TINJAUAN YURIDIS KEBERADAAN HAKIM AD HOC

Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009

BAB IV TINJAUAN YURIDIS KEBERADAAN HAKIM AD HOC

DI PENGADILAN NIAGA Rekrutmen adalah proses mencari dan menarik orang yang diinginkan oleh organisasi untuk mengisi lowongan pekerjaan tertentu 46 1. Telah berpengalaman sebagai Hakim dalam lingkungan Peradilan Umum; . Rekrutmen merupakan proses paling awal yang penting dalam pengelolaan sumber daya manusia. Mengingat pentingnya rekrutmen sebagai faktor penunjang bagi keberhasilan pengelolaan SDM secara keseluruhan, maka keberadaan sistem rekrutmen harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang jelas. Selama ini, rekrutmen hakim ad hoc di Pengadilan Niaga dapat dibedakan ke dalam dua jenis. Kondisi tersebut bisa terjadi karena proses rekrutmen telah dilakukan dua kali, yaitu rekrutmen hakim ad hoc Angkatan Pertama melalui Keppres No. 71M Tahun 1999 atas usulan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk memenuhi Pasal 283 ayat 3 UU Kepailitan 1998, dan rekrutmen hakim ad hoc melalui Keppres No.108M2000. Peryaratan untuk dapat menjadi hakim ad hoc adalah sebagai berikut: 2. Mempunyai dedikasi dan mengusai pengetahuan di bidang masalah- masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan Niaga; 3. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan baik tidak tercela; dan 46 B.N. Marbun, Kamus Manajemen, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003. Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 4. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus Hakim pada Pengadilan Niaga. 47 Proses rekrutmen hakim ad hoc di Pengadilan Niaga memang tidak secara jelas dan rinci diatur di dalam undang-undang maupun Perma. Kedua ketentuan tersebut hanya menyatakan bahwa hakim ad hoc diangkat oleh Presiden atas usul Ketua MA untuk bertugas sebagai hakim anggota dalam suatu majelis untuk memeriksa dan memutus perkara, dan diangkat untuk masa jabatan 3 tiga tahun, dan dapat diperpanjang untuk satu kali periode saja. Pada tahap pelaksanaan, ketidakjelasan aturan dan tidak adanya transparansi serta akuntabilitas dalam penyelenggaraan rekrutmen, mengakibatkan sebagian kalangan masyarakat belum menganggap hakim ad hoc sebagai bagian yang terintegrasi dalam Pengadilan Niaga. Pasal 283 ayat 2 huruf b UU Kepailitan 1998 sekarang Pasal 302 ayat 2 huruf b UU K-PKPU 2004 yang berlaku baik untuk hakim karir maupun hakim ad hoc mensyaratkan bahwa hakim yang diangkat di Pengadilan Niaga harus mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan Niaga. Selain itu, Pasal 1 ayat 1 dan 2 Perma No. 2 Tahun 2000 juga menyebutkan bahwa hakim ad hoc haruslah seorang yang ahli di bidangnya. Namun proses rekrutmen tidak disertai parameter yang obyektif untuk mengukur keahlian calon hakim ad hoc. Ketiadaan parameter yang obyektif inilah yang mempersulit proses penjaringan calon hakim ad hoc yang berintegritas baik. 47 Pasal 302 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 Beberapa prinsip minimum yang seyogianya dipenuhi dalam sistem rekrutmen hakim adalah dapat mengacu pada Kertas Kerja Pembaruan Sistem Pembinaan SDM Hakim yaitu sebagai berikut: 1. Prinsip objektivitas Pada intinya prinsip ini menghendaki agar pelaksanaan rekrutmen dilakukan secara objektif dan karenanya harus ada parameter yang objektif pula dalam melakukan proses rekrutmen. Minimnya parameter yang objektif dalam pelaksanaan rekrutmen akan membuka pintu bagi masuknya pertimbangan di luar merit system dalam merekrut calon hakim 48 2. Prinsip transparansi dan akuntabilitas . Prinsip ini menghendaki agar sebisa mungkin seluruh proses rekrutmen mulai dari tahap awal sampai dengan penentuan kelulusan dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. 3. Prinsip kompetensi Salah satu syarat utama bagi seorang hakim adalah memiliki kompetensi yang tinggi di bidang hukum. Karena itu, maka seluruh proses rekrutmen harus didukung dengan metode pengujian dan materi-materi ujian yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat kompetensi hukum calon hakim. 49 4. Prinsip Integritas Integritas dipahami sebagai suatu perilaku yang menunjukkan sikap moral yang terpuji, tidak mempunyai track record yang tidak baik, mempunyai alasan yang cukup kuat atas pelbagai tindakan-tindakannya di masa lalu. Prinsip integritas seyogianya lebih dikedepankan untuk digunakan sebagai parameter 48 Kertas Kerja Pembaruan Sistem Pembinaan SDM Hakim, Mahkamah Agung RI, Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2003, hal. 94. 49 Ibid Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 melakukan rekrutmen hakim ad hoc. Mengingat lembaga peradilan merupakan lembaga yang harus dihormati sehingga sumber daya manusia didalamnya haruslah mempunyai perilaku yang baik. Hakim ad hoc harus dipilih dari orang profesional yang mempunyai integritas agar bisa merubah keadaan. Akan tetapi jika hakim ad hoc itu dianggap siapa saja asalkan orang di luar hakim karir, namun tidak memperhatikan integritas dan kemampuan profesionalnya, maka hakim ad hoc yang seperti itu tidak akan merubah keadaan. Jadi harus orang ahli yang mempunyai integritas dan mempunyai kemampuan yang bisa menjadi hakim ad hoc. Para hakim tersebut didaftar dan diusulkan kepada presiden. Pelaksanaan rekrutmen hakim di Pengadilan Niaga memang belum sepenuhnya memenuhi prinsip-prinsip minimum dalam pelaksanaan rekrutmen hakim. Kondisi ini pun diakui oleh pelbagai pihak. Beberapa kelemahan dari proses rekrutmen hakim di Pengadilan Niaga, diantaranya adalah proses rekrutmen yang masih cenderung tertutup; waktu rekrutmen yang singkat sehingga proses penelusuran track record calon kurang maksimal; partisipasi masyarakat untuk mendukung proses tersebut tidak optimal; tidak ada parameter yang obyektif dan terukur untuk menilai kriteria-kriteria yang disyaratkan, dan sebagainya. Namun setidaknya pada tahapan awal, MA tanggap menjelang berfungsinya Pengadilan Niaga dengan berinisiatif untuk mengangkat beberapa hakim niaga melalui proses rekrutmen. Proses rekrutmen yang dimaksud tersebut adalah bahwa angkatan pertama hakim niaga terlebih dahulu menempuh pendidikan selama 50 lima puluh hari untuk menangani kasus-kasus kepailitan. Pelatihan ini dilaksanakan oleh MA dan Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 Badan Pembinaan Hukum Nasional BPHN yang melibatkan pula sejumlah ahli hukum kepailitan dan kurator dari Belanda dan pengajar-pengajar lain dari berbagai negara. Pada angkatan selanjutnya, telah diselenggarakan 2 dua kali program pelatihan, yang dipadatkan dalam waktu 3 tiga minggu. Dua program pelatihan ini diselenggarakan oleh MA bekerja sama dengan Departemen Kehakiman dan HAM. Namun tidak semua peserta pendidikan secara otomatis dapat diangkat menjadi Hakim Niaga, hanya peserta yang memiliki nilai tertinggi dalam pelatihan tersebut yang akan mendapatkan penunjukan untuk bertugas sebagai hakim niaga. 50 Munculnya nama-nama seperti yang tercantum dalam Keppres No. 71M1999 berdasarkan pola penunjukan di mana 3 tiga dari 4 empat orang yang dipilih berasal dari mantan hakim yang ahli dalam hukum materiil. Sementara pihak-pihak yang dipilih dalam Keppres No.108M2000 berasal dari Mekanisme pengangkatan hakim ad hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dapat diikuti untuk mencari pola di Pengadilan Niaga. Sementara, pendidikan dan pelatihan diklat untuk hakim ad hoc sampai saat ini tidak ada. Yang baru dilakukan adalah bagi mereka hakim ad hoc yang bertugas pada Pengadilan HAM dan Pengadilan Korupsi. Mariana Sutadi memberi catatan bahwa hakim ad hoc di Pengadilan Niaga tidak perlu mendapatkan diklat karena idealnya mereka berasal dari para ahli di bidangnya sehingga tidak diperlukan lagi diklat. Hanya saja kalaupun akan diberikan diklat, haruslah yang lebih bersifat pelatihan hukum acara. Meskipun demikian, MA tidak punya anggaran untuk hal tersebut. 50 Laporan kegiatan Pengadilan Niaga Tahun 1998-2003, Jakarta: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 2004, hal. 3-4. Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 kalangan akademisi ahli hukum acara yang diusulkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM. Setelah keluarnya UU K-PKPU 2004 tugas baru bagi MA selain menyiapkan hakim-hakim ad hoc baru di Pengadilan Niaga, adalah juga menyiapkan hakim-hakim ad hoc di tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam pasal 302 ayat 3 UU K- PKPU 2004, dimana di dalamnya dijelaskan bahwa: Dengan tetap memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b, huruf c, dan huruf d, dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung dapat diangkat seseorang yang ahli, sebagai hakim ad hoc, baik pada pengadilan tingkat pertama, kasasi, maupun pada peninjauan kembali. Namun Undang-undang tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai hakim ad hoc di tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali tersebut. Untuk itu perlu dibentuk ketentuan yang mengatur hal tersebut, seperti PERMA No. 2 Tahun 2000, yang mengatur mengenai hakim ad hoc di Pengadilan Niaga. Ketentuan Pasal 283 ayat 3 UU Kepailitan lama telah secara tegas bahwa hakim ad hoc hanya dapat melakukan tugasnya bila ada permintaan dari para pihak. Pada perkara yang melibatkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN sebagai pemohon pailit terhadap PT. Dharmala sebagai termohon pailit, pihak kuasa hukumnya meminta kepada majelis hakim pada Pengadilan Jakarta Pusat untuk menunjuk dan mengangkat hakim ad hoc untuk menyidangkan, Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 memeriksa, dan memutuskan perkara kepalitan. Alasan memilih hakim ad hoc pada waktu itu adalah bahwa hakim ad hoc lebih bisa menjaga obyektivitas dalam memutus perkara. Perkara lain misalnya pada Perkara No. 46Pailit2001PN.Niaga Jkt. Pst. BNP Paribas dahulu Nationale de Paris selaku pemohon menuliskan salah satu dasar pertimbangan untuk menunjuk Hakim ad hoc: “Bahwa demi tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan dalam perkara permohonan pernyataan pailit ini, maka dibutuhkan Hakim ad hoc yang memiliki spesialisasi, dedikasi, integritas wawasan, serta keahlian yang diperlukan dalam penyelesaian permohonan pernyataan pailit atas Termohon secara professional. Oleh karenanya, Pemohon perlu memohon agar dapat ditunjuk Hakim ad hoc sebagai anggota Majelis suatu penetapan Ketua Pengadilan Niaga, sesuai Pasal 283 ayat 3 UU Kepailitan jo Perma No. 2 Tahun 2000 tanggal 30 Juni 2000 tentang Hakim ad hoc tanggal 10 Desember 1999 Peraturan tentang Hakim ad hoc”. Sebelum Ketua Pengadilan Niaga menunjuk hakim ad hoc sebagai hakim anggota, terlebih dahulu ada permintaan dari pihak yang berperkara. Ketua Pengadilan kemudian menghubungi hakim ad hoc, untuk memberitahu adanya permintaan dari salah satu pihak dan menanyakan apakah hakim ad hoc tersebut bersedia untuk ditunjuk sebagai Hakim Anggota Majelis Hakim yang akan memeriksa dan memutuskan perkara. Hakim ad hoc akan menanyakan identitas para pihak dan advokatpengacara masing-masing untuk menentukan ada tidaknya benturan kepentingan, bila tidak ada, hakim ad hoc bersedia untuk menjadi hakim Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 anggota. Hakim ad hoc kemudian akan mendatangi Pengadilan Niaga untuk menerima penetapan penunjukan dari Ketua Pengadilan Niaga serta untuk menetapkan hari sidang pertama dan penjadwalan sidang-sidang berikutnya. Sebelum sidang pertama Ketua Pengadilan Niaga akan mengambil sumpah hakim ad hoc yang bersangkutan, dan kemudian berita acara sumpah dilampirkan pada berkas perkara berikut penetapan penunjukannya. Hakim ad hoc kemudian berfungsi sebagai hakim anggota seperti hakim anggota karir lain dengan tugas dan kewenangan yang sama. Hakim ad hoc juga memegang berkas berikut semua fotocopy bukti-bukti perkara untuk dipelajari dan mempersiapkan diri mengahadapi musyawarah Majelis Hakim yang umumnya diadakan 2 dua atau 3 tiga hari sebelum sidang pengucapan putusan. Dalam musyawarah yang berlangsung tertutup semua anggota masing-masing dan Ketua satu persatu mengemukakan pendapatnya dengan dasar hukumnya. Sedapat mungkin dicapai putusan bulat, yaitu semua setuju dan tidak ada yang berpendapat lain. Tetapi apabila setelah adu argumentasi tidak dicapai kesepakatan bulat maka anggota yang pendapatnya merupakan merupakan pendapat minoritas akan membuat Dissenting Opinion yang dibuat dengan bentuk lampiran disertai pernyataan, yang kemudian menjadi kesatuan dengan putusan, dan ditandatangani oleh seluruh anggota maupun Ketua Majelis. Hal tersebut mengingat dalam jangka waktu 2x24 jam sejak putusan diucapkan salinan putusan sudah harus diterima pada para pihak. Dengan telah diucapkan putusan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan telah ditanda tanganinya putusan asli oleh seluruh Majelis Hakim Anggota dan Ketua Majelis maka selesailah tugas hakim Shandi Izhandri : Tinjauan Yuridis Keberadaan Hakim Ad Hoc Di Pengadilan Niaga, 2007. USU Repository © 2009 ad hoc. Sesuai namanya, hakim ad hoc memang hanya bertugas untuk spesific purpose. Jadi Hakim Ketua yang berkewajiban untuk membuat putusan. Selanjutnya, permohonan yang dituliskan tersebut diajukan dalam berkas permohonan pengajuan pailit kepada Pengadilan Niaga. Hal tersebut diterima oleh Ketua Pengadilan, yang kemudian meneruskan untuk menunjuk hakim ad hoc dalam perkara dimaksud.

C. Jumlah dan Masa Jabatan Hakim ad hoc