Metode Penulisan Sejarah Pembentukan Pengadilan Niaga

Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 Tipikor, seperti halnya hakim non karir untuk Hakim Agung di luar hakim karir di Mahkamah Agung 9

F. Metode Penulisan

.

1. Bentuk Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan Metode Penelitian hukum Normatif atau disebut juga dengan metode kepustakaan. Penelitian hukum Normatif adalah penelitian hukum dengan hanya mengolah dan menggunakan data- data sekunder yang berkaitan dengan keberadaan hakim ad hoc di Pengadilan Niaga.

2. Alat pengumpul data

Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud ialah : A. Bahan Hukum Primer Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantara Undang-undang tentang Kepailitan, Undang-undang Tentang Hakim Ad Hoc, Keppres dan Peraturan Perundang-undangan lain yang berkaitan dengan Hakim Ad Hoc. B. Bahan Hukum Sekunder Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan Keberadaan Hakim Ad Hoc di Pengadilan Niaga, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, 9 Mardjono Reksodiputro dalam Colloqium Pengkajian Terhadap Hakim Ad Hoc di Pengadilan Niaga, 10 Januari 2005. Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 Koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan diatas. C. Bahan Huku m Tertier Yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hokum sekunder, seperti: Kamus, Ensiklopedi dan lain-lain. 3. Analisa Data Yaitu data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan dan dianalisis secara deskriptif dengan mengunakan metode deduktif dan induktif.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan, penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagi berikut: BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, Pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjaun kepustakaan, metode penulisan dan sitematika penulisan. BAB II : Dalam bab ini akan dibahas mengenai Pengadilan Niaga sebagai penyelesai sengketa kepailitan yang antara lain akan mengulas secara singkat: sejarah pembentukan pengadilan niaga, eksistensi pengadilan niaga dan perluasan kompetensinya, arah pengembangan kompetensi pengadilan niaga, pembuktian untuk perkara kepailitan di pengadilan niaga, dan eksekusi putusan pengadilan niaga. Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 BAB III : Dalam bab ini akan dibahas secara singkat mengenai pengertian hakim ad hoc yang antara lain mengulas secara singkat tentang pengertian hakim ad hoc, dasar hukum pembentukan hakim ad hoc, pengangkatan hakim ad hoc dan pemberhentian hakim ad hoc. BAB IV : Bab ini akan mengulas mengenai tinjauan yuridis keberadaan hakim ad hoc di pengadilan niaga melalui pembahasan beberapa materi, yakni: kedudukan dan fungsi hakim ad hoc, rekruitmen pengangkatan hakim ad hoc, pemilihan hakim ad hoc sebagai anggota majelis, jumlah dan masa jabatan hakim ad hoc, sistem renumerasi hakim ad hoc, dan catatan terhadap putusan yang dihasilkan oleh hakim ad hoc. BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas. Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009

BAB II PENGADILAN NIAGA SEBAGAI PENYELESAI

SENGKETA KEPAILITAN

A. Sejarah Pembentukan Pengadilan Niaga

Diundangkannya UU Kepailitan sebagai perbaikan terhadap Perpu Kepailitan membawa beberapa perubahan penting. Di antaranya adalah pembentukan pengadilan niaga sebagai wadah untuk menyelesaikan perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang PKPU. Pembentukan pengadilan niaga merupakan terobosan fenomenal di antara berbagai upaya lainnya. Pembentukan pengadilan niaga merupakan suatu langkah awal bagi reformasi peradilan untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang perekonomian. Ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa pengadilan niaga perlu untuk dibentuk. Salah satunya adalah keadaan ekonomi Indonesia saat itu yang diperkirakan akan mengalami lonjakan besar kasus kepailitan. Pembentukan pengadilan niaga juga dimaksudkan sebagai model percontohan bagi pengadilan Indonesia yang dapat bekerja secara baik dan tertib. Rencana untuk memiliki institusi sejenis Pengadilan Niaga telah bergulir sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 mengenai kekuasaan kehakiman. Selain membagi kekuasaan pengadilan di 4 empat lingkungan peradilan, menurut undang-undang ini juga tidak tertutup kemungkinan diadakannya suatu pengkhususan di masing-masing lingkungan peradilan. Misalnya dalam peradilan umum dapat diadakan pengkhususan berupa pengadilan lalu lintas, pengadilan anak, pengadilan ekonomi, dan sebagainya Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 sesuatu dengan aturan dalam undang-undang 10 . Hal senada juga ditegaskan dalam pasal 8 UU Nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan umum yang menyebutkan bahwa dalam lingkungan peradilan umum dapat diadakan pengkhususan yang diatur dalam UU 11 Pada dasarnya telah pernah ada contoh pengkhususan pada pengadilan umum, yaitu pengadilan ekonomi pada tahun 1955 yang pengadilan ekonomi pada saat itu diceritakan mempunyai kewenangan yang istimewa dalam memeriksa perkara-perkara tindak pidana ekonomi secara khusus oleh hakim-hakim istimewa yang memang mempunyai keahlian khusus di bidang itu . Pengkhususan inilah yang kini diwujudkan dalam bentuk Pengadilan Niaga yang kita kenal saat ini. 12 . Pengkhususan ini kemudian diikuti dengan pembentukan pengadilan anak sebagai hasil dari keleluasaan yang diberikan oleh pasal 10 ayat 2 UU Nomor 4 tahun 2004. Kedua pengkhususan pengadilan ini terlihat berbeda. Pengadilan ekonomi bukan saja mempunyai kekhususan pada hukum acara namun juga mempunyai hakim ekonomi khusus, jaksa khusus, serta gedung khusus pula 13 10 Indonesia, Undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Nomor 4 tahun 2004. 11 Indonesia, Undang-undang mengenai Peradilan Umum, Nomor 2 tahun 1986, LN 201986. 12 Undang-undang Darurat Nomor 7 tahun 1955, pasal 35 ayat 1 menyebutkan: “pada tiap-tiap Pengadilan Negeri ditempatkan seorang hakim atau lebih dibantu oleh seorang panitera atau lebih, dan seorang jaksa atau lebih yang semata-mata diberi tugas masing-masing mengadili dan menuntut perkara pidana ekonomi.” 13 Dr. Amir Hamzah, Hukum Pidana Ekonomi, Erlangga: Jakarta. 1986. hal. 5 . Berbeda halnya dengan pengadilan anak yang hanya mempunyai hukum acara yang khusus saja. Meskipun disebutkan bahwa dalam pengadilan anak diperlukan hakim yang khusus namun pada kenyatannya hakim ini adalah hakim umum yang mendapat pelatihan khusus untuk menjadi hakim anak. Kemudian hanya di Bandung saja yang mempunyai gedung khusus bagi pengadilan anak, selain itu semua gedung pengadilan anak tetap menyatu dengan gedung pengadilan negeri. Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 Kenyataan ini menunjukkan bahwa Pengadilan Niaga lebih diperlukan sebagai pengkhususan pengadilan seperti yang dicontohkan oleh pengadilan ekonomi di tahun 1955. Dengan demikian tak heran apabila system pendukung pengadilan seperti system kepegawaian hakim, system kepegawaian staf-staf pengadilan lainnya, dan system pengadaan infrastruktur pengadilan tunduk pada peraturan yang berlaku di pengadilan umum. Kecenderungan ini bukan saja diberlakukan pada pengadilan niaga saja tetapi juga pada semua pengadilan baru lain yang merupakan pengkhususan dari 4 lingkup peradilan pada UU Nomor 4 tahun 2004. Hal ini menunjukkan bahwa pasal 10 ayat 2 UU Nomor 4 tahun 2004 diterjemahkan sebagai pengkhususan pada prosedur suatu perkara tertentu saja tanpa kekhususan lain pada sistem pendukung peradilan tersebut. Keadaan ini dianggap telah melenceng dari tujuan awal semula yang dimaksudkan Pengadilan Niaga untuk mendekati contoh pengkhususan pengadilan ekonomi, dengan segala perangkat istimewa untuk mengatasi perkara-perkara niaga yang dikhawatirkan dan diperkirakan akan membludak akibat krisis ekonomi di Indonesia pada saat ini. Secara konvensi teori perundang-undangan, pembentukan suatu pengadilan khusus biasanya dilakukan melalui suatu undang-undang tersendiri yang mengamanatkan pembentukannya tersebut. Keistimewaan pembentukan pengadilan niaga tersebut tak lepas dari upaya pebaikan terhadap peraturan mengenai kepailitan yang ada sebelum tahun 1988, yaitu failissement verordering Staatblaad 1905 No. 217 jis tahun 1906 No. 348. Upaya perbaikan tersebut dianggap merupakan salah satu solusi utama yang perlu mendapat prioritas karena Indonesia mengalami krisis perekonomian pada tahun 1998, sehingga lahirlah Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 peraturan pemerintah pengganti undang-undang Perpu No. 1 tahun 199, yang kemudian oleh dewan perwakilan rakyat menjadi UU Nomor 4 tahun 1998 UU Kepailitan. Dalam UU inilah pendirian Pengadilan Niaga diatur, yaitu dalam pasal 1 ayat 1, pasal 280 ayat 2 sera pasal 281. Penjelasan pasal 1 ayat 1 UU Kepailitan menyebutkan 14 14 Indonesia, Undang-undang Kepailitan, UU Nomor 4 tahun 1998. : “Yang dimaksud dengan pengadilan adalah Pengadilan Niaga yang merupakan pengkhususan pengadilan di bidang perniagaan yang dibentuk dalam lingkup peradilan umum……” Pembentukan Pengadilan Niaga adalah dipisahkannya yurisdiksi untuk memeriksa permohonan pailit dari pengadilan negeri kepada Pengadilan Niaga. Undang-undang mengatur bahwa dengan dibentuknya Pengadilan Niaga, maka permohonan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang hanya dapat diperiksa oleh Pengadilan Niaga. UU kepailitan hanya memerintahkan pembentukan satu Pengadilan Niaga yaitu pada pengadilan negeri Jakarta pusat. Namun seara bertahap, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber daya manusia, maka keberadaan Pengadilan Niaga akan diperluas ke daerah-daerah lain. Tidak lama setelah Pengadilan Niaga beroperasi pada pengadilan negeri Jakarta pusat, maka melalui keputusan Presiden Nomor 97 tahun 1999, pemerintah membentuk Pengadilan Niaga pada empat wilayah pengadilan negeri lainnya, yaitu di pengadilan negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang. Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 Sebelum pembentukan Pengadilan Niaga di wilayah lain, maka Pengadilan Niaga Jakarta Pusat berwenang untuk menerima permohonan pailit atas debitur di seluruh wilayah Indonesia. Dengan dibentuknya empat Pengadilan Niaga tersebut, maka pembagian wilayah yurisdiksi relatif bagi perkara yang diajukan kepada Pengadilan Niaga menjadi sebagai berikut: 1. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang meliputi wilayah propinsi sulawesi selatan, sulawesi tenggara, sulawesi tengah, sulawesi utara, maluku dan irian jaya 2. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi propinsi sumatera utara, riau, sumatera barat, jambi, bengkulu, dan daerah istimewa aceh 3. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, meliputi propinsi jawa timur, kalimantan selatan, kalimantan tengah, kalimantan timur, bali, nusa tenggara barat, nusa tenggara timur, dan timor timur 4. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri semarang meliputi propinsi jawa tengah dan daerah istimewa yogyakarta. Pembagian ini sekaligus mereduksi kewenangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta pusat, sehingga daerah hukumnya hanya meliputi propinsi daerah khusus ibukota Jakarta, jawa barat, lampung, sumatera selatan dan kalimantan barat. Bagi permohonan pailit yang tengah dalam proses penyelesaian di Pengadilan Niaga Jakarta pusat diperkenankan untuk menyelesaikan permohonan pailit tersebut I Pengadilan Niaga Jakarta pusat. Sedangkan bagi permohonan pailit yang sudah diajukaan namun belum diproses, maka Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 penanganannya dapat mulai dialihkan ke pengadilan niaga yang lain yang memiliki kewenangan relatif tersebut.

B. Eksistensi Pengadilan Niaga dan Perluasan Kompetensinya