Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Setiabudi, 2005.
2.2. Metalurgi
Metalurgi adalah proses pengolahan bahan-bahan alam menjadi logam unsur yang selanjutnya menjadi logam dengan sifat-sifat yang diinginkan. Bahan anorganik alam
yang ditemukan di kerak bumi disebut mineral, contohnya bauksit dan aluminosilikat, sedang mineral yang dapat dijadikan sumber untuk memproduksi
bahan secara komersial disebut bijih. Bijih logam yang paling umum adalah berupa
oksida, sulfida, karbonat, silikat, halida dan sulfat. Rosenqvist, 1974.
Metalurgi melalui tiga tahapan, yaitu:
a. Pemekatan Bijih
Di dalam bijih mengandung batuan tak berharga yang disebut batureja ganggue. Pemekatan bijih bertujuan untuk menyingkirkan sebanyak mungkin batureja. Biji
dihancurkan dan digiling sehingga butiran terlepas dari batureja. Pemisahan selanjutnya dapat dilakukan dengan cara fisis seperti pengapungan flotasi atau
penarikan dengan magnet. Pada proses pengapungan, bijih yang telah dihancurkan diberi minyak tertentu. Mineral akan melekat pada buih sehingga terlepas dari
batureja atau batureja akan melekat pada buih.
b. Peleburan
Peleburan smelting adalah proses reduksi bijih sehingga menjadi logam unsur yang dapat digunakan berbagai macam zat seperti karbid, hidrogen, logam aktif atau
dengan cara elektrolisis. Pemilihan zat pereduksi ini tergantung dari 3 kereaktifan masing-masing zat. Makin aktif logam makin sukar direduksi, sehingga sehingga
diperlukan pereduksi yang lebih kuat. Logam yang kurang aktif seperti tembaga dan emas dapat direduksi hanya
dengan pemanasan. Logam dengan kereaktifan sedang seperti besi, nikel dan timah dapat direduksi dengan karbon, sedang logam aktif seperti magnesium dan
aluminium dapat direduksi dengan elektrolisis. Seringkali proses peleburan ditambah
Universitas Sumatera Utara
dengan fluks, yaitu suatu bahan yang mengikat pengotor dan membentuk zat yang mudah mencair, yang disebut terak.
c. Pemurnian
Pemurnian refining adalah penyesuaian komposisi kotoran dalam logam kasar.
Beberapa cara pemurnian antara lain elektrolisis, destilasi, peleburan. Jakson, 1986. 2.3. Sianida
Sianida adalah senyawa yang termasuk B-3 Bahan Berbahaya dan Beracun, sehingga pada pemakaiannya sebagai pelarut proses pengambilan logam emas,
konsentrasinya dibatasi sampai 1500 ppm. Proses pemurnian ini didasarkan pada proses yang terdiri dari bijih dengan suatu larutan natrium sianida atau suatu
ekivalen sianida lalu setelah memisahkan larutan dari pengotor, presipitasi emas, biasanya dilakukan dengan zink atau aluminium dan kadang-kadang dengan logam
lain. Senyawa asam sianida stabil pada pH 7 karenanya, senyawa NaCN mudah
berubah bentuk menjadi asam sianida yang sangat beracun pada suasana asam. Agar senyawa sianida tetap sebagai NaCN maka, pH larutan harus dijaga agar tetap dalam
suasana basa. Pembentukan HCN dari NaCN dapat terjadi karena adanya absorpsi CO
2
dari udara, menurut reaksi berikut: CO
2
+ H
2
O → H
2
CO
3
H
2
CO
3
+ CN
-
→ HCN + HCO
3 -
Kebasaan larutan harus dijaga pada pH 10-11 biasanya dengan cara menambahkan kapur, tetapi kebasaan yang terlalu tinggi pH11 akan menurunkan kelarutan emas
di dalam larutan sianida. Oksigen dan sianida sangat diperlukan pada proses sianidasi bijih emas,
karena kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi kedua senyawa ini. Penelitian menunjukkan bahwa kecepatan pelindian Au akan meningkat dengan naiknya
konsentrasi sianida. Pada konsentrasi sianida rendah, kecepatan pelindian hanya
Universitas Sumatera Utara
tergantung pada konsentrasi sianida konsentrasi oksigen tidak mempengaruhi, tetapi pada konsentrasi tinggi, kecepatan pelindian hanya tergantung pada
konsentrasi oksigen. Proses sianidasi dikontrol oleh konsentrasi oksigen dan konsentrasi sianida di
dalam larutan, agar dicapai persen ekstraksi yang tinggi maka keberadaan kedua senyawa ini di dalam larutan harus diamati dengan baik, artinya tidak ada
manfaatnya meningkatkan konsentrasi sianida tetapi ternyata konsentrasi oksigen di dalam larutan rendah.
Di dalam bijih emas biasanya terdapat berbagai mineral sulfida seperti pirit, galena, arsenopirit, kalkopirit, kovelit, kalkosit. Mineral-mineral logam ini umumnya
akan ikut terlarut ke dalam larutan sianida, sedang mineral pengotor kuarsa tidak larut ke dalam larutan sianida.
Cu
2
S + 6 CN
-
→ 2[CuCN
3
]
2-
+ S
2-
Zn
2
S + 4 CN
-
→ 2[ZnCN
4
]
2-
+ S
2-
FeS + 6 CN
-
+ 2O
2
→ [FeCN
6
]
4-
+ [SO
4
]
2-
Ion sulfida yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen membentuk tiosianat yang tidak mempengaruhi kelarutan emas:
S
2-
+ CN
-
+ 0,5 O
2
+ H
2
O → CNS
-
+ 2 OH
-
Juga akan teroksidasi menjadi tiosulfat: S
2-
+ 2 O
2
+ H
2
O → [S
2
O
3
]
-
+ 2 OH
-
Reaksi-reaksi di atas menunjukkan bahwa adanya mineral pengotor dapat memperlambat kecepatan pelarutan. Apabila terbentuk ion sulfida maka dapat
ditambahkan garam Pb seperti Pb oksida, Pb nitrat, atau Pb asetat sebelum proses sianidasi yang akan mengendapkanion sulfida dalam bentuk Pb sulfida yang tidak
larut dalam air. Salah satu cara lain adalah dengan menambahkan kapur CaOH
2
Universitas Sumatera Utara
juga sebelum proses sianidasi, sehingga mineral sulfida akan terdekomposisi dan akhirnya mengendap seabagai CaSO
4
sesuai reaksi: FeS + 2OH
-
→ FeOH
2
+ S
2-
2FeOH
2
+ 0,5 O
2
+ H
2
O → 2FeOH
3
S
2-
+ 2O
2
→ [SO
4
]
2-
[SO
4
]
2-
+ Ca
2+
→ CaSO
4
Sudarsono, 2003.
2.4. Ekstraksi