Penentuan Kandungan Bijih Emas Dari Batuan Penambangan Masyarakat Desa Beuteung-Aceh Dengan Metode Sianidasi Dan Pemurnian Secara Elektrolisis

(1)

PENENTUAN KANDUNGAN BIJIH EMAS DARI BATUAN PENAMBANGAN MASYARAKAT DESA BEUTEUNG-ACEH DENGAN METODE SIANIDASI DAN PEMURNIAN SECARA

ELEKTROLISIS

SKRIPSI

FRANS N. SIMANJUNTAK 050802016

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KANDUNGAN BIJIH EMAS DARI BATUAN SISA PENAMBANGAN

MASYARAKAT DESA BEUTEUNG-ACEH DENGAN METODA SIANIDASI DAN PEMURNIAN SECARA ELEKTROLISIS

Kategori : SKRIPSI

Nama : FRANS N. SIMANJUNTAK

Nomor Induk Mahasiswa : 050802016

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Desember 2010 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Tini Sembiring, MS Prof. Dr. Pina Barus, MS NIP. 194805131971072001 NIP. 194606041980031001

Diketahui/Disetujui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP: 1954 0830 1985032 001


(3)

PERNYATAAN

PENENTUAN KANDUNGAN BIJIH EMAS DARI BATUAN

PENAMBANGAN MASYARAKAT DESA BEUTEUNG-ACEH DENGAN METODE SIANIDASI DAN PEMURNIAN SECARA ELEKTROLISIS

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2010

FRANS N. SIMANJUNTAK 050802016


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat kasih karunia-Nya yang dilimpahkan setiap saat. Dalam masa-masa tersulit maupun masa gembira Tuhan tetap beri kekuatan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini.

Dengan rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Pina Barus, M.S dan Ibu Dr. Tini Sembiring, M.S selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan serta memberikan motivasi kepada penulis selama melakukan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku Kepala Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA-USU yang telah banyak memberikan saran-saran kepada penulis.

3. Ibu Dr.Rumondang Bulan,MS dan Bapak Drs.Firman Sebayang,MS selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU

4. Ibu Dra. Nurhaida Pasaribu, MSi selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan saran-saran kepada penulis semasa kuliah.

5. Seluruh Bapak/Ibu staff dosen Departemen Kimia FMIPA-USU yang telah banyak memberikan pengetahuan dan pengalamannya kepada penulis.

6. Kepada asisten Puslit : B’Lintong Pane, S.Si ; B’Viktor, S.Si; B’Jasmer, S.Si dan Marcel Pasaribu, terimakasih atas pengalaman dan dukungan yang baik kepada penulis.

7. Seluruh teman-teman mahasiswa kimia stambuk 2005 terkhusus kepada sahabat ku Jubel Nainggolan, Gomgom Sinaga, Amos Sianturi, Danny Simanjuntak, Oven, Pak Aji Albinur, Julianto, Donal, Whendy, Mariathie, Eviana yang selalu bersama menghadapi hari-hari nongkrong di amild.

8. Abang/kakak stambuk 2003, 2004 yang telah banyak memberikan informasi ,saran dan dukungan kepada penulis.

9. Adik-adik stambuk 2006-2008 yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis.

.

Dan akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada keluargaku yang sangat kukasihi dan kucintai : Ayahku S. Simanjuntak dan Ibunda T. Sihotang yang telah banyak memberikan dukungan doa, nasehat, dana kepada penulis ; Seluruh Keluarga besar Op.Sumihardo Sihotang yang selalu mendukung penulis lewat doa dan motivasi; Abangku Binsar Simanjuntak ST. yang telah banyak memberikan dukungan doa, saran/masukan dan pengalaman serta sebagai tempat bertukar pikiran yang indah dan luar biasa bagi penulis; keluarga Kakakku Tetty Herawaty, SP dan P. Marbun SH; kakakku Lisbet Simanjuntak, S.Si atas dukungan doa dan motivasi kepada penulis. Dan buat Anelia Kaban, Intan Sihotang atas doa dan motivasinya.Terkhusus kepada Hilda Sinaga yang memberikan motivasi dan informasi untuk penelitian ini.

Semoga Tuhan selalu menyertai dan melimpahkan berkat dan rahmatNya kepada kita semua.


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pemisahan bijih emas dari sampel batuan yang diperoleh dari Desa Beuteung Daerah Simpang Empat Kabupaten Nagan Raya Aceh. Batuan dengan ukuran 200 mesh selanjutnya diekstraksi dengan larutan sianida 0,3% yang akan membentuk senyawa kompleks [Au(CN)2]-. Emas dari larutan tersebut

dipisahkan secara elektrolisis menggunakan katoda besi dan anoda aluminium dengan arus listrik 6 ampere, tegangan 2 volt selama 6 jam. Emas yang terdeposit pada katoda besi dipisahkan dengan melarutkannya menggunakan HCl(p). Katoda

besi akan larut sehingga diperoleh deposit emas. Kadar emas yang diperoleh selanjutnya diuji dengan SSA. Dari 1 kg sampel batuan diperoleh kandungan emas sebesar 0,0715 gram atau 7,15 mg/L.


(6)

DETERMINATION OF CONTENT OF GOLD ORE MINING COMMUNITY OF ROCK-ACEH VILLAGE BEUTEUNG SIANIDASI METHOD AND

PURIFICATION BY ELECTROLYSIS

ABSTRACT

Has been studied of the separation of gold ore from rock samples obtained from the village of Simpang Empat Beuteung Region Aceh, Nagan Raya district. Rock with a size of 200 mesh then extracted with 0.3% cyanide solution that will form a complex compound [Au(CN)2] -. Separated gold from the solution by electrolysis using an

iron cathode and anode aluminum with 6 ampere of electric current, voltage of 2 volts for 6 hours. Gold is deposited on the cathode are separated by dissolving the cathode using HCl (p). Iron cathode will dissolve in order to obtain gold deposit. Subsequently deposited gold content was tested by AAS. From 1 kg of rock samples obtained gold content of 0.0715 grams or 7.15 mg/L.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL x

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 2

1.3.Pembatasan Masalah 2 1.4.Tujuan Penelitian 3

1.5.Manfaat Penelitian 3

1.6.Lokasi Penelitian 3

1.7.Metodologi Percobaan 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1. Defenisi Emas 4

2.1.1. Sifat-sifat Fisik dan Kimia Emas 5

2.1.2 Jenis-jenis Bijih Emas dan Distribusinya di Indonesia 6

2.2. Metalurgi 7 2.3. Sianida 8

2.4. Ekstraksi 10 2.5. Elektrolisis 14 2.5.1. Sel Elektrokimia dengan Elektroda Aluminium 14

2.5.2. Hukum Faraday 16

2.6. Spektrometer Serapan Atom 17

2.6.1. Teori Spektrometer Serapan Atom 18 2.6.2. Cara Kerja Spektrometer Serapan Atom 19 2.6.3. Pemakaian Analitis Spektrometer Serapan Atom 20 2.6.4. Interferensi pada Spektrometer Serapan Atom 20 2.6.5. Keuntungan Spektrometer Serapan Atom 21 2.6.6. Gangguan-gangguan pada Spektrometer Serapan Atom 21 2.6.7. Penentuan Konsentrasi Emas dengan Spektrometer 22 Serapan Atom BAB 3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 23

3.1. Alat-alat 23


(8)

3.3. Prosedur Penelitian 24

3.3.1. Pengambilan Sampel 24

3.3.2. Penyediaan Pereaksi 25

3.3.3. Preparasi Sampel 25

3.3.4. Pengukuran Kadar Emas 25

3.3.5. Pemisahan Bijih Emas dari Batuan secara Ekstraksi 26 menggunakan Natrium Sianida 0,3 % 3.3.6. Perolehan Emas dan Perak dengan Elektrolisis 26 3.3.7. Pemurnian Logam Emas dan Perak 27 3.3.8. Pengukuran Sampel dengan SSA 27

3.4. Bagan Penelitian 28

3.4.1. Pemisahan Bijih Emas dari Batuan secara Ekstraksi 28 menggunakan Natrium Sianida 0,3 % 3.4.2. Perolehan Emas dan Perak dengan Elektrolisis 29 3.4.3. Pemurnian Logam Emas dan Perak 30 3.4.4. Pengukuran Sampel dengan SSA 30

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31

4.1. Hasil 31

4.1.1. Hasil Perolehan Emas dan Perak dari Ekstraksi 31 4.1.2. Hasil Perolehan Emas setelah Pemisahan Perak 31

4.1.3. Hasil Pengukuran Kadar Au dari Sampel 32 4.1.3.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi. 32 4.1.3.2. Perhitungan Koefisien Korelasi 34

4.1.3.3. Penentuan Kadar Au 34

4.2. Pembahasan 35

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 37

5.1. Kesimpulan 37

5.2. Saran 37


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Alat Spektrometer Serapan Atom 17

Gambar 2.2 Proses saat Atom Menyerap Energi pada 18 Panjang Gelombang tertentu

Gambar 2.3 Sistematis Ringka s dari Alat SSA 19 Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Emas 39


(10)

DAFTAR TABEL

Halama n

Tabel 2.1 Data Sifat Fisik dan Kimia Emas 6

Tabel 4.1 Data Perolehan Emas dan Perak dengan Gravimetri 31

Tabel 4.2 Data Perolehan Emas dengan Gravimetri 31

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Au 32 untuk Kurva Kalibrasi

Tabel 4.4 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least 32 Square Hasil Pengukuran Kadar Au


(11)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pemisahan bijih emas dari sampel batuan yang diperoleh dari Desa Beuteung Daerah Simpang Empat Kabupaten Nagan Raya Aceh. Batuan dengan ukuran 200 mesh selanjutnya diekstraksi dengan larutan sianida 0,3% yang akan membentuk senyawa kompleks [Au(CN)2]-. Emas dari larutan tersebut

dipisahkan secara elektrolisis menggunakan katoda besi dan anoda aluminium dengan arus listrik 6 ampere, tegangan 2 volt selama 6 jam. Emas yang terdeposit pada katoda besi dipisahkan dengan melarutkannya menggunakan HCl(p). Katoda

besi akan larut sehingga diperoleh deposit emas. Kadar emas yang diperoleh selanjutnya diuji dengan SSA. Dari 1 kg sampel batuan diperoleh kandungan emas sebesar 0,0715 gram atau 7,15 mg/L.


(12)

DETERMINATION OF CONTENT OF GOLD ORE MINING COMMUNITY OF ROCK-ACEH VILLAGE BEUTEUNG SIANIDASI METHOD AND

PURIFICATION BY ELECTROLYSIS

ABSTRACT

Has been studied of the separation of gold ore from rock samples obtained from the village of Simpang Empat Beuteung Region Aceh, Nagan Raya district. Rock with a size of 200 mesh then extracted with 0.3% cyanide solution that will form a complex compound [Au(CN)2] -. Separated gold from the solution by electrolysis using an

iron cathode and anode aluminum with 6 ampere of electric current, voltage of 2 volts for 6 hours. Gold is deposited on the cathode are separated by dissolving the cathode using HCl (p). Iron cathode will dissolve in order to obtain gold deposit. Subsequently deposited gold content was tested by AAS. From 1 kg of rock samples obtained gold content of 0.0715 grams or 7.15 mg/L.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Di bumi, umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam yang terdapat dalam retakan-retakan batuan kuarsa dan dalam bentuk mineral. Emas juga ditemukan dalam bentuk alluvial yang terbentuk karena proses pelapukan terhadap batu-batuan yang mengandung emas (gold bearing rocks) (Peters, 2001).

Pada Industri, emas diperoleh dengan cara mengisolasinya dari batuan bijih emas. Batuan bijih emas yang layak dieksploitasi sebagai industri tambang emas adalah sekitar 25 g/ton kandungan emasnya. Metode isolasi emas yang saat ini banyak digunakan untuk keperluan eksploitasi emas skala industri adalah metode sianida dan metode amalgamasi.

Di Indonesia, masyarakatnya masih melakukan penambangan secara tradisional. Usaha pertambangan tersebut dilakukan dengan metode amalgamasi yaitu dengan menggunakan merkuri (Hg) untuk mengikat emas dan menghasilkan limbah Hg dan logam berat lainnya dari hasil pemurnian emas. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar emas yang didapat dari proses amalgamasi masih rendah yaitu sekitar 40% dan kehilangan air raksa sebesar 5-10% (Sanusi, 1984).

Pada metode amalgamasi, penggunaan merkuri mempunyai dampak yang besar terhadap lingkungan karena berbahaya dan mematikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk menciptakan metode pemisahan alternatif yang lebih baik. Sampai saat ini, reagen sebagai pelarut emas yang banyak digunakan dalam industri adalah sianida. Hal ini disebabkan oleh perolehan emas yang tinggi (>95%), waktu proses yang relatif singkat dan lebih ekonomis. Sianida juga dapat mengestrak emas dalam rentang ukuran bijih dari yang kasar sampai halus. Proses sianidasi juga berdampak terhadap lingkungan. Akan tetapi sianida secara natural di alam dapat


(14)

terdegradasi, terutama karena terkena sinar ultraviolet dari matahari, dan menjadi bentuk yang lebih tidak beracun dan terutama membentuk karbondioksida dan nitrat yang tidak beracun. Selain itu, sianida dapat dinetralkan dengan penambahan sodium metabisulfat. (Sudarsono, 2003).

Pemisahan logam emas dengan metode sianidasi dapat dilakukan dengan cara pengendapan menggunakan serbuk Zn (Zinc precipitation) dan penyerapan dengan karbon aktif. Penggunaan serbuk seng akan mengendapkan emas dalam bentuk ikatan seng emas berwarna hitam. Selanjutnya ditambahkan asam sulfat untuk melarutkan seng dan emas sebagai residunya. Emas diperoleh dengan cara meleburkannya dengan penambahan borax pada suhu 1200oC. Sedangkan emas dari penyerapan karbon aktif dapat berasal dari arang batok kelapa atau arang kayu diperoleh dengan membakar karbon sehingga dihasilkan abu dan logam emas. (Permen-LH No.23 tahun 2008).

Pemisahan logam emas dengan metode sianidasi dapat juga dilakukan dengan elektrolisis untuk memperoleh emas murni. Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit oleh arus listrik searah dengan menggunakan katoda dan anoda. Reaksi yang terjadi adalah oksidasi-reduksi, dimana emas akan terdeposit pada katoda karena adanya beda potensial reduksi pada masing-masing logam. Oleh karena itu maka peneliti ingin memisahkan bijih emas dari sampel batuan dengan metode sianidasi dan dielektrolisis untuk menghasilkan emas murni. (Jackson, 1986). 1.2.Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan adalah apakah emas dapat dipisahkan dari ikatan kompleks sianida dengan cara elektrolisis.

1.3.Pembatasan masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yaitu

- Sampel batuan berupa barang tambang yang mengandung bijih emas diperoleh dari Desa Beuteung Daerah Simpang Empat Kabupaten Nagan Raya-Aceh yang dihaluskan dengan ukuran 200 mesh sehingga diperoleh sampel berupa bubuk.


(15)

- Ekstraksi sampel bijih emas dengan menggunakan metode sianidasi. - Proses pemurnian bijih emas dilakukan dengan cara elektrolisis. - Uji kadar emas dengan menggunakan SSA

1.4.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui banyaknya kandungan emas yang diperoleh setelah dielektrolisis dari sampel yang sudah diekstraksi dengan metode sianidasi.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat ataupun pihak-pihak tentang keefektifan metoda elektrolisis untuk memisahkan emas secara sianidasi.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen Laboratorium dengan metode dan cara kerja urutan kerja sebagai berikut:

- Sampel batuan berupa barang tambang yang mengandung bijih emas diperoleh dari Desa Beuteung Daerah Simpang Empat Kabupaten Nagan Raya-Aceh yang dihaluskan dengan ukuran 200 mesh sehingga diperoleh sampel berupa bubuk. - Pelarutan sampel dilakukan dengan menggunakan NaCN.

- Pemurnian sampel dilakukan dengan proses elektrolisis.

- Uji kadar emas dengan menggunakan Spektrometer serapan atom. 1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (Puslit-SDAL) Universitas Sumatera Utara.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Emas

Emas adalah logam mineral yang merupakan salah satu bahan galian logam yang bernilai tinggi baik dari sisi harga maupun sisi penggunaan. Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer).

Emas terdapat di alam dalam dua tipe deposit, pertama sebagai urat (vein) dalam batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa. Lainnya yaitu endapan atau placer deposit , dimana emas dari batuan asal yang tererosi terangkut oleh aliran sungai dan terendapkan karena berat jenis yang tinggi. Emas terbentuk karena adanya kegiatan vulkanisme, bergerak berdasarkan adanya thermal atau panas di dalam bumi.

Dalam proses geokimia, emas biasanya dapat diangkut dalam bentuk larutan komplek sulfida atau klorida. Pengendapan emas sangat tergantung kepada besarnya perubahan pH, H2S, oksidasi, pendidihan, pendinginan, dan adsorpsi oleh mineral

lain. Sebagai contoh, emas akan mengendap jika suasana menjadi sedikit basa dan terjadi perubahan dari reduksi menjadi oksidasi. Atau emas akan mengendap jika terikat mineral lain, seperti pirit. (Nelson, 1990).

Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa. Tingkat kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs). Berat jenisnya dipengaruhi oleh jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Umumnya emas didapatkan dalam bentuk bongkahan, tetapi di Indonesia hal tersebut sudah jarang ditemukan. Batuan berkadar emas rendah merupakan batuan yang mengandung emas lebih kecil dari 100 mg emas dalam 1 kg batuan. Emas ialah unsur kimia dalam sistem periodik unsur dengan simbol Au (aurum) dan nomor atom 79. Emas


(17)

merupakan logam lembut, berkilat, berwarna kuning, padat, dan tidak banyak bereaksi dengan kebanyakan bahan kimia, walau dapat bereaksi dengan klorin, fluorin dan akua regia. Logam ini selalu ada dalam bentuk bongkahan dan butiran batuan maupun dalam pendaman alluvial. (Esna, 1988).

Kenampakan fisik bijih emas hampir mirip dengan pirit, markasit, dan kalkopirit dilihat dari warnanya, namun dapat dibedakan dari sifatnya yang lunak dan berat jenis tinggi. Emas berasosiasi dengan kuarsa, pirit, arsenopirit, dan perak. Emas terdapat di alam dalam dua tipe deposit. Pertama sebagai urat/vein dalam batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa. Endapan lain adalah placer deposit, dimana emas dari batuan asal yang tererosi terangkut oleh aliran sungai dan terendapkan karena berat jenis yang tinggi. Selain itu, emas sering ditemukan dalam penambangan bijih perak dan tembaga. (Addison, 1980).

2.1.1. Sifat-sifat Fisik dan Kimia Emas

Logam emas merupakan logam yang tahan akan korosi,mudah ditempa dan relatif stabil di alam karena tidak banyak bereaksi dengan kebanyakan bahan kimia. Oleh karena itu, logam ini banyak dimanfaatkan di berbagai kehidupan manusia. Pada saat ini, emas banyak digunakan sebagai perhiasan, cadangan kekayaan negara, medali, elektroda, dan komponen di dalam komputer. Oleh karena itu, emas memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pada tabel 2.1 berikut ini ditampilkan sifat-sifat fisik dan kimia dari logam emas.


(18)

Tabel 2.1 Data Sifat Fisik dan Kimia Emas

Sifat Nilai

Nomor atom 79

Massa atom relative 196,9665 gram.mol-1

Konfigurasi electron [Xe] 4f14 5d10 6s1

Titik leleh 1337 K (1064°C)

Titik didih 3081 K (2808°C)

Jari-jari atom (Kisi Au) 0,1422 nm

Massa jenis (pada 273 K) 19,32 gram.cm-3

Struktur kristal Oktahedron dan Dodekahedron

Warna logam Kuning

Keelektronegatifan (skala Pauling) 2,54

Sifat magnetik Diamagnetik

Sumber : Chemistry of Precious Metals

2.1.2. Jenis-jenis Bijih Emas dan Distribusinya di Indonesia

Emas umumnya didapatkan dari batuan atau mineral. Mineral ikutan umumnya adalahkuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, electrum, emas telurida, dan sejumlah kecil mineral non logam. Namun, karena sifat kimia dari logam emas yang relatif tidak reaktif maka emas dapat diemukan dalam bentuk nativ atau bentuk murninya. Sejumlah paduan dan senyawa emas juga dapat ditemukan dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Emas banyak digunakan sebagai barang perhiasan dan cadangan devisa. Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap daerah di


(19)

Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (Setiabudi, 2005).

2.2. Metalurgi

Metalurgi adalah proses pengolahan bahan-bahan alam menjadi logam unsur yang selanjutnya menjadi logam dengan sifat-sifat yang diinginkan. Bahan anorganik alam yang ditemukan di kerak bumi disebut mineral, contohnya bauksit dan aluminosilikat, sedang mineral yang dapat dijadikan sumber untuk memproduksi bahan secara komersial disebut bijih. Bijih logam yang paling umum adalah berupa oksida, sulfida, karbonat, silikat, halida dan sulfat. (Rosenqvist, 1974).

Metalurgi melalui tiga tahapan, yaitu: a. Pemekatan Bijih

Di dalam bijih mengandung batuan tak berharga yang disebut batureja (ganggue). Pemekatan bijih bertujuan untuk menyingkirkan sebanyak mungkin batureja. Biji dihancurkan dan digiling sehingga butiran terlepas dari batureja. Pemisahan selanjutnya dapat dilakukan dengan cara fisis seperti pengapungan (flotasi) atau penarikan dengan magnet. Pada proses pengapungan, bijih yang telah dihancurkan diberi minyak tertentu. Mineral akan melekat pada buih sehingga terlepas dari batureja atau batureja akan melekat pada buih.

b. Peleburan

Peleburan (smelting) adalah proses reduksi bijih sehingga menjadi logam unsur yang dapat digunakan berbagai macam zat seperti karbid, hidrogen, logam aktif atau dengan cara elektrolisis. Pemilihan zat pereduksi ini tergantung dari 3 kereaktifan masing-masing zat. Makin aktif logam makin sukar direduksi, sehingga sehingga diperlukan pereduksi yang lebih kuat.

Logam yang kurang aktif seperti tembaga dan emas dapat direduksi hanya dengan pemanasan. Logam dengan kereaktifan sedang seperti besi, nikel dan timah dapat direduksi dengan karbon, sedang logam aktif seperti magnesium dan aluminium dapat direduksi dengan elektrolisis. Seringkali proses peleburan ditambah


(20)

dengan fluks, yaitu suatu bahan yang mengikat pengotor dan membentuk zat yang mudah mencair, yang disebut terak.

c. Pemurnian

Pemurnian (refining) adalah penyesuaian komposisi kotoran dalam logam kasar. Beberapa cara pemurnian antara lain elektrolisis, destilasi, peleburan. (Jakson, 1986). 2.3. Sianida

Sianida adalah senyawa yang termasuk B-3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sehingga pada pemakaiannya sebagai pelarut proses pengambilan logam emas, konsentrasinya dibatasi sampai 1500 ppm. Proses pemurnian ini didasarkan pada proses yang terdiri dari bijih dengan suatu larutan natrium sianida atau suatu ekivalen sianida lalu setelah memisahkan larutan dari pengotor, presipitasi emas, biasanya dilakukan dengan zink atau aluminium dan kadang-kadang dengan logam lain.

Senyawa asam sianida stabil pada pH < 7 karenanya, senyawa NaCN mudah berubah bentuk menjadi asam sianida yang sangat beracun pada suasana asam. Agar senyawa sianida tetap sebagai NaCN maka, pH larutan harus dijaga agar tetap dalam suasana basa. Pembentukan HCN dari NaCN dapat terjadi karena adanya absorpsi CO2 dari udara, menurut reaksi berikut:

CO2 + H2O → H2CO3

H2CO3 + CN- → HCN + (HCO3)

-Kebasaan larutan harus dijaga pada pH 10-11 biasanya dengan cara menambahkan kapur, tetapi kebasaan yang terlalu tinggi (pH>11) akan menurunkan kelarutan emas di dalam larutan sianida.

Oksigen dan sianida sangat diperlukan pada proses sianidasi bijih emas, karena kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi kedua senyawa ini. Penelitian menunjukkan bahwa kecepatan pelindian Au akan meningkat dengan naiknya konsentrasi sianida. Pada konsentrasi sianida rendah, kecepatan pelindian hanya


(21)

tergantung pada konsentrasi sianida (konsentrasi oksigen tidak mempengaruhi), tetapi pada konsentrasi tinggi, kecepatan pelindian hanya tergantung pada konsentrasi oksigen.

Proses sianidasi dikontrol oleh konsentrasi oksigen dan konsentrasi sianida di dalam larutan, agar dicapai persen ekstraksi yang tinggi maka keberadaan kedua senyawa ini di dalam larutan harus diamati dengan baik, artinya tidak ada manfaatnya meningkatkan konsentrasi sianida tetapi ternyata konsentrasi oksigen di dalam larutan rendah.

Di dalam bijih emas biasanya terdapat berbagai mineral sulfida seperti pirit, galena, arsenopirit, kalkopirit, kovelit, kalkosit. Mineral-mineral logam ini umumnya akan ikut terlarut ke dalam larutan sianida, sedang mineral pengotor kuarsa tidak larut ke dalam larutan sianida.

Cu2S + 6 CN- → 2[Cu(CN)3]2- + S

2-Zn2S + 4 CN- → 2[Zn(CN)4]2- + S

2-FeS + 6 CN- + 2O2 → [Fe(CN)6]4- + [SO4]

2-Ion sulfida yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen membentuk tiosianat yang tidak mempengaruhi kelarutan emas:

S2- + CN- + 0,5 O2 + H2O → CNS- + 2 OH

-Juga akan teroksidasi menjadi tiosulfat:

S2- + 2 O2 + H2O → [S2O3]- + 2 OH-

Reaksi-reaksi di atas menunjukkan bahwa adanya mineral pengotor dapat memperlambat kecepatan pelarutan. Apabila terbentuk ion sulfida maka dapat ditambahkan garam Pb seperti Pb oksida, Pb nitrat, atau Pb asetat sebelum proses sianidasi yang akan mengendapkanion sulfida dalam bentuk Pb sulfida yang tidak larut dalam air. Salah satu cara lain adalah dengan menambahkan kapur Ca(OH)2


(22)

juga sebelum proses sianidasi, sehingga mineral sulfida akan terdekomposisi dan akhirnya mengendap seabagai CaSO4 sesuai reaksi:

FeS + 2OH- → Fe(OH)2 + S

2-2Fe(OH)2 + 0,5 O2 + H2O → 2Fe(OH)3

S2- + 2O2 → [SO4]2-

[SO4]2- + Ca2+ → CaSO4 (Sudarsono, 2003).

2.4. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan berdasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Terdapat dua metoda pilihan yang dapat diterapkan dalam ekstraksi emas yaitu sianidasi dan amalgamasi. Dalam mengekstraksi logam dari bijihnya, tidak semua tahapan proses harus dilakukan. Apabila suatu bijih secara teknologi dapat diolah langsung dengan proses hidrometalurgi, maka faktor selanjutnya yang mempengaruhi pemilihan proses adalah faktor ekonomis.

Dalam skala industri, pelindian sianidasi merupakan suatu proses hidrometalurgi yang paling ekonomis dan hingga kini telah diterapkan pada berbagai pabrik pengolahan emas di dunia. Istilah proses pelindian yang selektif dipakai dengan tujuan agar dapat memilih pelarut tertentu yang dapat melarutkan logam berharga tanpa melarutkan pengotornya. Logam emas sangat mudah larut dalam KCN, NaCN, dan Hg, sehingga emas dapat diambil dari mineral pengikatnya melalui amalgamasi (Hg) atau dengan menggunakan larutan sianida (biasanya NaCN). Selain itu emas dapat larut pada aquaregia, dengan persamaan reaksi :

Au(s) + 4HCl(aq) + HNO3(aq) → HAuCl4(aq) + NO (g) + 2H2O(l)

Untuk keperluan ekstraksi dari bijihnya, proses dengan melibatkan senyawa sianida dapat diterapkan pada ekstraksi logam emas. Emas membentuk berbagai senyawa kompleks. Emas (I) oksida, Au2O adalah salah satu senyawa yang stabil


(23)

stabil dalam senyawa padatan, karena semua larutan garam emas (I) mengalami disproporsionasi menjadi logam emas dan ion emas (III) menurut persamaan reaksi :

3Au+(aq) → 2Au (s) + Au3+(aq) (Bertrand, 1895).

Pada pelindian sianidasi para peneliti sepakat bahwa sebelum membentuk senyawa kompleks dengan ion sianida, logam emas harus teroksidasi dahulu menjadi ion emas. Prosesnya merupakan proses redoks (reduksi-oksidasi) dimana ion sianida membentuk senyawa kompleks kuat dengan ion Au+ dan diiringi dengan reduksi oksigen di permukaan logam menjadi hidrogen peroksida atau menjadi hidroksil seperti reaksi berikut ini :

Oksidasi : Au → Au+ + e

Pembentukan kompleks : Au+ + 2CN- → [Au(CN)2]

-Reduksi : O2 + 2H2O + 2e → H2O2 + 2OH

O2 + 2H2O + 4e → 4OH-

Persamaan reaksi yang umum digunakan untuk pemisahan emas dalam larutan alkali sianida adalah :

2Au + 4CN- + ½O2 + 2H2O → 2(Au(CN)2- + 2OH

-Mekanisme reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia. Hidrogen peroksida telah dideteksi dalam larutan sianida dimana emas telah terpisah secara cepat, dan observasi ini menunjukkan bahwa beberapa emas kemungkinan terpisah melalui sepasang reaksi yang melibatkan pembentukan pertama hidrogen peroksida.

2Au + 4CN- + O2 + H2O → 2(Au(CN)2- + 2OH- + H2O2

Lalu hidrogen peroksida bereaksi dengan beberapa emas dan sianida.

2Au + 4CN- + H2O2→ 2(Au(CN)2- + 2OH- (Chirstie, 1986).


(24)

a) Metode heap leaching (pelindian tumpukan) yaitu pelindian emas dengan cara menyiramkan larutan sianida pada tumpukan bijih emas (diameter bijih < 10 cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur. Air lindian yang mengalir di dasar tumpukkan yang kedap kemudian di kumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya. Kemampuan ekstraksi emas berkisar 35 – 65 %.

b) VAT leaching : pelindian emas yang dilakukan dengan cara merendam bijih emas (diameter bijih < 5 cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada bak kedap. Air lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk dilakukan proses berikutnya. Proses pelindian berlangsung antara 3 – 7 hari dan setelah itu tangki dikosongkan untuk pengolahan bijih yang baru. Kemampuan ekstraksi emas berkisar 40 – 70 %.

c) Agitated tank leached : pelindian emas yang dilakukan dengan cara merendam bijih emas (diameter < 0.15 cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada suatu tangki dan selalu diaduk atau diaerasi dengan gelembung udara. Lamanya pengadukan biasanya selama 24 jam untuk menghasilkan pelindian yang optimal. Air lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya. Kemampuan ekstraksi emas dapat mencapai lebih dari 90 %.

Pemisahan logam emas dari larutannya, dilakukan dengan cara:

a) Pengendapan dengan menggunakan serbuk Zn (Zinc precipitation/ Process Merill

Crowe). Penggunaan serbuk seng (Zn) merupakan salah satu cara yang efektif untuk

larutan yang mengandung konsentrasi emas kecil. Serbuk seng yang ditambahkan ke dalam larutan kaya, akan mengendapkan logam emas dan perak dalam bentuk ikatan seng emas yang berwarna hitam. Proses selanjutnya dilakukan penambahan asam sulfat pada endapan tersebut yang akan melarutkan Seng dan meninggalkan emas sebagai residunya. Untuk meningkatkan perolehan emas dari proses merill crowe dilakukan dengan cara melebur emas yang dicampur dengan borax dan siliceous


(25)

b) Penyerapan dengan menggunakan karbon aktif. Penyerapan dengan menggunakan karbon aktif saat ini banyak digunakan dalam proses sianidasi pada skala industri pertambangan besar maupun pertambangan rakyat di Indonesia. Karbon aktif yang dipergunakan dapat berasal dari arang batok kelapa,maupun arang kayu yang lain dengan ukuran pallet yang dipergunakan umumnya berdiameter antara 1- 2 mm. Kemampuan penyerapan emas dari arang batok kelapa ini mencapai 10 – 15 g emas untuk setiap nya, namun umumnya hanya berkisar 2 – 5 g emas untuk setiap kg-nya. Karbon aktif dapat digunakan pada larutan kaya yang sudah jernih melalui kolom maupun pada tangki pelindian, baik itu dengan cara menggantungkan karbon yang terletak pada kantong permeable (carbon in leach-CIL) maupun dengan mencampurkan karbon aktif langsung pada bubur campuran bijih (carbon in pulp-CIP).

Proses selanjutnya dilakukan pemisahan emas dari karbon yang dapat dilakukan dengan beberapa cara:

(1) Membakar karbon yang mengandung emas sehingga yang akan tertinggal berupa abu dan logam emas. Cara ini paling sederhana namun sulit dikontrol apabila dilakukan di tempat terbuka. Jika terdapat kandungan merkuri dalam karbon tersebut akan menghasilkan asap merkuri yang beracun yang akan membayakan penambang dan lingkungan.

(2) Merendam karbon (carbon stripping) tersebut pada larutan yang mengandung 2 g sianida per liter larutan dan dipanaskan sampai mendekati temperatur didih air (80 – 90 ºC) pada tangki baja (stainless steel) selama paling tidak 2 hari. Larutan hasil proses ini kemudian diolah dengan proses merill crowe di atas atau dengan cara


(26)

2.5. Elektrolisis

Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit oleh arus listrik searah dengan menggunakan dua macam elektroda. Pada sel elektrolisis energi listrik menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Dalam larutan elektrolit, zat terlarut mengalami ionisasi. Kation (ion positif) akan bergerak ke katoda, dan anion (ion negatif) akan bergerak ke anoda. Elektroda tersebut adalah katoda (elektroda yang dihubungkan dengan kutub negatif) dan anoda (elektroda yang dihubungkan dengan kutub positif). Pada anoda terjadi reaksi oksidasi, yaitu anion (ion negatif) ditarik oleh anoda dan jumlah elektronnya berkurang sehingga bilangan oksidasinya bertambah, sedangkan pada katoda terjadi reaksi reduksi.

Pada elektrolisis, potensial sel ditentukan untuk mengetahui elektroda mana yang akan berperan sebagai elektroda positif dan negatif. Harga potensial oksidasi-reduksi biasanya dinyatakan sebagai potensial oksidasi-reduksi standar, yaitu potensial reduksi bila pereaksi dan hasil reaksi mempunyai aktivitas satu (a=1) dan reaksinya reduksi. Jika potensial reduksi positif berarti mudah tereduksi, tetapi jika negatif berarti sukar tereduksi (mudah teroksidasi).

Emas biasanya juga dimurnikan dari larutan sianida melalui elektrolisis. Proses ini melibatkan penggunaan larutan alkali sianida sebagai elektrolit dalam suatu sel dimana besi merupakan suatu katoda dengan harga potensial reduksi +0,77 volt dan aluminium sebagai anoda dengan potensial reduksi -1,66 volt. Reaksi sel yang terjadi adalah sebagai berikut :

2(Au(CN)2)- + 2OH-→ 2Au + 4CN- + H2O + ½O2

2.5.1. Sel Elektrokimia dengan Elektroda Aluminium Reaksi Pada Katoda

Reaksi pada katoda adalah reduksi terhadap kation. Jadi yang diperhatikan hanya kation saja.

1. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, ion-ion logam alkali tanah, ion logam Al3+ dan ion Mg2+, maka ion-ion logam ini tidak dapat direduksi dari


(27)

larutan. Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas Hidrogen ( H2 ) pada katoda.

2 H2O + 2 e → 2 OH- + H2

2. Jika larutan mengandung asam, maka ion H+ dari asam akan direduksi menjadi gas hidrogen pada katoda

2H+ + 2 e → H2

3. Jika larutan mengandung ion-ion lain, maka ion-ion logam ini akan direduksi menjadi masing-masing logamnya dan logam yang terbentuk itu diendapkan pada permukaan batang katoda.

Au2+ + 2 e → Au Reaksi Pada Anoda

Elektroda pada anoda, elektrodanya dioksidasi menjadi ionnya. Contoh : Au → Au2+ + 2 e Al → Al3+ + 3 e

Dalam sistem elektrokimia dengan anoda terbuat dari aluminium, beberapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut :

Anoda : Au → Au2+ + 2 e Katoda : 2 H2O + 2 e → H2 + 2 OH-

2 H+ + 2 e → H2


(28)

2.5.2 Hukum Faraday

Akibat aliran arus listrik searah ke dalam larutan elektrolit akan terjadi perubahan kimia dalam larutan tersebut. Menurut Michael Faraday (1834) lewatnya arus 1 F mengakibatkan oksidasi 1 massa ekivalen suatu zat pada suatu elektroda (anoda) dan reduksi 1 massa ekivalen suatu zat pada elektroda yang lain (katoda).

Hukum Faraday I: Massa zat yang timbul pada elektroda karena elektrolisis berbanding lurus dengan jumlah listrik yang mengalir melalui larutan, disimbolkan dengan :

W = F

t i e ,.

atau W =

500 . 96

. . ti e

dimana W = massa zat yang dihasilkan e = massa ekivalen

i = arus yang mengalir ( Ampere) t = waktu (detik)

Hukum Faraday II : Massa dari macam-macam zat yang diendapkan pada masing-masing elektroda oleh sejumlah arus listrik yang sama banyaknya akan sebanding dengan berat ekivalen masing-masing zat tersebut.

Rumus:

m1 : m2 = e1 : e2

m = massa zat (gram)

e = beret ekivalen = Ar/Valensi = Mr/Valensi


(29)

2.6. Spektrometri Serapan Atom

Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer ketika mengamati garis-garis hitam pada spectrum sinar matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang warga Negara Australia bernama alan walsh di tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofometri atau metoda analisis spektrografik. Beberapa cara ini sulit dilakukan dan memakan waktu. Oleh karena itu, cara spektrografik tersebut segera digantikan dengan spektrometri serapan atom. Pada Gambar diperlihatkan bentuk instrument spektrometer serapan atom.

Gambar 2.1. Spektrometri Serapan Atom

Jika cahaya dengan panjang gelombang tertentu yang sesuai mengenai atom yang berada dalam keadaan dasar, maka atom dapat menyerap energi cahaya tersebut untuk berpindah ke keadaan dasar tereksitasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2. Proses ini disebut sebagai serapan atom dan menjadi dasar untuk spektrofotometri serapan atom.


(30)

Gambar 2.2. Proses saat Atom menyerap energi pada panjang gelombang tertentu

Panjang gelombang sinar yang diserap bergantung pada konfigurasi elektron dari atom sedangkan intensitasnya bergantung pada jumlah atom dalam keadaan dasar. Kedua fenomena ini menjadi dasar untuk analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Keberadaan unsur logam lain dalam cuplikan tidak akan mengganggu proses analisis sehingga tidak perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu.

2.6.1. Teori Spektrometri Serapan Atom

Metode spektrometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu mempunyai energi yang cukup untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom tertentu. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Panjang gelombang yang dipilih harus menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum. Inilah yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa spektrum yang berasosiasi dengan tingkat energi molekul, biasanya berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasi. Keberhasilan analisis ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. (Hoang, 1998).


(31)

2.6.2. Cara Kerja Spektrometri Serapan Atom

Setiap alat spektrometri serapan atom terdiri atas tiga komponen berikut: a) Unit atomisasi;

b) Sumber radiasi; dan

c) Sistem pengukur fotometrik.

Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku.untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi yang tinggi. Skema alat spektrometri serapan atom ditunjukkan pada gambar 2.3.

A B C D E F Gambar 2.3. Sistematis ringkas dari alat SSA

A. Lampu katoda berongga

Lampu katoda berongga merupakan sumber sinar yang memancarkan spektrum dari unsur logam yang akan dianalisa (setiap logam yang memiliki lampu khusus untuk logam tersebut).

B. Chopper

Mengatur sinar yang dipancarkan.

C. Tungku

Tempat pembakaran (untuk memecahkan larutan sampel pada tetesan halus dan meleburkannya ke dalam nyala untuk diatomkan).

D. Monokromator

Mendispersi sinar yang ditransmisikan oleh atom.


(32)

Mengukur sinar yang ditransmisikan dan memberikan signal sebagai respon terhadap sinar yang diterima.

F. Rekorder

Untuk membaca nilai absorbansi. (Khopkar, S.M. 2002)

2.6.3. Pemakaian Analitis Spektrometri Serapan Atom

Teknik spektrometri serapan atom menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan di antaranya adalah kecepatan analisisnya, ketelitiannya sampai tingkat renik, dan tidak memerlukan pemisahan. Kelebihan kedua adalah kemungkinannya untuk menentukan konsentrasi semua unsur pada konsentrasi renik. Ketiga, sebelum pengukuran tidak selalu perlu memisahkan unsur yang ditentukan karena penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan jika katode berongga yang diperlukan tersedia. Spektrometri serapan atom dapat digunakan hingga 61 logam. Zat non-logam yang dapat dianalisis adalah fosfor dan boron. Logam alkali dan alkali tanah paling baik ditentukan dengan metoda emisi secara spektrofotometri nyala.

2.6.4. Interferensi pada Spektrometri Serapan Atom

Interferensi dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu interferensi spektral dan interferensi kimia. Interferensi spektral disebabkan karena tumpang tindih absorpsi antara spesi pengganggu dan spesi yang diukur, karena rendahnya resolusi monokromator. Interferensi kimia disebabkan adanya reaksi kimia selama atomisasi, sehingga mengubah sifat-sifat absorpsi. Karena sempitnya garis emisi pada sumber lampu pijar maka interferensi garis spektral atom jarang terjadi.

Adanya hasil-hasil pembakaran pada nyala dapat menyebabkan interferensi spektral. Interferensi spektral ini dapat diamati dengan menggunakan blanko yang mengandung zat hasil pembakaran tersebut. Gangguan yang disebabkan penghamburan oleh produk atomisasi yang mengandung oksida refraktori Ti, Zr, W dapat dihindarkan dengan temperatur dan rasio bahan bakar oksidan dalam nyala.


(33)

Koreksi sinar latar belakang biasanya juga dilakukan dengan dua metoda pilihan yaitu metoda koreksi sumber sinar kontinu dan metoda koreksi efek Zeeman.

Untuk menghindari interferensi, baik standar maupun sampel harus ditambahkan larutan buffer dengan unsur yang mudah terionisasi. Senyawa yang dapat digunakan sebagai buffer ionisasi adalah unsur-unsur dengan potensial ionisasi rendah seperti Na, K dan Cs. (Chakrapani, 2001).

2.6.5. Keuntungan Spektrofotometer Serapan Atom

1. Karena absorpsi bergantung pada populasi keadaan dasar, maka kepekaan mungkin lebih tinggi khususnya untuk unsur-unsur yang sukar dieksitasikan (misalnya seng yang dapat ditentukan kurang dari 0,5 ppm, sedang batas terendah pada emisi mungkin sama dengan 500 ppm).

2. Populasi keadaan dasar jauh kurang peka terhadap suhu nyala daripada populasi yang tereksitasi.

3. Interferensi dari garis-garis spektrum dari unsur-unsur lain dan emisi latar belakang nyala dapat diperkecil. (Day, R.A, 1994)

2.6.6. Gangguan-gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom

Yang dimaksud dengan gangguan-gangguan (interferensi) pada SSA adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sebenarnya. Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni matriks terhadap laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah : viskositas, tegangan permukaan, berat jenis dan tekanan uap.


(34)

Gangguan matriks yang lain adalah pengendapan unsur yang dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya yang terdapat dalam sampel.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah / banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.

Terbentuknya atom - atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu: (a) disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna yang terjadi jika terbentuk senyawa-senyawa-senyawa-senyawa yang sukar diuraikan di dalam nyala api; (b) ionisasi atom-atom di dalam nyala yang terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi terlalu tinggi.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis yaitu absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

Gangguan ini terjadi karena terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis, juga disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala. (Gandjar,G.I. 2007).

2.6.7. Penentuan Konsentrasi Emas dengan Spektrometri Serapan Atom

Penentuan konsentrasi emas dengan spektometri serapan atom dilakukan dengan cara membuat beberapa seri larutan standar emas yang diketahui konsentrasinya. Lalu mengukur serapannya pada panjang gelombang 242,8 nm dengan menggunakan lampu pijar (Hollow Cathode Lamp) emas. Kurva kalibrasi dibuat dengan mengalurkan absorbansi terhadap konsentrasi dan menentukan persamaan garisnya. Absorbansi dari larutan sampel yang diukur kemudian dihitung konsentrasi emas dengan persamaan garis yang dihasilkan dari kurva kalibrasi.


(35)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1. Alat-alat

Adapun alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

- Neraca analitik Chyo

- Buret Pyrex

- Pemanas Listrik Fisher

- Termometer

- Pipet volumetric Pyrex

- PH meter Hanna Instrument

- Corong Pyrex

- Erlenmeyer Pyrex

- Oven Fisher

- Adaptor Sinyoku

- Pompa vakum

- Botol Aquadest -

- Gelas Ukur Pyrex

- Spektrometer Serapan Atom GBC Avanta


(36)

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

- Kertas saring Whatman

- NaOH p.a (E.Merck)

- HCl (p) p.a (E Merck)

- HNO3(p) p.a (E Merck)

- NaCN p.a (E Merck)

- Akuades -

- Pb(NO3)2 p.a (E.Merck)

- Sampel Batuan -

- H2SO4(p) p.a (E.Merck)

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Pengambilan Sampel

Sampel batuan berupa barang tambang yang mengandung bijih emas diperoleh dari Desa Beuteung Daerah Simpang Empat Kabupaten Nagan Raya-Aceh yang dihaluskan dengan ukuran 200 mesh sehingga diperoleh ฀ample berupa bubuk.

3.3.2. Penyediaan Pereaksi

Larutan-larutan yang disediakan sebagai berikut:

Larutan NaCN 0,3%(b/v)

Ditimbang 3 gram NaCN dan dilarutkan dengan akuades di dalam labu takar 1000 mL selanjutnya ditepatkan volumenya sampai tanda tera.


(37)

Larutan Pb(NO3)2 0,05%(b/v)

Ditimbang 0,05 gram Pb(NO3)2 secara seksama dan dilarutkan dengan aquades lalu

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan dipaskan sampai garis tanda. 3.3.3. Preparasi Sampel

Sampel emas yang diperoleh ditimbang secara teliti dengan mengunakan neraca analitis. Sampel didestruksi dengan menggunakan aqua regia (campuran HCl pekat dan HNO3 pekat berturut-turut 3:1) sebanyak 50 mL. Campuran dipanaskan sampai mendidih selama 30 menit. Campuran kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditandabataskan dengan aquades. Larutan ini siap untuk diukur kadar emasnya dengan AAS.

3.3.4. Pengukuran Kadar Emas dengan AAS

Penentuan kadar emas dimulai dengan pembuatan kurva kalibrasi. Larutan standar emas dibuat beberapa seri konsentrasi 0.5 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm; 4 ppm; 5 ppm kemudian diukur serapannya pada λ = 242,8 nm dengan menggunakan Spektrometer Serapan Atom (AAS). Kurva kalibrasi dibuat dengan cara mengalurkan nilai absorbansi terhadap konsentrasi standar.

3.3.5. Pemisahan bijih emas dari batuan secara ekstraksi menggunakan natrium Sianida 0,3 % (b/v)

- Sampel sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam Bejana volume 5 L lalu dilarutkan dengan 1000 mL natrium sianida.

- Diaduk selama 5 menit

- Ditambahkan NaOH sampai pH mencapai 10-10,5. - Ditambahkan 10 mL Pb(NO3)2 0,05 % .

- Diaerasi dengan aerator selama 24 jam. - Disaring.


(38)

- Ekstrak Emas di dalam larutan sianida yang diperoleh selanjutnya dielektrolisis. 3.3.6. Perolehan Emas dan Perak Dengan Elektrolisis

- Ekstrak emas di dalam larutan sianida yang diperoleh dimasukkan kedalam gelas Beaker 2000 mL.

- Dirangkai alat elektrolisis dengan katoda besi dan anoda aluminium - Ekstrak emas dielektrolisis dengan menggunakan arus listrik I = 6 A dan

tegangan V = 2 volt, Selama 6 jam. - Di katoda , logam emas akan terdeposit.

- Katoda yang telah terlapisi emas dipindahakan ke dalam gelas Beaker 500 mL. - Selanjutnya ditambah HCl pekat dan dipanaskan sehingga katoda larut.

- Didinginkan

- Disaring pada kertas saring whatman No. 41. - Kertas saring dicuci dengan akuadest

- Kertas saring dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC, - Ditimbang

3.3.7. Pemurnian Logam Emas dari Perak

- Kertas saring hasil penimbangan pada 3.3.4 dicuci dengan HNO3 10 % sebanyak

5 kali.

- Kertas saring dicuci dengan akuades

- Kertas saring dikeringkan pada suhu 105oC selama 2 jam. - Ditimbang


(39)

- Selisih penimbangan 3.3.5 dengan penimbangan 3.3.4 merupakan massa emas yang diperoleh dari ekstraksi dengan NaCN.

3.3.8. Pengukuran sampel dengan AAS

- Emas yang diperoleh sebanyak 0,0715 gram dimasukkan ke dalam gelas beaker 1 L lalu ditambahkan 50 ml Aquaregia.

- diaduk selama 5 menit

- didestruksi dengan pemanasan 200oC selama + 20 menit

- Larutan emas tersebut dimasukkan kedalam labu takar 100 ml lalu dipaskan sampai tanda batas dengan aquades.

- Larutan tersebut diukur dengan AAS pada panjang gelombang 242,8 nm - Dicatat absorbansi yang diperoleh


(40)

3.4.Bagan Penelitian

3.4.1. Pemisahan bijih emas dari batuan secara ekstraksi menggunakan Natrium Sianida 0,3 %.


(41)

3.4.2. Perolehan Emas Dan Perak Dengan Elektrolisis


(42)

3.4.4. Pengukuran Sampel dengan AAS


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Hasil Perolehan Emas dan Perak dari Ekstraksi Tabel 4.1. Data perolehan emas dan perak dengan gravimetri

No A (gram) B (gram) C (gram)

1 1,0986 1,2270 0,1284

2 1,0972 1,2197 0,1225

3 1,0980 1,2226 0,1246

Perolehan rata-rata emas dan perak 0,1252

Keterangan :

A : Berat awal kertas saring setelah pengeringan pada suhu 105oC (gram)

B : Berat akhir kertas saring setelah penyaringan dan setelah pengeringan pada suhu 105oC (gram)

C : Berat perolehan emas dan perak (gram) Perhitungan

Berat Perolehan Emas dan Perak = Berat akhir kertas saring – Berat awal kertas 4.1.2. Hasil Perolehan Emas Setelah Pemisahan Perak

Tabel 4.2. Data perolehan emas dengan gravimetri

No A (gram) B (gram) C (gram)

1 1,2270 1,1538 0,0732

2 1,2197 1,1488 0,0709

3 1,2226 1,1522 0,0704

Perolehan rata-rata emas 0,0715

Keterangan :

A : Berat awal kertas saring setelah pengeringan pada suhu 105oC (gram)

B : Berat akhir kertas saring setelah penyaringan dan setelah pengeringan pada suhu 105oC (gram)


(44)

Perhitungan

Berat Perolehan Emas = Berat awal kertas saring – Berat akhir kertas saring 4.1.3. Pengukuran Kadar Emas (Au) dari Sampel

Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Au untuk Kurva Kalibrasi

No Kadar Au (mg/l) Absorbansi (A)

1 0,50 0,020

2 1,00 0,036

3 2,00 0,067

4 3,00 0,106

5 4,00 0,146

6 5,00 0,176

4.1.3.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi.

Hasil pengukuran absorbansi seri larutan standar emas pada tabel 4.3 diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linear yang diturunkan dengan metode Least Square dengan perhitungan seperti tabel di bawah ini :

Tabel 4.4. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

No Χi Υi Χi-Χ Υi −Υ

(

)

2

Χ −

Χi

(

)

2

Υ −

Υi

(

Υi−Υ

)

(

Χi−Χ

)

1 2 3 4 5 6 7 0,0 0,5 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 0,000 0,020 0,036 0,067 0,106 0,146 0,176 -2,214 -1,714 -1,214 -0,214 0,786 1,786 2,786 -0,078 -0,058 -0,042 -0,011 0,028 0,068 0,098 4,901 2,937 1,473 0,045 0,617 3,189 7,761 0,0060 0,0034 0,0017 0,0012 0,0078 0,0046 0,0096 0,172692 0,099412 0,050988 0,002354 0,022008 0,121448 0,273028


(45)

2,214 7 15,5 = = Χ ∑ = Χ n 0,078 7 0,551 = = Υ ∑ = n Y

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis:

y = ax + b Di mana, a = slope

b = intersep

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square sebagai berikut :

(

)( )

(

)

− − − = 2 X Xi Y Yi X Xi a 923 , 20 746951 , 0 = a 0357 , 0 = a

Sedangkan harga intersep (b) dapat diperoleh melalui persamaan :

X a Y = +b

X a Y b= −

= 0,078 – 0,0357 (2,214) = 0,078-0,0776


(46)

4.1.3.2. Perhitungan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut :

4.1.3.3. Penentuan Kadar Emas

Kadar Au dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubtitusi nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap garis regresi dan kurva kalibrasinya Y = 0,0357X + 0,0004 sehingga diperoleh konsentrasi Au.

Tabel 4.5. Kadar Emas Sampel

Sampel Absorbansi (A) Konsentrasi sampel (mg/l)

Sampel A1 0,2573 7,147

Sampel A2 0,2574 7,150

Sampel A3 0,2576 7,155

Rata-rata 0,2574 7,150

{

}

{

}{

}

0.9984 1,3366338 0,746951 0,11332231 0,746951 ) 0,0343 )( 20,923 ( 0,746951 ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 = = = = − − − − =

r Y Yi X Xi Y Yi X Xi r


(47)

4.2. Pembahasan

Pemisahan bijih emas dari sisa batuan tambang dari masyarakat Desa Nagan Raya dilakukan dengan melarutkan sampel dengan natrium sianida 0,3 % dan pengaturan pH 10-10,5 dengan menambahkan natrium oksida. Hal ini dilakukan agar tidak dihasilkan asam sianida (HCN) maupun hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat

mengurangi perolehan Emas (Au). Prosesnya merupakan proses redoks dimana bijih emas yang terdapat dalam sampel akan membentuk senyawa kompleks dengan ion sianida menghasilkan Au(CN)2- ,dengan reaksi :

2Au + 4CN- + ½O2 + 2H2O → 2(Au(CN)2- + 2OH

-Larutan sampel tersebut juga mengandung mineral-mineral pengotor yang dapat memperlambat kecepatan pelarutan sehingga perlu dilakukan penambahan Pb nitrat. Mineral pengotor tersebut akan terdekomposisi dengan penambahan natrium oksida sebelumnya dan akhirnya membentuk endapan.

Agar dicapai persen ekstraksi yang tinggi, proses sianidasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen di dalam larutan yang bertujuan untuk mempercepat reaksi. Larutan sampel diaerasi selama + 24 jam untuk mengalirkan oksigen ke dalam larutan tersebut sehingga diharapkan dengan penyaringan selanjutnya akan didapat ekstrak emas murni yang bebas dari mineral-mineral pengotor. Ekstrak emas yang diperoleh, selanjutnya dielektrolisis dengan menggunakan katoda besi dan anoda aluminium.

Besi digunakan sebagai katoda karena memiliki potensial reduksi yang bernilai positif (0,77 volt) sedangkan aluminium memiliki potensial reduksi yang bernilai negatif (-1,66 volt). Sehingga katoda akan dihubungkan pada kutub negatif dan anoda pada kutub positif . Penggunaan katoda besi juga dilakukan agar lebih mudah memisahkan emas yang telah terdeposit pada katoda dengan penambahan asam klorida pekat dan dipanaskan sampai katoda larut. Emas tersebut disaring dan dicuci dengan asam nitrat 10 % untuk mendapatkan emas murni.

Tahap analisa kuantitatif dilanjutkan dengan penimbangan emas yang diperoleh dan dilarutkan kembali dengan aquaregia untuk dianalisa dengan


(48)

spektrometer serapan atom pada panjang gelombang 242,8 nm dimana pada panjang gelombang tersebut cahaya memiliki nilai absorbansi maksimum. Kurva kalibrasi larutan standar emas dibuat dengan memvariasikan konsentrasi larutan standar emas, dan dihitung dengan metode least square sehingga diperoleh persamaan garis linier Y = 0,0357X + 0,0004. Persamaan garis linier ini digunakan untuk menghitung kadar emas dalam konsentrat tersebut. Dari data yang diperoleh bahwa kandungan emas dalam sampel adalah sebanyak 71,5 mg/L atau 0,715 gram dari 10 kg sample batuan.

Dari informasi yang diperoleh dari masyarakat Desa Nagan Raya yang melakukan pemisahan emas dengan menggunakan merkuri (amalgamasi) bahwa konsentrasi emas yang diperoleh dengan cara ini adalah 0,5 gram emas dari 10 kg batuan yang sama dengan contoh batuan yang dipakai dalam penelitian ini. Penggunaaan merkuri pada pemisahan secara amalgamasi ini adalah 200 gram per 10 kg batuan dan perolehan Merkuri kembali sebesar ± 175 gram dan selebihnya terikut bersama dengan sisa material batuan dan terbuang ke lingkungan tanpa proses lebih lanjut yang dikhawatirkan akan mencemari lingkungan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perolehan emas dengan metode sianidasi dan pemurnian secara elektrolisis yang dilanjutkan dengan analisis kuantitatif dengan spektrometer serapan atom dihasilkan 2,15 % lebih tinggi daripada perolehan emas dengan metode amalgamasi. Disamping perolehan yang lebih tinggi juga biaya operasional yang lebih murah serta tidak menimbulkan pencemaran lingkungan jika dikelola dengan benar.


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini yaitu ekstraksi bijih emas dengan metode sianidasi dan pemurnian secara elektrolisis yang dilanjutkan dengan analisis secara spektrometer serapan atom dari 1 kg sampel batuan diperoleh kandungan emas sebesar 0,0715 gram atau 7,15 mg/L.

5.2. Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan ekstraksi emas secara sianidasi dengan berbagai konsentrasi NaCN dengan variasi waktu dan temperatur.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Addison, R. 1980. Gold and Silver Extraction From Sulfide Ores. Mining Congress. Bertrand, C. 1895. Process of Extracting Gold from Ores. New York.

Chirstie, S. Geankopolis. Transport Processes and Unit Operation. Second Edition. Massachusetts:Allyn and Bacon.Inc.

Chakrapani, G., Mahanta, P., Murty, D.S.R., Gomaty, B. 2001. Preconcentration of

Traces of Gold, Silver and Palladium on Activated Carbon and Its Determination on Geological Samples by Flame AAS after Wet Ashing.

Atalanta.

Day, R.A. Underwood, A.L. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Esna, Ashari. 1988. Method and Installation for Extracting Gold From Gold Ores. Germany: Klockner Humboldt AG.

Gandjar, G.I., Rohman, A. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Hoang,T.A., Mullings,L.R., Phillips,D.N., Silis,I.D. 1998. Journal of Atomic

Spectrosc

Jakson, E. 1986. Hydrometallurgical Extraxtion and Reclamation. England: Ellis Horwood Limitwd.

Keenan, Kleinfelter. 1986. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta:Erlangga. Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Nelson, C.E. 1990. Comparative Geochemistry of Jasperoids from Carlin Type Gold

Deposits of The Western United States. Journal of Geochemical Exploration.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 2008.

Sanusi, B. 1984. Mengenal Hasil Tambang Indonesia. Jakarta: Penerbit Bina Aksara. Setiabudi, Bambang Tjahjono. 2005. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha

Pertambangan Di Daerah Sangon, Kabupaten Kulo Progo, D.I. Yogyakarta.

Center For Geological Resources.

Suaib B.S.1994. Pengaruh Rapat Arus Listrik, Jumlah Dan Jenis Elektroda

Terhadap Efektivitas Penurunan Warna Pada Air Gambut Dengan Proses Elektrokoagulasi. Bandung: ITB.


(51)

Sudarsono, Arief S. 2003. Pengantar Pengolahan dan Ekstraksi Bijih Emas. Bandung: Departemen Teknik Pertambangan ITB.

Rosenqvist, T. 1974. Principle of Extraxtive Metallurgy. New York: McGraw- Hill, Inc.


(52)

y = 0,0357x + 0,0004 R2 = 0,9984

0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18 0,2

0 1 2 3 4 5 6

Konsentrasi (ppm)

A

b

s

o

rb

a

n

s

i

Series1

Linear (Series1)


(1)

4.2. Pembahasan

Pemisahan bijih emas dari sisa batuan tambang dari masyarakat Desa Nagan Raya dilakukan dengan melarutkan sampel dengan natrium sianida 0,3 % dan pengaturan pH 10-10,5 dengan menambahkan natrium oksida. Hal ini dilakukan agar tidak dihasilkan asam sianida (HCN) maupun hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat

mengurangi perolehan Emas (Au). Prosesnya merupakan proses redoks dimana bijih emas yang terdapat dalam sampel akan membentuk senyawa kompleks dengan ion sianida menghasilkan Au(CN)2- ,dengan reaksi :

2Au + 4CN- + ½O2 + 2H2O → 2(Au(CN)2- + 2OH

-Larutan sampel tersebut juga mengandung mineral-mineral pengotor yang dapat memperlambat kecepatan pelarutan sehingga perlu dilakukan penambahan Pb nitrat. Mineral pengotor tersebut akan terdekomposisi dengan penambahan natrium oksida sebelumnya dan akhirnya membentuk endapan.

Agar dicapai persen ekstraksi yang tinggi, proses sianidasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen di dalam larutan yang bertujuan untuk mempercepat reaksi. Larutan sampel diaerasi selama + 24 jam untuk mengalirkan oksigen ke dalam larutan tersebut sehingga diharapkan dengan penyaringan selanjutnya akan didapat ekstrak emas murni yang bebas dari mineral-mineral pengotor. Ekstrak emas yang diperoleh, selanjutnya dielektrolisis dengan menggunakan katoda besi dan anoda aluminium.

Besi digunakan sebagai katoda karena memiliki potensial reduksi yang bernilai positif (0,77 volt) sedangkan aluminium memiliki potensial reduksi yang bernilai negatif (-1,66 volt). Sehingga katoda akan dihubungkan pada kutub negatif dan anoda pada kutub positif . Penggunaan katoda besi juga dilakukan agar lebih mudah memisahkan emas yang telah terdeposit pada katoda dengan penambahan asam klorida pekat dan dipanaskan sampai katoda larut. Emas tersebut disaring dan dicuci dengan asam nitrat 10 % untuk mendapatkan emas murni.


(2)

spektrometer serapan atom pada panjang gelombang 242,8 nm dimana pada panjang gelombang tersebut cahaya memiliki nilai absorbansi maksimum. Kurva kalibrasi larutan standar emas dibuat dengan memvariasikan konsentrasi larutan standar emas, dan dihitung dengan metode least square sehingga diperoleh persamaan garis linier Y = 0,0357X + 0,0004. Persamaan garis linier ini digunakan untuk menghitung kadar emas dalam konsentrat tersebut. Dari data yang diperoleh bahwa kandungan emas dalam sampel adalah sebanyak 71,5 mg/L atau 0,715 gram dari 10 kg sample batuan.

Dari informasi yang diperoleh dari masyarakat Desa Nagan Raya yang melakukan pemisahan emas dengan menggunakan merkuri (amalgamasi) bahwa konsentrasi emas yang diperoleh dengan cara ini adalah 0,5 gram emas dari 10 kg batuan yang sama dengan contoh batuan yang dipakai dalam penelitian ini. Penggunaaan merkuri pada pemisahan secara amalgamasi ini adalah 200 gram per 10 kg batuan dan perolehan Merkuri kembali sebesar ± 175 gram dan selebihnya terikut bersama dengan sisa material batuan dan terbuang ke lingkungan tanpa proses lebih lanjut yang dikhawatirkan akan mencemari lingkungan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perolehan emas dengan metode sianidasi dan pemurnian secara elektrolisis yang dilanjutkan dengan analisis kuantitatif dengan spektrometer serapan atom dihasilkan 2,15 % lebih tinggi daripada perolehan emas dengan metode amalgamasi. Disamping perolehan yang lebih tinggi juga biaya operasional yang lebih murah serta tidak menimbulkan pencemaran lingkungan jika dikelola dengan benar.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini yaitu ekstraksi bijih emas dengan metode sianidasi dan pemurnian secara elektrolisis yang dilanjutkan dengan analisis secara spektrometer serapan atom dari 1 kg sampel batuan diperoleh kandungan emas sebesar 0,0715 gram atau 7,15 mg/L.

5.2. Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan ekstraksi emas secara sianidasi dengan berbagai konsentrasi NaCN dengan variasi waktu dan temperatur.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Addison, R. 1980. Gold and Silver Extraction From Sulfide Ores. Mining Congress. Bertrand, C. 1895. Process of Extracting Gold from Ores. New York.

Chirstie, S. Geankopolis. Transport Processes and Unit Operation. Second Edition. Massachusetts:Allyn and Bacon.Inc.

Chakrapani, G., Mahanta, P., Murty, D.S.R., Gomaty, B. 2001. Preconcentration of Traces of Gold, Silver and Palladium on Activated Carbon and Its Determination on Geological Samples by Flame AAS after Wet Ashing. Atalanta.

Day, R.A. Underwood, A.L. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Esna, Ashari. 1988. Method and Installation for Extracting Gold From Gold Ores. Germany: Klockner Humboldt AG.

Gandjar, G.I., Rohman, A. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Hoang,T.A., Mullings,L.R., Phillips,D.N., Silis,I.D. 1998. Journal of Atomic Spectrosc

Jakson, E. 1986. Hydrometallurgical Extraxtion and Reclamation. England: Ellis Horwood Limitwd.

Keenan, Kleinfelter. 1986. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta:Erlangga. Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Nelson, C.E. 1990. Comparative Geochemistry of Jasperoids from Carlin Type Gold Deposits of The Western United States. Journal of Geochemical Exploration. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 2008.

Sanusi, B. 1984. Mengenal Hasil Tambang Indonesia. Jakarta: Penerbit Bina Aksara. Setiabudi, Bambang Tjahjono. 2005. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha

Pertambangan Di Daerah Sangon, Kabupaten Kulo Progo, D.I. Yogyakarta. Center For Geological Resources.


(5)

Sudarsono, Arief S. 2003. Pengantar Pengolahan dan Ekstraksi Bijih Emas. Bandung: Departemen Teknik Pertambangan ITB.

Rosenqvist, T. 1974. Principle of Extraxtive Metallurgy. New York: McGraw- Hill, Inc.


(6)

y = 0,0357x + 0,0004 R2 = 0,9984

0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18 0,2

0 1 2 3 4 5 6

Konsentrasi (ppm)

A

b

s

o

rb

a

n

s

i

Series1

Linear (Series1)