Pembaruan agraria: Agenda Perubahan Struktural dan Penyelesaian Konflik Agraria
3
Itu artinya, kebutuhan akan tanah bukan hanya dan bukan semata-mata kebutuhan masyarakat petani produsen pangan, melainkan juga kebutuhan masyarakat bukan
petani konsumen secara keseluruhan. Oleh sebab itu, bagi Indonesia masalah agraria merupakan masalah fundamental, karena baik kehidupan rakyatnya maupun
penerimaan masyarakatnegara bersumber dari produk-produk sumber agraria.
5
Namun demikian, jika kita menelusuri kembali perjalanan sejarah sepanjang pemerintahan Orde Baru, yang berlangsung kurang lebih 30 tahun lamanya, isu
pembaruan agraria ² sebagai jalan untuk menciptakan keadilan, memecahkan masalah kemiskinan dan kesejahteraan rakyat
6
² bukan hanya tidak mendapatkan perhatian, bahkan
telah ditenggelamkan
bersama kekuatan-kekuatan
yang berusaha
memperjuangkannya.
7
Pada era ini agenda land reform sebagai prasyarat bagi pelaksanaan pembaruan agraria yang digagas oleh pemerintah Orde Lama melalui
UUPA-1960 telah dikandaskan secara sistematis, baik melalui serangkaian kebijakan pembangunan yang secara substansial melawan gagasan pembaruan agraria yang
berorientasi kerakyatan; maupun melalui hegemoni politik, di mana agenda pembaruan agraria diidentikkan dengan agenda politik PKI komunis. Kenyataan ini jelas
merupakan tragedi yang seharusnya tidak pernah terjadi di sebuah negara yang sebagian besar rakyat dan pendapatan negaranya bergantung pada sumber-sumber
agraria, terutama tanah. Seperti sudah sering diulas di banyak literatur, yang menjadi pokok persoalan
pembaruan agraria sesungguhnya bukanlah persoalan komunis dan bukan komunis, karena sebagai sebuah instrumen perubahan, pembaruan agraria bisa digunakan, baik
sebagai jalan menuju ke kapitalisme maupun sosialisme, atau campuran keduanya, atau
5
Gunawan Wiradi, 2002. Pembaruan agraria sebagai Basis Pembangunan Sosial, Makalah yang disampaikan dalam acara SemiQDU1DVLRQDO´6WUDWHJL3HODNVDQDDQ3HPEDQJXQDQJUDULDµ\DQJGLVHOHQJJDUDNDQROHK
KPA, Sekretariat Bina Desa dan BPN di Jakarta, tanggal 26 September 2002, hal. 2-3.
6
Tentang asumsi yang mendasari gagasan penyelesaian masalah kemiskinan melalui pembaruan agraria lihat misalnya, Mansour Fakih, 1997. Reformasi Agraria Era Globalisasi: Teori, Refleksi dan Aksi, dalam Dianto
Bachriadi, Erpan Faryadi dan Bonnie Setiawan Editor, Ibid, hal. xvii-xxv.
7
Lihat, Noer Fauzi, 1997, Opcit.
4
sistem lainnya, yakni populisme.
8
Itu artinya, bahwa yang menjadi poin pokok dari gagasan pembaruan agraria pada dasarnya adalah perubahan struktural di
masyarakat.
9
Seperti dikemukakan oleh Wiradi, bahwa inti pengertian pembaruan DJUDULD DGDODK ´VXDWX penataan kembali, atau penataan ulang, struktur pemilikan,
penguasaan dan penggunaan tanah sumber agraria agar tercipta suatu struktur PDV\DUDNDW \DQJ DGLO GDQ VHMDKWHUDµ
10
Asumsi yang mendasari pemikiran ini adalah, bahwa pokok permasalahan kemiskinan terletak pada bagaimana alat produksi dan
secara lebih luas sumber agraria dikelola secara adil untuk kepentingan sebanyak- banyaknya rakyat.
11
Dalam kerangka ini cakupan persoalan yang menjadi sasaran utama pelaksanaan pembaruan agraria meliputi sistem penguasaan sumber agraria,
metode penggarapan dan organisasi pengusahaannya, skala operasi usahanya, sistem sewa menyewa, kelembagaan kredit desa, pemasaran serta pendidikan dan pelatihan
untuk menyesuaikan diri dengan tujuan-tujuan keadilan sosial dan produktivitas.
12
Selain didasari oleh asumsi di atas, pentingnya pelaksanaan pembaruan agraria di Indonesia juga didasari oleh dampak dan hasil positif yang telah berhasil diperoleh
beberapa negara yang melaksanakan pembaruan agraria.
13
Jika dibandingkan, antara negara-negara yang melaksanakan pembaruan agraria ² melakukan perubahan
struktural ² dan yang tidak, terbukti bahwa negara-negara yang melaksanakan pembaruan agraria ² seperti Cina, Jepang, Korea dan Taiwan ² mampu berkembang
8
Dianto Bachriadi, Erpan Faryadi dan Bonnie Setiawan Editor, 1997. Konteks Pembaruan Agraria saat ini: Pengantar Editor,
dalam Dianto Bachriadi, Erpan Faryadi dan Bonnie Setiawan Editor, Opcit, hal. vii.
9
Pembahsan tentang hubungan struktur sosial dan struktur agraria antara lain dapat dilihat dalam Noer Fauzi, 2002. Land Reform: Agenda Pembaruan Struktur Agraria dalam Dinamika Panggung Politik, dalam
Endang Suhendar, et.al., Penyunting, Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi, Bandung: Akatiga, hal. 229-271. Untuk tambahan refrensi lihat juga Arief Budiman, 1996. Fungsi Tanah dalam
Kapitalisme , dalam Jurnal Analisis Sosial, Edisi 3Juli 1996, Bandung: Akatiga, hal. 11-22.
10
Gunawan Wiradi, Masalah Pembaruan Agraria: Dampak Land Reform terhadap Perekonomian Negara, MaNDODK \DQJ GLVDPSDLNDQ GDODP UDQJNDLDQ GLVNXVL SHULQJDWDQ ´6DWX EDG XQJ .DUQRµ GL RJRU
tanggal 4 Mei 2001, hal. 1. Kata-kata dalam kurung berasal dari penulis sendiri.
11
Lihat Mansour Fakih, 1997, Opcit, hal. xxiii.
12
Elias H. Tuma 2001, sebagaimana dikutip oleh Noer Fauzi, 2002, Opcit, hal. 244-245.
13
Dianto Bachriadi, Erpan Faryadi dan Bonnie Setiawan, 1997, dalam Dianto Bachriadi, Erpan Faryadi dan Bonnie Setiawan Editor, Opcit, hal. ix.
5
menjadi negara kapitalis maju dan sosialis maju; sementara negara-negara yang tidak atau belum melaksanakan pembaruan agraria ² seperti Indonesia, Filipina dan sebagian
besar negara-negara Amerika Latin ² tetap terbelenggu berbagai persoalan struktural yang sulit dipecahkan, yakni terjadinya konflik agraria ² vertikal maupun horizontal ²
yang tidak berkesudahan.
14
Seperti tampak dari data konflik agraria tanah yang diinventarisasi oleh KPA Konsorsium Pembaruan Agraria tahun 2001, di seluruh
Indonesia telah terjadi sekitar 1.500 kasus konflik agraria yang mencakup luas lahan sekitar 2.136.603 ha dan telah mengakibatkan tidak kurang dari 236.761 KK menjadi
korban.
15
Dari uraian di atas kita dapat mencatat beberapa hal. Pertama, urgensi pelaksanaan pembaruan agraria pada dasarnya berangkat dari keyakinan, bahwa persoalan
kemiskinan timbul sebagai akibat dari adanya ketidakadilan dalam pengelolaan sumber-sumber agraria. Salah satu indikatornya adalah terjadinya ketidakserasian
danatau ketimpangan dalam jangkauan access dan kontrol masyarakat terhadap sumber-sumber agraria ² terutama yang menyangkut sumber-sumber agraria yang
paling mendasar, yaitu tanah dan air.
16
Ketimpangan yang umumnya terjadi adalah ketimpangan dalam alokasi sumber agraria, terutama tanah; sebaran pemilikan,
penguasaan dan penggunaan tanah, yang bermuara pada ketimpangan sebaran
14
Lihat misalnya Boy Fidro dan Noer Fauzi, 1995. Pembangunan Berbuah Konflik: 29 Tulisan Pengalaman Advokasi Tanah,
Kisaran-Lampung-Bandung-Yogyakarta: Kerjasama antara Yayasan Sintesa, Pos Yayasan LBH Indonesia, LPPP dan LEKHAT; Laporan Penelitian Akatiga-KSPI, 2000. Kemiskinan Agraria dan
Konflik Tanah, Bandung: Akatiga-KSPI; dan Noer Fauzi, 2000. Otonomi Daerah dan Konflik Tanah,
Yogyakarta: Lapera.
15
Subekti Mahanani, Kedudukan UUPA 1960 dan Pengelolaan Sumber Daya Agraria di Tengah Kapitalisasi Negara: Politik Kebijakan Hukum Agraria Melanggengkan Ketidakadilan,
dalam Jurnal Analisis Sosial AKATIGA, Vol. 6, No.2, Juli 2001, hal.27.
16
Berdasarkan data struktur penguasaan tanah hasil sensus pertanian tahun 1993, tercatat sebanyak 43 rumah tangga tidak menguasai tanah sama sekali atau penguasaannya kecil 0; 27 rumah tangga
menguasai 13; 18 rumah tangga menguasai 14; dan 16 menguasai 69. Meskipun data tersebut kurang tepat, karena diambil dari data BPS yang juga kurang tepat dalam mengkategorisasikan kelas
pemilikan dan penguasaan tanahnya, tetapi secara kasar dapat dikatakan, bahwa akses petani kecil atau buruh tani terhadap pemilikan dan penguasaan tanah sangat kecil.
6
pendapatan; ketimpangan masalah hukum yang berkaitan dengan sumber agraria.
17
Ketimpangan inilah yang kemudian memicu lahirnya konflik agraria.
18
Oleh sebab itu, kedua,
penyelesaian konflik agraria merupakan persoalan paling mendesak yang harus diselesaikan melalui pembaruan agraria. Melalui upaya itu diharapkan akan tercipta
kepastian hukum mengenai hak-hak rakyat, terutama kaum tani; tercipta struktur sosial yang lebih adil; tumbuhnya motivasi petani untuk mengelola usaha taninya dengan
baik; meredam keresahan masyarakat; dan terciptanya ketahanan ekonomi.
19