Pembuktian Untuk Perkara Kepailitan di Pengadilan Niaga

Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009

D. Pembuktian Untuk Perkara Kepailitan di Pengadilan Niaga

Asas yang dianut dalam menyesaikan perkara di Pengadilan Niaga adalah asas adil, cepat, terbuka dan efektif. Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang No. 4 tahun 1998 menegaskan bahwa sifat pembuktian yang dianut oleh Pengadilan Niaga adalah sederhana. Permasalahan yang dihadapi adalah interpretasi hakim terhadap sifat sederhana tersebut, sehingga berpengaruh terhadap kepastian hukum dan sering timbulnya putusan yang “kontradiktif”. Dengan kemungkinan perluasan kompetensi Pengadilan Niaga, maka apabila yang akan dibuktikan hanya berkaitan dengan utang dan semuanya berakhir dengan kepailitan, maka Pengadilan Niaga mempunyai tugas yang sederhana dan penamaannya yang paling tepat adalah “Pengadilan Kepailitan ”. Sistem pembuktian yang sederhana pada perkara kepailitan dirasakan tidak dapat diterapkan terhadap perkara niaga lainnya, seperti pada perkara berkaitan dengan HaKI, dan obyek sengketa di Pengadilan Niaga lainnya. Namun dalam kenyataannya, untuk beberapa kasus perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan Niaga, pembuktiannya pun tidak sesederhana seperti yang seharusnya 20 Pada perkara kepailitan yang akan dibuktikan adalah ada atau tidaknya suatu “utang” yang dapat dijadikan dasar untuk mengabulkan atau menolak permohonan pailit. Pada perkara niaga seperti pada kasus-kasus yang diajukan ke Pengadilan Niaga dan kemungkingan perluasan kompetensi Pengadilan Niaga yang direncanakan oleh BAPPENAS, kebenaran yang akan dibuktikan adalah . 20 Hermayulis, “Pengadilan Niaga: Eksistensi dan Peranan Pengadilan Niaga Sebagai Pengadilan Khusus Dalam Penyelesaian Sengketa Niaga,” Laporan Akhir Penelitian bagi Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, 2002, hal. 41 Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 tentang suatu hubungan hukum yang menyebabkan terjadinya suatu permasalahan hukum. Proses pengajuan kepailitan melalui pengadilan niaga dapat digambarkan sebagai berikut: Kepailitan dapat dilakukan oleh pihak-pihak sebagai berikut: 1. Debitur sendiri; 2. Seorang atau lebih krediturnya; 3. Kejaksaan untuk kepentingan umum; 4. Bank Indonesia BI; dan 5. Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM; 6. Menteri Keuangan. Dalam hal gugatan pailit, Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan menyatakan bahwa: 1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada pengadilan melalui panitera. 2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepda pemohon diberikan tanda terima kasih tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. 3. panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut. Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 4. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 2 hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. 5. Dalam jangka waktu paling lambat tiga hari terhitung sejak tanggal permohonan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. 6. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 dua puluh hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. 7. Atas permohonan debitur dan berdasarkan alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 sampai dengan paling lama 25 dua puluh lima hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan 21 Sebelum proses persidangan dilaksanakan, maka kepada para pihak dalam kepailitan akan diberi surat pemberitahuan adanya panggilan sidang perkara permohonan pailit dan juga diberi surat panggilan sidang menghadap dalam perkara kepailitan tersebut. . Pada prinsipnya pengadilan harus memperlakukan secara adil setiap permohonan pernyataan pailit yang diterima oleh pengadilan, khususnya bagi debitur 22 21 Pasal 6 ayat 1-7 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan 22 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, “Seri Hukum Bisnis: Kepailitan”, PT. RajaGrafindo: Jakarta, 2000, hlm. 24 . Pengadilan wajib memanggil debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditur atau kejaksaan dan dapat memanggil debitur bila permohonan diajukan oleh debitur dan terdapat keraguan tentang Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 persyaratan untuk dapat dinyatakan pailit. Pemanggilan dilakukan oleh panitera paling lama 7 hari sebelum pemeriksaan persidangan pertama dilaksanakan 23 Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 Undang-undang tentang Kepailitan telah terpenuhi. Demikian pula jika permohonan diajukan oleh kreditur, pembuktian hak kreditur untuk menagih juga dilakukan secara sederhana . 24 Putusan atas permohonan pernyataan pailit harus ditetapkan paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan dan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum . 25 Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan pengadilan melalui surat dinas atau kurir kepada debitur, pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit kreditur, kejaksaan dan kurator serta hakim pengawas dalam tempo paling lambat 3 hari terhitung sejak tanggal putusan pailit ditetapkan . 26 1. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh harta kekayaan debitur, atau . Guna melindungi kepentingan kreditur bersifat preventif dan sementara yang selama ini sering kali diakali oleh debitur yang nakal, maka ditetapkan bahwa: selama putusan atas permohonan pailit belum ditetapkan, setiap krediturkejaksaan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk: 2. Menunjuk kurator sementara untuk: 23 Pasal 8 ayat 1-2 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. 24 Pasal 6 ayat 4 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. 25 Pasal 8 ayat 5 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. 26 Pasal 9 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 a. mengawasi pengelolaan usaha debitur dan b. mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau penggunaan kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan persetujuan kurator 27 Walau demikian, permohonan penyitaan tersebut hanya akan dikabulkan oleh pengadilan jika penyitaan tersebut terbukti diperlukan untuk melindungi kepentingan kreditur. Dan dalam hal permohonan tersebut ternyata dikabulkan, maka untuk melindungi kepentingan dari debitur maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan, pengadilan dapat menetapkan agar kreditur pemohon memberikan jaminan jumlah yang wajar . 28 Undang-undang tentang Kepailitan memungkin dilakukannya pemeriksaan secara cuma-cuma dengan segala konsekuensinya, sebagaimana disebutkan bahwa setiap perintah untuk memeriksa perkara kepailitan dengan cuma-cuma, berakibat pula pembebasan dari biaya kepaniteraan . 29 Sebagaimana halnya suatu permohonan danatau gugatan perkara, maka permohonan pernyataan pailit inipun dapat dicabut oleh pemohon. Sejalan dengan asas publisitas, ditetapkan bahwa setiap penetapan yang memerintahkan dicabutnya kepailitan, harus juga diumumkan dengan cara yang sama seperti putusan pernyataan pailit. Selanjutnya jika setelah diucapkannya pencabutan permohonan pernyataan pailit tersebut, dilakukan lagi pelaporan atau dimajukan lagi permohonan untuk pernyataan pailit, maka debitur atau pemohon diwajibkan menunjukkan, bahwa ada cukup untung untuk membayar biaya-biaya kepailitan . 30 27 Pasal 10 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. 28 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.cit., hlm. 26-27. 29 Pasal 18 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan . 30 Pasal 19 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. . Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 Terhadap putusan pengadilan niaga, dapat dilakukan upaya hukum. Upaya hukum merupakan langkah atau usaha yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk memperoleh keputusan yang adil keadilan 31 1. Kasasi . Ada dua 2 macam upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan kepailitan yakni: Kasasi dan Peninjauan Kembali. Terhadap putusan pengadilan niaga di tingkat pertama, dan khususnya yang menyangkut permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung 32 Permohonan kasasi tersebut diajukan dalam jangka waktu paling lambat 8 hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan . Dengan demikian terhadap keputusan pengadilan di tingkat pertama tidak dapat diajukan upaya hukum banding tetapi langsung dapat dilakukan upaya hukum kasasi. Pihak-pihak yang dapat mengajukan upaya hukum, pada prinsipnya adalah sama dengan pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. 33 Selanjutnya panitera akan mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan tersebut diajukan, dan kemudian kepada pemohon akan diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggan penerimaan pendaftaran tersebut. , kemudian didaftarkan melalui panitera pengadilan niaga yang menetapkan putusan atas permohonan pernyataan pailit tersebut. 31 Rahayu Hartini, “Hukum Kepailitan”, Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional: Malang, 2002, hlm. 60. 32 Pasal 11 ayat 1 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. 33 Pasal 88 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 Permohonan kasasi yang diajukan melebihi jangka waktu yang telah ditetapkan lebih dari 8 hari bisa berakibat pada dibatalkannya putusan kasasi dalam kepailitan 34 2. Peninjauan Kembali . Selain kasasi, upaya hukum yang lain adalah dengan mengajukan Peninjauan Kembali PK kepada Mahkamah Agung terhadap putusan atas permohonan kepailitan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap 35 1. setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada, teapi belu ditemukan; pasal 295 ayat 1 atau . Permintaan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan berdasarkan pada dua macam alasan saja, yang masing-masing secara khusus telah dibatasi dengan suatu jangka waktu tertentu, yang dijabarkan dalam pasal 295 ayat 1 dan pasal 295 ayat 2 Undang-Undang tentang Kepailitan. Adapun alasan yang dapat dipergunakan adalah sebagai berikut: 2. dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata pasal 295 ayat 2. Pengajuan permohonan Peninjauan Kembali yang dilakukan berdasarkan alasan tersebut dalam huruf a, harus dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 180 seratus delapan puluh hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali memperoleh kekuatan hukum tetap 36 34 Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, Nomor: 020 PKN1999 dalam perkara Kepailitan PT. Megarimba Karyatama 35 Pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. 36 Pasal 296 ayat 1 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. . Dan pengajuan permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 alasan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 60 enam puluh hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan Peninjauan Kembali memperoleh kekuatan hukum yang tetap 37 Dikaitkan dengan praktek hukum saat ini, Lembaga Peninjauan Kembali sudah menjadi “trend” baru yang cukup populer. Jadi ada kemungkinan seseorang yang sudah dinyatakan pailit berdasarkan keputusan Mahkamah Agung dapat diadakan Peninjauan Kembali. Hasilnya dapat mengubah keputusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap in kracht van gewijsde tersebut . Permohonan Peninjauan Kembali disampaikan kepada panitera pengadilan niaga yang memutus perkara pada tingkat pertama. Panitera yang menerima permohonan Peninjauan Kembali akan mendaftar permohonan tersebut dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang salam sama dengan tanggal permohonan didaftarkan. Pihak yang mengajukan permohonan peninjauan kembali untuk menyampaikan bukti pendukung yang menjadi dasar pengajuan permohonan peninjauan kembali pada saat yang bersamaan dengan tanggal permohonan peninjuan kembali didaftarkan. 38 Jika kita baca secara cermat dan perhatikan secara seksama rumusan yang diberikan dalam pasal 286 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan tersebut, dapat kita lihat bahwa perumusan alasan peninjauan kembali . 37 Pasal 296 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. 38 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.cit., hlm. 23 Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 tersebut agak sumir, sehingga dapat memberikan berbagai macam interpretasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Namun yang jelas “time frame” dalam Undang-undang Kepailitan tersebut sangatlah membantu dalam menciptakan kepastian hukum 39

E. Eksekusi Putusan Pengadilan Niaga