Analisis Yuridis Penanganan Dugaan Penyimpangan Kredit Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan

(1)

1

JASA KEUANGAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FEBRINA YULETTA SITUMORANG 110200253

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

2

ANALISIS YURIDIS PENANGANAN DUGAAN

PENYIMPANGAN KREDIT PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FEBRINA YULETTA SITUMORANG 110200253

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha S.H.,M.Hum NIP.197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Bismar Nasution S.H.,M.Hum Windha S.H., M.Hum

NIP.195603291986011001 NIP.197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan tepat waktunya. Skripsi ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi pada Program Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara ( USU) Medan. Skripsi ini diberi judul “ANALISIS YURIDIS PENANGANAN DUGAAN PENYIMPANGAN KREDIT PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN”. Dengan adanya penulisan skripsi ini penulis berharap agar para pembaca dapat memaklumi kekurangan dari penulis karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Semoga dari skripsi ini, pembaca dapat mengerti, memahami serta memberikan manfaat kepada pembaca.

Demi kelancaran penyelesaian skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik dukungan moril dan materil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting,S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan I; Bapak Syafruddin Hasibuan,S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan II;

Bapak Dr.O.K Saidin,S.H., M.H selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

3. Ibu Windha,S.H.,M.Hum selaku Ketua Bagian Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan serta selaku Dosen


(4)

4

Pembimbing II yang telah sangat peduli dan perhatian serta memberikan pedoman terhadap penulisan skripsi ini;

4. Bapak Ramli Siregar,S.H., M.Hum selaku Sekretaris bagian Departem Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

5. Bapak Prof.Dr.Bismar Nasution,S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing I yang juga telah peduli dan memberikan pedoman terhadap penulisan skripsi ini; 6. Teristimewa kepada orangtuaku, Lambas Situmorang dan Ernawati

Tinambunan Serta Kakaku dr.Iin Novia Situmorang S.Ked dan kedua adikku Angga Lammora dan Ruth Anette yang telah memberikan banyak semangat, kekuatan, doa, serta motivasi kepada penulis sehingga penuli dapat menyelesaikan studi dengan tepat pada waktunya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

7. Ibu Zakiah, S.PD selaku Dosen Penasehat Akademik penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Segala Bapak/Ibu Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama proses perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Orang yang sangat dekat bagi penulis, Byduu yang telah memberikan banyak dukungan, semangat, doa serta perhatian yang begitu besar selama perkuliahan maupun dalam proses penulisan skripsi ini selesai;

10. Sahabat penulis di SMANSA MEDAN, Sri rezeki, Laura Nova, Pretty, Ageng, Intan, Ibeth, Dea, Uty, yang memberi pencerahan bagi penulis;


(5)

11. Teman-teman terdekat penulis di Fakultas Hukum, Devi, Yohana, Kevin, Desi, Eni, Fredy, William,Sri Nita Pagit, Rolinta, Erni, Melva, Ezra, Nimah yang selalu memberikan semangat kepada penulis;

Demikianlah penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang mendukung penulisan skripsi ini.

Medan, 12 April 2015

Penulis

Febrina Yuletta Situmorang

NIM: 110200253


(6)

6

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………...i

DAFTAR ISI………...….v

ABSTRAK……….…………...…….vii

BAB I PENDAHULUAN………...1

A. Latar Belakang……….1

B. Perumusan Permasalahan……….6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……….7

D. Keaslian Penulisan………...8

E. Tinjauan Kepustakaan………..9

F. Metode Penulisan………...……13

G. Sistematika Penulisan………....16

BAB II PENGATURAN PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN DI INDONESIA BERDASARKAN UU PERBANKAN……….19

A. Pengertian Kredit………...19

B. Jenis-Jenis Kredit………...……30

C. Perjanjian Kredit…….………..…….35

D. Tata Cara Pemberian Kredit………...………40

E. Penggolongan Kolektibilitas Kredit………...47

BAB III KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI PERBANKAN....…….………..………....56

A. Latar Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan………56


(7)

B. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan………63

C. Status Otoritas Jasa Keuangan………...……69 D. Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan……….……74

BAB IV PENANGANAN DUGAAN PENYIMPANGAN KREDIT PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN..……….82

A. Bentuk Penyimpangan Kredit Perbankan……….………82

B. Pencegahan dan Penanggulangan Penyimpangan Kredit Perbankan……….93

C. Penanganan Dugaaan Penyimpangan Kredit Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan…………...………...100

BAB V PENUTUP………..………110

A. Kesimpulan………...………...………110

B. Saran………..……..………113

DAFTAR PUSTAKA………...………...……114


(8)

8

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PENANGANAN DUGAAN PENYIMPANGAN KREDIT PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

Febrina Yuletta Situmorang* Bismar Nasution**

Windha***

Bank dalam menjalankan usahanya adalah menghimpun dana yang berasal dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat Bank merupakan lembaga penyimpanan uang masyarakat yang berdasarkan kepercayaan, karena itu setiap bank harus terus berupaya menjaga kesehatannya dan menjaga reputasi bank dikalangan masyarakat. Dalam pemberian kredit, banyak terjadi masalah yang dapat merusak citra suatu bank baik yang dilakukan oleh nasabah itu sendiri maupun pihak intern bank. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan pemberian kredit perbankan dalam Undang-Undang Perbankan, bagaimana kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi sektor perbankan dan bagaimana penanganan dugaan penyimpangan kredi perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusn skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, makalah, internet, jurnal, kamus, hasil tulisan ilmiah dan peraturan perundang- undangan yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan penyusunan karya ilmiah ini.

Pemberian kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh perbankan merupakan suatu bentuk penyimpangan yang dapat merusak reputasi bank. Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawas seluruh sektor jasa keuangan diberikan wewenang untuk menangani adanya dugaan kredit yang dilakukan oleh bank sesuai dengan amanat UU OJK dalam hal fungsi pengawasan. OJK melakukan pemeriksaan terhadap bank yang diduga melakukan praktik penyimpangan perbankan yang tidak sehat, OJK dalam melakukan pemeriksaan bank terlebih dahulu melakukan pengawasan tidak langsung yang dilakukan dengan menilai kesehatan bank berdasarkan laporan berkala seluruh bank. Dalam hal terbukti telah dilakukannya penyimpangan dalam prosedur pemberian kredit perbankan, OJK dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis maupun denda kepada bank yang melakukan penyimpangan serta dapat juga dilakukan pencabutan izin usaha terhadap bank tersebut.

Kata Kunci : Penyimpangan, Kredit, Penanganan, Dugaan, OJK

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I

***) Dosen Pembimbing II


(9)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PENANGANAN DUGAAN PENYIMPANGAN KREDIT PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

Febrina Yuletta Situmorang* Bismar Nasution**

Windha***

Bank dalam menjalankan usahanya adalah menghimpun dana yang berasal dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat Bank merupakan lembaga penyimpanan uang masyarakat yang berdasarkan kepercayaan, karena itu setiap bank harus terus berupaya menjaga kesehatannya dan menjaga reputasi bank dikalangan masyarakat. Dalam pemberian kredit, banyak terjadi masalah yang dapat merusak citra suatu bank baik yang dilakukan oleh nasabah itu sendiri maupun pihak intern bank. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan pemberian kredit perbankan dalam Undang-Undang Perbankan, bagaimana kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi sektor perbankan dan bagaimana penanganan dugaan penyimpangan kredi perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusn skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, makalah, internet, jurnal, kamus, hasil tulisan ilmiah dan peraturan perundang- undangan yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan penyusunan karya ilmiah ini.

Pemberian kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh perbankan merupakan suatu bentuk penyimpangan yang dapat merusak reputasi bank. Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawas seluruh sektor jasa keuangan diberikan wewenang untuk menangani adanya dugaan kredit yang dilakukan oleh bank sesuai dengan amanat UU OJK dalam hal fungsi pengawasan. OJK melakukan pemeriksaan terhadap bank yang diduga melakukan praktik penyimpangan perbankan yang tidak sehat, OJK dalam melakukan pemeriksaan bank terlebih dahulu melakukan pengawasan tidak langsung yang dilakukan dengan menilai kesehatan bank berdasarkan laporan berkala seluruh bank. Dalam hal terbukti telah dilakukannya penyimpangan dalam prosedur pemberian kredit perbankan, OJK dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis maupun denda kepada bank yang melakukan penyimpangan serta dapat juga dilakukan pencabutan izin usaha terhadap bank tersebut.

Kata Kunci : Penyimpangan, Kredit, Penanganan, Dugaan, OJK

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I

***) Dosen Pembimbing II


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha yang perumahan sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi keuangan.1 Semua sektor usaha maupun individu saat ini dan masa yang akan datang tidak akan lepas dari sektor perbankan bahkan menjadi kebutuhan dalam menjalankan aktivitas keuangan dalam mendukung kelancaran usaha. Peran bank bagi masyarakat individu, maupun masyarakat bisnis sangat penting bahkan bagi suatu negara, karena bank sebagai suatu lembaga yang sangat berperan dan berpengaruh dalam perekonomian suatu negara.2

Negara-negara berkembang, seperti Indonesia dan negara di Asia lainnya, pemahaman sebagian masyarakat tentang bank masih sedikit masih pada masyarakat perkotaan. Masyarakat pedesaan masih menganggap keberadaan bank hanya untuk kalangan tertentu. Pada masyarakat hanya menganggap bank sebagai tempat menyimpan dan meminjam uang. Bagi masyarakat di pedesaan, pemahaman tentang bank sangat minim bahkan ada yang tidak tahu sama sekali tentang bank. Masyarakat desa, bahkan merasa takut berhubungan dengan bank, sehingga tidak banyak yang melakukan transaksi keuangan dibank. Keterbatasan akan pengetahuan masyarakat terhadap bank tersebut berdampak pada

1

Ismail, Manajemen Perbankan: Dari teori menuju aplikasi (Jakarta: Kencana Media Group: 2010), hlm.2.

2


(11)

terhambatnya pertumbuhan bank di pedesaan, sehingga menyebabkan lambatnya laju pertumbuhan ekonomi di pedesaan.3

Masyarakat kota melihat bahwa peran bank sangat penting. Masyarakat kota mengetahui bahwa keberadaan bank tidak hanya sebagai tempat meminjam dan menyimpan uang, akan tetapi banyak aktivitas keuangan yang diperlukan untuk mendukung kelancaran dalam melakukan transaksi. Masyarakat kota, baik pengusaha maupun bukan pengusaha memerlukan keberadaan bank untuk melaksanakan berbagai aktivitasnya. Masyarakat kota, membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan berbagai macam aktivitas keuangan. Aktivitas keuangan yang bisa ditawarkan oleh bank tidak terbatas pada aktivitas usaha, akan tetapi banyak aktivitas layanan jasa lain yang dapat diberikan oleh bank dalam melayani keperluan nasabah.4

Bank mempunyai peran dalam menghimpun dana masyarakat, karena merupakan lembaga yang dipercaya oleh masyarakat dari berbagai macam kalangan dalam menempatkan dananya secara aman.5 Masyarakat percaya bahwa dana yang ditempatkan di bank keamanannya lebih terjamin dibanding ditempatkan di lembaga lain. Disisi lain bank berperan dalam memberikan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Masyarakat dapat secara langsung mendapat pinjaman dari bank, sepanjang masyarakat pengguna dana tersebut dapat memenuhi persyaratan yang diberikan oleh bank. Dengan demikian pada dasarnya bank mempunyai peran dalam dua sisi, yaitu menghimpun dana yang berasal dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan dana kepada

3

Ibid., hlm.3.

4

Djoni Gazali, Hukum Perbankan (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm.34.

5


(12)

3

masyarakat yang membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kedua fungsi tersebut, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan sekaligus menyalurkannya, sehingga bank merupakan lembaga perantara keuangan bagi masyarakat dengan cara menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat.6

Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya. 7 Perbankan sebagai suatu lembaga keuangan kepercayaan masyarakat yang memegang peranan penting dalam sistem perekonomian, sehingga dapat dikatakan bank merupakan urat nadi dari sistem keuangan yang beraktifitas menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, deposito dll, yang kemudian dana yang terkumpul dari masyarakat tersebut disalurkan dalam bentuk kredit.8

Semakin meningkatnya atau semakin tinggi tingkat kredit dari bank yang disalurkan kepada masyarakat, maka kemungkinan akan timbulnya kredit bermasalah adalah sangat mungkin terjadi karena tidak semua jumlah kredit yang disalurkan kepada masyarakat dalam kondisi sehat, namun ada juga kredit dengan kualitas yang buruk. Jika kredit yang disalurkan kepada mengalami masalah atau bahkan mengalami kredit macet, maka akan berdampak berkurangnya sebagian besar pendapatan bank.9

6

Djoni Gazali, Op.Cit.,hlm.35

7

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm.1.

8

Ismail,Op.Cit.,hlm.6

9


(13)

Proses pemberian kredit kepada masyarakat oleh bank harus memperhatikan beberapa hal yang menyangkut tentang keselamatan dari bank itu sendiri, karena kredit yang disalurkan kepada masyarakat tidak semua akan berjalan dengan baik dan dapat menimbulkan masalah. Kredit bermasalah merupakan kredit yang telah disalurkan oleh bank, dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani oleh bank dan nasabah.10

Seperti dijelaskan diawal bahwa sumber dana perbankan yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit bukan dana milik sendiri yang tetapi dana yang berasal dari masyarakat, sehingga penyalurannya harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian melalui analisa kredit yang akurat dan perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat kembali tepat pada waktunya sesuai perjanjian kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga.11

Setiap kredit berpotensi menjadi bermasalah, oleh karena itu pengawasan terhadap pemberian kredit harus dilaksanakan. Dengan adanya pengawasan ini akan membantu pihak perusahaan untuk meminimalisasi resiko kredit yang bisa muncul. Setiap bank menginginkan kualitas risk assets yang sehat dalam arti

productive dan collectible sehingga setiap tahap dari proses kegiatan perkeditan

harus dimonitor dengan baik untuk mengetahui secara dini penyimpangan yang

10

Gatot supramono, Perbankan dan Masalah Perkreditan (Jakarta: Djambatan, 1995), hlm.56.

11


(14)

5

terjadi dari kegiatan perkreditan, sehingga bank dapat mengambi langkah-langkah secepat mungkin untuk diperbaiki.12

Salah satu contoh dari penyimpangan dari ketentuan kredit yang serius adalah pemberian kredit yang tidak mengikuti ketentuan dan prosedur yang berlaku, dimana pihak bank ikut mengambil bagian dalam proses penyimpangan pemberian kredit tersebut.

Dalam praktek, pelaksanaan kebijakan pemerintah dibidang perbankan masih terdapat beberapa kelemahan/kekurangan, sehingga dimanfaatkan oleh segolongan orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak pidana dengan bank sebagai sasarannya.13 Kegiatan perbankan ini digerakkan oleh aparat bank yang didukung masyarakat, yang dalam hal ini memerlukan perhatian perlindungan bank, baik dari perbuatan aparat bank sendiri maupun dari masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan peran wewenang lembaga yang melakukan pengawasan terhadap perbankan.14

Lembaga yang berwenang untuk menangani adanya dugaan penyimpangan kredit adalah lembaga Otoritas Jasa Keuangan. Sebagai lembaga independen, lembaga Otoritas Jasa Keuangan memiliki kewenangan dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan. Dengan mulai beroperasinya lembaga tersebut, maka sejak republik ini berdiri baru pertama kalinya lahir Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK) yang mengawasi lembaga secara terintegrasi

12

Muhammad Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan di Indonesia ( Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.70

13

Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank (Jakarta: PT Nusantara Lestari Ceria Pratama,1995), hlm.20.

14

Leden Marpaung, Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana terhadap Perbankan


(15)

yaitu lembaga keuangan bank dan non bank.15 Lembaga independen tersebut akan mengambil alih tugas dan pengawasan lembaga keuangan bank dan non bank yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai pengawas bank dan Bapepam LK untuk lembaga keuangan non bank.

Sesuai dengan amanah yang diberikan, lembaga OJK melakukan pengawasan bank sesuai dengan regulasi yang ada. OJK dapat melakukan investigasi terhadap suatu perbankan yang dinilai telah melakukan penyalahgunaan, seperti halnya terjadinya penyimpangan kredit perbankan. Sejalan dengan tugas pokok yang telah dilaksanakan oleh OJK dalam rangka mengatur dan mengawasi bank, OJK dapat menemukan penyimpangan ketentuan perbankan. Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK) mengamanatkan kepada OJK kewenangan untuk melakukan penyidikan disektor jasa keuangan. Oleh karena itu hasil dugaan penyimpangan perbankan selanjutnya diteruskan untuk dilakukan pemeriksaan oleh OJK.16

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan Latar belakang yang telah dijelaskan diatas, dalam skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Penanganan Dugaan Penyimpangan Kredit

Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan”, maka rumusan masalah yang ditarik oleh penulis yaitu :

15

OJK Pengawas Lembaga Keuangan yang Baru, http://jurnal.unimus.ac.id (diakses tanggal 02 Februari 2015).

16

Pengaturan dan Pengawasan OJK, http:// www.ojk.go.id /tugas-dan-fungsi ojk (terakhir diakses tanggal 02 februari 2015).


(16)

7

1. Bagaimana pengaturan pemberian kredit perbankan di Indonesia menurut Undang-Undang Perbankan?

2. Bagaimana bentuk kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi perbankan?

3. Bagaimana penanganan dugaan penyimpangan kredit perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan?

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui kedudukan kredit dalam peraturan perundang-undangan di bidang Perbankan di Indonesia

2. Untuk mengetahui kewenangan dan keberadaan lembaga OJK sebagai lembaga pengawas jasa keuangan di Indonesia

3. Untuk mengetahui penanganan dugaan penyimpangan kredit perbankan yang ditangani oleh lembaga OJK

Disamping mempunyai tujuan penelitian juga mempunyai manfaat dari segi kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:

1. Kegunaan teoritis

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan Hukum Ekonomi dan khususnya dibidang perbankan yang berwenang memberikan kredit kepada masyarakat serta dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengakibatkan sistem pengawasan bank


(17)

diambil alih oleh lembaga independen yang disebut dengan OJK, yang kemudian mempunyai wewenang untuk menyelidiki tindak pidana perbankan. 2. Kegunaan praktis

Tulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat pada umumnya tentang bank dan pengawasannya. Bank mempunyai peranan penting dalam menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit, maka dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh, maka dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Penanganan Dugaan Penyimpangan Kredit Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan”.

Untuk mengetahui keaslian penulisan, sebelumnya dilakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat dokumentasi dan informasi hukum/perpustakaan universitas cabang fakultas hukum USU melalui surat tertanggal 23 Oktober 2014 yang menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama” dan tidak terlihat adanya keterkaitan. Surat tersebut dijadikan dasar bagi bapak Ramli Siregar (sekretaris) departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menerima judul yang diajukan, karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini


(18)

9

dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat dilingkungan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban.

E. Tinjauan Kepustakaan

Pengertian bank didalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan deposito, maupun giro dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Bank dalam kegiatan sehari-hari harus mempunyai dana agar dapat menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

Bank menghimpun dana masyarakat, kemudian menyalurkan dananya kepada masyarakat dengan tujuan bahwa dengan adanya intermediasi ini, maka bank dapat mendorong peningkatan taraf hidup rakyat banyak. 17 Dengan menyalurkan dana kepada masyarakat yang sedang membutuhkan melalui pemberian kredit, misalnya kepada masyarakat bisnis, maka secara tidak langsung

17


(19)

akan memberikan pengaruh positif dalam peningkatan ekonomi masyarakat banyak.

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang, perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.18

Dilihat dari kegiatannya bank terdiri dari, bank umum dan bank perkreditan rakyat. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Bank umum yang dikenal masyarakat luas dapat juga disebut bank komersial, bank niaga, atau bank dagang. Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.19

Bank memiliki fungsi sebagai agen pembangunan (agent of development)

dalam kaitannya dengan kredit yang diberikan untuk pembangunan. Bank bertindak selaku agent of truth yaitu kepercayaan baik dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana. Selain itu bank juga kepada masyarakat. Sebagai badan usaha, bank tidaklah semata-mata mengejar keuntungan (profit oriented), tetapi

18

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.7.

19

Komaruddin Sastradipoera, Strategi Manajemen Bisnis (Bandung: Kappa-Sigma, 2004), hlm.130.


(20)

11

bank turut bertanggung jawab dalam pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Dalam hal ini bank juga memiliki tanggung jawab sosial. 20

Kata Kredit berasal dari bahasa romawi yaitu credere yang artinya “kepercayaan”. Bila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah atau debitur, karena debitur dapat dipercaya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang telah ditentukan.21

Rumusan pengertian kredit menjelaskan bahwa kredit itu merupakan pinjam meminjam uang antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur. Dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit percaya terhadap nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan (dibayar) lunas. 22

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. Dalam pemberian kredit tidak dapat dipungkiri bahwa ada resiko yang akan terjadi. Menurut Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian, bahwa yang dimaksud dengan resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak. Berkaitan dengan

20

Thomas Suyatno, et al, Kelembagaan Perbankan ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm.3.

21

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 28.

22


(21)

pemberian kredit oleh bank kepada debitur tentu pula mengandung resiko usaha bagi bank. 23

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah accesoir.24 Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung kepada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur. Perjanjian kredit perbankan pada umumnya mempergunakan bentuk perjanjian baku.25 Berkaitan dengan itu, memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya memperlajari dan memahaminya dengan baik.

Resiko kredit adalah resiko yang timbul dalam hal debitur gagal memnuhi kewajiban untuk membayar angsuran pokok ataupun bunga sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian kredit. Disamping resiko suku bunga, resiko kredit merupakan salah satu resiko utama dalam pelaksanaan pemberian kredit bank dan hal ini juga akan berpengaruh terhadap kolektibilitas kredit.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa penyimpangan diartikan sebagai perilaku menyimpang yang artinya adalah sebagai tingkah laku, perbuatan atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat. Menurut Paul B.

23

Ismail, Op.Cit., hlm.56

24

M.Bahsan, Op.Cit., hlm.72

25

H.P Panggabean, Praktik Standard Contract (Perjanjian baku) dalam Perjanjian Kredit Perbankan ( Bandung: Alumni, 2012) , hlm.8.


(22)

13

Horton penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma yang ada didalam masyarakat.26

Pengawasan merupakan segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa tugas atau pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dii tetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah (aturan) yang diberikan. Dalam hal ini pengawasan juga penting karena dapat menjadi tolak ukur dalam memberikan penilaian terhadap pekerjaan seseorang dalam sebuah lembaga. Pengawasan dalam sebuah lembaga sangat dibutuhkan apabia lembaga tersebut akan mencapai sebuah tujuan.

Menurut Winardi pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan. 27 Sedangkan menurut Basu Swasta pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasul seperti yang diinginkan dan berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan untuk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti.28

Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga yang bertugas untuk mengawasi perbankan guna mengoptimalkan fungsi perbankan sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana. Tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan kegiatan

26

Penyimpangan, http://ssbelajar.blogspot.com/2013/05/perilaku-menyimpang.html (diakses tanggal 02 Februari 2015).

27

Frengky Lady, “Pengawasan Perbankan oleh Otoritas Moneter, Studi Mengenai

Evaluasi Pemberian Kredit di PT BPR Artha Panggung,” (Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas

Muhamadyah Malang, 2008), hlm.29

28


(23)

didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.29 Disamping itu juga pembentukan OJK ini agar Bank Indonesia fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank merupakan sektor perekonomian.30

F. Metode Penulisan

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Skripsi ini sebagai hasil penelitian tentu dihasilkan dari penerapan metodologi penelitian sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap komunitas pengemban ilmu hukum.31

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan. 32 Perundang-undangan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain Undang-Undang 20 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah terakhir kali dengan

29

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab I, Pasal 4

30

Liputan Khusus, http://lipsus.kontan.co.id/v2/ojk/read/86/selamat-datang-wasit-baru-industri-keuangan (diakses tanggal 25 November 2014).

31

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cet. Ketiga (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia(UI Press), 2005), hlm.3.

32


(24)

15

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UU BI) serta beberapa peraturan terkait lainnya.

Penulisan skripsi ini bersifat penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan yang menjadi objek penelitian yakni Bank dan OJK. Penulisan skripsi ini juga menggunakan pendekatan yuridis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan peraturan perundang-undangan serta literature hukum yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini.

2. Data penelitian

Data penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu : berbagai dokumen peraturan perundang-undangan yang tertulis mengenai bank, kredit dan OJK, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia Serta peraturan perundang-undangan yang lainnya yang terkait dengan bank.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memiliki hubungan dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Seperti hasil seminar


(25)

atau makalah-makalah dari para pakar hukum, koran, majalah, serta sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan pemasalahan yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier, yaitu mencakup bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya.

3. Teknik pengumpulan data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research), atau bisaa dikenal dengan sebutan studi kepustakan, walaupun penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun internet.

4. Analisis data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas


(26)

17

dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari V Bab yang masing-masing bab memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan secara umum mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan objek penelitian secara latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, kegunaan penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN DI INDONESIA BERDASARKAN UU PERBANKAN

Bab ini menguraikan secara umum mengenai pengertian kredit, jenis kredit, perjanjian kredit, tata cara pemberian kredit dalam perbankan serta membahas mengenai ketentuan kriteria kredit perbankan.

BAB III KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAWASI PERBANKAN


(27)

Dalam bab ini menguraikan latar belakang lahirnya Otoritas Jasa Keuangan, pengertian Otoritas Jasa Keuangan yang didalamnya membahas status Otoritas Jasa Keuangan. Pada bab ini juga dipaparkan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan.

BAB IV PENANGANAN DUGAAN PENYIMPANGAN KREDIT

PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

Dalam bab ini menjelaskan mengenai mekanisme bentuk suatu penyimpangan kredit, unsur-unsur dugaan yang dapat dikatakan telah terjadi penyimpangan, upaya penanganan dugaan penyimpangan kredit perbankan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan serta membahas dan menguraikan pencegahan dan penanggulangan penyimpangan kredit perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini berisikan kesimpulan yang diambil oleh penulis terhadap bab-bab sebelumnya yang telah diuraikan dan yang ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang yang penulis anggap perlu dari isi yang diuraikan tersebut.


(28)

19 BAB II

PENGATURAN PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN DI INDONESIA BERDASARKAN UU PERBANKAN

A. Pengertian Kredit

Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahsa Latin, yaitu credere, yang berarti kepercayan. misalkan, seorang nasabah debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah kepercayaan.33

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.34 Amir Rajab Batubara menjelaskan bahwa kredit adalah suatu pemberian prestasi yang balas prestasinya (kontra prestasi) akan terjadi pada suatu waktu dihari yang akan datang.35

Molenaar (dalam buku “kredeot”Tjeenk Willink Zwolle h 5 1878) yang dikutip Mariam Darus Badrulzaman dalam buku Aneka Hukum Bisnis menggemukakan bahwa kredit adalah meminjamkan benda pada peminjam dengan kepercayaan, bahwa benda itu akan dikembalikan dikemudian hari kepada

33

Hermansyah, Op.Cit., hlm.55.

34

W.JS Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia Modern ( Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 45.

35


(29)

pihak yang meminjamkan. Kemudian defenisi tersebut dikembangkan bahwa jenis kredit mencakup:36

1. Kredit berupa uang yang kemudian hari dikembalikan dalam bentuk uang. 2. Kredit berupa uang yang kemudian hari dikembalikan dalam bentuk barang. 3. Kredit dalam bentuk barang yang dikemudian hari dikembalikan dalam bentuk

uang.

4. Kredit dalam bentuk barang yang di kemudian hari dikembalikan dalam bentuk barang.

Secara sederhana kredit merupakan penyaluran dana dari pihak yang memerlukan dana. Penyaluran dana tersebut didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana.37 Dalam UU Perbankan Pasal 1 butir 11 menyatakan bahwa:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Kredit dalam Bahasa belanda disebut vertrouwen, dalam bahasa inggris disebut trust or believe, faith.38 Dalam kamus istilah keuangan dan perbankan dikatakan kredit/pinjaman adalah pendayagunaan uang dalam waktu tertentu oleh orang atau lainnya yang diperkenankan/diizinkan yang akan dikembalikan

36

Sutarno, Op.Cit., hlm.95.

37

Ismail, Op.Cit., hlm.93.

38

Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm.236.


(30)

21

memakai uang tambahan atau bunga sebagai pengembalian atas pemakaian uang tersebut. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Pihak peminjam berkewajiban melunasi setelah dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.

Black Law Dictionary memberi pengertian bahwa kredit adalah : “The

ability of businessman to borrow money or obtain goods on time in consequence of the favourable opinion.Opinion held by the particular lender, as to his solvency and reliability”.39

Kredit dalam arti bisnis mengandung unsur meminjam, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan loan. Kata “loan” itu sendiri berarti sesuatu yang dipinjamkan khususnya sejumlah uang.40 Sedangkan implementasinya dalam dunia bisnis kata “loan” itu adalah sesuatu yang diberikan atau dipinjamkan atau yang diberikan kepada seseorang untuk dipakainya selama suatu jangka waktu tertentu, tanpa kompensasi atau biaya/ongkos. Akan tetapi saat ini, “loan” itu biasanya diartikan sebagai sesuatu yang berharga, seperti uang yang dipinjamkan selama jangka waktu tertentu.41

Pengertian kredit dalam aspek hukum adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima

39

H.Moehamad Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersil (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm.11.

40

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-undang Tahun 1998

(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.6.

41


(31)

kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.42

Sudarsono dalam kamus hukum menyebutkan istilah kredit yaitu :43

1. Cara menjual barang dengan pembayaran tidak secara tunai, cara menjual barang dengan cara pembayaran ditangguhkan atau diangsur.

2. Pinjaman oleh seseorang atau badan hukum sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.

Berdasarkan pengertian kredit tersebut maka elemen-elemen kredit adalah :44

1. Kredit mempunyai arti khusus yaitu meminjamkan uang.

2. Penyedia/pemberian uang arti khusus terjadi di dunia perbankan.

3. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam sebagai acuan dari perjanjian kredit. 4. Adanya prestasi dari pihak peminjam untuk mengembalikan utang disertai

dengan jumlah bunga atau imbalan.

Pengertian kredit diatas mengandung unsur-unsur dalam kredit yaitu:45 1. Ada pihak yang bersedia dan mempunyai kelebihan uang/dana/barang/jasa

tersebut sesuai syarat-syarat yang ditentukan pihak ini disebut dengan “kreditur”.

2. Ada pihak yang membutuhkan dana dan mengajukan permohonan untuk memperoleh uang/dana/jasa tersebut dengan syarat-syarat yang diinginkannya.

42

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank (Jakarta: Alumni, 1978), hlm.21.

43

Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm.232.

44

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan ( Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2000), hlm.90

45


(32)

23

Pihak ini disebut “debitur” atau penerima kredit. Pemberi kredit dalam keadaan atau posisi yang lebih kuat sehingga lebih memperhatikan unsur-unsur.

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut:46

1. Kreditur

Kreditur merupakan pihak yang memberikan kredit atau pinjaman kepada pihak lain yang akan mendapat pinjaman. Pihak tersebut bisa perorangan atau individu ataupun badan usaha. Bank yang memberikan kredit kepada pihak peminjam merupakan kreditur.

2. Debitur

Debitur merupakan pihak yang membutuhkan dana, atau pihak yang mendapat pinjaman dari pihak lain.

3. Kepercayaan.

Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (baik berupa uang, barang atau jasa) benar-benar diterima kembali di masa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit. Kepercayaan diberikan oleh bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu kredit berani dikucurkan.47 Oleh karena itu, sebelum kredit dikucurkan harus dilakukan penelitian dan penyelidikan lebih dulu secara mendalam tentang nasabah, baik secara interen maupun eksteren. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi pemohon kredit sekarang dan masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan etika baik nasabah terhadap bank. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap

46

Ismail,Op.Cit., hlm.94

47

Zainal Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT Rajawali Pers, 1995), hlm.56.


(33)

permohonan kredit bank yakni kredit yang akan diberikan itu dapat dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama.

4. Kesepakatan.

Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam akad kredit dan ditandatangani kedua belah pihak sebelum kredit dikucurkan.

5. Jangka waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu. Jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.48 Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek (dibawah satu tahun), jangka menengah (diantara satu sampai tiga tahun), dan jangka panjang (diatas tiga tahun). Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang oleh si penerima kredit sesuai dengan kebutuhan.49

6. Perjanjian

Perjanjian merupakan suatu kontrak atau kesepakatan yang dilakukan antara bank atau kreditur dengan pihak peminjam yang disebut dengan debitur.50 7. Risiko

48

H Malayu Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm.90.

49

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm.114.

50


(34)

25

Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu kredit bank. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit, maka semakin besar risikonya, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah maupun risiko yang tidak disengaja oleh nasabah, misalnya karena kejadian tertentu seperti bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga nasabah tidak mampu lagi melunasi kredit yang diperolehnya.

8. Balas Jasa

Bagi bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam bank jenis konvensional balas jasa kita kenal dengan nama bunga bank. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan nasabah akan biaya administrasi kredit yang juga merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.51 Setiap pemberian kredit selalu disertai dengan imbalan jasa berupa uang atau yang wajib dibayar oleh calon debitur, dan ini merupakan keuntungan yang diterima oleh bank.52

9. Agunan

Setiap kredit yang akan diberikan harus selalu disertai dengan barang yang berfungsi sebagai jaminan bahwa kredit yang akan diterima calon debitur pasti akan dilunasi oleh debitur, dan ini akan meningkatkan kepercayaan kepada pihak

51

Kasmir, Op.Cit., hlm.115.

52

Abdul Kadir Muhammad, Rilda Murniati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan


(35)

bank.53 Seperti dijelaskan diatas, bahwa dalam perjanjian kredit mengandung unsur risiko yang tidak dapat dihindarkan oleh pihak bank. Menurut Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian, bahwa yang dimaksud dengan resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak. Berkaitan dengan pemberian kredit oleh bank kepada debitur tentu pula mengandung risiko usaha bagi bank. Risiko disini adalah risiko dari kemungkinan ketidakmampuan dari debitur untuk membayar angsuran atau melunasi kreditnya karena sesuatu hal tertentu yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu, semakin lama jangka waktu yang diberikan untuk pelunasan kredit, maka makin besar juga risiko bagi bank.54

Hermansyah menjelaskan didalam bukunya yang berjudul Hukum Perbankan Nasional Indonesia menyatakan bahwa setiap perjanjian tentu mengandung adanya prestasi dan kontraprestasi. Oleh karena itu, dalam perjanjian kredit sejak saat adanya kesepakatan atau persetujuan dari kedua belah pihak (bank dan nasabah debitur) telah menimbulkan hubungan hukum atau menimbulkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai kesepakatan yang telah mereka sepakati. Bank sebagai kreditur berkewajiban untuk memberikan kredit sesuai dengan jumlah yang disetujui, dan atas prestasinya tersebut bank berhak untuk memperoleh pelunasan kredit dan bunga dari debitur sebagai kontraprestasinya.55

Bank dalam memberikan fasilitas kredit tentu ada fungsi dan manfaat yang diberikan dalam kredit tersebut. Pada dasarnya fungsi kredit ialah merupakan

53

Sutarno, Op.Cit., hlm.135.

54

Hermansyah, Op.Cit., hlm.57.

55


(36)

27

pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya untuk meningkatkan usahanya.56 Masyarakat yang dimaksud dalam hal ini adalah merupakan individu, pengusaha, lembaga dan badan usaha yang membutuhkan dana. Kredit berfungsi membantu masyarakat dalam memnuhi kebutuhannya melalui penyaluran dana yang diberikan oleh bank.

Fungsi kredit secara terperinci adalah sebagai berikut:57

1. Kredit dapat meningkatkan arus tukar menukar barang dan jasa kredit dapat meningkatkan arus tukar barang, hal ini seandainya belum tersedia uang sebagai alat pembayaran, maka kredit akan membantu melancarkan lalu lintas pertukaran barang dan jasa.

2. Kredit merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkan idlefund. Didalam kehidupan ekonomi, ada beberapa pihak yang kekurangan dana. Kredit merupakan salah satu cara untuk mengatasi gap tersebut. Satu pihak yang kelebihan dana dan tidak dapat memanfaatkan dana tersebut sehingga dananya menjadi idle, sementara ada salah satu pihak lain yang mempunyai usaha akan tetapi tidak memiliki dana yang cukup untuk mengembangkan usahanya, sehingga memerlukan dana. Dana yang berasal dari golongan orang yang kelebihan dana, apabila dipinjamkan kepada pihak yang kekurangan dana, maka akan efektif, karena dana tersebut dimanfaatkan oleh pihak yang membutuhkan dana.

3. Kredit dapat menciptakan alat pembayaran yang baru sebagai contoh adalah kredit rekening koran yang diberikan oleh bank kepada usahawan. Pada

56

Kasmir, Op.Cit., hlm.96.

57


(37)

dasarnya pada saat bank telah melakukan perjanjian kredit rekening koran, pada saat itu debitur sudah memiliki hak untuk menarik dana tersebut secara tunai dari rekening gironya. Kredit ini bisa dianggap adanya alat pembayaran yang baru.

4. Kredit sebagai alat pengendali harga. Pemberian kredit yang ekspansif akan mendorong meningkatnya jumlah uang yang beredar, dan peningkatan peredaran uang tersebut akan mendorong kenaikan harga. Sebaliknya, pembatas kredit, akan berpengaruh pada jumlah uang yang beredar, dan keterbatasan uang yang beredar di masyarakat memiliki dampak pada penurunan harga.

5. Kredit dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi yang ada. Apabila bank memberikan kredit produktif, yaitu kredit modal kerja atau investasi, maka pemberian kredit tersebut akan memiliki dampak pada kenaikan mikroekonomi. Hal ini disebabkan karena pihak pengusaha akan memproduksi barang, mengolah bahan baku menjadi barang jadi, meningkatkan volume perdagangan dan lain-lain. Semua itu akan mempunyai dampak pada kenaikan potensi ekonomi.

Adapun fungsi pemberian kredit secara luas disebutkan oleh Hermansyah, antara lain:58

1. Untuk meningkatkan daya guna uang. Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang, maksudnya jika uang hanya disimpan saja dirumah tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya

58


(38)

29

kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.

2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

3. Untuk meningkatkan daya guna barang. Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur untuk mengolah barang yang semula tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. Sebagai contoh seorang pengusaha memperoleh kucuran dana dari salah satu bank untuk mengolah limbah plastik yang sudah tidak dipakai menjadi barang-barang rumah tangga. Biaya pengolahan barang tersebut diperoleh dari bank. Dengan demikian, fungsi kredit dapat meningkatkan daya guna barang dari barang yang tidak berguna menjadi barang yang berguna.59

4. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha. Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya sangat sedikit. Dengan memperoleh kredit nasabah bergairah untuk dapat memperbesar atau memperluas usahanya.60

5. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan. Semakin banyak kredit yang disalurkan, maka akan semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi

59

Jopie Jusuf, Kiat Jitu memperoleh Kredit (Jakarta: PT Alex Media Kelompok Gramedia, 2004), hlm.56.

60


(39)

pengangguran. Disamping itu, bagi masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat memperoleh pendapatan seperti gaji bagi karyawan yang bekerja dipabrik dan membuka warung atau menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya bagi masyarakat yang tinggal disekitar lokasi pabrik.

6. Untuk meningkatkan hubungan internasional. Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan sipenerima kredit dengan sipemberi kredit. Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama dibidang lainnya, sehingga dapat pula tercipta perdamaian dunia.

B. Jenis-Jenis Kredit

Beragamnya jenis usaha, menyebabkan beragam pula kebutuhan akan dana.61 Dalam praktiknya kredit yang diberikan bank umum dan bank perkreditan rakyat untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara umum kredit dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:62

1. Kredit dilihat dari tujuan penggunaan a. Kredit investasi

Kredit investasi merupakan kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk pengadaan barang-barang modal (aktiva tetap) yang mempunyai nilai ekonomis lebih dari satu tahun. Secara umum, kredit investasi ini ditujukan untuk pendirian perusahaan baru atau proyek baru, maupun proyek pengembangan, modernisasi mesin, dan peralatan, pembelian kendaraan yang digunakan untuk kelancaran usaha, dan perluasan perusahaan. Kredit investasi ini

61

M.Bahsan, Op.Cit., hlm.37.

62


(40)

31

nominalnya besar, maka pada umumnya jangka waktunya lebih dari satu tahun, jangka menengah dan panjang.

b. Kredit modal kerja

Kredit ini merupakan kredit yang digunakan untuk memnuhi kebutuhan modal kerja yang bisaanya habis dalam satu siklus usaha. Kredit modal kerja ini, bisaanya diberikan dalam jangka pendek yaitu lamanya satu tahun. Kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, biaya upah, untuk menutup piutang dagang, pembelian barang dagangan dan kebutuhan dana lain yang sifatnya hanya digunakan selama satu tahun.

c. Kredit konsumtif

Kredit konsumtif merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah untuk membeli barang dan jasa untuk keperluan pribadi dan tidak untuk digunakan untuk keperluan usaha.

2. Kredit dilihat dari Jangka Waktunya a. Kredit jangka pendek

Kredit jangka pendek merupakan kredit yang diberikan dengan jangka waktu maksimal satu tahun. Kredit tersebut biasanya diberikan oleh bank untuk membiayai modal kerja perusahaan yang mempunyai siklus usaha dalam satu tahun.

b. Kredit jangka menengah

Kredit ini diberikan dengan jangka waktu antara satu tahun sampai tiga tahun. Kredit ini dapat diberikan untuk ketiga jenis kredit yaitu kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumtif. Kredit modal kerja yang pada umumnya


(41)

jangka waktunya satu tahun, akan tetapi apabila nilai kreditnya besar maka bisa diberikan sampai dengan tiga tahun.

c. Kredit jangka panjang

Kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. Kredit ini diberikan untuk kredit investasi, misalnya untuk pembelian gedung, pembangunan proyek, pengadaan mesin dan peralatan lain-lain yang nominalnya besar serta kredit konsumtif yang nilainya besar, misalnya KPR.63

3. Kredit dilihat dari cara penarikannya a. Kredit sekaligus

Kredit sekaligus bisa disebut dengan aflopend credit yaitu kredit yang dicairkan sekaligus sesuai dengan plafon kredit yang disetujui, kredit tersebut dapat dicairkan secara tunai maupun non tunai yaitu melalui pemindahbukuan.

b. Kredit bertahap

Kredit yang pencairannya tidak sekaligus, akan tetapi dilakukan secara bertahap 2,3,4 kali pencairan dalam masa kredit. Pencairannya disesuaikan dengan dana yang dibutuhkan oleh debitur. Kredit ini cocok untuk investasi pembangunan, sehingga bank akan mencairkannya sesuai dengan pembayaran proyek.

c. Kredit rekening koran

Kredit ini merupakan kredit yang penyediaan dananya dilakukan melalui pemindahbukuan. Bank akan memindahkan kredit tersebut kedalam rekening giro

63


(42)

33

nasabah, sedangkan penarikannya dilakukan dengan menggunakan sarana berupa cek, bilyet giro atau surat pemindabukuan lainnya.

Kredit ini dapat ditarik setiap saat dan juga dapat mengembalikan kredit ini setiap saat serta dapat dilakukan berulang-ulang, sehingga disebut kredit rekening koran. Dalam kredit rekening koran, biasanya bank memberikan fasilitas

overdraft (cerukan) kepada nasabah tertentu. Debitur diberi fasilitas untuk dapat

menarik dana melalui rekening gironya yang melebihi saldo rekening giro yang tersedia. Kredit rekening koran ini akan menguntungkan bagi bank, maupun debitur. Keuntungan bagi debitur adalah debitur hanya membayar bunga sebesar presentase tertentu dikalikan dengan kredit yang telah ditarik, sehingga beban bunga nasabah menjadi lebih kecil dan efisien.64

4. Kredit dilihat dari sektor usaha

a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang.

b. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sektor peternakan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek misalnya peternakan ayam dan jangka panjang ternak kambing atau ternak sapi.

c. Kredit industri, merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai industri, baik industri kecil, industri menengah atau industri besar.

64


(43)

d. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada usaha tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayainya bisaanya dalm jangka panjang, seperti tambang emas, minyak atau timah.

e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa.

f. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan profesional seperti dosen, dokter, atau pengacara.

g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan dan biasanya berjangka panjang.

h. Dan sektor-sektor lainnya. 65 5. Kredit dilihat dari jumlahnya

a. Kredit UMKM. Kredit UMKM merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha dengan usaha sangat kecil. Misalnya kredit yang diberikan bank kepada pengusaha tempe, dan peracangan.

b. Kredit UKM. Kredit yang diberikan kepada pengusaha dengan batasan antara Rp.50.000.000,00 dan tidak melebihi Rp.350.000.000,00 UKM sudah memiliki modal yang cukup serta administrasi yang lebih naik disbanding dengan UMKM, sehingga bank juga dapat memenuhi permohonan kreditnya.

65


(44)

35

6. Kredit dilihat dari segi jaminan

a. Kredit dengan jaminan. Kredit dengan jaminan merupakan jenis kredit yang didukung dengan jaminan (agunan). Kredit dengan jaminan ini dapat digolongkan menjadi jaminan perorangan, benda berwujud dan benda tidak berwujud.

b. Kredit tanpa jaminan. Kredit yang diberikan kepada debitur tanpa didukung adanya jaminan. Kredit tersebut diberikan atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh bank kepada debitur. Kredit tanpa jaminan ini risikonya tinggi karena tidak ada pengaman yang dimiliki oleh bank apabila debitur wanprestasi.Bank dapat memberikan kredit tersebut kepada debitur yang dapat diyakini bahwa debitur tersebut dapat membayar pinjamannya dengan lancar. Bank akan menderita apabila debitur tidak dapat membayar pinjamannya. Bank tidak memiliki sumber pelunasan kedua karena bank tidak memiliki jaminan yang dapat dijual.

C. Perjanjian Kredit Bank

Ada bermacam-macam mengenai perjanjian baik yang telah diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang disebut perjanjian khusus atau perjanjian bernama maupun perjanjian bernama diluar KUHPerdata.66 Perjanjian bernama yang diatur dalam KUHPerdata adalah antara lain perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan, penitipan barang ,hibah dan lain-lain, namun dalam perkembangannya ada perjanjian

66


(45)

bernama diluar KUHPerdata yang berlaku didalam kehidupan masyarakat, antara lain perjanjian sewa beli atau leasing, perjanjian kredit, perjanjian distributor dan lain-lain.

Subekti menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbullah hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan atau kalimat-kalimat yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam tulisan oleh para pihak yang membuat perjanjian.67

Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat supaya perjanjian diakui dan mengikat para pihak yang membuatnya. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan bahwa syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian 3. Mengenai hal atau objek tertentu 4. Suatu sebab (causa) yg hal

Syarat pertama dan kedua disebut syarat objektif karena menyangkut orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang atau pihak-pihak ini sebagai subjek yang membuat suatu perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan

67


(46)

37

keempat diebut syarat objektif karena menyangkut mengenai objek yang diperjanjikan oleh orang-orang atau subjek yang membuat perjanjian. Beberapa sarjana hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit dikuasai oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata Bab XIII Buku III karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam meminjam uang menurut KUHPerdata pasal 1754 yang berbunyi ”Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengem balikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula”.68

Perjanjian kredit bank adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Arti riil ialah bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah atau debitur.69 Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah accecoir nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit. Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis atau bentuk akta yang dibuat sebagai alat bukti.

Bentuk perjanjian kredit dalam praktiknya ada dua, yaitu:70

1. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan dinamakan akta dibawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk menyiapkan formulir

68

Ibid., hlm.96.

69

Hermansyah, Op.Cit., hlm.67.

70


(47)

perjanjian dalam bentuk standard (standaardform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh Bank tersebut termasuk jenis akta dibawah tangan.

Dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit, formulir perjanjian kredit yang isinya sudah disiapkan bank kemudian disodorkan kepada setiap calon-calon debitur untuk diketahui dan dipahami mengenai syarat-syarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut. Syarat-syarat dan ketentuan dalam formulir perjanjian kredit tidak pernah diperbincangkan atau dirundingkan atau dinegoisasikan dengan calon debitur. Calon debitur mau tidak mau dengan terpaksa atau sukarela harus menerima semua persyaratan yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit. Seandainya calon debitur melakukan protes atau tidak setuju terhadap pasal-pasal tertentu yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit maka kreditur tidak akan menerima protes tersebut karena isi perjanjian memang sudah disiapkan dalam bentuk cetakan oleh lembaga bank itu sehingga bagi petugas bank pun tidak bisa menanggapi usulan calon debitur.71

2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan dalam praktek kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam membuat perjanjian

71


(48)

39

hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta otentuk bisaanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditur atau lebih dari suatu bank).72

Perjanjian kredit yang telah ditandatangani para pihak, baik yang berbentuk akta dibawah tangan (dibuat para pihak sendiri) atau dalam bentuk akta otentik (dibuat oleh dan dihadapan Notaris), mempunyai fungsi-fungsi sebagi berikut:73

1. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara Bank sebagai kreditur dan debitur. Hak debitur adalah menerima pinjaman dan menggunakan sesuai tujuannya dan kewajiban debitur mengembalikan hutang tersebut baik pokok dan bunga sesuai waktu yang ditentukan. Hak kreditur untuk mendapat pembayaran bunga dan Kewajiban kreditur adalah meminjamkan sejumlah uang kepada debitur, dan kreditur berhak menerima pembayaran kembali pokok dan bunga.

2. Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian kredit. Untuk

72

Ibid., hlm.101

73


(49)

mencairkan kredit dan penggunaan kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit.

3. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari perjanjian ikutannya yaitu perjanjian pengikatan jaminan. Pemberian kredit pada umumnya dijamin dengan benda-benda bergerak atau benda tidak bergerak milik debitur atau pihak ketiga yang harus dilakukan pengikatan jaminan.

4. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti bisa yang membuktikan adanya hutang debitur artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan eksekutorial atau tidak memberikan kekuasaan langsung kepada bank atau kreditur untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu melunasi hutangnya.

D. Tata Cara Pemberian Kredit

Pemberian kredit bank tidak boleh mengabulkan permintaan kredit nasabah yang ingin meminjam uang secara cuma-cuma, pihak dari bank harus melakukan prosedur dalam pemberian kredit. Prosedur pemberian kredit maksudnya adalah tahap-tahap yang harus dilalui sebelum sesuatu kredit diputuskan untuk dikucurkan. Tujuannya adalah untuk mempermudah bank dalam menilai kelayakan suatu permohonan kredit.74

74


(50)

41

Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit, bank harus memberikan dan, melakukan penilaian yang seksama antara lain:75

1. Character

Merupakan sifat dan watak seseorang yang akan diberikan kredit. Dilhat dari latar belakang pekerjaan maupun sifat pribadinya. Hal inilah yang akan dijadikan ukuran tentang kemauan debitur untuk membayar.

2. Capacity

Merupakan analisis untuk mengetahui kemapuan debitur dalam membayar kredit dilihat dari mengelola bisnisnya.

3. Capital

Merupakan analisis sumber mana saja modal yang digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalankan, berupa modal sendiri dan berapa modal pinjam.

4. Condition of economy

Merupakan analisis yang dinilai dari kondisi ekonomi social dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk yang akan datang.

5. Collateral

Merupakan nilai jaminan yang diberikan calon debitur baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan dan diteliti keabsahan dan kesempurnaannya serta secara yuridis tidak bermasalah.

75


(51)

Berkaitan dengan prinsip pemberian kredit diatas, pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berpedoman kepada dua prinsip, yaitu:76

1. Prinsip kepercayaan

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur selalu didasarkan pada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukkannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan

2. Prinsip kehati-hatian

Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debitur harus selalu berpedemonan dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara laun diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.

Prosedur pemberian dan penilaian kredit oleh dunia perbankan secara umum antarbank yang satu dengan bank yang lain tidak jauh berbeda. Yang menjadi perbedaan mungkin hanya terletak dari bagaimana cara-cara bank tersebut menilai serta persyaratan yang ditetapkannya dengan pertimbangan masing-masing bank. Persyaratan bagi debitur dan tata cara dalam pemberian

76


(52)

43

kredit atau pembiayaan sebagaimana diatur dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.14/26/DKBU tanggal 19 Desember 2012 Perihal Standar Kebijakan Perkreditan adalah sebagai berikut:

1. Pengajuan berkas

Dalam hal ini pemohon kredit mengajukan permohonan kredit yang dituangkan dalam suatu proposal. Kemudian dilampiri dengan berkas-berkas lainnya yang dibutuhkan. Pengajuan proposal hendaknya berisi:

a. Latar belakang perusahaan seperti riwayat hidup singkat perusahaan,jenis bidang usaha,identitas perusahaan, nama pengurus berikut pengetahuan dan pendidikannya.

b. Maksud dan tujuan

c. Besarnya kredit dan jangka waktu

d. Cara pemohon mengemalikan kredit, maksudnya dijelaskan secara rinci cara-cara nasabah dalam mengembalikan kreditnya, apakah dari hasil penjualan atau cara lainnya.

e. Jaminan kredit merupakan jaminan untuk menutupi segala risiko terhadap kemungkinan macetnya suatu kredit, baik yang ada unsur kesengajaan atau tidak. Penilaian jaminan kredit haruslah teliti jangan sampai terjadi sengketa, palsu dan sebagainya.

2. Melampirkan dokumen-dokumen yang meliputi fotokopi:

a. Akte notaris; dipergunakan untuk perusahaan yang berbentuk PT atau yayasan


(53)

b. TDP (tanda daftar perusahaan), merupakan randa daftar perusahaan yang dikeluarkan oleh Departemen perindustrian dan Perdagangan dan biasanya berlaku lima tahun, jika habis dapat diperpanjang kembali.

c. NPWP ( nomor pokok wajib pajak) d. Neraca diri dari pimpinan perusahaan e. Bukti diri dari pimpinan perusahaan f. Fotokopi sertifikat jaminan

g. Penyelidikan berkas pinjaman

Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai pernyataaan dengan benar, termasuk menyelidiki keabsahan berkas. Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau belum cukup, maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangan tersebut, maka permohonan kredit dapat dibatalkan.

h. On the spot

Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan.

i. Wawancara merupakan kegiatan perbankan berkas, jika mungkin ada kekurangan-kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan.

j. Keputusan kredit dalam hal ini adalah untuk menentukan apakah kredit akan dibeikan atau ditolak, jika diterima, maka dipersiapkan diumumkan administrasinya.


(54)

45

k. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan terlebih dahulu calon nasabah menandatangani akad kredit, mengikat jaminan dengan hipotek dan surat perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu.

l. Realisasi kredit

Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan akad kredit dan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.

m. Penyaluran dana

Adalah pencairan dana atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kreditr dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu:

1) Sekaligus atau 2) Secara bertahap

Permohonan kredit beserta lampiran-lampirannya tersebut merupakan sumber informasi untuk melakukan analisis. Maksud analisis dan/atau perubahan-perubahannya adalah untuk menganalisa semua faktor yang berkaitan dengan permohonan kredit dan untuk menilai sejauh mana hal tersebut beralasan/layak dibiayai, memiliki keabsahan hukum dan sesuai dengan praktek perbankan yang sehat. Analisis kredit dikelompokkan menjadi dua, yakni:77

77


(1)

110 BAB V

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari uraian bab- bab diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengaturan pemberian kredit perbankan yang telah diatur dalam berbagai

peraturan cukup memberikan kepastian dan perlindungan hukum diantaranya dapat dilihat dari ketentuan prinsip kehati-hatian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Perbankan. Prinsip kehati-hatian sendiri merupakan suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya bank wajib bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Bank dalam memberikan kredit kepada debitur wajib mempunyai keyakinan dan kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, dan agunan serta prospek usaha debitur yang dikenal dengan prinsip 5C dalam Perbankan. Selanjutnya pemberian kredit harus mengacu pada ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit Perbankan yang diatur dalam Peraturan BI Nomor 7/3.PBI/2005 yang bertujuan untuk melindungi kepentingan dan kepercayaan masyarakat serta memlihara kesehatan dan daya tahan bank yang dalam penyaluran dananya bank diwajibkan mengurangi risiko dengan cara menyebarkan penyediaan dana sesuai dengan ketentuan BMPK yang telah ditetapkan.


(2)

2. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi perbankan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 huruf a dan Pasal 9 huruf c UU OJK adalah Pertama, kewenangan memberikan izin yaitu kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu bank yang meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. kedua, kewenangan untuk mengatur yaitu menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha perbankan dalam rangka mewujudkan perbankan sehat. ketiga, kewenangan untuk mengawasi yaitu pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran keadaan keuangan bank serta memantau tingkat kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku. keempat, kewenangan untuk mengenakan sanksi yaitu untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. kelima, kewenangan untuk melakukan penyelidikan untuk melihat tindakan bank apabila ada tindakan yang menyeleweng dari ketentuan yang berlaku. Penyelidikan dilakukan oleh polisi dan PPNS dilingkungan Otoritas Jasa Keuangan.

3. Penanganan dugaan penyimpangan kredit perbankan oleh Otoritas Jasa keuangan dilakukan melalui mekanisme pengawasan terhadap bank yang diduga melakukan praktik perbankan yang tidak sehat dalam hal pemberian kredit sesuai dengan wewenang OJK yang diatur dalam Pasal 7 UU OJK. Dalam melakukan fungsi pengawasan, OJK melakukan pemeriksaan terhadap


(3)

112

seluruh laporan, dokumen serta watkat yang dimiliki oleh bank untuk melihat gambaran keadaan bank secara jelas, selanjutnya bentuk penanganan yang dilakukan oleh OJK terhadap bank yang diduga melakukan penyimpangan adalah memberikan teguran tertulis sebagaimana tercantum dalam Pasal 34 Peraturan OJK No.17/POJK/03/2014. Teguran tertulis yang dilakukan oleh OJK terhadap bank yang tidak mematuhi ketentuan perbankan merupakan peringatan pertama yang diberikan melalui surat peringatan yang dilakukan sampai tiga kali. Dan apabila bank tidak juga melakukan perbaikan, maka OJK sebagai lembaga pengawas mempunyai hak untuk mencabut izin usaha dari bank yang bermasalah tersebut.


(4)

114 2013.

Andrisman, Tri. Hukum Pidana. Yogyakarta: Ghalia Indonesia, 2009.

Asikin, Zainal. Pokok-Pokok Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: Rajawali, 1995.

Bahsan, Moehammad. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Badrulzaman Darus, Mariam. Perjanjian Kredit Bank. Jakarta: Alumni, 1978. Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2000.

Fuady, Munir. Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang tahun 1998. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

Gazali, Djoni. Hukum Perbankan. Jakarta : Sinar Grafika, 2008.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Media Group, 2005.

Hasibuan, Malayu. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara, 2001. Ismail. Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta: Kencana

Media Group, 2010.

Jusuf, Jopie. Kiat Jitu Memperoleh Kredit. Jakarta: Alex Media Kelompok Gramedia, 2004.

Kasmir. Dasar – Dasar Perbankan. Jakarta: Grafindo Persada, 2002.

Marpaung, Leden. Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana terhadap Perbankan. Jakarta: Djambatan, 2005.

Muhammad, Kadir. Abdul, Murniati, Rilda. Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Panggabean, H.P. Praktik Standaard Contract (Perjanjian Baku) dalam Perjanjian Kredit Bank. Bandung : Alumni, 2002.


(5)

115

Pardede, Marulak. Hukum Pidana Bank. Jakarta: Nusantara Citra Lestari, 1995.

Sastradipoera, Komaruddin. Strategi Manajemen Bisnis. Bandung: Kappa Sigma, 2004.

Sembiring, Sentosa. Hukum Perbankan. Bandung: Mandar Maju, 2000.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas UI ( UI PRESS), 2005.

Suhardi, Gunarto. Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum. Yogyakarta : Kanisius, 2003.

Sutarmo. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank. Bandung: Alfabeta, 2008.

Supramono, Gatot. Perbankan dan Masalah Perkreditan. Jakarta: Djambatan, 1997.

Suyatno, Thomas et al. Kelembagaan Perbankan. Jakarta: Gramedia Pustaka. 1999.

Tjoekam, Moehammad. Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersil. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Untung, Budi. Kredit Perbankan di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005.

Usman, Rachmadi. Aspek- Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

B. Peraturan- peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.


(6)

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17/POJK/03/2014 Tentang Penerapan Manajemen Resiko Bagi Konglomerasi Keuangan.

C.Kamus

Poerwadarminta,W.J.S. Kamus Bahasa. Jakarta:Balai Pustaka, 2008. M. Echols, John. Black Law Dictionary. Inggris:Edisi Kedua, 2001.

Magetsari, Suhardi. Kamus Bahasa Inggris. Bandung:Sigma Cipta Utama, 2002. D. Jurnal/Makalah

Rahyani, Wiwin,. “Independensi OJK dalam Perspektif UU No 21 tahun 2011 tentang OJK, Jurnal Legislasi Indonesia Volume IX No.3. Oktober 2012.

Indaryanto, Wisnu. “Pembentukan dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume IX NO 3.Oktober 2012.

Syahrin. Alvi. Siregar. Mahmul, “Pertanggungjawaban Pidana dalam Kejahatan Perbankan”, Usu Law Journal, Vol.2 No.3.Desember 2014. Nasution, Bismar. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8

Nomor 3. September 2010. E. Website

Dedi Sutanto, “OJK Pengawas Lembaga Keuangan yang Baru”, http://jurnal.unimus.ac.id (diakses tanggal 02 Februari 2015).

Pengaturan dan Pengawasan OJK, http:// www.ojk.go.id /tugas-dan-fungsi ojk (diakses pada tanggal 02 Februari 2015).

Penyimpangan, http://ssbelajar.blogspot.com/2013/05/perilaku-menyimpang.html (diakses tanggal 02 Februari 2011).

Perilaku, http://softiilmu.blogspot.com/2014/07/penyimpangan-sosial-pengertian-ciri.html (diakses pada tanggal 02 Februari 2015).

Rimawan Pradiptyo, “Optimalisasi OJK: Antara Institusi versus Sistem Pengawasan,” artikel dimuat dalam http://bulaksumuronline.wordpress.com/2011/07/27 optimalisasi-ojk-antara-institusi-versus-sistem-pengawasan/#more-4 (diakses tanggal 20 November 2014).