1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal di sektor jasa keuangan di Indonesia, yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan selanjutnya disebut UU OJK mempunyai tujuan agar keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan terselenggara secara
teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat.
1
Definisi secara umum yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan,
menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya.
2
Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi dan gerak pembangunan suatu bangsa.
Lembaga keuangan tumbuh dengan berbagai alternatif jasa yang ditawarkan.
3
Paling tidak ada sembilan fungsi pokok yang dapat dilayani lembaga keuangan bank dan selain bank yakni fungsi kredit, fungsi investasi, fungsi
pembayaran, fungsi tabungan, fungsi pengelolaan kas, fungsi penjamin, fungsi perantara, fungsi perlindungan, dan fungsi kepercayaan.
4
1
Undang-Undang Repulik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014, Penjelasan Umum.
2
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2011, hlm. 2.
3
Neni sri imaniyati, Pengantar hukum Perbankan IndonesiaBandung : PT. Refika Aditama,2010,hlm. 1.
4
Juli Irmayanto dkk,Bank dan lembaga keuanganJakarta: universitas trisaksi, 2002hlm. 12.
Universitas Sumatera Utara
2 Pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga keuangan bank dan selain
bank dilakukan oleh Bank Indonesia dan menteri keuangan, yang sekarang menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan selanjutnya disebut OJK sebagai
penyelenggara sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan sesuai dengan UU OJK .
5
Fungsi-fungsi ini menjadikan lembaga keuangan dapat mendorong perkembangan dan pembangunan ekonomi suatu daerah atau suatu Negara .
Lembaga keuangan dapat memobilisasi dana dari masyarakat atau dari luar daerah yang kemudian disalurkan kembali kedalam perekonomian dalam bentuk kredit.
6
Fungsi OJK sebagai regulator adalah penyelengaraan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor
keuangan. Berdasarkan itu, keseluruhan kegiatan jasa keuangan yang dilakukan oleh lembaga lembaga keuangan tunduk pada sistem pengaturan dan pengawasan
OJK, seperti sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.
7
Guna mencapai tujuan sebagaimana yang diamanatkan oleh undang- undang, OJK memerlukan adanya jaminan sumber pembiayaan yang mampu
mendukung efektifnya pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai salah satu unsur menjadikan OJK sebagai lembaga yang independen dalam pengaturan dan
5
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab II, Pasal 5 dan Pasal 6.
6
Frianto Pandia, Elly Santi Ompusunggu, Achmad Abror, Lembaga keuangan Jakarta: rineka cipta,2004 hlm. 1.
7
Bismar Nasution, “OJK Sebagai Suatu Sistem Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi” Medan: Makalah disampaikan pada Seminar tentang Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan untuk
mewujudkan perkonomian nasional yang berkelanjutan dan stabil, 25 November 2014, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
3 pengawasan sektor jasa keuangan.
8
Sesuai dengan Pasal 34 ayat 2 UU OJK, Angaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
danatau Pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Ketentuan tersebut bermakna bahwa pembiayaan kegitan OJK, sewajarnya
didanai secara mandiri yang pendanaanya bersumber dari pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keungaan, pembiayaan secara adil harus
dibebankan kepada pihak yang secara langsung menerima manfaat dari efektifnya fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan oleh OJK.
9
Pungutan yang diwajibkan kepada industri jasa keuangan ini diyakini dapat dirasakan
manfaatnya kembali oleh industri recycling dengan berbagai program kerja OJK yang bernilai tambah pada bidang pengaturan dan pengawasan terintegrasi,
perlindungan konsumen dan good governance. Program kerja yang bernilai tambah itu diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan kepercayaan
konsumen terhadap sektor jasa keuangan sehingga mampu menciptakan dan membangun pertumbuhan industri jasa keuangan yang berkelanjutan.
10
Menurut Asosiasi Emiten Indonesia AEI, iuran yang dikenakan OJK kepada pelaku industri terutama emiten, dikhawatirkan berbuntut pada kenaikan
beban emiten.
11
Menurut Presiden Direktur PT Bank Maspion Indonesia Tbk
8
Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam menjaga stabilitas Sistem Keuangan,
” Medan:disampaikan pada Seminar tentang Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan untuk Mewujudkan Perkonomian Nasional yang Berkelanjutan dan Stabil, 25
November 2014, hlm. 16.
9
Ibid, hal, 17.
10
http:www.ojk.go.idsiaran-pers-aturan-pelaksanaan-pungutan-ojk diakses tanggal 13 Juni 2015
11
http:investasi.kontan.co.idnewsini-tanggapan-asosiasi-emiten-atas-pungutan- ojkdiakses tanggal 13 Juni 2015.
Universitas Sumatera Utara
4 Herman Halim mengatakan target OJK tersebut sangat memberatkan bank kecil
dan pungutan OJK membuat beban yang ditanggung oleh industri perbankan semakin banyak dan membuat laba yang diperoleh semakin menyusut.
12
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Budi Gunadi Sadikin juga meminta adanya
pemangkasan pungutan OJK dan mengusulkan skema pembayaran pungutan ini disesuaikan dengan aset yang dimilik setiap bank.
13
Pungutan OJK ini ditujukan untuk memajukan industri jasa keuangan sesuai dengan tujuan dan fungsi dibentuknya OJK. Apabila pungutan ini
dibebankan kepada konsumen atau masyarakat maka berpotensi mengurangi daya saing industri yang pada akhirnya merugikan perusahaan itu sendiri.
14
Terhadap pihak yang sedang mengalami kesulitan keuangan dan dalam upaya penyehatan danatau dalam pemberesan, dapat dilakukan penyesuain
paungutan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK selanjutnya disebut PP No. 11
Tahun 2014.
15
Berdasarkan hal tersebut, penetapan besarnya pungutan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan
kegitan di sektor jasa keuangan serta kebutuhan pendanaan OJK.
16
Penjelasan
12
http:finansial.bisnis.comread2015042390426411iuran-ojk-lebih-baik-dihapus diakses tanggal 13 Juni 2015.
13
http:finansial.bisnis.comread2015042390426411iuran-ojk-lebih-baik-dihapus diakses tanggal 13 Juni 2015.
14
http:www.ojk.go.idsiaran-pers-aturan-pelaksanaan-pungutan-ojk diakses tanggal 13 Juni 2015
15
Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor11 tahun 2014 tentang Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan. Bab VI, Pasal 17.
16
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014,Penjelasan Umum.
Universitas Sumatera Utara
5 Pasal 17 PP No. 11 Tahun 2014
, yang dimaksud dengan “pemberesan” adalah pemberesan yang dilakukan oleh likuidator atau kurator.
Pemberesan yang dilakukan oleh kurator merupakan pemberesan dalam kepailitan, yang merupakan sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang
pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
17
Dalam sita umum, maka seluruh harta kekayaan debitur akan berada di bawah penguasaan dan pengurusan kurator, sehingga debitur tidak
memiliki hak untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya.
18
Hendaknya besaran pungutan tidak membebani pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan, penyesuaian terhadap pungutan yang di
bebankan menjadi sangat penting khususnya terhadap lembaga keuangan yang sedang mengalami pemberesan oleh kurator yang dalam hal ini adalah kepailitan,
lembaga keuangan tersebut kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya. Sehingga pungutan yang tujuannya memberikan manfaat tidak
menjadi sebaliknya memperburuk pihak yang mengalami kepailitan. Kepailitan menimbulkan akibat hukum salah satunya terhadap harta
kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pengawasannya beralih kepada kurator, sehingga guna memenuhi pembayaran utang-utangnya terhadap kreditur
dilakukan pemberesan harta pailit oleh kurator yang apa bila dilakukan pungutan akan semangkin mengurangi harta pailit dan mempersulit keuangan pihak
tersebut. Berdasarkan hal tersebut pentingnya pengaturan yang jelas mengenai
17
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan K ewajiban Pembayaran Utang, Bab I, Pasal 1 ayat 1.
18
Sunarmi, hukum kepailitan,edisi 2Medan :PT. Sofmedia,2010 , hlm. 29.
Universitas Sumatera Utara
6 pengurangan pungutan terhadap pihak yang mengalami kepailitan agar tidak
semangkin mempersulit pihak yang mengalami kepailitan tersebut.
B. Perumusan Masalah