, fema 2565, caproyl acetate dan capryl acetate.

Gambar 1. Struktur dan Bentuk Molekul Heksil Asetat

Rumus molekul senyawa ini yaitu C8H16O2 memiliki berat molekul 144.21 g/mol dan densitas sebesar 0.867g/ml (Aldrich, 2011).

2.2. Hidrogenasi

Hidrogenasi merupakan reaksi antara hidrogen dengan senyawa organik. Reaksi ini terjadi dengan penambahan hidrogen secara langsung pada ikatan rangkap dari molekul tidak jenuh sehingga dihasilkan senyawa jenuh (Welasih, 2007). Hidrogenasi juga dapat diartikan sebagai reaksi adisi, yaitu hidrogen mengadisi senyawa tak jenuh (Daintith, 1994).

Persamaan reaksi hidrogenasi ester :


(22)

Hidrogenasi merupakan reaksi kimia yang dihasilkan dari penambahan hidrogen ke molekul, contohnya adalah reaksi antara hidrogen dan etilen untuk menghasilkan etana. Hidrogenasi biasanya digunakan untuk menjenuhkan atau mereduksi senyawa organik, dengan penambahan hidrogen pada ikatan rangkap dua (alkena) atau tiga (alkuna) dalam hidrokarbon (Robinson, 2010). Sebagian besar metode hidrogenasi menggunakan hidrogenasi katalitik karena hidrogenasi non katalitik berlangsung lambat (Adkins, 1931).

2.2.1. Jenis Hidrogenasi

Proses hidrogenasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu hidrogenasi non-katalitik dan hidrogenasi non-katalitik. Proses hidrogenasi yang umumnya digunakan adalah hidrogenasi katalitik. Hal ini dikarenakan hidrogenasi non-katalitik hanya dapat berlangsung dalam kondisi temperatur yang sangat tinggi dan proses berlangsung lambat, sedangkan hidrogenasi katalitik dapat berlangsung dalam kondisi temperatur yang tidak terlalu tinggi dan proses berlangsung cepat dengan adanya katalis.

Molekul hidrogen tidak bereaksi dengan baik dengan molekul organik, sehingga katalis selalu diperlukan. Katalis merupakan suatu substansi yang mengatur reaksi kimia, tetapi tidak dihasilkan sebagai bagian dari produk akhir. Katalis bekerja dengan menurunkan energi aktivasi (energi minimum yang dibutuhkan atom untuk melangsungkan reaksi) agar terjadi tumbukan antar molekul untuk mencapai keadaan transisi. Oleh karena itu, katalis dapat ikut bereaksi agar proses suatu reaksi kimia dapat berlangsung lebih cepat (Robinson, 2010).


(23)

2.2.2. Proses Hidrogenasi

Hidrogenasi dicapai pada berbagai suhu dan kondisi tekanan yang didasarkan pada sifat substrat dan katalis yang digunakan. Secara umum, reaksi hidrogenasi dalam hidrogenasi nonkatalitik dilakukan pada suhu yang sangat tinggi untuk mencapai energi aktivasi sehingga reaksi dapat berlangsung.

Metode hidrogenasi memiliki tiga bagian: 1. Substrat

Substrat yang digunakan dalam hidrogenasi meliputi aldehida dan keton, alkadiena, alkena, alkenyl benzenes, alkil azida, alkuna, benzena, karbohidrat, karbon monoksida, ester, amina, nitril, nitroarenes dan minyak sayur.

2. Katalisator

Tingkat hidrogenasi meningkat secara signifikan di hadapan katalis tertentu. Katalis menciptakan ikatan kimia antara hidrogen dan substrat dan memfasilitasi reaksinya.

3. Gas Hidrogen

Sumber hidrogen untuk proses hidrogenasi adalah gas hidrogen. Gas hidrogen secara komersial tersedia dalam tabung gas hidrogen bertekanan. Secara umum, reaksi hidrogenasi melibatkan lebih dari 1 atmosfer hidrogen (Robinson, 2010).

2.2.3. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Proses Hidrogenasi

Variabel yang mempengaruhi hasil dari proses hidrogenasi adalah temperatur, kecepatan pengadukan, tekanan hidrogen dalam reaktor, jumlah katalis, jenis katalis, kemurnian gas, sumber dan kualitas bahan baku (Dijsktra,


(24)

1997). Pengaruh dari variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2009), (Kiff et all., 1983) :

a. Temperatur hidrogenasi.

Reaksi hidrogenasi lebih cepat dengan meningkatnya temperatur. b. Tekanan.

Tekanan yang digunakan untuk menghidrogenasi heksil asetat adalah 10-15 Kg/cm2

c. Pengadukan.

Pengadukan berfungsi untuk mendukung pelarutan hidrogen dalam permukaan katalis dan digunakan untuk menghomogenkan panas atau dingin dalam reaktor. Pengadukan mempengaruhi isomerisasi dan keselektifan.

d. Jumlah katalis.

Laju hidrogenasi lebih cepat dengan meningkatnya konsentrasi katalis. Peningkatan laju reaksi hidrogenasi disebabkan oleh meningkatnya aktifitas permukaan katalis.

e. Jenis katalis.

Katalis dipilih sesuai dengan pengaruhnya pada laju reaksi, isomerisasi geometris dan keaktifannya. Aktifitas katalis bergantung pada bagian yang aktif pada proses hidrogenasi, dimana bagian yang aktif tersebut ditempatkan pada permukaan katalis.

f. Pengotor katalis.

Pengotor katalis merupakan faktor yang mempengaruhi produk yang akan dihasilkan, pengotor ini mengurangi konsentrasi katalis sehingga keefektifitasan dan laju reaksinya menurun.


(25)

2.3. Etanol

Etanol merupakan alkohol primer yang memiliki dua atom karbon. Termasuk alkohol rantai tunggal (alifatik) dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O, merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).

Gambar 2. Struktur dan Bentuk Molekul Etanol

Etanol merupakan jenis alkohol (etil alkohol) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar transportasi, terutama sebagai biofuel aditif untuk bensin. Larutan jernih dan tidak berwarna yang memiliki titik didih sekitar 78 oC dengan densitas 0,789 g/mL pada suhu 25 oC dan berat molekulnya 46,07 g/mol (Aldrich, 2011). Sifat kimia etanol yang tidak beracun, dapat digunakan sebagai pelarut dalam industri kimia dan farmasi, campuran bahan bakar bensin, kosmetik, dan obat-obatan (Rahmi, 2011).

Etanol dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode, seperti reaksi etilen dengan air ataupun fermentasi karbohidrat. Selain itu, etanol dapat juga dibuat dari asam asetat dimana ini merupakan proses hilir dari pengolahan biomasa menjadi bahan bakar alternatif.


(26)

Metode produksi etanol menurut Kiff et al. (1983) terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :

1) Reaksi antara asam asetat dengan olefin (hidrokarbon tidak jenuh) yang memiliki sekitar 4 – 10 atom karbon, dengan katalis asam sehingga dihasilkan suatu ester (esterifikasi)

2) Hidrogenasi ester dari tahap 1 untuk menghasilkan campuran etanol dan alkohol yang besar yang terdiri dari sejumlah atom karbon yang sama banyaknya dengan olefin

3) Pemisahan campuran pada tahap 2 dengan distilasi fraksional menjadi etanol dan alkohol yang besar

4) Perolehan kembali etanol

5) Dehidrasi alkohol yang besar menjadi olefin murni

6) Penggunaan kembali olefin dari tahap 5 dengan asam asetat murni dan kembali ke tahap 1 untuk proses esterifikasi.

2.4. 1-heksanol

Heksanol merupakan golongan alkohol primer yang memiliki 6 atom karbon. CH3(CH2)5OH

HO

1-hexanol

Gambar 3. Struktur dan Bentuk Molekul 1-heksanol

Larutan jernih dan tidak berwarna yang memiliki titik didih sekitar 156-157oC dengan densitas 0,814 g/mL pada suhu 25 oC. Nama lain senyawa ini adalah hexyl alcohol, capryl alcohol, dan hydroxyhexane dan berat molekulnya 102,67 g/mol (Aldrich, 2011).


(27)

2.5. Identifikasi Alkohol

Gugus atom tertentu dalam molekul senyawa organik dapat ditentukan dari sifat fisika dan kimianya. Gugus tersebut dinyatakan sebagai gugus fungsi (Nurbayti, 2007). Adanya gugus –OH atau hidroksil adalah ciri khas alkohol dan fenol. Tergantung pada sifat atom karbon tempat gugus –OH melekat. Alkohol digolongkan menjadi 3 kelas, yaitu alkohol primer, alkohol sekunder, dan alkohol tersier. Adapun cara untuk mengidentifikasi senyawa yang mengandung alkohol dapat dilakukan dengan uji Lucas, reaksi esterifikasi, reaksi iodoform, reaksi oksidasi kalium dikromat (K2Cr2O7), dan dengan tes ferri klorida (Nurbayti, 2007). Adapun identifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji sifat fisik (viskositas dan densitas) dan oksidasi dengan kalium dikromat.

2.5.1. Oksidasi dengan Kalium Dikromat (K2Cr2O7)

Tes ini dapat digunakan untuk mengetahui adanya alkohol primer dan sekunder pada suatu senyawa dan membedakan alkohol primer dan alkohol sekunder dari alkohol tersier. Dengan menggunakan dikromat yang diasamkan, alkohol primer dioksidasi menjadi aldehida (dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi asam karboksilat), alkohol sekunder dioksidasi menjadi keton, sedangkan alkohol tersier tidak dioksidasi. Jika terjadi oksidasi, warna jingga dari kalium dikromat berubah menjadi hijau (ion Cr3+).

R CH2OH H2SO4 R C

O

H H2O

3 + K2Cr2O7 + 4 3 + Cr2(SO4)3+ K2SO4+ 7

2.5.2. FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen, baik senyawa organik maupun senyawa anorganik, akan menyerap berbagai frekuensi radiasi


(28)

elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah. Daerah spektrum elektromagnetik inframerah terletak pada panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan daerah sinar tampak (400 nm hingga 800 nm), tetapi terletak pada panjang gelombang yang lebih pendek daripada gelombang mikro, yang memiliki panjang gelombang diatas 1 nm (Sastrohamidjojo, 1990).

a. Prinsip Dasar FTIR

Setiap molekul memiliki spektrum inframerah tertentu yang dapat dibedakan dari spektrum molekul lain. Molekul senyawa tersebut menyerap radiasi elektromagnetik yang khusus (spesifik untuk molekul itu), sehingga memiliki spektrum inframerah tertentu yang dapat dibedakan dari spectrum molekul lain. Absorpsi radiasi inframerah mengakibatkan kenaikan amplitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain. Molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi. Energi yang diserap akan dilepaskan kembali dalam bentuk panas apabila molekul tersebut kembali pada keadaan dasar (Fessenden, 2006).

Gambar 4. Spektrum Elektromagnetik (Sumber : McGarvey, 2005)


(29)

b. Proses Serapan Inframerah

Molekul akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi setelah menyerap radiasi inframerah. Penyerapan ini merupakan proses yang kuantitatif. Hanya frekuensi energi tertentu dari radiasi inframerah yang diserap oleh molekul (Sastrohamidjojo, 1990).

Panjang gelombang dari absorpsi suatu ikatan tertentu bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-C, O-H dan sebagainya) akan menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang karakteristik yang berlainan. Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai macam osilasi, sehingga suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi pada lebih dari satu panjang gelombang (Fessenden, 2006).

Banyaknya energi yang diabsorpsi oleh suatu ikatan bergantung pada perubahan dalam momen ikatan seperti vibrasi atom-atom yang saling berikatan dimana perubahan momen ikatan yang lebih besar mengakibatkan jumlah absorpsi energi juga menjadi lebih besar (Fessenden, 2006).

Tidak semua ikatan dalam molekul dapat menyerap energi inframerah meskipun frekuensi radiasi tetap sesuai dengan gerakan ikatan. Hal ini disebabkan karena hanya ikatan yang mempunyai momen dipol yang dapat menyerap radiasi inframerah. Ikatan nonpolar tidak mengadsorpsi radiasi inframerah karena tidak ada perubahan momen ikatan apabila atom-atom saling berosilasi. Ikatan nonpolar relatif (ikatan C-C dan C-H dalam molekul organik) menyebabkan absorpsi yang lemah. Pada ikatan polar (seperti C=O) menunjukkan absorpsi yang kuat (Fessenden, 2006).


(30)

c. Ragam Vibrasi Rentangan dan Bengkokan

Penyerapan radiasi inframerah sesuai dengan kisaran frekuensi vibrasi rentangan (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending) dari ikatan kovalen molekul. Contoh ragam vibrasi untuk gugus metilen ditunjukkan oleh Gambar 5.

Rentangan simetri (~2853 cm-1) Rentangan asimetri (~1926 cm-1)

Vibrasi goyangan (~720 cm-1) Vibrasi guntingan (~1450 cm-1)

Vibrasi kibasan (~1250 cm-1) Vibrasi pelintiran (~1250 cm-1)

Gambar 5. Ragam Vibrasi (Sumber : Sastrohamidjojo, 1990).

Pada umumnya, vibrasi rentangan asimetri terjadi pada frekuensi yang lebih tinggi (panjang gelombang yang lebih rendah) bila dibandingkan dengan vibrasi bengkokan.

2.5.3. GC-MS (Gas Chromatography – Mass Spestrofotometri)

GC-MS (Gas Chromatography – Mass Spestrofotometri) atau Kromatografi gas - spektroskopi massa adalah teknik analisis yang menggabungkan dua metode analisis, yaitu kromatografi gas dan spektroskopi massa (Munifah, 2005).


(31)

a. Prinsip Dasar GC-MS

Kromatografi gas adalah metode analisis dimana sampel terpisahkan secara fisik menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Hasil pemisahannya berupa kromatogram. Prinsip utama pemisahan dalam kromatografi gas adalah berdasarkan perbedaan laju migrasi masing-masing komponen dalam melalui kolom. Komponen-komponen yang terelusi dikenali (analisa kualitatif) dari nilai waktu retensinya. Spektroskopi massa adalah metode analisis sampel yang mengubah sampel menjadi ion-ion gas-nya dan massa dari ion-ion tersebut diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa (Fessenden, 2006).

Perkembangan teknologi instrumentasi yang pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu alat yang merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometer massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai campuran komponen dalam sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi gas (Silverstein, 2005).

Sampel yang dapat dianalisa dengan GC-MS harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya :

1. dapat diuapkan sampai suhu ~400oC

2. secara termal stabil (tidak terdekomposisi pada suhu ~400oC)

3. sampel lainnya dapat dianalisis setelah melalui tahap preparasi khusus.

Proses pemisahan komponen-komponen senyawa pada GC terjadi pada kolom tertentu dan melibatkan dua fase, yaitu fase diam (adsorben polar/nonpolar) dan fase gerak (gas pembawa seperti He atau H2 dengan tingkat kemurnian


(32)

99,99%). Pemisahan terjadi karena adanya perbedaan kecepatan alir akibat afinitas yang spesifik pada masing-masing adsorben kolom (Hermanto, 2005).

b. Instrumentasi GC-MS

Menurut Hermanto (2008), ada 9 (sembilan) bagian yang terpenting dari GC-MS, antara lain :

1. Pengaturan aliran gas (gas flow controller) 2. Tempat injeksi sampel (injector)

Berfungsi untuk mencampurkan sampel dengan gas pembawa sebelum bisa disalurkan ke dalam kolom.

3. Kolom (capillary column)

Berfungsi untuk memisahkan komponen molekul-molekul sampel. Panjang kolom berkisar antara 30-60 meter dengan ketebalan 0,1-3 mikron. 4. Interface (penghubung antara GC dengan MS)

5. Sumber ionisasi (ion source)

Berfungsi untuk mengionkan sampel ke bentuk gas sebelum masuk ke dalam mass analyzer. Ada 3 macam ionisasi yang dapat dilakukan, yaitu :

a) EI (Electron Impact)

Merupakan teknik ionisasi dengan menggunakan electron energi tinggi (70 eV) sehingga elektron dari molekul akan terlempar keluar menghasilkan ion radikal.

b) PCI (Positif Chemical Ionization)

PCI adalah teknik ionisasi dengan menggunakan gas pembantu (reagent gas). Gas yang dapat digunakan antara lain gas metana, isobutana dan amoniak.


(33)

c) NCI ( Negative Chemical Ionization)

Sama dengan PCI. Namun terdapat perbedaan pada ion gas yang dihasilkan, yaitu menghasilkan ion gas negatif. Biasanya digunakan untuk menganalisis senyawa yang mengandung unsur halogen.

6. Pompa Vakum (vacuum pump)

Terdapat dua jenis vakum, yaitu :

a. Pompa vakum tinggi, yang berfungsi untuk mengurangi dan

mempertahankan tekanan MS pada saat di analisis.tekanan tinggi juga menambah sensivitas pada proses analisis spektrum massa

b. Pompa vakum rendah, yang berfungsi untuk mengurangi tekanan udara luar. Sistem ini diperlukan agar ion-ion tidak mengalami reaksi dengan partikel lain dan mengurangi reaksi ion molekuler.

7. Penganalisis Massa (Mass Analyzer).

Terdiri dari empat batang logam yang bermuatan baik positif (+) maupun negatif (-) yang memiliki dungsi selektivitas untuk molekul nerion pada voltase yang diinginkan.


(34)

9. Sistem pengolah data

Gambar 6. Skema Instrumentasi GC-MS (Sumber : Hermanto, 2008)

2.6. Katalis

Katalis ditemukan oleh J.J. Berzelius pada tahun 1836 sebagai komponen yang dapat meningkatkan laju reaksi kimia, namun tidak ikut bereaksi. Katalisator adalah suatu substansi yang dapat meningkatkan kecepatan, sehingga reaksi kimia dapat mencapai kesetimbangan, tanpa terlibat di dalam reaksi secara permanen (Satterfield, 1991). Dengan demikian pada akhir reaksi katalis tidak tergabung dengan senyawa produk reaksi. Katalis adalah zat yang meningkatkan kecepatan reaksi untuk mencapai kesetimbangan pada reaksi kimia tetapi tidak habis bereaksi. Katalis membentuk interaksi dengan pereaksi untuk mencapai suatu kompleks teraktifkan. Berbagai katalis dapat digunakan dalam reaksi, namun tidak semua memberikan mekanisme yang sama (Cotton dan Wilkinson, 1989).


(35)

Reaksi hidrogenasi bersifat eksoterm, tetapi reaksi ini tidak berlangsung spontan karena energi aktivasi yang sangat tinggi. Pemanasan tidak dapat mensuplai energi yang cukup untuk membawa molekul pada keadaan transisi, namun reaksi akan berjalan secara efisien bila ditambahkan suatu katalis. Logam yang dipilih sebagai katalis sangat bergantung pada senyawa yang akan direduksi dan kondisi hidrogenasi.

Platina, paladium, nikel, dan tembaga merupakan jenis katalis yang sesuai untuk mereduksi alkena. Reaksi hidrogenasi alkena adalah sebagai berikut:

R – CH = CH2 + H2 R – CH2 – CH3

Sedangkan untuk ester, yang lebih sulit untuk direduksi, biasanya digunakan katalis tembaga-kromium. Reaksi hidrogenasi ester adalah sebagai berikut:

RCOOR + H2 RCH2OH + ROH

Katalis-katalis tersebut tidak mengubah energi pereaksi maupun produk. Perubahan energi reaksi ( H) tidak diubah oleh kerja katalitik, hanya energi aktivasi yang berubah (Fessenden, 2006).

Katalis tidak mempengaruhi kesetimbangan kimia atau perubahan energi secara keseluruhan. Suatu katalis hanya ikut meningkatkan efisiensi, selektivitas, dan ikut bereaksi tanpa mempengaruhi produk akhir.


(36)

Adapun perbandingan dari pengaruh penggunaan katalis terhadap energi aktivasi yang mempengaruhi waktu reaksi dapat dilihat pada Gambar 7:

Gambar 7. Diagram Energi Boltzman untuk Laju Reaksi (Sumber :Teledyne Isco, 2008)

2.6.1. Klasifikasi Katalis

Katalis dibedakan menjadi tiga, yaitu katalis enzim, homogen dan heterogen.

a. Katalis Enzim

Enzim adalah molekul protein ukuran koloidal, merupakan katalis diantara homogen dan heterogen. Enzim merupakan driving force untuk reaksi biokimia, karakterisasinya adalah efisiensi dan selektivitas.

b. Katalis Homogen

Katalis homogen berada pada fasa yang sama seperti reaktan dan produk. Reaksi sangat spesifik dengan yield produk yang diinginkan yang tinggi. Kelemahannya adalah hanya dapat digunakan pada skala laboratorium, sulit dilakukan secara komersial, operasi pada fase cair dibatasi kondisi suhu dan tekanan, sehingga peralatan menjadi lebih kompleks dan perlu pemisahan antara


(37)

produk dengan katalis. Oleh karena itu, katalis homogen dibatasi pada industri bahan-bahan kimia tertentu, obat-obatan dan makanan (Widyawati, 2007).

c. Katalis Heterogen

Katalis heterogen secara umum berbentuk padat dan banyak digunakan pada reaktan berwujud cair atau gas. Katalis heterogen paling luas digunakan dalam bidang industri, dikarenakan sistem katalis heterogen memiliki beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan sistem katalis homogen. Keuntungan katalis heterogen antara lain : selektivitas produk yang diinginkan dapat ditingkatkan dengan adanya pori yang terdapat pada katalis heterogen, dapat digunakan pada suhu tinggi sehingga dapat dioperasikan pada berbagai kondisi, aktivitas intrinsik dari active site dapat dimodifikasi oleh struktur padat, komposisi kimia pada permukaan dapat digunakan intuk meminimalisasi atau meningkatkan adsorpsi komponen tertentu, katalis heterogen dapat dipisahkan dari produk dengan penyaringan dan dapat digunakan kembali, mudah digunakan karena tidak memerlukan tahap yang panjang untuk memisahkan dari sistem yang dikatalisisnya (Widyawati, 2007).

Pemilihan katalis memerlukan pertimbangan untuk mendapatkan efektivitas dalam pemakaian. Contoh katalis heterogen adalah logam, oksida logam dan asam.


(38)

Tabel 1. Karakteristik Beberapa Jenis Katalis

Jenis Kondisi Contoh

Logam Terdispersi Pt/Al2O3, Ru/SiO2 Ni/Al2O3

Berpori Raney : Ni, Co, Fe-Al2O3-K2O

Bulk Pt, Ag

Multi Metalic Cluster, Campuran

Terdispersi (Pt-Re, Ni-Cu, Pt-Au)/Al2O3

Oksida Single Al2O3, Cr2O3, V2O5

Dual SiO2-Al2O3, TiO2-Al2O3

Komplek CuCr2O4, Bi2MoO6

Sulfida Terdispersi MoS2/Al2O3,WS2/Al2O3

Asam Dual SiO2-Al2O3

Kristal Zeolit

Natural clay Montmorillonite

Promoted acid Super Acid SbF5, HF

Basa Terdispersi CaO, MgO, K2O, Na2O

(Sumber : Widyawati, 2007) 2.6.2. Katalis ZSM-5

ZSM-5 (Zeolyt Sieve Molecular-5) adalah katalis kristal berpori. Pada umumnya zeolit mengandung silikon, aluminium, oksigen pada rangkanya, kation, air, serta molekul lain pada porinya. Banyak terdapat di alam dan tambang. ZSM-5 merupakan kristalin aluminosilikat terhidrat yang mempunyai diameter minimum dari 0,3 sampai 1 nm. Ukuran ini tergantung tipe zeolit dan kation yang terdapat serta perlakuan seperti kalsinasi, leaching dan perlakuan kimia tertentu (Widyawati, 2007).

ZSM-5 adalah jenis zeolit sintetis bersilika tinggi. Zeolit ini pertama kali ditemukan tahun 1973 oleh Argauer dan Landolt (Shirazy, 2008). ZSM-5 adalah material berkadar silika tinggi yang terdiri dari 96 tetrahedral dalam satu unit selnya. Delapan tetrahedral diantaranya disusun oleh atom aluminium. Rasio


(39)

Si/Al digunakan untuk menyatakan jumlah kadar Al dalam zeolit, jika kadar aluminiumnya nol maka zeolit ini disebut silikalit (Al-Anshori, 2009).

ZSM-5 dikenal sebagai jenis zeolit sintetik yang mempunyai permukaan inti asam dan struktur jaringan pori yang luas serta homogen. Struktur kerangka jenis bahan aluminosilikat tersebut terbentuk dari bahan dasar pembangun berupa tetrahedral atom silikon atau aluminium. Kemampuan ZSM-5 untuk mengakselerasi berbagai jenis reaksi sangat berkait dengan sifat keasamannya yang dapat dikontrol dengan rasio Si/Al. Namun beragamnya variasi Si/Al ini sama sekali tidak akan mempengaruhi struktur kerangka ZSM-5 (Al-Anshori, 2009).

Gambar 8. Sistem Kanal ZSM-5 (Sumber : Ruby.chemie.uni)

ZSM-5 yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut :

Tabel 2. Karakteristik ZSM-5

Perbandingan mol SiO2/Al2O3 30

Berat Na2O 0,1%

Surface area 400 m2/g

Komposisi 0,24% ZnO; 0,22% TiO2; MgO

<0,001%; 0,23% BaO; Na2O < 0,001%; 0,49 Fe2O3; 0,005 CaO; 0,073% K2O; 89,651% SiO2; 4,66% Al2O3


(40)

Zeolit memiliki kedua asam lewis dan bronsted yang dapat mempromosikan terbentuknya ion karbonium. Struktur penting dari zeolit adalah memiliki lubang dalam setiap susunan kristalnya, yang dibentuk oleh silikaalumina tetrahedron. Tiap tetrahedron terdiri dari empat anion oksigen dan kation alumina atau silika ditengahnya. Zeolit memiliki selektivitas yang lebih tinggi dibanding dengan silika alumina, karena zeolit memilliki sisi asam yang lebih besar dan kemampuan mengadsorpsi reaktan pada permukaan katalis yang lebih kuat. karenanya zeolit memberikan yield produk yang lebih baik (Widyawati, 2007)

2.6.3. Nikel

Nikel terdapat dalam kombinasi dengan arsen, antimony dan sulfur seperti dalam millerite, NiS, dan garnierite (suatu silikat magnesium nikel dalam berbagai komposisi). Nikel juga banyak ditemukan beraliasi dengan besi dalam meteor. Secara umum, bijih nikel dibakar menghasilkan nikel oksida (NiO) yang tereduksi oleh karbon membentuk Ni. Nikel biasanya dimurnikan dengan proses karbonil.

Pada umumnya hampir semua logam transisi dapat digunakan untuk katalis, karena logam transisi kaya akan elektron, telah mengisi orbital 3d dan memiliki elektron tidak berpasangan sehingga mudah berikatan dengan atom lain. Salah satunya adalah logam Ni yang mempunyai konfigurasi elektron [Ar] 3d84s2 yang banyak digunakan sebagai katalis hidrogenasi alkena (Bakri, et al., 2008). Nikel mudah larut dalam mineral encer. Dapat menyerap hidrogen dalam bentuk khusus Ni sehingga dapat digunakan dalam reaksi reduksi katalitik (Cotton dan Wilkinson, 1989).


(41)

a. Nikel Sebagai Katalis

Katalis nikel sangat dikenal dalam proses produksi. Nikel banyak digunakan dalam reaksi hidrogenasi, hidroalkilasi dan pemecahan (cracking). Komposisi katalis nikel tergantung pada reaksi yang terjadi. Katalis nikel umumnya memiliki aktivitas yang tinggi. Nikel digunakan dalam industri sebagai katalis untuk reaksi hidrogenasi (Hasibuan, 2009). Campuran katalis nikel juga digunakan dalam reaksi hidrogenasi ester (etil asetat) menjadi etanol (Zhang, 2010).

2.6.4. Katalis CuO/ZnO

Kristal CuO yang berbentuk tetragonal kelarutannya hanya dibatasi oleh kristal ZnO yang kristalnya berbentuk heksagonal. Cu berperan sebagai inti aktif katalis reaksi hidrogenasi. Sedangkan Zn berfungsi untuk mendispersikan serta menstabilkan partikel kristal Cu yang terdispersi/tersebar pada permukaan penyangga (Setiadi, et al., 2008).

a. Penggunaan Katalis CuO/ZnO dalam Reaksi Hidrogenasi

Kristal katalis Cu yang terdispersi pada permukaan penyangga mudah kehilangan permukaan aktif katalis atau sintering (Lassi, 2003) sehingga akan mempengaruhi stabiltas katalis selama digunakan dalam reaksi. Mobilitas kristal Cu akan semakin besar dan saling bertumbukan akibat pergerakannya. Karena logam Cu yang berperan sebagai inti aktif katalis memiliki titik didih sebesar 1083 oC, maka akan bersifat mobile pada suhu 325 oC. Oleh karena itu dalam katalis ini, Zn oksida (ZnO) yang mempunyai titik leleh > 1800oC berperan sebagi penstabil yakni dapat menstabilkan kristal-kristal katalis Cu, dan sebagai pendispersi, sehingga mencegah terjadinya sintering kristal-kristal mikro logam


(42)

Cu yang terdispersi di permukaan penyangga. Oksida Zn akan mencegah terjadinya pergerakan dan tumbukan antar partikel Cu (Setiadi, et al., 2008).

Sebagai ilustrasi pencegahan terjadinya surface migration kristal-kristal Cu oleh ZnO dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pencegahan Migrasi Kristal-kristal Cu oleh ZnO (Sumber : Setiadi, et al., 2008)

2.7. Distilasi (penyulingan)

Distilasi (penyulingan) adalah proses pemisahan komponen dari suatu campuran yang berupa larutan cair-cair dimana karakteristik dari campuran tersebut adalah membentuk larutan homogen dan mudah menguap, selain itu komponen-komponen tersebut mempunyai perbedaan tekanan uap dan hasil dari pemisahannya menjadi komponen-komponennya atau kelompok-kelompok komponen. Karena adanya perbedaan tekanan uap, maka dapat dikatakan pula proses penyulingan merupakan proses pemisahan komponen-komponennya berdasarkan perbedaan titik didihnya.

Dalam penelitian ini, metode distilasi yang digunakan adalah metode distilasi biasa. Distilasi biasa adalah metode pemisahan cair ke fase gas untuk dua atau lebih senyawa berdasarkan beda titik didih dan tekanan uapnya. Proses distilasi meliputi pendidihan senyawa dan pengembunan uapnya (Arsyad, 2001).


(43)

Gambar 10. Proses Distilasi (Sumber : wikipedia.com)

Pada proses distilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila campuran cair berada dalam keadaan setimbang dengan uapnya, komposisi uap dan cairan berbeda. Uap akan mengandung lebih banyak komponen yang lebih mudah menguap, sedangkan cairan akan mengandung lebih sedikit komponen yang mudah menguap. Uap tersebut dipisahkan dari cairan, kemudian dikondensasikan, maka akan didapatkan cairan yang berbeda dari cairan yang pertama, dengan lebih banyak komponen yang mudah menguap dibandingkan dengan cairan yang tidak teruapkan. Apabila kemudian cairan dari kondensasi uap tersebut diuapkan lagi sebagian, maka akan didapatkan uap dengan kadar komponen yang lebih mudah menguap lebih tinggi (Arsyad, 2001).


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, dari bulan Mei - Oktober 2010 di pusat penelitian kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kawasan Puspitek Serpong – Tangerang.

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan untuk reaksi hidrogenasi dan proses distilasi adalah seperangkat alat distilasi (labu leher 2, kondensor, hotplate), reaktor hidrogenasi (vinci - Technologies – ruel 92), heater, stirrer, termometer, viscometer, peralatan gelas pirex lainnya. Peralatan yang diperlukan dalan identifikasi alkohol adalah peralatan gelas untuk pengujian skala laboratorium, FTIR Shimadzu IR Prestige 21 dan GC-MS Shimadzu QP-5050.

Bahan-bahan yang digunakan untuk reaksi hidrogenasi antara lain gas hidrogen, heksil asetat (Sigma-Aldrich), katalis ZSM-5 (Zeolyst), nikel, dan CuO/ZnO masing-masing 1% b/b. Bahan yang digunakan untuk kalibrasi proses distilasi yaitu heksanol dan etanol (Sigma-Aldrich). Bahan-bahan yang digunakan dalam mengidentifikasi alkohol antara lain aquadest, NaOH 5%, HCl 5%, dan H2SO4 (Merck).


(45)

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Proses Hidrogenasi Heksil Asetat

Sebanyak 100 ml heksil asetat dimasukkan ke dalam reaktor hidrogenasi, kemudian ditambahkan katalis nikel sebanyak 1%, dilakukan proses hidrogenasi dengan suhu 160 oC disertai pengadukan, selama 8 jam. Hasil hidrogenasi di saring, kemudian ditentukan densitas dan viskositasnya, dilakukan identifikasi adanya alkohol dengan uji oksidasi dengan kalium dikromat (K2Cr2O7). Hal yang sama dilakukan dengan menggunakan katalis CuO/ZnO, kemudian dengan katalis ZSM-5 (Kiff, et al., 1983) .

3.3.2. Proses Pemisahan Campuran dengan Metode Distilasi

Sebanyak 100 ml campuran dimasukkan ke dalam labu leher 2 dan dipanaskan di atas penangas listrik hingga suhu 100 oC dan dibiarkan mendidih sampai dihasilkan uap yang terkondensasi ke dalam penampung. Uap yang terkondensasi ini disebut distilat.

a. Penentuan Laju Alir Distilasi

Dihitung volume distilat yang dihasilkan proses distilasi setiap 10 menit, dari proses distilasi yang dilakukan selama 2 jam.

b. Penentuan Densitas

Piknometer dicuci dengan aquades, dibilas dengan etanol, dan dipanaskan dengan menggunakan oven pada suhu 55˚C. Setelah kering, piknometer ditimbang dan dicatat nilainya sebagai W1. Selanjutnya piknometer diisi dengan aquades hingga penuh dan ditimbang sebagai W2. Piknometer yang sudah berisi aquades dibilas kembali dengan etanol dan dikeringkan pada suhu 55˚C.


(46)

Piknometer yang sudah kering diletakkan ke dalam neraca analitik, kemudian diisi dengan sampel produk hingga terisi penuh dan dicatat sebagai W3.

Densitas (

ρ

)dihitung dengan menggunakan persamaan :

c. Penentuan Viskositas

Gambar 11. Viskometer (Sumber : Fan, 2001)

Viskometer dicuci dengan aquades, kemudian dengan etanol. Setelah kering, dimasukkan sampel yang akan di uji ke dalam viskometer. Sampel yang dimasukkan tidak melebihi batas “I”. Rubber bulb dimasukkan ke dalam viskometer, dekat “A”. Sampel dipompa hingga larutan berada di posisi melewati “C”. Rubber bulb dilepaskan, dihitung waktu yang dibutuhkan larutan dalam menempuh jarak dari tanda “C” hingga tanda “E” (tx).

Viskositas ditentukan dengan menggunakan rumus : Dimana : tx = waktu yang ditempuh zat

ρ

x = massa jenis zat

tair = waktu yang ditempuh air

ρ

air = massa jenis air (Badan Standar Nasional, 2008)


(47)

3.3.3. Analisa Kualitatif a) Uji Fisik

Diamati bentuk, bau, warna, viskositas, dan densitas heksil asetat, etanol, heksanol, hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuO/ZnO, nikel dan ZSM-5 1% katalis.

b) Oksidasi dengan Kalium dikromat (K2Cr2O7)

Dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi berbeda, masing-masing 2 mL K2Cr2O7 2% dan ditambahkan 5 tetes H2SO4 pekat. Tabung reaksi tersebut digoyangkan. Kemudian pada tabung reaksi pertama ditambahkan 1 mL etanol, dan ke dalam tabung reaksi kedua ditambahkan 1 mL larutan hasil hidrogenasi dengan katalis CuO/ZnO. Reaksi positif ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari jingga ke hijau. Dilakukan pula analisa untuk hasil hidrogenasi dengan menggunakan katalis nikel dan ZSM-5.

c) Analisa Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Menggunakan FTIR

Hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuO/ZnO, nikel dan ZSM-5 masing-masing 1% katalis dianalisis dengan menggunakan FTIR pada bilangan gelombang 4000-500 cm-1.

d) Analisa Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Menggunakan GC-MS

Hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuO/ZnO, nikel dan ZSM-5 masing-masing 1% katalis dimasukkan ke dalam vial, kemudian dianalisis dengan menggunakan GC-MS.


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hidrogenasi Heksil Asetat

Proses hidrogenasi asam asetat dilakukan pada suhu 160oC dan tekanan 10-15 Kgcm-2. Heksil asetat bereaksi dengan gas hidrogen membentuk etanol (C2H5OH) dan 1-heksanol (C6H12O), dengan perbandingan koefisien produk 1:1.

CH3 (CH2)5 O C

OH H CH3 H H C H OH

H CH3

H H

CH3 (CH2)5 OH

CH3 (CH2)5 O C

O

CH3 +

+

Reaksi hidrogenasi ini terjadi pada dua tahapan adisi hidrogen pada molekul heksil asetat. Mula-mula molekul hidrogen diadsorpsi pada permukaan katalis, kemudian ikatan sigma H2 terputus dan membentuk ikatan logam-H, heksil asetat juga teradsorpsi pada permukaan katalis, molekul hidrogen mengadisi gugus C=O karbonil, dimana ikatan pi (π) pada gugus C=O terputus dan pasangan elektronnya digunakan untuk membentuk dua ikatan sigma (σ) baru dengan orbital kosong dari ikatan logam-H tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan adisi hidrogen terhadap ikatan C-O sehingga menghasilkan etanol dan 1-heksanol. Senyawa yang memiliki ikatan pi biasanya berenergi lebih tinggi daripada senyawa yang sepadan yang mengandung hanya ikatan sigma sehingga suatu reaksi adisi biasanya bersifat eksoterm (Fessenden, 2006).


(49)

4.2. Analisa Kualitatif

Analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji fisik, antara lain diamati warna, ditentukan viskositas dan densitas dari heksil asetat, 1-heksanol, etanol dan hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuO/ZnO, nikel dan ZSM-5 dengan konsentrasi masing-masing 1% seperti yang terlihat pada tabel 3. Kemudian dilakukan identifikasi alkohol dengan oksidasi K2Cr2O7, analisa dengan menggunakan FTIR dan GC-MS. Adapun heksil asetat, etanol, 1-heksanol dan hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuO/ZnO, nikel dan ZSM-5 1% adalah larutan jernih tak berwarna.

Tabel 3. Viskositas dan Densitas Reaktan dan Produk

Zat Viskositas Densitas(g/cm3)

Heksil Asetat 1,0807 0,8670

Hasil Hidrogenasi dengan Katalis CuO/ZnO 1% 1,0449 0,8699

Hasil Hidrogenasi dengan Katalis Nikel 1% 1,0692 0,8704

Hasil Hidrogenasi dengan Katalis ZSM-5 1% 1,0791 0,8729

Etanol 1,0513 0,7890

1-heksanol 3,9082 0,8140

4.2.1. Identifikasi Alkohol dengan Oksidasi Kalium dikromat (K2Cr2O7)

Analisa ini dilakukan untuk menentukan adanya etanol dan 1-heksanol yang merupakan alkohol primer pada hasil hidrogenasi heksil asetat. Hasil positif dengan uji oksidasi K2Cr2O7 ditunjukkan oleh hasil hidrogenasi dengan katalis ZSM-5 1% dan hasil hidrogenasi dengan katalis nikel 1%. Larutan berubah warna dari jingga menjadi hijau kebiruan. Sedangkan hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuO/ZnO menunjukkan tidak terjadi perubahan warna pada hasil pengujian. Dengan demikian, larutan hasil hidrogenasi heksil asetat dengan katalis ZSM-5 1% dan katalis nikel 1% mengandung alkohol (primer atau sekunder).


(50)

Reaksi oksidasi pada etanol adalah :

CH3 CH2OH H2SO4 CH3 C

O

H H2O

3 + K2Cr2O7 + 4 3 + Cr2(SO4)3+ K2SO4+ 7

Reaksi oksidasi pada 1-heksanol adalah sebagai berikut :

C5H11 CH2OH H2SO4 C5H11 C

O

H H2O

3 + K2Cr2O7 + 4 3 + Cr2(SO4)3+ K2SO4+ 7

Hasil hidrogenasi dengan katalis ZSM-5 dan katalis nikel mengandung etanol dan 1-heksanol yang merupakan alkohol primer, atom O dari K2Cr2O7 akan menyerang atom H yang terikat pada atom C yang memiliki gugus –OH sehingga teroksidasi membentuk aldehid yang kemudian teroksidasi lebih lanjut membentuk asam karboksilat. Hal ini terjadi karena setelah dipanaskan dalam kondisi asam dengan larutan K2Cr2O7 awalnya berwarna jingga, kemudian setelah bereaksi, larutan yang mengandung alkohol primer dan sekunder berubah menjadi hijau kebiruan karena ion Cr2O72-yang berwarna jingga telah tereduksi menjadi ion Cr3+ yang berwarna hijau.

Hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuO/ZnO tidak menunjukkan adanya alkohol pada uji oksidasi K2Cr2O7. Hal ini terlihat dari tidak terjadinya perubahan warna, Dengan demikian, dilakukan analisa lebih lanjut terhadap hasil hidrogenasi heksil asetat dengan berbagai katalis ini.

Untuk mengetahui adanya alkohol sebagai produk reaksi hidrogenasi heksil asetat diperlukan analisa lebih lanjut, dalam penelitian ini analisa yang dilakukan pada hasil hidrogenasi dengan katalis CuO/ZnO, katalis nikel maupun dengan katalis ZSM-5 masing-masing dengan konsentrasi 1% adalah dengan menggunakan instrumen FTIR dan GC-MS.


(51)

4.2.2. Analisa Kualitatif dengan FTIR

Analisa kualitatif dengan spektroskopi inframerah (FTIR) dilakukan pada bilangan gelombang 4000 hingga 500 cm-1. Analisa ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya gugus karbonil ester. Adanya alkohol pada suatu senyawa ditandai dengan adanya gugus hidroksil (-OH) dan gugus C-O dalam spektrum IR-nya. Gugus hidroksil tersebut bisa dalam keadaan dipengaruhi adanya ikatan hidrogen ataupun tidak (bebas) (Silverstein, 2005). Pada fenol ataupun alkohol bebas yang tidak dipengaruhi oleh ikatan hidrogen ditandai dengan absorpsi yang kuat di daerah 3700-3584 cm-1 yang menunjukkan karakteristik dari adanya –OH stretching.

Hasil uji FTIR menunjukkan bahwa heksil asetat dan hasil hidrogenasinya memiliki puncak 1741,72 cm-1 (gambar 12-15) merupakan bilangan gelombang yang khas bagi senyawa ester (1750-1735 cm-1). Juga disertai kemunculan puncak 1238,30 cm-1 (Gambar 12) dan 1240,23 cm-1 (Gambar 13-15) yang merupakan khas suatu pita C-O dan dapat digunakan untuk membedakan antara ester dengan keton (Fessenden, 2006). Pita serapan pada bilangan gelombang 3184,48 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ikatan C-H stretching (Sastrohamidjojo, 1990).


(52)

Gambar 12. Spektrum FTIR Heksil Asetat


(53)

Gambar 14. Spektrum FTIR Heksil Asetat dengan Menggunakan Katalis Nikel 1%


(54)

Interpretasi spektrum-spektrum FTIR di atas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Interpretasi Spektrum Heksil Asetat, Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis CuO/ZnO 1% dengan Katalis Nikel 1% dan dengan Katalis ZSM-5 1%.

No.

Bilangan Gelombang Daerah

Serapan (cm-1)

Gugus Fungsional (Tipe Vibrasi)

Ket

1 3641,60

Vibrasi O-H stretching free hydrogen bond

Gambar 13

2 3635,82 Gambar 12

3 3643,35 Gambar 14

4 3462,22

Vibrasi O-H stretching Gambar 12

5 3464,15 Gambar 13-15

6 1741,72 Vibrasi ikatan C=O

stretching (ester) Gambar 12-15

7 1240,23

Vibrasi C-O stretching Gambar 12

8 1238,30 Gambar 13-15

9 1039,63 Vibrasi C-O stretching

asimetris

Gambar 12 dan 15

10 1033,85 Gambar 13-14

(Sumber: Silverstein, 2005)

Adanya puncak pada bilangan gelombang 3641,6 cm-1 pada Gambar 13 dan 3643,35 cm-1 pada Gambar 14 mengidentifikasikan bahwa kedua sampel mengandung gugus O-H bebas (3700-3584 cm-1). Alkohol primer, sekunder dan tersier masing-masing muncul dekat 3640, 3630 dan 3620 cm-1 (Sastrohamidjojo, 1990). Maka diperkirakan keduanya mengandung alkohol primer. Puncak serapan 3635,82 cm-1 muncul pada heksil asetat yang merupakan bahan baku (Gambar 12).

Ikatan hidrogen O-H stretching memberikan puncak lebar terjadi pada bilangan gelombang 3500-3200 cm-1. Pada Gambar 12-15, semua spektrum memiliki puncak pada daerah tersebut. Puncak-puncak tersebut antara lain 3462,22 cm-1 (Gambar 12), 3464,15 cm-1 (Gambar 13-15) puncak serapan yang


(55)

terjadi menunjukkan adanya vibrasi O-H bending. Terlihat bahwa terjadi pergeseran bilangan gelombang antara heksil asetat dengan hasil hidrogenasinya.

Vibrasi ikatan tunggal C-O stretching yang kuat muncul pada kisaran 1250-1000 cm-1. Serapan C-O bergabung dengan vibrasi C-C stretching yang berdekatan sehingga dapat digunakan untuk menentukan struktur alkohol primer, sekunder, tersier maupun fenolat (Sastrohamidjojo, 1990). Berdasarkan tabel 2, keempat sampel mengidentifikasikan adanya alkohol primer, antara lain pada bilangan gelombang 1039,63 cm-1 (Gambar 12 dan 15), 1033,85 cm-1 (Gambar 13 dan 14). Pada alkohol primer, vibrasinya digambarkan dengan baik sebagai vibrasi C-O stretching asimetris.

Alkohol dan fenol menghasilkan karakteristik puncak yang tajam hasil dari O-H stretching dan C-O stretching. Vibrasi ini mengidentifikasikan bahwa

senyawa mengandung ikatan hidrogen. C-O stretching dan O-H bending

merupakan jenis vibrasi yang saling mempengaruhi, karena gugus-gugus tersebut berpasangan dengan vibrasi dari senyawa yang berdekatan (Silverstein, 2005).

Spektrum FTIR heksil asetat dan ketiga spektrum hasil hidrogenasi heksil asetat dengan katalis CuO/ZnO, nikel dan ZSM-5 (masing-masing dengan 1% katalis) menunjukkan kecenderungan adanya alkohol dalam zat tersebut. Namun masih mengandung senyawa ester. Hal ini terjadi karena senyawa yang dianalisa diperkirakan merupakan campuran etanol dan 1-heksanol sebagai produk, juga heksil asetat yang merupakan bahan baku.

4.2.3. Analisa dengan GC-MS

Analisa GC-MS dalam penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa yang terbentuk pada proses hidrogenasi heksil asetat. Pada


(56)

analisa tersebut digunakan Shimadzu QP 5050A dengan kolom jenis DB5-MS yang memiliki panjang 30 m dan berdiameter 0,25 mm. Gas pembawa yang digunakan adalah nitrogen (N2) dengan laju alir 1,6 ml/min.

Analisa GC-MS dilakukan terhadap tiga sampel, yaitu hidrogenasi heksil asetat dengan katalis CuO/ZnO 1 %, dengan katalis nikel 1 % dan dengan katalis ZSM-5 1%.

Kromatogram hidrogenasi heksil asetat dengan katalis CuO/ZnO 1 % dapat dilihat pada Gambar 16. Pada gambar tersebut terlihat adanya satu puncak yang tertinggi dan terluas areanya. Puncak kromatogram GC-MS yang menunjukkan jumlah senyawa yang terkandung dalam hasil hidrogenasi heksil asetat dengan katalis CuO/ZnO 1 %. Puncak tersebut muncul pada waktu retensi 5,218 dengan luas area sebesar 25181384.

Gambar 16. Kromatogram Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis


(57)

Adapun interpretasi hasil analisa GC-MS hasil hidrogenasi heksil asetat dengan katalis CuO/ZnO disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Interpretasi Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis CuO/ZnO 1%

Puncak Waktu

Retensi Luas Area

Base Peak Senyawa yang Disarankan Molecular Ion Peak Similaritas (%)

2 5,218 25181384 43,10

Heksil asetat (C8H16O2)

114 98

Spektrum massa pada sampel di atas memiliki base peak sebesar 43,10. Berdasarkan spektrum massa tersebut, diketahui bahwa kemungkinan senyawa yang terbentuk adalah heksil asetat dengan similaritas sebesar 98%. Kemungkinan tersebut dilihat dari kemiripan pola fragmentasi spektrum massa sampel dengan pustaka fragmen yang tersedia pada MS. Adapun pola fragmentasi heksil asetat adalah sebagai berikut :

O

O

- 60

m/z = 84 m/z = 144

penataan ulang

H

CH3

+

m/z = 42 m/z = 43

+

m/z = 101

O

O +

m/z = 43

m/z = 101

m/z = 42

m/z = 84

O


(58)

Analisa hasil GS-MS terhadap hasil hidrogenasi dengan menggunakan katalis nikel 1% ditunjukkan oleh kromatogram pada Gambar 17 sebagai berikut :

Gambar 17. Kromatogram hasil hidrogenasi heksil asetat dengan katalis nikel 1% Pada kromatogram hasil hidrogenasi dengan katalis nikel 1 % terdapat 5 puncak yang terbentuk juga dengan satu puncak paling tinggi dan paling luas puncak areanya. Puncak tersebut muncul pada waktu retensi 5,301 dengan luas area sebesar 28227038.

Interpretasi hasil analisa GC-MS terhadap hasil hidrogenasi dengan katalis nikel 1 % dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Interpretasi Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis Nikel 1%

Puncak Waktu

Retensi Luas Area

Base Peak Senyawa yang Disarankan Molecular Ion Peak Similaritas (%)

3 5,301 28227038 43,05

Heksil asetat (C8H16O2)

114 98

Spektrum massa pada sampel tersebut memiliki base peak sebesar 43,05. Berdasarkan spektrum massa, diketahui bahwa kemungkinan senyawa yang terbentuk adalah heksil asetat dengan similaritas sebesar 98%.


(59)

Analisa hasil GC-MS terhadap hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis ZSM-5 1% ditunjukkan oleh kromatogram pada Gambar 18 dan tabel 7. Reaksi hidrogenasi ini menghasilkan dua senyawa, hal tersebut dapat dilihat dari puncak kromatogram pada Gambar 18. Pada kromatogram tersebut muncul satu puncak dengan waktu retensi 2,604 dan luas area sebesar 820297 juga muncul puncak dengan waktu retensi 5,344 serta luas area sebesar 26446269.

Gambar 18. Kromatogram Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis ZSM-5 1%

Interpretasi hasil analisa GC-MS terhadap hasil hidrogenasi dengan katalis ZSM-5 1% dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Interpretasi Hasil Hidrogenasi Heksil Asetat dengan Katalis ZSM-5 1%

Puncak Waktu

Retensi Luas Area

Base Peak Senyawa yang Disarankan Molecular Ion Peak Similaritas (%)

2 2,604 820297 56,10 1-heksanol

(C6H12O)

102 92

3 5,344 26446269 43,05

Heksil asetat (C8H16O2)


(60)

Spektrum massa hasil hidrogenasi dengan katalis ZSM-5 1% memiliki base peak sebesar 56,10 untuk puncak 2 dan 43,05 untuk puncak 3. Senyawa yang disarankan oleh pustaka fragmen MS untuk puncak 1 adalah 1-heksanol dengan similaritas sebesar 92% dan senyawa yang disarankan untuk puncak 3 adalah heksil asetat dengan similaritas 98%. Pola fragmentasi heksil asetat adalah sebagai berikut :

Titik didih 1-heksanol lebih rendah dibandingkan heksil asetat (1-heksanol 156-157 oC dan heksil asetat 163 oC). Dan tidik didih etanol lebih rendah dari 1-heksanol (etanol 78oC, 1-heksanol 156-157 oC). Semakin rendah titik didih suatu komponen maka waktu retensinya akan semakin kecil/singkat karena pada temperatur tertentu zat tersebut sudah menjadi fasa uap sehingga bisa bergerak lebih cepat sebagai fasa gerak dalam kolom kapiler sedangkan komponen lainnya masih dalam fasa cairan. Sehingga 1-heksanol yang terlebih dahulu menjadi uap lebih cepat keluar dari kolom.

Massa molekul relatif (Mr) 1-heksanol pun lebih kecil dibandingkan dengan Mr heksil asetat (Mr 1-heksanol 102 g/mol sedangkan heksil asetat 144,21 g/mol). Semakin kecil ukuran sebuah komponen dan semakin kecil nilai Mr maka


(61)

sebuah komponen akan lebih dapat bergerak lebih cepat keluar dari kolom. Jadi semakin kecil ukuran komponen dan semakin kecil Mr komponen maka waktu retensinya akan semakin kecil pula. Oleh karena itulah 1-heksanol memiliki waktu retensi yang lebih kecil dibandingkan dengan heksil asetat. Heksanol yang terbentuk dapat didehidrasi membentuk 1-heksena sehingga olefin yang digunakan dalam reaksi esterifikasi membentuk heksil asetat dapat doperoleh kembali.

Hasil analisa GC-MS dari hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan katalis CuO/ZnO, nikel dan ZSM-5 menunjukkan bahwa katalis ZSM-5 merupakan katalis yang lebih baik mengkatalisis hidrogenasi heksil asetat menjadi 1-heksanol dan etanol dalam konsentrasi 1% katalis. Adapun etanol tidak teridentifikasi oleh GC-MS dikarenakan karakterisasi menggunakan GC-MS memerlukan kondisi dan perlakuan yang berbeda dari analisa yang dilakukan dalam penelitian ini.

Dari berbagai analisa yang dilakukan (uji oksidasi, FTIR dan GC-MS), katalis ZSM-5 merupakan katalis yang lebih baik dalam mengkatalisis reaksi hidrogenasi heksil asetat menjadi alkohol, bila dibandingkan dengan katalis nikel maupun CuO/ZnO dengan konsentrasi yang sama (1% b/b). Ketiga jenis katalis ini merupakan katalis yang berumur panjang, dapat diperoleh kembali setelah digunakan dalam reaksi. Dari segi ekonomi, katalis ZSM-5 juga lebih ekonomis dibandingkan dengan katalis nikel dan CuO/ZnO. Disamping itu, terdapat kemungkinan bahwa katalis CuO/ZnO yang digunakan belum mencapai kondisi optimum pada suhu 160 oC, sehingga kemampuannya dalam mengkatalisis reaksi hidrogenasi rendah. Dalam hal ini, Zhang (2010) mengatakan bahwa katalis


(62)

berbasis Cu memiliki aktivitas dan selektivitas yang tinggi pada kondisi suhu 250-350 oC dengan tekanan sekitar 10-20 MPa.

4.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Pengukuran terhadap viskositas dan densitas etanol, campuran etanol dan heksanol dalam berbagai perbandingan serta heksanol dilakukan untuk menentukan kurva kalibrasi hasil hidrogenasi heksil asetat, disajikan oleh Gambar 19.

Gambar 19. Kurva Kalibrasi Viskositas dan Densitas Campuran Etanol dengan Heksanol

Grafik tersebut menunjukkan bahwa densitas dari campuran dengan berbagai rasio tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, hal ini terjadi karena densitas heksanol dan etanol tidak terlalu jauh perbedaannya (densitas heksanol adalah 0,814 g/cm3, etanol 0,787 g/cm3). Adapun nilai viskositas campuran menunjukkan perbedaan yang signifikan (viskositas etanol 1,0513 dan


(63)

heksanol 3,9082). Dari campuran yang mengandung lebih banyak etanol hingga yang lebih banyak heksanolnya terjadi kenaikan viskositas, dimana semakin banyak kandungan heksanol dalam campuran, viskositasnya semakin tinggi hingga nilainya mendekati nilai viskositas heksanol. Kenaikan tersebut menunjukkan bagaimana rasio campuran etanol dengan heksanol dalam masing-masing komposisi. Dengan demikian, kurva ini dapat dijadikan grafik acuan sebagai prediksi kadar etanol melalui pengukuran viskositas campuran dari hasil hidrogenasi heksil asetat.

Berdasarkan kurva kalibrasi, hasil hidrogenasi heksil asetat dengan menggunakan berbagai katalis (diperlihatkan pada tabel 3) secara fisik menunjukkan kecenderungan mendekati viskositas etanol ataupun mendekati campuran dengan komposisi etanol yang lebih banyak dari heksanol (9:1). Namun masih terdapat kemungkinan adanya heksil asetat yang belum bereaksi, karena viskositas dari heksil asetat menunjukkan sedikit perbedaan dengan viskositas etanol (viskositas heksil asetat 1,0870 dan etanol 1,0513) oleh karena itu, perlu dilakukan proses pemurnian alkohol yang terbentuk.

Laju alir merupakan salah satu variabel yang terlibat dalam operasi suatu pabrik kimia selain temperatur, tekanan dan konsentrasi. Variabel yang menandai efek lingkungan dari proses kimia yang dituju dan nilainya dapat diatur dengan bebas oleh operator. Laju alir digunakan untuk mengatur pengendalian ketinggian cairan dalam reaktor, tangki atau kolom distilasi (Sitompul J., 2011). Dalam penelitian ini, ditentukan laju alir distilasi campuran etanol:heksanol dengan berbagai perbandingan komposisi. Diasumsikan bahwa reaksi hidrogenasi telah


(64)

menghasilkan etanol dan heksanol dengan perbandingan komposisi 9:1; 4:1; 7:3; 3:2; 1:1; 2:3; 3:7; 1:4; dan 1:9.

Gambar 20. Kurva Laju Distilasi Campuran Etanol dan 1-Heksanol Kurva ini menunjukkan bahwa semakin banyak komponen 1-heksanol dalam produk tersebut, laju alir distilasi semakin berkurang. Kurva laju distilasi ini diperlukan dalam optimasi proses pemisahan campuran etanol dan 1-heksanol dari produk yang dihasilkan dari proses hidrogenasi heksil asetat dengan asumsi bahwa campuran ini telah dipisahkan sebelumnya dari bahan baku hidrogenasi yaitu heksil asetat.

Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari campuran etanol dan 1-heksanol dan masing-masing dilakukan selama 2 jam. Suhu yang diperlukan dalam memisahkan etanol dari campuran cukup beragam, tergantung dari berapa banyak fraksi etanol dalam campuran. Semakin banyak kandungan etanol, maka suhu yang diperlukan untuk memisahkan campuran relatif rendah bila


(65)

dibandingkan dengan suhu yang diperlukan untuk memisahkan etanol dari campuran dengan jumlah fraksi etanol yang lebih kecil.

Suhu campuran pada saat distilasi campuran etanol dan1-heksanol dengan perbandingan etanol : 1-heksanol 9:1; 4:1; 7:3; 3:2; 1:1; 2:3; 3:7; 1:4; dan 1:9 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Suhu Campuran pada Proses Distilasi Perbandingan Etanol

: 1-Heksanol 9 : 1 4 : 1 3 : 2 7 : 3 1 : 1 2 : 3 3 : 7 1 : 4 1 : 9

Suhu oC 79 80 74 80 86 90 100 104 118

Perbedaan ini terjadi karena kesetimbangan fasa dari masing-masing campuran berbeda, sehingga suhu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan fasa tersebut menjadi berbeda. Semakin banyak komponen yang tidak mudah menguap, maka suhu yang dibutuhkan untuk memisahkan campuran pun semakin tinggi (Arsyad, 2001).


(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Heksil asetat dapat dihidrogenasi menghasilkan etanol dan 1-heksanol 2. Katalis yang lebih baik dalam reaksi hidrogenasi heksil asetat adalah ZSM-5

bila dibandingkan dengan katalis nikel maupun CuO/ZnO dalam konsentrasi 1%

3. Kurva standar kalibrasi pemisahan campuran etanol-heksanol dapat

dijadikan grafik acuan sebagai prediksi kadar etanol melalui pengukuran viskositas campuran.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan analisa lebih lanjut terhadap optimasi katalis ZSM-5 dalam reaksi hidrogenasi heksil asetat, seperti dengan optimasi kondisi reaksi (tekanan, temperatur dan pengadukan) dan optimasi penggunaan jumlah katalis

2. Perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut terhadap hasil hidrogenasi heksil asetat, yaitu etanol dari produk sampingnya (heksanol).


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Adkins, Homer, et al. 1931. Method of Hydrogenating Esters. United States Patent. 2.091.800.

Al-Anshori, Jamaludin.2009. Siklisasi Intramolekuler Sitronetral Dikatalisis oleh Zeolit dan Bahan Mesoporus. Karya Tulis Ilmiah Universitas Padjadjaran Bandung.

Aldrich, Sigma. 2011. Ethanol MSDS Page.http://www.sigma-aldrich.com. (Akses pada 07 Juni 2011).

Aldrich, Sigma. 2011. Hexanol MSDS Page.http://www.sigma-aldrich.com. (Akses pada 07 Juni 2011).

Aldrich, Sigma. 2011. Hexyl Acetate MSDS Page.http://www.sigma-aldrich.com. (Akses pada 05 Juni 2011).

Andriayani. 2005. Senyawa Heteropolyacid dan Garam-garamnya sebagai Katalis pada Sistem Heterogen dalam Pelarut Organik. Karya Tulis Jurusan MIPA Universitas Sumatera Utara.

Anonim. 2008. Catalytic Hydrogenation. http//www.teledyn isco.com. (Akses pada 06 Mei 2010)

Anonim. 2011. ZSM-5. http://ruby.chemie.uni-reiburg.de. (Akses pada 07 Juni 2011).

Arsyad, M. Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia.

Badan Standar Nasional. 2008. SNI 0936-2008 : Pulp Cara Uji Viskositas Cuprietilendiamin (Viskometer Kapiler). Jakarta : Author.

Bakri, Ridla, Tresye Utari, Indra Puspitasari. 2008. Kaolin Sebagai Sumber SiO2 untuk Pembuatan Katalis Ni/ SiO2: Karakterisasi dan Uji Katalis pada Hidrogenasi Benzena menjadi Sikloheksana. J. MAKARA SAINS. VOL 12 No. 1, April 2008 : 37-43.

Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI-Press. Daintith, John. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta : Erlangga.

Dijkstra, A.J. 1997. Hydrogenation Revisited. J. INFORM. Vol. 8(11). Pp. 1150-1158.

Fan, Tianguang. 2001.Viscosity Measurement Using Cannon-Fenske Viscometer. ASTM. D445-D2515.


(68)

Fatimah, Siti Soja. 2007. Aplikasi Alur Sintesis Baru Untuk Pembuatan Biodesel Super Setana Melalui Proses Hidrotreating Minyak Nabati Non Pangan

Menggunakan Katalis. J. Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Pendidikan Indonesia.

Fessenden & Fessenden. Jilid 1 dan 2. 2006. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga. Hasibuan, Hasrul Abdi. 2009. Perolehan Kembali Nikel dari Katalis Nikel

Terpakai (spent catalyst) Pasca Proses Hidrogenasi Minyak Kelapa Sawit dengan Proses Pelindian (Leaching) Asam Sulfat. Tesis Prodi Ilmu Kimia pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hermanto, Sandra. 2008. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisa Kromatografi dan Spektrofotometri. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

Kiff, et all. 1983. Production of Ethanol from Acetic acid. United States Patent. (11) 4,421,939.

Lassi, Ulla. 2003. Deactivation Correlation of Pd/Rh Three-Way Catalyst Designed for EURO IV Emission Limits : Effect of Ageing Atmosphere, Temperature and Time. J. OULU ISSN 1796-2226.

Liherlinah, dkk. 2009. Sintesis Nanokatalis CuO/ZnO/Al2O3 untuk Mengubah

Metanol Menjadi Hidrogen untuk Bahan Bakar Kendaraan Fuel Cell. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi ISSN 1979-0880.

McGarvey, David J. 2005. Chemistry Enhancement Course Session I.

Staffordshire : Keele University.

Munifah, Ifah. 2005. Petunjuk Praktikum Kimia Instrumentasi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

Nurbayti, Siti. 2007. Penunun Praktikum Kimia Organik. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

Rahmi, Silvia, Adelina. 2011. Pembuatan Etanol dari Sorgum (Shorgum Bicolor L. Moench) Melalui Hidrolisis Enzimatik Diikuti oleh Fermentasi Menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Karya Tulis : Laboratorium Biokimia.

Robinson, Allan. 2010. How to Create Hydrogen Gas. http://www.ehow.com. (Akses pada 24 Maret 2010).

Robinson, Allan. Hydrogenation Method. http://www.ehow.com. (Akses pada 24 Maret 2010).

Samsuri. 2007. Pemanfaatan Selulosa Bagas untuk Produksi Etanol Melalui Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak dengan Enzim Xylanase. J. MAKARA TEKNOLOGI. Vol. 11. No. 1. April 2007 : 17-24.


(69)

Satterfield, Charles N. 1991. Chemistry and Catalyst in Industrial Practice. New York : Mc Graw Hill.

Savitri, Yan Irawan, Wuryaningsih, M. Ghozali. 2006. Rate of Reaction’s Constants as Time Function from Esterification of Glycerol with Oleic Acid Using Zeolyt as Catalyst. J. International Oil Palm Conference PCTE-02.

Setiadi, Praswati PDK Wulan, Hadi Suprayitno. 2008. Pemanfaatan Zeolit Alam sebagai Komponen Penyangga Katalis untuk Reaksi Hidrogenasi CO2 & Perengkahan Minyak Sawit. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Shirazy, L. E. Jamshidi, M.R. Ghasemi. 2008. The Effect of Si/Al Ratio Of ZSM-5 Zeolite on its Morphology, Acidity and Crystal Size. J. Crist Rest Technologies 43. No. 12, 1300-1306.

Silverstein, Robert M, Francis X. Webster. 2005. Spectometric Identification of Organic Coumpounds. New York : John Wiley and Son Inc.

Sostrohamidjojo, Hardjono. 1990. Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta : Liberty. Welasih, Tjatoer. 2007. Pengaruh pH pada Reaksi Hidrogenasi Glukosa Menjadi Sorbitol dalam Reaktor Berpengaduk dan Bertekanan Tinggi. J. Kimia dan Teknologi ISSN 0216-163X.

Widyawati, Yeti. 2007. Disain Proses Dua Tahap Esterifikasi-Transesterifikasi (Estrans) pada Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Jarak Pagar (Jatropa curcas.L). Tesis Prodi Teknologi Industri Pertanian pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Zahrina, Ida. 2008. Sintesis ZSM-5 Tanpa Templat dari Zeolit Alam dan Abu Kelapa Sawit. J. Teknologi Proses ISSN 1412-7814.

Zhang, Bexiao. Et al. 2010. Hydrogenation of Ethyl Acetate to Ethanol over Ni-based Catalysts Obtained From Ni/Al Hydrotalcite-Like Coumpound. J. Molecules ISSN 1420-3049.


(70)

(71)

Lampiran 2. Reaktor Hidrogenasi (vinci - Technologies – ruel 92)

Spesifikasi alat :

Kapasitas 0.2 L, dilengkapi dengan barometer, jacket logam dengan temperatur yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dengan saluran masuk dan keluar gas yang dapat dibuka-tutup sehingga dapat dilakukan hidrogenasi dengan metode batch ataupun continue, tekanan maksimum hingga 160 bar.

Barometer

Saluran untuk

sampling

jacket hotplate

Knop gas keluar Termometer

Gas keluar

Knop untuk

sampling


(72)

Lampiran 3. Katalis yang Digunakan dan Hasil Uji Oksidasi K2Cr2O7

a b c

d e f

Keterangan :

a. Katalis ZSM-5 b. Katalis CuO/ZnO c. Ktalis nikel

d. Sampel hasil hidrogenasi heksil asetat (ki-ka: dengan katalis ZSM-5 1%, nikel 1%, CuO/ZnO 1%):

e. Sampel hasil uji oksidasi K2Cr2O7 setelah ± 30 menit (ki-ka: dengan katalis ZSM-5 1%, nikel 1%, CuO/ZnO 1%)


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran 17. Tabel Viskositas dan Densitas Etanol, Heksanol dan Perbandingan

Keduanya dalam Pembuatan Kurva Kalibrasi

zat viskositas Densitas

Etanol 0.7881 0.7864

9:1 1.0857 0.7656

4:1 1.2024 0.7868

7:3 1.3309 0.7953

3:2 1.4838 0.7987

1:1 1.6610 0.8006

2:3 1.8510 0.8036

3:7 2.3105 0.8076

1:4 2.6050 0.8103

1:9 2.9937 0.8139


(5)

Lampiran 18. Densitas dan Viskositas Sampling pada Saat Proses Distilasi

No sampilng (9:1)

1

viskositas Densitas

menit ke-40 1.2108 0.7908

menit ke-80 3.4402 0.8165

Distilat 0.7871

2

sampilng (4:1)

menit ke-40 1.8161 0.8158

menit ke-80 3.5263 0.8169

Residu 3.5726 0.8165

Distilat 1.108 0.7863

3

sampling (7:3)

menit ke-40 2.1923 0.8053

menit ke-80 3.3684 0.8063

Residu 4.1599 0.9367

Distilat 1.1179 0.7864

4

sampling (3:2)

menit ke-40 2.0809 0.8059

menit ke-70 3.2536 0.8057

menit ke-100 3.6376 0.8171

Residu 4.1333 0.9759

Distilat 1.0869 0.7869

5

sampling (1:1)

menit ke-40 2.8697 0.8121

menit ke-80 3.5191 0.8185

Residu 3.5549 0.8173

Distilat 1.1153 0.788

6

sampling (2:3)

menit ke-30 2.765 0.8078

menit ke-70 3.0147 0.8161

menit ke-100 3.6956 0.8136

Residu 3.6154 0.8153

Distilat 1.0442 0.7925

7

sampling (3:7)

menit ke-40 2.7084 0.8098

Residu 3.5261 0.816

Distilat 1.1183 0.7911

8

sampling (1:4)

menit ke-50 3.3337 0.8145

Residu 3.5343 0.8164

9

sampling (1:9)

Residu 3.5752 0.8161


(6)

Lampitran 19. Data dan Grafik Penentuan Laju Alir Destilasi

Laju Alir (ml/menit)

9 : 1 4 : 1 7:3 3:2 1:1 2:3 3:7 1:4 1:9

1.2200 1.4300 1.3600 1.2800 1.2400 1.3400 0.5600 0.3400 -

1.7400 2.2800 2.9000 1.8100 2.1000 1.6500 0.7600 - -

2.2100 2.7400 2.8200 2.2600 2.1400 1.4000 0.6100 - -

2.7000 3.2100 2.8600 1.9000 1.5700 1.1200 0.600 - -

3.3400 2.0400 2.1000 1.5200 0.9600 0.5800 0.5000 0.1800 -

2.7800 1.5000 0.8800 0.8800 0.4400 0.3000 0.3000 0.3000 0.2400

1.6200 0.2800 0.2300 0.3400 0.1800 0.1000 0.1800 0.4000 -

0.2200 0.0571 0.0530 0.1400 0.0632 0.0612 0.1000 0.1800 -

0.0326 0.0204 0.0408 0.0673 0.0061 0.0061 0.0800 0.0800 -

- 0.0081 0.0081 0.0448 0.0041 0.0061 0.1400 0.2000 -

- - - 0.0061 0.0041 0.0041 0.1200 0.2000 -

- - - 0.0061 - 0.0004 0.0795 0.0600 0.1200