Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu isu krusial setelah penyempurnaan Peraturan Kepailitan Verordening op het Failissement en de Surceance van Betaling voor de
Europeanen in Nederlands Indie Faillissements Verordening Staatsblad 1905 No. 217 Jis. Tahun 1906 No. 348 selanjutnya disebut FV, adalah dibentuknya
Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum. Revisi FV merupakan upaya pemerintah untuk memulihkan kondisi ekonomi
melalui instrumen hukum penyelesaian utang piutang pihak swasta melalui pengadilan. Revisi tersebut diwujudkan dalam bentuk Perpu No. 1 Tahun 1998
sebagaimana kemudian diubah melalui UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan selanjutnya UU Kepailitan 1998 sebagai bagian dari pemulihan krisis ekonomi
secara bertahap yang harus segera dilakukan oleh Pemerintah RI
1
Salah satu isu penting setelah UU Kepailitan 1998 diundangkan adalah dibentuknya Pengadilan Niaga commercial court sebagai pengadilan yang
memutus perkara kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU. Pengadilan Niaga tersebut bukanlah merupakan pengadilan baru sebagai
tambahan pengadilan yang telah ada seperti dimaksud dalam Pasal 10 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehakiman sebagaimana sudah
.
1
Pada tanggal 22 April 1998, Presiden RI menandatangani suatu PERPU yaitu peraturan darurat yang segera diberlakukan tetapi harus disetujui DPR pada sidang berikutnya. Ratifikasi
diberikan DPR pada bulan Juli 1998 dan ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden RI Habibie pada tanggal 8 September 1998. PERPU No. 1 Tahun 1998 memuat kurang lebih 90
perubahan, beberapa yang sifatnya tidak penting, dan sebagian lagi yang lebih penting. Menurut penjelasan, sasaran perubahan adalah untuk memberikan suatu sistem yang memadai dan efisien
yang menjamin bahwa Undang-undang Kepailitan dapat dilaksanakan dengan baik, dan bahwa proses kepailitan dapat dilakukan dengan cepat, efisien, dan transparan
Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009
diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999 dan diganti dengan UU No. 4 Tahun 2004 yang meliputi Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan PTUN.
Penjelasan Pasal 10 tersebut menyebutkan juga bahwa perbedaan dalam empat lingkungan peradilan tidak menutup kemungkinan adanya pengkhususan di
lingkungan Peradilan Umum yang diatur dalam undang-undang. Pengaturan Pengadilan Niaga tidak diwujudkan dalam satu undang-undang tersendiri
melainkan melalui UU Kepailitan 1998 sebagai dasar hukum. Untuk mengembalikan kepercayaan kreditur asing dalam proses penyelesaian utang-
piutang swasta, selain direvisinya FV, dan dibentuknya Pengadilan Niaga, juga diintrodusir hakim ad hoc untuk dapat menjadi bagian dari majelis hakim yang
memeriksa suatu perkara di Pengadilan Niaga. Pasal 283 ayat 3 UU Kepailitan 1998 menyatakan bahwa: Dengan tetap memperhatikan syarat-syarat sebagaimana
dimaksud dalam Ayat 2 huruf b, huruf c dan huruf d, dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung, pada Pengadilan Niaga di tingkat
pertama dapat juga diangkat seorang yang ahli sebagai hakim ad hoc. Jadi, berdasarkan usulan dari Ketua Mahkamah Agung melalui Keppres maka di
Pengadilan Niaga dapat diangkat seorang yang ahli sebagai hakim ad hoc. Tentunya, beberapa persyaratan yang sama dengan hakim niaga hakim karir
seperti mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan Niaga, dan persyaratan lain, harus tetap dipenuhi.
Ide awal keterlibatan hakim ad hoc tersebut didasarkan pada penilaian atau asumsi beberapa pihak bahwa pengetahuan hakim karir cenderung bersifat umum
generalis sehingga dalam menyelesaikan perkara-perkara pada lingkup niaga diperlukan hakim dengan keahlian khusus, di luar dari hakim karir yang juga telah
Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009
melalui tahapan pendidikan untuk menjadi hakim niaga. Pengangkatan hakim ad hoc di Pengadilan Niaga telah dilakukan 2 dua kali melalui dua keppres.
Pertama, Keppres No. 71M1999 tertanggal 27 Februari 1999 berisi pengangkatan 4 empat orang hakim ad hoc untuk masa jabatan 3 tiga tahun.
Kedua, Keppres No. 108M2000 berisikan 9 sembilan hakim ad hoc. Alasan diangkatnya hakim ad hoc sebagaimana tercantum dalam
konsideran kedua Keppres tersebut adalah berdasarkan Surat Ketua Mahkamah Agung No. KMA096II1999 dan Pasal 283 ayat 3 Undang-undang Kepailitan.
Masa jabatan mereka, dapat diperpanjang sekali lagi sebagai periode jabatan terakhirnya. Saat ini, terjadi kekosongan hakim ad hoc di Pengadilan Niaga
menyusul belum adanya rekrutmen kembali untuk masa periode selanjutnya karena masa kerja hakim ad hoc sebelumnya sudah berakhir. Penempatan hakim
ad hoc dalam majelis adalah berdasarkan penunjukan dari Hakim Ketua Pengadilan Niaga pada Pengadilan Niaga yang bersangkutan, dengan terlebih
dahulu adanya permohonan dari salah satu pihak yang berperkara pemohon pailit. Konsekuensi dari sifat fakultatif sebagaimana tercantum dalam Pasal 283
ayat 3 UU Kepailitan 1998 maka bila tidak ada permintaan dari pihak tersebut, maka Hakim ad hoc tidak bertugas.
Berdasarkan uraian diatas saya selaku penulis tertarik untuk membahas
lebih lanjut permasalahan ini menjadi sebuah skripsi dengan judul “TINJAUAN YURIDIS KEBERADAAN HAKIM AD HOC DI PENGADILAN NIAGA”
Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009
B. Perumusan Masalah